ANALISIS PENGARUH VARIABEL MAKROEKONOMI TERHADAP REKSADANA SYARIAH DI INDONESIA OLEH: KASYFURROHMAN ALI H14080117 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 RINGKASAN KASYFURROHMAN ALI. Analisis Pengaruh Variabel Makroekonomi Terhadap Reksadana Syariah di Indonesia (dibimbing oleh IRFAN SYAUQI BEIK). Kebangkitan industri keuangan syariah di tengah-tengah dominasi industri keuangan konvensional yang mulai goyah akibat guncangan ekonomi global menjadi suatu jawaban, sekaligus tantangan akan kebutuhan masyarakat dunia terhadap industri keuangan yang stabil dan efisien. Pasar modal syariah merupakan salah satu komponen industri keuangan syariah yang memiliki perkembangan yang sangat pesat di Indonesia. Perannya yang sangat vital sebagai lembaga intermediasi keuangan berbasis syariah dirasa sangat penting keberadaannya di Indonesia, yang notabene sebagai negara berkembang, memiliki keterbatasan modal dalam penyediaan dana pembangunan. Reksadana Syariah merupakan instrumen pasar modal syariah pertama dan perkembangannya sangat pesat hingga saat ini. Dengan berbagai kelebihan yang dimilikinya, reksadana syariah merupakan salah satu alternatif bagi para investor yang ingin menginvestasikan dananya di pasar modal syariah. Kemampuan reksadana syariah untuk melibatkan masyarakat yang memiliki modal kecil dalam berinvestasi merupakan keunikan tersendiri reksadana syariah, yang perlu didukung agar semakin banyak masyarakat yang ingin berinvestasi pada pasar modal syariah melalui reksadana syariah. Untuk itu maka perlu dikaji faktor-faktor apa saja yang memengaruhi return investasi reksadana syariah agar semakin meningkat minat investor untuk berinvestasi di reksadana syariah. Karena semakin tinggi minat investor untuk menanamkan modal kapitalnya, maka akan semakin tinggi pula tambahan kapital yang dapat digunakan untuk pembangunan perekonomian. Minat investor untuk menanamkan modalnya di suatu negara tentunya akan didorong oleh motif ekonomi dan non-ekonomi. Selain itu, juga kondisi makroekonomi sebuah negara juga akan memengaruhi pilihan investor dalam menanamkan modalnya ( Lim dalam Aufa, 2010). Dengan memfokuskan pada variabel makroekonomi, penelitian ini akan menganalisis pengaruh variabel makroekonomi terhadap reksadana syariah di Indonesia. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini seluruhnya merupakan data sekunder dalam bentuk bulanan yang diperoleh dari Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia Bank Indonesia (SEKI-BI), Badan Pusat Statistik (BPS), dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (BAPEPAM-LK) Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Data yang digunakan adalah data runtun waktu (time series) bulanan dari Januari 2003 sampai dengan Desember 2011. Data yang digunakan adalah data Nilai Aktiva Bersih (NAB) Reksadana Syariah, data SBI, data SBIS, data nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, data Inflasi, data Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), dan data Jakarta Islamic Index (JII). Metode pengolahan data menggunakan Microsoft Excel 2007 dan Eviews 6, dan alat analisis yang digunakan di dalam penelitian ini adalah VAR/VECM serta dilengkapi dengan Impulse Response Function (IRF) dan Forecast Error Variance Decomposition (FEVD). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada persamaan jangka pendek variabel NAB reksadana syariah lag pertama dan kedua, SBI lag pertama dan kedua, SBIS lag pertama, KURS lag pertama dan kedua, INF lag pertama dan kedua signifikan berpengaruh terhadap NAB reksa dana syariah (NABRDS). Dalam jangka panjang variabel SBI, SBIS, KURS, dan IHSG signifikan berpengaruh terhadap NABRDS. Hasil IRF menunjukkan guncangan dari variabel makroekonomi yang digunakan memberikan dampak terhadap NABRDS berupa peningkatan atau penurunan NABRDS dengan mencapai kestabilan dengan rata-rata setelah melewati periode kesepuluh. Hasil FEVD mengindikasikan bahwa inovasi di dalam NABRDS sangat dipengaruhi oleh inovasi di dalam NABRDS itu sendiri dalam jangka pendek. Dalam jangka panjang, variabel makroekonomi tersebut memiliki pengaruh yang cukup signifikan walaupun tidak sebesar pengaruh inovasi di dalam NABRDS itu sendiri. Variabel makroekonomi (SBI, SBIS, KURS, INF, IHSG, dan JII) yang terbukti memiliki pengaruh di dalam penelitian ini memberikan rekomendasi bagi pemerintah untuk dapat menjaga kestabilan indikator makroekonomi. Karena kondisi makroekonomi yang kondusif dan stabil akan meningkatkan kepercayaan masyarakat untuk berinvestasi. ANALISIS PENGARUH VARIABEL MAKROEKONOMI TERHADAP REKSA DANA SYARIAH DI INDONESIA OLEH: KASYFURROHMAN ALI H14080117 Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa Nomor Induk Mahasiswa Program Studi Judul Skripsi : : : : Kasyfurrohman Ali H14080117 Ilmu Ekonomi Analisis Pengaruh Variabel Makroekonomi Terhadap Reksa Dana Syariah di Indonesia dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Menyetujui, Dosen Pembimbing, Dr. Irfan Syauqi Beik, M.Sc NIP. 19790422 200604 1 002 Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi, Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec NIP. 19641022 198903 1 003 Tanggal Kelulusan: PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENARBENAR HASIL DIGUNAKAN KARYA SEBAGAI SAYA SKRIPSI SENDIRI ATAU YANG BELUM KARYA PERNAH ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN. Bogor, Mei 2012 Kasyfurrohman Ali H14080117 RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Kasyfurrohman Ali, dilahirkan di Bogor pada tanggal 21 Oktober 1990. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara, dari pasangan Bapak Muhibuddin Hady dan Ibu Lizanova. Penulis menjalani pendidikan di bangku sekolah dasar dari tahun 1996 sampai dengan tahun 2002 SD Tugu Ibu Depok. Selanjutnya meneruskan ke pendidikan menengah pertama dari tahun 2002 sampai tahun 2005 di SMP Negeri 3 Depok. Setelah itu, penulis melanjutkan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 2 Depok dan lulus pada tahun 2008. Pada tahun 2008, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) kemudian terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM) pada Program Studi Ilmu Ekonomi. Selama menjadi mahasiswa, penulis mencoba mengaktualisasi diri bergabung dengan Ikatan Mahasiswa Muslim TPB (IKMT) IPB di tahun pertama. Kemudian HIPOTESA (Himpunan Profesi dan Peminat Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan) sebagai wakil ketua bidang eksternal dan organisasi IMEPI (Ikatan Mahasiswa Ekonomi Pembangunan Indonesia) sebagai anggota. Selain itu, penulis banyak aktif di dalam kepanitiaan seperti Sportakuler 2009 dan 2010, Latihan Kepemimpinan dan Organisasi (LKO) IMEPI Jabagbar 2010, Economics Contest 2010, dan kegiatan kepanitiaan lainnya. Tahun 2011 penulis mendapatkan dana bantuan pengembangan usaha Program Mahasiswa Wirausaha (PMW) DPKHA IPB. i KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis panjatkan Kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah “Analisis Pengaruh Variabel Makroekonomi Terhadap Reksa Dana Syariah di Indonesia”. Reksadana Syariah merupakan salah satu alternatif berinvestasi bagi masyarakat yang memiliki perkembangan yang sangat pesat dewasa ini. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan topik ini. Disamping hal tersebut, skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada berbagai pihak yang telah memberikan bimbingan dan dukungan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik, khususnya kepada: 1. Dr. Irfan Syauqi Beik, M.Sc selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan baik secara teknis, teoritis maupun moril dalam proses penyusunan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik. 2. Dr. Idqan Fahmi, M.Ec selaku dosen penguji utama dalam sidang skripsi yang telah memberikan kritik dan saran yang sangat berharga dalam penyempurnaan skripsi ini. 3. Tanti Novianty, M.Sc selaku dosen penguji dari komisi pendidikan yang telah memberikan kritik dan saran yang sangat berharga dalam penyempurnaan skripsi ini. ii 4. Para dosen, staf, dan seluruh civitas akademika Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB yang telah memberikan ilmu dan bantuan kepada penulis selama menjalani studi di Departemen Ilmu Ekonomi. 5. Kedua Orangtua tercinta Papa Muhibuddin Hady dan Mama Liza Nova, adikku tersayang Farhani Lainufar, Kasyifah Ghommah, Muhammad Syahid Farhan dan serta segenap keluarga besar, yang telah memberikan kasih sayang, perhatian, motivasi, dukungan baik moril maupun material serta doa bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 6. Sahabat-sahabat satu bimbingan Sylviana Dewi Harahap, Masyitha Mutiara Ramadhan, Mustika Rini, dan Istiqomah atas dukungan, semangat, dan suka dukanya selama proses menyelesaikan skripsi kita masing-masing. 7. Sahabat-sahabat Ilmu Ekonomi 45 atas kebersamaannya selama ini. Semangat muda yang kelak akan memberikan perubahan besar bagi kemajuan negeri ini. 8. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis menyadari bahwa dalam menyusun skripsi ini masih terdapat kekurangan, karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki. Semoga karya kecil ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Bogor, Mei 2012 Kasyfurrohman Ali H14080117 iii DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ...................................................................................... i DAFTAR ISI.................................................................................................. iii DAFTAR TABEL........................................................................................... vi DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... vii DAFTAR LAMPIRAN................................................................................ viii I. PENDAHULUAN ......................................................................................1 1.1. Latar Belakang ....................................................................................1 1.2. Rumusan Masalah...............................................................................4 1.3. Tujuan Penelitian ................................................................................5 1.4. Manfaat Penelitian ..............................................................................6 II. TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................7 2.1. Investasi ..............................................................................................7 2.1.1. Pengertian dan Tujuan Investasi ........................................7 2.1.2. Investasi Dalam Perspektif Syariah ...................................8 2.2. Reksadana Syariah ........................................................................... 10 2.2.1. Pengertian Reksadana Syariah.........................................10 2.2.2. Bentuk Hukum Reksadana Syariah .................................16 2.2.3. Sifat Operasional Reksadana Syariah..............................17 2.2.4. Jenis Investasi Reksadana Syariah ..................................18 2.2.5. Ciri-Ciri Operasional Reksadana Syariah........................22 2.2.6. Mekanisme Kerja Reksadana Syariah .............................23 iv 2.2.7. Keuntungan dan Risiko Investasi Melalui Reksadana.....24 2.2.8. Nilai Aktiva Bersih Reksadana Syariah ..........................27 2.3. Variabel Makroekonomi yang Berpengaruh Terhadap NAB Reksa Dana Syariah ........................................................................ 29 2.3.1. Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) ..................29 2.3.2. Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) .......................30 2.3.3. Nilai Tukar Uang .............................................................32 2.3.4. Inflasi ...............................................................................33 2.3.5. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)..........................35 2.3.6. Jakarta Islamic Index (JII) ..............................................37 2.4. Penelitian Terdahulu .........................................................................39 2.5. Kerangka Pemikiran Konseptual ......................................................45 2.6. Hipotesis Penelitian ..........................................................................48 III. METODE PENELITIAN .........................................................................49 3.1. Jenis dan Sumber Data ........................................................................49 3.2. Variabel dan Definisi Operasional ......................................................50 3.3. Metode Analisis dan Pengolahan Data ...............................................50 3.3.1. Vector Autoregressive (VAR) .................................................. 51 3.3.2. Vector Error Correction Model (VECM) ...................................58 3.3.3. Pengujian Pra Estimasi ...............................................................61 3.3.3.1. Uji Stasioneritas Data ...................................................61 3.3.3.2. Pemilihan Lag Optimum ...............................................64 3.3.3.3. Uji Stabilitas VAR .........................................................65 3.3.3.4. Uji Kointegrasi ..............................................................66 v 3.3.4. Uji Kausalitas Granger ...............................................................67 3.3.5. Innovation Accounting ...............................................................68 3.3.5.1. Impulse Response Function (IRF) ................................68 3.3.5.2. Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) .......69 3.4. Model Penelitian ................................................................................69 IV. GAMBARAN UMUM .............................................................................72 V. HASIL DAN PEMBAHASAN..................................................................78 5.1. Hasil Pra Estimasi ...............................................................................78 5.1.1. Uji Stasioneritas Data...............................................................78 5.1.2. Penentuan Lag Optimum .........................................................80 5.1.3. Uji Stabilitas VAR ...................................................................81 5.1.4. Uji Kointegrasi .........................................................................81 5.2. Hasil Uji Kausalitas Granger ..............................................................83 5.3. Hasil Estimasi VECM ........................................................................84 5.4. Innovation Accounting ........................................................................92 5.4.1. Impulse Response Function (IRF) ............................................92 5.4.2. Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) ..................98 VI. KESIMPULAN DAN SARAN ..............................................................103 6.1. Kesimpulan .......................................................................................103 6.2. Saran..................................................................................................106 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................107 vi DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Jumlah (NAB) Reksa Dana Syariah dan Total Reksa Dana ........................... ..3 2. Sifat-Sifat Reksa Dana Syariah....................................................................... 18 3. Jenis-Jenis Reksa Dana ................................................................................... 20 4. Indikator Angka IHSG.................................................................................... 36 5. Ringkasan Hasil Penelitian Terdahulu............................................................ 44 6. Data yang Digunakan Dalam Penelitian ......................................................... 49 7. Uji Stasioneritas .............................................................................................. 79 8. Uji Lag Optimal Model NAB Reksa Dana Syariah........................................ 80 9. Uji Johanssen Trace Statistic Model NAB Reksa Dana Syariah ................... 82 10. Uji Kausalitas Granger Model NAB Reksa Dana Syariah ........................... 83 11. Hasil Estimasi VECM Model NAB Reksa Dana Syariah ............................ 85 12. Variance Decomposition Model NAB Reksa Dana Syariah ....................... 