1. Hepatitis-B untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara

advertisement
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Imunisasi
Imunisasi adalah suatu cara untuk menimbulkan / meningkatkan kekebalan seseorang
secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila kelak ia terpapar dengan penyakit tersebut
tidak akan sakit atau sakit ringan. Sasaran imunisasi adalah Bayi (di bawah satu tahun),
Wanita Usia Subur (WUS) ialah wanita berusia 15-39 tahun termasuk ibu hamil (Bumil) dan
calon pengantin (catin) serta anak usia sekolah tingkat dasar. Program imunisasi sendiri
diselenggarakan di Indonesia sejak tahun 1956. Mulai tahun 1977, upaya imunisasi diperluas
menjadi Program Pengembangan Imunisasi dalam rangka pencegahan penularan terhadap
Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) yaitu, tuberkulosis, difteri, pertusis,
campak, polio, tetanus serta hepatitis B (Depkes RI, 2005).
Vaksin adalah kuman hidup yang dilemahkan / kuman mati / zat yang bila
dimasukkan ke tubuh menimbulkan kekebalan terhadap penyakit tertentu. Imunisasi
bertujuan untuk memberikan kekebalan terhadap penyakit : Poliomyelitis (kelumpuhan),
Campak (measles), Difteri (indrak), Pertusis (batuk rejan / batuk seratus hari), Tetanus,
Tuberculosis (TBC), Hepatitis B dan untuk mencegah penyakit dan kematian bayi serta anak
yang disebabkan oleh wabah yang sering berjangkit (Imani, 2012).
Imunisasi dasar lengkap adalah pemberian 5 (lima) vaksin imunisasi sesuai jadwal
yang telah ditentukan untuk bayi dibawah satu tahun, meliputi:
1. Hepatitis-B untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu
penyakit, sehingga bila kelak ia terpapar dengan penyakit tersebut tidak akan
Universitas Sumatera Utara
menderita penyakit tersebut. Penyakit akut yang menyebabkan peradanagan hati,
muntah dan penyakit kuning.
2. BCG untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu
penyakit. Pemberian BCG meruopakan pemberian imunisai yang diberikan pada
bayi untuk mencegah penyakit TBC. Penyakit TBC yang disebabkan oleh infeksi
mycobacterium tuberculosis diketahui dapat menyebar ke seluruh tubuh lainnya
dan bias berdampak pada terhambatnya pertumbuhan anak.
3. DPT-Hepatitis B meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu
penyakit. Imunisasi DPT bertujuan untuk memberikan kekebalan terhadap
penyakit seperti difetri, tetanus dan pertusis.
4. Polio untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu
penyakit. Polio dapat menyebabkan akibat yang fatal, pertumbuhan bayi dapat
terhambat bahkan menimbulkan cacat permanen pada bayi jika terserang virus
polio.
5. Campak untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu
penyakit, sehingga mencegah penularan campak. Campak antara lain ; demam
tinggi, batuk, pilek, ruam kulit.
Selain itu, terkait program imunisasi Indonesia juga terikat dengan beberapa
kesepakatan internasional mengenai imunisasi, antara lain :
1. WHO Tahun 1988 dan UNICEF melalui World Summit for Children pada tahun 1990
tentang ajakan untuk mencapai target cakupan imunisasi, eliminasi tetanus neonatorum
dan reduksi campak;
Universitas Sumatera Utara
2. Himbauan UNICEF, WHO dan UNFPA tahun 1999 untuk mencapai target Eliminasi
Tetanus Maternal dan Neonatal pada tahun 2005 di negara berkembang;
3. Himbauan dari WHO; bahwa negara dengan tingkat endemisitas tinggi > 8% pada tahun
1997 diharapkan telah melaksanakan program imunisasi hepatitis B ke dalam program
imunisasi rutin;
4. WHO/UNICEF/UNFPA tahun 1999 tentang Joint Statement on the Use of Autodisable
Syringe in Immunization Services;
5. Konvensi Hak Anak: Indonesia telah meratifikasi Konvensi Hak Anak dengan Keputusan
Presiden Nomor 36 Tahun 1999 tanggal 25 Agustus 1990, yang berisi antara lain tentang
hak anak untuk memperoleh kesehatan dan kesejahteraan dasar;
6. Resolusi Majelis Kesehatan Dunia (World Health Assembly) tahun 1988 dan tahun 2000
yang diperkuat dengan hasil pertemuan The Eight Technical Consultative Group Vaccine
Preventable Disease in SEAR tahun 2001 untuk mencapai Eradikasi Polio pada tahun
2004 untuk regional Asia Tenggara dan sertifikasi bebas polio oleh WHO tahun 2008;
7. The Millenium Development Goals (MDGs) pada tahun 2003 yang meliputi tujuan empat
: tentang pengurangan angka kematian anak, tujuan lima : tentang peningkatan kesehatan
ibu, tujuan enam : tentang pemberantasan HIV/AIDS dan malaria;
