BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Magnet Magnet adalah logam yang dapat menarik besi atau baja dan memiliki medan magnet. Asal kata magnet diduga dari kata magnesia yaitu nama suatu daerah di Asia kecil. Menurut cerita didaerah itu sekitar 4.000 tahun yang lalu telah ditemukan sejenis batu yang memiliki sifat dapat menarik besi atau baja atau campuran logam lainnya. Benda yang dapat menarik besi inilah yang disebut magnet (suryatin,2008). Fenomena magnetisme (kemagnetan) sebenarnya telah diamati manusia sejak beberapa abad sebelum masehi. Pada masa lampau magnet dikenal sebagai sebuah material berwarna hitam yang disebut lodestone dan dapat menarik besi serta bendabenda logam lainnya. Batu magnet ditemukan pertama kali di Magnesia, Asia kecil dan penggunaannya dalam praktek yang pertama dipertunjukkan oleh bangsa Cina pada tahun 2637 sebelum masehi, berupa kompas kutub (kompas petunjuk kutub bumi (Julia,2011). Benda dapat dibedakan menjadi dua macam berdasarkan sifat kemagnetannya yaitu benda magnetik dan benda non-magnetik, benda non-magnetik adalah benda yang tidak dapat ditarik oleh magnet (Suryatin,2008). Contoh benda magetik adalah logam seperti besi dan baja, namun tidak semua logam dapat ditarik oleh magnet, sedangkan contoh benda non-magnetik adalah oksigen cair. Satuan intensitas magnet menurut sistem metrik Satuan internasional (SI) adalah Tesla dan SI unit untuk total fluks magnetik adalah weber (1weber/ππ2 = 1 tesla) yang mempengaruhi luasan suatu meter persegi. Magnet dapat dibuat dari bahan besi, baja, dan campuran logam serta telah banyak dimanfaatkan untuk industri otomotif dan lainnya. Sebuah magnet terdiri atas magnet-magnet kecil yang memiliki arah yang sama (tersusun teratur), magnetmagnet kecil ini disebut magnet elementer. Pada logam yang bukan magnet, magnet elementernya mempunyai arah sembarangan (tidak teratur) sehingga efeknya saling meniadakan, yang mengakibatkan tidak adanya kutub-kutub magnet pada ujung Universitas Sumatera Utara logam. Setiap magnet memiliki dua kutub, yaitu : utara dan selatan. Kutub magnet adalah daerah yang berada pada ujung-ujung magnet dengankekuatan magnet yang paling besar berada pada kutub-kutubnya (Afza, 2011). Magnet terbaik umumnya mengandung besi metalik. Namun, ternyata bahwa unsur lain pun menampilkan sifat magnetik; selain itu, material bukan logam pun dapat memiliki sifat magnet. Dalam teknologi modern kini banyak digunakan magnet logam maupun magnet keramik. Selain itu dimanfaatkan pula unsur lain untuk meningkatkan kemampuan magnetik sehingga memenuhi persyaratan (Van Vlack, 1984). 2.2 Macam-Macam Magnet Berdasarkan sifat kemagnetannya magnet dapat dibagi menjadi 2 macam, yaitu : a. Magnet Permanen Magnet permanen adalah suatu bahan yang dapat menghasilkan medan magnet yang besarnya tetap tanpa adanya pengaruh dari luar atau disebut magnet alam karena memiliki sifat kemagnetan yang tetap. b. Magnet Remanen Magnet remanen adalah suatu bahan yang dapat menghasilkan magnet yang bersifat sementara. Medan magnet remanen dihasilkan dengan cara mengalirkan arus listrik atau digosok-gosokkan dengan magnet alam. Bila suatu bahan penghantar dialiri arus listrik yang dialirkan, besarnya medan magnet yang dihasilkan tergantung pada besarnya arus listrik yang dialirkan. Medan magnet remanen yang digunakan dalam praktek kebanyakan dihasilkan oleh arus dalam kumparan yang berinti besi. Agar medan magnet yang dihasilkan cukup kuat, kumparan diisi dengan besi atau bahan sejenis besi dan sistem ini dinamakan electromagnet. Keuntungan electromagnet adalah bahwa kemagnetannya dapat dibuat sangat kuat, tergantung dengan arus yang dialirkan. Dan kemagnetannya dapat dihilangkan dengan memutuskan arus listriknya. 2.3 Sifat-Sifat Magnet Permanen Universitas Sumatera Utara Sifat-sifat kemagnetan magnet permanen (hard ferrite) dipengaruhi oleh kemurnian bahan, ukuran butir (grain size), dan orientasi kristal. Parameter kemagnetan juga dipengaruhi oleh temperatur. Koersivitas dan remanensi akan berkurang apabila temperaturnya mendekati temperatur curie (Tc) dan akan kehilangan sifat kemagnetannya ( Taufik,2006). 2.3.1 koersivitas Koersivitas digunakan untuk membedakan hard magnet dan soft magnet. Semakin besar gaya koersivitasnya maka semakin keras sifat magnetnya. Bahan dengan koersivitas tinggi berarti tidak mudah hilang kemagnetannya. Tinggi koersivitas, juga disebut medan koersif, dan bahan feromagnetik. Koersivitas biasanya diukur dalam oersted atau ampere / meter dan dilambangkan Hc (pooja, 2010). 2.3.2 Remanensi Remanensi atau keterlambatan adalah sisa medan magnet B dalam proses magnetisasi pada saat medan maget H dihilangkan, atau remanensi terjadi pada saat medan magnet H dihilangkan, atau remanensi terjadi pada saat intensitas medan magnet H berharga nol dan medan magnet B menunjukkan harga tertentu. Bagaimanapun juga koersivitas sangat dipengaruhi oleh remanensinya. Oleh karena itu besar nilai remanensi yang dikombinasikan dengan besar koersivitas pada magnet menjadi sangat penting (jiles,1998) 2.3.3 Temperatur Curie Temperatur Curie (Tc) dapat didefinisikan sebagai temperatur kritis dimana fase magnetik bertransisi dari konfigurasi struktur magnetik yang teratur menjadi tidak teratur (Takanori, 2013). 