100 vii DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Ciri Operasional Reksa Dana Syariah ............................................................ 22 2. Kerangka Pemikiran Konseptual .................................................................... 46 3. Total NAB Reksa Dana Syariah Tahun 2011 Berdasarkan Jenis ................... 76 4. Respon NABRDS terhadap Guncangan Variabel Makroekonomi................. 98 viii DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Hasil Uji Stasioneritas Variabel..................................................................... 112 2. Hasil Uji Optimum Lag ................................................................................. 117 3. Hasil Uji Stabilitas VAR................................................................................ 118 4. Hasil Uji Kointegrasi ..................................................................................... 119 5. Hasil Uji Kausalitas Granger ......................................................................... 120 6. Hasil Estimasi VECM.................................................................................... 122 7. Hasil Impulse Response Function (IRF) ........................................................ 125 8. Hasil Forecast Error Variance Decomposition (FEVD)............................... 126 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebangkitan industri keuangan syariah di tengah-tengah dominasi industri keuangan konvensional yang mulai goyah akibat guncangan ekonomi global menjadi suatu jawaban, sekaligus tantangan akan kebutuhan masyarakat dunia terhadap industri keuangan yang stabil dan efisien. Diawali pada industri perbankan dengan didirikannya Nasser Social Bank di Kairo, Mesir yang berbasiskan syariah pada tahun 1971. Perkembangan perbankan dan lembaga keuangan syariah lainnya terus terjadi di seluruh penjuru dunia, termasuk Indonesia. Diawali dengan didirikannya Bank Muamalat Indonesia pada tahun 1991, perkembangan keuangan syariah juga merambah ke sektor pasar modal Indonesia. Di tengah krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997-1998, PT. Danareksa Investment Management (DIM) menerbitkan instrumen pasar modal syariah yang pertama yaitu Reksa Dana Syariah pada tahun 1997. Reksadana Syariah merupakan salah satu alternatif berinvestasi bagi masyarakat yang ingin menginvestasikan dananya pada pasar modal. Menurut UU Pasar Modal No. 8 Tahun 1995, reksadana adalah wadah yang digunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek oleh manajer investasi. Efek yang dimaksud adalah saham, obligasi, dan surat berharga lainnya. Reksadana dirancang sebagai sarana untuk menghimpun dana dari masyarakat yang memiliki modal, mempunyai keinginan kuat untuk 2 melakukan investasi, namun hanya memiliki waktu dan pengetahuan yang terbatas (Sutedi, 2011). Secara prinsip, ada beberapa hal yang membedakan antara reksadana konvensional dengan reksadana syariah. Di dalam mekanisme transaksinya, reksadana syariah mengharamkan adanya unsur riba, spekulasi yang di dalamnya mengandung gharar seperti najsy dan tindakan spekulasi lainnya. Selain itu, menurut Firdaus dkk (2005), perbedaan paling mendasar antara reksadana konvensional dengan reksadana syariah terletak pada proses screening dalam mengkonstruksi portofolio. Proses screening tersebut berfungsi untuk mengeluarkan segala aktivitas riba dan amoral lainnya. Melihat perkembangannya dari tahun ke tahun, reksadana syariah apabila dibandingkan dengan industri reksa dana secara keseluruhan ukurannya masih tergolong sangat kecil. Pada tahun 2003, jumlah reksadana syariah yang tercatat baru berjumlah empat perusahaan dengan nilai aktiva bersih (NAB) sebesar Rp 67 milyar (Tabel 1), sangat kecil apabila dibandingkan dengan total reksadana yang ada yang berjumlah 186 perusahaan dengan nilai aktiva bersih sebesar Rp 69,447 triliun (Tabel 1.1). Namun reksadana sendiri memiliki pertumbuhan yang sangat pesat setiap tahunnya. Hingga awal tahun 2012, NAB reksadana syariah tercatat sebesar Rp 5,666 triliun (Tabel 1), atau tumbuh sebesar 8465 persen dibandingkan dengan nilai NAB pada tahun 2003. 3 Tabel 1. Jumlah (NAB) Reksadana Syariah dan Total Reksadana Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012* Jumlah Reksadana Perbandingan NAB (Rp. Miliar) Syariah 4 11 17 23 26 36 46 48 50 50 Syariah 66,94 592,75 559,1 723,4 2.203,09 1.814,80 4.629,22 5.225,78 5.564,79 5.666,23 Total 186 246 328 403 473 567 610 612 646 652 Sumber : Bapepam & LK (2012), data diolah. Total 69.447,00 104.037,00 29.405,73 51.620,08 92.190,63 74.065,81 112.983,35 149.087,37 168.236,89 168.568,77 Keterangan : (* : Januari 2012) Semakin berkembangnya reksadana syariah menjadikan instrumen pasar modal syariah lebih variatif dan lebih menjanjikan bagi para investor yang ingin menginvestasikan modalnya di pasar modal syariah. Dengan potensi besar Indonesia sebagai negara muslim terbesar di dunia seharusnya menjadikan Indonesia sebagai salah satu pusat pengembangan industri keuangan berbasis syariah termasuk pasar modal di dunia. Mengapa demikian, karena bagaimanapun secara faktual, pasar modal telah menjadi financial nerve centre (saraf finansial dunia) dunia ekonomi modern (Beik, 2003). Dalam upaya strategik mengembangkan pasar modal dan industri keuangan non bank berbasis syariah, penguatan regulasi, pengembangan dan penyetaraan produk, serta peningkatan kualitas sumberdaya manusia menjadi suatu target program Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (BAPEPAM-LK) 4 sebagaimana tertuang di dalam Master Plan Pasar Modal dan Industri Keuangan Non Bank BAPEPAM-LK Tahun 2010-2014. Untuk melihat perkembangan reksadana syariah direpresentasikan dengan NAB. NAB merefleksikan total dana yang dikelola oleh manager investasi. Total dana yang dikelola tersebut meliputi kas, saham, obligasi dan lainnya yang kemudian dikurangi dengan kewajiban-kewajiban reksadana, seperti biaya manager investasi, biaya manager kustodian, dan biaya operasional lainnya. Perubahan NAB reksadana syariah diakibatkan oleh berbagai faktor yang memengaruhinya. Dalam beberapa penelitian yang telah dilakukan, sebagai contoh penelitian Sjaputera (2005), bahwa beberapa indikator makroekonomi diantaranya inflasi, kurs, dan JII memiliki pengaruh terhadap NAB reksadana syariah. Oleh karena itu, dalam perspektif yang lebih khusus, pengaruh variabel makroekonomi terhadap reksadana syariah inilah yang akan menjadi fokus di dalam penelitian ini. 1.2. Rumusan Masalah Dengan berbagai kelebihan yang dimilikinya, reksadana syariah merupakan salah satu alternatif bagi para investor yang ingin menginvestasikan dananya di pasar modal syariah. Kemampuan reksadana syariah untuk melibatkan masyarakat yang memiliki modal kecil dalam berinvestasi merupakan keunikan tersendiri reksadana syariah, yang perlu di dukung agar semakin banyak masyarakat yang ingin berinvestasi pada pasar modal syariah melalui reksadana syariah. Kelebihan reksadana syariah yang lainnya adalah adanya diversifikasi, yaitu investasi yang 5 mana manajer investasi tidak menempatkan seluruh dana yang dikelola di dalam satu peluang investasi, dengan maksud membagi risiko (Huda dan Nasution, 2008). Untuk itu maka perlu dikaji faktor-faktor apa saja yang memengaruhi reksadana syariah agar semakin meningkat minat investor untuk berinvestasi di reksadana syariah. Apabila semakin tinggi minat investor untuk menanamkan modal kapitalnya, maka akan semakin tinggi pula tambahan kapital yang dapat digunakan untuk pembangunan perekonomian. Minat investor untuk menanamkan modalnya di suatu negara tentunya akan didorong oleh motif ekonomi dan non-ekonomi. Selain itu, juga kondisi makroekonomi sebuah negara juga akan memengaruhi pilihan investor dalam menanamkan modalnya ( Lim dalam Aufa, 2010). Dengan memfokuskan pada variabel makroekonomi yang memengaruhi reksadana syariah di Indonesia, permasalahan yang akan dibahas di dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana perkembangan reksadana syariah di Indonesia selama periode Januari 2003 sampai dengan Desember 2011? 2. Variabel makroekonomi apa dan seberapa besar pengaruhnya terhadap reksadana syariah di Indonesia selama periode tahun 2003 hingga tahun 2011? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian permasalahan yang disampaikan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 6 1. Menganalisis perkembangan reksadana syariah di Indonesia selama periode Januari 2003 sampai dengan Desember 2011. 2. Menganalisis variabel-variabel makroekonomi dan besar pengaruhnya terhadap reksadana syariah di Indonesia periode Januari 2003 sampai dengan Desember 2011. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi pemerintah, instansi-instansi terkait, masyarakat luas, pembaca, dan penulis pada khususnya. Manfaat-manfaat tersebut diantaranya : 1. Pemerintah dapat menentukan kebijakan makroekonomi yang tepat yang mampu mendorong industri reksadana syariah yang maju, stabil, dan berdaya saing. 2. Membantu para investor dalam mengidentifikasi kondisi makroekonomi ke depan dan memperoleh manfaat dari berinvestasi didalam reksadana syariah demi meningkatkan keuntungan. 3. Sebagai bahan referensi penelitian-penelitian penelitian yang terkait dengan reksadana syariah. selanjutnya, khususnya 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Investasi 2.1.1. Pengertian dan Tujuan Investasi Istilah investasi bisa berkaitan dengan berbagai macam aktivitas. Aktivitas investasi yang umumnya dilakukan adalah menginvestasikan sejumlah dana pada asset riil (tanah, emas, mesin, bangunan) maupun aset finansial (deposito , saham, obligasi). Menurut Tandelilin (2001), investasi merupakan komitmen atau sejumlah dana atau sumber daya lainnya yang dilakukan pada saat ini dengan tujuan memperoleh sejumlah keuntungan di masa mendatang. Seorang investor membeli sejumlah dana saat ini dengan harapan memperoleh keuntungan dari kenaikan harga ataupun sejumlah dividen di masa yang akan datang sebagai imbalan atas waktu dan resiko yang terkait dengan investasi tersebut. Terdapat beberapa alasan mengapa seseorang melakukan investasi, antara lain yaitu : 1. Untuk mendapat kehidupan yang lebih layak di masa mendatang Seseorang yang bijaksana akan berpikir bagaimana meningkatkan taraf hidupnya dari waktu ke waktu atau setidaknya berusaha mempertahankan tingkat pendapatannya yang ada sekarang agar tidak berkurang di masa mendatang. 8 2. Mengurangi tekanan inflasi Dengan melakukan investasi dalam pemilikan perusahaan atau objek lain dapat menghindarkan diri dari risiko penurunan nilai kekayaan atau harta miliknya akibat adanya pengaruh inflasi. 3. Dorongan untuk menghemat pajak Beberapa negara di dunia banyak melakukan kebijakan yang bersifat mendorong tumbuhnya investasi di masyarakat melalui pemberian fasilitas perpajakan kepada masyarakat yang melakukan investasi pada bidang usaha tertentu. 2.1.2. Investasi Dalam Perspektif Syariah Dalam Islam, semua kegiatan memiliki batasan-batasan yang tidak boleh dilanggar. Batasan-batasan itu dinamakan prinsip dalam Islam. Dalam berinvestasi, ada beberapa prinsip yang harus dipenuhi agar investasi yang dilakukan sesuai dengan syariat Islam, yaitu : 1. Halal Investasi yang halal adalah syarat utama dalam syariat Islam. Ada lima unsur yang dilarang dalam transaksi sehingga transaksi tersebut bisa dikategorikan halal, diantaranya (Gozali, 2004): a. Maysir (judi, spekulasi) Transaksi yang termasuk mengandung unsur maysir bukan hanya praktek perjudian yang sudah jelas, namun juga meliputi transaksi spekulatif di pasar 9 modal, transaksi jual-beli dengan berjangka (forward), spekulasi mata uang asing, dan sebagainya. b. Gharar (ketidakjelasan, transaksi yang tidak pasti) Ketika terjadi transaksi jual-beli, harus jelas apa yang dijual dan berapa harganya. Contoh yang jelas dari transaksi yang mengandung unsur gharar adalah jual beli dengan sistem ijon, yaitu membeli hasil pertanian yang tidak jelas kualitas maupun kuantitasnya. Petani diberi uang untuk semua hasil dari perkebunannya sebelum panen. Sudah tentu pada saat itu tidak jelas kuantitas dan kualitas hasil panennya. Unsur gharar ini juga sangat kental pada produk asuransi konvensional. c. Haram Permasalahan yang sering ditemui dalam penentuan haram atau halalnya suatu investasi adalah jika berinvestasi secara tidak langsung ke dalam produk keuangan. Kita tidak mengetahui ke mana dana yang kita titipkan untuk diinvestasikan iitu ditanamkan. d. Riba (bunga) Praktek riba ini tidak hanya terjadi di bank konvensional saja. Namun di dalam kehidupan sehari-hari pun sering ditemui. e. Bathil (tidak adil) Seorang muslim dilarang untuk mengambil keuntungan dari sesama muslim dengan cara yang bathil atau tidak adil, seperti menipu atau dengan memanipulasi. Bukan hanya mengambil keuntungan dengan cara kriminal seperti 10 itu saja yang dilarang, bahkan dengan cara legal pun tetap tidak boleh dilakukan, seperti menjual dengan harga yang sangat tinggi jauh di atas harga pasar. 2. Berkah Keberkahan dapat diartikan sebagai kebaikan yang bertambah. Ini adalah aspek keuntungan non-ekonomis dari suatu investasi. Ketenangan dan kepuasan batin dapat menjadi salah satu bentuk berkah dari investasi. 3. Bertambah Investasi berarti bertumbuh dan berkembang. Investasi yang dilakukan harus dapat memberikan keuntungan bagi pemodalnya. 2.2. Reksadana Syariah 2.2.1. Pengertian Reksadana Syariah Menurut Undang-Undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995, Pasal 1 ayat (27), didefinisikan bahwa reksadana adalah wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek oleh manajer investasi. UU tidak membedakan yang mana reksadana konvensional dan yang mana reksadana dengan prinsip syariah. Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) Nomor: 20/DSN-MUI/IX/2000 tanggal 18 April 2000 tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi untuk Reksa Dana Syariah telah mendefinisikan tentang reksadana syariah adalah reksadana yang beroperasi menurut ketentuan dan prinsip syariah islam, baik dalam bentuk akad antara pemodal sebagai pemilik harta (shahib al-mal/rabb al-mal) dengan manajer investasi sebagai wakil shahib al-mal, maupun antara manajer investasi sebagai wakil shahib al-mal dengan pengguna investasi. 11 Berdasarkan hal tersebut, batasan untuk produk-produk yang dapat dijadikan portofolio bagi reksadana syariah adalah produk-produk investasi sesuai dengan ajaran islam. Berdasarkan fatwa DSN-MUI Nomor 20/DSN-MUI/IV/2001 mengenai Pedoman Pelaksanaan Investasi untuk Reksadana Syariah dan Nomor 40/DSNMUI/X/2003 mengenai Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal, definisi reksadana syariah adalah reksadana yang beroperasi menurut ketentuan dan prinsip syariah islam, baik dalam bentuk akad antara pemodal sebagai pemilik harta (shahib al-mal/rabb al-mal) dengan manajer investasi, begitu pula pengelolaan dana investasi sebagai wakil shahib al-mal, maupun antara manajer investasi sebagai wakil shahib al-mal dengan pengguna investasi. Jadi reksadana syariah mengandung pengertian sebagai reksadana yang pengelolaan dan kebijakan investasinya mengacu kepada syariat islam. Reksadana syariah, misalnya tidak diinvestasikan ke dalam saham-saham atau obligasi dari perusahaan yang pengelolaan atau produknya bertentangan dengan syariat islam, misalnya pabrik makanan/ minuman yang mengandung alkohol, daging babi, rokok dan tembakau, jasa keuangan konvensional, pertahanan dan persenjataan, serta bisnis hiburan yang mengandung maksiat. Menurut Fatwa DSN-MUI Nomor: 80/DSN-MUI/III/2011, terdapat 14 jenis transaksi di pasar modal yang dilarang karena tidak sesuai dengan prinsip syariah. Secara umum penjelasan 14 transaksi tersebut adalah sebagai berikut. 12 1. Front Running, yaitu tindakan anggota bursa efek yang melakukan transaksi lebih dahulu atas suatu efek tertentu, atas dasar adanya informasi bahwa nasabahnya akan melakukan transaksi dalam volume besar atas efek tersebut yang diperkirakan mempengaruhi harga pasar, tujuannya untuk meraih keuntungan atau mengurangi kerugian. 2. Misleading information (Informasi Menyesatkan), yaitu membuat pernyataan atau memberikan keterangan yang secara material tidak benar atau menyesatkan sehingga mempengaruhi harga efek di bursa efek. 3. Wash sale (Perdagangan semu yang tidak mengubah kepemilikan), yaitu transaksi yang terjadi antara pihak pembeli dan penjual yang tidak menimbulkan perubahan kepemilikan dan/atau manfaatnya (beneficiary of ownership) atas transaksi saham tersebut. Tujuannya untuk membentuk harga naik, turun atau tetap dengan memberi kesan seolah-olah harga terbentuk melalui transaksi yang berkesan wajar. Selain itu juga untuk memberi kesan bahwa efek tersebut aktif diperdagangkan. 