8. Resolusi WHA 56.20, 28 Mei 2003 tentang Reducing Global Measles Mortality, yang
mendesak negara-negara anggota untuk melaksanakan The WHO-UNICEF Strategic
Plan for Measles Mortality Reduction 2001-2005 di negara-negara dengan angka
kematian campak tinggi sebagai bagian EPI;
9. Cape Town Measles Declaration, 17 Oktober 2003, yang menekankan pentingnya
melaksanakan tujuan dari United Nation General Assembly Special Session (UNGASS)
Universitas Sumatera Utara
tahun 2002 dan World Health Assembly (WHA) tahun 2003 untuk menurunkan kematian
akibat campak menjadi 50 % pada akhir tahun 2005 dibandingkan keadaan pada tahun
1999; dan mencapai target The United Millenium Development Goals untuk mereduksi
kematian campak pada anak usia kurang dari 5 tahun menjadi 2/3 pada tahun 2015 serta
mendukung The WHO/UNICEF Global Strategic Plan for Measles Mortality Reduction
and Regional Elimination 2001-2005;
10. Pertemuan The Ninth Technical Consultative Group on Polio Eradication and Polio
Eradication and Vaccine Preventable Diseases in South-East Asia Region tahun 2003
untuk menyempurnakan proses sertifikasi eradikasi polio, reduksi kematian akibat
campak menjadi 50% dan eliminasi tetanus neonatal, cakupan DPT3 80% di semua
negara dan semua kabupaten, mengembangkan strategi untuk Safe Injections and Waste
Disposal di semua negara serta memasukkan vaksin hepatitis B di dalam Program
Imunisasi di semua negara;
11. WHO-UNICEF tahun 2003 tentang Joint Statement on Effective Vaccine Store
Management Initiative (Depkes RI, 2005)
2.1.1
Sasaran Program Imunisasi
Program imunisasi secara keseluruhan memiliki sasaran pencegahan jenis-jenis
penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi dan jenis-jenis penyakit yang dapat dicegah
melalui pemberian imunisasi meliputi penyakit menular tertentu. Jenis-jenis penyakit
menular tertentu sebagaimana dimaksud meliputi antara lain penyakit Tuberculosis, Difteri,
Pertusis, Campak, Polio, Hepatitis B, Hepatitis A, Meningitis meningokokus, Haemophilus
influenzae tipe b, Kolera, Rabies, Japanese encephalitis, Tifus abdominalis, Rubbella,
Varicella, Pneumoni pneumokokus, Yellow fever, Shigellosis, Parotitis epidemica. Jenis-
Universitas Sumatera Utara
jenis penyakit menular yang saat ini masuk kedalam program imunisasi adalah Tuberculosis,
Difteri, Pertusis, Polio, Campak, Tetanus dan Hepatitis (Depkes RI, 2005).
Berdasarkan usia yang diimunisasi, sasaran yang ingin dicapai meliputi; Imunisasi
rutin (bayi dibawah satu tahun, wanita usia subur berusia 15 – 39 tahun, termasuk ibu hamil
dan calon pengantin serta anak usia sekolah dasar). Imunisasi tambahan (bayi dan anak).
Berdasarkan tingkat kekebalan yang ditimbulkan, sasaran yang ingin dicapai meliputi;
Imunisasi dasar (bayi), Imunisasi lanjutan (anak usia sekolah dasar dan wanita usia subur).
2.1.2
Imunisasi Dasar
Program imunisasi dasar merupakan langkah penting bagi terbentuknya anak yang
sehat dan terlindungi dari serangan penyakit menular. Imunisasi dasar lengkap adalah
pemberian lima vaksin imunisasi sesuai jadwal yang telah ditentukan untuk bayi dibawah
satu tahun, meliputi Hepatitis-B, BCG, DPT, Polio, Campak (Puspitasari, 2009). Selanjutnya
terkait dengan cara dan waktu pemberian imunisasi dasar, Kementerian Kesehatan (2000)
melalui Petunjuk Pelaksanaan Program Imunisasi di Indonesia telah memberikan keterangan
cara dan waktu pemberian imunisasi dasar sebagai berikut dalam tabel.
Tabel 2.1. Cara Pemberian Imunisasi Dasar
Vaksin
Dosis
BCG
0,05 cc
DPT
0,5 cc
Polio
2 tetes
Campak
0,5 cc
Hepatitis B
0,5 cc
Sumber : Depkes RI, 2005
Cara Pemberian
Intrakutan tepat di insersio muskulus deltoideus kanan
Intramuskular
Diteteskan ke mulut
Subkutan, biasanya di lengan kiri atas
Intramuskular pada paha bagian luar
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2 Waktu yang Tepat untuk Pemberian Imunisasi Dasar
Vaksin
Pemberian
Imunisasi
BCG
1 kali
DPT
3 kali
Polio
4 kali
Campak
1 kali
Hepatitis B
4 kali
Sumber : Depkes RI, 2005
Selang Waktu Pemberian
4 Minggu
4 Minggu
4 Minggu
Umur Pemberian
0-11 Bulan
2-11 Bulan
0-11 Bulan
9-11 Bulan
0-11 Bulan
Menurut Puspitasari (2009), dengan pemberian imunisasi dasar diharapkan dapat
dicegah beberapa penyakit menular, yaitu:
a. Tuberkulosis
Sampai saat ini di beberapa negara, tuberkulosis masih merupakan penyebab kematian.
