analisis pengaruh variabel makroekonomi terhadap reksadana

advertisement
ANALISIS PENGARUH VARIABEL MAKROEKONOMI
TERHADAP REKSADANA SYARIAH DI INDONESIA
OLEH:
KASYFURROHMAN ALI
H14080117
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
RINGKASAN
KASYFURROHMAN ALI. Analisis Pengaruh Variabel Makroekonomi Terhadap
Reksadana Syariah di Indonesia (dibimbing oleh IRFAN SYAUQI BEIK).
Kebangkitan industri keuangan syariah di tengah-tengah dominasi industri
keuangan konvensional yang mulai goyah akibat guncangan ekonomi global menjadi
suatu jawaban, sekaligus tantangan akan kebutuhan masyarakat dunia terhadap
industri keuangan yang stabil dan efisien. Pasar modal syariah merupakan salah satu
komponen industri keuangan syariah yang memiliki perkembangan yang sangat pesat
di Indonesia. Perannya yang sangat vital sebagai lembaga intermediasi keuangan
berbasis syariah dirasa sangat penting keberadaannya di Indonesia, yang notabene
sebagai negara berkembang, memiliki keterbatasan modal dalam penyediaan dana
pembangunan.
Reksadana Syariah merupakan instrumen pasar modal syariah pertama dan
perkembangannya sangat pesat hingga saat ini. Dengan berbagai kelebihan yang
dimilikinya, reksadana syariah merupakan salah satu alternatif bagi para investor
yang ingin menginvestasikan dananya di pasar modal syariah. Kemampuan reksadana
syariah untuk melibatkan masyarakat yang memiliki modal kecil dalam berinvestasi
merupakan keunikan tersendiri reksadana syariah, yang perlu didukung agar semakin
banyak masyarakat yang ingin berinvestasi pada pasar modal syariah melalui
reksadana syariah. Untuk itu maka perlu dikaji faktor-faktor apa saja yang
memengaruhi return investasi reksadana syariah agar semakin meningkat minat
investor untuk berinvestasi di reksadana syariah. Karena semakin tinggi minat
investor untuk menanamkan modal kapitalnya, maka akan semakin tinggi pula
tambahan kapital yang dapat digunakan untuk pembangunan perekonomian. Minat
investor untuk menanamkan modalnya di suatu negara tentunya akan didorong oleh
motif ekonomi dan non-ekonomi. Selain itu, juga kondisi makroekonomi sebuah
negara juga akan memengaruhi pilihan investor dalam menanamkan modalnya ( Lim
dalam Aufa, 2010). Dengan memfokuskan pada variabel makroekonomi, penelitian
ini akan menganalisis pengaruh variabel makroekonomi terhadap reksadana syariah
di Indonesia.
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini seluruhnya merupakan data
sekunder dalam bentuk bulanan yang diperoleh dari Statistik Ekonomi dan Keuangan
Indonesia Bank Indonesia (SEKI-BI), Badan Pusat Statistik (BPS), dan Badan
Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (BAPEPAM-LK) Kementerian
Keuangan Republik Indonesia. Data yang digunakan adalah data runtun waktu (time
series) bulanan dari Januari 2003 sampai dengan Desember 2011. Data yang
digunakan adalah data Nilai Aktiva Bersih (NAB) Reksadana Syariah, data SBI, data
SBIS, data nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, data Inflasi, data Indeks Harga
Saham Gabungan (IHSG), dan data Jakarta Islamic Index (JII). Metode pengolahan
data menggunakan Microsoft Excel 2007 dan Eviews 6, dan alat analisis yang
digunakan di dalam penelitian ini adalah VAR/VECM serta dilengkapi dengan
Impulse Response Function (IRF) dan Forecast Error Variance Decomposition
(FEVD).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada persamaan jangka pendek variabel
NAB reksadana syariah lag pertama dan kedua, SBI lag pertama dan kedua, SBIS lag
pertama, KURS lag pertama dan kedua, INF lag pertama dan kedua signifikan
berpengaruh terhadap NAB reksa dana syariah (NABRDS). Dalam jangka panjang
variabel SBI, SBIS, KURS, dan IHSG signifikan berpengaruh terhadap NABRDS.
Hasil IRF menunjukkan guncangan dari variabel makroekonomi yang digunakan
memberikan dampak terhadap NABRDS berupa peningkatan atau penurunan
NABRDS dengan mencapai kestabilan dengan rata-rata setelah melewati periode
kesepuluh. Hasil FEVD mengindikasikan bahwa inovasi di dalam NABRDS sangat
dipengaruhi oleh inovasi di dalam NABRDS itu sendiri dalam jangka pendek. Dalam
jangka panjang, variabel makroekonomi tersebut memiliki pengaruh yang cukup
signifikan walaupun tidak sebesar pengaruh inovasi di dalam NABRDS itu sendiri.
Variabel makroekonomi (SBI, SBIS, KURS, INF, IHSG, dan JII) yang
terbukti memiliki pengaruh di dalam penelitian ini memberikan rekomendasi bagi
pemerintah untuk dapat menjaga kestabilan indikator makroekonomi. Karena kondisi
makroekonomi yang kondusif dan stabil akan meningkatkan kepercayaan masyarakat
untuk berinvestasi.
ANALISIS PENGARUH VARIABEL MAKROEKONOMI
TERHADAP REKSA DANA SYARIAH DI INDONESIA
OLEH:
KASYFURROHMAN ALI
H14080117
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh,
Nama Mahasiswa
Nomor Induk Mahasiswa
Program Studi
Judul Skripsi
:
:
:
:
Kasyfurrohman Ali
H14080117
Ilmu Ekonomi
Analisis Pengaruh Variabel Makroekonomi
Terhadap Reksa Dana Syariah di Indonesia
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian
Bogor.
Menyetujui,
Dosen Pembimbing,
Dr. Irfan Syauqi Beik, M.Sc
NIP. 19790422 200604 1 002
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec
NIP. 19641022 198903 1 003
Tanggal Kelulusan:
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENARBENAR
HASIL
DIGUNAKAN
KARYA
SEBAGAI
SAYA
SKRIPSI
SENDIRI
ATAU
YANG
BELUM
KARYA
PERNAH
ILMIAH
PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Mei 2012
Kasyfurrohman Ali
H14080117
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Kasyfurrohman Ali, dilahirkan di Bogor pada tanggal 21
Oktober 1990. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara, dari pasangan
Bapak Muhibuddin Hady dan Ibu Lizanova. Penulis menjalani pendidikan di bangku
sekolah dasar dari tahun 1996 sampai dengan tahun 2002 SD Tugu Ibu Depok.
Selanjutnya meneruskan ke pendidikan menengah pertama dari tahun 2002 sampai
tahun 2005 di SMP Negeri 3 Depok. Setelah itu, penulis melanjutkan pendidikan
menengah atas di SMA Negeri 2 Depok dan lulus pada tahun 2008. Pada tahun 2008,
penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Nasional
Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) kemudian terdaftar sebagai mahasiswa
Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM) pada Program Studi Ilmu Ekonomi.
Selama menjadi mahasiswa, penulis mencoba mengaktualisasi diri bergabung dengan
Ikatan Mahasiswa Muslim TPB (IKMT) IPB di tahun pertama. Kemudian
HIPOTESA (Himpunan Profesi dan Peminat Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan)
sebagai wakil ketua bidang eksternal dan organisasi IMEPI (Ikatan Mahasiswa
Ekonomi Pembangunan Indonesia) sebagai anggota. Selain itu, penulis banyak aktif
di dalam kepanitiaan seperti Sportakuler 2009 dan 2010, Latihan Kepemimpinan dan
Organisasi (LKO) IMEPI Jabagbar 2010, Economics Contest 2010, dan kegiatan
kepanitiaan lainnya. Tahun 2011 penulis mendapatkan dana bantuan pengembangan
usaha Program Mahasiswa Wirausaha (PMW) DPKHA IPB.
i
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan Kehadirat Allah SWT, karena atas
berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.
Judul skripsi ini adalah “Analisis Pengaruh Variabel Makroekonomi Terhadap
Reksa Dana Syariah di Indonesia”. Reksadana Syariah merupakan salah satu
alternatif berinvestasi bagi masyarakat yang memiliki perkembangan yang sangat
pesat dewasa ini. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan
topik ini. Disamping hal tersebut, skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk
mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas
Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada berbagai
pihak yang telah memberikan bimbingan dan dukungan kepada penulis sehingga
skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik, khususnya kepada:
1. Dr. Irfan Syauqi Beik, M.Sc selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
memberikan bimbingan baik secara teknis, teoritis maupun moril dalam
proses penyusunan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik.
2. Dr. Idqan Fahmi, M.Ec selaku dosen penguji utama dalam sidang skripsi yang
telah
memberikan
kritik
dan
saran
yang
sangat
berharga
dalam
penyempurnaan skripsi ini.
3. Tanti Novianty, M.Sc selaku dosen penguji dari komisi pendidikan yang telah
memberikan kritik dan saran yang sangat berharga dalam penyempurnaan
skripsi ini.
ii
4. Para dosen, staf, dan seluruh civitas akademika Departemen Ilmu Ekonomi
FEM IPB yang telah memberikan ilmu dan bantuan kepada penulis selama
menjalani studi di Departemen Ilmu Ekonomi.
5. Kedua Orangtua tercinta Papa Muhibuddin Hady dan Mama Liza Nova,
adikku tersayang Farhani Lainufar, Kasyifah Ghommah, Muhammad Syahid
Farhan dan serta segenap keluarga besar, yang telah memberikan kasih
sayang, perhatian, motivasi, dukungan baik moril maupun material serta doa
bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
6. Sahabat-sahabat satu bimbingan Sylviana Dewi Harahap, Masyitha Mutiara
Ramadhan, Mustika Rini, dan Istiqomah atas dukungan, semangat, dan suka
dukanya selama proses menyelesaikan skripsi kita masing-masing.
7. Sahabat-sahabat Ilmu Ekonomi 45 atas kebersamaannya selama ini. Semangat
muda yang kelak akan memberikan perubahan besar bagi kemajuan negeri ini.
8. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam menyusun skripsi ini masih terdapat kekurangan,
karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki. Semoga karya kecil
ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Bogor, Mei 2012
Kasyfurrohman Ali
H14080117
iii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ...................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................. iii
DAFTAR TABEL........................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................ viii
I.
PENDAHULUAN ......................................................................................1
1.1. Latar Belakang ....................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah...............................................................................4
1.3. Tujuan Penelitian ................................................................................5
1.4. Manfaat Penelitian ..............................................................................6
II. TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................7
2.1. Investasi ..............................................................................................7
2.1.1. Pengertian dan Tujuan Investasi ........................................7
2.1.2. Investasi Dalam Perspektif Syariah ...................................8
2.2. Reksadana Syariah ........................................................................... 10
2.2.1. Pengertian Reksadana Syariah.........................................10
2.2.2. Bentuk Hukum Reksadana Syariah .................................16
2.2.3. Sifat Operasional Reksadana Syariah..............................17
2.2.4. Jenis Investasi Reksadana Syariah ..................................18
2.2.5. Ciri-Ciri Operasional Reksadana Syariah........................22
2.2.6. Mekanisme Kerja Reksadana Syariah .............................23
iv
2.2.7. Keuntungan dan Risiko Investasi Melalui Reksadana.....24
2.2.8. Nilai Aktiva Bersih Reksadana Syariah ..........................27
2.3. Variabel Makroekonomi yang Berpengaruh Terhadap NAB
Reksa Dana Syariah ........................................................................ 29
2.3.1. Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) ..................29
2.3.2. Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) .......................30
2.3.3. Nilai Tukar Uang .............................................................32
2.3.4. Inflasi ...............................................................................33
2.3.5. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)..........................35
2.3.6. Jakarta Islamic Index (JII) ..............................................37
2.4. Penelitian Terdahulu .........................................................................39
2.5. Kerangka Pemikiran Konseptual ......................................................45
2.6. Hipotesis Penelitian ..........................................................................48
III. METODE PENELITIAN .........................................................................49
3.1. Jenis dan Sumber Data ........................................................................49
3.2. Variabel dan Definisi Operasional ......................................................50
3.3. Metode Analisis dan Pengolahan Data ...............................................50
3.3.1. Vector Autoregressive (VAR) .................................................. 51
3.3.2. Vector Error Correction Model (VECM) ...................................58
3.3.3. Pengujian Pra Estimasi ...............................................................61
3.3.3.1. Uji Stasioneritas Data ...................................................61
3.3.3.2. Pemilihan Lag Optimum ...............................................64
3.3.3.3. Uji Stabilitas VAR .........................................................65
3.3.3.4. Uji Kointegrasi ..............................................................66
v
3.3.4. Uji Kausalitas Granger ...............................................................67
3.3.5. Innovation Accounting ...............................................................68
3.3.5.1. Impulse Response Function (IRF) ................................68
3.3.5.2. Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) .......69
3.4. Model Penelitian ................................................................................69
IV. GAMBARAN UMUM .............................................................................72
V. HASIL DAN PEMBAHASAN..................................................................78
5.1. Hasil Pra Estimasi ...............................................................................78
5.1.1. Uji Stasioneritas Data...............................................................78
5.1.2. Penentuan Lag Optimum .........................................................80
5.1.3. Uji Stabilitas VAR ...................................................................81
5.1.4. Uji Kointegrasi .........................................................................81
5.2. Hasil Uji Kausalitas Granger ..............................................................83
5.3. Hasil Estimasi VECM ........................................................................84
5.4. Innovation Accounting ........................................................................92
5.4.1. Impulse Response Function (IRF) ............................................92
5.4.2. Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) ..................98
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ..............................................................103
6.1. Kesimpulan .......................................................................................103
6.2. Saran..................................................................................................106
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................107
vi
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1. Jumlah (NAB) Reksa Dana Syariah dan Total Reksa Dana ........................... ..3
2. Sifat-Sifat Reksa Dana Syariah....................................................................... 18
3. Jenis-Jenis Reksa Dana ................................................................................... 20
4. Indikator Angka IHSG.................................................................................... 36
5. Ringkasan Hasil Penelitian Terdahulu............................................................ 44
6. Data yang Digunakan Dalam Penelitian ......................................................... 49
7. Uji Stasioneritas .............................................................................................. 79
8. Uji Lag Optimal Model NAB Reksa Dana Syariah........................................ 80
9. Uji Johanssen Trace Statistic Model NAB Reksa Dana Syariah ................... 82
10. Uji Kausalitas Granger Model NAB Reksa Dana Syariah ........................... 83
11. Hasil Estimasi VECM Model NAB Reksa Dana Syariah ............................ 85
12. Variance Decomposition Model NAB Reksa Dana Syariah ....................... 100
vii
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1. Ciri Operasional Reksa Dana Syariah ............................................................ 22
2. Kerangka Pemikiran Konseptual .................................................................... 46
3. Total NAB Reksa Dana Syariah Tahun 2011 Berdasarkan Jenis ................... 76
4. Respon NABRDS terhadap Guncangan Variabel Makroekonomi................. 98
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Hasil Uji Stasioneritas Variabel..................................................................... 112
2. Hasil Uji Optimum Lag ................................................................................. 117
3. Hasil Uji Stabilitas VAR................................................................................ 118
4. Hasil Uji Kointegrasi ..................................................................................... 119
5. Hasil Uji Kausalitas Granger ......................................................................... 120
6. Hasil Estimasi VECM.................................................................................... 122
7. Hasil Impulse Response Function (IRF) ........................................................ 125
8. Hasil Forecast Error Variance Decomposition (FEVD)............................... 126
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kebangkitan industri keuangan syariah di tengah-tengah dominasi industri
keuangan konvensional yang mulai goyah akibat guncangan ekonomi global menjadi
suatu jawaban, sekaligus tantangan akan kebutuhan masyarakat dunia terhadap
industri keuangan yang stabil dan efisien. Diawali pada industri perbankan dengan
didirikannya Nasser Social Bank di Kairo, Mesir yang berbasiskan syariah pada tahun
1971. Perkembangan perbankan dan lembaga keuangan syariah lainnya terus terjadi
di seluruh penjuru dunia, termasuk Indonesia.
Diawali dengan didirikannya Bank Muamalat Indonesia pada tahun 1991,
perkembangan keuangan syariah juga merambah ke sektor pasar modal Indonesia. Di
tengah krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997-1998, PT. Danareksa Investment
Management (DIM) menerbitkan instrumen pasar modal syariah yang pertama yaitu
Reksa Dana Syariah pada tahun 1997.
Reksadana Syariah merupakan salah satu alternatif berinvestasi bagi
masyarakat yang ingin menginvestasikan dananya pada pasar modal. Menurut UU
Pasar Modal No. 8 Tahun 1995, reksadana adalah wadah yang digunakan untuk
menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam
portofolio efek oleh manajer investasi. Efek yang dimaksud adalah saham, obligasi,
dan surat berharga lainnya. Reksadana dirancang sebagai sarana untuk menghimpun
dana dari masyarakat yang memiliki modal, mempunyai keinginan kuat untuk
2
melakukan investasi, namun hanya memiliki waktu dan pengetahuan yang terbatas
(Sutedi, 2011).
Secara prinsip, ada beberapa hal yang membedakan antara reksadana
konvensional dengan reksadana syariah. Di dalam mekanisme transaksinya,
reksadana syariah mengharamkan adanya unsur riba, spekulasi yang di dalamnya
mengandung gharar seperti najsy dan tindakan spekulasi lainnya. Selain itu, menurut
Firdaus dkk (2005), perbedaan paling mendasar antara reksadana konvensional
dengan reksadana syariah terletak pada proses screening dalam mengkonstruksi
portofolio. Proses screening tersebut berfungsi untuk mengeluarkan segala aktivitas
riba dan amoral lainnya.
Melihat perkembangannya dari tahun ke tahun, reksadana syariah apabila
dibandingkan dengan industri reksa dana secara keseluruhan ukurannya masih
tergolong sangat kecil. Pada tahun 2003, jumlah reksadana syariah yang tercatat baru
berjumlah empat perusahaan dengan nilai aktiva bersih (NAB) sebesar Rp 67 milyar
(Tabel 1), sangat kecil apabila dibandingkan dengan total reksadana yang ada yang
berjumlah 186 perusahaan dengan nilai aktiva bersih sebesar Rp 69,447 triliun (Tabel
1.1). Namun reksadana sendiri memiliki pertumbuhan yang sangat pesat setiap
tahunnya. Hingga awal tahun 2012, NAB reksadana syariah tercatat sebesar Rp 5,666
triliun (Tabel 1), atau tumbuh sebesar 8465 persen dibandingkan dengan nilai NAB
pada tahun 2003.
3
Tabel 1. Jumlah (NAB) Reksadana Syariah dan Total Reksadana
Tahun
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012*
Jumlah Reksadana
Perbandingan NAB (Rp. Miliar)
Syariah
4
11
17
23
26
36
46
48
50
50
Syariah
66,94
592,75
559,1
723,4
2.203,09
1.814,80
4.629,22
5.225,78
5.564,79
5.666,23
Total
186
246
328
403
473
567
610
612
646
652
Sumber : Bapepam & LK (2012), data diolah.
Total
69.447,00
104.037,00
29.405,73
51.620,08
92.190,63
74.065,81
112.983,35
149.087,37
168.236,89
168.568,77
Keterangan : (* : Januari 2012)
Semakin berkembangnya reksadana syariah menjadikan instrumen pasar
modal syariah lebih variatif dan lebih menjanjikan bagi para investor yang ingin
menginvestasikan modalnya di pasar modal syariah. Dengan potensi besar Indonesia
sebagai negara muslim terbesar di dunia seharusnya menjadikan Indonesia sebagai
salah satu pusat pengembangan industri keuangan berbasis syariah termasuk pasar
modal di dunia. Mengapa demikian, karena bagaimanapun secara faktual, pasar
modal telah menjadi financial nerve centre (saraf finansial dunia) dunia ekonomi
modern (Beik, 2003).
Dalam upaya strategik mengembangkan pasar modal dan industri keuangan
non bank berbasis syariah, penguatan regulasi, pengembangan dan penyetaraan
produk, serta peningkatan kualitas sumberdaya manusia menjadi suatu target program
Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (BAPEPAM-LK)
4
sebagaimana tertuang di dalam Master Plan Pasar Modal dan Industri Keuangan Non
Bank BAPEPAM-LK Tahun 2010-2014.
Untuk melihat perkembangan reksadana syariah direpresentasikan dengan
NAB. NAB merefleksikan total dana yang dikelola oleh manager investasi. Total
dana yang dikelola tersebut meliputi kas, saham, obligasi dan lainnya yang kemudian
dikurangi dengan kewajiban-kewajiban reksadana, seperti biaya manager investasi,
biaya manager kustodian, dan biaya operasional lainnya. Perubahan NAB reksadana
syariah diakibatkan oleh berbagai faktor yang memengaruhinya. Dalam beberapa
penelitian yang telah dilakukan, sebagai contoh penelitian Sjaputera (2005), bahwa
beberapa indikator makroekonomi diantaranya inflasi, kurs, dan JII memiliki
pengaruh terhadap NAB reksadana syariah. Oleh karena itu, dalam perspektif yang
lebih khusus, pengaruh variabel makroekonomi terhadap reksadana syariah inilah
yang akan menjadi fokus di dalam penelitian ini.
1.2. Rumusan Masalah
Dengan berbagai kelebihan yang dimilikinya, reksadana syariah merupakan
salah satu alternatif bagi para investor yang ingin menginvestasikan dananya di pasar
modal syariah. Kemampuan reksadana syariah untuk melibatkan masyarakat yang
memiliki modal kecil dalam berinvestasi merupakan keunikan tersendiri reksadana
syariah, yang perlu di dukung agar semakin banyak masyarakat yang ingin
berinvestasi pada pasar modal syariah melalui reksadana syariah. Kelebihan
reksadana syariah yang lainnya adalah adanya diversifikasi, yaitu investasi yang
5
mana manajer investasi tidak menempatkan seluruh dana yang dikelola di dalam satu
peluang investasi, dengan maksud membagi risiko (Huda dan Nasution, 2008).
Untuk itu maka perlu dikaji faktor-faktor apa saja yang memengaruhi
reksadana syariah agar semakin meningkat minat investor untuk berinvestasi di
reksadana syariah. Apabila semakin tinggi minat investor untuk menanamkan modal
kapitalnya, maka akan semakin tinggi pula tambahan kapital yang dapat digunakan
untuk pembangunan perekonomian. Minat investor untuk menanamkan modalnya di
suatu negara tentunya akan didorong oleh motif ekonomi dan non-ekonomi. Selain
itu, juga kondisi makroekonomi sebuah negara juga akan memengaruhi pilihan
investor dalam menanamkan modalnya ( Lim dalam Aufa, 2010). Dengan
memfokuskan pada variabel makroekonomi yang memengaruhi reksadana syariah di
Indonesia, permasalahan yang akan dibahas di dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Bagaimana perkembangan reksadana syariah di Indonesia selama periode
Januari 2003 sampai dengan Desember 2011?
2. Variabel makroekonomi apa dan seberapa besar pengaruhnya terhadap
reksadana syariah di Indonesia selama periode tahun 2003 hingga tahun 2011?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian permasalahan yang disampaikan di atas, maka tujuan dari
penelitian ini adalah sebagai berikut :
6
1. Menganalisis perkembangan reksadana syariah di Indonesia selama periode
Januari 2003 sampai dengan Desember 2011.
2. Menganalisis variabel-variabel makroekonomi dan besar pengaruhnya
terhadap reksadana syariah di Indonesia periode Januari 2003 sampai dengan
Desember 2011.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi
pemerintah, instansi-instansi terkait, masyarakat luas, pembaca, dan penulis pada
khususnya. Manfaat-manfaat tersebut diantaranya :
1. Pemerintah dapat menentukan kebijakan makroekonomi yang tepat yang
mampu mendorong industri reksadana syariah yang maju, stabil, dan berdaya
saing.
2. Membantu para investor dalam mengidentifikasi kondisi makroekonomi ke
depan dan memperoleh manfaat dari berinvestasi didalam reksadana syariah
demi meningkatkan keuntungan.
3. Sebagai
bahan
referensi
penelitian-penelitian
penelitian yang terkait dengan reksadana syariah.
selanjutnya,
khususnya
7
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Investasi
2.1.1. Pengertian dan Tujuan Investasi
Istilah investasi bisa berkaitan dengan berbagai macam aktivitas. Aktivitas
investasi yang umumnya dilakukan adalah menginvestasikan sejumlah dana pada
asset riil (tanah, emas, mesin, bangunan) maupun aset finansial (deposito , saham,
obligasi). Menurut Tandelilin (2001), investasi merupakan komitmen atau sejumlah
dana atau sumber daya lainnya yang dilakukan pada saat ini dengan tujuan
memperoleh sejumlah keuntungan di masa mendatang. Seorang investor membeli
sejumlah dana saat ini dengan harapan memperoleh keuntungan dari kenaikan harga
ataupun sejumlah dividen di masa yang akan datang sebagai imbalan atas waktu dan
resiko yang terkait dengan investasi tersebut.
Terdapat beberapa alasan mengapa seseorang melakukan investasi, antara lain
yaitu :
1. Untuk mendapat kehidupan yang lebih layak di masa mendatang
Seseorang yang bijaksana akan berpikir bagaimana meningkatkan taraf
hidupnya dari waktu ke waktu atau setidaknya berusaha mempertahankan
tingkat pendapatannya yang ada sekarang agar tidak berkurang di masa
mendatang.
8
2. Mengurangi tekanan inflasi
Dengan melakukan investasi dalam pemilikan perusahaan atau objek lain
dapat menghindarkan diri dari risiko penurunan nilai kekayaan atau harta
miliknya akibat adanya pengaruh inflasi.
3. Dorongan untuk menghemat pajak
Beberapa negara di dunia banyak melakukan kebijakan yang bersifat
mendorong tumbuhnya investasi di masyarakat melalui pemberian fasilitas
perpajakan kepada masyarakat yang melakukan investasi pada bidang usaha
tertentu.
2.1.2. Investasi Dalam Perspektif Syariah
Dalam Islam, semua kegiatan memiliki batasan-batasan yang tidak boleh
dilanggar. Batasan-batasan itu dinamakan prinsip dalam Islam. Dalam berinvestasi,
ada beberapa prinsip yang harus dipenuhi agar investasi yang dilakukan sesuai
dengan syariat Islam, yaitu :
1.
Halal
Investasi yang halal adalah syarat utama dalam syariat Islam. Ada lima unsur
yang dilarang dalam transaksi sehingga transaksi tersebut bisa dikategorikan
halal, diantaranya (Gozali, 2004):
a. Maysir (judi, spekulasi)
Transaksi yang termasuk mengandung unsur maysir bukan hanya praktek
perjudian yang sudah jelas, namun juga meliputi transaksi spekulatif di pasar
9
modal, transaksi jual-beli dengan berjangka (forward), spekulasi mata uang
asing, dan sebagainya.
b. Gharar (ketidakjelasan, transaksi yang tidak pasti)
Ketika terjadi transaksi jual-beli, harus jelas apa yang dijual dan berapa
harganya. Contoh yang jelas dari transaksi yang mengandung unsur gharar
adalah jual beli dengan sistem ijon, yaitu membeli hasil pertanian yang tidak
jelas kualitas maupun kuantitasnya. Petani diberi uang untuk semua hasil dari
perkebunannya sebelum panen. Sudah tentu pada saat itu tidak jelas kuantitas dan
kualitas hasil panennya. Unsur gharar ini juga sangat kental pada produk
asuransi konvensional.
c. Haram
Permasalahan yang sering ditemui dalam penentuan haram atau halalnya suatu
investasi adalah jika berinvestasi secara tidak langsung ke dalam produk
keuangan. Kita tidak mengetahui ke mana dana yang kita titipkan untuk
diinvestasikan iitu ditanamkan.
d. Riba (bunga)