4. Pre-arrange trade, yaitu transaksi yang terjadi melalui pemasangan order beli dan jual pada rentang waktu yang hampir bersamaan yang terjadi karena adanya perjanjian pembeli dan penjual sebelumnya. Tujuannya untuk membentuk harga (naik, turun atau tetap) atau kepentingan lainnya baik di dalam maupun di luar bursa. 13 5. Pump and Dump, yaitu aktivitas transaksi suatu efek diawali oleh pergerakan harga uptrend, yang disebabkan oleh serangkaian transaksi inisiator beli yang membentuk harga naik hingga mencapai level harga tertinggi. Setelah harga mencapai level tertinggi, pihak-pihak yang berkepentingan terhadap kenaikan harga yang telah terjadi, melakukan serangkaian transaksi inisiator jual dengan volume yang signifikan dan dapat mendorong penurunan harga. Tujuannya adalah menciptakan kesempatan untuk menjual dengan harga tinggi agar memperoleh keuntungan. 6. Hype and Dump, yaitu aktivitas transaksi suatu efek yang diawali oleh pergerakan harga uptrend yang disertai dengan adanya informasi positif yang tidak benar, dilebih-lebihkan, misleading dan juga disebabkan oleh serangkaian transaksi inisiator beli yang membentuk harga naik hingga mencapai level harga tertinggi. Setelah harga mencapai level tertinggi, pihakpihak yang berkepentingan terhadap kenaikan harga yang telah terjadi, melakukan serangkaian transaksi inisiator jual dengan volume yang signifikan dan dapat mendorong penurunan harga. Pola transaksi tersebut mirip dengan pola transaksi pump and dump, yang tujuannya menciptakan kesempatan untuk menjual dengan harga tinggi agar memperoleh keuntungan. 7. Creating fake demand/supply (Permintaan/Penawaran Palsu), yaitu adanya 1 (satu) atau lebih pihak tertentu melakukan pemasangan order beli/jual pada level harga terbaik, tetapi jika order beli/jual yang dipasang sudah mencapai best price maka order tersebut di-delete atau diamond (baik dalam jumlahnya 14 dan/atau diturunkan level harganya) secara berulang kali. Tujuannya untuk memberi kesan kepada pasar seolah-olah terdapat demand/supply yang tinggi sehingga pasar terpengaruh untuk membeli/menjual. 8. Pooling interest, yaitu aktivitas transaksi atas suatu efek yang terkesan likuid, baik disertai dengan pergerakan harga maupun tidak, pada suatu periode tertentu dan hanya diramaikan sekelompok anggota bursa efek tertentu (dalam pembelian maupun penjualan). Selain itu volume transaksi setiap harinya dalam periode tersebut selalu dalam jumlah yang hampir sama dan/atau dalam kurun periode tertentu aktivitas transaksinya tiba-tiba melonjak secara drastis. Tujuannya menciptakan kesempatan untuk dapat menjual atau mengumpulkan saham atau menjadikan aktivitas saham tertentu dapat dijadikan benchmark. 9. Cornering, yaitu pola transaksi ini terjadi pada saham dengan kepemilikan publik yang sangat terbatas. Terdapat upaya dari pemegang saham mayoritas untuk menciptakan supply semu yang menyebabkan harga menurun pada pagi hari dan menyebabkan investor publik melakukan short selling. Kemudian ada upaya pembelian yang dilakukan pemegang saham mayoritas hingga menyebabkan harga meningkat pada sesi sore hari yang menyebabkan pelaku short sell mengalami gagal serah atau mengalami kerugian karena harus melakukan pembelian di harga yang lebih mahal. 10. Marking at the close (pembentukan harga penutupan), yaitu penempatan order jual atau beli yang dilakukan di akhir hari perdagangan yang bertujuan 15 menciptakan harga penutupan sesuai dengan yang diinginkan, baik menyebabkan harga ditutup meningkat, menurun ataupun tetap dibandingkan harga penutupan sebelumnya. 11. Alternate trade, yaitu transaksi dari sekelompok anggota bursa tertentu dengan peran sebagai pembeli dan penjual secara bergantian serta dilakukan dengan volume yang berkesan wajar. Adapun harga yang diakibatkannya dapat tetap, naik atau turun. Tujuannya untuk memberi kesan bahwa suatu efek aktif diperdagangkan. 12. Insider Trading (Perdagangan Orang Dalam), yaitu kegiatan ilegal di lingkungan pasar finansial untuk mencari keuntungan yang biasanya dilakukan dengan cara memanfanfaatkan informasi internal, misalnya rencana-rencana atau keputusan-keputusan perusahaan yang belum dipublikasikan. 13. Short Selling (bai’ al-maksyuf/jual kosong), yaitu suatu cara yang digunakan dalam penjualan saham yang belum dimiliki dengan harga tinggi dengan harapan akan membeli kembali pada saat harga turun. 14. Margin Trading (Transaksi dengan Pembiayaan), yaitu melakukan transaksi atas efek dengan fasilitas pinjaman berbasis bunga (riba) atas kewajiban penyelesaian pembelian Efek. 16 Salah satu tujuan dari reksadana syariah adalah memenuhi kebutuhan kelompok investor yang ingin memperoleh pendapatan investasi dari sumber dan cara yang bersih yang dapat dipertanggungjawabkan secara religius, serta sejalan dengan prinsip-prinsip syariah. Dengan demikian, reksadana syariah adalah suatu wadah yang digunakan oleh masyarakat untuk berinvestasi secara kolektif, dimana pengelolaan dan kebijakan investasinya mengacu pada syariat islam. 2.2.2. Bentuk Hukum Reksadana Syariah Di Indonesia, terdapat dua bentuk hukum reksadana, yaitu (Huda dan Nasution, 2008) : 1. Reksadana Berbentuk Perseroan Reksadana berbentuk perseroan (PT Reksadana) merupakan suatu perusahaan (dalam hal ini perseroan terbatas) yang bergerak pada pengelolaan portofolio investasi pada surat-surat berharga yang tersedia di pasar investasi. Dari kegiatan tersebut PT Reksadana akan memperoleh keuntungan dalam bentuk peningkatan nilai aset perusahaan (sekaligus nilai sahamnya), yang kemudian juga akan dapat dinikmati oleh para investor yang memiliki saham pada perusahaan tersebut 2. Reksadana Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif (KIK) Reksadana kontrak investasi kolektif adalah kontrak yang dibuat antara manajer investasi dan bank kustodian yang juga mengikat pemegang unit penyertaan sebagai investor. Melalui kontrak ini manajer investasi diberi 17 wewenang untuk mengelola portofolio kolektif dan bank kustodian diberi wewenang untuk melaksanakan investasi penitipan dan administrasi investasi kolektif. Fungsi dari kontrak investasi kolektif sama halnya dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga dalam suatu perusahaan. 2.2.3. Sifat Operasional Reksadana Syariah Berdasarkan sifat operasionalnya, reksadana dapat dibedakan menjadi reksadana terbuka (open-end) dan reksa dana tertutup (closed-end) (Huda dan Nasution, 2008). Beberapa perbedaan keduanya dapat dijelaskan sebagai berikut. Reksadana tertutup menjual sahamnya melalui penawaran umum untuk selanjutnya dicatatkan pada bursa efek. Investor tidak dapat menjual kembali saham yang dimilikinya kepada reksa dana melainkan kepada investor lain melalui pasar bursa dimana harga jual belinya ditentukan oleh mekanisme bursa. Sementara itu, reksadana terbuka menjual saham atau unit penyertaannya secara terus menerus selama ada investor yang ingin membeli. Saham ini tidak perlu dicatatkan pada bursa efek dan harganya ditentukan didaparkan pada NAB per saham yang dihitung oleh bank kustodian. Pada dasarnya reksadana berbentuk perseroan dapat beroperasi secara terbuka maupun tertutup, sedangkan reksadana berbentuk KIK hanya dapat beroperasi secara terbuka. 18 Tabel 2. Sifat-Sifat Reksadana Syariah Tercatat di Jenis Bentuk Satuan Penawaran Bursa Transaksi Investasi Umum Penawaran Umum Efek Perseroan Tertutup Terbatas (PT) Antara Saham Ya Ya Terbuka investor melalui pialang Investor Perseroan Setelah dengan PMI/Bank Terbatas (PT) Saham Ya Kontrak Unit Investor Investasi Penyertaan PMI/Bank Kolektif (KIK) (UP) Tidak Tidak Tidak Kustodian dengan Kustodian Sumber : Firdaus dkk, 2005 2.2.4. Jenis Investasi Reksadana Syariah Berdasarkan jenisnya investasi reksadana terbagi menjadi empat kategori, yaitu (Huda dan Nasution, 2008) : 1. Reksadana Pasar Uang (Money Market Fund/MMF) Reksadana pasar uang adalah reksadana yang melakukan investasi 100 persen pada efek pasar uang, yaitu efek-efek utang yang berjangka kurang dari satu tahun. Umumnya instrumen atau efek yang masuk dalam kategori ini meliputi deposito, SBI, obligasi, serta efek utang lainnya dengan jatuh tempo kurang dari satu tahun. Reksadana pasar uang merupakan reksadana dengan tingkat resiko 19 paling rendah dan cocok untuk investor yang ingin menginvestasikan dananya dalam jangka pendek (kurang dari satu tahun). 2. Reksadana Pendapatan Tetap (Fixed Income Funds/FIF) Reksadana pendapatan tetap merupakan reksadana yang melakukan investasi sekurang-kurangnya 80 persen dari portofolio yang dikelola ke dalam efek bersifat utang, seperti obligasi dan surat utang lainnya. Sedangkan 20 persen dari dana yang dikelola dapat diinvestasikan pada instrumen lainnya. Reksadana jenis ini memiliki resiko yang relatif lebih besar dari reksadana pasar uang dengan tujuan investasi untuk menghasilkan return yang stabil. 3. Reksadana Saham (Equity Fund/EF) Reksadana saham merupakan reksadana yang melakukan investasi sekurangkurangnya 80 persen dari portofolio yang dikelola ke dalam efek bersifat ekuitas (saham). Sedangkan 20 persen dari dana yang dikelola dapat diinvestasikan pada instrumen lainnya. Reksadana jenis ini memiliki resiko yang paling tinggi dibandingkan reksadana jenis lain. Berbeda dengan efek pendapatan tetap seperti deposito atau obligasi, dimana investor lebih berorientasi pada pendapatan bunga. Efek saham umumnya memberikan potensi hasil yang lebih tinggi berupa capital gain melalui pertumbuhan harga-harga saham. Selain hasil dari capital gain, efek saham juga memberikan hasil lain berupa dividen. 20 4. Reksadana Campuran (Balance fund/BF) Tidak seperti MMF/FIF, dan EF yang memiliki batasan alokasi investasi yang boleh dilakukan, reksadana campuran dapat melakukan investasinya baik pada efek utang maupun pada ekuitas dan porsi alokasi yang lebih fleksibel. Reksadana campuran dapat diartikan reksadana yang melakukan investasi dalam efek ekuitas dan efek utang yang perbandingannya (alokasi) tidak termasuk dalam ketegori FIF. Tabel 3. Jenis-Jenis Reksadana Potensi Hasil Jenis Alokasi Investasi dari Seluruh Dana dan Reksadana yang Terkumpul Resiko Jangka Investasi yang Disarankan Pendek, Pasar Uang 100 Persen Efek Pasar Uang Rendah Pendapatan Tetap Sedang Kombinasi Efek Hutang dan Efek Saham Minimal 80 Persen Efek Saham 1 Tahun 1-3 Tahun Menengah- Sedang/Tinggi Panjang Panjang, Saham < Menengah, Minimal 80 Persen Efek Hutang Campuran Waktu Tinggi > Tahun Sumber : Pratomo, 2008 Perkembangan terakhir, Bapepam mengeluarkan aturan terbaru terkait dengan jenis-jenis reksadana yang sedikit berbeda dari reksadana yang selama ini beredar. Reksadana tersebut, seperti Reksadana Terproteksi, Reksadana Indeks, dan 3 21 Reksadana dengan Penjaminan. Sekilas mengenai ketiga reksadana tersebut adalah sebagai berikut : 1. Reksadana Terproteksi (Capital Protected Fund) Jenisnya reksadana pendapatan tetap, namun manajer investasi memberikan perlindungan terhadap investasi awal investor sehingga nilainya tidak berkurang saat jatuh tempo. Sebagian besar dana yang dikelola akan dimasukkan pada efek bersifat utang yang pada saat jatuh tempo sekurangnya dapat menutup nilai yang diproteksi. Sisanya diinvestasikan kepada efek lain, sehingga investor masih memiliki peluang memperoleh peningkatan NAB (Nilai Aktiva Bersih). 2. Reksadana dengan Penjaminan (Guaranted Fund) Reksadana ini menjamin bahwa investor sekurangnya akan menerima sebesar nilai investasi awal pada saat jatuh tempo, sepanjang persyaratannya dipenuhi. Jaminan ini diberikan lembaga penjamin berdasarkan kontrak lembaga itu dengan manajer investasi dan bank kustodian. (bank yang mewakili kepentingan investor untuk mengawasi ketaatan manajer investasi). Manajer investasi wajib menginvestasikan sekurang-kurangnya 80 persen daripada efek bersifat utang yang masuk kategori layak investasi. 22 3. Reksadana Indeks Portofolio reksa dana terdiri atas efek-efek yang menjadi bagian dari indeks acuan. Manajer investasi wajib menginvestasikan minimal 80 persen dari NAB pada sekurangnya 80 persen efek yang menjadi bagian indeks acuan. 2.2.5 Ciri-Ciri Operasional Reksadana Syariah Dewan Syariah Investor Penghasilan Perusahaan Mudharabah (Bagi Hasil) Jenis Usaha (Tidak Bertentangan dengan Syariah Islam) Gambar 1. Ciri Operasional Reksa Dana Syariah Sumber : Firdaus dkk, 2005 Reksadana Syariah memiliki perbedaan dengan Reksadana Konvensional. Ciri-ciri operasional Reksadana Syariah, di antaranya (Firdaus dkk, 2005) : 1. Mempunyai Dewan Syariah yang bertugas memberikan arahan kegiatan Manajer Investasi (MI) agar senantiasa sesuai dengan syariah Islam. 23 2. Hubungan antara investor dan perusahaan didasarkan pada sistem mudharabah, dimana satu pihak menyediakan 100 persen modal (investor), sedangkan satu pihak lagi sebagai pengelola (Manajer Investasi). 3. Kegiatan usaha atau investasinya diarahkan pada hal-hal yang tidak bertentangan dengah syariah Islam. 2.2.6 Mekanisme Kerja Reksadana Perbedaan paling mendasar antara reksadana konvensional dan reksadana syariah adalah terletak pada proses screening dalam mengkonstruksi portofolio. Filterisasi menurut prinsip syariah adalah mengeluarkan saham-saham yang memiliki aktivitas haram seperti riba, gharar, minuman keras, judi, daging babi, rokok, dan lain sebagainya. Di samping itu, proses filterisasi juga dilakukan dengan cara membersihkan pendapatan yang dianggap diperoleh dari kegiatan haram dan membersihkannya dengan cara charity. Dalam mekanisme kerja yang terjadi di reksadana ada tiga pihak yang terlibat dalam pengelolaan dana, yaitu (Firdaus dkk, 2005) : 1. Manajer Investasi sebagai pengelola investasi. Manajer investasi ini bertanggung-jawab atas kegiatan investasi, yang meliputi analisa dan pemilihan memonitor jenis pasar investasi, investasi, mengambil dan keputusan-keputusan melakukan investasi, tindakan-tindakan yang dibutuhkan untuk kepentingan investor. 2. Bank kustodian adalah bagian dari kegiatan usaha suatu bank yang bertindak sebagai penyimpan kekayaan (safe keeper) serta administrator reksadana. 24 Dana yang terkumpul dari sekian banyak investor bukan merupakan bagian dari kekayaan menajer investasi maupun bank kustodian, tetapi milik para investor yang disimpan atas nama reksadana di bank kustodian. Baik manajer investasi maupun bank kustodian yang akan melakukan kegiatan ini terlebih dahulu harus mendapat ijin dari Bapepam. 3. Pelaku (perantara) di pasar modal (broker, underwriter) maupun di pasar uang (bank) dan pengawas yang dilakukan oleh Bapepam. 2.2.7.Keuntungan Dan Risiko Investasi Melalui Reksadana Pada dasarnya setiap kegiatan investasi mengandung dua unsur, yaitu keuntungan dan resiko. Berikut ini terdapat beberapa keuntungan dalam berinvestasi melalui reksadana (Huda dan Nasution, 2008): 1. Tingkat Likuiditas Yang Baik Yang dimaksud dengan likuiditas disini adalah kemampuan untuk mengelola uang masuk dan keluar dari reksadana. Dalam hal ini yang paling sesuai adalah reksadana untuk saham-saham yang telah dicatatkan di bursa dimana transaksi terjadi setiap hari, tidak seperti deposito berjangka atau sertifikat deposito periode tertentu. Selain itu, pemodal dapat mencairkan kembali saham/ unit penyertaan setiap saat sesuai dengan ketetapan yang dibuat masing-masing reksadana sehingga memudahkan investor untuk mengelola kasnya. 25 2. Manajer Profesional Reksadana dikelola oleh manajer investasi yang andal, ia mencari peluang investasi yang paling baik untuk reksa dana tersebut. Pada prinsipnya, manajer investasi bekerja keras untuk meneliti ribuan peluang investasi bagi pemegang saham/ unit reksadana. Sedangkan pilihan investasi itu sendiri dipengaruhi oleh tujuan investasi dari reksadana tersebut. 3. Diversifikasi Diversifikasi adalah istilah investasi dimana anda tidak menempatkan seluruh dana anda di dalam satu peluang investasi saja, dengan maksud membagi risiko. Manajer investasi memilih berbagai macam saham, sehingga kinerja satu saham tidak akan memengaruhi seluruh kinerja reksadana. Pada umumnya, reksadana mempunyai kurang lebih 30 sampai 60 jenis saham dari berbagai perusahaan. Bandingkan jika membeli saham secara langsung, investor mungkin hanya dapat membeli satu jenis saham saja, nilai dari portofolionya tentu akan sangat bergantung pada kinerja harga saham tersebut. Jika kinerjanya baik, investor akan mendapatkan keuntungan, tetapi jika harga saham tersebut jatuh, investor akan mendapatkan kerugian yang persentasenya sebesar investasi yang dikeluarkan. Diversifikasi memberikan keseimbangan dengan memberikan batasan maksimum atas investasi pada suatu jenis saham. 