1 peran kecerdasan spiritual dalam menjelaskan

advertisement
PERAN KECERDASAN SPIRITUAL DALAM MENJELASKAN
KECERDASAN EMOSIONAL PADA
ODHA (ORANG DENGAN HIV/AIDS) DI KOTA MALANG
SITI SURYANI
Program Studi Psikologi, Universitas Brawijaya Malang
[email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana peranan kecerdasan
spiritual pada kecerdasan emosional ODHA di kota Malang. Seseorang yang
dinyatakan sebagai ODHA, secara tidak langsung akan mengalami banyak
permasalahan. Permasalahan tersebut bisa berasal dari penolakan masyarakat,
diskriminasi dan juga ketidakmampuan ODHA untuk menerima penyakit ini.
Semua permasalahan dapat diatasi jika ODHA memiliki kecerdasan spiritual dan
kecerdasan emosional. Untuk mengukur kecerdasan spiritual dan kecerdasan
emosional pada ODHA, penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif.
Adapun populasi dari penelitian ini adalah ODHA dengan stadium 1. Penelitian
ini menggunakan sampel sebanyak 70 orang, dimana 3 orang sebagai subjek try
out kualitatif, 17 orang subjek try out kuantitatif dan 50 orang sebagai subjek
penelitian. Metode penelitian yang digunakan adalah korelasional dan analisis
data menggunakan analisis regresi. Hasil dari penelitian ini menunjukkan adanya
hubungan yang sangat kuat antara kecerdasan spiritual dan kecerdasan emosional
pada ODHA di Kota Malang. Variabel kecerdasan spiritual memiliki pengaruh
sebesar 87,3% pada kecerdasan emosional, sedangkan 12,7% dipengaruhi variabel
hubungan sosial yaitu keluarga.
Kata Kunci :
ODHA, Kecerdasan spiritual dan kecerdasan emosional
1
2
SPIRITUAL INTELLIGENCE IN EXPLAINING THE ROLE OF
EMOTIONAL INTELLIGENCE IN
PLWHA (PEOPLE LIVING WITH HIV/AIDS) IN MALANG
ABSTRACT
This study aims to determine the extent of the role of spiritual intelligence
on emotional intelligence PLWHA in Malang. Someone claiming to be PLWHA
will indirectly experience many problems. These problems can be derived from
social rejection, discrimination and also the inability of PLWHA to receive this
disease. All problems can be solved if PLWHA have spiritual intelligence and
emotional intelligence. To measure emotional intelligence and spiritual
intelligence in PLWHA, this study uses quantitative research. The population of
this study is PLWHA with stage 1. This study used a sample of 70 people, which
3 people as subjects try out qualitative, 17 quantitative subjects try out and 50
people as research subjects. This study uses correlational methods and data
analysis using regression analysis. Results of These studies demonstrated that
very strong relationship between emotional intelligence and spiritual intelligence
in PLWHA in Malang. Spiritual intelligence variables have the effect of 87.3% on
emotional intelligence, while 12.7% of social relationships variables influenced
the family.
Keywords:
PLWHA, spiritual intelligence and emotional intelligence
3
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Penyakit HIV (human immunodeficiency virus) dan AIDS (acquired
difiency sydrome) telah menjadi permasalahan kesehatan yang serius diseluruh
negara khususnya di Indonesia. Semakin banyaknya penderita yang terinfeksi
HIV di Indonesia menjadi permasalahan yang mengkhawatirkan, karena setiap
tahun ODHA (orang dengan HIV/AIDS) mengalami lonjakan yang sangat
signifikan. Pada bulan September 2012 diperkirakan sekitar 5.489 orang yang
terinfeksi HIV sedangkan sekitar 1.317 orang dinyatakan mengidap AIDS. Data
tersebut diperoleh dari beberapa provinsi yang ada di Indonesia, seperti Dki
Jakarta yang memiliki populasi terinfeksi HIV tertinggi yaitu sekitar 22,925
orang. Selain itu Papua menjadi kota yang memiliki angka tertinggi untuk
pengidap AIDS yaitu sekitar 7.795 orang (Dirjen PP & PL Kemenkes RI, 2012).