Praktek riba ini tidak hanya terjadi di bank konvensional saja. Namun di
dalam kehidupan sehari-hari pun sering ditemui.
e. Bathil (tidak adil)
Seorang muslim dilarang untuk mengambil keuntungan dari sesama muslim
dengan cara yang bathil atau tidak adil, seperti menipu atau dengan
memanipulasi. Bukan hanya mengambil keuntungan dengan cara kriminal seperti
10
itu saja yang dilarang, bahkan dengan cara legal pun tetap tidak boleh dilakukan,
seperti menjual dengan harga yang sangat tinggi jauh di atas harga pasar.
2. Berkah
Keberkahan dapat diartikan sebagai kebaikan yang bertambah. Ini adalah
aspek keuntungan non-ekonomis dari suatu investasi. Ketenangan dan kepuasan
batin dapat menjadi salah satu bentuk berkah dari investasi.
3. Bertambah
Investasi berarti bertumbuh dan berkembang. Investasi yang dilakukan harus
dapat memberikan keuntungan bagi pemodalnya.
2.2. Reksadana Syariah
2.2.1. Pengertian Reksadana Syariah
Menurut Undang-Undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995, Pasal 1 ayat (27),
didefinisikan bahwa reksadana adalah wadah yang dipergunakan untuk menghimpun
dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek
oleh manajer investasi. UU tidak membedakan yang mana reksadana konvensional
dan yang mana reksadana dengan prinsip syariah. Fatwa Dewan Syariah Nasional
(DSN) Nomor: 20/DSN-MUI/IX/2000 tanggal 18 April 2000 tentang Pedoman
Pelaksanaan Investasi untuk Reksa Dana Syariah telah mendefinisikan tentang
reksadana syariah adalah reksadana yang beroperasi menurut ketentuan dan prinsip
syariah islam, baik dalam bentuk akad antara pemodal sebagai pemilik harta (shahib
al-mal/rabb al-mal) dengan manajer investasi sebagai wakil shahib al-mal, maupun
antara manajer investasi sebagai wakil shahib al-mal dengan pengguna investasi.
11
Berdasarkan hal tersebut, batasan untuk produk-produk yang dapat dijadikan
portofolio bagi reksadana syariah adalah produk-produk investasi sesuai dengan
ajaran islam.
Berdasarkan fatwa DSN-MUI Nomor 20/DSN-MUI/IV/2001 mengenai
Pedoman Pelaksanaan Investasi untuk Reksadana Syariah dan Nomor 40/DSNMUI/X/2003 mengenai Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah
di Bidang Pasar Modal, definisi reksadana syariah adalah reksadana yang beroperasi
menurut ketentuan dan prinsip syariah islam, baik dalam bentuk akad antara pemodal
sebagai pemilik harta (shahib al-mal/rabb al-mal) dengan manajer investasi, begitu
pula pengelolaan dana investasi sebagai wakil shahib al-mal, maupun antara manajer
investasi sebagai wakil shahib al-mal dengan pengguna investasi. Jadi reksadana
syariah mengandung pengertian sebagai reksadana yang pengelolaan dan kebijakan
investasinya mengacu kepada syariat islam. Reksadana syariah, misalnya tidak
diinvestasikan ke dalam saham-saham atau obligasi dari perusahaan yang pengelolaan
atau produknya bertentangan dengan syariat islam, misalnya pabrik makanan/
minuman yang mengandung alkohol, daging babi, rokok dan tembakau, jasa
keuangan konvensional, pertahanan dan persenjataan, serta bisnis hiburan yang
mengandung maksiat.
Menurut Fatwa DSN-MUI Nomor: 80/DSN-MUI/III/2011, terdapat 14 jenis
transaksi di pasar modal yang dilarang karena tidak sesuai dengan prinsip syariah.
Secara umum penjelasan 14 transaksi tersebut adalah sebagai berikut.
12
1. Front Running, yaitu tindakan anggota bursa efek yang melakukan transaksi
lebih dahulu atas suatu efek tertentu, atas dasar adanya informasi bahwa
nasabahnya akan melakukan transaksi dalam volume besar atas efek tersebut
yang diperkirakan mempengaruhi harga pasar, tujuannya untuk meraih
keuntungan atau mengurangi kerugian.
2. Misleading information (Informasi Menyesatkan), yaitu membuat pernyataan
atau memberikan keterangan yang secara material tidak benar atau
menyesatkan sehingga mempengaruhi harga efek di bursa efek.
3. Wash sale (Perdagangan semu yang tidak mengubah kepemilikan), yaitu
transaksi yang terjadi antara pihak pembeli dan penjual yang tidak
menimbulkan perubahan kepemilikan dan/atau manfaatnya (beneficiary of
ownership) atas transaksi saham tersebut. Tujuannya untuk membentuk harga
naik, turun atau tetap dengan memberi kesan seolah-olah harga terbentuk
melalui transaksi yang berkesan wajar. Selain itu juga untuk memberi kesan
bahwa efek tersebut aktif diperdagangkan.
4. Pre-arrange trade, yaitu transaksi yang terjadi melalui pemasangan order beli
dan jual pada rentang waktu yang hampir bersamaan yang terjadi karena
adanya perjanjian pembeli dan penjual sebelumnya. Tujuannya untuk
membentuk harga (naik, turun atau tetap) atau kepentingan lainnya baik di
dalam maupun di luar bursa.
13
5. Pump and Dump, yaitu aktivitas transaksi suatu efek diawali oleh pergerakan
harga uptrend, yang disebabkan oleh serangkaian transaksi inisiator beli yang
membentuk harga naik hingga mencapai level harga tertinggi. Setelah harga
mencapai level tertinggi, pihak-pihak yang berkepentingan terhadap kenaikan
harga yang telah terjadi, melakukan serangkaian transaksi inisiator jual
dengan volume yang signifikan dan dapat mendorong penurunan harga.
Tujuannya adalah menciptakan kesempatan untuk menjual dengan harga
tinggi agar memperoleh keuntungan.
6. Hype and Dump, yaitu aktivitas transaksi suatu efek yang diawali oleh
pergerakan harga uptrend yang disertai dengan adanya informasi positif yang
tidak benar, dilebih-lebihkan, misleading dan juga disebabkan oleh
serangkaian transaksi inisiator beli yang membentuk harga naik hingga
mencapai level harga tertinggi. Setelah harga mencapai level tertinggi, pihakpihak yang berkepentingan terhadap kenaikan harga yang telah terjadi,
melakukan serangkaian transaksi inisiator jual dengan volume yang signifikan
dan dapat mendorong penurunan harga. Pola transaksi tersebut mirip dengan
pola transaksi pump and dump, yang tujuannya menciptakan kesempatan
untuk menjual dengan harga tinggi agar memperoleh keuntungan.
7. Creating fake demand/supply (Permintaan/Penawaran Palsu), yaitu adanya 1
(satu) atau lebih pihak tertentu melakukan pemasangan order beli/jual pada
level harga terbaik, tetapi jika order beli/jual yang dipasang sudah mencapai
best price maka order tersebut di-delete atau diamond (baik dalam jumlahnya
14
dan/atau diturunkan level harganya) secara berulang kali. Tujuannya untuk
memberi kesan kepada pasar seolah-olah terdapat demand/supply yang tinggi
sehingga pasar terpengaruh untuk membeli/menjual.
8. Pooling interest, yaitu aktivitas transaksi atas suatu efek yang terkesan likuid,
baik disertai dengan pergerakan harga maupun tidak, pada suatu periode
tertentu dan hanya diramaikan sekelompok anggota bursa efek tertentu (dalam
pembelian maupun penjualan). Selain itu volume transaksi setiap harinya
dalam periode tersebut selalu dalam jumlah yang hampir sama dan/atau dalam
kurun periode tertentu aktivitas transaksinya tiba-tiba melonjak secara drastis.
Tujuannya menciptakan kesempatan untuk dapat menjual atau mengumpulkan
saham atau menjadikan aktivitas saham tertentu dapat dijadikan benchmark.
9. Cornering, yaitu pola transaksi ini terjadi pada saham dengan kepemilikan
publik yang sangat terbatas. Terdapat upaya dari pemegang saham mayoritas
untuk menciptakan supply semu yang menyebabkan harga menurun pada pagi
hari dan menyebabkan investor publik melakukan short selling. Kemudian
ada upaya pembelian yang dilakukan pemegang saham mayoritas hingga
menyebabkan harga meningkat pada sesi sore hari yang menyebabkan pelaku
short sell mengalami gagal serah atau mengalami kerugian karena harus
melakukan pembelian di harga yang lebih mahal.
10. Marking at the close (pembentukan harga penutupan), yaitu penempatan order
jual atau beli yang dilakukan di akhir hari perdagangan yang bertujuan
15
menciptakan harga penutupan sesuai dengan yang diinginkan, baik
menyebabkan harga ditutup meningkat, menurun ataupun tetap dibandingkan
harga penutupan sebelumnya.
11. Alternate trade, yaitu transaksi dari sekelompok anggota bursa tertentu
dengan peran sebagai pembeli dan penjual secara bergantian serta dilakukan
dengan volume yang berkesan wajar. Adapun harga yang diakibatkannya
dapat tetap, naik atau turun. Tujuannya untuk memberi kesan bahwa suatu
efek aktif diperdagangkan.
12. Insider Trading (Perdagangan Orang Dalam), yaitu kegiatan ilegal di
lingkungan pasar finansial untuk mencari keuntungan yang biasanya
dilakukan dengan cara memanfanfaatkan informasi internal, misalnya
rencana-rencana
atau
keputusan-keputusan
perusahaan
yang
belum
dipublikasikan.
13. Short Selling (bai’ al-maksyuf/jual kosong), yaitu suatu cara yang digunakan
dalam penjualan saham yang belum dimiliki dengan harga tinggi dengan
harapan akan membeli kembali pada saat harga turun.
14. Margin Trading (Transaksi dengan Pembiayaan), yaitu melakukan transaksi
atas efek dengan fasilitas pinjaman berbasis bunga (riba) atas kewajiban
penyelesaian pembelian Efek.
16
Salah satu tujuan dari reksadana syariah adalah memenuhi kebutuhan
kelompok investor yang ingin memperoleh pendapatan investasi dari sumber dan cara
yang bersih yang dapat dipertanggungjawabkan secara religius, serta sejalan dengan
prinsip-prinsip syariah. Dengan demikian, reksadana syariah adalah suatu wadah
yang digunakan oleh masyarakat untuk berinvestasi secara kolektif, dimana
pengelolaan dan kebijakan investasinya mengacu pada syariat islam.
2.2.2. Bentuk Hukum Reksadana Syariah
Di Indonesia, terdapat dua bentuk hukum reksadana, yaitu (Huda dan
Nasution, 2008) :
1. Reksadana Berbentuk Perseroan
Reksadana berbentuk perseroan (PT Reksadana) merupakan suatu perusahaan
(dalam hal ini perseroan terbatas) yang bergerak pada pengelolaan portofolio
investasi pada surat-surat berharga yang tersedia di pasar investasi. Dari kegiatan
tersebut PT Reksadana akan memperoleh keuntungan dalam bentuk peningkatan
nilai aset perusahaan (sekaligus nilai sahamnya), yang kemudian juga akan dapat
dinikmati oleh para investor yang memiliki saham pada perusahaan tersebut
2. Reksadana Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif (KIK)
Reksadana kontrak investasi kolektif adalah kontrak yang dibuat antara
manajer investasi dan bank kustodian yang juga mengikat pemegang unit
penyertaan sebagai investor. Melalui kontrak ini manajer investasi diberi
17
wewenang untuk mengelola portofolio kolektif dan bank kustodian diberi
wewenang untuk melaksanakan investasi penitipan dan administrasi investasi
kolektif. Fungsi dari kontrak investasi kolektif sama halnya dengan anggaran
dasar dan anggaran rumah tangga dalam suatu perusahaan.
2.2.3. Sifat Operasional Reksadana Syariah
Berdasarkan sifat operasionalnya, reksadana dapat dibedakan menjadi
reksadana terbuka (open-end) dan reksa dana tertutup (closed-end) (Huda dan
Nasution, 2008). Beberapa perbedaan keduanya dapat dijelaskan sebagai berikut.
Reksadana tertutup menjual sahamnya melalui penawaran umum untuk selanjutnya
dicatatkan pada bursa efek. Investor tidak dapat menjual kembali saham yang
dimilikinya kepada reksa dana melainkan kepada investor lain melalui pasar bursa
dimana harga jual belinya ditentukan oleh mekanisme bursa.
Sementara itu, reksadana terbuka menjual saham atau unit penyertaannya
secara terus menerus selama ada investor yang ingin membeli. Saham ini tidak perlu
dicatatkan pada bursa efek dan harganya ditentukan didaparkan pada NAB per saham
yang dihitung oleh bank kustodian. Pada dasarnya reksadana berbentuk perseroan
dapat beroperasi secara terbuka maupun tertutup, sedangkan reksadana berbentuk
KIK hanya dapat beroperasi secara terbuka.
18
Tabel 2. Sifat-Sifat Reksadana Syariah
Tercatat
di
Jenis
Bentuk
Satuan
Penawaran Bursa
Transaksi
Investasi
Umum
Penawaran Umum
Efek
Perseroan
Tertutup Terbatas (PT)
Antara
Saham
Ya
Ya
Terbuka
investor
melalui pialang
Investor
Perseroan
Setelah
dengan
PMI/Bank
Terbatas (PT)
Saham
Ya
Kontrak
Unit
Investor
Investasi
Penyertaan
PMI/Bank
Kolektif (KIK)
(UP)
Tidak
Tidak
Tidak
Kustodian
dengan
Kustodian
Sumber : Firdaus dkk, 2005
2.2.4. Jenis Investasi Reksadana Syariah
Berdasarkan jenisnya investasi reksadana terbagi menjadi empat kategori,
yaitu (Huda dan Nasution, 2008) :
1. Reksadana Pasar Uang (Money Market Fund/MMF)
Reksadana pasar uang adalah reksadana yang melakukan investasi 100 persen
pada efek pasar uang, yaitu efek-efek utang yang berjangka kurang dari satu
tahun. Umumnya instrumen atau efek yang masuk dalam kategori ini meliputi
deposito, SBI, obligasi, serta efek utang lainnya dengan jatuh tempo kurang dari
satu tahun. Reksadana pasar uang merupakan reksadana dengan tingkat resiko
19
paling rendah dan cocok untuk investor yang ingin menginvestasikan dananya
dalam jangka pendek (kurang dari satu tahun).
2. Reksadana Pendapatan Tetap (Fixed Income Funds/FIF)
Reksadana pendapatan tetap merupakan reksadana yang melakukan investasi
sekurang-kurangnya 80 persen dari portofolio yang dikelola ke dalam efek
bersifat utang, seperti obligasi dan surat utang lainnya. Sedangkan 20 persen dari
dana yang dikelola dapat diinvestasikan pada instrumen lainnya. Reksadana jenis
ini memiliki resiko yang relatif lebih besar dari reksadana pasar uang dengan
tujuan investasi untuk menghasilkan return yang stabil.
3. Reksadana Saham (Equity Fund/EF)
Reksadana saham merupakan reksadana yang melakukan investasi sekurangkurangnya 80 persen dari portofolio yang dikelola ke dalam efek bersifat ekuitas
(saham). Sedangkan 20 persen dari dana yang dikelola dapat diinvestasikan pada
instrumen lainnya. Reksadana jenis ini memiliki resiko yang paling tinggi
dibandingkan reksadana jenis lain. Berbeda dengan efek pendapatan tetap seperti
deposito atau obligasi, dimana investor lebih berorientasi pada pendapatan bunga.
Efek saham umumnya memberikan potensi hasil yang lebih tinggi berupa capital
gain melalui pertumbuhan harga-harga saham. Selain hasil dari capital gain, efek
saham juga memberikan hasil lain berupa dividen.
20
4. Reksadana Campuran (Balance fund/BF)
Tidak seperti MMF/FIF, dan EF yang memiliki batasan alokasi investasi yang
boleh dilakukan, reksadana campuran dapat melakukan investasinya baik pada
efek utang maupun pada ekuitas dan porsi alokasi yang lebih fleksibel. Reksadana
campuran dapat diartikan
reksadana yang melakukan investasi dalam efek
ekuitas dan efek utang yang perbandingannya (alokasi) tidak termasuk dalam
ketegori FIF.
Tabel 3. Jenis-Jenis Reksadana
Potensi Hasil
Jenis
Alokasi Investasi dari Seluruh Dana dan
Reksadana
yang Terkumpul
Resiko Jangka
Investasi
yang Disarankan
Pendek,
Pasar Uang
100 Persen Efek Pasar Uang
Rendah
Pendapatan
Tetap
Sedang
Kombinasi Efek Hutang dan Efek
Saham
Minimal 80 Persen Efek Saham
1
Tahun
1-3
Tahun
Menengah-
Sedang/Tinggi Panjang
Panjang,
Saham
<
Menengah,
Minimal 80 Persen Efek Hutang
Campuran
Waktu
Tinggi
>
Tahun
Sumber : Pratomo, 2008
Perkembangan terakhir, Bapepam mengeluarkan aturan terbaru terkait dengan
jenis-jenis reksadana yang sedikit berbeda dari reksadana yang selama ini beredar.
Reksadana tersebut, seperti Reksadana Terproteksi, Reksadana Indeks, dan
3
21
Reksadana dengan Penjaminan. Sekilas mengenai ketiga reksadana tersebut adalah
sebagai berikut :
1. Reksadana Terproteksi (Capital Protected Fund)
Jenisnya reksadana pendapatan tetap, namun manajer investasi memberikan
perlindungan terhadap investasi awal investor sehingga nilainya tidak berkurang
saat jatuh tempo. Sebagian besar dana yang dikelola akan dimasukkan pada efek
bersifat utang yang pada saat jatuh tempo sekurangnya dapat menutup nilai yang
diproteksi. Sisanya diinvestasikan kepada efek lain, sehingga investor masih
memiliki peluang memperoleh peningkatan NAB (Nilai Aktiva Bersih).
2. Reksadana dengan Penjaminan (Guaranted Fund)
Reksadana ini menjamin bahwa investor sekurangnya akan menerima sebesar
nilai investasi awal pada saat jatuh tempo, sepanjang persyaratannya dipenuhi.
Jaminan ini diberikan lembaga penjamin berdasarkan kontrak lembaga itu dengan
manajer investasi dan bank kustodian. (bank yang mewakili kepentingan investor
untuk mengawasi ketaatan manajer investasi). Manajer investasi wajib
menginvestasikan sekurang-kurangnya 80 persen daripada efek bersifat utang
yang masuk kategori layak investasi.
22
3. Reksadana Indeks
Portofolio reksa dana terdiri atas efek-efek yang menjadi bagian dari indeks
acuan. Manajer investasi wajib menginvestasikan minimal 80 persen dari NAB
pada sekurangnya 80 persen efek yang menjadi bagian indeks acuan.
2.2.5 Ciri-Ciri Operasional Reksadana Syariah
Dewan Syariah
Investor
Penghasilan
Perusahaan
Mudharabah
(Bagi Hasil)
Jenis Usaha (Tidak
Bertentangan dengan
Syariah Islam)
Gambar 1. Ciri Operasional Reksa Dana Syariah
Sumber : Firdaus dkk, 2005
Reksadana Syariah memiliki perbedaan dengan Reksadana Konvensional.
Ciri-ciri operasional Reksadana Syariah, di antaranya (Firdaus dkk, 2005) :
1. Mempunyai Dewan Syariah yang bertugas memberikan arahan kegiatan
Manajer Investasi (MI) agar senantiasa sesuai dengan syariah Islam.
23
2. Hubungan antara investor dan perusahaan
didasarkan pada sistem
mudharabah, dimana satu pihak menyediakan 100 persen modal (investor),
sedangkan satu pihak lagi sebagai pengelola (Manajer Investasi).
3. Kegiatan usaha atau investasinya diarahkan pada hal-hal yang tidak
bertentangan dengah syariah Islam.
2.2.6 Mekanisme Kerja Reksadana
Perbedaan paling mendasar antara reksadana konvensional dan reksadana
syariah adalah terletak pada proses screening dalam mengkonstruksi portofolio.
Filterisasi menurut prinsip syariah adalah mengeluarkan saham-saham yang memiliki
aktivitas haram seperti riba, gharar, minuman keras, judi, daging babi, rokok, dan lain
sebagainya. Di samping itu, proses filterisasi juga dilakukan dengan cara
membersihkan pendapatan yang dianggap diperoleh dari kegiatan haram dan
membersihkannya dengan cara charity.
Dalam mekanisme kerja yang terjadi di reksadana ada tiga pihak yang terlibat
dalam pengelolaan dana, yaitu (Firdaus dkk, 2005) :
1. Manajer Investasi sebagai pengelola investasi. Manajer investasi ini
bertanggung-jawab atas kegiatan investasi, yang meliputi analisa dan
pemilihan
memonitor
jenis
pasar
investasi,
investasi,
mengambil
dan
keputusan-keputusan
melakukan
investasi,
tindakan-tindakan
yang
dibutuhkan untuk kepentingan investor.
2. Bank kustodian adalah bagian dari kegiatan usaha suatu bank yang bertindak
sebagai penyimpan kekayaan (safe keeper) serta administrator reksadana.
24
Dana yang terkumpul dari sekian banyak investor bukan merupakan bagian
dari kekayaan menajer investasi maupun bank kustodian, tetapi milik para
investor yang disimpan atas nama reksadana di bank kustodian. Baik manajer
investasi maupun bank kustodian yang akan melakukan kegiatan ini terlebih
dahulu harus mendapat ijin dari Bapepam.
3.
Pelaku (perantara) di pasar modal (broker, underwriter) maupun di pasar
uang (bank) dan pengawas yang dilakukan oleh Bapepam.
2.2.7.Keuntungan Dan Risiko Investasi Melalui Reksadana
Pada dasarnya setiap kegiatan investasi mengandung dua unsur, yaitu
keuntungan dan resiko. Berikut ini terdapat beberapa keuntungan dalam berinvestasi
melalui reksadana (Huda dan Nasution, 2008):
1. Tingkat Likuiditas Yang Baik
Yang dimaksud dengan likuiditas disini adalah kemampuan untuk mengelola
uang masuk dan keluar dari reksadana. Dalam hal ini yang paling sesuai adalah
reksadana untuk saham-saham yang telah dicatatkan di bursa dimana transaksi
terjadi setiap hari, tidak seperti deposito berjangka atau sertifikat deposito periode
tertentu. Selain itu, pemodal dapat mencairkan kembali saham/ unit penyertaan
setiap saat sesuai dengan ketetapan yang dibuat masing-masing reksadana
sehingga memudahkan investor untuk mengelola kasnya.
25
2. Manajer Profesional
Reksadana dikelola oleh manajer investasi yang andal, ia mencari peluang
investasi yang paling baik untuk reksa dana tersebut. Pada prinsipnya, manajer
investasi bekerja keras untuk meneliti ribuan peluang investasi bagi pemegang
saham/ unit reksadana. Sedangkan pilihan investasi itu sendiri dipengaruhi oleh
tujuan investasi dari reksadana tersebut.
3. Diversifikasi
Diversifikasi adalah istilah investasi dimana anda tidak menempatkan seluruh
dana anda di dalam satu peluang investasi saja, dengan maksud membagi risiko.
Manajer investasi memilih berbagai macam saham, sehingga kinerja satu saham
tidak akan memengaruhi seluruh kinerja reksadana. Pada umumnya, reksadana
mempunyai kurang lebih 30 sampai 60 jenis saham dari berbagai perusahaan.
Bandingkan jika membeli saham secara langsung, investor mungkin hanya
dapat membeli satu jenis saham saja, nilai dari portofolionya tentu akan sangat
bergantung pada kinerja harga saham tersebut. Jika kinerjanya baik, investor akan
mendapatkan keuntungan, tetapi jika harga saham tersebut jatuh, investor akan
mendapatkan kerugian yang persentasenya sebesar investasi yang dikeluarkan.
Diversifikasi memberikan keseimbangan dengan memberikan batasan maksimum
atas investasi pada suatu jenis saham.
26
4. Biaya Rendah
Reksadana merupakan kumpulan dana dari banyak investor sehingga besarnya
kemampuan melakukan investasi akan menghasilkan biaya transaksi yang murah.
Di samping keuntungan-keuntungan dalam berinvestasi melalui reksa dana,
terdapat juga beberapa risiko dalam melakukan investasi melalui reksa dana, yaitu :
1. Risiko Perubahan Kondisi Ekonomi dan Politik
Sistem ekonomi terbuka yang dianut oleh Indonesia sangat rentan terhadap
perubahan ekonomi internasional. Perubahan kondisi perekonomian dan politik di
dalam maupun di luar negeri atau peraturan khususnya di bidang pasar uang dan
pasar modal merupakan faktor yang dapat memengaruhi kinerja perusahaanperusahaan di Indonesia, termasuk perusahaan-perusahaan yang tercatat di Bursa
Efek Indonesia (BEI), yang secara tidak langsung akan memengaruhi kinerja
portofolio reksadana.
2. Risiko Berkurangnya Nilai Unit Penyertaan
Nilai unit penyertaan reksadana dapat berfluktuasi akibat kenaikan atau
penurunan nilai aktiva bersih reksadana. Penurunan dapat disebabkan oleh, antara
lain :
a.
Perubahan harga efek ekuitas dan efek lainnya.
b.
Biaya-biaya yang dikenakan setiap kali pemodal melakukan pembelian
dan penjualan.
27
3. Risiko Wanprestasi oleh Para Pihak Terkait
Risiko ini dapat terjadi apabila rekan usaha manajer investasi gagal memenuhi
kewajibannya. Rekan usaha dapat termasuk tetapi tidak terbatas pada emiten,
pialang, bank kustodian, dan agen penjual.
4. Risiko Likuiditas
Penjualan kembali (pelunasan) tergantung pada likuiditas dari portofolio atau
kemampuan dari manajer investasi untuk membeli kembali (melunasi) dengan
menyediakan uang tunai.
5. Risiko Kehilangan Kesempatan Transaksi Investasi Pada Saat Pengajuan
Klaim Asuransi
Dalam hal terjadinya kerusakan atau kehilangan atas surat-surat berharga dan
aset reksadana yang disimpan di bank kustodian, bank kustodian dilindungi oleh
asuransi yang akan menanggung biaya penggantian surat-surat berharga tersebut.
Selama tenggang waktu penggantian tersebut, manajer investasi tidak dapat
melakukan transaksi investasi atas surat-surat berharga tersebut. Kehilangan
kesempatan melakukan transaksi investasi ini dapat berpengaruh terhadap nilai
aktiva bersih per unit penyertaan.
2.2.8. Nilai Aktiva Bersih Reksadana Syariah
Konsep Nilai Aktiva Bersih (NAB) adalah nilai aktiva reksadana setelah
dikurangi nilai kewajiban reksa dana tersebut. (Rahardjo, 2004) NAB merupakan
28
total nilai investasi dan kas yang dipegang (uninvested) dikurangi dengan biaya-biaya
hutang dari kegiatan operasional yang harus dibayarkan. Besarnya NAB bisa
berfluktuasi setiap hari, tergantung pada perubahan nilai efek dari portofolio.
Meningkatnya NAB mengindikasikan naiknya nilai investasi pemegang saham atau
Unit Penyertaan. Begitu juga sebaliknya, menurunnya NAB berarti berkurangnya
nilai investasi pemegang Unit Penyertaan atau saham (Firdaus dkk, 2005).
NABt = (NPWt - LIABt)
NSOt
…………………………………………………. (2.1)
dimana :
NABt = Nilai Aktiva Bersih pada waktu t
NPWt = nilai pasar wajar dari aset pada waktu t
LIABt = kewajiban yang dimiliki oleh reksadana pada waktu t
NSOt = jumlah unit penyertaan yang beredar pada waktu t
Bagi investor, NAB/unit memiliki beberapa fungsi, antara lain (Pratomo,
2008) :
1. Sebagai harga beli/jual pada saat investor membeli/menjual unit penyertaan
suatu reksadana.
2. Sebagai indikator hasil (untung/rugi) investasi yang dilakukan di reksadana
dan penentu nilai investasi yang kita miliki pada suatu saat.
3. Sebagai sarana untuk mengetahui kinerja historis reksadana yang dimiliki
investor.
4. Sebagai sarana untuk membandingkan kinerja historis reksadana yang satu
dengan reksadana yang lain.
29
NAB/unit dihitung oleh Bank Kustodian dan diumumkan kepada publik setiap
hari kerja melalui harian bisnis. Bank Kustodian menghitung pertumbuhan NAB
berdasar nilai pasar wajar dari portofolio yang ada. Dengan demikian NAB/unit
menunjukkan seberapa besar aset yang mendukung NAB/unit reksadana.
2.3. Variabel Makroekonomi yang Berpengaruh Terhadap NAB Reksadana
Syariah
Sebenarnya hingga saat ini belum terdapat teori yang jelas mengenai
hubungan antara variabel makroekonomi dengan NAB reksadana syariah. Namun
menurut Dornbusch dan Fischer (1994), terdapat keseimbangan dalam pasar aset
(Assets Markets) sehingga dapat dilihat hubungan antara variabel makroekonomi
tersebut dengan NAB reksadana syariah. Pasar aset adalah pasar dimana terdapat
transaksi perdagangan aset yang terdiri dari uang, obligasi, dan saham dan bentuk
kekayaan lainnya. Variabel makroekonomi memiliki hubungan yang erat dengan
pasar aset sehingga bila terdapat fluktuasi keadaan moneter pasti akan menyebabkan
fluktuasi pasar aset. Oleh karena itu, dapat dilihat adanya pengaruh variabel
makroekonomi terhadap NAB reksadana syariah.
2.3.1. Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
Berdasarkan surat edaran Bank Indonesia No.8/13/DPM tentang penerbitan
Sertifikat Bank Indonesia melalui lelang, Sertifikat Bank Indonesia yang selanjutnya
disebut SBI adalah surat berharga dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh
Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek dengan sistem
30
diskonto/bunga. SBI merupakan salah satu mekanisme yang digunakan Bank
Indonesia untuk mengontrol kestabilan nilai rupiah. Tujuannya diterbitkannya SBI
adalah agar Bank Indonesia dapat menyerap kelebihan uang primer yang beredar.
Tingkat bunga yang berlaku pada setiap penjualan SBI ditentukan oleh mekanisme
pasar berdasarkan sistem lelang. Sejak awal Juli 2005 BI menggunakan mekanisme
“BI Rate” (suku bunga SBI), yaitu BI mengumumkan target suku bunga SBI yang
diinginkan BI untuk pelelangan pada masa periode tertentu. BI Rate inilah yang
kemudian yang digunakan sebagai acuan para pelaku pasar dalam mengikuti
pelelangan.
Umumnya suku bunga SBI berhubungan negatif dengan Nilai Aktiva Bersih
(NAB) reksadana syariah . Bila pemerintah mengumumkan suku bunga akan naik
maka investor akan menjual unit penyertaannya dan menggantikannya dengan
instrumen berpendapatan tetap seperti tabungan atau deposito. Kaitan antara suku
bunga dan NAB reksadana syariah dikemukakan oleh Sjaputera (2005) yang
menyimpulkan bahwa suku bunga SBI dapat berpengaruh negatif terhadap NAB
reksadana
syariah.
Penelitian
lain
yang
dilakukan
oleh
Sylviana
(2006)
menyimpulkan hal yang berbeda, bahwa SBI berpengaruh positif dengan NAB
reksadana syariah.
2.3.2. Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)
Instrumen bagi bank syariah yang kurang lebih sepadan dengan SBI adalah
Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) yang semenjak bulan April tahun 2008
31
berubah nama menjadi Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS). SWBI adalah surat
pengakuan hutang yang ditetapkan BI sebagai pengakuan BI memiliki hutang kepada
perusahaan atau bank. Wadiah merupakan akad perjanjian simpan-menyimpan
(titipan) barang antara pemilik barang dengan seseorang atau institusi yang diberi
kepercayaan (trust). Wadiah merupakan perjanjian penitipan dana antara pemilik
dana dengan pihak yang dipercaya untuk menjaga dana titipan tersebut. Sertifikat
Wadiah Bank Indonesia adalah sertifikat yang diterbitkan diterbitkan oleh BI sebagai
bukti penitipan dana berjangka pendek dengan prinsip wadiah (Bank Indonesia,
2003).
SWBI merupakan instrumen SBI bagi perbankan syariah. Namun SWBI yang
diterbitkan oleh BI tidak memberikan bunga dan sama sekali tidak menjanjikan
adanya pemberian imbalan apapun, baik bonus maupun dalam bentuk lain yang
bersifat benefit kepada bank syariah yang menempatkan dananya di SWBI. SWBI
adalah sejenis pengumpulan dana jangka pendek tabungan di BI untuk periode satu
minggu, dua minggu, dan satu bulan yang dihitung per hari dan return on investmentnya berdasarkan PUAS (Bank Indonesia, 2000).
SWBI berbeda dengan SBI yang dijadikan investasi oleh perbankan
konvensional. Jika SBI memakai bunga satu atau tiga bulanan, SWBI memakai
sistem bagi hasil dengan pemberian bonus dari sejumlah dana yang ditanamkan
perbankan syariah (MUI, 2003). Dalam SWBI tidak harus ada kesepakatan dengan
bank yang menempatkan dananya. BI biasanya memberikan bonus atau SWBI yang
dikelolanya. BI akan memberikan bonus jika pada saat bank syariah menempatkan
32
dananya di SWBI terjadi transaksi di pasar syariah. jika tidak terjadi transaksi, maka