Penyakit ini disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang sebagian besar menyerang
masyarakat dengan kelas sosial ekonomi rendah karena umumnya masyarakat ini mengalami
gangguan nutrisi sehingga daya tahan tubuh rendah dan tinggal di pemukiman yang padat dan
tidak sehat sehingga mudah terjadi penularan penyakit. Apabila seorang anak terkena
tuberkulosis, organ tubuh yang dapat terkena adalah paru-paru, kelenjar, kulit, tulang, sendi,
dan selaput otak. Cara penularan adalah melalui droplet atau percikan air ludah, sedangkan
reservoar adalah manusia. Imunisasi yang dapat mencegah penyakit ini adalah BCG. Ada
kesulitan untuk menilai dampak imunisasi BCG terhadap angka kejadian tuberkulosis karena
banyaknya faktor yang mempengaruhi, seperti pemukiman yang padat dan tidak sehat dan
banyaknya sumber penularan di masyarakat yang tidak mendapat pengobatan dengan tepat.
Walaupun demikian, dampak vaksinasi BCG paling tidak apabila terkena penyakit, akan
lebih ringan sehingga menurunkan angka kematian atau kecacatan.
b. Difteri
Universitas Sumatera Utara
Penyakit infeksi ini disebabkan oleh Coryneabacterium dyptheriae tipe gravis, milis, dan
intermedius, yang menular melalui percikan ludah yang tercemar. Anak yang terkena difteri
akan menunjukkan gejala ringan sampai berat. Gejala ringan dapat berupa membran pada
rongga hidung dan gejala berat apabila terjadi obstruksi jalan napas karena mengenai laring,
saluran napas bagian atas, tonsil, dan kelenjar sekitar leher membengkak (bull neck).
c. Pertusis
Penyakit infeksi ini disebabkan oleh Bordetella pertusis dengan penularan melalui droplet.
Masyarakat awam mengenalnya dengan istilah batuk rejan atau batuk 100 hari. Bahaya dari
pertusis adalah pneumonia yang dapat menimbulkan kematian. Gejala awal berupa batuk
pilek, kemudian setelah hari ke-10 batuk bertambah berat dan seringkali disertai muntah.
Untuk itu, imunisasi DPT adalah salah satu cara pencegahan yang dapat dilakukan karena
kekebalan dari ibu tidak bersifat protektif.
d. Poliomielitis
Sesuai dengan namanya, penyebab infeksi ini adalah virus polio tipe satu, dua dan tiga, yang
menyerang mielin atau serabut otot. Gejala awal tidak jelas, dapat timbul gejala demam
ringan dan infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), kemudian timbul gejala paralisis yang
bersifat flaksid yang mengenai sekelompok serabut otot sehingga timbul kelumpuhan.
Kelumpuhan dapat terjadi pada anggota badan, saluran napas, dan otot menelan. Penularan
penyakit ini adalah melalui droplet atau fekal, dan reservoarnya adalah manusia yang
menderita polio. Pencegahan dapat dilakukan dengan imunisasi dengan menggunakan
vaksinasi polio, bahkan dapat eradikasi dengan cakupan polio 100 %.
Universitas Sumatera Utara
e. Campak
Penyebab penyakit infeksi ini adalah virus morbili yang menular melalui droplet. Gejala awal
ditunjukkan dengan adanya kemerahan pada kulit yang mulai timbul pada bagian belakang
telinga, dahi, dan menjalar ke wajah dan anggota badan. Selain itu, timbul gejala seperti flu
disertai mata berair dan kemerahan (konjungtivitis). Setelah 3-4 hari, kemerahan pada kulit
mulai hilang dan berubah menjadi kehitaman yang akan tampak bertambah dalam 1-2
minggu dan apabila sembuh, kulit akan tampak seperti bersisik. Imunisasi diberikan pada
anak usia sembilan bulan dengan rasional kekebalan dari ibu terhadap penyakit campak
berangsur akan hilang sampai usia sembilan bulan. Komplikasi yang harus dicegah adalah
otitis media, konjungtivitis berat, enteritis, dan pneumonia, terlebih pada anak dengan status
gizi buruk.
f. Hepatitis B
Penyakit ini disebabkan oleh virus Hepatitis tipe B yang menyerang kelompok resiko secara
vertikal, yaitu bayi dan ibu pengidap, sedangkan secara horizontal tenaga medis dan
paramedis, pecandu narkotika, pasien hemodialisis, pekerja laboratorium, pemakai jasa atau
petugas akupunktur. Gejala yang dapat muncul tidak khas, seperti anoreksia, mual, dan
kadang-kadang ikterik. Sejak tahun 1992, vaksin Hepatitis B menjadi bagian dari program di
Indonesia walaupun belum merata di semua provinsi dapat menjalankannya karena harga
vaksin yang cukup mahal sehingga dilakukan secara bertahap.
