Problema Pendidikan Anak pada Keluarga Nelayan Studi Kasus: Desa Marga Mulya, Kecamatan Mauk, Tangerang EMAN SURACHMAN Dosen Sosiologi Universitas Negeri Jakarta Email: [email protected] AB STRACT This paper is motivated by the lack of quality education for children in a fishermen’s family. Therefore, the purpose of this paper is intended to determine the perceptions of fishermen families to early childhood education. The method used is a survey, with locations in the village of Marga Mulya, Mauk district, Tangerang. The survey results showed that: 90% (27 people) of respondents have a good insight to education, 90% (27 people) of respondents see education as a good thing and important to the future of children, and 90% (27 people) of respondents willing to send their children the variation between the level of Primary School, Secondary School, up to Senior Secondary School. The problem is, the ability of socioeconomic very low fishing families to finance their children’s schools. Of the 30 respondents, 70% (21 persons) are able to send up to elementary level, 20% (6 people) capable of up to junior secondary level, and the remaining 10% (3 people) only to high school. Overall, respondents said the economic factors is a problem that determine the effort to continue their education. Keywords: children’s education, fishermen’s family, economic problems 50 | E M A N S urachman PENDA HULUA N Ditinjau dari konteks stratifikasi, dengan memerhatikan faktorfaktor kepemilikan, pendidikan, status sosial, prestasi, dan prestise, masyarakat nelayan tergolong dalam lower class. Terkait hal tersebut, masyarakat nelayan seringkali dipandang sebagai masyarakat yang kurang memiliki kepedulian terhadap pendidikan. Bahkan lebih jauh dari itu, masyarakat nelayanpun sering dianggap sebagai pelaku eksploitasi tenaga anak untuk membantu aktivitas mereka sebagai nelayan. Tentu saja asumsi tersebut memerlukan kajian lebih luas dan lebih mendalam untuk diuji kebenarannya. Jika asumsi masyarakat tentang karakteristik nelayan itu benar, dan merupakan suatu realitas sosial, hal ini merupakan tantangan berat bagi bangsa Indonesia. Kondisi tersebut tentunya berbanding terbalik bila dikaitkan dengan kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan dengan garis pantai yang panjang, tempat di mana mereka hidup dan beraktivitas. Bila realitas sosial di atas diuraikan, ada beberapa alasan mengapa kurang pedulinya masyarakat terhadap pendidikan anak menjadi tantangan besar bagi dunia pendidikan. Pertama, manusia adalah makhluk yang harus dididik, homo educandum (Suwarno 1982). Kedua, pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana dalam rangka mengembangkan potensi peserta didik. Di samping itu, ada beberapa alasan lain, mengapa manusia harus dididik dan mengapa pendidikan harus dilaksanakan secara sadar dan terencana. Pertama, alasan fisik, yaitu bahwa manusia lahir ke dunia ini dalam keadaan serba lemah, walaupun dengan kondisi organ tubuh yang sehat dan sempurna. Untuk bisa tumbuh dan berkembang secara optimal dan sempurna diperlukan pendidikan jasmani yang baik dan proporsional, serta perhatian yang sungguh-sungguh dari lingkungan keluarga. Kedua, alasan psikis, yaitu bahwa pembentukan kepribadian anak dipengaruhi oleh faktor lingkungan (fenotif) dan faktor bawaan (genotif) (Yusuf 2004; Bursteln 2006). Ketiga, alasan sosial, yang berkaitan dengan status manusia sebagai makhluk sosial, yang pada konteks ini manusia saling bergantung satu sama lain. Untuk bisa hidup dalam kebersamaan diperlukan proses internalisasi nilai dan norma kehidupan bermasyarakat yang dilakukan secara sadar, terencana, dan sistematis melalui proses pendidikan. Keempat, alasan budaya, yang berkaitan