Perkembangan infeksi HIV di Indonesia tidak hanya terjadi di kota-kota
besar, bahkan saat ini infeksi HIV telah masuk ke kota-kota kecil seperti di
Malang. Kota Malang merupakan salah satu kota dengan resiko terinfeksi HIV
yang cukup tinggi, hal ini dibuktikan berdasarkan dari penuturan Dr.Nusindrati
yang merupakan Kepala Bidang Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan (P2PL) Dinas Kesehatan (DINKES) Kota Malang. Menurut Dr.
Nusindrati, selama kurun waktu 2011 jumlah pengidap HIV/AIDS sebanyak
2.021 orang dan tahun 2010 sebanyak 1.636 orang (Syafputri, 2012). Berarti
dalam satu tahun ada peningkatan hingga 365 orang yang terinfeksi HIV.
Fokus subjek dalam penelitian ini ialah ODHA dengan Infeksi
HIV.
Dimana infeksi ini yang awalnya dialami oleh kebanyakan para homoseksual
(penyuka sesama jenis), namun sesuai perkembangannya penyakit ini mulai
menyerang kalangan yang tidak memiliki kemungkinan terinfeksi HIV. Mayoritas
pasien HIV/AIDS (99%) termasuk kelompok tinggi terinfeksi HIV, yaitu pria
homoseksual, penyalahgunaan yang menggunakan suntikan, penerima tranfusi
darah, penderita hemofilia,
dan pasangan heteroseks dari orang yang telah
tertulari (Arifah, 2012). Selain itu belum adanya obat yang dapat menyembuhkan
infeksi HIV menyebabkan penyakit ini semakin cepat berkembang. Menurut
4
Osborn dan Young (Anurmalasari, Karyono dan Dewi, 2010), sekarang tidak ada
obat untuk menyembuhkan AIDS. Penyembuhan medis, mempercayakan pada
obat yang sangat mahal yang disebut dengan Azidothymidine (AZT, yang juga
disebut dengan Zidorudine) yang dapat memperlambat pertumbuhan virus HIV.
Tetapi obat tersebut tidak dapat menyembuhkan penyakit yang ada di tubuh saat
terkena AIDS.
Seseorang yang mendapatkan vonis positif terinfeksi HIV, maka vonis ini
akan menjadi permasalahan yang besar. Hal ini dikarenakan beberapa faktor yang
berasal dari eksternal dan internal ODHA. Stigma masyarakat, diskriminasi dan
mahalnya obat merupakan faktor eksternal yang didapatkan oleh para ODHA.
Menurut
Nursalam dan Kurniawan (2007), menjadi ODHA di Indonesia
dianggap aib, sehingga dapat menyebabkan tekanan psikologis terutama pada
penderitanya maupun pada keluarga dan lingkungan di sekeliling penderita
(Anurmalasari dkk, 2010). Padahal berdasarkan deklarasi sidang tentang
HIV/AIDS oleh PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa), menyebutkan bahwa para
ODHA berhak mendapatkan pendidikan, pekerjaan, pengobatan, perlindungan
hukum dan hak lainnya sama dengan orang yang tidak mengidap HIV/AIDS
(Kementrian Republik Indonesia, 2001). Berdasarkan hasil deklarasi tersebut jelas
sekali bahwa para ODHA berhak mendapatkan perlakuan yang sama dengan
orang yang tidak terinfeksi HIV dalam segala bidang kehidupan.
Adanya diskriminasi dan penilaian buruk masyarakat, membuat ODHA
merasa tidak siap untuk menjadi salah satu terinfeksi HIV. Tidak ada kesiapan
dan penerimaan terhadap penyakit dapat menyebabkan ODHA mengalami
gangguan psikologis. Menurut Nursalam dan Kurniawati (Anurmalasari dkk,
2010), bahwa pengalaman mengalami suatu penyakit akan membangkitkan
berbagai
perasaan
dan
reaksi
stres,
frustasi,
kecemasan,
kemarahan,
penyangkalan, rasa malu, berduka dan ketidakpastian dengan adaptasi terhadap
penyakit.