g. Tetanus
Tetanus adalah penyakit yang disebabkan oleh racun kuman yang dihasilkan oleh
kuman Clostridium Tetani. Dibagi menjadi dua tetanus pada bayi (Tetanus
neonatorum) dan pada anak-anak. Adapun gejalanya adalah paling dini limap hari
Universitas Sumatera Utara
setelah lahir bayi mendadak tidak dapat menetek karena mulut sulit dibuka diikuti
kaku seluruh tubuh dan kejang. Dan pada anak biasanya timbul melalui luka yang
tercemar Clostridium Tetani, mulut kaku dan sukar dibuka, punggung kaku dan
melengkung mulai dari bahu sampai pimggul, kejang seluruh tubuh terutama bila ada
rangsangan cahaya atau bunyi.
2.1.3
Kebijakan dan Strategi Program Imunisasi
Menurut Depkes RI (2005), dalam melaksanakan program imunisasi Pemerintah
Republik Indonesia mengambil kebijakan:
1. Penyelenggaraan Imunisasi dilaksanakan oleh pemerintah, swasta dan masyarakat,
dengan mempertahankan prinsip keterpaduan antara pihak terkait.
2. Mengupayakan pemerataan jangkauan pelayanan imunisasi baik terhadap sasaran
masyarakat maupun sasaran wilayah.
3. Mengupayakan kualitas pelayanan yang bermutu.
4. Mengupayakan kesinambungan penyelenggaraan melalui perencanaan program dan
anggaran terpadu.
5. Perhatian khusus diberikan untuk wilayah rawan sosial, rawan penyakit (KLB) dan
daerah-daerah sulit secara geografis.
Melaksanakan kebijakan tersebut Pemerintah Republik Indonesia menerapkan
beberapa strategi, yakni:
1. Memberikan akses (pelayanan) kepada swasta dan masyarakat.
2. Membangun kemitraan dan jejaring kerja.
3. Ketersediaan dan kecukupan vaksin, peralatan rantai vaksin dan alat suntik.
Universitas Sumatera Utara
4. Menerapkan sistem Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) untuk menentukan prioritas
kegiatan serta tindakan perbaikan.
5. Pelayanan imunisasi dilaksanakan oleh tenaga profesional/terlatih.
6. Pelaksanaan sesuai dengan standar.
7. Memanfaat perkembangan metoda dan teknologi.
8. Meningkatkan advokasi, fasilitasi dan pembinaan.
2.1.4
Mekanisme Penyelenggaraan Program Imunisasi
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (2005) Nomor
1611/MENKES/SK/XI/2005 telah ditetapkan pedoman penyelenggaran program imunisasi
yang terdiri dari:
1. Penyusunan Perencanaan Program Imunisasi
Perencanaan merupakan bagian yang sangat penting dalam pengelolaan program
imunisasi. Masing-masing kegiatan terdiri dari analisa situasi, alternatif pemecahan
masalah, alokasi sumber daya (tenaga, dana, sarana dan waktu) secara efisien untuk
mencapai tujuan program. Termasuk di dalam perencanaan dirumuskan penentuan
jumlah sasaran, penentuan target cakupan, cara pencapaian target, penentuan kebutuhan
vaksin, penentuan kebutuhan peralatan cold chain.
2. Pelaksanaan Pelayanan Program Imunisasi
Proses pelaksanaan pelayanan program imunisasi meliputi persiapan petugas, persiapan
masyarakat, pemberian pelayanan imunisasi, dan terakhir koordinasi pelaksanaan.
Termasuk di dalam persiapan petugas adalah inventarisasi sasaran, persiapan vaksin dan
peralatan rantai vaksin, dan persiapan ADS dan safety box.
Universitas Sumatera Utara
Selanjutnya untuk mensukseskan pelayanan imunisasi, persiapan dan penggerakkan
masyarakat mutlak harus dilakukan. Kegiatan ini dilakukan dengan melakukan kerjasama
lintas program, lintas sektoral, organisasi profesi, LSM dan petugas masyarakat/kader.
Kegiatan pelayanan imunisasi terdiri dari kegiatan imunisasi rutin dan tambahan. Dengan
semakin mantapnya unit pelayanan imunisasi, maka proporsi kegiatan imunisasi
tambahan semakin kecil.
Program imunisasi dituntut untuk melaksanakan ketentuan program secara efektif dan
efisien. Untuk itu pengelola program imunisasi harus dapat menjalankan fungsi
koordinasi dengan baik. Ada dua macam fungsi koordinasi, yaitu vertikal dan horizontal.
Koordinasi horizontal terdiri dari kerjasama lintas program dan kerjasama lintas sektoral.
3. Pengelolaan Rantai Vaksin
Pengelolaan rantai vaksin meliputi pengelolaan sensitivitas vaksin terhadap suhu,
pengadaan, penyimpanan, pemakaian dan distribusi vaksin.