dengan status manusia sebagai makhluk budaya yang terus berkembang dan KOM U N I TA S Volu me 5 , No m o r 1 , Ju l i 2 01 1 : 49 - 5 6 Problema Pendidikan A nak pada K eluarga N elayan | 51 diwariskan kepada generasi penerus melalui proses pendidikan dan pembelajaran. Kelima, alasan spiritual, yang berkaitan dengan status manusia sebagai makhluk religi. Sebagai makhluk religi manusia dituntut untuk beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta berakhlak mulia. Dalam kaitan ini pendidikan mengemban misi untuk mengembangkan potensi peserta didik menjadi manusia yang beriman, bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, serta berakhlak mulia (Ramayulis, 2000). Karena pendidikan merupakan keharusan mutlak bagi manusia, maka perlu disadari semua pihak, siapa sesungguhnya yang harus bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan pendidikan. UndangUndang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) Pasal 6 ayat (2) menjelaskan secara rinci mengenai hal tersebut, sebagai berikut; “setiap warga negara bertanggung jawab terhadap kelangsungan penyelenggaraan pendidikan”, yang mengandung makna bahwa siapapun dan dalam profesi apapun dituntut untuk turut bertanggungjawab serta berpartisipasi aktif dalam penyelengaraan pendidikan. Selanjutnya; “orang tua dari anak usia wajib belajar, berkewajiban memberikan pendidikan dasar kepada anaknya”(UU Sisdiknas Pasal 7 ayat (2)). Ini merupakan konsekuensi logis dari tangung jawab kodrati orang tua terhadap anak. Atas dasar kelahiran serta kedekatan anak dengan orang tuanya, maka keluarga menjadi pendidik pertama dan utama bagi anak. Ketentuan lainnya menyebutkan; “pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi” (Pasal 11 ayat (1)). Ketentuan tersebut merupakan konsekuensi logis dari amanat Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 31 ayat (1) yang menyatakan bahwa; (1) tiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan; (2) setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya; (3) pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional yang menigkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Semua ketentuan dalam perundang-undangan tersebut merupakan dasar hukum, sekaligus juga merupakan payung hukum dalam pernyelenggaraan pendidikan. Undang-undang Sisdiknas menyatakan bahwa orang tua, atau lebih tepat disebut keluarga merupakan salah satu penanggung jawab penyelenggaraan pendidikan. Artinya, keluarga memiliki tanggung KOM U N I TA S Volu me 5 , No m o r 1 , Ju l i 2 01 1 : 49 - 5 6 52 | E M A N S urachman jawab yang besar terhadap terwujudnya pendidikan anak-anak mereka, tidak terkecuali pada masyarakat nelayan. Namun, bagaimana problematika sesungguhnya pendidikan anak pada masyarakat nelayan, bagaimana sikap masyarakat terhadap pendidikan anak, serta kendalakendala apa yang mereka hadapi, akan dipaparkan secara berurutan melalui kajian teori mengenai pendidikan anak serta faktor-faktor yang memengaruhinya, termasuk temuan-temuan penelitian mengenai hal tersebut, seperti persepsi dan sikap responden terhadap pendidikan anak serta problem yang menyertainya. PERSEPSI TENTANG PENDIDIK AN ANAK Persepsi keluarga nelayan Marga Mulya dapat dilihat dari empat indikator yaitu, relevasi situasi/kondisi lingkungan, pengalaman, kepentingan orang tua, dan harapan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 1. T a b e l 1 . D ata P ersepsi R esponden T erhadap P endidikan A nak No. Indikator Persepsi 1. Relevansi Situasi/kondisi lingkungan dengan pendidikan anak. 2. Pengalaman masa lalu berkaitan dengan pendidikan anak. 3. Kepentingan orang tua terhadap pendidikan anak. 4. Harapan terhadap pendidikan anak berkaitan dengan masa depan