2.3.4 Medan Anisotropi (HA) Medan anistropi (HA), juga merupakan nilai intrinsik yang sangat penting dari magnet permanen karena nilai ini dapat didefinisikan sebagai koersivitas maksimum yang menunjukkan besar medan magnet luar diberikan dengan arah berlawanan untuk menghilangkan medan magnet permanen. Anistropi magnet dapat muncul dari berbagai sebab seperti bentuk magnet, struktur kristal, efek stess, dan lain sebagainya (konsorsium magnet). 2.4 Sifat Kemagnetan Bahan Universitas Sumatera Utara Bahan magnetik adalah suatu bahan yang memiliki sifat kemagnetan dalam komponen pembentuknya. Menurut sifatnya terhadap adanya pengaruh kemagnetan, bahan magnet ini dapat digolongkan menjadi 5 yaitu bahan diamagnetik, bahan ferromagnetik, bahan anti ferromagnetik, bahan ferrimagnetik, dan bahan paramagnetik (Jiles, D. C,1998) 2.4.1 Bahan Ferromagnetik Ferromagnetik merupakan bahan yang memiliki nilai suseptibilitas magnetik positif yang sangat tinggi. Dalam bahan ini sejumlah kecil medan magnetik luar dapat menyebabkan derajat penyearah yang tinggi pada momen dipol magnetik atomnya. Dalam beberapa kasus, penyearah ini dapat bertahan sekalipun medan kemagnetannya telah dihilang. Hal ini terjadi karena momen dipol magnetik atom dari bahan-bahan ferromagnetik ini mengarahkan gaya -gaya yang kuat pada atom disebelahnya. Sehingga dalam daerah ruang yang sempit, momen ini disearahkan satu sama lain sekalipun medan luarnya tidak ada lagi. Daerah ruang tempat momen dipol magnetik disearahkan, tetapi arah penyearahnya beragam dari daerah sehingga momen magnetik total dari kepingan mikrokopi bahan ferromagnetik ini adalah nol dalam keadaan normal ( Tipler,2001). Bentuk umum gambar momen magnetik dari sifat ferromagnegnetik terlihat pada Gambar 1. Gambar 1. Momen Magnetik Dari Sifat Ferromagnetik 2.4.2 Bahan Anti Ferromagnetik Bahan anti ferromagnetik adalah suatu bahan yang memiliki suscebtibilitas positif yang kecil pada segala temperatur, tetapi perubahan suscepbilitas karena temperatur adalah keadaan yang sangat khusus. Susunan dwikutubnya adalah sejajar tetapi berlawanan arah, diperlihatkan pada Gambar 2. Universitas Sumatera Utara (a) Sebelum diberi medan luar (b) Setelah diberi medan luar Gambar 2. Arah domain dan kurva bahan Anti ferromagnetik, (a) Sebelum diberi medan luar, (b) Setelah diberi medan luar. 2.4.3 Bahan Ferrimagnetik Pada bahan yang bersifat dipol yang berdekatan memiliki arah yang berlawanan tetapi momen magnetiknya tidak sama besar. Bahan ferrimagnetik memiliki nilai susepbilitas tinggi tetapi lebih rendah dari bahan ferromagnetik, beberapa contoh dari bahan ferrimagnetik adalah ferrite dan magnetite (Mujiman, 2004). Bentuk umum dari Gambar momen magnet dari sifat ferimagnetik terlihat pada Gambar 3. Gambar 3. Momen Magnet Dari Sifat Ferimagnetik 2.4.4 Bahan Paramagnetik Bahan paramagnetik adalah bahan-bahan yang memiliki suseptibilitas magnetik Xm yang positif dan sangat kecil. Paramagnetik muncul dalam bahan atom-atomnya memiliki momen magnetik hermanen yang berinteraksi satu sama lain secara lemah. Apabila tidak terdapat medan magnetik luar, momen magnetik ini akan berorientasi acak. Dengan adanya medan magnetik luar, momen magnetik ini arahnya cendrung sejajar dengan medannya, tetapi ini dilawan oleh kecendrungan momen untuk Universitas Sumatera Utara berorientasi acak akibat gerak termalnya. Perbandingan momen yang menyearahkan dengan medan ini bergantung pada kekuatan medan pada temperatur yang sangat rendah, hampir seluruh momen akan disearahkan dengan medannya (Tipler,2001). Bentuk umum gambar dari momen magnetik dari sifat paramagnetik terlihat pada Gambar 4. Gambar 4. Momen Magnetik Dari Sifat Paramagnetik 2.4.5 Bahan Diamagnetik Bahan diamagnetik merupakan bahan yang memiliki nilai suseptibilitas negatif dan sangat kecil. Sifat diamagnetik ditemukan oleh faraday pada tahun 1846 ketika sekeping bismuth ditolak oleh kedua kutub magnet, hal ini memperlihatkan bahwa medan induksi dari magnet tersebut menginduksi momen magnetik pada bismuth pada arah berlawanan dengan medan induksi pada magnet (Tipler,2001). 2.5 Kurva Histerisis Kurva histerisis pada bahan merupakan bentuk disipasi energi yang terjadi selama proses pembentukan kurva B-H. Besarnya energi yang didisipasikan pada frekuensi rendah umumnya dipengaruhi oleh porositas, ukuran grain dan impuritas. Bentuk umum kurva medan magnet B sebagai fungsi intensitas magnet H terlihat pada Gambar 5. B(H) seperti ini disebut kurva induksi normal. Gambar 5. Kurva Induksi Normal Universitas Sumatera Utara Pada gambar diatas tampak bahwa kurva tidak berbentuk garis lurus sehingga dapat dikatakan bahwa hubungan antara B dan H tidak linier. Dengan kenaikan harga H, mulamula B turut naik cukup besar, tetapi mulai dari nilai H tertentu terjadi kanaikan nilai B yang kecil dan menuju nilai B yang konstan. Harga medan magnet untuk keadaan saturasi disebut dengan Bs atau medan magnet saturasi. Saturasi magnetisasi merupakan keadaan dimana terjadi kejenuhan, nilai medan magnet B akan selalu konstan walaupun medan eksternal H dinaikkan terus (Ika