4. Penanganan Limbah
Penyuntikan dan penanganan limbah alat suntik dalam Program Imunisasi memenuhi
harus memnuhi standar “safe injection practices and safe waste disposal management”.
5. Standar Tenaga dan Pelatihan Teknis
Pemenuhan standar yang memenuhi kualifikasi terkait dengan imunisasi dengan tugas
pemberian penyuluhan dan pelaksanaan imunisasi.
6. Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dan pelaporan dalam manajemen program imunisasi memegang peranan
penting dan sangat menentukan. Selain menunjang pelayanan imunisasi juga menjadi
dasar untuk membuat perencanaan maupun evaluasi.
Universitas Sumatera Utara
7. Supervisi dan Bimbingan Teknis
Tingginya cakupan saja tidak cukup untuk mencapai tujuan akhir program imunisasi
yaitu menurunkan angka kesakitan dan kematian terhadap PD3I. Cakupan yang tinggi
harus disertai dengan mutu program yang tinggi pula. Untuk meningkatkan mutu
program pembinaan dari atas (supervisi) sangat diperlukan.
8. Penelitian dan Pengembangan
Dalam melaksanakan program imunisasi, kegiatan pengembangan yang didukung dengan
penelitian dan pengembangan perlu diprogramkan. Kegiatan pengembangan ini
dimaksudkan untuk menemukan, meneliti dan mencari pemecahan masalah yang timbul,
sehingga kegiatan program dapat berjalan optimal dan berkembang sesuai dengan
perkembangan epidemiologi, perkembangan ilmu dan teknologi
2.1.5
Kartu Menuju Sehat (KMS)
Kartu Menuju Sehat (KMS) adalah suatu kartu yang digunakan untuk
mencatat berat badan bayi dan anak balita, setiap kali ditimbang secara teratur pada
tiap-tiap bulan. Berat badan anak dicantumkan dalam KMS dalam bentuk titik (.),
disebut titik berat badan. Titik-titik tersebut dirangkai sehingga membentuk grafik
yang menunjukan pertumbuhan anak. Kegunaan Kartu Menuju Sehat (KMS) adalah
untuk mengontrol pertumbuhan berat badan anak, digunakan sebagai alat untuk
mengetahui keadaan kesehatan anak (Dura, 2012).
Menurut Depkes RI (1996), Kartu Menuju Sehat (KMS) adalah kartu yang
membuat grafik pertumbuhan serta indicator perkembangan yang bermanfaat untuk
mencatat dan memantau tumbuh kembang balita setiap bulan dari sejak lahir sampai
Universitas Sumatera Utara
berusia 5 tahun, sedangkan menurut Soekirman (2000), fungis KMS ditetapkan hanya
untuk memantau pertumbuhan bukan untuk penilaian status gizi. Artinya penting
untuk memantau apakah berat badan anak naik atau turun, tidak untuk menentukan
status gizinya kurang atau baik.
2.2.
Dukungan Sosial
Pierce dalam Kail dan Cavanaugh (2000) mendefinisikan dukungan sosial sebagai
sumber emosional, informasional atau pendampingan yang diberikan oleh orang-orang
disekitar individu untuk menghadapi setiap permasalahan dan krisis yang terjadi sehari-hari
dalam kehidupan. Diamtteo (1991) mendefinisikan dukungan sosial sebagai dukungan atau
bantuan yang berasal dari orang lain seperti teman, keluarga, tetangga, teman kerja dan orang
–orang lainnya.
Selanjutnya
Sarafino
(2008),
mengatakan
bahwa
dukungan
sosial
adalah
kenyamanan, perhatian, penghargaan atau bantuan yang diperoleh individu dari orang lain,
dimana orang lain disini dapat diartikan sebagai individu perorangan atau kelompok. Hal
tersebut menunjukkan bahwa segala sesuatu yang ada di lingkungan menjadi dukungan sosial
atau tidak, tergantung pada sejauh mana individu merasakan hal tersebut sebagai dukungan
sosial.
Menurut Sarason (1991), dukungan sosial adalah keberadaan, kesediaan, kepedulian
dari orang-orang yang dapat diandalkan, menghargai dan menyayangi kita. Sarason
berpendapat bahwa dukungan sosial itu selalu mencakup dua hal yaitu :
1. Jumlah sumber dukungan sosial yang tersedia, merupakan persepsi individu terhadap
sejumlah orang yang dapat diandalkan saat individu membutuhkan bantuan (pendekatan
berdasarkan kuantitas).
Universitas Sumatera Utara
2. Tingkatan kepuasan akan dukungan sosial yang diterima, berkaitan dengan persepsi
individu bahwa kebutuhannya akan terpenuhi (pendekatan berdasarkan kualitas).