BI akan memberikan bonus dengan mengacu pada rata-rata nisbah pada simpanan
bank syariah. perbedaan lain SBI dengan SWBI adalah sifat SWBI yang hanya
berjangka maksimum satu bulan, sedangkan SBI ada yang berjangka satu bulan dan
tiga bulan.
Sejak bulan April 2008, SWBI berubah nama menjadi SBIS dengan
menggunakan prinsip jualah, yaitu akad ijarah dimana besaran imbalan yang
diberikan berdasarkan pada kinerja dari barang yang dititipkan.
Umumnya suku bunga SBIS berhubungan negatif dengan Nilai Aktiva Bersih
(NAB) reksadana syariah . Bila pemerintah mengumumkan suku bunga SBIS akan
naik maka investor akan menjual unit penyertaannya dan memilih untuk berinvestasi
melalui SBIS. Kaitan antara suku bunga dan NAB reksa dana syariah dikemukakan
oleh Putratama (2007) dan Arisandi (2009) yang menyimpulkan bahwa suku bunga
SBIS dapat berpengaruh negatif terhadap NAB reksadana syariah.
2.3.3. Nilai Tukar Uang
Menurut Mankiw (2005), nilai tukar (exchange rate) atau dikenal juga dengan
istilah kurs adalah tingkat harga yang disepakati penduduk kedua negara untuk saling
melakukan perdagangan. Para ekonom membedakan kurs menjadi dua yaitu kurs
nominal dan kurs riil. Kurs nominal adalah harga relatif dari mata uang dua negara.
Sedangkan kurs riil adalah harga relatif dari barang-barang diantara dua negara. Jika
diformulasikan kursIDR/USD artinya rupiah yang diperlukan untuk membeli satu US
33
dollar. Apabila kurs menguat maka berarti rupiah mengalami apresiasi. Sedangkan
jika kurs melemah artinya rupiah mengalami depresiasi.
Perubahan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS sangat berpengaruh terhadap
NAB reksadana syariah. Peningkatan (Depresiasi) nilai tukar rupiah terhadap dollar
AS menandakan bahwa semakin murah harga rupiah terhadap mata uang asing
khususnya dollar AS sehingga terjadi aliran modal masuk (capital inflow) ke
Indonesia akibat meningkatnya permintaan akan rupiah. Capital Inflow kemudian
akan meningkatkan NAB reksa dana syariah.
Beberapa bukti empiris mengenai pengaruh nilai tukar rupiah terhadap dollar
AS terhadap NAB reksadana syariah menunjukkan bahwa nilai tukar rupiah terhadap
dollar AS memiliki pengaruh yang positif terhadap NAB reksadana syariah.
Penelitian Aroem (2005), Sjaputera (2005), Sylviana (2006), Putratama (2007), dan
Arisandi (2009) menunjukkan bahwa nilai tukar rupiah terhadap dollar AS memiliki
hubungan positif dengan NAB reksadana syariah.
2.3.4. Inflasi
Inflasi adalah peningkatan dalam seluruh tingkat harga (Mankiw, 2005).
Kadang-kadang kenaikan harga ini berlangsung terus-menerus dan berkepanjangan.
Menurut Friedman dalam Mankiw (2005), inflasi adalah suatu fenomena moneter
yang terjadi dimanapun. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat
disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas (atau menyebabkan kenaikan) kepada
34
barang lainnya (Mankiw, 2005). Adapun indikator yang sering digunakan dalam
mengukur tingkat inflasi adalah sebagai berikut.
1. Indeks Harga Konsumen (IHK) atau Consumer Price Index (CPI) merupakan
indikator yang umum digunakan untuk menggambarkan pergerakan harga.
Perubahan IHK dari waktu ke waktu menunjukkan pergerakan harga dari
paket barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat.
2. Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) merupakan indikator yang
menggambarkan
pergerakkan
harga
dari
komoditi-komoditi
yang
diperdagangkan di suatu daerah.
3. Produk Domestik Bruto (PDB) menggambarkan pengukuran level harga
barang akhir (final goods) dan jasa yang diproduksi didalam suatu ekonomi
(negara). Deflator PBD dihasilkan dengan membagi PDB atas dasar harga
nominal dengan PDB atas harga konstan.
Inflasi dapat memiliki dampak positif dan negatif terhadap NAB reksadana
syariah. Putratama (2007) mengatakan bahwa tingkat inflasi berpengaruh negatif
terhadap NAB reksadana syariah jika dampak inflasi mengurangi konsumsi dan daya
beli masyarakat. Selain itu, inflasi juga dapat berpengaruh positif jika penyebab
inflasi adalah sektor moneter yang mencakup jumlah uang beredar, seperti yang
dikatakan oleh Arisandi (2009).
35
2.3.5. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
Secara sederhana, indeks harga adalah suatu angka yang digunakan untuk
membandingkan suatu peristiwa dengan suatu peristiwa lainnya. Demikian juga
dengan indeks harga saham, indeks disini akan membandingkan perubahan harga
saham dari waktu ke waktu, apakah suatu harga saham mengalami penurunan atau
kenaikan dibandingkan dengan suatu waktu tertentu.
Menurut Widoatmodjo (2009), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
menunjukkan pergerakkan harga saham secara umum yang tercatat di bursa efek.
Indeks inilah yang paling banyak digunakan dan dipakai sebagai acuan tentang
perkembangan kegiatan di pasar modal. IHSG dapat digunakan untuk menilai suatu
situasi pasar secara umum atau mengukur apakah harga saham mengalami kenaikan
atau penurunan. IHSG melihat seluruh harga saham yang tercatat di bursa.
Untuk perhitungan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ini, kita harus
menjumlahkan seluruh harga saham yang tercatat. Rumus untuk menghitung IHSG
adalah sebagai berikut:
IHSG =
∑ Ht X 100%
∑ Ho
dimana:
∑ Ht
= Total harga semua saham pada waktu yang berlaku
∑ Ho =
Total harga semua saham pada tahun dasar
(2.2)
36
Dari angka indeks inilah kita dapat melihat apakah kondisi pasar sedang
ramai, lesu, atau dalam keadaan stabil. Jika angka IHSG menunjukkan angka diatas
100 berarti kondisi pasar sedang ramai, sedangkan pada saat IHSG menunjukkan di
bawah 100 berarti pasar sedang lesu. Namun jika IHSG menunjukkan angka 100
maka pasar dikatakan stabil. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4. Indikator Angka IHSG
Indikator Angka IHSG
Keterangan
Angka IHSG > 100
Ramai
Angka IHSG < 100
Lesu
Angka IHSG = 100
Stabil
Sumber: Widoatmodjo (2009), data diolah
Umumnya IHSG berhubungan negatif dengan Nilai Aktiva Bersih (NAB)
reksadana syariah . Peningkatan IHSG mencerminkan kinerja perusahaan di pasar
modal konvensional yang meningkat sehingga berpotensi untuk memperoleh
pendapatan yang lebih besar. Pendapatan perusahaan yang meningkat akan
menyebabkan kenaikan return bagi para pemegang saham. oleh karena itu
masyarakat akan menarik dananya dari reksadana syariah dan menginvestasikan
dananya melalui perusahaan yang tercatat di dalam IHSG dengan harapan
memperoleh return yang lebih besar, sehingga NAB reksadana syariah akan
menurun. Kaitan antara IHSG dan NAB reksa dana syariah dikemukakan oleh
Sylviana (2006) yang menyimpulkan bahwa IHSG berpengaruh negatif terhadap
NAB reksadana syariah.
37
2.3.6. Jakarta Islamic Index (JII)
Jakarta Islamic Index (JII) yang dikeluarkan BEI merupakan indeks yang
menggambarkan kinerja saham syariah di Indonesia. JII pertama kali dikeluarkan
oleh BEI (pada saat itu bernama Bursa Efek Jakarta) bekerjasama dengan PT.
Danareksa Investment Management pada tanggal 3 Juli 2000. Meskipun demikian,
agar dapat menghasilkan data historikal yang lebih panjang, hari dasar yang
digunakan untuk menghitung JII adalah tanggal 2 Januari 1995 dengan angka indeks
dasar sebesar 100. Metodologi perhitungan JII sama dengan yang digunakan untuk
menghitung IHSG (BEI, 2010).
JII terdiri dari 30 saham yang merupakan saham-saham syariah paling likuid
dan memiliki kapitalisasi pasar paling besar. BEI melakukan review JII setiap enam
bulan yang disesuaikan dengan periode penerbitan penerbitan DES oleh BAPEPAMLK. Setelah dilakukan penyeleksian saham syariah oleh BAPEPAM-LK yang
dituangkan ke dalam DES, BEI melakukan proses penyeleksian lanjutan yang
didasarkan kepada kinerja perdagangannya. Adapun proses seleksi JII berdasarkan
kinerja perdagangan saham syariah yang dilakukan oleh BEI adalah sebagai berikut
(Huda dan Nasution, 2008):
1. Memilih kumpulan saham dengan jenis usaha utama yang tidak bertentangan
dengan prinsip hukum syariah dan sudah tercatat lebih dari tiga bulan (kecuali
bila termasuk di dalam saham-saham 10 berkapitalisasi besar).
38
2. Memilih saham berdasarkan laporan keuangan tahunan atau tengah tahunan
berakhir yang memiliki kewajiban terhadap aktiva maksimal sebesar 90
persen.
3. Memilih 60 saham dari susunan diatas berdasarkan
urutan rata-rata
kapitalisasi pasar (market capitalization) terbesar selama satu tahun terakhir.
4. Memilih 30 saham berdasarkan urutan tingkat likuidasi rata-rata nilai
perdagangan selama satu tahun terakhir.
Jika dilihat dari metode seleksinya, dapat diduga bahwa saham-saham yang
tercatat dalam JII adalah sama dengan saham-saham di LQ 45 setelah dikeluarkan
saham perusahaan lembaga keuangan konvensional dan saham perusahaan rokok.
Dengan kata lain JII adalah LQ 30 tanpa rokok dan bank.
Umumnya JII berhubungan positif dengan Nilai Aktiva Bersih (NAB)
reksadana syariah. Peningkatan JII mencerminkan kinerja perusahaan yang
meningkat sehingga berpotensi untuk memperoleh pendapatan yang lebih besar.
Pendapatan perusahaan yang meningkat akan menyebabkan kenaikan return bagi
hasil reksadana syariah. oleh karena itu masyarakat akan menginvestasikan dananya
melalui reksadana syariah dengan harapan memperoleh return yang lebih besar.
Kaitan antara JII dan NAB reksadana syariah dikemukakan oleh Sjaputera (2005),
Putratama (2007), dan Arisandi (2009) yang menyimpulkan bahwa JII berpengaruh
positif terhadap NAB reksadana syariah.
39
2.4. Penelitian Terdahulu
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Akbar (2004) dalam tesisnya yang
berjudul
“Analisis
Pengaruh
Faktor-Faktor
Makroekonomi
Dan
Tingkat
Pengembalian Pasar Terhadap Imbal Hasil Reksa Dana”. Penelitian ini difokuskan
untuk melihat pengaruh faktor-faktor makroekonomi yang meliputi inflasi, suku
bunga SBI dan nilai tukar rupiah terhadap dollar dan tingkat pengembalian pasar
(IHSG) terhadap imbal hasil reksadana tetap dalam kurun waktu tahun 2001 sampai
dengan tahun 2003. Penelitian dilakukan secara time series terhadap data inflasi, suku
bunga SBI, nilai tukar rupiah terhadap dollar dan tingkat pengembalian pasar (IHSG)
sebagai variabel eksogen dan imbal hasil reksadana pendapatan tetap sebagai variabel
endogen. Adapun model pengolahan data yang digunakan dalam penelitian adalah
Vector Autoregression (VAR) dengan menggunakan software EVIEWS 4.1.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa berdasarkan R-square, variabel
makroekonomi yaitu inflasi, suku bunga SBI, kurs dan tingkat pengembalian pasar
(IHSG) secara bersama-sama hanya mampu menjelaskan 17 persen terhadap imbal
hasil reksa dana pendapatan tetap. Dari uji F dan uji T, tidak ada variabel
makroekonomi dan tingkat pengembalian pasar baik secara individu maupun
bersama-sama mampu mempengaruhi imbal hasil reksadana pendapatan tetap, lag
pertama dan lag kedua imbal hasil reksadana pendapatan tetap mempunyai kontribusi
yang
lebih
besar
pengembalian pasar.
dibandingkan
faktor-faktor
makroekonomi
dan
tingkat
40
Penelitian lain dilakukan oleh Aroem (2005) dalam skripsinya tentang
“Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Reksa Dana di
Indonesia Periode 2000-2004”. Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian
ini adalah nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, SBI, inflasi, Indeks Harga Saham
Gabungan (IHSG), dan jumlah reksadana, serta nilai aktiva bersih sebagai indikator
perkembangan reksadana. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan
metode kuadrat terkecil atau Ordinary Least Square (OLS). Program yang digunakan
adalah EViews 4.1.
Dari hasil pengolahan diperoleh faktor-faktor yang signifikan mempengaruhi
perkembangan reksadana adalah suku bunga SBI dua bulan sebelumnya,IHSG bulan
sebelumnya, jumlah reksadana dua bulan sebelumnya, nilai tukar rupiah terhadap
dollar, dan inflasi bulan sebelumnya. Suku bunga SBI, IHSG, nilai tukar rupiah
terhadap dollar, dan inflasi berpengaruh secara negatif terhadap perkembangan
reksadana. Sedangkan jumlah reksadana memberikan dampak yang positif terhadap
perkembangan reksadana.
Sjaputera (2005) dalam tesisnya yang berjudul “Pengaruh Perubahan Tingkat
Inflasi, Nilai Tukar Uang, Tingkat Suku Bunga Bebas Risiko Dan Indeks Syariah
Terhadap Kinerja Reksa Dana Syariah”, bertujuan untuk melihat pengaruh dari
beberapa variabel makro seperti perubahan inflasi, SBI, nilai tukar uang dan indeks
syariah (JII) terhadap kinerja reksadana syariah. Dalam penelitian ini, Nilai Aktiva
Bersih (NAB) digunakan sebagai indikator kinerja reksadana syariah. Seluruh data
diperoleh dari publikasi Bank Indonesia dan Bursa Efek Jakarta. Waktu yang
41
digunakan dalam penelitian ini adalah dari tahun 2000 sampai dengan 2004.
Sedangkan metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode regresi linier
berganda.
Hasil pengujian menunjukkan secara bersama-sama variabel-variabel tersebut
mempunyai variabel yang signifikan terhadap kinerja reksadana syariah, sedangkan
hasil regresi menunjukkan variabel-variabel yang diteliti memiliki pengaruh yang
beragam. Untuk inflasi, kurs, dan JII memiliki pengaruh yang positif, sedangkan
untuk SBI memiliki pengaruh yang negatif. Dari semua variabel yang diteliti, JII
merupakan variabel yang mempunyai pengaruh yang signifikan sedangkan variabel
lainnya tidak signifikan.
Sylviana (2006) dalam tesisnya yang berjudul Pengaruh Variabel Makro
Ekonomi Terhadap Pertumbuhan Imbal Hasil Reksa Dana Syariah Periode November
2004-Juni 2006 Dengan Menggunakan Data Panel, menganalisis aspek fundamental
khususnya yang berkenaan dengan dampak dari kondisi makroekonomi sebagai
pengaruh eksternal yang mempengaruhi imbal hasil reksadana syariah. Variabel
makro yang digunakan yaitu SBI, nilai tukar rupiah terhadap dollar dan IHSG.
Penelitian ini menggunakan data panel. Jenis reksadana yang digunakan adalah
reksadana pendapatan tetap dan campuran yang masih tetap ada selama periode
penelitian ini yaitu dari November 2004 sampai dengan Juni 2006.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa terdapat korelasi yang positif antara
variabel SBI dan kurs terhadap pertumbuhan imbal hasil reksadana syariah.
42
Sedangkan korelasi antara variabel IHSG terhadap pertumbuhan imbal hasil
reksadana syariah adalah negatif, dengan asumsi variabel lain tetap dan begitu juga
sebaliknya.
Penelitian oleh Putratama (2007) dalam skripsinya yang berjudul “Analisis
Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Perkembangan Nilai Aktiva Bersih Reksa Dana
Syariah Di Indonesia”, melihat seberapa signifikan pengaruh variabel Gross
Domestic Product (GDP), jumlah uang beredar, Real Exchange Rate, tingkat bonus
Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI), tingkat inflasi, Jakarta Islamic Index
(JII), dan jumlah reksadana syariah terhadap perkembangan reksa dana syariah yang
diukur berdasarkan nilai aktiva bersihnya. Data yang digunakan adalah data bulanan
selama periode tahun 2003-2006 dengan metode analisis Error Correction Model
(ECM).
Berdasarkan hasil estimasi model jangka pendek dapat diketahui bahwa
variabel jumlah uang beredar (M2), Real Exchange Rate, SWBI, inflasi, JII, dan
jumlah reksadana syariah berpengaruh signifikan terhadap NAB reksadana syariah.
Sedangkan variabel GDP tidak berpengaruh signifikan terhadap NAB reksadana
syariah. variabel SWBI dan jumlah reksadana syariah memiliki hubungan positif
dengan NAB reksadana syariah. Sedangkan variabel jumlah uang beredar (M2), Real
Exchange Rate, inflasi, JII memiliki hubungan negatif dengan NAB reksadana
syariah.
43
Berdasarkan hasil estimasi model jangka panjang dapat diketahui bahwa
variabel jumlah uang beredar (M2), Real Exchange Rate, inflasi, JII, dan jumlah
reksadana syariah berpengaruh signifikan terhadap NAB reksadana syariah. Variabel
GDP, Real Exchange Rate, inflasi, JII, dan jumlah reksadana syariah memiliki
hubungan positif dengan NAB reksadana syariah. Sedangkan variabel jumlah uang
beredar (M2), SWBI, dan inflasi memiliki hubungan negatif dengan NAB reksadana
syariah.
Penelitian Arisandi (2009), dalam skripsinya yang berjudul “Analisis FaktorFaktor Yang Memengaruhi Perkembangan Reksa Dana Syariah Di Indonesia”. Pada
penelitian ini variabel-variabel yang digunakan adalah nilai tukar rupiah, inflasi,
Jakarta Islamic Index (JII), SWBI, dan jumlah unit reksadana syariah terhadap NAB
reksadana syariah. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
sekunder kuantitatif, yang diperoleh dari Badan Pengawas Pasar Modal
(BAPEPAM), Bank Indonesia (BI), dan Direktorat Perbankan Syariah (DPS) BI.
Data yang digunakan dalam penelitian adalah data bulanan dari Januari 2005 sampai
dengan Juni 2008. Estimasi model dalam studi ini menggunakan metode Ordinary
Least Square (OLS).
Hasil penelitian mengindikasikan variabel nilai tukar rupiah, inflasi, Jakarta
Islamic Index (JII), dan jumlah unit reksadana syariah memiliki hubungan positif
dengan NAB reksa danasyariah. Sedangkan variabel SWBI memiliki hubungan
negatif dengan NAB reksadana syariah.
44
Tabel 5. Ringkasan Hasil Penelitian Terdahulu
No
1
Peneliti
Akbar
(2004)
2
Aroem
(2005)
3
Sjaputera
(2005)
4
Sylviana
(2006)
5
Putratama
(2007)
6
Arisandi
(2009)
Metode Penelitian
Kesimpulan
Inflasi, suku bunga SBI, kurs dan
tingkat pengembalian pasar (IHSG)
secara bersama-sama hanya mampu
Vector Autoregression menjelaskan 17 persen terhadap imbal
(VAR)
hasil reksa dana pendapatan tetap.
Suku bunga SBI, IHSG, nilai tukar
rupiah terhadap dollar, dan inflasi
berpengaruh secara negatif terhadap
perkembangan reksa dana. Sedangkan
jumlah reksa dana memberikan
dampak yang positif terhadap
Regresi Linier Berganda perkembangan reksa dana.
inflasi, kurs, dan JII memiliki
pengaruh yang positif terhadap NAB
RDS, sedangkan untuk SBI memiliki
pengaruh yang negatif terhadap NAB
Regresi Linier Berganda RDS.
Terdapat korelasi yang positif antara
variabel SBI dan kurs terhadap
pertumbuhan imbal hasil reksa dana
syariah. Sedangkan korelasi antara
variabel IHSG terhadap pertumbuhan
imbal hasil reksa dana syariah adalah
Panel Data
negatif
Variabel jumlah uang beredar, Real
Exchange Rate, inflasi, dan JII
berpengaruh signifikan dalam jangka
pendek maupun jangka panjang
Error Correction Model terhadap NAB reksa dana syariah.
Hasil
penelitian
mengindikasikan variabel nilai tukar
rupiah, inflasi, Jakarta Islamic Index
(JII), dan jumlah unit reksa dana
syariah memiliki hubungan positif
dengan NAB reksa dana syariah.
Ordinary Least Square Sedangkan variabel SWBI memiliki
hubungan negatif dengan NAB reksa
(OLS)
dana syariah.
45
2.5. Kerangka Pemikiran Konseptual
Peningkatan perekonomian Indonesia semenjak krisis ekonomi tahun 1997
tentunya harus diikuti dengan perkembangan industri keuangan yang terus membaik.
Sejak diresmikan oleh BAPEPAM-LK pada tanggal 14 dan 15 maret 2003, pasar
modal berbasis syariah terus menunjukkan kinerja yang meningkat.. Peran pasar
modal sebagai tempat bertemunya para pemilik dana (investor) dengan pihak yang
memerlukan dana (emiten) ditengah perekonomian Indonesia yang menunjukkan
pertumbuhan positif dirasa sangat penting dan harus terus dikembangan.
Reksadana syariah merupakan salah satu alternatif bagi para investor yang
ingin menginvestasikan dana yang dimilikinya dalam pasar modal syariah. Reksadana
merupakan sebuah bentuk investasi yang dilakukan secara kolektif/bersama-sama dan
dikelola oleh manajer investasi. Reksadana dirancang sebagai sarana untuk
menghimpun dana dari masyarakat yang memiliki modal, mempunyai keinginan kuat
untuk melakukan investasi, namun hanya memiliki waktu dan pengetahuan yang
terbatas (Sutedi, 2011). Selain manajer investasi, terdapat sebuah lembaga yaitu bank
kustodian yang berperan dalam hal penyimpanan atau portofolio milik investor serta
melakukan penyelesaian transaksi dan administrasi reksadana. Bank kustodian dan
manajer investasi kemudian bertanggung-jawab terhadap BAPEPAM-LK yang
berada di bawah naungan Departemen Keuangan.
Dalam pengambilan keputusan dalam berinvestasi termasuk di reksadana
syariah, sebuah pemikiran logis dari investor yang menginginkan return yang tinggi
46
di kemudian hari tentunya akan melihat perkembangan dari reksadana syariah
tersebut. Perkembangan reksadana syariah ditentukan oleh faktor ekonomi dan faktor
non-ekonomi. Faktor ekonomi salah satunya ditentukan oleh kondisi makroekonomi,
sedangkan faktor non-ekonomi antara lain pengetahuan dalam berinvestasi, regulasi,
pengelola reksadana, serta kondisi politik dan keamanan.
Dalam penelitian ini difokuskan untuk menganalisis pengaruh variabel
makroekonomi terhadap perkembangan reksadana syariah di Indonesia. Adapun
variabel makroekonomi yang akan dianalisis antara lain : suku bunga Sertifikat Bank
Indonesia (SBI), suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBIS), Nilai Tukar Rupiah
Terhadap Dollar AS (KURS), Inflasi (INF), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG),
dan Jakarta Islamic Index (JII). Sedangkan perkembangan reksadana syariah dapat
diukur dengan indikator dari Nilai Aktiva Bersih (NAB), jumlah investor, jumlah
reksadana dan juga jumlah unit penyertaan reksadana. Namun dalam penelitian ini
difokuskan Nilai Aktiva Bersih (NAB), dimana semakin tinggi nilai NAB maka
semakin berkembang reksadana syariah tersebut.
47
Perkembangan Reksadana
Syariah : NAB RDS
Faktor Internal
•
Modal
•
Manajemen
•
SDM
Faktor Eksternal
BI
•
Faktor
Ekonomi
Faktor Non
Ekonomi
•
SBI
•
Regulasi
•
SBIS
•
Politik
•
Kurs
•
Keamanan
•
Inflasi
•
Edukasi
•
IHSG
•
JII
VAR/VECM
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Konseptual
Keterangan :
Pengaruh
Ruang Lingkup Penelitian
Metode Analisis
48
2.6. Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. SBI berhubungan positif dengan NAB reksadana syariah.
2. SBIS berhubungan positif dengan NAB reksadana syariah.
3. Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS berhubungan Negatif dengan NAB
reksadana syariah.
4. Inflasi berhubungan secara positif dengan NAB reksadana syariah.
5. IHSG berhubungan secara negatif dengan NAB reksadana syariah.
6. JII berhubungan secara positif dengan NAB reksa dana syariah.
49
III. METODE PENELITIAN
3.1. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini seluruhnya merupakan data
sekunder dalam bentuk bulanan yang diperoleh dari Statistik Ekonomi dan Keuangan
Indonesia Bank Indonesia (SEKI-BI), Badan Pusat Statistik (BPS), dan Badan
Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (BAPEPAM-LK) Kementerian
Keuangan Republik Indonesia. Data yang digunakan adalah data runtun waktu (time
series) bulanan dari Januari 2003 sampai dengan Desember 2011.
Data yang digunakan adalah data Nilai Aktiva Bersih (NAB) Reksadana
Syariah, data SBI, data SBIS, data nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, data Inflasi,
data Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), dan data Jakarta Islamic Index (JII).
Tabel 6. Data yang Digunakan Dalam Penelitian
No
Jenis Data
Sumber Data
Satuan
1
Data NAB RDS
Bapepam
Rupiah
2
Data SBI
BI
Persen
3
Data SBIS
BI
Persen
4
Data Kurs
BI
Rupiah
5
Data Inflasi
BPS
Persen
6
Data IHSG
BEI
-
7
Data JII
BEI
-
50
3.2. Variabel dan Definisi Operasional
Peubah yang digunakan bersama definisi operasionalnya adalah sebagai
berikut:
a. NAB merupakan data Nilai Aktiva Bersih Reksadana Syariah.
b. SBI merupakan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia untuk periode satu
bulan.
c. SBIS merupakan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia Syariah untuk periode
satu bulan.
d. Kurs (ex-rate) merupakan nilai tukar nominal rupiah terhadap dollar AS.
e. Inflasi merupakan perubahan harga tiap bulannya dalam bentuk persen.
f. IHSG merupakan Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia.
g. JII merupakan indeks harga 30 perusahaan terbaik berbasis syariah.
3.3. Metode Analisis dan Pengolahan Data
Untuk menganalisis variabel makroekonomi terhadap kinerja reksa dana
syariah akan dianalisis dengan menggunakan metode Vector Autoregression (VAR).
kemudian apabila terdapat kombinasi linear antara variabel non-stasioner yang
terkointegrasi pada ordo yang sama maka perlu dilakukan pengujian kointegrasi,
maka model VAR akan dikombinasikan dengan model koreksi kesalahan (Error
Correction Model) menjadi Cointegrated SVAR atau biasa dikenal dengan istilah
51
Vector Error Correction Model (VECM). Perangkat lunak yang digunakan dalam
penelitian adalah Microsoft Excel 2007 untuk mengelompokan data dan selanjutnya
diolah menggunakan program Eviews 6.
3.3.1. Metode Vector Autoregression (VAR)
Pada tahun 1980, Christopher Sims memperkenalkan sebuah macroeconomics
framework yang menjanjikan, yakni Vector Autoregression (VAR). Stock dan
Watson dalam Firdaus (2010) memaparkan bahwa jika sebelumnya univariate
autoregression merupakan sebuah persamaan tunggal (single-equation) dengan
model linier variabel tunggal (single-variable linear model), dimana nilai sekarang
dari masing-masing variabel dijelaskan oleh nilai lag-nya sendiri, maka VAR
merupakan sebuah n-persamaan (n-equation) dengan n-variabel (n-variable), dimana
masing-masing variabel dijelaskan dijelaskan oleh nilai lag-nya sendiri, serta nilai
saat ini dan masa lampaunya (current and past values). Dengan demikian, dalam
konteks ekonometrika modern VAR termasuk ke dalam multivariate time series
analysis (Firdaus, 2010).
VAR menyediakan cara yang sistematis untuk menangkap perubahan yang
dinamis dalam multiple time series, serta memiliki pendekatan yang kredibel dan
mudah dipahami bagi pendeskripsian data, forecasting (peramalan), inferensi
struktural, serta analisis kebijakan. Alat analisis yang disediakan oleh VAR bagi
deskripsi data, forecasting (peramalan), inferensi struktural, serta analisis kebijakan
dilakukan melalui empat macam penggunaannya, yakni Forecasting, Impulse
52
Response Function (IRF), Forecast Error Variance Decomposition (FEVD), dan
Granger Causality Test. Forecasting merupakan ekstrapolasi nilai saat ini dan masa
depan seluruh variabel dengan memanfaatkan seluruh informasi masa lalu variabel.
Sementara Impulse Response Function (IRF) adalah melacak respon saat ini dan masa
depan setiap variabel akibat perubahan atau shock suatu variabel tertentu. Forecast
Error Variance Decomposition (FEVD) merupakan prediksi kontribusi persentase
varians setiap variabel terhadap perubahan suatu variabel tertentu. Sedangkan
Granger Causality Test bertujuan untuk mengetahui hubungan sebab akibat antar
variabel.
Seperti halnya model ekonometrika lainnya, VAR juga meliputi serangkaian
proses spesifikasi dan identifikasi model. Spesifikasi model VAR meliputi pemilihan
variabel dan banyaknya selang yang digunakan dalam model (Firdaus, 2010).
Sedangkan identifikasi model adalah melakukan identifikasi persamaan sebelum
melakukan estimasi model. Dalam proses identifikasi akan ditemui beberapa kondisi.
Kondisi overidentified akan diperoleh jika jumlah informasi yang dimiliki melebihi
jumlah parameter yang ingin diestimasi. Sementara kondisi exactly identified atau just
identified akan tercapai jika jumlah informasi dan jumlah parameter yang diestimasi
sama. Kemudian, jika jumlah informasi kurang dari jumlah parameter yang akan
diestimasi akan menciptakan kondisi yang disebut underidentified. Proses estimasi
hanya dapat dilakukan dalam keadaan overidentified dan exactly identified atau just
identified. Dalam pemilihan selang optimal yang dipakai dapat memanfaatkan kriteria
53
informasi seperti Akaike Information Criterion (AIC), Schwarz Information Criterion
(SC), maupun Hannan-Quinn Criterion (HQ).
Enders (2004) mengemukakan bahwa bentuk sistem VAR standar (reducedform) yang digunakan secara luas atau umum pada saat ini berasal dari bentuk sistem
VAR primitif yang memiliki sejumlah kelemahan. Adapun bentuk sederhana dari
sistem VAR yang primitif ditunjukkan oleh sistem bivariate sederhana sebagai
berikut :
yt = b10 - b12zt + γ11zt-1 + γ12zt-1 + εyt
(3.1)
zt = b20 – b21yt + γ21yt-1 + γ22zt-1 + εzt
(3.2)
Kedua persamaan di atas menunjukkan bahwa yt dan zt saling memengaruhi
satu sama lain. Misalnya –b12 merupakan efek serentak (contemporaneous effect) dari
perubahan zt terhadap yt dan γ12 merupakan efek dari perubahan zt-1 terhadap yt. Oleh
karena itu, maka persamaan (3.1) dan (3.2) bukanlah persamaan dalam bentuk
reduced-form karena yt memiliki efek serentak terhadap zt dan zt memiliki efek
serentak terhadap yt.
Namun dari bentuk persamaaan primitif di atas dapat diperoleh bentuk
transformasi VAR ke dalam bentuk standar (reduced-form). Adapun persamaan
umum VAR adalah sebagai berikut (Enders, 2004) :
yt = A0 + A1yt-1 + A2yt-2 + … + Apyt-p + et
(3.3)
54
dimana :
yt
= vektor berukuran (n-1) yang berisikan n variabel yang terdapat di dalam
sebuah model VAR
A0
= vektor intersep berukuran (n-1)
At
= matriks koefisien/ parameter berukuran (n . n) untuk setiap i = 1,2,…..,p
et
= vektor error berukuran (n.1)
Model VAR dalam bentuk standar di atas jika dituliskan dalam bentuk
persamaan bivariate adalah sebagai berikut :
yt = a10 + a11yt-1 + a12zt-1 + e1t
(3.4)
zt = a20 + a21yt-1 + a22zt-1 + e2t
(3.5)
atau dalam bentuk notasi matriks VAR adalah sebagai berikut :
 yt  a10  a11a12   yt − 1 e1t 
zt  = a 20  + a 21a 22   zt − 1  + e 2 t 
    