26 4. Biaya Rendah Reksadana merupakan kumpulan dana dari banyak investor sehingga besarnya kemampuan melakukan investasi akan menghasilkan biaya transaksi yang murah. Di samping keuntungan-keuntungan dalam berinvestasi melalui reksa dana, terdapat juga beberapa risiko dalam melakukan investasi melalui reksa dana, yaitu : 1. Risiko Perubahan Kondisi Ekonomi dan Politik Sistem ekonomi terbuka yang dianut oleh Indonesia sangat rentan terhadap perubahan ekonomi internasional. Perubahan kondisi perekonomian dan politik di dalam maupun di luar negeri atau peraturan khususnya di bidang pasar uang dan pasar modal merupakan faktor yang dapat memengaruhi kinerja perusahaanperusahaan di Indonesia, termasuk perusahaan-perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI), yang secara tidak langsung akan memengaruhi kinerja portofolio reksadana. 2. Risiko Berkurangnya Nilai Unit Penyertaan Nilai unit penyertaan reksadana dapat berfluktuasi akibat kenaikan atau penurunan nilai aktiva bersih reksadana. Penurunan dapat disebabkan oleh, antara lain : a. Perubahan harga efek ekuitas dan efek lainnya. b. Biaya-biaya yang dikenakan setiap kali pemodal melakukan pembelian dan penjualan. 27 3. Risiko Wanprestasi oleh Para Pihak Terkait Risiko ini dapat terjadi apabila rekan usaha manajer investasi gagal memenuhi kewajibannya. Rekan usaha dapat termasuk tetapi tidak terbatas pada emiten, pialang, bank kustodian, dan agen penjual. 4. Risiko Likuiditas Penjualan kembali (pelunasan) tergantung pada likuiditas dari portofolio atau kemampuan dari manajer investasi untuk membeli kembali (melunasi) dengan menyediakan uang tunai. 5. Risiko Kehilangan Kesempatan Transaksi Investasi Pada Saat Pengajuan Klaim Asuransi Dalam hal terjadinya kerusakan atau kehilangan atas surat-surat berharga dan aset reksadana yang disimpan di bank kustodian, bank kustodian dilindungi oleh asuransi yang akan menanggung biaya penggantian surat-surat berharga tersebut. Selama tenggang waktu penggantian tersebut, manajer investasi tidak dapat melakukan transaksi investasi atas surat-surat berharga tersebut. Kehilangan kesempatan melakukan transaksi investasi ini dapat berpengaruh terhadap nilai aktiva bersih per unit penyertaan. 2.2.8. Nilai Aktiva Bersih Reksadana Syariah Konsep Nilai Aktiva Bersih (NAB) adalah nilai aktiva reksadana setelah dikurangi nilai kewajiban reksa dana tersebut. (Rahardjo, 2004) NAB merupakan 28 total nilai investasi dan kas yang dipegang (uninvested) dikurangi dengan biaya-biaya hutang dari kegiatan operasional yang harus dibayarkan. Besarnya NAB bisa berfluktuasi setiap hari, tergantung pada perubahan nilai efek dari portofolio. Meningkatnya NAB mengindikasikan naiknya nilai investasi pemegang saham atau Unit Penyertaan. Begitu juga sebaliknya, menurunnya NAB berarti berkurangnya nilai investasi pemegang Unit Penyertaan atau saham (Firdaus dkk, 2005). NABt = (NPWt - LIABt) NSOt …………………………………………………. (2.1) dimana : NABt = Nilai Aktiva Bersih pada waktu t NPWt = nilai pasar wajar dari aset pada waktu t LIABt = kewajiban yang dimiliki oleh reksadana pada waktu t NSOt = jumlah unit penyertaan yang beredar pada waktu t Bagi investor, NAB/unit memiliki beberapa fungsi, antara lain (Pratomo, 2008) : 1. Sebagai harga beli/jual pada saat investor membeli/menjual unit penyertaan suatu reksadana. 2. Sebagai indikator hasil (untung/rugi) investasi yang dilakukan di reksadana dan penentu nilai investasi yang kita miliki pada suatu saat. 3. Sebagai sarana untuk mengetahui kinerja historis reksadana yang dimiliki investor. 4. Sebagai sarana untuk membandingkan kinerja historis reksadana yang satu dengan reksadana yang lain. 29 NAB/unit dihitung oleh Bank Kustodian dan diumumkan kepada publik setiap hari kerja melalui harian bisnis. Bank Kustodian menghitung pertumbuhan NAB berdasar nilai pasar wajar dari portofolio yang ada. Dengan demikian NAB/unit menunjukkan seberapa besar aset yang mendukung NAB/unit reksadana. 2.3. Variabel Makroekonomi yang Berpengaruh Terhadap NAB Reksadana Syariah Sebenarnya hingga saat ini belum terdapat teori yang jelas mengenai hubungan antara variabel makroekonomi dengan NAB reksadana syariah. Namun menurut Dornbusch dan Fischer (1994), terdapat keseimbangan dalam pasar aset (Assets Markets) sehingga dapat dilihat hubungan antara variabel makroekonomi tersebut dengan NAB reksadana syariah. Pasar aset adalah pasar dimana terdapat transaksi perdagangan aset yang terdiri dari uang, obligasi, dan saham dan bentuk kekayaan lainnya. Variabel makroekonomi memiliki hubungan yang erat dengan pasar aset sehingga bila terdapat fluktuasi keadaan moneter pasti akan menyebabkan fluktuasi pasar aset. Oleh karena itu, dapat dilihat adanya pengaruh variabel makroekonomi terhadap NAB reksadana syariah. 2.3.1. Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) Berdasarkan surat edaran Bank Indonesia No.8/13/DPM tentang penerbitan Sertifikat Bank Indonesia melalui lelang, Sertifikat Bank Indonesia yang selanjutnya disebut SBI adalah surat berharga dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek dengan sistem 30 diskonto/bunga. SBI merupakan salah satu mekanisme yang digunakan Bank Indonesia untuk mengontrol kestabilan nilai rupiah. Tujuannya diterbitkannya SBI adalah agar Bank Indonesia dapat menyerap kelebihan uang primer yang beredar. Tingkat bunga yang berlaku pada setiap penjualan SBI ditentukan oleh mekanisme pasar berdasarkan sistem lelang. Sejak awal Juli 2005 BI menggunakan mekanisme “BI Rate” (suku bunga SBI), yaitu BI mengumumkan target suku bunga SBI yang diinginkan BI untuk pelelangan pada masa periode tertentu. BI Rate inilah yang kemudian yang digunakan sebagai acuan para pelaku pasar dalam mengikuti pelelangan. Umumnya suku bunga SBI berhubungan negatif dengan Nilai Aktiva Bersih (NAB) reksadana syariah . Bila pemerintah mengumumkan suku bunga akan naik maka investor akan menjual unit penyertaannya dan menggantikannya dengan instrumen berpendapatan tetap seperti tabungan atau deposito. Kaitan antara suku bunga dan NAB reksadana syariah dikemukakan oleh Sjaputera (2005) yang menyimpulkan bahwa suku bunga SBI dapat berpengaruh negatif terhadap NAB reksadana syariah. Penelitian lain yang dilakukan oleh Sylviana (2006) menyimpulkan hal yang berbeda, bahwa SBI berpengaruh positif dengan NAB reksadana syariah. 2.3.2. Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) Instrumen bagi bank syariah yang kurang lebih sepadan dengan SBI adalah Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) yang semenjak bulan April tahun 2008 31 berubah nama menjadi Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS). SWBI adalah surat pengakuan hutang yang ditetapkan BI sebagai pengakuan BI memiliki hutang kepada perusahaan atau bank. Wadiah merupakan akad perjanjian simpan-menyimpan (titipan) barang antara pemilik barang dengan seseorang atau institusi yang diberi kepercayaan (trust). Wadiah merupakan perjanjian penitipan dana antara pemilik dana dengan pihak yang dipercaya untuk menjaga dana titipan tersebut. Sertifikat Wadiah Bank Indonesia adalah sertifikat yang diterbitkan diterbitkan oleh BI sebagai bukti penitipan dana berjangka pendek dengan prinsip wadiah (Bank Indonesia, 2003). SWBI merupakan instrumen SBI bagi perbankan syariah. Namun SWBI yang diterbitkan oleh BI tidak memberikan bunga dan sama sekali tidak menjanjikan adanya pemberian imbalan apapun, baik bonus maupun dalam bentuk lain yang bersifat benefit kepada bank syariah yang menempatkan dananya di SWBI. SWBI adalah sejenis pengumpulan dana jangka pendek tabungan di BI untuk periode satu minggu, dua minggu, dan satu bulan yang dihitung per hari dan return on investmentnya berdasarkan PUAS (Bank Indonesia, 2000). SWBI berbeda dengan SBI yang dijadikan investasi oleh perbankan konvensional. Jika SBI memakai bunga satu atau tiga bulanan, SWBI memakai sistem bagi hasil dengan pemberian bonus dari sejumlah dana yang ditanamkan perbankan syariah (MUI, 2003). Dalam SWBI tidak harus ada kesepakatan dengan bank yang menempatkan dananya. BI biasanya memberikan bonus atau SWBI yang dikelolanya. BI akan memberikan bonus jika pada saat bank syariah menempatkan 32 dananya di SWBI terjadi transaksi di pasar syariah. jika tidak terjadi transaksi, maka BI akan memberikan bonus dengan mengacu pada rata-rata nisbah pada simpanan bank syariah. perbedaan lain SBI dengan SWBI adalah sifat SWBI yang hanya berjangka maksimum satu bulan, sedangkan SBI ada yang berjangka satu bulan dan tiga bulan. Sejak bulan April 2008, SWBI berubah nama menjadi SBIS dengan menggunakan prinsip jualah, yaitu akad ijarah dimana besaran imbalan yang diberikan berdasarkan pada kinerja dari barang yang dititipkan. Umumnya suku bunga SBIS berhubungan negatif dengan Nilai Aktiva Bersih (NAB) reksadana syariah . Bila pemerintah mengumumkan suku bunga SBIS akan naik maka investor akan menjual unit penyertaannya dan memilih untuk berinvestasi melalui SBIS. Kaitan antara suku bunga dan NAB reksa dana syariah dikemukakan oleh Putratama (2007) dan Arisandi (2009) yang menyimpulkan bahwa suku bunga SBIS dapat berpengaruh negatif terhadap NAB reksadana syariah. 2.3.3. Nilai Tukar Uang Menurut Mankiw (2005), nilai tukar (exchange rate) atau dikenal juga dengan istilah kurs adalah tingkat harga yang disepakati penduduk kedua negara untuk saling melakukan perdagangan. Para ekonom membedakan kurs menjadi dua yaitu kurs nominal dan kurs riil. Kurs nominal adalah harga relatif dari mata uang dua negara. Sedangkan kurs riil adalah harga relatif dari barang-barang diantara dua negara. Jika diformulasikan kursIDR/USD artinya rupiah yang diperlukan untuk membeli satu US 33 dollar. Apabila kurs menguat maka berarti rupiah mengalami apresiasi. Sedangkan jika kurs melemah artinya rupiah mengalami depresiasi. Perubahan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS sangat berpengaruh terhadap NAB reksadana syariah. Peningkatan (Depresiasi) nilai tukar rupiah terhadap dollar AS menandakan bahwa semakin murah harga rupiah terhadap mata uang asing khususnya dollar AS sehingga terjadi aliran modal masuk (capital inflow) ke Indonesia akibat meningkatnya permintaan akan rupiah. Capital Inflow kemudian akan meningkatkan NAB reksa dana syariah. Beberapa bukti empiris mengenai pengaruh nilai tukar rupiah terhadap dollar AS terhadap NAB reksadana syariah menunjukkan bahwa nilai tukar rupiah terhadap dollar AS memiliki pengaruh yang positif terhadap NAB reksadana syariah. Penelitian Aroem (2005), Sjaputera (2005), Sylviana (2006), Putratama (2007), dan Arisandi (2009) menunjukkan bahwa nilai tukar rupiah terhadap dollar AS memiliki hubungan positif dengan NAB reksadana syariah. 2.3.4. Inflasi Inflasi adalah peningkatan dalam seluruh tingkat harga (Mankiw, 2005). Kadang-kadang kenaikan harga ini berlangsung terus-menerus dan berkepanjangan. Menurut Friedman dalam Mankiw (2005), inflasi adalah suatu fenomena moneter yang terjadi dimanapun. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas (atau menyebabkan kenaikan) kepada 34 barang lainnya (Mankiw, 2005). Adapun indikator yang sering digunakan dalam mengukur tingkat inflasi adalah sebagai berikut. 1. Indeks Harga Konsumen (IHK) atau Consumer Price Index (CPI) merupakan indikator yang umum digunakan untuk menggambarkan pergerakan harga. Perubahan IHK dari waktu ke waktu menunjukkan pergerakan harga dari paket barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat. 2. Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) merupakan indikator yang menggambarkan pergerakkan harga dari komoditi-komoditi yang diperdagangkan di suatu daerah. 3. Produk Domestik Bruto (PDB) menggambarkan pengukuran level harga barang akhir (final goods) dan jasa yang diproduksi didalam suatu ekonomi (negara). Deflator PBD dihasilkan dengan membagi PDB atas dasar harga nominal dengan PDB atas harga konstan. Inflasi dapat memiliki dampak positif dan negatif terhadap NAB reksadana syariah. Putratama (2007) mengatakan bahwa tingkat inflasi berpengaruh negatif terhadap NAB reksadana syariah jika dampak inflasi mengurangi konsumsi dan daya beli masyarakat. Selain itu, inflasi juga dapat berpengaruh positif jika penyebab inflasi adalah sektor moneter yang mencakup jumlah uang beredar, seperti yang dikatakan oleh Arisandi (2009). 35 2.3.5. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Secara sederhana, indeks harga adalah suatu angka yang digunakan untuk membandingkan suatu peristiwa dengan suatu peristiwa lainnya. Demikian juga dengan indeks harga saham, indeks disini akan membandingkan perubahan harga saham dari waktu ke waktu, apakah suatu harga saham mengalami penurunan atau kenaikan dibandingkan dengan suatu waktu tertentu. Menurut Widoatmodjo (2009), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menunjukkan pergerakkan harga saham secara umum yang tercatat di bursa efek. Indeks inilah yang paling banyak digunakan dan dipakai sebagai acuan tentang perkembangan kegiatan di pasar modal. IHSG dapat digunakan untuk menilai suatu situasi pasar secara umum atau mengukur apakah harga saham mengalami kenaikan atau penurunan. IHSG melihat seluruh harga saham yang tercatat di bursa. Untuk perhitungan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ini, kita harus menjumlahkan seluruh harga saham yang tercatat. Rumus untuk menghitung IHSG adalah sebagai berikut: IHSG = ∑ Ht X 100% ∑ Ho dimana: ∑ Ht = Total harga semua saham pada waktu yang berlaku ∑ Ho = Total harga semua saham pada tahun dasar (2.2) 36 Dari angka indeks inilah kita dapat melihat apakah kondisi pasar sedang ramai, lesu, atau dalam keadaan stabil. Jika angka IHSG menunjukkan angka diatas 100 berarti kondisi pasar sedang ramai, sedangkan pada saat IHSG menunjukkan di bawah 100 berarti pasar sedang lesu. Namun jika IHSG menunjukkan angka 100 maka pasar dikatakan stabil. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4. Indikator Angka IHSG Indikator Angka IHSG Keterangan Angka IHSG > 100 Ramai Angka IHSG < 100 Lesu Angka IHSG = 100 Stabil Sumber: Widoatmodjo (2009), data diolah Umumnya IHSG berhubungan negatif dengan Nilai Aktiva Bersih (NAB) reksadana syariah . Peningkatan IHSG mencerminkan kinerja perusahaan di pasar modal konvensional yang meningkat sehingga berpotensi untuk memperoleh pendapatan yang lebih besar. Pendapatan perusahaan yang meningkat akan menyebabkan kenaikan return bagi para pemegang saham. oleh karena itu masyarakat akan menarik dananya dari reksadana syariah dan menginvestasikan dananya melalui perusahaan yang tercatat di dalam IHSG dengan harapan memperoleh return yang lebih besar, sehingga NAB reksadana syariah akan menurun. Kaitan antara IHSG dan NAB reksa dana syariah dikemukakan oleh Sylviana (2006) yang menyimpulkan bahwa IHSG berpengaruh negatif terhadap NAB reksadana syariah. 37 2.3.6. Jakarta Islamic Index (JII) Jakarta Islamic Index (JII) yang dikeluarkan BEI merupakan indeks yang menggambarkan kinerja saham syariah di Indonesia. JII pertama kali dikeluarkan oleh BEI (pada saat itu bernama Bursa Efek Jakarta) bekerjasama dengan PT. Danareksa Investment Management pada tanggal 3 Juli 2000. Meskipun demikian, agar dapat menghasilkan data historikal yang lebih panjang, hari dasar yang digunakan untuk menghitung JII adalah tanggal 2 Januari 1995 dengan angka indeks dasar sebesar 100. Metodologi perhitungan JII sama dengan yang digunakan untuk menghitung IHSG (BEI, 2010). JII terdiri dari 30 saham yang merupakan saham-saham syariah paling likuid dan memiliki kapitalisasi pasar paling besar. BEI melakukan review JII setiap enam bulan yang disesuaikan dengan periode penerbitan penerbitan DES oleh BAPEPAMLK. Setelah dilakukan penyeleksian saham syariah oleh BAPEPAM-LK yang dituangkan ke dalam DES, BEI melakukan proses penyeleksian lanjutan yang didasarkan kepada kinerja perdagangannya. Adapun proses seleksi JII berdasarkan kinerja perdagangan saham syariah yang dilakukan oleh BEI adalah sebagai berikut (Huda dan Nasution, 2008): 1. Memilih kumpulan saham dengan jenis usaha utama yang tidak bertentangan dengan prinsip hukum syariah dan sudah tercatat lebih dari tiga bulan (kecuali bila termasuk di dalam saham-saham 10 berkapitalisasi besar). 38 2. Memilih saham berdasarkan laporan keuangan tahunan atau tengah tahunan berakhir yang memiliki kewajiban terhadap aktiva maksimal sebesar 90 persen. 