anak. Keterangan: SB = Sangat Baik KB = Kurang Baik SB 6 (20%) 9 (30%) 6 (20%) 24 (80%) Katagori Persepsi B KB 18 6 (60%) (20%) 21 0 (70%) (0%) 21 3 (70%) (10%) 6 0 (20%) (0%) TB 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) B = Baik TB = Tidak Baik Sumber: Data survei 2011 Dari tabel 2 di atas, dapat diketahui bahwa persepsi masyarakat nelayan terhadap pendidikan anak dapat diinterpretasikan sebagai berikut; pertama, 80% (24 orang) responden memiliki persepsi positif terhadap situasi dan kondisi lingkungan berkaitan dengan pendidikan anak. Artinya, mereka memandang bahwa situasi dan kondisi lingkungan fisik maupun lingkungan sosial cukup kondusif untuk mendukung terlaksananya kegiatan pendidikan. Kedua, 100% (30 orang) responden memiliki persepsi positif terhadap masa lalu mereka berkaitan dengan pendidikan anak. Pada konteks ini, kelurga nelayan KOM U N I TA S Volu me 5 , No m o r 1 , Ju l i 2 01 1 : 49 - 5 6 Problema Pendidikan A nak pada K eluarga N elayan | 53 tidak memiliki pengalaman buruk berkaitan dengan pendidikan anak mereka, sehingga masa lalu mereka tidak akan menjadi penghalang bagi pendidikan anak, sebaliknya malah bisa memotivasi pendidikan anak mereka. Ketiga, 90% (27 orang) responden memiliki persepsi positif terhadap pentingnya pendidikan anak. Di sini, mereka menganggap bahwa pendidikan anak memiliki arti penting bagi kelangsungan hidup mereka, baik secara individual maupun bagi kehidupan masyrakat pada umumnya. Keempat, 100% (30 orang) responden memiliki persepsi positif terhadap prospek pendidikan anak. Artinya mereka menaruh harapan besar terhadap keberhasilan pendidikan anak, serta masa depan anak yang lebih baik dari kehidupan mereka saat ini. Persepsi masyarakat nelayan terhadap pendidikan anak seperti diilustrasikan pada tabel 1 menumbuhkan sikap tertentu dari masyarakat terhadap pendidikan anak. Hasil penelitian melalui indikator-indikator sikap menunjukan bahwa sikap masyarakat cukup beragam terhadap pendidikan anak tersebut. Berikut ini tabel data sikap masyarakat nelayan Desa Marga Mulya terhadap pendidikan anak. T a b e l 2 . D ata S ikap R esponden terhadap P endidikan A nak No. Indikator Sikap 1. Wawasan/pengetahuan tentang pendidikan anak (kognitif). 2. Penilaian (baik/buruk) terhadap pendidikan anak (afektif). 3. Keinginan untuk menyekolahkan anak (konatif). Keterangan: SB = Sangat Baik KB = Kurang Baik SB 6 (20%) 9 (30%) 6 (20%) Kategori Sikap B KB 21 3 (70%) (10%) 18 3 (60%) (10%) 21 3 (70%) (10%) TB 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) B = Baik TB = Tidak Baik Sumber: Data survei 2011 Sikap masyarakat nelayan Desa Marga Mulya, Kecamatan Mauk, Tangerang yang tertera pada tabel 2, dapat dijelaskan sebagai berikut; pertama, masyarakat nelayan Desa Marga Mulya memiliki wawasan pengetahuan yang baik terhadap dunia pendidikan, khususnya mengenai pendidikan anak. Sejumlah 90% responden (27 orang) tergolong katagori sikap baik sampai sangat baik. Kedua, masyarakat nelayan Desa Marga Mulya memiliki penilaian yang baik dan penting terhadap pendidikan anak, yang ditunjukan oleh persentase 90% responden (27 orang) tergolong kategori baik sampai sangat baik. Ketiga, KOM U N I TA S Volu me 5 , No m o r 1 , Ju l i 2 01 1 : 49 - 5 6 54 | E M A N S urachman masyarakat Desa Marga Mulya secara umum memiliki keinginan untuk menyekolahkan anak, yang ditunjukan oleh persentase 90% responden (27 orang) tergolong katagori baik sampai sangat baik. Semua pernyataan di atas menunjukan bahwa masyarakat nelayan yang oleh sementara orang dianggap kurang memiliki kepedulian terhadap pendidikan anak, ternyata sesungguhnya tidak seperti itu. Kalau dalam realitas masih banyak anak para nelayan yang hanya bisa menyelesaikan level