ODHA yang terinfeksi HIV dituntut untuk mampu mengatasi penyebaran
infeksi HIV, sehingga infeksinya tidak akan semakin parah. Sebelum melakukan
suatu tindakan untuk mengatasi infeksi HIV, terlebih dahulu ODHA dituntut
5
untuk menyadari bahwa dirinya terinfeksi HIV. Adanya kesadaran bahwa dirinya
adalah salah satu ODHA maka ia akan mampu untuk mengambil hikmah dari
permasalahan yang ia hadapi atau setidaknya mampu menerima penyakit tersebut
dengan baik. Kemampuan untuk menerima dan berdamai dengan masalah didasari
oleh kecerdasan spiritual yang dimiliki ODHA. Menurut Wahab dan umiarso
(2011), kecerdasan spiritual membuat individu mampu untuk menyadari dan
menerima suatu masalah yang berasal dari penyakit dan kesedihan.
Menerima terinfeksi HIV, dapat membuat ODHA menyadari mengapa
dirinya bisa terinfeksi HIV, lalu ODHA harus mampu mengambil makna dari
masalah yang dihadapinya dan melakukan tindakan dalam mengatasi infeksi HIV.
Tindakan dalam mengatasi infeksi HIV dapat berupa melakukan pengobatan,
menambah wawasan tentang penyebaran HIV, baik itu membaca ataupun
bertanya kepada dokter. Untuk dapat melakukan suatu tindakan, setiap ODHA
dituntut untuk memiliki kecerdasan emosional. Kecerdasan emosional merupakan
suatu perasaan dan pikiran-pikiran yang khas serta suatu keadaan yang melibatkan
biologis dan psikologis individu untuk bertindak (Goleman, 2001).
Kecerdasan spiritual dan kecerdasan emosional pada ODHA merupakan
suatu kemampuan yang penting untuk dapat dimiliki. Orang-orang yang sehat saja
dalam menghadapi permasalahan mereka membutuhkan kedua komponen ini,
apalagi ODHA yang dinyatakan terinfeksi HIV. Semua permasalahan yang akan
muncul dari infeksi HIV ini, menuntut ODHA untuk
memiliki kecerdasam
spiritual dan kecerdasan emosional untuk mampu menghadapi permasalahan yang
diakibatkan dari infeksi HIV. Pentingnya kecerdasan spiritual dalam menjelaskan
kecerdasan emosional pada ODHA yang terinfeksi HIV penting untuk dilakukan
suatu penelitian. Hal ini dikarenakan dari penelitian tersebut diharapkan mampu
mendapatkan hasil terbaik dan pada akhirnya diharapkan dari hasil yang telah
didapatkan dapat dilakukan sebuah tindakan untuk membantu para ODHA untuk
menghadapi infeksi HIV dengan segala permasalahan yang akan muncul. Skripsi
ini penulis akan melakukan penelitian tentang “Peran Kecerdasan Spiritual dalam
Menjelaskan Kecerdasan Emosional pada ODHA di Kota Malang”.
HIPOTESIS PENELITIAN
6
H1: Terdapat peran yang signifikan, kecerdasan spiritual dalam menjelaskan
kecerdasan emosional pada
ODHA di Kota Malang. Dimana semakin
tinggi kecerdasan spiritual maka akan semakin tinggi pula kecerdasan
emosional, dan sebaliknya semakin rendah kecerdasan spiritual maka
semakin rendah pula kecerdasan emosionalnya.
TINJAUAN PUSTAKA
Kecerdasan spiritual
Menurut Zohar dan Marshal (200), kecerdasan spiritual yaitu kecerdasan
untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai, kecerdasan untuk
menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan
kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih
bermakna dibandingkan dengan yang lainnya.
Wahab dan Umiarso (2011), mengatakan bahwa seseorang yang memiliki
kecerdasan spiritual yang tinggi akan mampu mengambil dan menjadi inspirasi
bagi orang lain serta dapat mengambil makna dari berbagai permasalahan hidup
yang dialaminya. Berdasarkan beberapa penjelasan tentang kecerdasan spiritual
maka penulis mengambil kesimpulan bahwa kecerdasan spiritual merupakan suatu
bentuk kekuatan dalam diri manusia untuk dapat mengambil makna dari
permasalahan yang dihadapinya, sehingga menjadikannya orang yang bisa lebih
bermanfaat buat dirinya maupun orang lain.
Kecerdasan Emosional
Salovey dan Mayer (Dharmayantie, 2006)., mendefinisikan kecerdasan
emosi sebagai subtes kecerdasan emosi yang mencakup kemampuan untuk
memonitoring perasaan dan emosi diri sendiri dan orang lain, membedakan emosi
dan perasaan, dan menggunakan informasi tersebut untuk menuntut pemikiran dan
tindakan.