Mayasari,2012). Bentuk umum kurva histerisis terlihat pada Gambar 6. Gambar 6. Kurva Histerisis Sesudah mencapai saturasi intensitas magnet H diperkecil hingga mencapai H=0, ternyata kurva B tidak melewati jalur kurva semula. Pada harga H = 0, medan magnet atau rapat fluks B mempunyai harga Br ≠ 0 seperti ditunjukkan pada kurva histerisis pada Gambar 6. Harga Br ini disebut dengan induksi remanen atau remanensi bahan. Remanen atau ketertambatan adalah sisa medan magnet B dalam proses magnetisasi pada saat medan magnet H dihilangkan, atau remanensi terjadi pada saat intensitas medan magnetik H berharga nol dan medan magnet magnet B menunjukkan harga tertentu. Setelah harga intensitas magnet H = 0 atau dibuat negatif (dengan membalik arus lilitan), kurva B(H) akan memotong sumbu pada harga Hc. Intensitas Hc inilah yang diperlukan untuk membuat rapat fluks B = 0 atau menghilangkan fluks dalam bahan. Intensitas magnet Hc ini disebut koersivitas bahan. Koersivitas digunakan untuk membedakan hard magnet atau soft magnet. Semakin besar gaya koersivitasnya maka semakin keras sifat magnetnya. Bahan dengan koersivitas tinggi berarti tidak mudah hilang kemagnetannya (Ika Mayasari, Universitas Sumatera Utara 2012). Untuk menghilangkan kemagnetannya diperlukan intensitas magnet H yang besar. Bila selanjutnya harga diperbesar pada harga negatif sampai mencapai saturasi dan dikembalikan melalui nol, berbalik arah dan terus diperbesar pada harga H positif hingga saturasi kembali, maka kurva B(H) akan membentuk satu lintasan tertutup yang disebut kurva histerisis. Bahan yang mempunyai koersivitas tinggi kemagnetannya tidak mudah hilang. Bahan seperti itu baik untuk membuat magnet permanen (Ika Mayasari,2012). Material magnetik diklasifikasikan menjadi dua yaitu material magnetik lemah atau soft magnetik materials maupun material magnetik kuat atau hard magnetic materials. Bentuk umum kurva histerisis material magnet lunak dan keras terlihat pada Gambar 7. (a) lunak (b) keras Gambar 7. Histerisis material magnet (a) lunak, (b) keras Bahan magnetik lunak (soft magnetic) dapat dengan mudah termagnetisasi dan mengalami demagnetisasi. Magnet lunak (soft magnetic) menunjukkan histerisis loop yang sempit. Magnet lunak ( soft magntic) digunakan untuk meningkatkan fluks, yang dihasilkan oleh arus listrik didalamnya. Faktor kualitas dari bahan magnetik lunak adalah untuk mengukur permeabilitas yang sehubungan dengan medan magnet yang diterapkan. Parameter utama lainnya adalah koersivitas, magnetisasi saturasi dan konduktivitas listrik. Bahan magnetik lunak ideal akan memiliki koersivitas rendah (Hc), saturasi yang sangat besar (Ms), remanen (Br) nol, hysterisis loss dan permeabilitas yang sangat besar. Beberapa bahan penting magnetik lunak diantaranya Fe, paduan Fe-Si, Ferrit lunak (MnZnFe 2 O 4 ), besi silikon dll ( Poja Chauhan, 2010). Bahan magnet keras (hard magnetic) juga disebut sebagai magnet permanen yang digunakan untuk menghasilkan medan yang kuat tanpa menerapkan arus ke koil. Universitas Sumatera Utara Magnet permanen memerlukan koersivitas tinggi, yang membutuhkan koersivitas tinggi. Dalam bahan magnet keras (hard magnetic) anisotropi diperlukan magnetik uniaksial dan sifat magnetik berikut : 1. Koersivitas tinggi (high coersivity) : koersivitas, juga disebut medan magnet koersif. Koersivitas biasanya diukur dalam satuan oersted atau ampere / meter dan dilambangkan Hc. Bahan dengan koersivitas tinggi disebut bahan ferromagnetik keras dan digunakan untuk membuat magnet permanen. 2. Magnetisasi besar (large magnetization) : proses pembuatan substansi sementara atau magnet permanen, dengan memasukkan bahan medan magnet. 2.6 Magnet Keramik Bahan keramik yang bersifat magnetik umumnya adalah golongan ferit, yang merupakan oksida yang disusun oleh hematit sebagai komponen utamanya. Bahan ini menunjukkan induksi magnetik spontan meskipun medan magnet dihilangkan. Ferit juga dikenal dengan magnet keramik yang biasanya diaplikasikan sebagai magnet permanen. Magnet ini mampu menghasilkan medan magnet tanpa harus diberikan arus listrik terlebih dahulu. Magnet permanen ini juga dihasilkan medan yang konstan tanpa mengeluarkan daya yang kontinyu (Darminto, 2011). Magnet dapat diklasifikasikan menjadi dua macam yaitu, soft magnetic ( magnet lunak) adalah merupakan suatu sifat bahan yang akan berubah dan sifat magnetnya akan hilang bila arus dilepaskan. Sedangkan bahan hard magnetic (magnet keras) merupakan suatu sifat bahan yang sengaja dibuat bersifat magnet permanen (Priyo,2011). Barium Heksaferit merupakan magnet keramik yang banyak digunakan dalam berbagai aplikasi. Barium Heksaferit dapat disintesis dengan beberapa metode seperti kristalisasi gas, presipitasi hidrotermal, sol-gel, aerosol, pemanduan mekanik dan kopresipitasi (Tubitak,2011). Magnet keramik yang merupakan magnet permanen mempunyai struktur Hexagonal close-packed. Dalam hal ini bahan yang sering digunakan adalah Barium Heksaferit (BaO.6Fe 2 O 3 ). Dapat juga barium digantikan bahan yang menyerupai (segolongan) dengannya, yaitu seperti Universitas Sumatera Utara Stronsium (Ade fathurohman, 2011). Bentuk dari struktur kristal Barium Heksaferit terlihat pada Gambar 8. Gambar 8. struktur kristal π΅π΅π΅π΅π΅π΅. 