sekolah dasar, tentu faktor penyebabnya adalah faktor lain yang berada di luar jangkauan kemampuan masyarakat nelayan itu sendiri. Akar permasalahan pendidikan anak pada masyarakat nelayan Desa Marga Mulya, Kecamatan Mauk, Tangerang dapat terlihat pada grafik 1 berikut. G r a f i k 1 . L evel K emampuan M enyekolahkan A nak Sumber: Data survei 2011 Dari Grafik 1 bisa terlihat bahwa kemampuan masyarakat untuk menyekolahkan anak tergolong rendah. Hal ini terlihat dari jawaban responden yang 70% (21 orang) hanya mampu menyekolahkan anak pada level sekolah dasar, 20% (6 orang) mampu sampai level SLTP, dan hanya 10% (3 orang) yang mampu sampai level SLTA, sementara untuk level pendidikan tinggi, sama sekali tidak ada yang mampu. Selanjutnya yang perlu diketahui adalah apa yang menjadi faktor penyebab rendahnya target level sekolah yang menjadi sasaran masyarakat nelayan untuk menyekolahkan anak. Sementara itu. yang menjadi akar permasalahan pendidikan anak pada masyarakat nelayan, khususnya pada masyarakat nelayan di Desa Marga Mulya Kecamatan Mauk Kabupaten Tangerang adalah masalah ekonomi, yang disebabkan oleh rendahnya pendapatan para KOM U N I TA S Volu me 5 , No m o r 1 , Ju l i 2 01 1 : 49 - 5 6 Problema Pendidikan A nak pada K eluarga N elayan | 55 nelayan. Masalah itu muncul karena di satu sisi masyarakat nelayan itu memiliki persepsi yang baik serta sikap yang positif terhadap pendidikan anak, sementara di sisi lain realitas sosial yang dialami para nelayan menunjukan bahwa secara ekonomis mereka berada pada posisi lemah untuk mampu menyekolahkan anak. PENUTUP Dari analisis data yang telah diuraikan di muka, dapat ditarik simpulan bahwa problema pendidikan anak pada masyarakat nelayan Desa Marga Mulya, Kecamatan Mauk, Tangerang terjadi karena di satu sisi masyarakat nelayan itu memiliki persepsi yang baik serta sikap yang positif terhadap pendidikan anak, sementara dalam realitas mereka dihadapkan pada rendahnya kemampuan ekonomi yang disebabkan oleh rendahnya pendapatan sebagai nelayan. Dari sinilah kemudian kontribusi pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus sedapat mungkin membantu para nelayan, dengan memberikan bantuan modal usaha agar mereka bisa melakukan usaha lain di samping sebagai nelayan. Dengan demikian, diharapkan mereka dapat meningkatkan pendapatan/penghasilan, sehingga kemampuan mereka untuk menyekolahkan anaknya juga meningkat. Selanjutnya, masyarakat, khususnya para pemilik modal, pengusaha, dan para pejabat, terutama yang tinggal di daerah Tangerang dapat pula membantu masyarakat nelayan agar mereka bisa menyekolahkan anaknya ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Bantuan yang dimaksud bisa berupa bantuan modal usaha bagi para nelayan atau bantuan beasiswa bagi anak-anak mereka. DAF TAR PUSTAK A Babbie, Earl R. 2007. The Practice of Social Research, Eleventh Edition. Belmont CA, USA: Wadsworth. Bursteln, Joseph. 2006. Petujuk Lengkap Mendidik Anak. Jakarta: Mitra Utama. Purwanto, Ngalim. 2000. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, Bandung; Remaja Rosda Karya. Ramayulis. 2000. Ilmu Pendidikan Islam. Padang: Kalam Mulia. Republik Indonesia. 2002. Undang-Undang Perlindungan Anak. Jakarta: Depsos RI. KOM U N I TA S Volu me 5 , No m o r 1 , Ju l i 2 01 1 : 49 - 5 6 56 | E M A N S urachman Republik Indonesia. 2003. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Cipta Jaya. Schaefer, Charles. 1996. Cara Efektif Mendidik dan Mendisiplinkan Anak. Jakarta: Mitra Utama. Suwarno. 1982. Pengantar Umum Pendidikan. Jakarta: Aksara Baru. Yusuf, Syamsu. 2004. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Remaja Rosda Karya. KOM U N I TA S Volu me 5 , No m o r 1 , Ju l i 2 01 1 : 49 - 5 6