Goleman (2001) mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai kapasitas
dalam mengenali perasaan-perasaan diri sendiri dan orang lain, dalam memotivasi
diri sendiri dan mengelola emosi-emosi dengan baik dalam diri kita sendiri
7
maupun dalam hubungan-hubungan kita. Berdasarkan beberapa pengertian
tentang kecerdasan emosional yang telah disebutkan diatas peneliti mengambil
kesimpulan bahwa kecerdasan emosional adalah suatu kemampuan dalam
mengatur emosi untuk dapat bertindak, menentukan tujuan dan bangkit dari suatu
masalah yang bersifat psikologis untuk dapat berhadapan dan bangkit dari
masalah yang dihadapinya.
HIV/ AIDS
Virus HIV (Human
Imunodeficiency Virus) adalah retrovirus yang
termasuk dalam famili lentivirus. HIV menyebabkan beberapa kerusakan sistem
imun dan menghancurkannya. Sistem imun sendiri berfungsi untuk melindungi
tubuh dengan cara mengenali bakteri atau virus yang masuk ke dalam tubuh dan
bereaksi terhadapnya. Sistem imun terdiri atas organ dan jaringan limpoid,
termasuk di dalamnya sumsum tulang,
thymus, nodul limfa, limfa, tonsin,
adenoid, appendix, darah dan pembulu limfa. Seluruh komponen sistem imun
penting dalam terbentuknya limfosit B dan T. Limfosit B (berasal dari bursa), yang
menghasilkan bahan kimia (anti bodi) yang khususnya menonaktifkan peryerbu
asing. Limfosit T lebih jauh dibagi menurut fungsi : pertama, yang terutama
bertanggung jawab untuk membunuh dan menetralkan organisme penyerbu dan
kedua, sel pembantu yang mengkordinasi peranan semua sel imunitas (Nursalam
dan Dian, 2013).
HIV/AIDS memiliki 4 stadium yaitu, stadium pertama: HIV, stadium kedua:
asimptomatik (tanpa gejala), stadium ketiga, stadium keempat: AIDS. Peneliti
meggunakan subjek penelitian dengan ODHA yang terinfeksi HIV yang berada di
stadium 1, masuk dalam kategori dewasa awal (20-40 tahun), tinggal di kota
Malang dan anggota dari LSM Paramitra.
Virus HIV menular melalui enam cara penularan (Nursalam dan Dian,
2013) yaitu: hubungan seksual dengan pengidap HIV/AIDS, Ibu pada bayinya,
darah dan produk darah yang tercemar HIV/AIDS, pemakaian alat kesehatan yang
tidak steril, alat-alat untuk menoreh kulit dan menggunakan jarum suntik secara
bergantian.
8
METODE PENELITIAN
Variabel Penelitian
Variabel independen (bebas) yang menjadi dasar dilakukannya penelitian
ini adalah kecerdasan spiritual, sedangkan variabel dependen (terikat) adalah
kecerdasan emosional.
Subjek Penelitian
Subjek penelitian terdiri atas 70 orang. Dimana 3 orang dijadikan subjek
try out kualitatif, 17 orang dijadikan subjek try out dan 50 orang dijadikan subjek
penelitian.
Alat Ukur
1. Kecerdasan Spiritual
Kecerdasan spiritual dalam penelitian ini diukur dengan skala yang disusun
dengan mengacu pada dimensi kecerdasan spiritual milik Zohar dan Marshal
(2000), yaitu kesadaran diri, kualitas hidup yang diihami oleh visi dan nilai-nilai,
holistik (Holism) dan kemandirian. Skala kecerdasan emosional terdiri atas 32
aitem pernyataan dengan sistem skor skala Likert (4 pilihan alternatif respon
skala). Proses analisis aitem serta uji reliabilitas pada saat uji coba skala
menghasilkan koefisien Cronbach Alpha sebesar 0,908 dengan 25 aitem yang
lolos (standar rit > 0,25). Sebanyak 7 aitem yang gugur kemudian direvisi dan
diikutsertakan dalam skala penelitian yang sebenarnya. Hasil analisis aitem dan
uji reliabilitas skala pada penelitian sebenarnya menunjukkan bahwa terdapat 31
aitem lolos (rit > 0,30) dengan koefisien Cronbach Alpha sebesar 0,898. Hal
tersebut berarti bahwa skala kecerdasan spiritual tergolong reliabel (standar
reliabilitas > 0,60).
