III. KERUSAKAN LAHAN PERTANIAN AKIBAT TSUNAMI DI NAD 3.1. Gempa Dan Tsunami Aktivitas gempa di Nanggroe Aceh Darussalam bukanlah suatu hal yang luar biasa, karena wilayah NAD memang terletak di jalur gempa. Berdasarkan sejarah gempa yang telah diketahui para ahli geofisika selama 30 tahun ini saja telah terjadi sekitar 100 kali gempa berskala sekitar 5 Skala Richter. Pusat gempa terbanyak di sepanjang laut sebelah timur Aceh, 15 kali gempa diatas 7 skala Richter di laut, dan 6 kali di daratan sepanjang patahan Sumatera yang melintasi Aceh. Keseluruhan gempa diatas memiliki kedalaman yang dangkal. Sedangkan gempa menengah telah terjadi 27 kali di sepanjang laut sebelah timur Aceh dan 25 kali di daratan. Sebagian besar gempa-gempa tersebut berkedudukan di Laut sekitar Pulau Simeulue dan Bukit Barisan berarah baratdaya-timurlaut dan menerus sampai ke laut Andaman dan Birma. Gempa pada tanggal 26 Desember 2004 tersebut adalah gempa terbesar yang pernah terjadi di daerah ini, dengan kekuatan 9.0 Skala Richter dengan pusat gempa berada 225 Km di selatan Kota Banda Aceh pada kedalaman 9-10 km, Gempa bumi ini diikuti gelombang tsunami yang menghantam hampir seluruh pesisir Provinsi NAD, dengan kerusakan terparah melanda Banda Aceh hingga pantai barat Sumatera Utara. Tsunami merupakan proses akibat terjadinya gempa pada kedalaman yang dangkal, karena sebagian besar energy release ke kolom air laut di atasnya. Gempa bawah laut merenggutkan massa besar air laut dalam satu hentakan kuat. Gelombang balik air menerjang dengan kecepatan hingga 800 km/jam, mendekati pantai gelombang melambat namun mendesak ke atas, menghempas ke daratan, dan menghancurkan apapun di belakang pantai. Terjangan gelombang menunjukkan arah relatif tegak lurus garis pantai. Pola kerusakan sejajar garis pantai dengan gradasi kerusakan melemah tegak lurus menjauhi pantai. Tingkat kerusakan meliputi kawasan perkotaan dan/atau pedesaan hancur total, rusak berat, sedang, dan ringan (BAPPENAS, 2005). 3.2. Kerusakan Lahan Pertanian Gempa bumi dan terutama tsunami telah meluluhlantakkan sebagian wilayah Nanggroe Aceh Darussalam yang menyebabkan terjadinya kerusakan 16 dan kerugian yang sangat besar, baik kerugian fisik maupun kerugian non fisik. Kerugian fisik berupa kerusakan lahan, sarana dan prasarana umum serta sumber-sumber ekonomi lainnya. Kerugian non fisik berupa korban jiwa manusia sejumlah 124.603 jiwa, 400.379 jiwa mengungsi akibat kehilangan tempat tinggal, dan 111.769 jiwa lainnya dinyatakan hilang, dengan daerah terparah berada pada pantai barat meliputi Banda Aceh hingga Meulaboh, meskipun pantai timur juga mengalami kerusakan yang tidak ringan. Berdasarkan hasil penilaian sementara oleh Departemen Pertanian (2005) dalam BAPPENAS (2005), lahan sawah milik masyarakat yang mengalami kerusakan berat (puso) diperkirakan mencapai 20.101 Ha, sedangkan kerusakan ladang mencapai 31.345 Ha. Ladang yang mengalami puso sebagian besar biasanya digunakan untuk membudidayakan tanaman palawija dan hortikultur serta sedikit perkebunan kelapa. Tercatat 9 kabupaten/ kota yang terkena bencana tsunami dan mengalami kerusakan lahan pertanian cukup besar yaitu Kabupaten Aceh Besar, Aceh Barat Daya, Aceh Jaya, Aceh Barat, Aceh Utara, Aceh Timur, Simeuleu, Pidie, dan Bireun,seperti tercantum pada Tabel 1. Jumlah ternak yang mati atau hilang diperkirakan mencapai 1,9 juta ekor yang sebagian besar adalah ternak unggas, dan sisanya ternak ruminansia seperti sapi, kerbau, kambing/domba.