3. Memilih 60 saham dari susunan diatas berdasarkan urutan rata-rata kapitalisasi pasar (market capitalization) terbesar selama satu tahun terakhir. 4. Memilih 30 saham berdasarkan urutan tingkat likuidasi rata-rata nilai perdagangan selama satu tahun terakhir. Jika dilihat dari metode seleksinya, dapat diduga bahwa saham-saham yang tercatat dalam JII adalah sama dengan saham-saham di LQ 45 setelah dikeluarkan saham perusahaan lembaga keuangan konvensional dan saham perusahaan rokok. Dengan kata lain JII adalah LQ 30 tanpa rokok dan bank. Umumnya JII berhubungan positif dengan Nilai Aktiva Bersih (NAB) reksadana syariah. Peningkatan JII mencerminkan kinerja perusahaan yang meningkat sehingga berpotensi untuk memperoleh pendapatan yang lebih besar. Pendapatan perusahaan yang meningkat akan menyebabkan kenaikan return bagi hasil reksadana syariah. oleh karena itu masyarakat akan menginvestasikan dananya melalui reksadana syariah dengan harapan memperoleh return yang lebih besar. Kaitan antara JII dan NAB reksadana syariah dikemukakan oleh Sjaputera (2005), Putratama (2007), dan Arisandi (2009) yang menyimpulkan bahwa JII berpengaruh positif terhadap NAB reksadana syariah. 39 2.4. Penelitian Terdahulu Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Akbar (2004) dalam tesisnya yang berjudul “Analisis Pengaruh Faktor-Faktor Makroekonomi Dan Tingkat Pengembalian Pasar Terhadap Imbal Hasil Reksa Dana”. Penelitian ini difokuskan untuk melihat pengaruh faktor-faktor makroekonomi yang meliputi inflasi, suku bunga SBI dan nilai tukar rupiah terhadap dollar dan tingkat pengembalian pasar (IHSG) terhadap imbal hasil reksadana tetap dalam kurun waktu tahun 2001 sampai dengan tahun 2003. Penelitian dilakukan secara time series terhadap data inflasi, suku bunga SBI, nilai tukar rupiah terhadap dollar dan tingkat pengembalian pasar (IHSG) sebagai variabel eksogen dan imbal hasil reksadana pendapatan tetap sebagai variabel endogen. Adapun model pengolahan data yang digunakan dalam penelitian adalah Vector Autoregression (VAR) dengan menggunakan software EVIEWS 4.1. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa berdasarkan R-square, variabel makroekonomi yaitu inflasi, suku bunga SBI, kurs dan tingkat pengembalian pasar (IHSG) secara bersama-sama hanya mampu menjelaskan 17 persen terhadap imbal hasil reksa dana pendapatan tetap. Dari uji F dan uji T, tidak ada variabel makroekonomi dan tingkat pengembalian pasar baik secara individu maupun bersama-sama mampu mempengaruhi imbal hasil reksadana pendapatan tetap, lag pertama dan lag kedua imbal hasil reksadana pendapatan tetap mempunyai kontribusi yang lebih besar pengembalian pasar. dibandingkan faktor-faktor makroekonomi dan tingkat 40 Penelitian lain dilakukan oleh Aroem (2005) dalam skripsinya tentang “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Reksa Dana di Indonesia Periode 2000-2004”. Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, SBI, inflasi, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), dan jumlah reksadana, serta nilai aktiva bersih sebagai indikator perkembangan reksadana. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan metode kuadrat terkecil atau Ordinary Least Square (OLS). Program yang digunakan adalah EViews 4.1. Dari hasil pengolahan diperoleh faktor-faktor yang signifikan mempengaruhi perkembangan reksadana adalah suku bunga SBI dua bulan sebelumnya,IHSG bulan sebelumnya, jumlah reksadana dua bulan sebelumnya, nilai tukar rupiah terhadap dollar, dan inflasi bulan sebelumnya. Suku bunga SBI, IHSG, nilai tukar rupiah terhadap dollar, dan inflasi berpengaruh secara negatif terhadap perkembangan reksadana. Sedangkan jumlah reksadana memberikan dampak yang positif terhadap perkembangan reksadana. Sjaputera (2005) dalam tesisnya yang berjudul “Pengaruh Perubahan Tingkat Inflasi, Nilai Tukar Uang, Tingkat Suku Bunga Bebas Risiko Dan Indeks Syariah Terhadap Kinerja Reksa Dana Syariah”, bertujuan untuk melihat pengaruh dari beberapa variabel makro seperti perubahan inflasi, SBI, nilai tukar uang dan indeks syariah (JII) terhadap kinerja reksadana syariah. Dalam penelitian ini, Nilai Aktiva Bersih (NAB) digunakan sebagai indikator kinerja reksadana syariah. Seluruh data diperoleh dari publikasi Bank Indonesia dan Bursa Efek Jakarta. Waktu yang 41 digunakan dalam penelitian ini adalah dari tahun 2000 sampai dengan 2004. Sedangkan metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode regresi linier berganda. Hasil pengujian menunjukkan secara bersama-sama variabel-variabel tersebut mempunyai variabel yang signifikan terhadap kinerja reksadana syariah, sedangkan hasil regresi menunjukkan variabel-variabel yang diteliti memiliki pengaruh yang beragam. Untuk inflasi, kurs, dan JII memiliki pengaruh yang positif, sedangkan untuk SBI memiliki pengaruh yang negatif. Dari semua variabel yang diteliti, JII merupakan variabel yang mempunyai pengaruh yang signifikan sedangkan variabel lainnya tidak signifikan. Sylviana (2006) dalam tesisnya yang berjudul Pengaruh Variabel Makro Ekonomi Terhadap Pertumbuhan Imbal Hasil Reksa Dana Syariah Periode November 2004-Juni 2006 Dengan Menggunakan Data Panel, menganalisis aspek fundamental khususnya yang berkenaan dengan dampak dari kondisi makroekonomi sebagai pengaruh eksternal yang mempengaruhi imbal hasil reksadana syariah. Variabel makro yang digunakan yaitu SBI, nilai tukar rupiah terhadap dollar dan IHSG. Penelitian ini menggunakan data panel. Jenis reksadana yang digunakan adalah reksadana pendapatan tetap dan campuran yang masih tetap ada selama periode penelitian ini yaitu dari November 2004 sampai dengan Juni 2006. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa terdapat korelasi yang positif antara variabel SBI dan kurs terhadap pertumbuhan imbal hasil reksadana syariah. 42 Sedangkan korelasi antara variabel IHSG terhadap pertumbuhan imbal hasil reksadana syariah adalah negatif, dengan asumsi variabel lain tetap dan begitu juga sebaliknya. Penelitian oleh Putratama (2007) dalam skripsinya yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Perkembangan Nilai Aktiva Bersih Reksa Dana Syariah Di Indonesia”, melihat seberapa signifikan pengaruh variabel Gross Domestic Product (GDP), jumlah uang beredar, Real Exchange Rate, tingkat bonus Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI), tingkat inflasi, Jakarta Islamic Index (JII), dan jumlah reksadana syariah terhadap perkembangan reksa dana syariah yang diukur berdasarkan nilai aktiva bersihnya. Data yang digunakan adalah data bulanan selama periode tahun 2003-2006 dengan metode analisis Error Correction Model (ECM). Berdasarkan hasil estimasi model jangka pendek dapat diketahui bahwa variabel jumlah uang beredar (M2), Real Exchange Rate, SWBI, inflasi, JII, dan jumlah reksadana syariah berpengaruh signifikan terhadap NAB reksadana syariah. Sedangkan variabel GDP tidak berpengaruh signifikan terhadap NAB reksadana syariah. variabel SWBI dan jumlah reksadana syariah memiliki hubungan positif dengan NAB reksadana syariah. Sedangkan variabel jumlah uang beredar (M2), Real Exchange Rate, inflasi, JII memiliki hubungan negatif dengan NAB reksadana syariah. 43 Berdasarkan hasil estimasi model jangka panjang dapat diketahui bahwa variabel jumlah uang beredar (M2), Real Exchange Rate, inflasi, JII, dan jumlah reksadana syariah berpengaruh signifikan terhadap NAB reksadana syariah. Variabel GDP, Real Exchange Rate, inflasi, JII, dan jumlah reksadana syariah memiliki hubungan positif dengan NAB reksadana syariah. Sedangkan variabel jumlah uang beredar (M2), SWBI, dan inflasi memiliki hubungan negatif dengan NAB reksadana syariah. Penelitian Arisandi (2009), dalam skripsinya yang berjudul “Analisis FaktorFaktor Yang Memengaruhi Perkembangan Reksa Dana Syariah Di Indonesia”. Pada penelitian ini variabel-variabel yang digunakan adalah nilai tukar rupiah, inflasi, Jakarta Islamic Index (JII), SWBI, dan jumlah unit reksadana syariah terhadap NAB reksadana syariah. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder kuantitatif, yang diperoleh dari Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM), Bank Indonesia (BI), dan Direktorat Perbankan Syariah (DPS) BI. Data yang digunakan dalam penelitian adalah data bulanan dari Januari 2005 sampai dengan Juni 2008. Estimasi model dalam studi ini menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS). Hasil penelitian mengindikasikan variabel nilai tukar rupiah, inflasi, Jakarta Islamic Index (JII), dan jumlah unit reksadana syariah memiliki hubungan positif dengan NAB reksa danasyariah. Sedangkan variabel SWBI memiliki hubungan negatif dengan NAB reksadana syariah. 44 Tabel 5. Ringkasan Hasil Penelitian Terdahulu No 1 Peneliti Akbar (2004) 2 Aroem (2005) 3 Sjaputera (2005) 4 Sylviana (2006) 5 Putratama (2007) 6 Arisandi (2009) Metode Penelitian Kesimpulan Inflasi, suku bunga SBI, kurs dan tingkat pengembalian pasar (IHSG) secara bersama-sama hanya mampu Vector Autoregression menjelaskan 17 persen terhadap imbal (VAR) hasil reksa dana pendapatan tetap. Suku bunga SBI, IHSG, nilai tukar rupiah terhadap dollar, dan inflasi berpengaruh secara negatif terhadap perkembangan reksa dana. Sedangkan jumlah reksa dana memberikan dampak yang positif terhadap Regresi Linier Berganda perkembangan reksa dana. inflasi, kurs, dan JII memiliki pengaruh yang positif terhadap NAB RDS, sedangkan untuk SBI memiliki pengaruh yang negatif terhadap NAB Regresi Linier Berganda RDS. Terdapat korelasi yang positif antara variabel SBI dan kurs terhadap pertumbuhan imbal hasil reksa dana syariah. Sedangkan korelasi antara variabel IHSG terhadap pertumbuhan imbal hasil reksa dana syariah adalah Panel Data negatif Variabel jumlah uang beredar, Real Exchange Rate, inflasi, dan JII berpengaruh signifikan dalam jangka pendek maupun jangka panjang Error Correction Model terhadap NAB reksa dana syariah. Hasil penelitian mengindikasikan variabel nilai tukar rupiah, inflasi, Jakarta Islamic Index (JII), dan jumlah unit reksa dana syariah memiliki hubungan positif dengan NAB reksa dana syariah. Ordinary Least Square Sedangkan variabel SWBI memiliki hubungan negatif dengan NAB reksa (OLS) dana syariah. 45 2.5. Kerangka Pemikiran Konseptual Peningkatan perekonomian Indonesia semenjak krisis ekonomi tahun 1997 tentunya harus diikuti dengan perkembangan industri keuangan yang terus membaik. Sejak diresmikan oleh BAPEPAM-LK pada tanggal 14 dan 15 maret 2003, pasar modal berbasis syariah terus menunjukkan kinerja yang meningkat.. Peran pasar modal sebagai tempat bertemunya para pemilik dana (investor) dengan pihak yang memerlukan dana (emiten) ditengah perekonomian Indonesia yang menunjukkan pertumbuhan positif dirasa sangat penting dan harus terus dikembangan. Reksadana syariah merupakan salah satu alternatif bagi para investor yang ingin menginvestasikan dana yang dimilikinya dalam pasar modal syariah. Reksadana merupakan sebuah bentuk investasi yang dilakukan secara kolektif/bersama-sama dan dikelola oleh manajer investasi. Reksadana dirancang sebagai sarana untuk menghimpun dana dari masyarakat yang memiliki modal, mempunyai keinginan kuat untuk melakukan investasi, namun hanya memiliki waktu dan pengetahuan yang terbatas (Sutedi, 2011). Selain manajer investasi, terdapat sebuah lembaga yaitu bank kustodian yang berperan dalam hal penyimpanan atau portofolio milik investor serta melakukan penyelesaian transaksi dan administrasi reksadana. Bank kustodian dan manajer investasi kemudian bertanggung-jawab terhadap BAPEPAM-LK yang berada di bawah naungan Departemen Keuangan. Dalam pengambilan keputusan dalam berinvestasi termasuk di reksadana syariah, sebuah pemikiran logis dari investor yang menginginkan return yang tinggi 46 di kemudian hari tentunya akan melihat perkembangan dari reksadana syariah tersebut. Perkembangan reksadana syariah ditentukan oleh faktor ekonomi dan faktor non-ekonomi. Faktor ekonomi salah satunya ditentukan oleh kondisi makroekonomi, sedangkan faktor non-ekonomi antara lain pengetahuan dalam berinvestasi, regulasi, pengelola reksadana, serta kondisi politik dan keamanan. Dalam penelitian ini difokuskan untuk menganalisis pengaruh variabel makroekonomi terhadap perkembangan reksadana syariah di Indonesia. Adapun variabel makroekonomi yang akan dianalisis antara lain : suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI), suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBIS), Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar AS (KURS), Inflasi (INF), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), dan Jakarta Islamic Index (JII). Sedangkan perkembangan reksadana syariah dapat diukur dengan indikator dari Nilai Aktiva Bersih (NAB), jumlah investor, jumlah reksadana dan juga jumlah unit penyertaan reksadana. Namun dalam penelitian ini difokuskan Nilai Aktiva Bersih (NAB), dimana semakin tinggi nilai NAB maka semakin berkembang reksadana syariah tersebut. 47 Perkembangan Reksadana Syariah : NAB RDS Faktor Internal • Modal • Manajemen • SDM Faktor Eksternal BI • Faktor Ekonomi Faktor Non Ekonomi • SBI • Regulasi • SBIS • Politik • Kurs • Keamanan • Inflasi • Edukasi • IHSG • JII VAR/VECM Gambar 2. Kerangka Pemikiran Konseptual Keterangan : Pengaruh Ruang Lingkup Penelitian Metode Analisis 48 2.6. Hipotesis Penelitian Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. SBI berhubungan positif dengan NAB reksadana syariah. 2. SBIS berhubungan positif dengan NAB reksadana syariah. 3. Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS berhubungan Negatif dengan NAB reksadana syariah. 4. Inflasi berhubungan secara positif dengan NAB reksadana syariah. 5. IHSG berhubungan secara negatif dengan NAB reksadana syariah. 6. JII berhubungan secara positif dengan NAB reksa dana syariah. 49 III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini seluruhnya merupakan data sekunder dalam bentuk bulanan yang diperoleh dari Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia Bank Indonesia (SEKI-BI), Badan Pusat Statistik (BPS), dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (BAPEPAM-LK) Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Data yang digunakan adalah data runtun waktu (time series) bulanan dari Januari 2003 sampai dengan Desember 2011. Data yang digunakan adalah data Nilai Aktiva Bersih (NAB) Reksadana Syariah, data SBI, data SBIS, data nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, data Inflasi, data Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), dan data Jakarta Islamic Index (JII). Tabel 6. Data yang Digunakan Dalam Penelitian No Jenis Data Sumber Data Satuan 1 Data NAB RDS Bapepam Rupiah 2 Data SBI BI Persen 3 Data SBIS BI Persen 4 Data Kurs BI Rupiah 5 Data Inflasi BPS Persen 6 Data IHSG BEI - 7 Data JII BEI - 50 3.2. Variabel dan Definisi Operasional Peubah yang digunakan bersama definisi operasionalnya adalah sebagai berikut: a. NAB merupakan data Nilai Aktiva Bersih Reksadana Syariah. b. SBI merupakan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia untuk periode satu bulan. c. SBIS merupakan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia Syariah untuk periode satu bulan. d. Kurs (ex-rate) merupakan nilai tukar nominal rupiah terhadap dollar AS. e. Inflasi merupakan perubahan harga tiap bulannya dalam bentuk persen. f. IHSG merupakan Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia. g. JII merupakan indeks harga 30 perusahaan terbaik berbasis syariah. 3.3. Metode Analisis dan Pengolahan Data Untuk menganalisis variabel makroekonomi terhadap kinerja reksa dana syariah akan dianalisis dengan menggunakan metode Vector Autoregression (VAR). kemudian apabila terdapat kombinasi linear antara variabel non-stasioner yang terkointegrasi pada ordo yang sama maka perlu dilakukan pengujian kointegrasi, maka model VAR akan dikombinasikan dengan model koreksi kesalahan (Error Correction Model) menjadi Cointegrated SVAR atau biasa dikenal dengan istilah 51 Vector Error Correction Model (VECM). Perangkat lunak yang digunakan dalam penelitian adalah Microsoft Excel 2007 untuk mengelompokan data dan selanjutnya diolah menggunakan program Eviews 6. 