Dukungan sosial didefinisikan oleh Taylor (2009), sebagai transaksi interpersonal
yang melibatkan satu atau lebih aspek-aspek yang terdiri dari perhatian emosional, bantuan
instrumental, pemberian informasi, dan adanya penilaian atau penghargaan. Sedangkan
menurut Gottlieb dalam Smet (1999) menyatakan dukungan sosial terdiri dari informasi atau
nasehat verbal maupun non verbal, bantuan nyata, atau tindakan yang didapat karena
kehadiran orang lain dan mempunyai manfaat emosional atau efek perilaku bagi pihak
penerima. Sarafino (1998) menyatakan bahwa dukungan sosial mengacu pada memberikan
kenyamanan pada orang lain, merawatnya, atau menghargainya. Pendapat senada juga
diungkapkan oleh Sarason dalam Smet (1999) yang menyatakan bahwa dukungan sosial
adalah adanya transaksi interpersonal yang ditunjukkan dengan memberikan bantuan pada
individu lain, dimana bantuan itu umumnya diperoleh dari orang yang berarti bagi individu
yang bersangkutan. Dukungan sosial dapat berupa pemberian informasi, bantuan tingkah
laku, ataupun materi yang didapat dari hubungan sosial akrab yang dapat membuat individu
merasa diperhatikan, bernilai dan dicintai.
2.2.1
Sumber Dukungan Sosial
Menurut Rook dan Dooley dalam Kuntjoro (2002), ada dua sumber dukungan sosial,
yaitu :
1. Sumber Artifisial
Sumber artifisial adalah dukungan sosial yang dirancang ke dalam kebutuhan primer
seseorang, misalnya dukungan sosial akibat bencana alam.
2. Sumber Natural
Universitas Sumatera Utara
Sumber natural adalah dukungan sosial yang natural diterima seseorang melalui interaksi
seseorang dalam kehidupannya secara spontan dengan orang-orang yang berada
disekitarnya, misalnya anggota keluarga (anak, istri, suami, dan kerabat), teman
dekat/relasi.
Dukungan sosial yang natural diterima seseorang melalui interaksi sosial dalam
kehidupan secara spontan dengan orang-orang yang berada di sekitarnya. Dukungan sosial ini
bersifat formal sedangkan dukungan sosial artifisial adalah dukungan yang dirancang
kedalam kebutuhan primer seseorang misalnya dukungan sosial akibat bencana alam melalui
berbagai sumbangan sehingga sumber dukungan sosial natural mempunyai berbagai
perbedaan jika dibandingkan dengan dukungan sosial artifisial. Perbedaan itu terletak pada:
1. Keberadaan sumber dukungan sosial keluarga natural bersifat apa adanya tanpa di buatbuat sehingga mudah diperoleh dan bersifat spontan
2. Sumber dukungan sosial keluarga yang natural mempunyai kesesuaian dengan nama
yang berlaku tentang kapan sesuatu harus diberikan
3. Sumber dukungan sosial keluarga natural berakar dari hubungan yang berakar lama
4. Sumber dukungan natural mempunyai keragaman dalam penyampaian dukungan, mulai
dari pemberian barang yang nyata hanya sekedar menemui seseorang dengan
menyampaikan salam
5. Sumber dukungan sosial keluarga natural terbatas dari beban dan label psikologis.
2.2.2
Faktor yang Memengaruhi Dukungan Sosial
Menurut Friedman (1998), faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan sosial
lainnya adalah kelas sosial ekonomi. Kelas sosial ekonomi disini meliputi tingkat pendapatan
Universitas Sumatera Utara
atau pekerjaan dan tingkat pendidikan. Dalam keluarga kelas menengah, suatu hubungan
lebih demokratis dan adil.
Faktor- faktor yang mempengaruhi dukungan sosial adalah sebagai berikut :
1. Kebutuhan Fisik
Kebutuhan fisik dapat mempengaruhi dukungan sosial. Adapun kebutuhan fisik meliputi
sandang, pangan dan papan. Apabila seseorang tidak tercukupi kebutuhan fisiknya maka
seseorang tersebut kurang mendapat dukungan sosial.
2. Kebutuhan Sosial
Dengan aktualisasi diri yang baik maka seseorang lebih kenal oleh masyarakat daripada
orang yang tidak pernah bersosialisasi di masyarakat. Orang yang mempunyai aktualisasi diri
yang baik cenderung selalu ingin mendapatkan pengakuan di dalam kehidupan masyarakat.
Untuk itu pengakuan sangat diperlukan untuk memberikan penghargaan.
3. Kebutuhan Psikis
Dalam kebutuhan psikis pasien pre operasi di dalamnya termasuk rasa ingin tahu, rasa aman,
perasaan religius, tidak mungkin terpenuhi tanpa bantuan orang lain. Apalagi jika orang
tersebut sedang menghadapi masalah baik ringan maupun berat, maka orang tersebut akan
cenderung mencari dukungan sosial dari orang- orang sekitar sehingga dirinya merasa
dihargai, diperhatikan dan dicintai.