   
(3.6)
Sehingga untuk model multivariate seperti yang dilakukan di dalam penelitian
ini, model VAR menjadi seperti berikut :
ΔNABt = β10 + β111ΔNABt-1 + β112ΔNABt-2 + β121ΔSBIt-1 + β122Δ SBIt-2 + β131ΔSBISt-1 +
β132ΔSBISt-2+ β141ΔERt-1+ β142ΔERt-2+ β151ΔINFt-1+ β152ΔINFt-2+ β161ΔIHSGt-1 +
β162ΔIHSGt-2 + β171ΔJIIt-1+ β172ΔJIIt-2+ e1t
(3.7)
55
ΔSBIt = β20 + β211ΔNABt-1 + β212ΔNABt-2 + β221ΔSBIt-1 + β222ΔSBIt-2 + β231ΔSBISt-1+
β232ΔSBISt-2+ β241ΔERt-1 + β242ΔERt-2 + β251ΔINFt-1 + β252ΔINFt-2 + β261ΔIHSGt-1 +
β262Δ IHSGt-2 + β271Δ JIIt-1 β272Δ JIIt-2 + e2t
(3.8)
ΔSBISt = β30 + β311ΔNABt-1 + β312ΔNABt-2 + β321ΔSBIt-1 + β322ΔSBIt-2 + β331ΔSBISt-1+
β332ΔSBISt-2+ β341ΔERt-1 + β342ΔERt-2 + β351ΔINFt-1 + β352ΔINFt-2 + β361ΔIHSGt-1 +
β362Δ IHSGt-2 + β371Δ JIIt-1 + β372Δ JIIt-2 + e3t
(3.9)
ΔERt = β40 + β411ΔNABt-1 + β412ΔNABt-2 + β421ΔSBIt-1 + β422ΔSBIt-2 + β431ΔSBISt-1+
β432ΔSBISt-2+ β441ΔERt-1 + β442ΔERt-2 + β451ΔINFt-1 + β452ΔINFt-2 + β461ΔIHSGt-1 +
β462Δ IHSGt-2 + β471Δ JIIt-1 + β472Δ JIIt-2 + e4t
(3.10)
ΔINFt = β50 + β511ΔNABt-1 + β512ΔNABt-2 + β521ΔSBIt-1 + β522ΔSBIt-2 + β531ΔSBISt-1+
β532ΔSBISt-2+ β541ΔERt-1 + β542ΔERt-2 + β551ΔINFt-1 + β552ΔINFt-2 + β561ΔIHSGt-1 +
β562Δ IHSGt-2 + β571Δ JIIt-1+ β572Δ JIIt-2 + e5t
(3.11)
ΔIHSGt = β60 + β611ΔNABt-1 + β612ΔNABt-2 + β621ΔSBIt-1 + β622ΔSBIt-2 + β631ΔSBISt-1+
β632ΔSBISt-2+ β641ΔERt-1 + β642ΔERt-2 + β651ΔINFt-1 + β652ΔINFt-2 + β661ΔIHSGt-1 +
β662Δ IHSGt-2 + β671Δ JIIt-1 + β672Δ JIIt-2 + e6t
(3.12)
ΔJIIt = β70 + β711ΔNABt-1 + β712ΔNABt-2 + β721ΔSBIt-1 + β722ΔSBIt-2 + β731ΔSBISt-1+
β732ΔSBISt-2+ β741ΔERt-1 + β742ΔERt-2 + β751ΔINFt-1 + β752ΔINFt-2 + β761ΔIHSGt-1 +
β762Δ IHSGt-2 + β771Δ JIIt-1+ β772Δ JIIt-2 + e7t
(3.13)
56
Dimana :
NAB : Nilai Aktiva Bersih Reksadana Syariah
SBI
: Sertifikat Bank Indonesia
SBIS : Sertifikat Bank Indonesia Syariah
ER
: Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar AS
INF
: Inflasi
IHSG : Indeks Harga Saham Gabungan
JII
: Jakarta Islamic Index
Model VAR dikembangkan sebagai solusi atas kritikan terhadap model
persamaan simultan (Nachrowi, 2006), yaitu :
1. Spesifikasi dari sistem persamaan simultan terlalu berdasarkan pada agregasi
dari model keseimbangan parsial, tanpa memperhatikan pada hasil hubungan
yang hilang (omitted interrelation).
2. Struktur dinamis pada model seringkali dispesifikasikan dengan tujuan untuk
memberikan restriksi yang dibutuhkan dalam mendapatkan identifikasi dari
bentuk struktural.
Menurut McCoy dalam Nachrowi (2006), untuk mengatasi kritikan tersebut
terutama untuk menentukan variabel endogen dan eksogen, pendekatan VAR
berusaha membiarkan data tersebut berbicara (“let the data speak for themselves”)
57
dengan membuat semua variabel berpotensi menjadi variabel endogen. Dalam
kerangka VAR setiap variabel, baik dalam level maupun first difference, diperlakukan
secara simetris di dalam sistem persamaan yang mengandung regressor set yang
sama.
Menurut Gujarati (2003), keunggulan metode VAR dibandingkan dengan
metode ekonometrika konvensional adalah :
1. Mengembangkan model secara bersamaan di dalam suatu sistem yang
kompleks (multivariat), sehingga dapat menangkap hubungan keseluruhan
variabel di dalam persamaan itu.
2. Uji VAR yang multivariat bisa menghindarkan parameter yang bias akibat
tidak dimasukkannya variabel yang relevan.
3. Uji VAR dapat mendeteksi hubungan antar variabel di dalam sistem
persamaan, dengan menjadikan seluruh variabel sebagai endogen.
4. Karena bekerja berdasarkan data, metode VAR terbebas dari berbagai batasan
teori ekonomi yang sering muncul termasuk gejala perbedaan palsu (spurious
variable) di dalam model ekonometrika konvensional terutama pada
persamaan simultan, sehingga menghindari penafsiran yang salah.
Namun, model VAR juga memiliki banyak kritik akibat memiliki beberapa
kelemahan. Menurut Gujarati (2003), kelemahan VAR antara lain :
58
1. Model VAR lebih bersifat ateori karena tidak memanfaatkan informasi dari
teori-teori terdahulu.
2. Karena tidak menitikberatkan pada peramalan (forecasting), maka model
VAR dianggap tidak sesuai untuk implikasi kebijakan.
3. Tantangan terberat VAR adalah pemilihan panjang lag yang tepat.
4. Semua variabel yang digunakan dalam model VAR harus stasioner.
5. Koefisien dalam estimasi VAR sulit untuk diinterpretasikan.
3.3.2. Metode Vector Error Correction Model (VECM)
Vector Error Correction Model atau VECM merupakan bentuk VAR yang
terestriksi (Enders, 2004). Restriksi tambahan ini harus diberikan karena keberadaan
bentuk data yang tidak stasioner pada level, tetapi terkointegrasi. VECM kemudian
memanfaaatkan informasi restriksi kointegrasi tersebut ke dalam spesifikasinya.
Karena itu, VECM sering disebut sebagai desain VAR bagi series non stasioner yang
memiliki hubungan kointegrasi.
Kointegrasi adalah terdapatnya kombinasi linier antara variabel yang non
stasioner yang terkointegrasi pada ordo yang sama (Enders,2004). Setelah dilakukan
pengujian kointegrasi pada model yang digunakan, maka dianjurkan untuk
memasukkan persamaan kointegrasi ke dalam model yang digunakan. Pada data time
series kebanyakan memiliki tingkat stasioneritas pada perbedaan pertama (first
59
difference) atau I(1). Dengan demikian, dalam VECM terdapat speed of adjustment
dari jangka pendek ke jangka panjang.
Oleh karena itu, untuk mengantisipasi hilangnya informasi jangka panjang,
maka dalam penelitian ini digunakan model VECM apabila ternyata data yang
digunakan memiliki derajat stasioneritas I(1). Secara umum model VECM (k-1)
adalah sebagai berikut :
k −1
y∆t =∑ Γi∆yt − 1 +  0 +  1t +  yt − 1 + t
i =1
dimana :
Δyt
= yt – yt-1
k-1
= ordo VECM dari VAR
Γi
= matriks koefisien regresi (b1,….,bi)
μ0
= vektor intercept
μ1
= vektor koefisien regresi
t
= time trend
α
= matriks loading
β
= vektor kointegrasi
y
= variabel yang digunakan dalam analisis
(3.14)
60
Sehingga dalam penelitian ini menjadi
∆NABt =
k -1
k -1
i =1
i =1
∑ ΓiNABt − i + ∑ ΓiSBIt − i +
k -1
k -1
i =1
i =1
k -1
k -1
i =1
i =1
k -1
∑ ΓiSBISt − i + ∑ ΓiERt − i +
∑ ΓiINF
t − i
∑ΓiIHSGt − i +∑ ΓiJIIt − i + t
∆SBIt =
k -1
∑ ΓiNAB
t − i
i =1
k -1
∑ΓiIHSG
t − i
i =1
∆SBISt =
k -1
+ ∑ ΓiSBIt − i +
i =1
(3.15)
k -1
∑ ΓiSBIS
k -1
t − i
i =1
+ ∑ ΓiERt − i +
i =1
k -1
∑ ΓiINF
t − i
k -1
(3.16)
i =1
k -1
k -1
i =1
i =1
∑ ΓiNABt − i + ∑ ΓiSBIt − i +
k -1
i =1
i =1
k -1
k -1
i =1
i =1
∑ ΓiSBISt − i + ∑ ΓiERt − i +
k -1
∑ ΓiINF
t − i
k -1
k -1
i =1
i =1
∑ ΓiNABt − i + ∑ ΓiSBIt − i +
k -1
k -1
i =1
i =1
(3.17)
k -1
k -1
i =1
i =1
∑ ΓiSBISt − i + ∑ ΓiERt − i +
k -1
∑ ΓiINF
t − i
k -1
t − i
i =1
k -1
∑ΓiIHSG
t − i
i =1
k -1
+ ∑ ΓiSBIt − i +
i =1
+
i =1
∑ΓiIHSGt − i +∑ ΓiJIIt − i + t
∑ ΓiNAB
+
i =1
∑ΓiIHSGt − i +∑ ΓiJIIt − i + t
∆INFt =
+
i =1
+∑ ΓiJIIt − i + t
k -1
∆ERt =
+
i =1
(3.18)
k -1
∑ ΓiSBIS
i =1
k -1
t − i
+ ∑ ΓiERt − i +
i =1
k -1
∑ ΓiINF
t − i
+
i =1
k -1
+∑ ΓiJIIt − i + t
i =1
(3.19)
61
∆IHSGt =
k -1
k -1
i =1
i =1
∑ ΓiNABt − i + ∑ ΓiSBIt − i +
k -1
k -1
i =1
i =1
k -1
k -1
i =1
i =1
∑ ΓiSBISt − i + ∑ ΓiERt − i +
k -1
∑ ΓiINF
t − i
∑ΓiIHSGt − i +∑ ΓiJIIt − i + t
∆JIIt =
k -1
k -1
i =1
i =1
∑ ΓiNABt − i + ∑ ΓiSBIt − i +
k -1
k -1
i =1
i =1
+
i =1
(3.20)
k -1
k -1
i =1
i =1
∑ ΓiSBISt − i + ∑ ΓiERt − i +
∑ΓiIHSGt − i +∑ ΓiJIIt − i + t
k -1
∑ ΓiINF
t − i
+
i =1
(3.21)
3.3.3. Pengujian Pra Estimasi
3.3.3.1. Uji Stasioneritas Data
Dalam mengestimasi sebuah model yang akan digunakan, maka langkah awal
yang harus dilakukan adalah uji stasioneritas data atau disebut dengan unit root test.
Menurut Gujarati (2003), data yang stasioner akan mempunyai kecenderungan untuk
mendekati nilai rata-rata dan berfluktuasi di sekitar nilai rata-ratanya. Untuk itu,
pengujian stasioneritas data sangat penting dilakukan apabila menggunakan data time
series dalam analisis. Hal tersebut dikarenakan data time series pada umumnya
mengandung akar unit (unit root) dan nilai rata-rata serta variansnya berubah
sepanjang waktu. Nilai yang mengandung unit root atau non-stasioner, apabila
dimasukkan dalam perhitungan statistik pada model regresi sederhana, maka
kemungkinan besar estimasi akan gagal mencapai nilai yang sebenarnya atau disebut
sebagai spurious estimation (Nachrowi, 2006).
62
Untuk menguji ada atau tidaknya akar unit pada data yang digunakan, maka
dalam penelitian ini menggunakan uji Augmented Dickey-Fuller (ADF). Menurut
Gujarati (2003), uji stasioneritas data dengan menggunakan uji Dickey-Fuller,
dimulai dari sebuah proses autoregresi orde pertama, yaitu :
Yt = ρYt-1 + μt
(3.22)
dimana :
μt = white noise error term dengan mean nol dan varians konstan
Kondisi di atas disebut sebagai random walk, dimana variabel Yt ditentukan
oleh variabel sebelumnya (Yt-1). Oleh karena itu jika nilai ρ = 1 maka persamaan
(3.22) mengandung akar unit atau tidak stasioner. Kemudian persamaan (3.22) dapat
dimodifikasi dengan mengurangi Yt-1 pada kedua sisi persamaan, sehingga persamaan
(3.22) dapat diubah menjadi :
Yt – Yt-1 = ρYt-1 – Yt-1 + μt
= (ρ-1)Yt-1 + μt
(3.23)
maka persamaan di atas dapat ditulis sebagai berikut :
ΔYt = δYt-1 + μt
dimana :
δ
= (ρ-1)
Δ
= perbedaan pertama (first difference)
(3.24)
63
Oleh karena itu hipotesis pada persamaan (3.28), H0: δ = 0 melawan hipotesis
alternatifnya atau H1: δ < 0. Nilai H0: δ = 0 akan menunjukkan bahwa persamaan
tersebut tidak stasioner, sementara H1: δ < 0 menunjukkan persamaan tersebut
mengikuti proses yang stasioner. Jadi apabila kita menolak H0 maka artinya data time
series tersebut stasioner, dan sebaliknya.
Pada persamaan (3.28) diasumsikan bahwa error term (μt) tidak berkorelasi.
Dalam kasus error term-nya berkorelasi maka contoh persamaan yang dapat diuji
stasioneritas melalui Augmented Dickey-Fuller (ADF) dapat ditulis sebagai berikut
(Gujarati, 2003) :
m
ΔYt = βt + β2t + δYt-1 + αi ∑ ∆Yt - i + t
(3.25)
i =1
dimana :
εt
= pure white noise error term
ΔYt-1
= (Yt-1 - Yt-2), ΔYt-2 = (Yt-2 - Yt-3), dan seterusnya.
Dalam kasus persamaan seperti ini pengujian hipotesis yang dilakukan masih
sama dengan sebelumnya yaitu H0 adalah δ = 0 (tidak stasioner) dengan hipotesis
alternatifnya adalah H1 adalah δ < 0 (stasioner). Artinya jika H0 ditolak dan menerima
H1 maka data kita stasioner dan begitu juga sebaliknya. Uji yang dilakukan untuk
mengetahui apakah sebuah data time series bersifat stasioner atau tidak adalah dengan
menguji uji Ordinary Least Square (OLS) dan melihat nilai t statistik dari estimasi δ.
64
Jika δ adalah nilai dugaan dan Sδ adalah simpangan baku dari δ maka uji statistik
memiliki rumus sebagai berikut :
thit =