(Tabel 1) Tabel 1 Kondisi kerusakan lahan pertanian, Kebun, Ladang dan Kehilangan ternak di Provinsi Naggroe Aceh Darussalam No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Kabupaten dan Kota Sabang Banda Aceh Aceh Besar Pidie Biruen Aceh Utara Lhokseumawe Aceh Timur Aceh Barat Nagan Raya Aceh Jaya Simeulue Aceh Selatan Aceh Barat Daya Singkil Jumlah Kerusakan Lahan Pertanian Kebun (Ha) Ladang (Ha) 180 115 5.611 4.316 13.400 1.859 4.704 5.256 2.118 2.750 597 1.224 1.037 2.119 60 880 4.167 1.174 800 3.122 1.600 1.755 6.480 3.128 3.410 7.904 110 2.750 250 1.365 4.788 20.101 36.803 31.345 Sawah (Ha) Keterangan:* Sebagian besar unggas Sumber : Tim Penanggulangan Bencana Nasional Departeman Pertanian (16 Februari 2005) Ternak Hilang * (ekor) 32.061 332.505 500.000 238.301 153.961 74.460 27.292 251.962 137.765 156.280 1.904.587 17 Selain kerusakan pada lahan pertanian, kerusakan juga terjadi pada jaringan irigasi, bangunan irigasi, saluran irigasi di tingkat usahatani, jalan usahatani, pematang (sawah), terasering (lahan kering), serta bangunan petakan lahan usahatani. Lahan perkebunan yang mengalami kerusakan diperkirakan mencapai 36.803 Ha (Departemen Pertanian, 2005 dalam BAPPENAS, 2005) yang meliputi lahan perkebunan karet, kelapa, kelapa sawit, kopi, cengkeh, pala, pinang, coklat, nilam, dan jahe. Lahan perkebunan yang paling luas mengalami kerusakan adalah tanaman kelapa yang tumbuh di sepanjang pesisir. Berdasarkan wilayah administratif, lahan perkebunan yang paling banyak mengalami kerusakan berada di wilayah Kabupaten Aceh Barat, Simeulue, Nagan Raya, dan Aceh Jaya. Belum ada data mengenai persentase dari kerusakan lahan perkebunan terhadap total lahan perkebunan yang ada di Nanggroe Aceh Darussalam. Kerusakan lahan akibat gempa dan tsunami menyebabkan masuknya air laut (salinitas) ke darat dan tebalnya sedimen yang diendapkan. Berdasarkan survei dari Food and Agriculture Organization (FAO) yang dilakukan pada tanggal 11-14 Januari 2005, kerusakan berat di wilayah Aceh bagian barat adalah tingkat salinitas mencapai 40 kali tingkat yang dapat ditoleransi oleh tanaman. Pengaruh air laut masuk ke daratan sampai ketinggian 20 meter di atas permukaan laut. Hasil analisis laboratorium Departemen Pertanian terhadap beberapa contoh lumpur menunjukkan rata-rata Daya Hantar Listrik (DHL) adalah 30,7 dS/m dengan kisaran 11,5 sampai 48.9 dS/m, DHL untuk tanah permukaan rata-rata sebesar 4,8 dS/m dengan kisaran 0.3 sampai 8.4 dS/m. Umumnya tanaman semusim seperti jagung, kacang tanah, dan padi mulai terganggu pertumbuhannya pada DHL 4 dS/m. Kandungan garam pada contoh lumpur dan tanah juga cukup tinggi yaitu 2000-26900 ppm untuk lumpur dan 140 – 6000 ppm untuk tanah. Tingkat toleransi tanaman semusim terhadap kandungan garam-garam dalam tanah umumnya sekitar 2000ppm. Secara umum kerusakan lahan pertanian di pantai barat lebih berat dibandingkan pantai timur.Di pantai barat sedimen yang menutup lahan lebih tebal, umumnya >20 cm, dibandingkan dengan di pantai timur yang umumnya <20 cm. Lumpur tebal (>10 cm) umumnya dijumpai pada jarak 3 – 4 km dari pantai, makin dekat ke pantai ketebalan lumpur makin tipis dan teksturnya makin kasar. Lumpur ini berwarna abu-abu sampai hijau terang dan sangat keras ketika kering (Shofiyati, 2005)