6πΉπΉπΉπΉ2 ππ3 Berdasarkan rumus kimia dan struktur kristalnya, Barium Heksafrit dapat dikelompokkan menjadi 5 tipe–M ( BaFe 12 O 19 ), tipe-W (Ba 2 Me 2 Fe 24 O 41 ), tipe-X (Ba 2 Me 2 Fe 28 O 46 ), tipe-Y (Ba 2 Me 2 Fe 12 O 22 ), tipe- Z (Ba 2 Me 2 Fe 24 O 41 ) (Darminto, 2011), merupakan ion logam transisi bivalen. Tipe-M yang lebih dikenal dengan sebutan Barium heksagonal ferit (BaM) merupakan oksida keramik yang paling banyak dimanfaatkan secara komersial. Material tersebut dapat diaplikasikan sebagai media penyimpan data (magnetic recording) (Darminto, 2011, Li Yue et al, 2007). Disamping itu material berbasis Barium Heksaferit juga dapat diaplikasikan pada frekuensi Ultra tinggi (UFH) dengan mensubstitusikan Fe+3 dalam strukturnya dengan berbagai ion lain seperti ZN+2, Ni+2, Co+2, Ti+4, dan Mn+2 ( Bao,2004). Subsitusi Mn dan Ti pada struktur fasa magnetik Barium Heksaferit melalui tekhnik pemaduan mekanik (Mechanical Alloying) telah dikaji oleh Priyono dan Azwar Manaf (2007). Dari hasil penelitian diperoleh bahwa BaFe 12-(x+y) Mn x Tiy O 19 dapat disintesis dari serbuk Fe 2 O 3, MnCO 3 , TiO 2 , dan BaCO 3 pada suhu sintering 1250 β. Subsitusi ion Fe+3 pada struktur BaO.6 Fe 2 O 3 oleh ion Mn dan Ti menyebabkan terjadinya penurunan nilai magnetisasi total dan volume sel satuan karena adanya perbedaan ukuran atom antara atom Fe dengan atom Ti dan Mn. Efek selanjutnya dari substitusi adalah penurunan nilai koersivitas magnetnya. 2.7 Metode Metalurgi Serbuk Metalurgi serbuk adalah metode yang terus dikembangkan dari proses manufaktur yang dapat mencapai bentuk komponen akhir dengan mencampurkan serbuk secara Universitas Sumatera Utara bersamaan dan dikompaksi dalam cetakan, dan selanjutnya disinter di dalam furnace ( tungku pemanas). Langka-langkah yang harus dilalui dalam metalurgi serbuk, antara lain : 1. Preparasi material 2. Pencampuran (mixing) 3. Penekanan (kompaksi) 4. Pemanasan (sintering) pemanasan yang dilakukan harus berada di bawah titik leleh serbuk material yang digunakan. Setiap proses dalam pembuatan metalurgi serbuk sangat mempengaruhi kualitas akhir produk yang dihasilkan. Material komposit yang dihasilkan dari proses metalurgi serbuk adalah komposit isotropik, yaitu komposit yang mempunyai penguat (filler) dalam klasifikasi partikulet. ο Keuntungan proses metalurgi serbuk, antara lain : • Mampu melakukan kontrol kualitas dan kuantitas material • Mempunyai presisi yang tinggi • Kecepatan produksi yang tinggi ο Keterbatasan metalurgi serbuk, antara lain : • Biaya pembuatan yang mahal dan terkadang serbuk sulit penyimpanannya. • Dimensi yang sulit tidak memungkinkan, karena selama penekanan serbuk logam tidak mampu mengalir ke ruang cetakan • 2.7.1 Sulit untuk mendapatkan kepadatan yang merata Pencampuran ( Mixing) Ada 2 macam pencampuran, yaitu : ο Pencampuran basah (wet mixing) Yaitu proses pencampuran dimana serbuk matrik dan filler dicampur terlebih dahulu dengan pelarut polar. Metode ini dipakai apabila material (matrik filler) yang digunakan mudah mengalami oksidasi. Tujuan pemberian pelarut polar adalah untuk mempermudah proses pencampuran material yang digunakan dan untuk melapisi permukaan material supaya tidak berhubungan denganudara luar sehingga mencegah terjadinya oksidasi pada material yang digunakan. Universitas Sumatera Utara οο Pencampuran kering (dry mixing) ο Pencampuran kering (dry mixing) Yaitu proses pencampuran yang dilakukan tanpa menggunakan pelarut untuk membantu melarutkan dan dilakukan di udara luar. Metode ini dipakai apabila material yang digunakan tidak mudah mengalami oksidasi. Faktor penentu kehomogenan distribusi partikel, antara lain : • Kecepatan pencampuran • Lamanya waktu pencampuran • Ukuran partikel • Jenis Material • Temperatur • Media pencampuran Semakin besar kecepatan pencampuran, semakin lama waktu pencampuran, dan semakin kecil ukuran partikel yang dicampur, maka distribusi partikel semakin homogen. Kehomogenan campuran sangat berpengaruh pada proses penekanan (kompaksi), karena gaya tekan yang diberikan pada saat kompaksi akan terdistribusi secara merata sehingga ikatan antar partikel semakin baik. 2.7.2 Penekanan (Kompaksi) Kompaksi merupakan proses pemadatan serbuk menjadi sampel dengan bentuk tertentu sesuai dengan cetakannya. Ada 2 macam metode kompaksi, yaitu • Cold compressing, yaitu penekanan dengan temperatur kamar. Metode ini dipakai apabila bahan yang digunakan mudah teroksidasi, seperti Al. • Hot compresing, yaitu penekanan dengan temperatur diatas temperatur kamar, metode ini dipakai apabila material yang digunakan tidak mudah teroksidasi. Pada proses kompaksi, gaya gesek ruang terjadi antar partikel yang digunakan dan antar partikel komposit dengan dinding cetakan akan mengakibatkan kerapatan pada daerah tepi dan bagian tengah tidak merata. Untuk menghindari terjadinya perbedaan kerapatan, maka pada saat kompaksi digunakan lubricant/pelumas, dipilih bahan pelumas yang tidak reaktif terhadap campuran serbuk dan yang memiliki titik leleh rendah sehingga pada proses sintering tingkat awal lubricant dapat menguap. Terkait Universitas Sumatera Utara