2.3
Landasan Teori
Menurut Berns (2007) mengatakan bahwa struktur dasar yang petama yang menjadi
mikrosistem dan memberikan hubungan yang signifikan dengan perkembangan manusia
meliputi dukungan sosial dari keluarga, sekolah, kelompok teman sebaya, masyarakat dan
media. Dalam penelitian ini dukungan yang digunakan yaitu dukungan yang bersumber dari
Universitas Sumatera Utara
anggota keluarga dan lingkungan luar (masyarakat), sehingga dapat mempengaruhi faktorfaktor tercapainya suatu kegiatan. Sedangkan menurut Sarafino (2008) menyatakan bahwa
terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi apakah seseorang akan menerima dukungan
sosial atau tidak. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah :
1. Faktor dari Penerima Dukungan (Recipient)
Seseorang tidak akan menerima dukungan sosial dari orang lain jika ia tidak suka
bersosial, tidak suka menolong orang lain, dan tidak ingin orang lain tahu bahwa ia
membutuhkan bantuan. Beberapa orang terkadang tidak cukup asertif untuk memahami
bahwa ia sebenarnya membutuhkan bantuan dari orang lain, atau merasa bahwa ia
seharusnya mandiri dan tidak mengganggu orang lain, atau merasa tidak nyaman saat
orang lain menolongnya, atau tidak tahu kepada siapa dia harus meminta pertolongan.
Sasaran dalam penerima dukungan : anak balita, anak usia sekolah, anak remaja, ibu
hamil, ibu menyusui, keluarga dan masyarakat.
2. Faktor dari Pemberi Dukungan (Providers)
Seseorang terkadang tidak memberikan dukungan sosial kepada orang lain ketika ia
sendiri tidak memiliki sumberdaya untuk menolong orang lain, atau tengah menghadapi
stres, harus menolong dirinya sendiri, atau kurang sensitif terhadap sekitarnya sehingga
tidak menyadari bahwa orang lain membutuhkan dukungan darinya. Sasaran dalam
pemberi dukungan : keluarga, sekolah, teman sebaya, masyarakat dan media.
Keluarga memberikan konteks penting bagi suatu keluarga ketika menghadapi
sebuah perkembangan anak dan meskipun terdapat keadaan yang diluar harapan yang
menjadi stressor persamaan yang luas mengenai keluarga, yang signifikan bagi keluarga
tersebut akan pengalaman masing-masing orang mengenai melalui proses tertentu yang
Universitas Sumatera Utara
memungkinkan kehidupan keluarga adalah unik. Keluarga juga merupakan lingkungan
pertama dan utama dalam proses tumbuh kembang anak, karena anak belum dapat melakukan
sesuatu dengan sendirinya, sehingga keluarga berperan terhadap tumbuh kembang anak.
Keluarga yang harmonis akan memberikan dampak yang positif terhadap optimalnya
perkembangan anak namun tentu saja tidak ada keluarga tanpa konflik, tanpa dinamika, tanpa
masalah. Keluarga akan memberikan dukungan fisik, emosi, dan ekonomi.
Sekolah mengajarkan anak membaca, menulis, berhitung, ilmu pengetahuan dan
sebagainya guna mendukung perkembangan berbagai keterampilan dan perilaku dengan
modal peran yang dapat memberikan motivasi bagi anak-anak yang lulus dalam belajar
(Berns, 2007).
Teman sebaya merupakan persepsi seseorang terhadap dukungan yang diberikan
orang lain dalam jaringan sosial (misal keluarga dan teman) yang membantu meningkatkan
kemampuan diri untuk bertahan dari pengaruh-pengaruh yang merugikan. Dukungan sosial
meliputi dukungan emosional, informasi atau materi alat bantu yang diberikan.
Masyarakat (lingkungan sekitar) adalah suatu proses yang melalui proses tersebut
individu memperoleh pengetahuan, kemampuan (skills) dan terkait kepribadian yang
memungkinkan untuk beradaptasi sebagai anggota kelompok dan masyarakat yang efektif.
Konsep sosialisasi meliputi pengasuhan anak dan perkembangan sosial.
Media yang meliptu televisi, film, video, buku, majalah, musik, dan komputer. Saat
ini orang sudah cukup akrab dengan media massa, segala informasi tersedia dalam media
massa. Sebagai makhluk sosial, manusia juga melakukan komunikasi satu dengan lainnya
dan saling memberikan dukungan secara sosial yang dapat membangun motivasi. Salah satu
Universitas Sumatera Utara
cara adalah dengan memberi informasi yang berguna, melalui media massa, komunikasi
interpersonal, dan dukungan sosial (Berns, 2007).
Struktur mikrosistem dalam teori Berns (2007), dijelaskan dalam gambar 2.1, dimana
anak-anak tidak dapat dengan sendirinya memanipulasi objek atau melakukan sesuatu apa
yang baik untuk dirinya. Keadaan ini seharusnya didukung oleh peran yang ada disekitarnya
yaitu keluarga, masyarakat, sekolah, media dan teman sebaya atau kelompok-kelompk
dimana dia bisa bersama. Dasar teori ini menjadi pemikiran akan dilaksanakannya suatu
penelitian ini, tetapi dalam penelitian ini hanya melihat dukungan dari keluarga yang diukur
dari dimensi dukungan sosial.