S
(3.26)
Apabila nilai t-statistik lebih kecil dari nilai statistik ADF (dalam nilai kritikal 1
persen, 5 persen, atau 10 persen), maka keputusannya adalah tolak H0 atau dengan
kata lain data bersifat stasioner dan begitu juga sebaliknya.
3.3.3.2. Pengujian Lag Optimal
Langkah penting yang harus dilakukan dalam menggunakan model VAR
adalah penentuan jumlah lag yang optimal yang digunakan dalam model. Pengujian
panjang lag yang optimal dapat memanfaatkan beberapa informasi yaitu dengan
menggunakan Akaike Information Criterion (AIC), Schwarz Information Criterion
(SC), maupun Hannan-Quinn Criterion (HQ). Untuk dapat menentukan lag ini, maka
∧
langkah sebelumnya adalah menentukan nilai determinan dari kovarian residual ( Ω )
yang dapat dihitung sebagai berikut (Eviews 6 User’s Guide) :
∧ ∧' 
 1
│Ω│= det 
∑ e t e t 
T − p t

(3.27)
dimana p adalah angka parameter dari tiap persamaan dalam VAR. Selanjutnya, log
likelihood value dengan mengasumsikan distribusi normal (Gaussian) dapat dihitung :
65
∧
T

1 =− k (1 +log 2 ) +log Ω 
2

(3.38)
dimana k adalah banyaknya parameter yang diestimasi dan T adalah jumlah
observasi. Kemudian dilanjutkan dengan menggunakan nilai AIC, SC maupun HQ
dan dipilih nilai yang terkecil. Dalam penelitian ini, untuk menentukan lag optimal
digunakan perhitungan AIC. Rumus perhitungannya dapat dilihat dalam tabel di
bawah ini :
AIC
-2(l/T) + (k/T)
SC
-2(l/T) + k log(T)/T
HQ
-2(l/T) + 2k log(log(T))/T
(3.29)
3.3.3.3. Uji Stabilitas VAR
Metode yang digunakan dalam melakukan analisis pengaruh guncangan
variabel makroekonomi terhadap perkembangan reksadana syariah di Indonesia
adalah analisis impuls respon (IRF) dan analisis peramalan dekomposisi ragam galat
(FEVD). Sistem persamaan VAR yang telah terbentuk harus diuji stabilitasnya
terlebih dahulu sebelum kedua analisis tersebut dilakukan, melalui VAR stability
condition check. Uji stabilitas VAR dilakukan dengan menghitung akar-akar dari
fungsi polinomial atau dikenal dengan roots of characteristic polinomial. Model
VAR tersebut dianggap stabil jika semua akar dari fungsi polinomial tersebut berada
66
di dalam unit circle atau jika nilai absolutnya lebih kecil dari satu sehingga IRF dan
FEVD yang dihasilkan dianggap valid (Windarti, 2004).
3.3.3.4. Uji Kointegrasi
Uji kointegrasi merupakan lanjutan dari uji akar-akar unit dan uji derajat
integrasi. Uji kointegrasi dimaksudkan untuk mengetahui perilaku data dalam jangka
panjang antar variabel terkait apakah berkointegrasi atau tidak seperti yang
dikehendaki oleh teori ekonomi. Untuk dapat melakukan uji kointegrasi, harus yakin
terlebih dahulu bahwa variabel-variabel yang terkait dalam pendekatan ini
mempunyai derajat integrasi yang sama atau tidak. Implikasi pentingnya jika dua
variabel atau lebih mempunyai derajat integrasi yang berbeda, misal: X=1(1) dan
Y=1 (2), maka kedua variabel tersebut tidak dapat berkointegrasi. Cara pengujiannya
adalah dengan menguji residualnya berintegrasi atau tidak. Apabila residualnya
berintegrasi, berarti data tersebut sudah memenuhi prasyarat dalam pembentukan dan
estimasi model dinamis.
Untuk melakukan uji kointegrasi dilakukan dengan beberapa macam uji,
yaitu: Engle-Granger test (EG), Augmented Engle-Granger (AEG) test , dan
Cointegrating Regression Durbin Watson (CRDW). Namun, pada penelitian ini,
penulis hanya akan menggunakan Cointegrating Regression Durbin-Watson
(CRDW). Caranya adalah dengan meregresi variabel dependen dengan variabel
independen, setelah nilai DW diketahui, maka DW dibandingkan. Apabila nilai DW
hitung lebih besar dari DW tabel maka variabel tersebut telah berkointegrasi, yang
67
artinya antar variabel-variabel tersebut dalam jangka panjang terjadi hubungan yang
equilibrium (Gujarati,2003).
Dalam penelitian ini untuk menguji apakah kombinasi variabel yang tidak
stasioner terkointegrasi dapat diuji dengan menggunakan uji kointegrasi Johansen,
yang ditunjukkan oleh persamaan matematis berikut ini :
Δyt = β0 + πyt-1 +
+ et
( 3.30 )
Persamaan tersebut terkointegrasi jika trace statistic > critical value. Dengan
demikian H kointegrasi. Kita tolak H0= non-kointegrasi dengan hipotesis
alternatifnya H0 atau terima H1 jika trace statistic > critical value, yang artinya
terjadi kointegrasi. Tahapan analisis dilanjutkan dengan analisis Vector Error
Correction Model (VECM) setelah jumlah persamaan yang terkointegrasi telah
diketahui.
3.3.4. Uji Kausalitas Granger
Uji kausalitas granger dilakukan untuk melihat hubungan kausalitas diantara
variabel-variabel yang ada di dalam model. Uji ini untuk mengetahui apakah suatu
variabel bebas (independent variable) meningkatkan kinerja forecasting dari variabel
tidak bebas (dependent variable). Pertanyaan yang sering ada dalam analisis time
series tidak hanya satu atau lebih variabel ekonomi yang dapat memperkirakan
variabel ekonomi lainnya.
Pengujian hubungan sebab akibat, sebagaimana dimaksudkan oleh granger,
dengan menggunakan F-test untuk menguji apakah lag informasi dalam variabel Y
68
memberikan informasi statistik yang signifikan tentang variabel X dalam menjelaskan
perubahan X. Jika tidak, maka Y tidak ada hubungan sebab akibat granger dengan X.
3.3.5. Innovation Accounting
3.3.5.1 Impulse Response Function
Estimasi dengan menggunakan VECM untuk lebih lanjut dapat dilihat dari
IRF. IRF menunjukkan bagaimana respon dari setiap variabel endogen sepanjang
waktu terhadap guncangan dalam variabel itu sendiri dan variabel endogen lainnya.
Fungsi dari impulse response ini untuk mengetahui pengaruh suatu variabel terhadap
variabel tertentu apabila terjadi guncangan atau shock suatu variabel. Fungsi yang
kedua adalah untuk mengetahui besarnya nilai guncangan terhadap variabel yang ada.
Analisis fungsi impuls respon (Impulse Response Function) atau disingkat
dengan IRF dalam analisis ini dilakukan untuk menilai respon dinamik variabel Nilai
Aktiva Bersih reksadana syariah terhadap adanya guncangan SBI, SBIS, nilai tukar
(exchange rate), inflasi, indeks harga saham gabungan (IHSG), dan Jakarta Islamic
Index (JII). Impulse Response Function sementara itu bertujuan untuk mengisolasi
suatu guncangan agar lebih spesifik artinya suatu variabel yang dapat dipengaruhi
oleh shock atau guncangan tertentu. Apabila suatu variabel tidak dapat dipengaruhi
oleh shock, maka shock spesifik tersebut tidak dapat diketahui melainkan shock
secara umum.
69
3.3.5.2. Forecast Error Variance Decomposition (FEVD)
Metode yang dapat dilakukan untuk melihat bagaimana perubahan dalam
suatu variabel yang ditunjukkan oleh perubahan error variance dipengaruhi oleh
variabel-variabel lainnya adalah FEVD. Metode ini mencirikan suatu struktur dinamis
dalam model VAR. Metode ini dapat melihat kekuatan dan kelemahan masingmasing variabel dalam memengaruhi variabel lainnya dalam kurun waktu yang
panjang (Nachrowi, 2006).
Metode ini merinci ragam dari peramalan galat menjadi komponen-komponen
yang dapat dihubungkan dengan setiap variabel endogen dalam model. Seberapa
besar perbedaan antara error variance sebelum dan sesudah terjadinya shock yang
berasal dari dirinya sendiri maupun dari variabel lain dapat dilihat dengan
menghitung presentase kuadrat prediksi galat k-tahap ke depan dari sebuah variabel
akibat inovasi dalam variabel-variabel lain. Dapat diketahui melalui FEVD secara
pasti faktor-faktor yang memengaruhi fluktuasi dari variabel tertentu.
3.4. Model Penelitian
Analisis pengaruh variabel ekonomi terhadap perkembangan reksa dana
syariah di Indonesia dilihat dengan menggunakan variabel data Nilai Aktiva Bersih
(NAB) Reksadana Syariah, data SBI, data SBIS, data nilai tukar rupiah terhadap
dollar AS, data Inflasi, data Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), dan data Jakarta
Islamic Index (JII). Model VAR dan VECM yang digunakan dalam penelitian ini
dalam bentuk matriks adalah sebagai berikut :
70
log_ NAB 

 SBI



 SBIS


log_ ER  =

 INF


log_ IHSG 
log_ JII 


a 0 
b 0 
 
c 0 
 
d 0  +
e 0 
 
 f 0
g 0 
 
a11a12 a13a14 a15 a16 a17 a18 a19 
a 21a 22 a 23a 24 a 25 a 26 a 27 a 28 a 29 


a 31a 32 a 33a 34 a 35 a 36 a 37 a 38 a 39 


a 41a 42 a 43a 44 a 45 a 46 a 47 a 48 a 49 
a 51a 52 a 53a 54 a 55 a 56 a 57 a 58 a 59 


a 61a 62 a 63a 64 a 65 a 66 a 67 a 68 a 69 
a 71a 72 a 73a 74 a 75 a 76 a 77 a 78 a 79 


