Templat tesis dan disertasi

advertisement
9
dimanfaatkan secara optimal untuk menanggulangi penyakit demam berdarah dengue
yang menjadi masalah nasional, selanjutnya akan berdampak dalam meningkatkan
kesehatan masyarakat.
2 TINJAUAN PUSTAKA
Nyamuk Ae. aegypti dan Penularan Demam Berdarah Dengue
Nyamuk Aedes tergolong ke dalam filum Arthropoda, kelas Insecta, ordo
Diptera dan famili Culicidae. Di Indonesia, khususnya di pulau Jawa telah
ditemukan 11 sub genus, di antara sub genus tersebut yang paling penting adalah
sub genus Stegomyia, dengan dua spesies vektor yaitu Aedes aegypti dan Aedes.
albopictus (vektor sekunder) yang merupakan vektor penyakit demam berdarah
(Gubler 1998). Tahun 2010 Indonesia menempati urutan tertinggi kasus demam
berdarah dangue (DBD) di Asean dengan jumlah kasus 156.086 dan kematian
1.317 orang (Diana 2013). Kasus DBD di propinsi DKI Jakarta diketahui
meningkat cukup tajam. Berdasarkan data Kementrian Kesehatan RI menyebutkan
bahwa tahun 2012 kasus DBD di Jakarta mencapai 6.669 kasus. Sementara itu di
tahun 2013, dalam satu semester pertama jumlahnya meningkat 0,27 % mencapai
4.793 kasus. Ae. aegypti merupakan nyamuk yang bersifat diurnal (aktif siang
hari) dan berperan sebagai penular (vektor) flavivirus, yaitu virus penyebab
penyakit demam berdarah yang sudah banyak menimbulkan kerugian (Gambar 1).
Hanya nyamuk betina yang menggigit, nyamuk betina memerlukan darah untuk
merangsang pembentukan dan pematangan telur, sedangkan nyamuk jantan tidak
memerlukan darah dalam hidupnya (Womack 1993).
Gambar 1. Profil nyamuk Ae. aegypti
Sumber : Hadi dan Koesharto (2006)
Ae. aegypti bersifat antropofilik yaitu lebih menyukai darah manusia dari
pada darah hewan (Gunandini 2006). Ae. aegypti dapat mengandung virus dengue
pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia. Virus ini akan
tetap berada dalam tubuh nyamuk sepanjang hidupnya, oleh karenanya nyamuk
Ae. aegypti yang telah menghisap virus dengue menjadi penular (infektif)
sepanjang hidupnya (Depkes RI 2005).
Untuk berkembang biak, nyamuk dewasa bertelur di air dengan meletakan
telurnya di dinding tempat air, hari 1-2 telur menjadi jentik, dalam kondisi yang
10
sesuai akan berkembang dalam waktu 6-8 hari, dan berubah menjadi pupa
(kepompong). Pupa nyamuk berbentuk seperti komo dan dalam waktu kurang
lebih dua hari, dari pupa akan muncullah nyamuk dewasa (Hadi dan Koesharto
2006). Jadi total siklus hidup bisa diselesaikan dalam waktu 9-12 hari
(Gambar 2).
Gambar 2. Siklus hidup nyamuk Ae. aegypti
Sumber : Hadi dan Koesharto (2006)
Larvasida Kimia untuk Nyamuk
Larvasida yang digunakan untuk membunuh atau mengganggu habitat
pertumbuhan larva nyamuk pada umumnya berupa bahan kimia. Larvasida
digunakan dengan tujuan untuk mengurangi populasi nyamuk di daerah
sekitarnya. Larvasida digunakan ketika musim nyamuk bertelur. Larvasida biasa
digunakan pada penampungan air yang digunakan bagi kebutuhan sehari-hari
terutama untuk minum dan masak, oleh sebab itu larvasida yang digunakan harus
bersifat efektif pada dosis rendah, tidak bersifat racun bagi manusia, tidak
menyebabkan perubahan rasa, warna dan bau pada air yang diperlakukan, dan
efektivitasnya bertahan lama. Beberapa larvasida seperti temephos (abate),
methoprene dan diflubensuron telah digunakan secara luas (operasional) dan
sebagian lainnya masih dalam tahap uji laboratorium atau uji lapangan skala kecil
(Hadi dan Koesharto 2006).