dengan pemberian lubricant pada proses kompaksi maka terdapat 2 metode kompaksi, yaitu : • Die-wall compressing : penekanan dengan memberikan lubricant pada dinding cetakan. • Internal lubricant compressing : penekanan dengan mencampurkan lubricant pada material yang akan ditekan. Pada proses kompaksi ada 3 kemungkinan model ikatan yang disebabkan oleh gaya van derwals : • Pola ikatan bola-bola Terjadinya bila besarnya gaya tekan yang diberikan lebih kecil dari yield strength (ys) matrik dan filler sehingga serbuk tidak mengalami perubahan bentuk secara permanen atau mengalami deformasi elastik baik pada matrik maupun pada filler sehingga serbuk tetap berbentuk bola. • Pola ikatan bola- bidang Terjadi bila besarnya gaya tekan yang diberikan diantara yield strength (ys) dari matrik dan filler. Penekanan ini menyebabkan salah satu material (matrik) terdeformasi plastis dan filler terdeformasi elastis, sehingga berakibat partikel seolah-olah berbentuk bola-bidang. • Pola ikatan bidang-bidang Terjadi bila besarnya gaya tekan yang diberikan lebih besar dari yield strength (ys) matrik filler. Penekanan ini menyebabkan kedua material (matrik dan filler) terdeformasi plastis, sehingga berakibat partikel seolah-olah berbentuk bidangbidang. 2.7.3 Pemanasan ( Sintering) Sintering adalah pengikatan massa partikel pada serbuk oleh interaksi antar molekul atau atom melalui perlakuan panas dengan suhu sintering mendekati titik leburnya sehingga terjadi pemadatan. Tahap sintering merupakan tahap yang paling penting dalam pembuatan keramik. Melalui proses sintering terjadi perubahan struktur mikro seperti pengurangan jumlah dan ukuran pori, pertumbuhan butir serta peningkatan densitas. Faktor-faktor yang menentukan proses dan mekanisme sintering antara lain jenis bahan, komposisi bahan dan ukuran partikel ( Ika Mayasari, 2012). Parameter sintering : Universitas Sumatera Utara • Temperatur (T) • Waktu • Kecepatan pendinginan • Kecepatan pemanasan • Atmosfer sintering • Jenis material Berdasarkan pola ikatan yang terjadi pada proses kompaksi, ada 2 fenomena yang mungkin terjadi pada saat sintering,yaitu : • Penyusutan (shringkage) Apabila pada saat kompaksi terbentuk pola ikatan bola-bidang maka pada proses sintering akan berbentuk shringkage, yang terjadi karena saat proses sintering berlangsung gas (lubricant) yang berada pada porositas mengalami degassing ( peristiwa keluarnya gas pada saat sintering). Dan apabila temperatur sinter terus dinaikkan akan terjadi difusi permukaan antar matrik dan filler yang akhirnya akan terbentuk liquid bridge/necking (mempunyai fasa campuran antara matrik dan filler). Liquid bridge ini akan menutupi porositas sehingga terjadi eliminasi porositas/berkurangnya jumlah dan ukuran porositas.Penyusutan dominan bila pemadatan belum mencapai kejenuhan. • Retak (cracking) Apabila pada kompaksi terbentuk pola ikatan antar partikel berupa bidang-bidang, sehingga menyebabkan adanya trapping gas (gas / lubricant terjebak di dalam material ), maka pada saat sintering gas yang terjebak belum sempat keluar tapi liquid bridge telah terjadi, sehingga jalur porositasnya telah tertutup rapat. Gas yang terjebak ini akan mendesak ke segala arah sehingga terjadi bloating (mengembang), sehingga tekanan diporositas lebih tinggi dibanding tekanan diluar. Bila kualitas ikatan permukaan partikel pada bahan komposit tersebut rendah, maka tidak akan mampu menahan tekanan yang lebih besar sehingga menyebaka retakan (cracking). Keretakan juga dapat diakibatkan dari proses pemadatan yang kurang sempurna, adanya shock termal pada saat pemanasan karena pemuaian dari matrik dan filler uang berbeda. Tingkatan sintering Proses sintering meliputi 3 tahap mekanisme pemanasan : • Presintering Presintering merupakan proses pemanasan yang bertujuan untuk : Universitas Sumatera Utara 1. Mengurangi residual stress akibat proses kompaksi (green density) 2. Pengeluaran gas dari atmosfer atau pelumas padat terjebak dalam porositas bahan komposit (degassing) 3. Menghindari perubahan temperatur yang terlalu cepat pada saat proses sintering (shock thermal). Temperatur presintering biasanya dilakukan pada 1/3 Tm (titik leleh) • Difusi permukaan Pada proses pemanasan untuk terjadinya transportasi massa pada permukaan antar partikel serbuk yang saling berinteraksi, dilakukan pada permukaan antar partikel serbuk yang saling berinteraksi, dilakukan pada temperatur sintering (2/3 Tm). Atom-atom pada permukaan partikel serbuk saling terdifusi antar permukaan sehingga meningkatkan gaya kohesifitas antar partikel. • Elominasi porositas Tujuan akhir dari proses sintering pada bahan komposit berbasis metalurgi serbuk adalah bahan yang mempunyai kompaktibilitas tinggi. Hal tersebut terjadi akibat adanya difusi antar permukaan sampel, sehingga menyebabkan terjadinya leher (liquid bridge) antar partikel dan proses akhir dari pemanasansintering menyebabkan eliminasi porositas (terbentuknya sinter density). • Mekanisme transportasi massa Mekanisme transportasi massa merupakan jalan dimana terjadi aliran masa sebagai akibat dari adanya gaya pendorong. Ada 2 mekanisme transportasi, yaitu : 1. Transportasi permukaan a. Terjadi pertumbuhan tanpa merubah jarak antar partikel b. Transportasi permukaan yang terjadi selama proses sintering adalah hasil dari transport massa dan hanya terjadi pada permukaan partikel, tidak terjadi perubahan dimensi dan mempunyai kerapatan yang konstan. 