log_ NABt − i  e1t 
 e 2 t 
 SBIt − i
  

 e 3t 
 SBISt − i
  

log_ ERt − i  + e 4t 
 e 5 t 
 INFt − i
  

log_ IHSGt − i  e6t 
log_ JIIt − i  e7 t 
  

Dimana :
Log_NAB
: Nilai Aktiva Bersih Reksadana Syariah
SBI
: Sertifikat Bank Indonesia
SBIS
: Sertifikat Bank Indonesia Syariah
Log_ER
: Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar AS
INF
: Inflasi
Log_IHSG
: Indeks Harga Saham Gabungan
Log_JII
: Jakarta Islamic Index
Semua data estimasi yang dipergunakan dalam VAR adalah dalam bentuk
logaritma natural sesuai dengan pendapat Sims dalam Enders (2004), kecuali data
yang sudah dalam bentuk persen atau data tersebut memiliki koefisien yang negatif
(sangat kecil) yang tidak mungkin untuk diubah dalam bentuk logaritma natural.
Salah satu alasannya adalah untuk memudahkan analisis, karena baik dalam impulse
response maupun variance decomposition, pengaruh shock dilihat dalam standar
71
deviasi yang dapat dikonversi dalam bentuk persentase. Semua variabel adalah
variabel endogen dalam metode VAR, sehingga dalam model penelitian ini dapat
dilihat hubungan saling ketergantungan antara semua variabel.
72
IV. GAMBARAN UMUM
Seiring dengan diberlakukannya Undang-Undang No.8 Tahun 1995 tentang
Pasar Modal (UUPM), Reksadana mulai dikenal di Indonesia sejak diterbitkannya
Reksadana berbentuk Perseroan, yaitu PT BDNI Reksadana pada tahun 1995. Pada
awal tahun 1996, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan
(BAPEPAM-LK) RI mengeluarkan peraturan pelaksanaan tentang reksadana
berbentuk Kontrak Investasi Kolektif (KIK). Peraturan-peraturan tersebut membuka
peluang lahirnya reksa dan berbentuk KIK untuk tumbuh dan berkembang. Salah
satunya adalah munculnya reksadana syariah pertama di Indonesia pada tahun 1997
yang dikelola oleh PT Danareksa Investment Management (DIM).
Munculnya reksadana syariah pertama di Indonesia pada tahun 1997 kelolaan
PT. Danareksa Investment Management (DIM) inilah yang menjadi awal
perkembangan instrument syariah di pasar modal. Selanjutnya, pada tanggal 3 Juli
2000 PT Bursa Efek Jakarta (BEJ) bersama dengan PT Danareksa Investment
Management (DIM) meluncurkan Jakarta Islamic Index (JII) yang mencakup 30 jenis
saham dari emiten yang kegiatan usahanya memenuhi ketentuan tentang hukum
syariah. Penentuan kriteria dari komponen JII tersebut disusun berdasarkan
persetujuan dari Dewan Pengawas Syariah (DPS) DIM. Dengan adanya indeks ini
diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan investor untuk mengembangkan
investasi secara syariah.
73
Di Indonesia, kegiatan di pasar modal yang diatur oleh UUPM tidak
membedakan apakah kegiatan pasar modal tersebut dilaksanakan dengan prinsipprinsip syariah atau tidak. Dengan demikian, berdasarkan UUPM kegiatan pasar
modal Indonesia dapat dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah dan dapat pula
dilakukan tidak sesuai dengan prinsip syariah.
Prinsip pasar modal syariah tentunya berbeda dengan pasar modal
konvensional. Sejumlah instrumen syariah di pasar modal sudah diperkenalkan
kepada masyarakat, misalkan saham syariah, obligasi syariah, dan reksadana syariah.
Kemudian, dalam usaha untuk terus mengembangkan pasar modal syariah, pasar
modal syariah pun diluncurkan pada tanggal 14 Maret 2003. Banyak kalangan
meragukan manfaat diluncurkannya pasar modal syariah ini. Ada yang mencemaskan
nantinya akan muncul dikotomi dengan pasar modal konvensional yang telah ada.
Akan tetapi, BAPEPAM-LK menjamin tidak akan ada tumpang-tindih kebijakan
yang mengatur. Justru dengan diluncurkannya pasar modal syariah ini, akan
membuka ceruk baru di lantai bursa.
Seiring diluncurkannya pasar modal syariah ini, reksadana mengalami
perkembangan yang cukup signifikan. Pada awal didirikannya pasar modal syariah
ini, reksa dana syariah tercatat berjumlah 4 reksadana dengan Nilai Aktiva Bersih
(NAB) sebesar Rp.67 miliar. Kemudian pada tahun 2004 reksa dana syariah tercatat
telah berjumlah 11 unit reksadana dengan nilai NAB sebesar Rp.593 miliar atau
meningkat 885, 5 persen dibandingkan tahun 2003.
74
Secara keseluruhan, nilai investasi reksadana di Indonesia mengalami
perkembangan yang cukup signifikan apabila dibandingkan dengan tingkat nilai
pertumbuhan jenis investasi lainnya. Sampai Februari 2005, total dana kelolaan
industri ini berjumlah lebih dari Rp.110 triliun. Perkembangan ini ditunjang oleh
regulasi pasar modal yang kondusif, jumlah investasi yang meningkat, munculnya
produk unit link yang berbasiskan investasi asuransi, dan keluarnya surat utang
negara serta obligasi korporasi.
Perkembangan reksadana syariah di Indonesia juga mengalami perkembangan
yang cukup pesat. Sampai Agustus 2005, total dana kelolaan reksadana syariah
mencapai Rp. 1,5 triliun rupiah, dan hingga akhir tahun 2005, telah terdapat 17 unit
reksadana syariah yang telah dinyatakan efektif oleh BAPEPAM-LK. Selain itu, pada
tahun 2005, BAPEPAM-LK juga mengeluarkan peraturan mengenai terbitnya jenis
reksadana yang baru. Jika sebelumnya dikenal terdapat empat jenis reksadana, yaitu
reksadana pasar uang, reksadana pendapatan tetap, reksadana saham, dan reksadana
campuran, sejak tahun 2005 terdapat tiga jenis reksadana yang baru, yaitu reksadana
terproteksi, reksadana dengan penjaminan, dan reksadana indeks.
Perkembangan ini sempat terhambat dengan terjadinya krisis yang menimpa
reksadana Indonesia sehingga total dana kelolaan hanya tinggal Rp. 29 triliun per
desember 2005. Kejadian ini dipicu oleh peningkatan harga minyak dunia, depresiasi
rupiah, dan kenaikan tingkat bunga yang membuat investor reksadana memindahkan
dana mereka ke instrumen investasi lain. Krisis ini juga menimpa reksadana syariah.
Total dana kelolaannya turun menjadi hanya Rp.559 miliar.
75
Meskipun dipengaruhi oleh faktor eksternal tersebut, salah satu hal yang
justru memiliki pengaruh besar terhadap krisis reksadana pada medio kedua 2005
adalah terjadinya redemption besar-besaran yang dilakukan para investornya.
Pemahaman sebagian investor yang salah terhadap investasi pada reksadana dan
perilaku terhadap risiko yang irasional telah membuat mereka justru menarik dana
mereka secara bersamaan dalam jumlah besar sehingga menyebabkan turunnya nilai
unit penyertaan. Namun ada hal yang menarik terjadi selama krisis. Meskipun
akhirnya juga tertimpa krisis, reksadana syariah tidak mengalami krisis secepat
reksadana konvensional. Krisis telah terjadi pada bulan Maret 2005, reksadana
syariah baru mengalami bulan September 2006. Salah satu hal yang memungkinkan
adalah adanya perbedaan pengetahuan dan perilaku investor reksadana syariah
dengan konvensional.
Krisis yang melanda industri reksadana di Indonesia di tahun 2005 mulai
mereda di tahun 2006 dan sejak itu industri reksadana di Indonesia mulai
menunjukkan tanda-tanda pemulihan. Pertumbuhan reksadana yang cukup pesat
mulai terjadi pada tahun 2007. Pada akhir tahun 2007, reksadana syariah maupun
reksadana konvensional menunjukkan pertumbuhan NAB yang sangat baik. Pada
2007 tercatat reksadana syariah memiliki 26 unit reksadana efektif dengan total dana
kelolaan sebesar Rp.2,2 triliun, atau tumbuh hampir 400 persen dibandingkan saat
krisis. Jauh lebih baik dibandingkan reksadana konvensional yang memiliki total
dana kelolaan sebesar Rp.92 triliun, atau tumbuh 300 persen dibandingkan saat krisis.
76
Pada tahun 2008, krisis kembali melanda sektor pasar modal Indonesia
termasuk industri reksadana karena pelemahan ekonomi Amerika akibat dari krisis
subprime mortgage dan peningkatan harga minyak dunia, meskipun dampaknya tidak
sebesar dibandingkan dengan krisis di tahun 2005. Reksadana syariah yang saat 2007
tercatat memiliki dana kelolaan sebesar Rp.2,2 triliun, di tahun 2008 turun menjadi
Rp.1,8 triliun. Meskipun dengan total unit yang meningkat dari 26 unit di tahun 2007,
menjadi 36 unit di tahun 2008.
Sumber: BAPEPAM-LK, 2011. (Data Diolah)
Gambar 3. Total NAB Reksa Dana Syariah Tahun 2011 Berdasarkan Jenis
Seiring dengan pemulihan ekonomi dunia pasca krisis 2008 hingga akhir
tahun 2011 dan semakin beragamnya jenis reksadana yang ada, reksadana syariah
terus mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Di tahun 2009, tercatat terdapat 46
77
unit reksadana syariah dengan total dana kelolaan sebesar Rp.4,7 triliun. Kemudian di
tahun 2010, tercatat terdapat 48 unit reksadana syariah dengan total dana kelolaan
sebesar Rp.5,3 triliun. Sedangkan di tahun 2011, tercatat terdapat 50 unit reksadana
syariah dengan total dana kelolaan sebesar Rp.5,6 triliun yang terbagi menjadi lima
jenis reksadana, yaitu reksadana pendapatan tetap dengan 8 unit, reksadana saham 11
unit, reksadana campuran 16 unit, reksadana terproteksi 14 unit, dan reksadana indeks
1 unit.
78
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Pra Estimasi
5.1.1. Uji Stasioneritas Data
Data yang digunakan di dalam penelitian ini adalah data time series. Data time
series biasanya memiliki permasalahan terkait dengan stasioneritas, sehingga perlu
diuji stasioneritas dari data-data tersebut. Gujarati (2003) menyatakan bahwa data
time series yang stasioner memberikan arti bahwa data tersebut mempunyai distribusi
rata-rata dan varian yang tetap sepanjang waktu. Oleh karena itu, melakukan uji
stasioneritas data merupakan tahap yang penting dalam menganalisis data time series
untuk melihat ada tidaknya unit root yang terkandung di antara variabel dalam
persamaan menjadi valid dan tidak menghasilkan spurious regression atau regresi
palsu.
Salah satu cara untuk menghindari regresi palsu pada variabel adalah dengan
memastikan bahwa variabel tersebut stasioner. Ada beberapa cara yang dapat
dilakukan untuk mengukur stasioneritas, salah satunya adalah dengan menggunakan
Augmented Dickey Fuller (ADF) test. Berdasarkan uji tersebut, jika nilai statistik
ADF dari masing-masing variabel lebih kecil daripada nilai kritis MacKinnon maka
dapat dikatakan bahwa data tersebut stasioner.
Berdasarkan hasil pengujian ADF pada tingkat level, variabel SBI, SBIS, INF,
dan NAB stasioner pada level. Sedangkan variabel ER, IHSG, dan JII mengandung
unit root atau dengan kata lain tidak stasioner pada level. Hal ini dapat dilihat dari
79
nilai statistik ADF terhadap nilai kritis MacKinnon. Variabel-variabel yang stasioner
memiliki nilai statistik ADF yang lebih kecil dibandingkan dengan nilai kritis
MacKinnon. Hal sebaliknya terjadi pada variabel-variabel yang tidak stasioner,
dimana nilai statistik ADF lebih besar dibandingkan dengan nilai kritis MacKinnon.
Sehingga untuk lebih meyakinkan dan mencegah adanya regresi palsu maka bagi
variabel yang tidak stasioner perlu dilakukan unit root test pada tingkat first
difference.
Berdasarkan hasil pengujian ADF pada tingkat first difference, diperoleh
bahwa variabel ER, IHSG, dan JII stasioner pada tingkat ini. Hal ini disebabkan
karena nilai statistik ADF variabel SBI, ER, IHSG, dan JII yang lebih kecil
dibandingkan dengan nilai kritis MacKinnon. Sehingga variabel SBI, ER, IHSG, dan
JII stasioner pada tingkat first difference atau derajat integrasi satu I(I).
Tabel 7. Uji Stasioneritas
Level
Variabel
First Difference
Nilai ADF
Keterangan
Nilai ADF
Keterangan
SBI
-2,622692
Stasioner
-4,106045
Stasioner
SBIS
-3,992629
Stasioner
-1,353826
Stasioner
LOG_ER
-2,191468
Tidak Stasioner
-9,587763
Stasioner
INF
-8,669900
Stasioner
-1,273907
Stasioner
LOG_IHSG
0,3796
Tidak Stasioner
-8,106835
Stasioner
LOG_JII
-2,104476
Tidak Stasioner
-7,988462
Stasioner
LOG_NAB
-3,084726
Stasioner
-4,560765
Stasioner
Sumber: Lampiran 1
80
Penggunaan data first difference dan second difference menurut Sims dalam
Enders (2004) tidak direkomendasikan sebab akan menghilangkan informasi jangka
panjang. Digunakan data level untuk menganalisis informasi jangka panjang sehingga
model VAR akan dikombinasikan dengan model koreksi kesalahan (error correction
model) menjadi VECM.
5.1.2 Penentuan Lag Optimum
Pengujian panjang lag optimal ini sangat berguna untuk menghilangkan
masalah autokorelasi dalam sistem VAR. sehingga dengan digunakannya lag optimal
diharapkan permasalahan terkait autokorelasi tidak muncul kembali. Penentuan lag
optimal yang digunakan pada penelitian ini didasarkan pada nilai Akaike Information
Criterion (AIC). Hasil pengujian lag optimal tersebut dapat dilihat pada tabel 8.
Tabel 8. Uji Lag Optimal Model NAB Reksadana Syariah
Lag
AIC
0
8,720374
1
-5,570366
2
-6,666464*
*Angka terkecil
Sumber: Lampiran 2
Penghitungan nilai Akaike Information Criterion (AIC) mengindikasikan
bahwa nilai AIC terkecil yaitu -6,666464* terdapat pada lag dua. Oleh karena itu,
pada analisis VAR akan digunakan lag dua sebagai lag optimum.
81
5.1.3. Uji Stabilitas Vector Auto Regression
Hasil estimasi sistem persamaan VAR yang telah terbentuk perlu diuji
stabilitasnya melalui VAR stability condition check yang berupa roots of
characteristic polynomial terhadap seluruh variabel yang digunakan dikalikan jumlah
lag dari masing-masing VAR sebelum masuk pada tahap analisis yang lebih jauh
lagi. Persamaan VAR dikategorikan stabil jika modulus dari seluruh roots of
characteristic polynomial lebih kecil dari satu. Dapat dilakukan estimasi terhadap
VECM setelah sistem persamaan VAR stabil. Jumlah variabel yang digunakan di
dalam penelitian ini sebanyak tujuh variabel dengan lag sebanyak dua, maka jumlah
root yang diuji sebanyak empat belas.
Sistem VAR yang digunakan dapat disimpulkan adalah bersifat stabil
berdasarkan hasil uji stabilitas VAR. hal tersebut dapat dibuktikan dari empat belas
root yang diuji memiliki modulus dari seluruh roots of characteristic polynomial
0,05-0,99. Informasi lebih jelas dapat dilihat pada lampiran 3.
5.1.4. Uji Kointegrasi
Keberadaan variabel yang tidak stasioner meningkatkan potensi adanya
hubungan kointegrasi antar variabel. Variabel yang tidak stasioner memenuhi syarat
untuk proses terjadinya kointegrasi, yaitu semua variabel stasioner pada derajat yang
sama yaitu derajat I(I). Hal ini menunjukkan bahwa semua variabel dalam sistem
mempunyai sifat integrated of order one, I(I). Oleh sebab itu, pengujian kointegrasi
akan dilakukan terhadap masing-masing model sesuai dengan panjang lag
82
optimumnya. Hasil uji kointegrasi menggunakan tes Johanssen’s Trace Statistic
dapat dilihat pada tabel 9 berikut.
Tabel 9. Uji Johanssen Trace Statistic Model NAB Reksadana Syariah
Hypothesized
Trace
No. of CE(s)
Eigenvalue
Statistic
Critical Value 5%
None *
0,476301
149,9239
111,7805
At most 1
0,291978
81.35909
83,93712
At most 2
0,180325
44,75941
60,06141
At most 3
0,113897
23,68162
40,17493
At most 4
0,062422
10,86384
24,27596
At most 5
0,031751
4,031612
12,32090
At most 6
0,005752
0,611450
4,129906
*Signifikan pada tingkat 5%
Sumber: Lampiran 4
Uji Johanssen’s Trace Statistic digunakan untuk mengetahui jumlah
persamaan kointegrasi di dalam sistem. Untuk menentukan jumlah persamaan yang
terkointegrasi dilakukan dengan membandingkan estimasi Trace Statistic terhadap
nilai kritisnya (critical value), yang pada penelitian digunakan tingkat kritis 5%.
Sebuah persamaan dikatakan terkointegrasi apabila nilai Trace Statistic-nya lebih
besar daripada nilai kritis yang digunakan.
83
Sebagaimana yang terlihat pada tabel diatas 9 diatas, terdapat satu persamaan
yang terkointegrasi. Hal ini dapat dilihat dengan adanya satu nilai Trace Statistic-nya
lebih besar daripada nilai kritis yang digunakan.
5.2. Hasil Uji Kausalitas Granger
Uji kausalitas Granger dilakukan untuk melihat hubungan kausalitas di antara
variabel-variabel yang ada di dalam model. Hipotesis awal atau H0 yang diuji adalah
tidak adanya hubungan kausalitas. Untuk menerima atau menolak H0 maka
digunakanlah nilai probabilitas yang dibandingkan dengan nilai kritis yang
digunakan. Apabila nilai probabilitas lebih kecil dari nilai kritis yang telah ditentukan
maka H0 ditolak atau dengan kata lain terdapat hubungan kausalitas pada variabelvariabel yang diuji. Hasil pengujian kausalitas dapat dilihat pada tabel 10 berikut.
Tabel 10. Uji Kausalitas Granger Model NAB Reksadana Syariah
Variabel Tidak Bebas
NABRDS
SBI
NABRDS
SBIS
NABRDS
KURS
NABRDS
INF
NABRDS
IHSG
NABRDS
JII
*Signifikan pada tingkat 5%
Sumber: Lampiran 5
Variabel Bebas
SBI
NABRDS
SBIS
NABRDS
KURS
NABRDS
INF
NABRDS
IHSG
NABRDS
JII
NABRDS
Probability
0,9265
0,0327*
0,0178*
0,8835
0,4659
0,8580
0,0061*
0,5780
0,7094
0,0698
0,5060
0,0941
84
Hasil uji kausalitas dengan signifikansi pada taraf 5 persen menunjukkan
bahwa tidak terdapat hubungan dua arah antar variabel. Hanya terdapat hubungan
satu arah antara NAB reksadana syariah dengan variabel SBI, SBIS, dan INF.
5.3. Hasil Estimasi Vector Error Correction
Dari uji kointegrasi dapat dilihat bahwa terdapat kointegrasi diantara variabelvariabel yang diteliti. Karena itu dapat dilihat hubungan keseimbangan jangka
panjang dari persamaan-persamaan yang terkointegrasi dengan menggunakan Vector
Error Correction.
Model VECM memberikan dua output estimasi utama, yakni mengukur
cointegrating atau hubungan keseimbangan jangka panjang antar variabel, serta
mengukur error correction atau kecepatan variabel-variabel tersebut dalam bergerak
menuju keseimbangan jangka panjangnya (Marciano, 2004). Jadi dengan VARVECM, maka dapat diketahui hubungan jangka pendek serta jangka panjang antar
variabel. Dalam penelitian ini, signifikansi suatu variabel terhadap variabel lainnya
dinilai pada taraf nyata 5 persen.
Pada tabel 11 berikut ini merupakan hasil estimasi VECM pada model
perkembangan reksa dana syariah di Indonesia yang memperlihatkan hubungan
variabel pada jangka pendek maupun jangka panjang. Pada estimasi di dalam model
tersebut, variabel dependen dalam model tersebut adalah Nilai Aktiva Bersih (NAB)
Reksadana Syariah di Indonesia, sedangkan variabel independennya adalah suku
bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI), suku bunga Sertifikat Bank Indonesia Syariah
85
(SBIS), nilai tukar rupiah tehadap dollar AS (KURS), inflasi (INF), Indeks Harga
Saham Gabungan (IHSG), dan Jakarta Islamic Index (JII).
Tabel 11. Hasil Estimasi VECM Model NAB Reksadana Syariah
Variabel
Koefisien
T-statistik
D(LOG_NABRDS(-1))
D(LOG_NABRDS(-2))
D(SBI(-1))
D(SBI(-2))
D(SBIS(-1))
D(SBIS(-2))
D(LOG_KURS(-1))
D(LOG_KURS(-2))
D(INF(-1))
D(INF(-2))
D(LOG_IHSG(-1))
D(LOG_IHSG(-2))
D(LOG_JII(-1))
D(LOG_JII(-2))
CointEq1
C
Jangka Pendek
0,564661
0,218621
-0,227148
0,182244
0,036618
0,009229
-1,937401
-1,402927
0,035540
0,033368
0,407888
-0,925704
-1,115567
-0,051360
-0,175892
0,050804
5,91380*
2,16945*
-3,07324*
2,49941*
2,61529*
0,72014
-2,65232*
-2,30401*
2,08779*
2,08249*
0,54812
-1,26357
-1,70990
-0,08001
-4,59791
2,85641
Jangka Panjang
SBI(-1)
SBIS(-1)
LOG_KURS(-1)
INF(-1)
LOG_IHSG(-1)
LOG_JII(-1)
c
*Signifikan pada tingkat 5%
Sumber: Lampiran 6
0,115378
0,257538
-12,73491
0,179200
-4,280089
1,478125
1,293310
3,20632*
6,64340*
-12,6037*
1,55689
-2,86312*
1,20744
-
86
Berdasarkan tabel tersebut maka dapat dilihat bahwa dalam jangka pendek
terdapat sembilan variabel yang berpengaruh signifikan terhadap NAB reksadana
syariah. Empat variabel secara signifikan berpengaruh dalam jangka panjang. Ada
variabel seperti IHSG yang tidak berpengaruh dalam jangka pendek namun
berpengaruh secara signifikan dalam jangka panjang. Hal ini terjadi karena suatu
variabel bereaksi terhadap variabel lainnya membutuhkan waktu (lag) dan pada
umumnya reaksi suatu variabel terhadap variabel lainnya terjadi dalam jangka
panjang. Terbukti adanya mekanisme penyesuaian dari jangka pendek ke jangka
panjangnya pada model perkembangan reksadana syariah di Indonesia yang
ditunjukkan dengan kointegrasi kesalahan yang bernilai negatif dan secara statistik
signifikan.
Pada analisis jangka pendek model NAB reksadana syariah, terdapat dugaan
parameter error correction sebesar -0,175892 persen yang secara statistik signifikan.
Hasil estimasi VECM jangka pendek menunjukkan bahwa variabel NAB lag pertama
berpengaruh positif dan signifikan terhadap NAB reksadana syariah di Indonesia,
yakni ketika terjadi peningkatan NAB reksadana syariah lag pertama sebesar satu
persen, maka akan terjadi peningkatan NAB reksadana syariah sebesar 0,564661
persen. Pengaruh yang sama juga diberikan oleh variabel NAB lag kedua. Variabel
NAB lag kedua berpengaruh positif dan signifikan terhadap NAB reksadana syariah,
yakni ketika terjadi peningkatan NAB reksadana syariah lag kedua sebesar satu
persen, maka akan terjadi peningkatan NAB reksadana syariah sebesar 0,218621
persen. Hal ini sesuai fakta bahwa para investor dalam pengambilan keputusan untuk
87
berinvestasi melalui reksadana syariah disesuaikan dengan track record dari
reksadana syariah itu sendiri apakah memiliki prospek yang bagus atau tidak dalam
menghasilkan return kedepannya.
Variabel selanjutnya yang berpengaruh signifikan dalam jangka pendek
maupun jangka panjang terhadap NAB reksadana syariah adalah variabel SBIS.
Dalam jangka pendek, SBI lag pertama berpengaruh secara negatif sedangkan SBI
lag kedua berpengaruh secara positif terhadap NAB reksadana syariah. Ketika terjadi
peningkatan SBI lag pertama sebesar satu persen, maka akan terjadi penurunan NAB
reksadana syariah sebesar 0,227148 persen, sedangkan ketika terjadi peningkatan SBI
lag kedua sebesar satu persen, maka akan terjadi peningkatan NAB reksadana syariah
sebesar 0,182244 persen. Dalam jangka panjang, variabel suku bunga Sertifikat Bank
Indonesia (SBI) berpengaruh positif secara signifikan terhadap NAB reksadana
syariah, yakni ketika terjadi peningkatan SBI sebesar satu persen, maka akan terjadi
peningkatan NAB reksadana syariah sebesar 0,115378 persen.
Seperti yang sudah diketahui bahwa SBI merupakan instrumen moneter bagi
Bank Indonesia untuk mengendalikan inflasi, dalam hal ini berupa penerbitan surat
utang jangka pendek berbasis bunga untuk mengendalikan jumlah uang beredar. Suku
bunga SBI memengaruhi perkembangan NAB reksadana syariah karena pada
reksadana syariah yang menggunakan sistem bagi hasil seharusnya tidak dipengaruhi
oleh pergerakan tingkat bunga karena reksadana syariah tidak mengalokasikan
dananya bagi usaha yang menggunakan sistem bunga. Dengan dana serapan yang
sangat besar, SBI menjadi sinyalemen bagi pergerakan variabel makroekonomi
88
lainnya. Pemicu peningkatan dari NAB reksadana syariah dengan meningkatnya SBI
faktanya adalah peningkatan SBI selalu diiringi dengan peningkatan SBIS yang
relatif sama, sehingga menjadi insentif bagi investor yang memiliki dana yang
terbatas untuk berinvestasi melalui reksadana syariah. Karena berinvestasi langsung
ke dalam SBIS memerlukan modal yang sangat besar. Oleh karena itu masyarakat
memiliki kemudahan untuk berinvestasi melalui reksa dana syariah, sehingga NAB
reksadana syariah juga akan meningkat.
Pemicu berkurangnya NAB reksadana syariah di dalam jangka pendek ketika
SBI meningkat dikarenakan peningkatan SBI membuat sebagian masyarakat
mengalihkan dananya dari reksadana syariah ke dalam SBI, walaupun SBI
menggunakan sistem bunga. Sedangkan dalam jangka panjang, fungsi serta return
SBI dan SBIS yang sama akan membuat investor akan kembali berinvestasi didalam
reksadana syariah, karena para investor akan lebih memilih SBIS yang berprinsipkan
syariah. Hal ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sylviana (2006).
Variabel selanjutnya yang berpengaruh signifikan dalam jangka pendek
maupun jangka panjang terhadap NAB reksadana syariah adalah variabel SBIS.
Dalam jangka pendek, SBIS lag pertama berpengaruh secara positif terhadap NAB