Insektisida Nabati
Insektisida nabati adalah suatu insektisida yang bahan dasarnya berasal dari
tanaman yang mengandung bahan kimia (bioaktif) yang toksik terhadap serangga
namun mudah terurai (biodegradable) di alam. Insektisida nabati tidak mencemari
lingkungan dan relatif aman bagi manusia, selain itu beberapa insektisida serta
larvasida nabati juga bersifat selektif (Moehammad 2005). Beberapa insektisida
nabati yang umum dan masih digunakan yaitu piretrum, nikotin, rotenon,
limonene dan azadirachtin berfungsi sebagai zat pembunuh, mengganggu habitat
ataupun penghambat pertumbuhan serangga. Beberapa insektisida nabati yang
telah diteliti di Indonesia antara lain Azadirachtin, Azadirachtin merupakan
11
metabolit sekunder golongan triterpenoid yang terdapat pada tanaman mimba
(Azadirachta indica) efektif mengendalikan lebih dari 300 spesies serangga.
Azadirachtin bekerja sebagai penolak makan (antifeedancy), penghambat
pertumbuhan, menghambat proses ganti kulit (moulting inhibition), sehingga
mengakibatkan abnormalitas tubuh dan dapat mematikan serangga atau larva
(Samsudin 2011). Piretrin merupakan insektisida nabati yang berasal dari ekstrak
bunga piretrum (Chrysanthemum cinerariaefolium). Piretrin bekerja sebagai
racun syaraf terhadap serangga dan dapat menghambat peletakan telur serta
penetasan telur serangga. Piretrin adalah insektisida kontak dan nyaris tidak
meninggalkan residu pada permukaan terbuka, karena piretrin cepat terurai jika
terpapar cahaya (Kardinan 2000).
Nikotin adalah suatu alkaloid yang berasal dari ekstrak tanaman tembakau.
Nikotin sebagai insektisida bekerja sebagai racun kontak yang baik karena
kemampuannya untuk menembus integumen serangga bertubuh lunak seperti
aphid dan ulat (Lepidoptera). Nikotin bekerja dengan meniru asetilkholin pada
persimpangan neuromuskular binatang yang mengakibatkan kejang, konvulsi dan
kematian secara cepat. Pada serangga kejadiannya sama, namun hanya terjadi di
ganglia pada sistem saraf pusat (Opender dan Dhaliwal 2005).
Rotenon adalah alkaloid yang terdapat pada akar tuba (Derris Eleptica) dan
biji bengkuang. Rotenon bersifat sebagai racun kontak dan racun perut untuk
mengendalikan serangga atau organisme penggangu tanaman. Rotenon merupakan
pestisida yang selektif untuk membunuh ikan, namun tidak toksik terhadap
organisme makanan ikan. Senyawa rotenone mudah rusak dan terurai secara cepat
jika terkena sinar matahari (Yun et al. 2006).
Tumbuhan Berkhasiat Larvasida
Indonesia kaya akan keanekaragaman hayati, termasuk jenis tumbuhan
yang mengandung bahan aktif insektisida. Namun, pemanfaatan tumbuhan
sebagai obat-obatan dan insektisida hanya 10% dari 300.000 jenis tumbuhan yang
ada (Heyne 1987). Kumar et al. (2011) melaporkan bahwa ekstrak heksana dari
lada (Piper nigrum L), lada hitam (Black pepper) serta cabe jawa (Piper longum)
memberikan potensi yang sangat baik untuk mengendalikan larva Ae. aegypti.
Larva yang dipaparkan dengan ekstrak heksana dari Piper longum , Piper nigrum
dan Black pepper menunjukkan perilaku abnormal, kejang kejang dan mengalami
kelumpuhan yang mengarah pada kematian. Nilai-nilai LC50 yang diperoleh dari
ekstrak heksana Piper longum , Piper nigrum dan Black pepper terhadap larva
Ae. aegypti instar awal IV adalah 0,017 , 0,024 dan 0,007 ppm. Ekstrak heksana
daun tanaman jarak (Croton sparciflorus linn) sangat efektif sebagai larvasida
dan pupasida terhadap Culex quinquefasciatus Say dengan nilai LC50 larvasida
dan pupasida sebesar 145,3 ppm dan 335,2 ppm (Ramar et al. 2013). Selain jenis
ekstrak, minyak atsiri juga memiliki potensi larvasida. Noegroho et al. (1997)
melaporkan aktivitas larvasida minyak atsiri daun jukut (Hyptis suaveolens)
terhadap larva nyamuk Ae. aegypti instar IV memiliki nilai LC50 dan LC90 sebesar
393,69 ppm dan 1145,92 ppm. Tumbuhan jukut mengandung monoterpen dan
seskuiterpen, digunakan oleh masyarakat untuk ramuan obat tradisional, seperti
penolak serangga, anti spasmodik, dan anti rematik. Thomas et al. (2004)
12
melaporkan minyak yang diperoleh dari ekstrak Ipomoea cairica pada konsentrasi
100 ppm telah berhasil membunuh 100% larva Culex tritaeniorhynchus dengan
nilai LC50 14,8 ppm. Lailatul et al. (2010) melaporkan bahwa minyak akar wangi
(Vetiveria zizanoides) memiliki bioaktivitas sebagai larvasida terhadap larva Ae.