Menurut Orford (1992), dimensi dukungan sosial yang diberikan adalah
1. Dukungan Instrumental
Dukungan instrumental adalah dukungan berupa bantuan dalam bentuk nyata atau
dukungan material. Menurut Jacobson dalam Orford (1992) dukungan ini mengacu pada
penyediaan benda-benda dan layanan untuk memecahkan masalah praktis. Wills dalam
Orford (1992) menyatakan bahwa dukungan ini meliputi aktivitas-aktivitas seperti
penyediaan benda-benda, misalnya alat-alat kerja, buku-buku, meminjamkan atau
memberikan uang dan membantu menyelesaikan tugas-tugas praktis.
2. Dukungan Informasional
Dukungan informasional adalah dukungan berupa pemberian informasi yang dibutuhkan
oleh individu. Douse dalam Orford (1992) membagi dukungan ini ke dalam 2 (dua)
bentuk. Pertama, pemberian informasi atau pengajaran suatu keahlian yang dapat
memberi solusi pada suatu masalah. Kedua adalah appraisal support, yaitu pemberian
informasi yang dapat mebantu individu dalam mengevaluasi performance pribadinya.
Universitas Sumatera Utara
Wills dalam Orford (1992) menambahkan dukungan ini dapat berupa pemberian
informasi, nasehat, dan bimbingan.
3. Dukungan Penghargaan
Dukungan penghargaan adalah dukungan yang terjadi bila ada ekspresi penilaian yang
positif terhadap individu. Menurut Cohent dan Wils dalam Orford (1992), dukungan ini
dapat berupa pemberian informasi kepada seseorang bahwa dia dihargai dan diterima,
dimana harga diri seseorang dapat ditingkatkan dengan mengkomunikasikan kepadanya
bahwa ia bernilai dan diterima meskipun tidak luput dari kesalahan.
4. Dukungan Emosi
Dukungan emosi adalah dukungan yang berhubungan dengan hal yang bersifat emosional
atau menjaga keadaan emosi, afeksi/ekspresi. Menurut Tolsdorf dan Wills dalam Orford
(1992), tipe dukungan ini lebih mengacu kepada pemberian semangat, kehangatan, cinta,
kasih, dan emosi. Leavy dalam Orford (1992) menyatakan dukungan sosial sebagai
perilaku yang memberi perasaan nyaman dan membuat individu percaya bahwa dia
dikagumi, dihargai, dan dicintai dan bahwa orang lain bersedia memberi perhatian dan
rasa aman.
5. Dukungan Integrasi Sosial
Dukungan integrasi sosial adalah perasaan individu sebagai bagian dari kelompok.
Menurut Cohen dan Wills dalam Orford (1992), dukungan ini dapat berupa
menghabiskan waktu bersama-sama dalam aktivitas, rekreasional di waktu senggang.
Dukungan ini dapat mengurangi stress dengan memenuhi kebutuhan afiliasi dan kontak
dengan orang lain membantu mengalihkan perhatian seseorang dari masalah yang
mengganggu serta memfasilitasi suatu suasana hati yang positif. Menurut Barren dan
Universitas Sumatera Utara
Ainlay dalam Orford (1992), dukungan ini dapat meliputi membuat lelucon,
membicarakan minat, melakukan kegiatan yang mendatangkan kesenangan.
Family
Peers
Peers
Media
School
Child
Community
Society
Gambar 2.1. Kerangka Teori
Sumber : Berns, 2007
2.4
Kerangka Konsep
Berdasarkan landasan teori Berns (2007) dan Orford (1992) maka dapat digambarkan
secara skematis kerangka konsep penelitian. Menurut Berns (2007) ada lima faktor pemberi
dukungan sosial yang tercakup di dalam mikrosistem yaitu keluarga, sekolah, teman sebaya,
masyarakat dan media. Dalam kerangka konsep penelitian ini dukungan yang digunakan
Universitas Sumatera Utara
yaitu dukungan yang bersumber dari keluarga, dimensi dukungan yang digunakan yaitu
dukungan instrumental, dukungan informasional, dukungan penghargaan, dukungan emosi
dan dukungan integrasi sosial. Sehingga dengan terbentuknya dukungan-dukungan tersebut
dapat tercapainya kelengkapan pemberian imunisasi dasar pada anak.
Dimensi dukungan sosial yang berasal dari keluarga dalam penelitian ini merupakan
variable independen/bebas, yang diukur dengan menggunakan kuesioner tertutup yang
dirancang sendiri, sedangkan kelengkapan pemberian imunisasi dasar merupakan variable
dependen/terikat yang dilihat dari catatan imunisasi yang ada dalam Kartu Menuju Sehat
(KMS).
Dimensi Dukungan Sosial :
Pemberi Dukungan
Keluarga
-
Dukungan Intstrumental
Dukungan Informasional
Dukungan Penghargaan
Dukungan Emosi
Dukungan Integrasi Sosial
Kelengkapan
Pemberian
Imunisasi Dasar
Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian
Universitas Sumatera Utara
Download