reksadana syariah. Ketika terjadi peningkatan SBIS lag pertama sebesar satu persen,
maka akan terjadi peningkatan NAB reksadana syariah sebesar 0,036618 persen.
Dalam jangka panjang, suku bunga Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)
berpengaruh positif secara signifikan terhadap NAB reksadana syariah, yakni ketika
89
terjadi peningkatan SBIS sebesar satu persen, maka akan terjadi peningkatan NAB
reksadana syariah sebesar 0,257538 persen.
Jadi di dalam jangka pendek maupun jangka panjang, peningkatan SBIS akan
menjadi insentif bagi manajer investasi untuk menginvestasikan dana kelolaannya ke
dalam SBIS yang merupakan salah satu instrumen investasi reksadana syariah,
sehingga diharapkan terjadi peningkatan return bagi para investor. Investor akan
memilih untuk menginvestasikan dananya melalui reksadana syariah dibandingkan
berinvestasi langsung dalam SBIS karena investasi langsung dalam SBIS
memerlukan modal yang sangat besar. Berbeda dengan berinvestasi pada reksadana
syariah yang tidak membutuhkan dana yang sangat besar, oleh karena itu masyarakat
memiliki kemudahan untuk berinvestasi melalui reksadana syariah, sehingga NAB
reksadana syariah juga akan meningkat.
Variabel selanjutnya yang berpengaruh signifikan dalam jangka pendek
maupun jangka panjang terhadap NAB reksadana syariah adalah variabel KURS.
Dalam jangka pendek, KURS lag pertama dan KURS lag kedua memiliki pengaruh
yang sama terhadap NAB reksadana syariah yakni berpengaruh secara negatif. Untuk
variabel KURS lag pertama, Ketika terjadi peningkatan sebesar satu persen, maka
akan terjadi penurunan NAB reksa dana syariah sebesar 1,937401 persen. Sedangkan
untuk variabel KURS lag kedua, Ketika terjadi peningkatan sebesar satu persen,
maka akan terjadi penurunan NAB reksadana syariah sebesar 1,402927 persen. Nilai
tukar rupiah terhadap dollar AS (KURS) dalam jangka panjang secara signifikan
berpengaruh negatif terhadap NAB reksadana syariah, yakni ketika terjadi
90
peningkatan KURS sebesar satu persen, maka akan terjadi peningkatan NAB
reksadana syariah sebesar 12,73491 persen. Peningkatan (Depresiasi) nilai tukar
rupiah terhadap dollar AS menandakan bahwa semakin murah harga rupiah terhadap
mata uang asing khususnya dollar AS sehingga terjadi aliran modal masuk (capital
inflow) ke Indonesia akibat meningkatnya permintaan akan rupiah. Capital Inflow
kemudian akan meningkatkan NAB reksadana syariah.
Variabel yang berpengaruh signifikan dalam jangka pendek terhadap NAB
reksadana syariah adalah variabel INF lag pertama dan INF lag kedua. Ketika terjadi
peningkatan INF lag pertama sebesar satu persen, maka akan terjadi peningkatan
NAB reksadana syariah sebesar 0,035540 persen, sedangkan ketika terjadi
peningkatan INF lag kedua sebesar satu persen, maka akan terjadi peningkatan NAB
reksadana syariah sebesar 0,033368 persen. Hal ini terjadi karena ketika inflasi
mengalami peningkatan, maka bank sentral akan merespon dengan menaikkan suku
bunga untuk mengurangi jumlah uang beredar yang berimplikasi pada inflasi yang
stabil. Kenaikkan bonus inilah yang kemudian menjadi insentif bagi para investor
yang menginginkan return yang tinggi untuk berinvestasi pada reksadana syariah,
sehingga NAB reksa dana syariah mengalami peningkatan. Hasil estimasi ini sesuai
dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Sjaputera (2005) dan Arisandi
(2009) namun dengan interpretasi yang berbeda, dimana ketika terjadi peningkatan
inflasi, maka masyarakat akan memilih untuk mempertahankan nilai uangnya melalui
pembelian reksadana syariah dibandingkan memegang uang yang nilai riilnya akan
terus menurun seiring terjadinya peningkatan inflasi. Kemudian semenjak tahun
91
2005, Bank Indonesia sebagai otoritas moneter memiliki kerangka kerja yang sangat
menjanjikan yaitu Inflation Targeting Framework sehingga inflasi jangka panjang
lebih terkendali. Hal ini memudahkan para investor dalam pengambilan keputusan
untuk berinvestasi sehingga dalam jangka panjang pengaruh inflasi dinilai tidak
terlalu signifikan.
Kemudian variabel yang dalam jangka pendek tidak berpengaruh, namun
secara signifikan berpengaruh dalam jangka panjang terhadap NAB reksadana syariah
adalah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). IHSG berpengaruh negatif terhadap
NAB reksadana syariah, yakni ketika terjadi peningkatan IHSG sebesar satu persen,
maka akan terjadi penurunan NAB reksadana syariah sebesar 4,280089 persen. Hal
ini sesuai dengan fakta bahwa reksadana syariah merupakan reksadana yang jangka
waktu investasinya menengah-panjang, sehingga perubahan IHSG dalam jangka
pendek tidak akan berpengaruh terhadap reksadana syariah. Peningkatan IHSG
mencerminkan kondisi pasar modal dan kinerja perusahaan yang terlibat di dalamnya
mengalami kemajuan, sehingga dalam jangka panjang para investor akan melakukan
penebusan unit penyertaannya (redemption) untuk memperoleh keuntungan sehingga
akan mengakibatkan penurunan dari NAB reksadana syariah.
Variabel makroekonomi yang terakhir adalah Jakarta Islamic Index (JII).
Variabel JII tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap reksadana syariah baik
jangka pendek maupun jangka panjang. Hal ini sesuai dengan fakta yang terjadi
bahwa walaupun JII terdiri dari 30 saham-saham syariah terbaik, namun JII memiliki
nilai yang sangat kecil sehingga tidak terlalu berpengaruh terhadap reksadana syariah.
92
Kondisi ini juga diperkuat bahwasanya reksadana syariah di Indonesia didominasi
oleh reksadana yang menginvestasikan dananya melalui efek bersifat utang. Dengan
porsi dana investasi yang lebih sedikit terhadap efek berbentuk saham, maka JII
dinilai sangat kecil pengaruhnya terhadap reksa dana syariah.
Model VAR (Vector Auto Regression) yang dikombinasikan dengan Vector
Error Correction Model (VECM) digunakan untuk menganalisis pengaruh variabel
makroekonomi terhadap reksa dana syariah di Indonesia. Pengaruh dan peranan
shock variabel makroekonomi terhadap reksa dana syariah dapat diidentifikasi
melalui guncangan struktural dengan menggunakan cholesky decomposition. Tahapan
analisis selanjutnya yang akan digunakan adalah Impulse Response Function (IRF)
dan Forecast Error Variance Decomposition (FEVD).
5.4. Innovation Accounting
5.4.1. Impulse Response Function
Analisis IRF akan menjelaskan dampak dari guncangan (shock) pada satu
variabel terhadap variabel lain, dimana dalam analisis ini tidak hanya dalam waktu
pendek tetapi dapat menganalisis untuk beberapa horizon ke depan (bulanan) sebagai
informasi jangka panjang. Dapat dilihat pada analisis ini respon dinamika setiap
variabel apabila ada inovasi (shock) tertentu sebesar satu standar error pada setiap
persamaan. Sumbu horizontal merupakan periode dalam bulanan, sedangkan sumbu
vertikal menunjukkan nilai respon dalam standar deviasi yang dapat dikonversi dalam
bentuk persentase.
93
Dalam analisis ini digunakan variabel Nilai Aktiva Bersih (NAB) reksadana
syariah yang dipengaruhi oleh adanya guncangan (shock) variabel-variabel
makroekonomi. Terdapat enam variabel makroekonomi pada analisis IRF dalam
model penelitian, yaitu suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI), suku bunga
Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), nilai tukar rupiah tehadap dollar AS
(KURS), inflasi (INF), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), dan Jakarta Islamic
Index (JII).
5.5.1.1. Respon Dinamis Guncangan Makroekonomi terhadap Nilai Aktiva
Bersih (NAB) Reksadana Syariah
Seperti terlihat seperti gambar 6, guncangan SBI sebesar satu standar deviasi
terhadap NAB reksadana syariah belum memberikan pengaruh apapun pada bulan
pertama, namun pada bulan kedua, guncangan SBI sebesar satu standar deviasi
membuat NAB reksadana syariah mengalami penurunan sebesar 0,047683 persen.
Guncangan SBI sebesar satu standar deviasi terus membuat penurunan pada NAB
reksadana syariah hingga mencapai titik terendah pada bulan ke dua belas dengan
penurunan sebesar 0,242479 persen. Kemudian guncangan SBI sebesar satu standar
deviasi mencapai kestabilan pada bulan ke tiga belas dengan rata-rata penurunan 0,24
persen. Guncangan terhadap SBI sangat berpengaruh terhadap keputusan investor
untuk berinvestasi atau tidak melalui reksadana syariah. SBI merupakan operasi
moneter bank sentral yang memiliki dana serapan yang sangat besar. Sehingga
pergerakannya akan berpengaruh terhadap pergerakan variabel makroekonomi
lainnya, SBIS menjadi salah satunya. SBI dan SBIS memiliki pergerakan yang relatif
94
sama, maka ketika shock diberikan pada SBI, sehingga SBI menjadi sangat rendah,
akan memberikan sinyal kepada investor bahwa SBIS akan mengalami penurunan
yang sama. Dengan rendahnya SBI dan SBIS, maka investor akan mencari alternatif
investasi lain yang lebih menguntungkan. Para investor akan menarik dana yang
dimilikinya di dalam reksadana syariah, sehingga NAB reksadana syariah akan
menurun.
Guncangan SBIS sebesar satu standar deviasi terhadap NAB reksadana
syariah belum memberikan pengaruh apapun pada bulan pertama, namun pada bulan
kedua, guncangan SBIS sebesar satu standar deviasi membuat NAB reksadana
syariah mengalami penurunan sebesar 0,009761 persen. Guncangan SBIS sebesar
satu standar deviasi terus membuat penurunan pada NAB reksadana syariah hingga
mencapai puncaknya pada bulan ke sepuluh dengan penurunan sebesar 0,179831
persen. Penurunan NAB reksadana syariah sempat berkurang dari bulan ke sebelas
hingga bulan ketujuh belas hingga sebesar 0,163673 persen. Guncangan SBIS sebesar
satu standar deviasi membuat NAB reksadana syariah mencapai kestabilan pada
bulan kedelapan dengan rata-rata penurunan sebesar 0,17 persen. Guncangan
terhadap SBIS sangat berpengaruh terhadap keputusan investor untuk berinvestasi
atau tidak melalui reksadana syariah. Ketika shock diberikan pada SBIS, sehingga
SBIS menjadi sangat rendah, investor akan mencari alternatif investasi lain yang
lebih menguntungkan. Para investor akan menarik dana yang dimilikinya di dalam
reksadana syariah, sehingga NAB reksa dana syariah akan menurun.
95
Guncangan KURS sebesar satu standar deviasi terhadap NAB reksadana
syariah belum memberikan pengaruh apapun pada bulan pertama, namun pada bulan
kedua guncangan KURS sebesar satu standar deviasi membuat NAB reksadana
syariah mengalami peningkatan sebesar 0,008528 persen. Kemudian guncangan
KURS sebesar satu standar deviasi akan membuat peningkatan terhadap NAB
reksadana syariah sebesar 0,023925 persen pada bulan ketiga dan mencapai
kestabilan pada bulan kesembilan dengan peningkatan rata-rata sebesar 0,17 persen.
Guncangan KURS akan membuat KURS terdepresiasi. Peningkatan (Depresiasi) nilai
tukar rupiah terhadap dollar AS menandakan bahwa semakin murah harga rupiah
terhadap mata uang asing khususnya dollar AS sehingga terjadi aliran modal masuk
(capital inflow) ke Indonesia akibat meningkatnya permintaan akan rupiah. Capital
Inflow kemudian akan meningkatkan NAB reksadana syariah.
Guncangan INF sebesar satu standar deviasi terhadap NAB reksadana syariah
belum memberikan pengaruh apapun pada bulan pertama, namun pada bulan kedua
guncangan INF sebesar satu standar deviasi membuat NAB reksadana syariah
mengalami peningkatan sebesar 0,003579 persen. Kemudian guncangan INF sebesar
satu standar deviasi akan membuat penurunan terhadap NAB reksadana syariah
sebesar 0,016183 persen pada bulan ke tiga, guncangan INF sebesar satu standar
deviasi terus membuat penurunan pada NAB reksadana syariah dan mencapai
kestabilan pada bulan ke sembilan dengan penurunan rata-rata sebesar 0,17 persen.
Guncangan inflasi pada awalnya akan direspon oleh para investor untuk menanamkan
modalnya melalui reksadana syariah karena guncangan inflasi akan direspon oleh
96
bank sentral dengan menaikkan bonus untuk mengurangi jumlah uang beredar.
Kenaikan bonus inilah yang menjadi insentif bagi para investor yang mengingkinkan
return yang tinggi, sehingga NAB reksadana syariah akan meningkat. Namun
guncangan inflasi yang tidak terkendali pada lag selanjutnya akan menurunkan NAB
reksadana syariah. Hal ini dikarenakan inflasi yang terus terjadi tanpa kendali akan
mempengaruhi nilai riil terhadap return yang diperoleh oleh para investor, daya beli
para investor akan menurun sehingga akan mengurangi minat berinvestasi melalui
reksadana syariah sehingga NAB reksadana syariah mengalami penurunan.
Guncangan IHSG sebesar satu standar deviasi terhadap NAB reksadana
syariah belum memberikan pengaruh apapun pada bulan pertama, namun pada bulan
kedua guncangan IHSG sebesar satu standar deviasi membuat NAB reksadana
syariah mengalami peningkatan sebesar 0,030986 persen. guncangan IHSG sebesar
satu standar deviasi terus membuat peningkatan pada NAB reksadana syariah hingga
bulan ke enam sebesar 0,000334 persen. Kemudian guncangan IHSG sebesar satu
standar deviasi akan membuat penurunan terhadap NAB reksadana syariah sebesar
0,014390 persen pada bulan ke tujuh, guncangan IHSG sebesar satu standar deviasi
terus membuat penurunan pada NAB reksadana syariah dan mencapai kestabilan
pada bulan kesepuluh dengan penurunan rata-rata sebesar 0,04 persen.
Guncangan JII sebesar satu standar deviasi terhadap NAB reksadana syariah
belum memberikan pengaruh apapun pada bulan pertama, namun pada bulan kedua
guncangan JII sebesar satu standar deviasi membuat NAB reksadana syariah
mengalami peningkatan sebesar 0,001895 persen. guncangan JII sebesar satu standar
97
deviasi kemudian mengalami penurunan pada NAB reksadana syariah pada bulan ke
tiga sebesar 0,018366 persen hingga bulan kelima sebesar 0,005959 persen.
Kemudian guncangan JII sebesar satu standar deviasi membuat peningkatan kembali
terhadap NAB reksadana syariah sebesar 0,000334 persen pada bulan keenam,
guncangan JII sebesar satu standar deviasi terus membuat peningkatan pada NAB
reksadana syariah dan mencapai kestabilan pada bulan kesembilan dengan
peningkatan rata-rata sebesar 0,02 persen.
Berdasarkan hasil analisis impulse response tersebut, maka dapat dilihat
bahwa inovasi atau guncangan dari variabel makroekonomi (SBI, SBIS, KURS, INF,
IHSG, dan JII) memberikan dampak terhadap NAB reksadana syariah. Inovasi atau
guncangan dari variabel makroekonomi dalam jangka panjang memengaruhi
reksadana syariah berupa peningkatan atau penurunan NAB reksadana syariah dan
mencapai kestabilan rata-rata setelah melewati periode kesepuluh.
98
Response to CholeskyOne S.D. Innovations
Response of NABRDS to NABRDS
Response of NABRDS to JII
Response of NABRDS to IHSG
.3
.3
.3
.2
.2
.2
.1
.1
.1
.0
.0
.0
-.1
-.1
-.1
-.2
-.2
-.2
-.3
-.3
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
-.3
5
Response of NABRDS to SBI
10
15
20
25
30
35
40
45
50
5
Response of NABRDS to KURS
.3
.3
.2
.2
.2
.1
.1
.1
.0
.0
.0
-.1
-.1
-.1
-.2
-.2
-.2
-.3
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
45
50
15
20
25
30
35
40
45
50
45
50
Response of NABRDS to INF
.3
-.3
10
-.3
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
5
10
15
20
25
30
35
40
Response of NABRDS to SBIS
.3
.2
.1
.0
-.1
-.2
-.3
5
10
15
20
25
30
35
40
Gambar 4. Respon NAB Reksadana Syariah terhadap Guncangan Variabel
Makroekonomi
Sumber : Lampiran 7
5.4.2. Forecast Error Variance Decomposition (FEVD)
Dalam bab sebelumnya telah disebutkan bahwa penting untuk dapat
mencirikan struktur dinamis antar variabel di dalam model VAR. hal ini dengan baik
dapat dilakukan melalui Variance Decomposition (VD) dimana pola dari VD ini
dapat mengindikasikan sifat dari kausalitas multivariat di antara variabel-variabel
99
dalam model VAR. analisis VD juga dapat digunakan untuk melihat kekuatan dan
kelemahan dari masing-masing variabel dalam memengaruhi variabel lainnya untuk
kurun waktu yang panjang.
Hasil Variance Decomposition pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 12
dan selengkapnya pada lampiran 8. Untuk model NAB reksadana syariah ini terlihat
bahwa dalam interval peramalan periode pertama hingga periode kelima puluh,
varians NAB reksa dana syariah sangat dipengaruhi oleh inovasi di dalam NAB reksa
dana syariah itu sendiri, meskipun dengan tren yang terus menurun. Pada bulan
pertama varians NAB reksadana syariah disebabkan oleh inovasi di dalam NAB
reksadana syariah itu sendiri sebesar seratus 100 persen. Pada periode kedua hingga
beberapa periode ke depan, pengaruh inovasi di dalam NAB reksadana syariah itu
sendiri terhadap variansnya menurun cukup signifikan. Hingga periode kelima, NAB
reksadana syariah dipengaruhi NAB reksadana syariah itu sendiri sebesar 77,65394
persen, kemudian SBI sebesar 8,526605 persen dan SBIS 7,999334 persen, kemudian
disusul oleh pengaruh yang lebih kecil dari KURS sebesar 3,908254 persen, IHSG
sebesar 0,913092 persen, INF sebesar 0,867361 persen, dan JII sebesar 0,131416
persen.
Pada periode sepuluh ke depan, NAB reksadana syariah masih dipengaruhi
NAB reksadana syariah itu sendiri sebesar 52,05902 persen, kemudian SBI sebesar
18,33266 persen, kemudian disusul oleh pengaruh yang lebih kecil dari SBIS 14,8186
persen KURS sebesar 11,68346 persen, INF sebesar 2,246873 persen, IHSG sebesar
0,674325 persen, dan JII sebesar 0,185061 persen. Pada tahap selanjutnya, yaitu
100
tahap dua puluh ke depan, NAB reksadana syariah masih dipengaruhi oleh inovasi di
dalam NAB reksadana syariah itu sendiri sebesar 42,20943 persen, kemudian SBI
sebesar 25,591 persen, kemudian disusul oleh pengaruh yang lebih kecil dari SBIS
14,61114 persen KURS sebesar 13,54154 persen, INF sebesar 2,598131 persen,
IHSG sebesar 1,066708 persen, dan JII sebesar 0,382061 persen. Hingga tahap lima
puluh ke depan, inovasi masih dipengaruhi oleh NAB reksadana syariah itu sendiri
sebesar 39,66644 persen. Namun, variabel lainnya menjadi lebih berpengaruh
dibandingkan di tahap pertama. Pada tahap lima puluh ke depan, variabel lainnya
cukup mempengaruhi NAB reksadana syariah walaupun pengaruhnya tidak sebesar
pengaruh NAB reksadana syariah itu sendiri. Pada tahap ini, NAB reksadana syariah
dipengaruhi juga oleh SBI sebesar 28,37409 persen, SBIS 14,08998 persen KURS
sebesar 13,71141 persen, INF sebesar 2,640586 persen, IHSG sebesar 1,102229
persen, dan JII sebesar 0,415271 persen.
Tabel 12. Variance Decomposition Model NAB Reksadana Syariah
Variance Decomposition of LOG_NAB
Period NABRDS
JII
IHSG
SBI
KURS
1
100
0
0
0
0
2
95,50201 0,004724 1,263457 2,991875 0,095706
3
91,04447 0,219697 1,29394 4,488888 0,415747
4
84,26101 0,178379 1,222881
6,444
2,03044
5
77,65394 0,131416 0,913092 8,526605 3,908254
10
52,05902 0,185061 0,674325 18,33266 11,68346
20
42,20943 0,382061 1,066708 25,591 13,54154
30
40,75183 0,400671 1,085062 27,22325 13,62624
40
40,05828 0,410008 1,096086 27,95718 13,68116
50
39,66644 0,415271 1,102229 28,37409 13,71141
Sumber : Lampiran 8
INF
0
0,016854
0,177018
0,487169
0,867361
2,246873
2,598131
2,620491
2,633409
2,640586
SBIS
0
0,125378
2,360244
5,376118
7,999334
14,8186
14,61114
14,29246
14,16388
14,08998
101
Hasil VD ini mengindikasikan bahwa inovasi di dalam NAB reksadana
syariah sangat dipengaruhi oleh inovasi di dalam NAB reksadana syariah itu sendiri
dan pengaruh yang lebih kecil dari variabel-variabel makroekonomi yang menjadi
sample penelitian. Namun di dalam jangka panjang, variabel-variabel makroekonomi
tersebut memiliki pengaruh yang cukup signifikan walaupun tidak sebesar pengaruh
inovasi di dalam NAB reksadana syariah itu sendiri. Inovasi pada suku bunga
Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), dan nilai
tukar rupiah terhadap dollar AS (KURS) adalah inovasi yang memiliki pengaruh
yang cukup signifikan. Pengaruh SBI dan SBIS tentunya memberikan efek bagi para
investor untuk menanamkan modalnya atau tidak. Sebab, pengaruh SBI yang sangat
besar tentunya akan menjadi sinyal adanya pergerakan terhadap variabel
makroekonomi lainnya, khususnya SBIS. Dengan pergerakan SBI dan SBIS yang
relatif sama, ketika SBI dan SBIS meningkat maka pemerintah Indonesia akan
berusaha untuk menekan angka inflasi dengan menurunkan jumlah uang beredar.
Peningkatan suku bunga SBI dan SBIS inilah yang menjadi insentif bagi para
investor untuk memperoleh return yang lebih tinggi. Dikarenakan berinvestasi
langsung melalui SBIS memerlukan modal yang cukup besar, maka bagi para
investor yang memiliki dana relatif lebih kecil akan memilih untuk berinvestasi
melalui reksadana syariah. Sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan NAB
reksadana syariah.
102
Variabel berikutnya yang memengaruhi NAB reksadana syariah adalah
KURS. Perubahan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS sangat berpengaruh terhadap
NAB reksadana syariah. Peningkatan (Depresiasi) nilai tukar rupiah terhadap dollar
AS menandakan bahwa semakin murah harga rupiah terhadap mata uang asing
khususnya dollar AS sehingga terjadi aliran modal masuk (capital inflow) ke
Indonesia akibat meningkatnya permintaan akan rupiah. Capital Inflow kemudian
akan meningkatkan NAB reksadana syariah.
103
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan
hasil
penelitian
mengenai
analisis
pengaruh
variabel
makroekonomi terhadap reksadana syariah di Indonesia, terdapat beberapa hal yang
dapat diambil sebagai kesimpulan.
1. Perkembangan reksadana syariah di Indonesia mengalami pertumbuhan yang
sangat pesat. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan jumlah unit reksadana dan
total unit dana kelolaannya dari tahun ke tahun. Meskipun perekonomian
Indonesia sempat mengalami krisis di tahun 2005 dan 2008, namun karena
memiliki daya tahan yang cukup kuat, pengaruh krisis sangat kecil terhadap
reksadana syariah. Peluang bagi reksadana syariah untuk tumbuh lebih besar
sangat terbuka lebar. mengingat dengan semakin didukungnya reksadana
syariah dengan regulasi-regulasi yang dikeluarkan oleh BAPEPAM-LK.
Selain itu, potensi masyarakat muslim Indonesia yang terbesar di dunia
menjadikan Indonesia sebagai pasar bagi pengembangan reksadana syariah
yang sangat menjanjikan. Meskipun share reksadana syariah dibandingkan
dengan reksadana konvensional masih terbilang kecil, tidak lebih dari 5
persen.
104
2. Berdasarkan hasil estimasi menggunakan VAR/VECM, dalam jangka pendek
dapat diketahui bahwa variabel NAB lag pertama, NAB lag kedua, SBI lag
pertama, SBI lag kedua, SBIS lag pertama, KURS lag pertama, KURS lag
kedua, INF lag pertama, dan INF lag kedua berpengaruh signifikan terhadap
NAB reksadana syariah. Sedangkan variabel SBIS lag kedua, IHSG lag
pertama, IHSG lag kedua, JII lag pertama, dan JII lag kedua tidak
berpengaruh signifikan terhadap NAB reksadana syariah. Variabel NAB lag
pertama, NAB lag kedua, SBI lag kedua, , SBIS lag kedua, INF lag pertama,
dan INF lag kedua memiliki hubungan positif dengan NAB reksadana
syariah. Sedangkan variabel SBI lag pertama, KURS lag pertama, dan KURS
lag kedua memiliki hubungan negatif dengan NAB reksadana syariah.
3. Berdasarkan hasil estimasi menggunakan VAR/VECM, dalam jangka panjang
dapat diketahui bahwa variabel SBI, SBIS, KURS, dan IHSG berpengaruh
signifikan terhadap NAB reksadana syariah. Sedangkan variabel INF dan JII
tidak berpengaruh signifikan terhadap NAB reksadana syariah. Variabel SBI
dan SBIS memiliki hubungan positif dengan NAB reksadana syariah.
Sedangkan variabel KURS dan IHSG memiliki hubungan negatif dengan
NAB reksadana syariah.
4. Terakhir, hasil Innovation Accounting dengan menggunakan analisis Impulse
Response Function (IRF) dan Forecast Error Variance Decomposition