aegypti, larva Culex sp. dan larva Anopheles sundaicus. Persentase kematian ratarata larva pada konsentrasi 1000 ppm untuk spesies Ae. aegypti, Culex sp. dan
Anopheles sundaicus masing-masing sebesar 56 %, 50 % dan 100 % .
Tanaman Kamandrah ( Croton tiglium L. )
Tanaman kamandrah (Croton tiglium L.) diklasifikasikan dalam divisi
Spermatophyta, Subdivisi Angiospermae, kelas Dicotyledoneae, ordo
Euphorbiales, famili Euphorbiaceae, genus Croton, spesies Croton tiglium L.
(Ahmadi 2012 ; Riyadi 2008). Kamandrah merupakan nama lokal untuk daerah
Kalimantan Tengah, di daerah lain tanaman ini dinamakan simalakian (Sumatera
Barat), ceraken (Jawa), roengkok (Sumatera Utara), semoeki (Ternate), dan kowe
(Tidore). Kamandrah berupa tanaman semak dengan tinggi sekitar 2-3 m. Bentuk
batang tegak, bulat, berambut dan berwarna hijau, dengan daun tunggal, berseling
dan lojong. Bentuk tepi daun bergerigi dengan ujung yang runcing. Panjang daun
sekitar 3-5 cm, dengan lebar daun sekitar 1-4 cm. Bentuk tangkai silindris dengan
panjang 2-3 cm, bentuk pertulangan menyirip dan berwarna hijau. Bunga tanaman
kamandrah majemuk dengan bentuk bulir, berada di ujung batang dengan klopak
membulat, memiliki banyak benang sari dengan mahkota berbentuk corong. Buah
tanaman kamandrah berbentuk bulat dengan diameter sekitar 0,5 cm dan berwarna
hijau, akar tanaman kamandrah adalah akar tunggang (Gambar 3).
Gambar 3. Profil tanaman kamandrah ( Croton tiglium L.)
Sumber : koleksi pribadi
Biji kamandrah mengandung senyawa phorbol 13-decanoate dan phorbol
ester yaitu 4-deoxy-4α-phorbol diester, phorbol monoesters dan 4-deoxy-4α-
13
phorbol monoester (Marshall et al. 1984). Menurut Goel et al. (2007) phorbol
ester bersifat toksik pada hewan dengan target utama pada sel membrane dengan
cara menempel pada reseptor membran fosfolipid dan mengaktivasi enzim protein
kinase. Hasil ekstrak atau pengepresan biji yang dikenal dengan minyak
kamandrah bersifat jauh lebih toksik dan mengandung phorbol 12 tiglate 13decanoate (phorbol ester) yang penggunaannya sebagai pestisida cukup efektif
(Salatino et al 2007). Minyak kamandrah bersifat seperti racun insektisida nikotin
sulfat (Deshumkh dan Borle 1975) dan bersifat aktif sebagai moluskasida
terhadap sejenis keong mas Oncomelania quadrasi (Mashiguchi et al. 1977).
Sediaan biji kamandrah dilaporkan aktif terhadap beberapa jenis serangga
termasuk kepik Dysdercus koenigii, kutu daun Lipaphis erysimi, lalat rumah
Musca domestica, ulat bawang Spodoptera exigua dan ulat grayak Spodoptera
litura (Grainge dan Ahmad 1998). Thamrin (2002) menyatakan bahwa minyak
biji kamandrah cukup ampuh membunuh jentik nyamuk Ae. aegypti hingga 84%
dengan LD50 sebesar 0,06%. Ekstrak heksana dan etanol biji kamandrah
mengandung senyawa metabolik sekunder golongan alkaloid, flavonoid dan
saponin seperti 9,12-octadecadienoic acid (bahan pemutih) dan tertadecanoic
acid (bahan laksatif) (Saputera et al. 2006).