2. Transportasi Bulk a. Dalam proses sintering akan menghasilkan perubahan dimensi. Atomatom berasal dari dalam partikel akan berpindah menuju daerah leher (liquid bridge) Universitas Sumatera Utara b. Termasuk difusi volume, difusi batas butir, dan alir viskos. c. Kedua mekanisme tersebut akan menyebabkan terjadinya pengurangan daerah permukaan untuk pertumbuhan leher, perbedaan nya hanya terletak pada kerapatan (penyusutan selama sintering). Faktor-faktor yang mempengaruhi mekanisme transport : a. Material yang digunakan b. Ukuran yang digunakan c. Temperatur sintering Lapisan oksida • Terbentuknya lapisan oksida dapat menurunkan kualitas ikatan antar permukaan • Lapisan oksida akan menghalangi terjadinya kontak yang sempurna antar matriks dan filler • Dengan adanya lapisan oksida, maka gaya interaksi adhesi-kohesi tidak bisa berjalan dengan baik. Karena terjadinya interaksi adhesi-kohesi salah satunya disebabkan oleh adanya gaya elektrostatis yaitu gaya tarik-menarik antara partikel-partikel yang bermuatan dalam suatu bahan, maka dengan adanya lapisan oksida tersebut maka permukaannya menjadi netral, ini mengakibatkan ikatan antar permukaan menjadi kurang kuat. • Lapisan oksida juga menyebabkan ikatan antara matrik dan filler menjadi lebih sulit karena temperatur yang diperlukan untuk mereduksi oksida tersebut membutuhkan temperatur yang lebih tinggi. 2.8 Karakterisasi Material Magnet Untuk mengetahui sifat-sifat dan kemampuan suatu material maka perlu dilakukan pengujian dan analisis. Beberapa jenispengujian dan analisis yang dibahas untuk keperluan penelitian ini antara lain : pengujian sifat fisis ( densitas, kekuatan magnet, susut bakar), dan analisis Struktur kristal dengan menggunakan alat uji XRD (X-ray Difraction). 2.8.1 Sifat Fisis a. Densitas Universitas Sumatera Utara Densitas merupakan ukuran kepadatan dari suatu material atau sering didefinisikan sebagai perbandingan antara massa (m) dengan volume(v) dalam hubungannya dapat dituliskan sebagai berikut (M. Ristic, 1979). ππ = ππ π£π£ ......................................................................................................................(2.1) Dengan : ππ = Densitas (ππππ/ππππ3 ) ππ = Massa sampel (gram) π£π£ = Volume sampel (ππππ3 ) True density adalah kerapatan dari serbuk yang diukur dengan alat piknometer dapat dihitung dengan rumus : ππ = ππ 3−ππ 1 (ππ 2−ππ 1)−(ππ 4−ππ 3) xππair ...................................................................................(2.2) Dengan : m1= massa picnometer dalam keadaan kosong(gram) m2 = massa picnometer diisi dengan air (gram) m3 = massa picnometer kering diisi dengan serbuk (gram) m4 = massa picnometer diisi dengan serbuk dan air (gram) ππair =massa jenis air (1 gram/cm3) Massa jenis suatu zat bergantung pada temperaturnya, jika temperatur zat tersebut tinggi maka zat akan memuai (volumenya menjadi lebih besar dengan massa yang tidak berubah), artinya semakin tinggi temperatur maka massa jenis atau kerapatan suatu zat akan berkurang. Selain bergantung pada temperatur, massa jenis zat juga tergantung pada tekanan yang dikenai pada zat tersebut, makin tinggi tekanan yang dikenai padanya maka volumenya akan semakin kecil (dengan massa yang tidak berubah), maka massa jenisnya akan semakin tinggi seiring bertambahnya tekanan yang dikenai padanya. Namun untuk beberapa jenis zat, massa jenisnya tidak terlalu sensitif terhadap perubahan temperatur dan/atau tekanan. b . Porositas Porositas dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara jumlah volume lubanglubang kosong yang dimiliki oleh zat padat (volume kosong) dengan jumlah dari volume zat padat yang ditempati oleh zat padat. Porositaspada suatu material Universitas Sumatera Utara dinyatakan dalam persen (%) rongga fraksi volume dari suatu rongga yang ada didalam material tersebut. Besarnya porositas pada suatu material bervariasi mulai dari 0% sampai dengan 90% tergantung dari jenis dan aplikasi materialtersebut. Ada dua jenis porositas yaitu porositas terbuka dan porositas tertutup. Porositas yang tertutup pada umumnya sulit untik ditentukan karena pori tersebut merupakan rongga yang terjebak didalam padatan dan serta tidak ada akses ke permukaan luar, sedangkan pori terbuka masih ada akses ke permukaan luar, walaupun rongga tersebut ada ditengah-tengah padatan ( Delovita, 2015) 2.8.2 XRD (X-Ray Diffraction) Fenomena interaksi dan difraksi sudah dikenal pada ilmu optik. Standart pengujian laboratorium fisika adalah untuk menentukan jarak antara dua gelombang dengan mengetahui panjang gelombang sinar, dengan mengukur sudut berkas sinar yang terdifraksi. Pengujian ini merupakan aplikasi langsung dari pemakainan sinar-x untuk menetukan jarak antar atom dalam kristal. Pada Gambar 9. terlihat Gambar difraksi bidang atom. Gambar 9. Difraksi Bidang Atom (Smallman, 1991) Gambar 9. menunjukkan suatu berkas sinar-X dengan panjang gelombang λ, jatuh pada sudut θ pada