(FEVD). Analisis IRF memperlihatkan bahwa reksadana syariah memiliki
daya tahan terhadap guncangan makroekonomi dengan mencapai kestabilan
pada periode yang tidak terlalu lama yaitu periode kesepuluh. Analisis FEVD
105
memperlihatkan bahwa variabilitas dari NAB reksadana syariah berasal dari
NAB reksadana syariah itu sendiri. Namun, SBI, SBIS, dan KURS
memberikan proporsi yang relatif lebih tinggi dalam waktu yang lebih
panjang.
106
6.2. Saran
Pertumbuhan reksadana syariah yang sangat pesat perlu mendapat dukungan
pemerintah selaku pengambil kebijakan mengingat potensi pengembangannya di
Indonesia yang sangat besar. Kurangnya pengetahuan masyarakat yang sangat
terbatas terhadap reksadana syariah perlu menjadi perhatian tersendiri dengan
diadakannya sosialisasi mengenai reksadana syariah oleh pemerintah dalam hal ini
BAPEPAM-LK agar tindakan irasional para investor yang menyebabkan krisis di
tahun 2005 tidak terulang kembali dan semakin meningkatnya minat masyarakat yang
ingin berinvestasi melalui reksadana syariah.
Bagi penelitian selanjutnya, faktor-faktor non-ekonomi (regulasi, politik,
keamanan, pengawasan, edukasi) sangat baik jika dimasukkan ke dalam model
reksadana syariah bersama-sama dengan faktor-faktor ekonomi. Hal ini penting
mengingat reksadana syariah tidak hanya dipengaruhi oleh faktor-faktor ekonomi
saja, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor non ekonomi.
107
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, Bendot Chairul. 2004. Analisis Pengaruh Faktor-Faktor Makroekonomi dan
Tingkat Pengembalian Pasar Imbal Hasil Reksa Dana: Studi Dengan
Menggunakan Vector Auto Regression. [Tesis]. Pascasarjana Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia.
Arisandi, Tanto Dikdik. 2009. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Perkembangan Reksadana Syariah di Indonesia. [Skripsi]. Fakultas Ekonomi
dan Manajemen Institut Pertanian Bogor.
Aroem, Suciana Puspita. 2005. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Perkembangan Reksa Dana di Indonesia Periode 2000-2004. [Skripsi] Fakultas
Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor.
Aufa, Fakhrul. 2010. Analisis Integrasi dan Pengaruh Variabel Makroekonomi
Terhadap Kinerja Pasar Saham di Negara-Negara Utama Asean. [Skripsi].
Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor.
Badan Pusat Statistik. 2011. Data Statistik Indonesia. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
Bank Indonesia. 2003. Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia. Jakarta: Bank
Indonesia.
Bank Indonesia. 2004. Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia. Jakarta: Bank
Indonesia.
Bank Indonesia. 2005. Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia. Jakarta: Bank
Indonesia.
Bank Indonesia. 2006. Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia. Jakarta: Bank
Indonesia.
Bank Indonesia. 2007. Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia. Jakarta: Bank
Indonesia.
108
Bank Indonesia. 2008. Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia. Jakarta: Bank
Indonesia.
Bank Indonesia. 2009. Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia. Jakarta: Bank
Indonesia.
Bank Indonesia. 2010. Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia. Jakarta: Bank
Indonesia.
Bank Indonesia. 2011. Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia. Jakarta: Bank
Indonesia.
BAPEPAM-LK. 2010. Master Plan Pasar Modal dan Industri Keuangan Non Bank
BAPEPAM-LK Tahun 2010-2014. Jakarta: BAPEPAM-LK.
BAPEPAM-LK. 2011. Laporan Tahunan. Jakarta: BAPEPAM-LK.
Bursa Efek Indonesia. 2010. Jakarta Islamic Index. Jakarta: Bursa Efek Indonesia.
Dornbusch, R dan Fischer, S. 1994. Macroeconomic. USA: Mc Graw Hill Inc.
Enders, Walter. 2004. Applied Economic Time Series. 2nd Edition. New York: John
Wiley & Sons, Inc.
Fahriani, Ria. 2005. Analisis Pengaruh Reksa Dana Terhadap Investasi di Indonesia.
[Skripsi] Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor.
Firdaus, Muhammad. 2010. Teori dan Aplikasi Deret Waktu Banyak Ragam. Hasil
Kerja Sama Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor dengan
Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan Kementerian Keuangan Republik
Indonesia.
Firdaus, M. S. Ghufron, M.A. Hakim, dan M. Alshodiq. 2005. Investasi Halal di
Reksadana Syariah. Jakarta: Erlangga.
109
Gozali, Ahmad. 2004. Halal, Berkah, Bertambah. Mengenal dan Memilih Produk
Investasi Syariah Keuangan Syariah. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Gujarati, Damodar. 2003. Basic Econometrics. 4th Edition. New York: McGraw-Hill.
Herlianto, Didit. 2010. Seluk Beluk Investasi di Pasar Modal di Indonesia.
Yogyakarta: Gosyen Publishing.
Huda, Nurul. dan Nasution, Mustafa Edwin. 2008. Investasi pada Pasar Modal
Syariah. Edisi Revisi. Jakarta: Kencana.
Mankiw, N.Gregory. 2007. Teori Makroekonomi. Edisi Ke-6. Fitria Liza dan Imam
Nurmawan [Penerjemah]. Jakarta: Erlangga.
Manurung, Mandala. dan Rahardja, Prathama. 2001. Teori Ekonomi Makro, Suatu
Pengantar. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia.
Marciano, Deddy. 2004. Hubungan Jangka Panjang dan Jangka Pendek Ekonomi
Makro dan Pasar Modal di Indonesia: Error Correction Model (ECM). Jurnal
Riset Ekonomi dan Manajemen.
MUI. 2001. Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) No.20/DSN-MUI/IV/2001.
Jakarta: MUI.
Nachrowi, Djalal Nachrowi. 2006. Pendekatan Populer dan Praktis Ekonometrika
untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia.
Nazwar, Chairul. 2008. Analisis Pengaruh Variabel Makroekonomi Terhadap Return
Saham Syariah di Indonesia. Jurnal Perencanaan dan Pengembangan Wilayah,
Vol.4. No.1.
Nordhaus, William D. dan Samuelson, Paul A. 1993. Ekonomi. Edisi Ke-12. Jaka
Wasana [Penerjemah]. Jakarta: Erlangga.
110
Pratomo, Eko Priyo. 2007. Berwisata ke Dunia Reksa Dana. Edisi Ke-3. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.
Putratama,
Hendra.
2007.
Analisis
Faktor-Faktor
yang
Mempengaruhi
Perkembangan Nilai Aktiva Bersih Reksadana Syariah di Indonesia. [Skripsi].
Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor.
Rahardjo, Sapto. 2004. Panduan Investasi Reksa Dana, Pilihan Bijak Berinvestasi
dan Mengembangkan Dana. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Sjaputera, M. Romaz. 2005. Pengaruh Perubahan Tingkat Inflasi, Nilai Tukar Uang,
Tingkat Suku Bunga Bebas Risiko dan Indeks Syariah Terhadap Kinerja Reksa
Dana Syariah. [Tesis]. Pascasarjana Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Sutedi, Adrian. 2011. Pasar Modal Syariah, Sarana Investasi Keuangan Berdasarkan
Prinsip Syariah. Jakarta: Sinar Grafika.
Sylviana,Widya. 2006. Pengaruh Variabel Makro Ekonomi Terhadap Pertumbuhan
Imbal Hasil Reksa Dana Syariah Periode November 2004-Juni 2006 Dengan
Menggunakan Data Panel. [Tesis]. Pascasarjana Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia.
Tandelilin, Eduardus. 2001. Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio.
Yogyakarta: BPFE.
UU Pasar Modal. 1995. UU Pasar Modal No. 8 Tahun 1995, Pasal 1 Ayat 27.
Jakarta.
Widoatmodjo, Sawidji. 2009. Pasar Modal Indonesia: Pengantar dan Studi Kasus.
Jakarta: Ghalia Indonesia.
Windarti, R.P. 2004. Pengaruh Perubahan Nilai Tukar Terhadap Harga: Analisis
SVAR Pasca Penerapan Sistem Nilai Tukar Mengambang Bebas di Indonesia.
[Disertasi]. Pascasarjana Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
LAMPIRAN
112
LAMPIRAN 1. HASIL UJI STASIONERITAS VARIABEL
Null Hypothesis: NABRDS has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 2 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
t-Statistic
Prob.*
-3.084726
-3.493747
-2.889200
-2.581596
0.0308
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(NABRDS) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
t-Statistic
Prob.*
-4.560765
-3.493747
-2.889200
-2.581596
0.0003
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: SBI has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic
Prob.*
-2.622692
-3.493129
-2.888932
-2.581453
0.0916
113
Null Hypothesis: D(SBI) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
t-Statistic
Prob.*
-4.106045
-3.493129
-2.888932
-2.581453
0.0014
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: SBIS has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
t-Statistic
Prob.*
-3.992629
-3.492523
-2.888669
-2.581313
0.0021
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(SBIS) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12)
t-Statistic
Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic
-13.53826
0.0000
Test critical values:
1% level
-3.493129
5% level
-2.888932
10% level
-2.581453
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
114
Null Hypothesis: KURS has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
t-Statistic
Prob.*
-2.191468
-3.492523
-2.888669
-2.581313
0.2106
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(KURS) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
t-Statistic
Prob.*
-9.587763
-3.493129
-2.888932
-2.581453
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: INF has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic
Prob.*
-8.669900
-3.492523
-2.888669
-2.581313
0.0000
115
Null Hypothesis: D(INF) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
t-Statistic
Prob.*
-12.73907
-3.493747
-2.889200
-2.581596
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: IHSG has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
t-Statistic
Prob.*
-1.798334
-3.493129
-2.888932
-2.581453
0.3796
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(IHSG) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic
Prob.*
-8.106835
-3.493129
-2.888932
-2.581453
0.0000
116
Null Hypothesis: JII has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
t-Statistic
Prob.*
-2.104476
-3.493129
-2.888932
-2.581453
0.2434
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(JII) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic
Prob.*
-7.988462
-3.493129
-2.888932
-2.581453
0.0000
117
LAMPIRAN 2. HASIL UJI OPTIMUM LAG
VAR Lag Order Selection Criteria
Endogenous variables: NABRDS JII IHSG SBI KURS INF SBIS
Exogenous variables: C
Date: 03/20/12 Time: 23:08
Sample: 2003M01 2011M12
Included observations: 106
Lag
LogL
LR
FPE
AIC
SC
HQ
0
1
2
-455.1798
351.2294
458.3226
NA
1491.096
183.8770*
1.45e-05
9.00e-12
3.04e-12*
8.720374
-5.570366
-6.666464*
8.896262
-4.163266*
-4.028152
8.791662
-5.000061
-5.597142*
* indicates lag order selected by the criterion
LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level)
FPE: Final prediction error
AIC: Akaike information criterion
SC: Schwarz information criterion
HQ: Hannan-Quinn information criterion
118
LAMPIRAN 3. HASIL UJI STABILITAS VAR
Roots of Characteristic Polynomial
Endogenous variables: NABRDS JII IHSG SBI KURS
INF SBIS
Exogenous variables: C
Lag specification: 1 2
Date: 03/20/12 Time: 23:22
Root
Modulus
0.995614
0.947153
0.874735 - 0.192469i
0.874735 + 0.192469i
0.819120 - 0.060636i
0.819120 + 0.060636i
0.593435
-0.259608 - 0.393161i
-0.259608 + 0.393161i
0.157946 - 0.272343i
0.157946 + 0.272343i
0.314124
0.024017 - 0.050067i
0.024017 + 0.050067i
0.995614
0.947153
0.895659
0.895659
0.821361
0.821361
0.593435
0.471139
0.471139
0.314829
0.314829
0.314124
0.055530
0.055530
No root lies outside the unit circle.
VAR satisfies the stability condition.
119
LAMPIRAN 4. HASIL UJI KOINTEGRASI
Date: 03/20/12 Time: 23:07
Sample (adjusted): 2003M03 2011M12
Included observations: 106 after adjustments
Trend assumption: No deterministic trend
Series: NABRDS JII IHSG SBI KURS INF SBIS
Lags interval (in first differences): 1 to 1
Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace)
Hypothesized
No. of CE(s)
Eigenvalue
Trace
Statistic
0.05
Critical Value
Prob.**
None *
At most 1
At most 2
At most 3
At most 4
At most 5
At most 6
0.476301
0.291978
0.180325
0.113897
0.062422
0.031751
0.005752
149.9239
81.35909
44.75941
23.68162
10.86384
4.031612
0.611450
111.7805
83.93712
60.06141
40.17493
24.27596
12.32090
4.129906
0.0000
0.0758
0.4836
0.7242
0.7943
0.7063
0.4954
Trace test indicates 1 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level
* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
120
LAMPIRAN 5. HASIL UJI KAUSALITAS GRANGER
Pairwise Granger Causality Tests
Date: 03/20/12 Time: 23:06
Sample: 2003M01 2011M12
Lags: 2
Null Hypothesis:
Obs
F-Statistic
Prob.
JII does not Granger Cause NABRDS
NABRDS does not Granger Cause JII
106
2.41927
0.68589
0.0941
0.5060
IHSG does not Granger Cause NABRDS
NABRDS does not Granger Cause IHSG
106
2.73287
0.34450
0.0698
0.7094
SBI does not Granger Cause NABRDS
NABRDS does not Granger Cause SBI
106
3.53924
0.07637
0.0327
0.9265
KURS does not Granger Cause NABRDS
NABRDS does not Granger Cause KURS
106
0.15338
0.76949
0.8580
0.4659
INF does not Granger Cause NABRDS
NABRDS does not Granger Cause INF
106
0.55118
5.36953
0.5780
0.0061
SBIS does not Granger Cause NABRDS
NABRDS does not Granger Cause SBIS
106
0.12400
4.19291
0.8835
0.0178
IHSG does not Granger Cause JII
JII does not Granger Cause IHSG
106
1.13383
3.47094
0.3259
0.0348
SBI does not Granger Cause JII
JII does not Granger Cause SBI
106
0.27370
0.61112
0.7611
0.5447
KURS does not Granger Cause JII
JII does not Granger Cause KURS
106
1.52357
15.3206
0.2229
2.E-06
INF does not Granger Cause JII
JII does not Granger Cause INF
106
0.48753
0.03090
0.6156
0.9696
SBIS does not Granger Cause JII
JII does not Granger Cause SBIS
106
0.02948
0.85937
0.9710
0.4265
SBI does not Granger Cause IHSG
IHSG does not Granger Cause SBI
106
0.36313
0.37528
0.6964
0.6880
KURS does not Granger Cause IHSG
IHSG does not Granger Cause KURS
106
1.23622
17.6710
0.2948
3.E-07
INF does not Granger Cause IHSG
IHSG does not Granger Cause INF
106
2.22151
0.02732
0.1137
0.9731
SBIS does not Granger Cause IHSG
IHSG does not Granger Cause SBIS
106
0.02696
0.98414
0.9734
0.3773
121
KURS does not Granger Cause SBI
SBI does not Granger Cause KURS
106
0.36024
1.69854
0.6984
0.1881
INF does not Granger Cause SBI
SBI does not Granger Cause INF
106
6.60864
2.78507
0.0020
0.0665
SBIS does not Granger Cause SBI
SBI does not Granger Cause SBIS
106
4.93161
0.66658
0.0090
0.5157
INF does not Granger Cause KURS
KURS does not Granger Cause INF
106
0.17446
0.68142
0.8402
0.5082
SBIS does not Granger Cause KURS
KURS does not Granger Cause SBIS
106
0.51426
0.91421
0.5995
0.4041
SBIS does not Granger Cause INF
INF does not Granger Cause SBIS
106
1.13037
0.17297
0.3270
0.8414
122
LAMPIRAN 6. HASIL UJI ESTIMASI VECM LAG 2
Vector Error Correction Estimates
Date: 03/20/12 Time: 23:08
Sample (adjusted): 2003M04 2011M12
Included observations: 105 after adjustments
Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ]
Cointegrating Eq:
CointEq1
NABRDS(-1)
1.000000
JII(-1)
1.478125
(1.22418)
[ 1.20744]
IHSG(-1)
-4.280089
(1.49491)
[-2.86312]
SBI(-1)
0.115378
(0.03598)
[ 3.20632]
KURS(-1)
-12.73491
(1.01041)
[-12.6037]
INF(-1)
0.179200
(0.11510)
[ 1.55689]
SBIS(-1)
0.257538
(0.03877)
[ 6.64340]
@TREND(03M01)
0.015205
(0.00901)
[ 1.68750]
C
129.3310
Error Correction:
D(NABRDS)
D(JII)
D(IHSG)
D(SBI)
D(KURS)
D(INF)
CointEq1
-0.175892
(0.03825)
[-4.59791]
-0.066704
(0.01812)
[-3.68117]
-0.049776
(0.01676)
[-2.96991]
-0.071170
(0.05618)
[-1.26675]
0.013389
(0.00652)
[ 2.05382]
-0.631597
(0.21074)
[-2.99698]
D(NABRDS(-1))
0.564661
(0.09548)
[ 5.91380]
0.058009
(0.04523)
[ 1.28259]
0.054225
(0.04183)
[ 1.29625]
-0.182142
(0.14023)
[-1.29887]
0.005363
(0.01627)
[ 0.32963]
-3.319642
(0.52601)
[-6.31100]
123
D(NABRDS(-2))
0.218621
(0.10077)
[ 2.16945]
0.032981
(0.04773)
[ 0.69093]
0.003606
(0.04415)
[ 0.08166]
0.355312
(0.14800)
[ 2.40074]
0.019620
(0.01717)
[ 1.14252]
3.521448
(0.55515)
[ 6.34320]
D(JII(-1))
-1.115567
(0.65242)
[-1.70990]
0.456769
(0.30904)
[ 1.47804]
0.568373
(0.28584)
[ 1.98846]
-1.023966
(0.95818)
[-1.06865]
0.018695
(0.11118)
[ 0.16816]
-5.228512
(3.59415)
[-1.45473]
D(JII(-2))
-0.051360
(0.64189)
[-0.08001]
0.400181
(0.30405)
[ 1.31616]
0.288444
(0.28123)
[ 1.02567]
-1.110210
(0.94273)
[-1.17765]
-0.019436
(0.10939)
[-0.17769]
-1.315579
(3.53619)
[-0.37203]
D(IHSG(-1))
0.407888
(0.74416)
[ 0.54812]
-0.647375
(0.35249)
[-1.83656]
-0.616212
(0.32603)
[-1.89005]
0.573029
(1.09292)
[ 0.52431]
-0.217372
(0.12681)
[-1.71413]
4.673913
(4.09956)
[ 1.14010]
D(IHSG(-2))
-0.925704
(0.73261)
[-1.26357]
-0.683407
(0.34702)
[-1.96934]
-0.540467
(0.32097)
[-1.68386]
0.527731
(1.07596)
[ 0.49047]
-0.016072
(0.12484)
[-0.12873]
-1.257818
(4.03593)
[-0.31165]
D(SBI(-1))
-0.227148
(0.07391)
[-3.07324]
-0.012376
(0.03501)
[-0.35350]
0.001739
(0.03238)
[ 0.05371]
0.672475
(0.10855)
[ 6.19497]
-0.010086
(0.01260)
[-0.80079]
-0.502801
(0.40718)
[-1.23484]
D(SBI(-2))
0.182244
(0.07292)
[ 2.49941]
-0.006199
(0.03454)
[-0.17949]
-0.023088
(0.03195)
[-0.72274]
0.089839
(0.10709)
[ 0.83893]
0.005377
(0.01243)
[ 0.43271]
0.235973
(0.40169)
[ 0.58745]
D(KURS(-1))
-1.937401
(0.73045)
[-2.65232]
-0.573723
(0.34600)
[-1.65815]
-0.474246
(0.32003)
[-1.48190]
-1.549991
(1.07279)
[-1.44482]
-0.159816
(0.12448)
[-1.28390]
-0.329483
(4.02406)
[-0.08188]
D(KURS(-2))
-1.402927
(0.60891)
[-2.30401]
-0.265690
(0.28843)
[-0.92117]
-0.225748
(0.26677)
[-0.84622]
-3.140938
(0.89428)
[-3.51225]
-0.087864
(0.10376)
[-0.84677]
-4.851830
(3.35445)
[-1.44638]
D(INF(-1))
0.035540
(0.01702)
[ 2.08779]
0.005019
(0.00806)
[ 0.62239]
-0.005285
(0.00746)
[-0.70862]
0.110563
(0.02500)
[ 4.42237]
0.002282
(0.00290)
[ 0.78653]
-0.215752
(0.09378)
[-2.30066]
D(INF(-2))
0.033368
(0.01602)
[ 2.08249]
0.003472
(0.00759)
[ 0.45742]
0.003256
(0.00702)
[ 0.46375]
0.027693
(0.02353)
[ 1.17677]
-0.000698
(0.00273)
[-0.25555]
-0.243960
(0.08827)
[-2.76373]
D(SBIS(-1))
0.036618
(0.01400)
[ 2.61529]
0.012638
(0.00663)
[ 1.90560]
0.009302
(0.00613)
[ 1.51637]
0.062968
(0.02056)
[ 3.06215]
-0.002843
(0.00239)
[-1.19148]
0.240262
(0.07713)
[ 3.11488]
D(SBIS(-2))
0.009229
(0.01282)
[ 0.72014]
0.010230
(0.00607)
[ 1.68511]
0.006128
(0.00561)
[ 1.09130]
-0.000925
(0.01882)
[-0.04916]
-0.002577
(0.00218)
[-1.17994]
0.133908
(0.07060)
[ 1.89663]
C
0.050804
(0.01779)
[ 2.85641]
0.025879
(0.00842)
[ 3.07171]
0.024876
(0.00779)
[ 3.19233]
0.006425
(0.02612)
[ 0.24595]
0.003567
(0.00303)
[ 1.17677]
0.053783
(0.09798)
[ 0.54890]
124
R-squared
Adj. R-squared
Sum sq. resids
S.E. equation
F-statistic
Log likelihood
Akaike AIC
Schwarz SC
Mean dependent
S.D. dependent
0.555730
0.480853
2.086395
0.153110
7.421900
56.73389
-0.775884
-0.371471
0.059995
0.212500
0.264908
0.141017
0.468130
0.072525
2.138223
135.1924
-2.270331
-1.865918
0.020303
0.078252
Determinant resid covariance (dof adj.)
Determinant resid covariance
Log likelihood
Akaike information criterion
Schwarz criterion
9.59E-13
3.01E-13
470.6576
-6.679193
-3.646095
0.287266
0.167142
0.400478
0.067080
2.391415
143.3870
-2.426419
-2.022006
0.021544
0.073504
0.676560
0.622048
4.500322
0.224868
12.41114
16.37656
-0.007172
0.397241
-0.047017
0.365770
0.357437
0.249140
0.060588
0.026091
3.300517
242.5367
-4.314984
-3.910571
0.000167
0.030110
0.585735
0.515915
63.31975
0.843480
8.389229
-122.4360
2.636876
3.041289
0.007619
1.212311
125
LAMPIRAN 7. HASIL IMPULSE RESPONSE FUNCTION
Response to CholeskyOne S.D. Innovations
Response of NABRDS to NABRDS
Response of NABRDS to JII
Response of NABRDS to IHSG
.3
.3
.3
.2
.2
.2
.1
.1
.1
.0
.0
.0
-.1
-.1
-.1
-.2
-.2
-.2
-.3
-.3
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
-.3
5
Response of NABRDS to SBI
10
15
20
25
30
35
40
45
50
5
Response of NABRDS to KURS
.3
.3
.2
.2
.2
.1
.1
.1
.0
.0
.0
-.1
-.1
-.1
-.2
-.2
-.2
-.3
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
45
50
Response of NABRDS to SBIS
.3
.2
.1
.0
-.1
-.2
-.3
5
10
15
20
25
30
35
40
15
20
25
30
35
40
45
50
45
50
Response of NABRDS to INF
.3
-.3
10
-.3
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
5
10
15
20
25
30
35
40
126
LAMPIRAN 8. HASIL FORECAST ERROR VARIANCE DECOMPOSITION
Period NABRDS
JII
IHSG
SBI
KURS
INF
SBIS
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
0.000000
0.001895
-0.018366
-0.010957
-0.005959
0.000334
0.008791
0.017394
0.023643
0.027867
0.030764
0.032432
0.032893
0.032711
0.032238
0.031551
0.030816
0.030180
0.029662
0.029261
0.028989
0.028826
0.000000
0.030986
0.032368
0.033947
0.017011
0.000334
-0.014390
-0.028270
-0.038840
-0.045775
-0.050278
-0.052581
-0.053163
-0.052781
-0.051854
-0.050656
-0.049469
-0.048437
-0.047599
-0.046979
-0.046569
-0.046325
0.000000
-0.047683
-0.068497
-0.098425
-0.124740
-0.151796
-0.175132
-0.195132
-0.211689
-0.224296
-0.233082
-0.238967
-0.242479
-0.244132
-0.244566
-0.244271
-0.243566
-0.242711
-0.241885
-0.241172
-0.240611
-0.240211
0.000000
0.008528
0.023925
0.067838
0.097560
0.126981
0.148323
0.162767
0.171443
0.175709
0.176805
0.175906
0.173818
0.171356
0.168973
0.166863
0.165181
0.163973
0.163170
0.162698
0.162488
0.162455
0.000000
0.003579
-0.016183
-0.031373
-0.044921
-0.055104
-0.064442
-0.071276
-0.074347
-0.076041
-0.077012
-0.076683
-0.075779
-0.074933
-0.074041
-0.073163
-0.072502
-0.072037
-0.071701
-0.071502
-0.071418
-0.071399
0.000000
-0.009761
-0.059726
-0.101147
-0.127780
-0.151881
-0.168444
-0.176036
-0.179252
-0.179831
-0.177947
-0.175001
-0.172014
-0.169178
-0.166758
-0.164948
-0.163673
-0.162855
-0.162429
-0.162276
-0.162294
-0.162421
0.153110
0.221662
0.262106
0.276542
0.274990
0.266790
0.258475
0.253754
0.251709
0.251271
0.253122
0.256278
0.259531
0.262720
0.265671
0.268032
0.269778
0.271023
0.271812
0.272226
0.272386
0.272381
127
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
Cholesk
y
Orderin
g:
NABRD
S
JII
IHSG
SBI
KURS
INF
SBIS
0.272273
0.272120
0.271961
0.271816
0.271697
0.271608
0.271547
0.271510
0.271491
0.271486
0.271489
0.271497
0.271507
0.271516
0.271525
0.271531
0.271536
0.271539
0.271541
0.271542
0.271542
0.271542
0.271542
0.271541
0.271540
0.271540
0.271540
0.271539
0.028741
0.028714
0.028726
0.028758
0.028799
0.028839
0.028875
0.028904
0.028925
0.028939
0.028947
0.028951
0.028952
0.028951
0.028949
0.028946
0.028944
0.028942
0.028940
0.028939
0.028938
0.028938
0.028938
0.028938
0.028938
0.028938
0.028938
0.028938
-0.046208
-0.046182
-0.046213
-0.046272
-0.046342
-0.046409
-0.046467
-0.046513
-0.046546
-0.046567
-0.046579
-0.046584
-0.046585
-0.046582
-0.046579
-0.046574
-0.046570
-0.046567
-0.046565
-0.046563
-0.046562
-0.046561
-0.046561
-0.046561
-0.046561
-0.046561
-0.046562
-0.046562
-0.239953
-0.239810
-0.239752
-0.239752
-0.239787
-0.239837
-0.239891
-0.239940
-0.239982
-0.240013
-0.240035
-0.240048
-0.240055
-0.240058
-0.240057
-0.240055
-0.240052
-0.240049
-0.240046
-0.240044
-0.240042
-0.240041
-0.240040
-0.240040
-0.240040
-0.240040
-0.240040
-0.240040
0.162527
0.162654
0.162800
0.162938
0.163056
0.163147
0.163212
0.163254
0.163276
0.163286
0.163285
0.163280
0.163272
0.163263
0.163255
0.163248
0.163243
0.163240
0.163238
0.163237
0.163236
0.163236
0.163237
0.163237
0.163238
0.163238
0.163239
0.163239
-0.071421
-0.071470
-0.071527
-0.071580
-0.071627
-0.071663
-0.071689
-0.071706
-0.071716
-0.071720
-0.071720
-0.071718
-0.071715
-0.071712
-0.071709
-0.071706
-0.071704
-0.071703
-0.071702
-0.071701
-0.071701
-0.071701
-0.071701
-0.071701
-0.071702
-0.071702
-0.071702
-0.071702
-0.162596
-0.162774
-0.162936
-0.163069
-0.163168
-0.163235
-0.163276
-0.163297
-0.163302
-0.163299
-0.163290
-0.163279
-0.163269
-0.163260
-0.163252
-0.163247
-0.163243
-0.163241
-0.163240
-0.163240
-0.163241
-0.163241
-0.163242
-0.163242
-0.163243
-0.163243
-0.163244
-0.163244
Download