Hasil analisis minyak kamandrah dengan Gas Chromatography (GC)
menunjukkan asam lemak yang terbanyak dalam minyak kamandrah adalah asam
lemak tidak jenuh (44,36%) terdiri dari asam oleat (42,33%) dan asam linoleat,
selanjutnya asam lemak jenuh (23,18%) terdiri atas asam stearat (13,33%), asam
miristat 5,02%, asam palmitat 3,81% dan asam laurat (1,02%). Identifikasi
senyawa aktif yang terdapat pada minyak biji kamandrah dengan GC-MS
dilakukan Ahmadi (2012) menunjukkan bahwa senyawa yang diprediksi sebagai
insektisida yaitu butacarboxim, 2,3,6-trichlorphenol, dnoc, propamocarb, 1,4naphthoquinone dan piperidine,1-(1-oxo-3-phenyl-2-propynyl) (Lampiran 1).
Iswantini et al. (2007) dan Riyadhi (2008) melaporkan bahwa salah satu senyawa
aktif yang diprediksi sebagai larvasida nabati dari minyak biji kamandrah
adalah senyawa piperidine,1-[5-(1,3-benzodioxol-5-yl)-1-oxo-2,4-pentadienyl],(E,E). Senyawa golongan piperidine dapat membunuh nyamuk Ae. aegypti,
senyawa yang menunjukan aktivitas sebagai larvasida adalah 2-ethyl-piperidine ;
1-undec-10-enyl-piperidine,2-ethyl-1-undec-10-enoyl-piperidine dan piperine
[(E,E)-1-piperoyl-piperidine] (Pridgeon et al. 2007). Beberapa struktur kimia
piperidine dapat dilihat pada Lampiran 2.
Metode Ekstraksi dengan Pengempaan
Ekstraksi minyak dan lemak adalah proses pemisahan minyak dan lemak
dari bahan-bahan yang diduga mengandung minyak atau lemak (Ketaren 1986).
Ekstraksi dapat dilakukan dengan cara mekanis atau menggunakan pelarut
(Owolarafe et al. 2003). Pengempaan mekanis dengan tekanan hidrolik (screw
press) telah umum dilakukan dalam memproduksi minyak secara modern. Alat
pengempaan hidrolik saat ini tersedia dalam beberapa versi, namun efisiensinya
kurang dari 70%. Ukuran partikel, temperatur pemanasan, waktu pemanasan,
kadar air, besarnya tekanan dan waktu penekanan akan mempengaruhi rendemen
lemak atau minyak selama pengempaan berlangsung. Untuk memaksimalkan
14
rendemen minyak dan residu minyak yang terdapat dalam bahan atau simplisia
diperlukan upaya untuk mengendalikan faktor-faktor selama proses pengempaan
minyak atau lemak (Khan dan Hanna 1983). Ekstraksi biji kamandrah (Croton
tiglium L.) dengan metode pengempaan pada suhu pemanasan 85 oC, tekanan
pengempaan 10,54 MPa dan lama pemanasan selama 15 menit memberikan
rendemen yang optimum sebesar 27,97 % (Ahmadi 2012).
Faktor Yang Mempengaruhi Mutu Ekstrak
Ekstrak sebagai bahan baku, bahan antara maupun bahan utama produk
harus memenuhi standar, sehingga ekstrak dapat dipertanggung jawabkan mutu,
keamanan, khasiat dan aspek farmakologinya. Mutu ekstrak dipengaruhi oleh
bahan asal yaitu tumbuhan, baik untuk bahan dari tumbuhan hasil budidaya
(kultivar) ataupun dari tumbuhan liar (wildcrop). Faktor yang mempengaruhi
mutu ekstrak meliputi faktor biologi dan faktor kimia (Ditjen POM 2000). Faktor
biologi yang dapat mempengaruhi mutu ekstrak meliputi identitas jenis (spesies),
lokasi tumbuhan, periode pemanenan hasil tumbuhan, penyimpanan bahan
tumbuhan, umur tumbuhan serta bagian yang digunakan. Faktor kimia yang dapat
mempengaruhi mutu ekstrak meliputi faktor internal dan faktor eksternal. Faktor
internal meliputi jenis senyawa aktif, komposisi kualitatif, komposisi kuantitatif,
kadar total rata-rata senyawa aktif. Faktor eksternal meliputi metode ekstraksi,
perbandingan ukuran alat ekstraksi, ukuran, kekerasan dan kekeringan bahan,
pelarut dan cemaran. Senyawa kimia yang terdapat di dalam ekstrak berasal dari
senyawa kandungan asli dari tanaman asal, senyawa hasil perubahan dari senyawa
asli, senyawa kontaminasi (polutan atau aditif proses) dan senyawa hasil interaksi
kontaminasi dengan senyawa asli atau senyawa perubahan.
Download