3.3.1. Metode Vector Autoregression (VAR) Pada tahun 1980, Christopher Sims memperkenalkan sebuah macroeconomics framework yang menjanjikan, yakni Vector Autoregression (VAR). Stock dan Watson dalam Firdaus (2010) memaparkan bahwa jika sebelumnya univariate autoregression merupakan sebuah persamaan tunggal (single-equation) dengan model linier variabel tunggal (single-variable linear model), dimana nilai sekarang dari masing-masing variabel dijelaskan oleh nilai lag-nya sendiri, maka VAR merupakan sebuah n-persamaan (n-equation) dengan n-variabel (n-variable), dimana masing-masing variabel dijelaskan dijelaskan oleh nilai lag-nya sendiri, serta nilai saat ini dan masa lampaunya (current and past values). Dengan demikian, dalam konteks ekonometrika modern VAR termasuk ke dalam multivariate time series analysis (Firdaus, 2010). VAR menyediakan cara yang sistematis untuk menangkap perubahan yang dinamis dalam multiple time series, serta memiliki pendekatan yang kredibel dan mudah dipahami bagi pendeskripsian data, forecasting (peramalan), inferensi struktural, serta analisis kebijakan. Alat analisis yang disediakan oleh VAR bagi deskripsi data, forecasting (peramalan), inferensi struktural, serta analisis kebijakan dilakukan melalui empat macam penggunaannya, yakni Forecasting, Impulse 52 Response Function (IRF), Forecast Error Variance Decomposition (FEVD), dan Granger Causality Test. Forecasting merupakan ekstrapolasi nilai saat ini dan masa depan seluruh variabel dengan memanfaatkan seluruh informasi masa lalu variabel. Sementara Impulse Response Function (IRF) adalah melacak respon saat ini dan masa depan setiap variabel akibat perubahan atau shock suatu variabel tertentu. Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) merupakan prediksi kontribusi persentase varians setiap variabel terhadap perubahan suatu variabel tertentu. Sedangkan Granger Causality Test bertujuan untuk mengetahui hubungan sebab akibat antar variabel. Seperti halnya model ekonometrika lainnya, VAR juga meliputi serangkaian proses spesifikasi dan identifikasi model. Spesifikasi model VAR meliputi pemilihan variabel dan banyaknya selang yang digunakan dalam model (Firdaus, 2010). Sedangkan identifikasi model adalah melakukan identifikasi persamaan sebelum melakukan estimasi model. Dalam proses identifikasi akan ditemui beberapa kondisi. Kondisi overidentified akan diperoleh jika jumlah informasi yang dimiliki melebihi jumlah parameter yang ingin diestimasi. Sementara kondisi exactly identified atau just identified akan tercapai jika jumlah informasi dan jumlah parameter yang diestimasi sama. Kemudian, jika jumlah informasi kurang dari jumlah parameter yang akan diestimasi akan menciptakan kondisi yang disebut underidentified. Proses estimasi hanya dapat dilakukan dalam keadaan overidentified dan exactly identified atau just identified. Dalam pemilihan selang optimal yang dipakai dapat memanfaatkan kriteria 53 informasi seperti Akaike Information Criterion (AIC), Schwarz Information Criterion (SC), maupun Hannan-Quinn Criterion (HQ). Enders (2004) mengemukakan bahwa bentuk sistem VAR standar (reducedform) yang digunakan secara luas atau umum pada saat ini berasal dari bentuk sistem VAR primitif yang memiliki sejumlah kelemahan. Adapun bentuk sederhana dari sistem VAR yang primitif ditunjukkan oleh sistem bivariate sederhana sebagai berikut : yt = b10 - b12zt + γ11zt-1 + γ12zt-1 + εyt (3.1) zt = b20 – b21yt + γ21yt-1 + γ22zt-1 + εzt (3.2) Kedua persamaan di atas menunjukkan bahwa yt dan zt saling memengaruhi satu sama lain. Misalnya –b12 merupakan efek serentak (contemporaneous effect) dari perubahan zt terhadap yt dan γ12 merupakan efek dari perubahan zt-1 terhadap yt. Oleh karena itu, maka persamaan (3.1) dan (3.2) bukanlah persamaan dalam bentuk reduced-form karena yt memiliki efek serentak terhadap zt dan zt memiliki efek serentak terhadap yt. Namun dari bentuk persamaaan primitif di atas dapat diperoleh bentuk transformasi VAR ke dalam bentuk standar (reduced-form). Adapun persamaan umum VAR adalah sebagai berikut (Enders, 2004) : yt = A0 + A1yt-1 + A2yt-2 + … + Apyt-p + et (3.3) 54 dimana : yt = vektor berukuran (n-1) yang berisikan n variabel yang terdapat di dalam sebuah model VAR A0 = vektor intersep berukuran (n-1) At = matriks koefisien/ parameter berukuran (n . n) untuk setiap i = 1,2,…..,p et = vektor error berukuran (n.1) Model VAR dalam bentuk standar di atas jika dituliskan dalam bentuk persamaan bivariate adalah sebagai berikut : yt = a10 + a11yt-1 + a12zt-1 + e1t (3.4) zt = a20 + a21yt-1 + a22zt-1 + e2t (3.5) atau dalam bentuk notasi matriks VAR adalah sebagai berikut : yt a10 a11a12 yt − 1 e1t zt = a 20 + a 21a 22 zt − 1 + e 2 t (3.6) Sehingga untuk model multivariate seperti yang dilakukan di dalam penelitian ini, model VAR menjadi seperti berikut : ΔNABt = β10 + β111ΔNABt-1 + β112ΔNABt-2 + β121ΔSBIt-1 + β122Δ SBIt-2 + β131ΔSBISt-1 + β132ΔSBISt-2+ β141ΔERt-1+ β142ΔERt-2+ β151ΔINFt-1+ β152ΔINFt-2+ β161ΔIHSGt-1 + β162ΔIHSGt-2 + β171ΔJIIt-1+ β172ΔJIIt-2+ e1t (3.7) 55 ΔSBIt = β20 + β211ΔNABt-1 + β212ΔNABt-2 + β221ΔSBIt-1 + β222ΔSBIt-2 + β231ΔSBISt-1+ β232ΔSBISt-2+ β241ΔERt-1 + β242ΔERt-2 + β251ΔINFt-1 + β252ΔINFt-2 + β261ΔIHSGt-1 + β262Δ IHSGt-2 + β271Δ JIIt-1 β272Δ JIIt-2 + e2t (3.8) ΔSBISt = β30 + β311ΔNABt-1 + β312ΔNABt-2 + β321ΔSBIt-1 + β322ΔSBIt-2 + β331ΔSBISt-1+ β332ΔSBISt-2+ β341ΔERt-1 + β342ΔERt-2 + β351ΔINFt-1 + β352ΔINFt-2 + β361ΔIHSGt-1 + β362Δ IHSGt-2 + β371Δ JIIt-1 + β372Δ JIIt-2 + e3t (3.9) ΔERt = β40 + β411ΔNABt-1 + β412ΔNABt-2 + β421ΔSBIt-1 + β422ΔSBIt-2 + β431ΔSBISt-1+ β432ΔSBISt-2+ β441ΔERt-1 + β442ΔERt-2 + β451ΔINFt-1 + β452ΔINFt-2 + β461ΔIHSGt-1 + β462Δ IHSGt-2 + β471Δ JIIt-1 + β472Δ JIIt-2 + e4t (3.10) ΔINFt = β50 + β511ΔNABt-1 + β512ΔNABt-2 + β521ΔSBIt-1 + β522ΔSBIt-2 + β531ΔSBISt-1+ β532ΔSBISt-2+ β541ΔERt-1 + β542ΔERt-2 + β551ΔINFt-1 + β552ΔINFt-2 + β561ΔIHSGt-1 + β562Δ IHSGt-2 + β571Δ JIIt-1+ β572Δ JIIt-2 + e5t (3.11) ΔIHSGt = β60 + β611ΔNABt-1 + β612ΔNABt-2 + β621ΔSBIt-1 + β622ΔSBIt-2 + β631ΔSBISt-1+ β632ΔSBISt-2+ β641ΔERt-1 + β642ΔERt-2 + β651ΔINFt-1 + β652ΔINFt-2 + β661ΔIHSGt-1 + β662Δ IHSGt-2 + β671Δ JIIt-1 + β672Δ JIIt-2 + e6t (3.12) ΔJIIt = β70 + β711ΔNABt-1 + β712ΔNABt-2 + β721ΔSBIt-1 + β722ΔSBIt-2 + β731ΔSBISt-1+ β732ΔSBISt-2+ β741ΔERt-1 + β742ΔERt-2 + β751ΔINFt-1 + β752ΔINFt-2 + β761ΔIHSGt-1 + β762Δ IHSGt-2 + β771Δ JIIt-1+ β772Δ JIIt-2 + e7t (3.13) 56 Dimana : NAB : Nilai Aktiva Bersih Reksadana Syariah SBI : Sertifikat Bank Indonesia SBIS : Sertifikat Bank Indonesia Syariah ER : Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar AS INF : Inflasi IHSG : Indeks Harga Saham Gabungan JII : Jakarta Islamic Index Model VAR dikembangkan sebagai solusi atas kritikan terhadap model persamaan simultan (Nachrowi, 2006), yaitu : 1. Spesifikasi dari sistem persamaan simultan terlalu berdasarkan pada agregasi dari model keseimbangan parsial, tanpa memperhatikan pada hasil hubungan yang hilang (omitted interrelation). 2. Struktur dinamis pada model seringkali dispesifikasikan dengan tujuan untuk memberikan restriksi yang dibutuhkan dalam mendapatkan identifikasi dari bentuk struktural. Menurut McCoy dalam Nachrowi (2006), untuk mengatasi kritikan tersebut terutama untuk menentukan variabel endogen dan eksogen, pendekatan VAR berusaha membiarkan data tersebut berbicara (“let the data speak for themselves”) 57 dengan membuat semua variabel berpotensi menjadi variabel endogen. Dalam kerangka VAR setiap variabel, baik dalam level maupun first difference, diperlakukan secara simetris di dalam sistem persamaan yang mengandung regressor set yang sama. Menurut Gujarati (2003), keunggulan metode VAR dibandingkan dengan metode ekonometrika konvensional adalah : 1. Mengembangkan model secara bersamaan di dalam suatu sistem yang kompleks (multivariat), sehingga dapat menangkap hubungan keseluruhan variabel di dalam persamaan itu. 2. Uji VAR yang multivariat bisa menghindarkan parameter yang bias akibat tidak dimasukkannya variabel yang relevan. 3. Uji VAR dapat mendeteksi hubungan antar variabel di dalam sistem persamaan, dengan menjadikan seluruh variabel sebagai endogen. 4. Karena bekerja berdasarkan data, metode VAR terbebas dari berbagai batasan teori ekonomi yang sering muncul termasuk gejala perbedaan palsu (spurious variable) di dalam model ekonometrika konvensional terutama pada persamaan simultan, sehingga menghindari penafsiran yang salah. Namun, model VAR juga memiliki banyak kritik akibat memiliki beberapa kelemahan. Menurut Gujarati (2003), kelemahan VAR antara lain : 58 1. Model VAR lebih bersifat ateori karena tidak memanfaatkan informasi dari teori-teori terdahulu. 2. Karena tidak menitikberatkan pada peramalan (forecasting), maka model VAR dianggap tidak sesuai untuk implikasi kebijakan. 3. Tantangan terberat VAR adalah pemilihan panjang lag yang tepat. 4. Semua variabel yang digunakan dalam model VAR harus stasioner. 5. Koefisien dalam estimasi VAR sulit untuk diinterpretasikan. 3.3.2. Metode Vector Error Correction Model (VECM) Vector Error Correction Model atau VECM merupakan bentuk VAR yang terestriksi (Enders, 2004). Restriksi tambahan ini harus diberikan karena keberadaan bentuk data yang tidak stasioner pada level, tetapi terkointegrasi. VECM kemudian memanfaaatkan informasi restriksi kointegrasi tersebut ke dalam spesifikasinya. Karena itu, VECM sering disebut sebagai desain VAR bagi series non stasioner yang memiliki hubungan kointegrasi. Kointegrasi adalah terdapatnya kombinasi linier antara variabel yang non stasioner yang terkointegrasi pada ordo yang sama (Enders,2004). Setelah dilakukan pengujian kointegrasi pada model yang digunakan, maka dianjurkan untuk memasukkan persamaan kointegrasi ke dalam model yang digunakan. Pada data time series kebanyakan memiliki tingkat stasioneritas pada perbedaan pertama (first 59 difference) atau I(1). Dengan demikian, dalam VECM terdapat speed of adjustment dari jangka pendek ke jangka panjang. Oleh karena itu, untuk mengantisipasi hilangnya informasi jangka panjang, maka dalam penelitian ini digunakan model VECM apabila ternyata data yang digunakan memiliki derajat stasioneritas I(1). Secara umum model VECM (k-1) adalah sebagai berikut : k −1 y∆t =∑ Γi∆yt − 1 + 0 + 1t + yt − 1 + t i =1 dimana : Δyt = yt – yt-1 k-1 = ordo VECM dari VAR Γi = matriks koefisien regresi (b1,….,bi) μ0 = vektor intercept μ1 = vektor koefisien regresi t = time trend α = matriks loading β = vektor kointegrasi y = variabel yang digunakan dalam analisis (3.14) 60 Sehingga dalam penelitian ini menjadi ∆NABt = k -1 k -1 i =1 i =1 ∑ ΓiNABt − i + ∑ ΓiSBIt − i + k -1 k -1 i =1 i =1 k -1 k -1 i =1 i =1 k -1 ∑ ΓiSBISt − i + ∑ ΓiERt − i + ∑ ΓiINF t − i ∑ΓiIHSGt − i +∑ ΓiJIIt − i + t ∆SBIt = k -1 ∑ ΓiNAB t − i i =1 k -1 ∑ΓiIHSG t − i i =1 ∆SBISt = k -1 + ∑ ΓiSBIt − i + i =1 (3.15) k -1 ∑ ΓiSBIS k -1 t − i i =1 + ∑ ΓiERt − i + i =1 k -1 ∑ ΓiINF t − i k -1 (3.16) i =1 k -1 k -1 i =1 i =1 ∑ ΓiNABt − i + ∑ ΓiSBIt − i + k -1 i =1 i =1 k -1 k -1 i =1 i =1 ∑ ΓiSBISt − i + ∑ ΓiERt − i + k -1 ∑ ΓiINF t − i k -1 k -1 i =1 i =1 ∑ ΓiNABt − i + ∑ ΓiSBIt − i + k -1 k -1 i =1 i =1 (3.17) k -1 k -1 i =1 i =1 ∑ ΓiSBISt − i + ∑ ΓiERt − i + k -1 ∑ ΓiINF t − i k -1 t − i i =1 k -1 ∑ΓiIHSG t − i i =1 k -1 + ∑ ΓiSBIt − i + i =1 + i =1 ∑ΓiIHSGt − i +∑ ΓiJIIt − i + t ∑ ΓiNAB + i =1 ∑ΓiIHSGt − i +∑ ΓiJIIt − i + t ∆INFt = + i =1 +∑ ΓiJIIt − i + t k -1 ∆ERt = + i =1 (3.18) k -1 ∑ ΓiSBIS i =1 k -1 t − i + ∑ ΓiERt − i + i =1 k -1 ∑ ΓiINF t − i + i =1 k -1 +∑ ΓiJIIt − i + t i =1 (3.19) 61 ∆IHSGt = k -1 k -1 i =1 i =1 ∑ ΓiNABt − i + ∑ ΓiSBIt − i + k -1 k -1 i =1 i =1 k -1 k -1 i =1 i =1 ∑ ΓiSBISt − i + ∑ ΓiERt − i + k -1 ∑ ΓiINF t − i ∑ΓiIHSGt − i +∑ ΓiJIIt − i + t ∆JIIt = k -1 k -1 i =1 i =1 ∑ ΓiNABt − i + ∑ ΓiSBIt − i + k -1 k -1 i =1 i =1 + i =1 (3.20) k -1 k -1 i =1 i =1 ∑ ΓiSBISt − i + ∑ ΓiERt − i + ∑ΓiIHSGt − i +∑ ΓiJIIt − i + t k -1 ∑ ΓiINF t − i + i =1 (3.21) 3.3.3. Pengujian Pra Estimasi 3.3.3.1. Uji Stasioneritas Data Dalam mengestimasi sebuah model yang akan digunakan, maka langkah awal yang harus dilakukan adalah uji stasioneritas data atau disebut dengan unit root test. Menurut Gujarati (2003), data yang stasioner akan mempunyai kecenderungan untuk mendekati nilai rata-rata dan berfluktuasi di sekitar nilai rata-ratanya. Untuk itu, pengujian stasioneritas data sangat penting dilakukan apabila menggunakan data time series dalam analisis. Hal tersebut dikarenakan data time series pada umumnya mengandung akar unit (unit root) dan nilai rata-rata serta variansnya berubah sepanjang waktu. Nilai yang mengandung unit root atau non-stasioner, apabila dimasukkan dalam perhitungan statistik pada model regresi sederhana, maka kemungkinan besar estimasi akan gagal mencapai nilai yang sebenarnya atau disebut sebagai spurious estimation (Nachrowi, 2006). 62 Untuk menguji ada atau tidaknya akar unit pada data yang digunakan, maka dalam penelitian ini menggunakan uji Augmented Dickey-Fuller (ADF). Menurut Gujarati (2003), uji stasioneritas data dengan menggunakan uji Dickey-Fuller, dimulai dari sebuah proses autoregresi orde pertama, yaitu : Yt = ρYt-1 + μt (3.22) dimana : μt = white noise error term dengan mean nol dan varians konstan Kondisi di atas disebut sebagai random walk, dimana variabel Yt ditentukan oleh variabel sebelumnya (Yt-1). Oleh karena itu jika nilai ρ = 1 maka persamaan (3.22) mengandung akar unit atau tidak stasioner. Kemudian persamaan (3.22) dapat dimodifikasi dengan mengurangi Yt-1 pada kedua sisi persamaan, sehingga persamaan (3.22) dapat diubah menjadi : Yt – Yt-1 = ρYt-1 – Yt-1 + μt = (ρ-1)Yt-1 + μt (3.23) maka persamaan di atas dapat ditulis sebagai berikut : ΔYt = δYt-1 + μt dimana : δ = (ρ-1) Δ = perbedaan pertama (first difference) (3.24) 63 Oleh karena itu hipotesis pada persamaan (3.28), H0: δ = 0 melawan hipotesis alternatifnya atau H1: δ < 0. Nilai H0: δ = 0 akan menunjukkan bahwa persamaan tersebut tidak stasioner, sementara H1: δ < 0 menunjukkan persamaan tersebut mengikuti proses yang stasioner. Jadi apabila kita menolak H0 maka artinya data time series tersebut stasioner, dan sebaliknya. Pada persamaan (3.28) diasumsikan bahwa error term (μt) tidak berkorelasi. Dalam kasus error term-nya berkorelasi maka contoh persamaan yang dapat diuji stasioneritas melalui Augmented Dickey-Fuller (ADF) dapat ditulis sebagai berikut (Gujarati, 2003) : m ΔYt = βt + β2t + δYt-1 + αi ∑ ∆Yt - i + t (3.25) i =1 dimana : εt = pure white noise error term ΔYt-1 = (Yt-1 - Yt-2), ΔYt-2 = (Yt-2 - Yt-3), dan seterusnya. Dalam kasus persamaan seperti ini pengujian hipotesis yang dilakukan masih sama dengan sebelumnya yaitu H0 adalah δ = 0 (tidak stasioner) dengan hipotesis alternatifnya adalah H1 adalah δ < 0 (stasioner). Artinya jika H0 ditolak dan menerima H1 maka data kita stasioner dan begitu juga sebaliknya. Uji yang dilakukan untuk mengetahui apakah sebuah data time series bersifat stasioner atau tidak adalah dengan menguji uji Ordinary Least Square (OLS) dan melihat nilai t statistik dari estimasi δ. 64 Jika δ adalah nilai dugaan dan Sδ adalah simpangan baku dari δ maka uji statistik memiliki rumus sebagai berikut : thit = S (3.26) Apabila nilai t-statistik lebih kecil dari nilai statistik ADF (dalam nilai kritikal 1 persen, 5 persen, atau 10 persen), maka keputusannya adalah tolak H0 atau dengan kata lain data bersifat stasioner dan begitu juga sebaliknya. 3.3.3.2. Pengujian Lag Optimal Langkah penting yang harus dilakukan dalam menggunakan model VAR adalah penentuan jumlah lag yang optimal yang digunakan dalam model. Pengujian panjang lag yang optimal dapat memanfaatkan beberapa informasi yaitu dengan menggunakan Akaike Information Criterion (AIC), Schwarz Information Criterion (SC), maupun Hannan-Quinn Criterion (HQ). Untuk dapat menentukan lag ini, maka ∧ langkah sebelumnya adalah menentukan nilai determinan dari kovarian residual ( Ω ) yang dapat dihitung sebagai berikut (Eviews 6 User’s Guide) : ∧ ∧' 1 │Ω│= det ∑ e t e t T − p t (3.27) dimana p adalah angka parameter dari tiap persamaan dalam VAR. Selanjutnya, log likelihood value dengan mengasumsikan distribusi normal (Gaussian) dapat dihitung : 65 ∧ T 1 =− k (1 +log 2 ) +log Ω 2 (3.38) dimana k adalah banyaknya parameter yang diestimasi dan T adalah jumlah observasi. Kemudian dilanjutkan dengan menggunakan nilai AIC, SC maupun HQ dan dipilih nilai yang terkecil. Dalam penelitian ini, untuk menentukan lag optimal digunakan perhitungan AIC. Rumus perhitungannya dapat dilihat dalam tabel di bawah ini : AIC -2(l/T) + (k/T) SC -2(l/T) + k log(T)/T HQ -2(l/T) + 2k log(log(T))/T (3.29) 3.3.3.3. Uji Stabilitas VAR Metode yang digunakan dalam melakukan analisis pengaruh guncangan variabel makroekonomi terhadap perkembangan reksadana syariah di Indonesia adalah analisis impuls respon (IRF) dan analisis peramalan dekomposisi ragam galat (FEVD). Sistem persamaan VAR yang telah terbentuk harus diuji stabilitasnya terlebih dahulu sebelum kedua analisis tersebut dilakukan, melalui VAR stability condition check. Uji stabilitas VAR dilakukan dengan menghitung akar-akar dari fungsi polinomial atau dikenal dengan roots of characteristic polinomial. Model VAR tersebut dianggap stabil jika semua akar dari fungsi polinomial tersebut berada 66 di dalam unit circle atau jika nilai absolutnya lebih kecil dari satu sehingga IRF dan FEVD yang dihasilkan dianggap valid (Windarti, 2004). 