sekumpulan bidang atom berjarak d. Sinar yang dipantulkan dengan sudut θ hanya dapat terlihat jika berkas dari setiap bidang yang berdekatan, dan menempuhkan jarak sesuai dengan perbedaan kisi yaitu sama dengan panjang gelombang n λ. Untuk mengetahui fasa struktur material yang diamati dapat dilakukan dengan cara sederhana, yaitu dengan cara membandingkan nilai d yang terukur dengan nilai d Universitas Sumatera Utara pada data standart. Data d standart dapat diperoleh melalui Joint Commitee On Powder Difraction Standart (JCPDS) atau dengan metode Hanawalt file. Arah dalam latis kristal ditentukan relatif terhadap aksisnya yang didefinisikan oleh unit vektor dari unit sel. Indeks dari arah suatu kristal dituliskan dalam tanda kurung [ ]. Arah dari kristal adalah suatu vektor yang dapat dinyatakan dalam unit vektor a, b dan c. Secara umum indeks dari arah diberikan dalam bentuk [uvw] dimana u, v dan w adalah bilangan bulat yang terkecil. Untuk vektor berarah negatif maka dituliskan dengan menambahkan garis diatas u, v atau w. Contoh beberapa arah kristal pada sistem cubic dijelaskan dalam Gambar 10. dibawah ini. Gambar 10. Arah Kristal pada Sistem Kubik Karena irisan dari sebuah kristal merupakan objek dua dimensi, maka garis normal dari bidang irisan tersebut digunakan untuk mendiskripsikan bidang tadi. Miller indeks biasa digunakan untuk menentukan bidang irisan didalam kristal. Satu set bidang yang paralel dengan jarak yang seragam memiliki indeks yang sama. Indeks untuk bidang irisan dituliskan dalam kurung ( ). Biasa dipakai tiga bilangan bulat, h, k dan l sehingga dituliskan (h k l). Jika sebuah bidang sejajar dengan suatu aksis maka indeks untuk aksis ini nilainya 0. Jika arah dari suatu bidang bernilai negatif, maka indeks diberi tanda garis diatasnya. Contoh dari penamaan bidang irisan kristal ditunjukan pada Gambar 11. berikut ini. Universitas Sumatera Utara Gambar 11.Indeks Miller 2.8.3 Vibrating Sampel Magnetometer (VSM) a. Vibrating Sampel Magnetometer ( VSM) Vibrating sampel magnetometer merupakan perangkat yang bekerja untuk menganalisis sifat kemagnetan suatu bahan. Alat ini ditemukan oleh Simon Fenor pada tahun 1955 di Laboratorium Lincoln MIT. Menurut satuan internasionalbesaran fluksi magnetik (Φ) diukur dalam Weber, disingkat Wb dan didefinisikan dengan: ”Suatu medan magnet serba sama mempunyai fluksi magnetik sebesar 1 weber bila sebatang penghantar dipotongkan pada garis-garis gaya magnet tsb selama satu detik akan menimbulkan gaya gerak listrik (ggl) sebesar satu volt” .Belitan kawat yang dialiri arus listrik DC maka didalam inti belitan akan timbul medan magnet yang mengalir dari kutub utara menuju kutub selatan, seperti diperlihatkan pada Gambar 12. Gambar 12. Daerah pengaruh medan magnet Universitas Sumatera Utara Pengaruh gaya gerak magnetik akan melingkupi daerah sekitar belitan yang diberikan warna arsir. Gaya gerak magnetik (θ) sebanding lurus dengan jumlah belitan (N) dan besarnya arus yang mengalir (I), secara singkat kuat medan magnet sebanding dengan amper-lilit. θ=I.N .....................................................................................................................(2.3) dimana; θ = Gaya gerak magnetik I = Arus mengalir ke belitan N = Jumlah belitan kawat Kuat Medan Magnet- Dua belitan berbentuk toroida dengan ukuran yang berbeda diameternya. Belitan toroida yang besar memiliki diameter lebih besar, sehingga keliling lingkarannya lebih besar. Belitan toroida yang kecil tentunya memiliki keliling lebih kecil. Jika keduanya memiliki belitan (N) yang sama, d an dialirk an aru s (I) yang sama maka g aya g erak magnet (Θ = N.I) juga sama. Yang akan berbeda adalah kuat medan magnet (H) dari kedua belitan diatas.Persamaan kuat medan magnet adalah : H= θ lm Dimana: = πΌπΌ.ππ lm π΄π΄ [H] = ............................................................................(2.4) ππ H = Kuat medan magnet lm = Panjang lintasan θ = Gaya gerak magnetik I = Arus mengalir ke belitan N= Jumlah belitan kawat Kerapatan Fluksi Magnet adalah Efektivitas medan magnetik dalam pemakaian sering ditentukan oleh besarnya“kerapatan fluksi magnet”, artinya fluksi magnet yang berada pada permukaan yang lebih luas kerapatannya rendah dan intensitas medannya lebih lemah, sedangkan pada permukaan yang lebih sempit kerapatan fluksi magnet akan kuat dan intensitas medannya lebih tinggi. Kerapatan fluksi magnet (B) atau induksi magnetik didefinisikan Universitas Sumatera Utara sebagai “fluksi persatuan luas penampang”. Satuan fluksi magnet adalah Tesla. Persamaan fluksi magnet adalah : B = Φ π΄π΄ ; [B] = ................................................................(2.5) ππ .π π ππ 2 = ππππ ππ 2 = T Dimana; B = Kerapatan medan magnet Φ = Fluksi magnet A = Penampang intI b. Komponen Vibrating Sampel Magnetometer Vibrating sampel magnetometer mempunyai komponen yang dapat dibedakan berdasarkan fungsi dan sifar fisisnya. Komponen-komponen tersebut tersusun membentuk satu set perangkat VSM yang menjalankan fungsinya masing-masing. