bab 5 kesimpulan dan saran

advertisement
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini, diuraikan beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari
pembahasan sebelumnya dan saran mengenai masalah yang bisa dibahas sebagai
kelanjutan penelitian ini.
5.1 Kesimpulan
1. Nilai end to end delay terkecil yaitu 52,6368 mili detik yang diperoleh dari
simulasi 5 node dengan formasi burung dengan menggunakan protokol
routing AODV yang sudah ditambahkan dengan kontrol kemacetan pada
jaringan. Nilai end to end delay yang terkecil tersebut memenuhi standar
persyaratan delay dari nilai end to end delay maksimal yaitu 250 mili detik
yang telah dibakukan oleh NATO C3 Agency untuk arsitektur komunikasi
wireless.
2. Nilai normalized routing overhead terkecil yaitu 0,0004 yang diperoleh dari
simulasi 5 node dengan formasi burung dengan menggunakan protokol
routing AODV yang sudah ditambahkan dengan kontrol kemacetan pada
jaringan. Nilai normalized routing overhead terkecil tersebut memenuhi
standar persyaratan total header overhead maksimal (termasuk TCP/IP) dari
berbagai skema routing yaitu 1,25. Standar yang digunakan ini merupakan
standar normalized routing overhead pada IPv4 dikarenakan IPv4 yang
digunakan sebagai acuan oleh Departement of Defense Interface Standard
MIL-STD-188-220C - United State of America.
3. Nilai packet delivery ratio terbesar adalah 99,94% yang diperoleh dari
simulasi 5 node dengan formasi burung dengan menggunakan protokol
routing AODV yang sudah ditambahkan dengan kontrol kemacetan pada
jaringan. Nilai packet delivery ratio terbesar ini memenuhi standar
persyaratan packet delivery ratio pada Expedited Forwarding (EF) yang
81
telah dibakukan oleh Global Private IP Service Level Agreement versi 201204 yaitu sebesar 99,995%. Standar yang digunakan ini merupakan standar
normalized routing overhead pada IPv4 dikarenakan IPv4 yang digunakan
sebagai acuan oleh Departement of Defense Interface Standard MIL-STD188-220C - United State of America.
4. Nilai end to end delay terbesar yaitu 791,8160 ms yang diperoleh dari
simulasi 21 node dengan formasi random dengan menggunakan protokol
routing DSR yang belum ditambahkan dengan kontrol kemacetan pada
jaringan. Nilai end to end delay yang terbesar tersebut tidak memenuhi
standar persyaratan delay dari nilai end to end delay maksimal yaitu 250 mili
detik yang telah dibakukan oleh NATO C3 Agency untuk arsitektur
komunikasi wireless.
5. Nilai normalized routing overhead terbesar yaitu 60,5823 yang diperoleh
dari simulasi 21 node dengan formasi random dengan menggunakan
protokol routing DSR yang belum ditambahkan dengan kontrol kemacetan
pada jaringan. Nilai normalized routing overhead terbesar tersebut tidak
memenuhi standar persyaratan total header overhead maksimal (termasuk
TCP/IP) dari berbagai skema routing yaitu 1,25. Standar yang digunakan ini
merupakan standar normalized routing overhead pada IPv4 dikarenakan
IPv4 yang digunakan sebagai acuan oleh Departement of Defense Interface
Standard MIL-STD-188-220C - United State of America.
6. Nilai packet delivery ratio terkecil yaitu 20,03% yang diperoleh dari
simulasi 21 node dengan formasi random dengan menggunakan protokol
routing DSR yang belum ditambahkan dengan kontrol kemacetan pada
jaringan. Nilai packet delivery ratio terkecil ini tidak memenuhi standar
persyaratan packet delivery ratio pada Expedited Forwarding (EF) yang
telah dibakukan oleh Global Private IP Service Level Agreement versi 201204 yaitu sebesar 99,995% [27]. Standar yang digunakan ini merupakan
standar normalized routing overhead pada IPv4 dikarenakan IPv4 yang
82
digunakan sebagai acuan oleh Departement of Defense Interface Standard
MIL-STD-188-220C - United State of America.
7. Nilai end to end delay dan normalized routing overhead yang semakin besar,
serta packet delivery ratio yang semakin kecil yang diterapkan pada protokol
routing DSR dan AODV dapat diatasi dengan menambahkan kontrol
kemacetan pada masing-masing protokol routing. Dengan penambahan
kontrol kemacetan pada protokol routing AODV menghasilkan performa
kinerja jaringan yang semakin baik dibandingkan dengan protokol routing
DSR. Dengan penambahan kontrol kemacetan pada protokol routing mampu
meningkatkan kinerja jaringan hamper 50%.
8. Pada jumlah jaringan dengan jumlah node yang semakin besar, kinerja
protokol routing DSR semakin menurun, karena semakin banyak
merutingkan paket data.
9. Protokol routing DSR banyak melakukan proses pencarian rute baru,
sedangkan pada protokol routing AODV lebih banyak menggunakan jalur
yang sudah terbentuk sebelumnya.
10. Formasi burung lebih baik dibandingkan dengan formasi random, karena
formasi burung memungkinkan node-node di dekatnya untuk menjadi
intermediate node, sedangkan pada formasi random, besar kemungkinan
banyak link yang terputus karena jarak antar node yang terlalu jauh.
11. Dari kedua protokol routing yang digunakan untuk perbandingan, protokol
routing yang baik diimplementasikan pada komunikasi taktis kapal perang
adalah protokol routing AODV yang ditambahkan dengan kontrol
kemacetan.
12. Standar deviasi yang besar menunjukkan semakin banyak variasi nilai dari
end to end delay, normalized routing overhead, dan packet delivery ratio
pada formasi random.
83
13. Protokol routing DSR dan AODV tidak bisa diimplementasikan pada jumlah
node yang banyak dan tidak bisa diterapkan pula pada formasi random,
karena nilai routing overheadnya yang besar.
5.2 Saran
1. Menerapkan kontrol kemacetan pada protokol routing lainnya seperti
TORA yang mampu diimplementasikan pada jaringan MANET, VANET,
dan Wireless Ad Hoc Network.
2. Menemukan algoritma kontrol kemacetan yang baru sehingga delay dan
normalized
routing
overhead
dapat
diminimalkan
sekali,
dan
meningkatkan rasio pengiriman paket yang lebih banyak lagi.
3. Penelitian ini belum membahas mengenai energi pada setiap node agent,
sehingga dapat dikembangkan untuk penelitian selanjutnya.
84
Download