2. Kecerdasan Emosional
Skala kecerdasan emosional dalam penelitian ini menggunakan dimensi
kecerdasan emosional milik Goleman (2001). Skala kecerdasan emosional terdiri
atas 40 aitem pernyataan dengan sistem skor skala Likert (4 pilihan alternatif
respon skala). Proses analisis aitem serta uji reliabilitas pada saat uji coba skala
menghasilkan koefisien Cronbach Alpha sebesar 0,911 dengan 32 aitem yang
9
lolos (standar rit > 0,25) dan 8 aitem yang gugur kemudian direvisi dan
diikutsertakan dalam skala penelitian yang sebenarnya. Hasil analisis aitem dan
uji reliabilitas skala pada penelitian sebenarnya menunjukkan bahwa terdapat 32
aitem lolos (rit > 0,30) dengan koefisien Cronbach Alpha sebesar 0, 890. Hal
tersebut menunjukkan bahwa skala kecerdasan emosional tergolong reliabel
(standar reliabilitas > 0,60).
METODE ANALISIS
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah korelasi
pearson product memont yang dilanjutkan dengan analisis regresi sederhana.
HASIL
1.
Berdasarkan nilai korelasi pearson yang dihasilkan oleh peneliti bernilai
positif dan termasuk dalam kategori sangat kuat yaitu 0,935, hal ini berarti
hubungan antara kecerdasan spiritual dan kecerdasan emosional sangat
kuat. Dari data yang disajikan diatas dapat diketahui bahwa nilai
signifikansi yang bernilai 0,000 berarti bahwa terdapat korelasi antara
kecerdasan spiritual dan kecerdasan emosional pada ODHA di Kota
Malang, hal ini karena nilai 0,000 lebih kecil dibandingkan nilai 0,05.
2.
Berdasarkan pada hasil perhitungan menggunakan software SPSS 16,00
nilai R2 adalah 0.873. Adapun maksud dari R2 = 0.873 adalah besarnya
peranan dari kecerdasan spiritual dan kecerdasan emosional pada ODHA
sebesarnya 87,3% dan besar pengaruh lain diluar variabel kecerdasan
spiritual dan kecerdasan emosional pada ODHA sebesar 12,7%. Variabel
lain sebesar 12,7% yang mempengaruhi kecerdasan emosional, dapat berupa
variabel hubungan sosial yaitu keluarga.
PEMBAHASAN
ODHA yang memiliki kecerdasan spiritual dan kecerdasan emosional maka
ODHA akan mampu untuk menghadapi infeksi HIV yang ODHA alami. Guna
10
melihat hubungan yang terjadi antara variabel kecerdasan spiritual dan kecerdasan
emosional maka penggunaan korelasi pearson product moment, dimana
menunjukkan bahwa terdapat korelasi didalamnya dengan melihat nilai
signifikansi yang lebih kecil dari nilai 0,05 dan korelasi yang terjadi sifatnya
positif atau berarti kebalikannya, maksudnya adalah semakin tinggi kecerdasan
spiritual yang dimiliki oleh ODHA yang terinfeksi HIV maka akan semakin
tinggi pula kecerdasan emosionalnya, sebaliknya semakin rendah kecerdasan
spiritual yang dimiliki oleh ODHA yang terinfeksi HIV maka akan semakin
rendah pula kecerdasan emosionalnya. Hasil yang diperoleh ini juga menunjukkan
bahwa pendapat yang diajukan peneliti pada hipotesis alternatif dapat diterima,
yakni kecerdasan spiritual memiliki peranan untuk dapat memiliki kecerdasan
emosional pada ODHA yang terinfeksi HIV di kota Malang, hal ini berdasarkan
tabel korelasi dimana memiliki nilai 0,935. Nilai tersebut menunjukkan bahwa
kecerdasan spiritual memiliki hubungan yang sangat kuat pada kecerdasan
emosional ODHA di Kota Malang. Kecerdasan spiritual sebagai komponen utama
dalam menghadapi permasalahan hidup, maka menurut peneliti seseorang yang
memiliki kecerdasan spiritual maka mereka akan memiliki kecerdasan emosional
pula.