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada Gambar 13. Gambar 13. Komponen vibrating sampel magnetometer (VSM) Berdasarkan Gambar 13 dapat diuraikan beberapa komponen dari vibrating sampel sampel magnetometer (VSM), yaitu: 1. Kepala generator : Sebagai tempat melekatnya osilasi sampel yang dipindahkan oleh transduser piezoelectric. 2. Elektromagnet atau kumparan hemholtz Berfungsi untuk menghasilkan medan magnet untuk memagnetisasi sampel dan mengubahnya menjadi arus listrik. Resonansi sampel oleh transduser Universitas Sumatera Utara piezolectric juga dilairkan kebagian ini dengan capaian frekuansi sama dengan 75 Hz. 3. Pick-up coil : Berfungsi untuk mengirim sinyal listrik ke amplifier. Sinyal yang telah diinduksi akan ditransfer oleh pickup coil ke input diferensial dari lock-in- amplifier. Sinyal dari pick-up coil terdeteksi oleh lock-in amplifier diukur sebagai fungsi dari medan magnet dan memungkinkan kita untuk mendapatkan loop histerisis dari sampel diperiksa. Untuk osilasi harmonik dari sampel, sinyal (e) induksi di pick-up coil sebanding dengan amplitudo osilasi (K), frekuensi osilasi sampel (ππ) dan momen magnet (m) dari sampel yang akan diukur pada vibrating sampel magnetometer (VSM). 4. Sensor hall digunakan untuk mengubah dan mentransdusi energi dalam medan magnet menjadi tegangan (voltase) yang akan menghasilkan arus listrik. Sensor hall juga digunakan untuk mengukur arus tanpa mengganggu alur arus yang ada pada konduktor. Pengukuran arus ini akan menghubungkan sensor hall dengan teslameter. 5. Sensor kapasitas berfungsi memberikan sinyal sebanding dengan amplitudo osilasi sampel dan persediaan tegangan untuk sistem elektronik yang menghasilkan sinyal referensi. Selanjutnya sinyal akan diberikan kepada masukan referensi dari lock-in amplifier. Output konverter digital akan dikirim ke analog (DAC1out) dan output digital (D1out) dari lock-in akan mengontrol penguat arus yang mengalir melalui elektromagnet dan menunjukkan arahnya masing-masing. Selain itu, VSM juga memiliki bberapa komponen pendukung misalnya teslameter yang berfungsi untuk mengukur medan magnet berdasarkan sinyal yang ditransdusi oleh sensor hall. Alat pendukung lainnya yaitu voltmeter yang berfungsi untuk mengukur tegangan listrik yang dikirim oleh pick up coil ke amplifier VSM (M.Arif, 2013). 2.8.4 Flux Density Flux density adalah jumlah garis gaya tiap satuan luas yang tegak lurus kuat medan. Flux density dapat dirumuskan sebagai berikut : ∅ B= ..............................................................................................................(2.6) A B= Kerapatan fluks ((WB/m2) Universitas Sumatera Utara ∅= Fluks total (weber) A= Luas medan magnet (m2) Hasilnya adalah S1 untuk flux density adalah weber per meter persegi (WB/m2) satu weber per meter persegi sama dengan satu tesla (jiles. D,1998). Garis gaya magnet adalah lintasan kutub utara dalam medan magnet atau garis yang bentuknya demikian hingga kuat medan ditiap titik dinyatakan oleh garis singgungnya. Garis-garis gaya keluar dari kutub-kutub dan masuk ke kutub selatan. Bentuk Gambar garis gaya magnet terlihat dari Gambar 14. Gambar 14. Garis gaya magnet Bahan konduktor yang baik adalah bahan yang mudah mengalirkan arus listrik, umumnya terdiri dari logam dan air. Kemampuan suatu bahan untuk menghantarkan arus listrik ditunjukkan oleh besarnya harga konduktivitas listrik atau daya hantar listrik bahan tersebut (σ = sigma, Mho/m). Kebalikan dari harga konduktivitas listrik suatu bahan adalah resistivitas atau hambatan jenis, dengan simbol ρ (rho). Bahan konduktor memiliki resistivitas yang rendah. 1 ππ = ohm meter ........................................................................................(2.7) ππ Untuk bahan konduktor, resisvitasnya berbading lurus dengan suhu. Tetapi pada suhu mendekati titik nol absolut (0 K), resistivitas baha konduktor juga mendekati nol. Kemiringan (slope) dari hubungan linear ini ditunjukkan oleh koefisien suhu hambatan listrik α dari bahan bersangkutan. Koefisien suhu hambatan listrik bahan konduktor (logam) nilainya adalah positif, sehingga logam-logam pada umumnya dinamakan jenis PTC (Positive Temperature Coeficient of Resistivity). Hubungan resistivitas ρ dengan suhu absolut T dtunjukkan oleh persamaan dibawah ini. ππ = ππ o {1 + πΌπΌ (T - T 0 )} ...................................................................................(2.8) R R Universitas Sumatera Utara Keterangan: ρ = resistivitas pada suhu T (Kelvin) ρ0 = resistivitas pada suhu referensi (biasanya 20oC atau 293,16 K) T0 = suhu referensi α = koefisien suhu hambatan listrik Kemampuan bahan untuk menahan arus listrik yang mengair melalui penampang bahan ditunjukkan oleh harga hambatan lsitriknya, dengan simbol R. R= ππ πΏπΏ π΄π΄ .....................................................................................................................(2.9) Keterangan: R = hambatan listrik (Ohm) ρ = resistivitas (Ohm . m) L = panjang (m) A = luas penampang bahan (m2) Hambatan listrik suatu bahan juga berbanding lurus dengan suhu. RT = R0 {1+ πΌπΌ R (T - T 0 )} .........................................................................................(2.10) Keterangan: R0 = hambatan pada suhu T0 K, RT = hambatan pada suhu T K, α = koefisien suhu hambatan listrik Universitas Sumatera Utara