Uji hipotesis yang telah dilakukan juga menunjukkan bahwa terdapat nilai
besarnya nilai regresi dari data peneliti yakni sebesar 0,873, yang mana 87,3%
ini peran dari kecerdasan spiritual pada ODHA yang terinfeksi HIV ini
mempengaruhi kecerdasan emosional, sedangkan 12,7% mungkin disebabkan
karena peran lainnya. Peran lainnya ini dapat dipengaruhi oleh hubungan sosial
baik itu masyarakat ataupun keluarga. Adapun alasan peneliti mengamsumsikan
adanya peranan lingkungan pada pembentukan kecerdasan emosional seseorang,
hal ini berdasarkan pada setiap orang tidak bisa lepas dari hubungan dan pengaruh
orang lain dalam kehidupannya. Lingkungan sekitar yang paling banyak
memberikan pengaruh ialah keluarga. Selain itu adanya faktor genetik yang dapat
menyebabkan anak memiliki sifat atau emosi yang sama dengan orang tuanya.
Pendapat ini sesuai dengan pendapat dari Goleman (2001), menyebutkan bahwa
ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kecerdasan emosi seseorang, yaitu
11
faktor yang bersifat bawaan atau genetik (temperamen), faktor yang berasal dari
lingkungan keluarga (cara asuh orang tua), dan faktor pendidikan emosi yang
diperoleh siswa di sekolah.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisa data yang diperoleh dari penelitian tentang peran
kecerdasan spiritual terhadap kecerdasan emosional pada ODHA di Kota Malang,
maka dapat ditarik kesimpulan mengenai hasil penelitian sebagai berikut:
1.
Variabel kecerdasan spiritual dan kecerdasan emosional pada penelitian ini
memiliki nilai korelasi yang masuk dalam ketegori sangat kuat, yang artinya
kecerdasan spiritual dan kecerdasan emosional pada ODHA yang terinfeksi
HIV di Kota Malang memiliki hubungan yang baik dan kuat. Nilai
signifikansi dari uji asumsi dan uji hipotesis variabel penelitian ini dapat
diterima dan tidak terjadi konflik.
2.
Variabel kecerdasan spiritual memiliki peranan yang besar pada variabel
kecerdasan emosional. Hal ini menunjukkan bahwa kecerdasan spiritual
miliki pengaruh yang lebih besar daripada variabel hubungan sosial pada
kecerdasan emosional ODHA yang terinfeksi HIV dikota Malang.
SARAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dan kesimpulan yang telah
dijabarkan diatas, maka peneliti mengemukakan beberapa saran. Saran-saran ini
nantinya diharapkan berguna bagi perkembangan kelanjutan studi ilmiah dalam
bidang kajian yang sama.
1.
Bagi Subjek Penelitian (ODHA yang terinfeksi HIV)
Bagi subjek penelitian yang telah mengetahui hasil penelitian ini,
diharapkan dapat meningkatkan kecerdasan spiritual dan kecerdasan
emosional, agar lebih dapat meningkatkan kualitas hidup ODHA. Dengan
kecerdasan spiritual dan kecerdasan emosional yang dimiliki dapat
membuat ODHA yang terinfeksi HIV dapat mengatasi gangguan psikologis
12
dan melakukan suatu tindakan untuk mengatasi penyakit yang mereka
alami.
Bagi ODHA yang baru mendapatkan vonis terinfeksi HIV, sebaiknya
segera menemui ahli yang mengetahui tentang infeksi HIV. Hal ini
bertujuan agar dapat dilakukan penanganan secepat mungkin baik itu yang
berhubungan dengan infeksi HIV maupun gangguan psikologi yang dialami
oleh subjek.
2.
Bagi LSM PARAMITRA
LSM PARAMITRA sebagai wadah untuk memberikan bantuan bagi
para ODHA, sebaiknya bukan hanya menerima dan membantu dalam
penanganan obat. Bantuan secara psikologis baik itu menerima konsultasi
untuk para penderita yang mengalami gangguan psikologis sebaiknyapun
dilakukan. Dengan adanya konsultasi yang disediakan oleh LSM dapat
membantu ODHA untuk dapat mengatsi gangguan psikologis.
Adanya diskriminasi dan sulitnya mendapatkan lapangan pekerjaan
bagi ODHA, peran LSM disini sangat dibutuhkan. Sebaiknya LSM
mengadakan pelatihan dalam bidang kreatifitas misalnya menjahit,
memasak, bengkel dan lainnnya. Hal ini bertujuan agar ODHA dapat
membangun usaha sendiri dan pada akhirnya ODHA dapat mendiri dan
berguna untuk orang lain.
3.
Bagi Penelitian Selanjutnya
Bagi peneliti yang ingin meneliti dengan kategori yang sama dengan
penelitian ini, sebaiknya memilih subjek yang lebih spesifik stadiumnya.
Hal ini bertujuan agar dapat melihat perbedaan kecerdasan spiritual dan
kecerdasan emosional yang berbeda pada stadium yang berbeda pula. Untuk
penelitian selanjutnya, sebaiknya pula untuk lebih memperbanyak subjek
penelitian dengan tujuan agar mendapatkan hasil yang lebih baik.
13
DAFTAR PUSTAKA
Arifah, M. (2012). Strategi Komisi Penangulangan HIV/AIDS (KPA) Kota
Malang Dalam Menangulangi HIV dan AIDS. Skripsi. Universitas
Brawijaya. Malang.
Anurmalasari R, Karyono dan Dewi KS. (2010). Hubungan Pemahaman Tentang
HIV/AIDS Dengan Kecemasan Tertular HIV/AIDS Pada WPS (Wanita
Penjaja
Seks)
Langsung
di
Cilacap.
Jurnal.
http://eprints.undip.ac.id/11101/ (Diunduh 6 maret 2013).
Askar. (2006). Potensi dan Kekuatan Kecerdasan Pada Manusia (IQ,EQ, SQ) dan
Kaitannya
Dengan
Wahyu.
Jurnal
Hunafa.
Vol.3
No.3
http://hunafa.stain-palu.ac.id/wp-content/uploads/2012/02/1-Askar.pdf
(Diakses 26 Oktober 2013).
Dharmayantie, E. (2010). Pengaruh Kecerdasan Kognitif dan Kecerdasan
Emosional Serta Kecerdasan Spiritual Terhadap Konflik PekerjaanKeluarga Serta Kinerja Karyawan Pada Bank BUMN di Pontianak.
Universitas Airlangga. Surabaya. Materi Kualifikasi.
Ditjen PP & PL Kemenkes RI. (2012). Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia.
Artikel.
http://spiritia.or.id/Stats/StatCurr.pdf (Diunduh 7 maret 2012).
Ghani, A & Ismail, A. (2007). Kecerdasan Emosi dan Keberkesanan Kepimpinan
Pengurus Pendidikan. Jurnal.
Goleman, D. (2001). Kecerdasan Emosional: Mengapa EI lebih penting dari IQ.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Hurlock, EB. (2000). Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan Sepanjang
Rentang Kehidupan. Jakarta : Erlangga.
Nursalam, MN dan Kurniawati , ND. (2013). Asuhan Keperawatan Pada Pasien
Terinfeksi HIV/AIDS. Jakarta: Salemba Medika.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2001). Deklarasi Komitmen Sidang
Umum PBB Tentang HIV/AIDS. Jakarta.
Syafputri, O. (2012). Penderita HIV/AIDS Di Kota Malang Meningkat Drastis.
http://www.antaranews.com/berita/297396/penderita-hivaids-di-malangmeningkat-drastis januari 2013 (diunduh 3 februari 2013).
Thony, B. (2003). The Power Of Spiritual Intelligence: Sepuluh Cara Menjadi
Orang yang Cerdas. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
14
UNAIDS. (2006). Overview of the global AIDS epidemic.
Artikel.
http://data.unaids.org/pub/GlobalReport/2006/2006_GR_CH02_en.pdf.
(Diunduh 12 Februari 2013).
Wahab, A dan Umiarso. (2011). Kepemimpinan Pendidikan dan Kecerdasan
Spiritual. Jogjakarta : Ar-Ruzz Media.
Zohar, D dan Marshall, I. (2000). Spiritual Intelligence The Ultimate Intelligence.
Bloomsberry, Great Britain.
Download