3.3.3.4. Uji Kointegrasi Uji kointegrasi merupakan lanjutan dari uji akar-akar unit dan uji derajat integrasi. Uji kointegrasi dimaksudkan untuk mengetahui perilaku data dalam jangka panjang antar variabel terkait apakah berkointegrasi atau tidak seperti yang dikehendaki oleh teori ekonomi. Untuk dapat melakukan uji kointegrasi, harus yakin terlebih dahulu bahwa variabel-variabel yang terkait dalam pendekatan ini mempunyai derajat integrasi yang sama atau tidak. Implikasi pentingnya jika dua variabel atau lebih mempunyai derajat integrasi yang berbeda, misal: X=1(1) dan Y=1 (2), maka kedua variabel tersebut tidak dapat berkointegrasi. Cara pengujiannya adalah dengan menguji residualnya berintegrasi atau tidak. Apabila residualnya berintegrasi, berarti data tersebut sudah memenuhi prasyarat dalam pembentukan dan estimasi model dinamis. Untuk melakukan uji kointegrasi dilakukan dengan beberapa macam uji, yaitu: Engle-Granger test (EG), Augmented Engle-Granger (AEG) test , dan Cointegrating Regression Durbin Watson (CRDW). Namun, pada penelitian ini, penulis hanya akan menggunakan Cointegrating Regression Durbin-Watson (CRDW). Caranya adalah dengan meregresi variabel dependen dengan variabel independen, setelah nilai DW diketahui, maka DW dibandingkan. Apabila nilai DW hitung lebih besar dari DW tabel maka variabel tersebut telah berkointegrasi, yang 67 artinya antar variabel-variabel tersebut dalam jangka panjang terjadi hubungan yang equilibrium (Gujarati,2003). Dalam penelitian ini untuk menguji apakah kombinasi variabel yang tidak stasioner terkointegrasi dapat diuji dengan menggunakan uji kointegrasi Johansen, yang ditunjukkan oleh persamaan matematis berikut ini : Δyt = β0 + πyt-1 + + et ( 3.30 ) Persamaan tersebut terkointegrasi jika trace statistic > critical value. Dengan demikian H kointegrasi. Kita tolak H0= non-kointegrasi dengan hipotesis alternatifnya H0 atau terima H1 jika trace statistic > critical value, yang artinya terjadi kointegrasi. Tahapan analisis dilanjutkan dengan analisis Vector Error Correction Model (VECM) setelah jumlah persamaan yang terkointegrasi telah diketahui. 3.3.4. Uji Kausalitas Granger Uji kausalitas granger dilakukan untuk melihat hubungan kausalitas diantara variabel-variabel yang ada di dalam model. Uji ini untuk mengetahui apakah suatu variabel bebas (independent variable) meningkatkan kinerja forecasting dari variabel tidak bebas (dependent variable). Pertanyaan yang sering ada dalam analisis time series tidak hanya satu atau lebih variabel ekonomi yang dapat memperkirakan variabel ekonomi lainnya. Pengujian hubungan sebab akibat, sebagaimana dimaksudkan oleh granger, dengan menggunakan F-test untuk menguji apakah lag informasi dalam variabel Y 68 memberikan informasi statistik yang signifikan tentang variabel X dalam menjelaskan perubahan X. Jika tidak, maka Y tidak ada hubungan sebab akibat granger dengan X. 3.3.5. Innovation Accounting 3.3.5.1 Impulse Response Function Estimasi dengan menggunakan VECM untuk lebih lanjut dapat dilihat dari IRF. IRF menunjukkan bagaimana respon dari setiap variabel endogen sepanjang waktu terhadap guncangan dalam variabel itu sendiri dan variabel endogen lainnya. Fungsi dari impulse response ini untuk mengetahui pengaruh suatu variabel terhadap variabel tertentu apabila terjadi guncangan atau shock suatu variabel. Fungsi yang kedua adalah untuk mengetahui besarnya nilai guncangan terhadap variabel yang ada. Analisis fungsi impuls respon (Impulse Response Function) atau disingkat dengan IRF dalam analisis ini dilakukan untuk menilai respon dinamik variabel Nilai Aktiva Bersih reksadana syariah terhadap adanya guncangan SBI, SBIS, nilai tukar (exchange rate), inflasi, indeks harga saham gabungan (IHSG), dan Jakarta Islamic Index (JII). Impulse Response Function sementara itu bertujuan untuk mengisolasi suatu guncangan agar lebih spesifik artinya suatu variabel yang dapat dipengaruhi oleh shock atau guncangan tertentu. Apabila suatu variabel tidak dapat dipengaruhi oleh shock, maka shock spesifik tersebut tidak dapat diketahui melainkan shock secara umum. 69 3.3.5.2. Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) Metode yang dapat dilakukan untuk melihat bagaimana perubahan dalam suatu variabel yang ditunjukkan oleh perubahan error variance dipengaruhi oleh variabel-variabel lainnya adalah FEVD. Metode ini mencirikan suatu struktur dinamis dalam model VAR. Metode ini dapat melihat kekuatan dan kelemahan masingmasing variabel dalam memengaruhi variabel lainnya dalam kurun waktu yang panjang (Nachrowi, 2006). Metode ini merinci ragam dari peramalan galat menjadi komponen-komponen yang dapat dihubungkan dengan setiap variabel endogen dalam model. Seberapa besar perbedaan antara error variance sebelum dan sesudah terjadinya shock yang berasal dari dirinya sendiri maupun dari variabel lain dapat dilihat dengan menghitung presentase kuadrat prediksi galat k-tahap ke depan dari sebuah variabel akibat inovasi dalam variabel-variabel lain. Dapat diketahui melalui FEVD secara pasti faktor-faktor yang memengaruhi fluktuasi dari variabel tertentu. 3.4. Model Penelitian Analisis pengaruh variabel ekonomi terhadap perkembangan reksa dana syariah di Indonesia dilihat dengan menggunakan variabel data Nilai Aktiva Bersih (NAB) Reksadana Syariah, data SBI, data SBIS, data nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, data Inflasi, data Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), dan data Jakarta Islamic Index (JII). Model VAR dan VECM yang digunakan dalam penelitian ini dalam bentuk matriks adalah sebagai berikut : 70 log_ NAB SBI SBIS log_ ER = INF log_ IHSG log_ JII a 0 b 0 c 0 d 0 + e 0 f 0 g 0 a11a12 a13a14 a15 a16 a17 a18 a19 a 21a 22 a 23a 24 a 25 a 26 a 27 a 28 a 29 a 31a 32 a 33a 34 a 35 a 36 a 37 a 38 a 39 a 41a 42 a 43a 44 a 45 a 46 a 47 a 48 a 49 a 51a 52 a 53a 54 a 55 a 56 a 57 a 58 a 59 a 61a 62 a 63a 64 a 65 a 66 a 67 a 68 a 69 a 71a 72 a 73a 74 a 75 a 76 a 77 a 78 a 79 log_ NABt − i e1t e 2 t SBIt − i e 3t SBISt − i log_ ERt − i + e 4t e 5 t INFt − i log_ IHSGt − i e6t log_ JIIt − i e7 t Dimana : Log_NAB : Nilai Aktiva Bersih Reksadana Syariah SBI : Sertifikat Bank Indonesia SBIS : Sertifikat Bank Indonesia Syariah Log_ER : Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar AS INF : Inflasi Log_IHSG : Indeks Harga Saham Gabungan Log_JII : Jakarta Islamic Index Semua data estimasi yang dipergunakan dalam VAR adalah dalam bentuk logaritma natural sesuai dengan pendapat Sims dalam Enders (2004), kecuali data yang sudah dalam bentuk persen atau data tersebut memiliki koefisien yang negatif (sangat kecil) yang tidak mungkin untuk diubah dalam bentuk logaritma natural. Salah satu alasannya adalah untuk memudahkan analisis, karena baik dalam impulse response maupun variance decomposition, pengaruh shock dilihat dalam standar 71 deviasi yang dapat dikonversi dalam bentuk persentase. Semua variabel adalah variabel endogen dalam metode VAR, sehingga dalam model penelitian ini dapat dilihat hubungan saling ketergantungan antara semua variabel. 72 IV. GAMBARAN UMUM Seiring dengan diberlakukannya Undang-Undang No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UUPM), Reksadana mulai dikenal di Indonesia sejak diterbitkannya Reksadana berbentuk Perseroan, yaitu PT BDNI Reksadana pada tahun 1995. Pada awal tahun 1996, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (BAPEPAM-LK) RI mengeluarkan peraturan pelaksanaan tentang reksadana berbentuk Kontrak Investasi Kolektif (KIK). Peraturan-peraturan tersebut membuka peluang lahirnya reksa dan berbentuk KIK untuk tumbuh dan berkembang. Salah satunya adalah munculnya reksadana syariah pertama di Indonesia pada tahun 1997 yang dikelola oleh PT Danareksa Investment Management (DIM). Munculnya reksadana syariah pertama di Indonesia pada tahun 1997 kelolaan PT. Danareksa Investment Management (DIM) inilah yang menjadi awal perkembangan instrument syariah di pasar modal. Selanjutnya, pada tanggal 3 Juli 2000 PT Bursa Efek Jakarta (BEJ) bersama dengan PT Danareksa Investment Management (DIM) meluncurkan Jakarta Islamic Index (JII) yang mencakup 30 jenis saham dari emiten yang kegiatan usahanya memenuhi ketentuan tentang hukum syariah. Penentuan kriteria dari komponen JII tersebut disusun berdasarkan persetujuan dari Dewan Pengawas Syariah (DPS) DIM. Dengan adanya indeks ini diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan investor untuk mengembangkan investasi secara syariah. 73 Di Indonesia, kegiatan di pasar modal yang diatur oleh UUPM tidak membedakan apakah kegiatan pasar modal tersebut dilaksanakan dengan prinsipprinsip syariah atau tidak. Dengan demikian, berdasarkan UUPM kegiatan pasar modal Indonesia dapat dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah dan dapat pula dilakukan tidak sesuai dengan prinsip syariah. Prinsip pasar modal syariah tentunya berbeda dengan pasar modal konvensional. Sejumlah instrumen syariah di pasar modal sudah diperkenalkan kepada masyarakat, misalkan saham syariah, obligasi syariah, dan reksadana syariah. Kemudian, dalam usaha untuk terus mengembangkan pasar modal syariah, pasar modal syariah pun diluncurkan pada tanggal 14 Maret 2003. Banyak kalangan meragukan manfaat diluncurkannya pasar modal syariah ini. Ada yang mencemaskan nantinya akan muncul dikotomi dengan pasar modal konvensional yang telah ada. Akan tetapi, BAPEPAM-LK menjamin tidak akan ada tumpang-tindih kebijakan yang mengatur. Justru dengan diluncurkannya pasar modal syariah ini, akan membuka ceruk baru di lantai bursa. Seiring diluncurkannya pasar modal syariah ini, reksadana mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Pada awal didirikannya pasar modal syariah ini, reksa dana syariah tercatat berjumlah 4 reksadana dengan Nilai Aktiva Bersih (NAB) sebesar Rp.67 miliar. Kemudian pada tahun 2004 reksa dana syariah tercatat telah berjumlah 11 unit reksadana dengan nilai NAB sebesar Rp.593 miliar atau meningkat 885, 5 persen dibandingkan tahun 2003. 74 Secara keseluruhan, nilai investasi reksadana di Indonesia mengalami perkembangan yang cukup signifikan apabila dibandingkan dengan tingkat nilai pertumbuhan jenis investasi lainnya. Sampai Februari 2005, total dana kelolaan industri ini berjumlah lebih dari Rp.110 triliun. Perkembangan ini ditunjang oleh regulasi pasar modal yang kondusif, jumlah investasi yang meningkat, munculnya produk unit link yang berbasiskan investasi asuransi, dan keluarnya surat utang negara serta obligasi korporasi. Perkembangan reksadana syariah di Indonesia juga mengalami perkembangan yang cukup pesat. Sampai Agustus 2005, total dana kelolaan reksadana syariah mencapai Rp. 1,5 triliun rupiah, dan hingga akhir tahun 2005, telah terdapat 17 unit reksadana syariah yang telah dinyatakan efektif oleh BAPEPAM-LK. Selain itu, pada tahun 2005, BAPEPAM-LK juga mengeluarkan peraturan mengenai terbitnya jenis reksadana yang baru. Jika sebelumnya dikenal terdapat empat jenis reksadana, yaitu reksadana pasar uang, reksadana pendapatan tetap, reksadana saham, dan reksadana campuran, sejak tahun 2005 terdapat tiga jenis reksadana yang baru, yaitu reksadana terproteksi, reksadana dengan penjaminan, dan reksadana indeks. Perkembangan ini sempat terhambat dengan terjadinya krisis yang menimpa reksadana Indonesia sehingga total dana kelolaan hanya tinggal Rp. 29 triliun per desember 2005. Kejadian ini dipicu oleh peningkatan harga minyak dunia, depresiasi rupiah, dan kenaikan tingkat bunga yang membuat investor reksadana memindahkan dana mereka ke instrumen investasi lain. Krisis ini juga menimpa reksadana syariah. Total dana kelolaannya turun menjadi hanya Rp.559 miliar. 75 Meskipun dipengaruhi oleh faktor eksternal tersebut, salah satu hal yang justru memiliki pengaruh besar terhadap krisis reksadana pada medio kedua 2005 adalah terjadinya redemption besar-besaran yang dilakukan para investornya. Pemahaman sebagian investor yang salah terhadap investasi pada reksadana dan perilaku terhadap risiko yang irasional telah membuat mereka justru menarik dana mereka secara bersamaan dalam jumlah besar sehingga menyebabkan turunnya nilai unit penyertaan. Namun ada hal yang menarik terjadi selama krisis. Meskipun akhirnya juga tertimpa krisis, reksadana syariah tidak mengalami krisis secepat reksadana konvensional. Krisis telah terjadi pada bulan Maret 2005, reksadana syariah baru mengalami bulan September 2006. Salah satu hal yang memungkinkan adalah adanya perbedaan pengetahuan dan perilaku investor reksadana syariah dengan konvensional. Krisis yang melanda industri reksadana di Indonesia di tahun 2005 mulai mereda di tahun 2006 dan sejak itu industri reksadana di Indonesia mulai menunjukkan tanda-tanda pemulihan. Pertumbuhan reksadana yang cukup pesat mulai terjadi pada tahun 2007. Pada akhir tahun 2007, reksadana syariah maupun reksadana konvensional menunjukkan pertumbuhan NAB yang sangat baik. Pada 2007 tercatat reksadana syariah memiliki 26 unit reksadana efektif dengan total dana kelolaan sebesar Rp.2,2 triliun, atau tumbuh hampir 400 persen dibandingkan saat krisis. Jauh lebih baik dibandingkan reksadana konvensional yang memiliki total dana kelolaan sebesar Rp.92 triliun, atau tumbuh 300 persen dibandingkan saat krisis. 76 Pada tahun 2008, krisis kembali melanda sektor pasar modal Indonesia termasuk industri reksadana karena pelemahan ekonomi Amerika akibat dari krisis subprime mortgage dan peningkatan harga minyak dunia, meskipun dampaknya tidak sebesar dibandingkan dengan krisis di tahun 2005. Reksadana syariah yang saat 2007 tercatat memiliki dana kelolaan sebesar Rp.2,2 triliun, di tahun 2008 turun menjadi Rp.1,8 triliun. Meskipun dengan total unit yang meningkat dari 26 unit di tahun 2007, menjadi 36 unit di tahun 2008. Sumber: BAPEPAM-LK, 2011. (Data Diolah) Gambar 3. Total NAB Reksa Dana Syariah Tahun 2011 Berdasarkan Jenis Seiring dengan pemulihan ekonomi dunia pasca krisis 2008 hingga akhir tahun 2011 dan semakin beragamnya jenis reksadana yang ada, reksadana syariah terus mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Di tahun 2009, tercatat terdapat 46 77 unit reksadana syariah dengan total dana kelolaan sebesar Rp.4,7 triliun. Kemudian di tahun 2010, tercatat terdapat 48 unit reksadana syariah dengan total dana kelolaan sebesar Rp.5,3 triliun. Sedangkan di tahun 2011, tercatat terdapat 50 unit reksadana syariah dengan total dana kelolaan sebesar Rp.5,6 triliun yang terbagi menjadi lima jenis reksadana, yaitu reksadana pendapatan tetap dengan 8 unit, reksadana saham 11 unit, reksadana campuran 16 unit, reksadana terproteksi 14 unit, dan reksadana indeks 1 unit. 78 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Pra Estimasi 5.1.1. Uji Stasioneritas Data Data yang digunakan di dalam penelitian ini adalah data time series. Data time series biasanya memiliki permasalahan terkait dengan stasioneritas, sehingga perlu diuji stasioneritas dari data-data tersebut. Gujarati (2003) menyatakan bahwa data time series yang stasioner memberikan arti bahwa data tersebut mempunyai distribusi rata-rata dan varian yang tetap sepanjang waktu. Oleh karena itu, melakukan uji stasioneritas data merupakan tahap yang penting dalam menganalisis data time series untuk melihat ada tidaknya unit root yang terkandung di antara variabel dalam persamaan menjadi valid dan tidak menghasilkan spurious regression atau regresi palsu. Salah satu cara untuk menghindari regresi palsu pada variabel adalah dengan memastikan bahwa variabel tersebut stasioner. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengukur stasioneritas, salah satunya adalah dengan menggunakan Augmented Dickey Fuller (ADF) test. Berdasarkan uji tersebut, jika nilai statistik ADF dari masing-masing variabel lebih kecil daripada nilai kritis MacKinnon maka dapat dikatakan bahwa data tersebut stasioner. Berdasarkan hasil pengujian ADF pada tingkat level, variabel SBI, SBIS, INF, dan NAB stasioner pada level. Sedangkan variabel ER, IHSG, dan JII mengandung unit root atau dengan kata lain tidak stasioner pada level. Hal ini dapat dilihat dari 79 nilai statistik ADF terhadap nilai kritis MacKinnon. Variabel-variabel yang stasioner memiliki nilai statistik ADF yang lebih kecil dibandingkan dengan nilai kritis MacKinnon. Hal sebaliknya terjadi pada variabel-variabel yang tidak stasioner, dimana nilai statistik ADF lebih besar dibandingkan dengan nilai kritis MacKinnon. Sehingga untuk lebih meyakinkan dan mencegah adanya regresi palsu maka bagi variabel yang tidak stasioner perlu dilakukan unit root test pada tingkat first difference. Berdasarkan hasil pengujian ADF pada tingkat first difference, diperoleh bahwa variabel ER, IHSG, dan JII stasioner pada tingkat ini. Hal ini disebabkan karena nilai statistik ADF variabel SBI, ER, IHSG, dan JII yang lebih kecil dibandingkan dengan nilai kritis MacKinnon. Sehingga variabel SBI, ER, IHSG, dan JII stasioner pada tingkat first difference atau derajat integrasi satu I(I). Tabel 7. Uji Stasioneritas Level Variabel First Difference Nilai ADF Keterangan Nilai ADF Keterangan SBI -2,622692 Stasioner -4,106045 Stasioner SBIS -3,992629 Stasioner -1,353826 Stasioner LOG_ER -2,191468 Tidak Stasioner -9,587763 Stasioner INF -8,669900 Stasioner -1,273907 Stasioner LOG_IHSG 0,3796 Tidak Stasioner -8,106835 Stasioner LOG_JII -2,104476 Tidak Stasioner -7,988462 Stasioner LOG_NAB -3,084726 Stasioner -4,560765 Stasioner Sumber: Lampiran 1 80 Penggunaan data first difference dan second difference menurut Sims dalam Enders (2004) tidak direkomendasikan sebab akan menghilangkan informasi jangka panjang. Digunakan data level untuk menganalisis informasi jangka panjang sehingga model VAR akan dikombinasikan dengan model koreksi kesalahan (error correction model) menjadi VECM. 5.1.2 Penentuan Lag Optimum Pengujian panjang lag optimal ini sangat berguna untuk menghilangkan masalah autokorelasi dalam sistem VAR. sehingga dengan digunakannya lag optimal diharapkan permasalahan terkait autokorelasi tidak muncul kembali. Penentuan lag optimal yang digunakan pada penelitian ini didasarkan pada nilai Akaike Information Criterion (AIC). Hasil pengujian lag optimal tersebut dapat dilihat pada tabel 8. Tabel 8. Uji Lag Optimal Model NAB Reksadana Syariah Lag AIC 0 8,720374 1 -5,570366 2 -6,666464* *Angka terkecil Sumber: Lampiran 2 Penghitungan nilai Akaike Information Criterion (AIC) mengindikasikan bahwa nilai AIC terkecil yaitu -6,666464* terdapat pada lag dua. Oleh karena itu, pada analisis VAR akan digunakan lag dua sebagai lag optimum. 81 5.1.3. Uji Stabilitas Vector Auto Regression Hasil estimasi sistem persamaan VAR yang telah terbentuk perlu diuji stabilitasnya melalui VAR stability condition check yang berupa roots of characteristic polynomial terhadap seluruh variabel yang digunakan dikalikan jumlah lag dari masing-masing VAR sebelum masuk pada tahap analisis yang lebih jauh lagi. Persamaan VAR dikategorikan stabil jika modulus dari seluruh roots of characteristic polynomial lebih kecil dari satu. Dapat dilakukan estimasi terhadap VECM setelah sistem persamaan VAR stabil. Jumlah variabel yang digunakan di dalam penelitian ini sebanyak tujuh variabel dengan lag sebanyak dua, maka jumlah root yang diuji sebanyak empat belas. Sistem VAR yang digunakan dapat disimpulkan adalah bersifat stabil berdasarkan hasil uji stabilitas VAR. hal tersebut dapat dibuktikan dari empat belas root yang diuji memiliki modulus dari seluruh roots of characteristic polynomial 0,05-0,99. Informasi lebih jelas dapat dilihat pada lampiran 3. 5.1.4. Uji Kointegrasi Keberadaan variabel yang tidak stasioner meningkatkan potensi adanya hubungan kointegrasi antar variabel. Variabel yang tidak stasioner memenuhi syarat untuk proses terjadinya kointegrasi, yaitu semua variabel stasioner pada derajat yang sama yaitu derajat I(I). Hal ini menunjukkan bahwa semua variabel dalam sistem mempunyai sifat integrated of order one, I(I). Oleh sebab itu, pengujian kointegrasi akan dilakukan terhadap masing-masing model sesuai dengan panjang lag 82 optimumnya. Hasil uji kointegrasi menggunakan tes Johanssen’s Trace Statistic dapat dilihat pada tabel 9 berikut. Tabel 9. Uji Johanssen Trace Statistic Model NAB Reksadana Syariah Hypothesized Trace No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value 5% None * 0,476301 149,9239 111,7805 At most 1 0,291978 81.35909 83,93712 At most 2 0,180325 44,75941 60,06141 At most 3 0,113897 23,68162 40,17493 At most 4 0,062422 10,86384 24,27596 At most 5 0,031751 4,031612 12,32090 At most 6 0,005752 0,611450 4,129906 *Signifikan pada tingkat 5% Sumber: Lampiran 4 Uji Johanssen’s Trace Statistic digunakan untuk mengetahui jumlah persamaan kointegrasi di dalam sistem. Untuk menentukan jumlah persamaan yang terkointegrasi dilakukan dengan membandingkan estimasi Trace Statistic terhadap nilai kritisnya (critical value), yang pada penelitian digunakan tingkat kritis 5%. Sebuah persamaan dikatakan terkointegrasi apabila nilai Trace Statistic-nya lebih besar daripada nilai kritis yang digunakan. 83 Sebagaimana yang terlihat pada tabel diatas 9 diatas, terdapat satu persamaan yang terkointegrasi. Hal ini dapat dilihat dengan adanya satu nilai Trace Statistic-nya lebih besar daripada nilai kritis yang digunakan. 5.2. Hasil Uji Kausalitas Granger Uji kausalitas Granger dilakukan untuk melihat hubungan kausalitas di antara variabel-variabel yang ada di dalam model. Hipotesis awal atau H0 yang diuji adalah tidak adanya hubungan kausalitas. Untuk menerima atau menolak H0 maka digunakanlah nilai probabilitas yang dibandingkan dengan nilai kritis yang digunakan. Apabila nilai probabilitas lebih kecil dari nilai kritis yang telah ditentukan maka H0 ditolak atau dengan kata lain terdapat hubungan kausalitas pada variabelvariabel yang diuji. Hasil pengujian kausalitas dapat dilihat pada tabel 10 berikut. Tabel 10. Uji Kausalitas Granger Model NAB Reksadana Syariah Variabel Tidak Bebas NABRDS SBI NABRDS SBIS NABRDS KURS NABRDS INF NABRDS IHSG NABRDS JII *Signifikan pada tingkat 5% Sumber: Lampiran 5 Variabel Bebas SBI NABRDS SBIS NABRDS KURS NABRDS INF NABRDS IHSG NABRDS JII NABRDS Probability 0,9265 0,0327* 0,0178* 0,8835 0,4659 0,8580 0,0061* 0,5780 0,7094 0,0698 0,5060 0,0941 84 Hasil uji kausalitas dengan signifikansi pada taraf 5 persen menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan dua arah antar variabel. Hanya terdapat hubungan satu arah antara NAB reksadana syariah dengan variabel SBI, SBIS, dan INF. 5.3. Hasil Estimasi Vector Error Correction Dari uji kointegrasi dapat dilihat bahwa terdapat kointegrasi diantara variabelvariabel yang diteliti. Karena itu dapat dilihat hubungan keseimbangan jangka panjang dari persamaan-persamaan yang terkointegrasi dengan menggunakan Vector Error Correction. Model VECM memberikan dua output estimasi utama, yakni mengukur cointegrating atau hubungan keseimbangan jangka panjang antar variabel, serta mengukur error correction atau kecepatan variabel-variabel tersebut dalam bergerak menuju keseimbangan jangka panjangnya (Marciano, 2004). Jadi dengan VARVECM, maka dapat diketahui hubungan jangka pendek serta jangka panjang antar variabel. Dalam penelitian ini, signifikansi suatu variabel terhadap variabel lainnya dinilai pada taraf nyata 5 persen. Pada tabel 11 berikut ini merupakan hasil estimasi VECM pada model perkembangan reksa dana syariah di Indonesia yang memperlihatkan hubungan variabel pada jangka pendek maupun jangka panjang. Pada estimasi di dalam model tersebut, variabel dependen dalam model tersebut adalah Nilai Aktiva Bersih (NAB) Reksadana Syariah di Indonesia, sedangkan variabel independennya adalah suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI), suku bunga Sertifikat Bank Indonesia Syariah 85 (SBIS), nilai tukar rupiah tehadap dollar AS (KURS), inflasi (INF), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), dan Jakarta Islamic Index (JII). Tabel 11. Hasil Estimasi VECM Model NAB Reksadana Syariah Variabel Koefisien T-statistik D(LOG_NABRDS(-1)) D(LOG_NABRDS(-2)) D(SBI(-1)) D(SBI(-2)) D(SBIS(-1)) D(SBIS(-2)) D(LOG_KURS(-1)) D(LOG_KURS(-2)) D(INF(-1)) D(INF(-2)) D(LOG_IHSG(-1)) D(LOG_IHSG(-2)) D(LOG_JII(-1)) D(LOG_JII(-2)) CointEq1 C Jangka Pendek 0,564661 0,218621 -0,227148 0,182244 0,036618 0,009229 -1,937401 -1,402927 0,035540 0,033368 0,407888 -0,925704 -1,115567 -0,051360 -0,175892 0,050804 5,91380* 2,16945* -3,07324* 2,49941* 2,61529* 0,72014 -2,65232* -2,30401* 2,08779* 2,08249* 0,54812 -1,26357 -1,70990 -0,08001 -4,59791 2,85641 Jangka Panjang SBI(-1) SBIS(-1) LOG_KURS(-1) INF(-1) LOG_IHSG(-1) LOG_JII(-1) c *Signifikan pada tingkat 5% Sumber: Lampiran 6 0,115378 0,257538 -12,73491 0,179200 -4,280089 1,478125 1,293310 3,20632* 6,64340* -12,6037* 1,55689 -2,86312* 1,20744 - 86 Berdasarkan tabel tersebut maka dapat dilihat bahwa dalam jangka pendek terdapat sembilan variabel yang berpengaruh signifikan terhadap NAB reksadana syariah. Empat variabel secara signifikan berpengaruh dalam jangka panjang. Ada variabel seperti IHSG yang tidak berpengaruh dalam jangka pendek namun berpengaruh secara signifikan dalam jangka panjang. Hal ini terjadi karena suatu variabel bereaksi terhadap variabel lainnya membutuhkan waktu (lag) dan pada umumnya reaksi suatu variabel terhadap variabel lainnya terjadi dalam jangka panjang. Terbukti adanya mekanisme penyesuaian dari jangka pendek ke jangka panjangnya pada model perkembangan reksadana syariah di Indonesia yang ditunjukkan dengan kointegrasi kesalahan yang bernilai negatif dan secara statistik signifikan. Pada analisis jangka pendek model NAB reksadana syariah, terdapat dugaan parameter error correction sebesar -0,175892 persen yang secara statistik signifikan. Hasil estimasi VECM jangka pendek menunjukkan bahwa variabel NAB lag pertama berpengaruh positif dan signifikan terhadap NAB reksadana syariah di Indonesia, yakni ketika terjadi peningkatan NAB reksadana syariah lag pertama sebesar satu persen, maka akan terjadi peningkatan NAB reksadana syariah sebesar 0,564661 persen. Pengaruh yang sama juga diberikan oleh variabel NAB lag kedua. Variabel NAB lag kedua berpengaruh positif dan signifikan terhadap NAB reksadana syariah, yakni ketika terjadi peningkatan NAB reksadana syariah lag kedua sebesar satu persen, maka akan terjadi peningkatan NAB reksadana syariah sebesar 0,218621 persen. Hal ini sesuai fakta bahwa para investor dalam pengambilan keputusan untuk 87 berinvestasi melalui reksadana syariah disesuaikan dengan track record dari reksadana syariah itu sendiri apakah memiliki prospek yang bagus atau tidak dalam menghasilkan return kedepannya. Variabel selanjutnya yang berpengaruh signifikan dalam jangka pendek maupun jangka panjang terhadap NAB reksadana syariah adalah variabel SBIS. Dalam jangka pendek, SBI lag pertama berpengaruh secara negatif sedangkan SBI lag kedua berpengaruh secara positif terhadap NAB reksadana syariah. Ketika terjadi peningkatan SBI lag pertama sebesar satu persen, maka akan terjadi penurunan NAB reksadana syariah sebesar 0,227148 persen, sedangkan ketika terjadi peningkatan SBI lag kedua sebesar satu persen, maka akan terjadi peningkatan NAB reksadana syariah sebesar 0,182244 persen. Dalam jangka panjang, variabel suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) berpengaruh positif secara signifikan terhadap NAB reksadana syariah, yakni ketika terjadi peningkatan SBI sebesar satu persen, maka akan terjadi peningkatan NAB reksadana syariah sebesar 0,115378 persen. Seperti yang sudah diketahui bahwa SBI merupakan instrumen moneter bagi Bank Indonesia untuk mengendalikan inflasi, dalam hal ini berupa penerbitan surat utang jangka pendek berbasis bunga untuk mengendalikan jumlah uang beredar. Suku bunga SBI memengaruhi perkembangan NAB reksadana syariah karena pada reksadana syariah yang menggunakan sistem bagi hasil seharusnya tidak dipengaruhi oleh pergerakan tingkat bunga karena reksadana syariah tidak mengalokasikan dananya bagi usaha yang menggunakan sistem bunga. Dengan dana serapan yang sangat besar, SBI menjadi sinyalemen bagi pergerakan variabel makroekonomi 88 lainnya. Pemicu peningkatan dari NAB reksadana syariah dengan meningkatnya SBI faktanya adalah peningkatan SBI selalu diiringi dengan peningkatan SBIS yang relatif sama, sehingga menjadi insentif bagi investor yang memiliki dana yang terbatas untuk berinvestasi melalui reksadana syariah. Karena berinvestasi langsung ke dalam SBIS memerlukan modal yang sangat besar. Oleh karena itu masyarakat memiliki kemudahan untuk berinvestasi melalui reksa dana syariah, sehingga NAB reksadana syariah juga akan meningkat. Pemicu berkurangnya NAB reksadana syariah di dalam jangka pendek ketika SBI meningkat dikarenakan peningkatan SBI membuat sebagian masyarakat mengalihkan dananya dari reksadana syariah ke dalam SBI, walaupun SBI menggunakan sistem bunga. Sedangkan dalam jangka panjang, fungsi serta return SBI dan SBIS yang sama akan membuat investor akan kembali berinvestasi didalam reksadana syariah, karena para investor akan lebih memilih SBIS yang berprinsipkan syariah. Hal ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sylviana (2006). Variabel selanjutnya yang berpengaruh signifikan dalam jangka pendek maupun jangka panjang terhadap NAB reksadana syariah adalah variabel SBIS. Dalam jangka pendek, SBIS lag pertama berpengaruh secara positif terhadap NAB reksadana syariah. Ketika terjadi peningkatan SBIS lag pertama sebesar satu persen, maka akan terjadi peningkatan NAB reksadana syariah sebesar 0,036618 persen. Dalam jangka panjang, suku bunga Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) berpengaruh positif secara signifikan terhadap NAB reksadana syariah, yakni ketika 89 terjadi peningkatan SBIS sebesar satu persen, maka akan terjadi peningkatan NAB reksadana syariah sebesar 0,257538 persen. Jadi di dalam jangka pendek maupun jangka panjang, peningkatan SBIS akan menjadi insentif bagi manajer investasi untuk menginvestasikan dana kelolaannya ke dalam SBIS yang merupakan salah satu instrumen investasi reksadana syariah, sehingga diharapkan terjadi peningkatan return bagi para investor. Investor akan memilih untuk menginvestasikan dananya melalui reksadana syariah dibandingkan berinvestasi langsung dalam SBIS karena investasi langsung dalam SBIS memerlukan modal yang sangat besar. Berbeda dengan berinvestasi pada reksadana syariah yang tidak membutuhkan dana yang sangat besar, oleh karena itu masyarakat memiliki kemudahan untuk berinvestasi melalui reksadana syariah, sehingga NAB reksadana syariah juga akan meningkat. Variabel selanjutnya yang berpengaruh signifikan dalam jangka pendek maupun jangka panjang terhadap NAB reksadana syariah adalah variabel KURS. Dalam jangka pendek, KURS lag pertama dan KURS lag kedua memiliki pengaruh yang sama terhadap NAB reksadana syariah yakni berpengaruh secara negatif. Untuk variabel KURS lag pertama, Ketika terjadi peningkatan sebesar satu persen, maka akan terjadi penurunan NAB reksa dana syariah sebesar 1,937401 persen. Sedangkan untuk variabel KURS lag kedua, Ketika terjadi peningkatan sebesar satu persen, maka akan terjadi penurunan NAB reksadana syariah sebesar 1,402927 persen. Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS (KURS) dalam jangka panjang secara signifikan berpengaruh negatif terhadap NAB reksadana syariah, yakni ketika terjadi 90 peningkatan KURS sebesar satu persen, maka akan terjadi peningkatan NAB reksadana syariah sebesar 12,73491 persen. Peningkatan (Depresiasi) nilai tukar rupiah terhadap dollar AS menandakan bahwa semakin murah harga rupiah terhadap mata uang asing khususnya dollar AS sehingga terjadi aliran modal masuk (capital inflow) ke Indonesia akibat meningkatnya permintaan akan rupiah. Capital Inflow kemudian akan meningkatkan NAB reksadana syariah. Variabel yang berpengaruh signifikan dalam jangka pendek terhadap NAB reksadana syariah adalah variabel INF lag pertama dan INF lag kedua. Ketika terjadi peningkatan INF lag pertama sebesar satu persen, maka akan terjadi peningkatan NAB reksadana syariah sebesar 0,035540 persen, sedangkan ketika terjadi peningkatan INF lag kedua sebesar satu persen, maka akan terjadi peningkatan NAB reksadana syariah sebesar 0,033368 persen. Hal ini terjadi karena ketika inflasi mengalami peningkatan, maka bank sentral akan merespon dengan menaikkan suku bunga untuk mengurangi jumlah uang beredar yang berimplikasi pada inflasi yang stabil. Kenaikkan bonus inilah yang kemudian menjadi insentif bagi para investor yang menginginkan return yang tinggi untuk berinvestasi pada reksadana syariah, sehingga NAB reksa dana syariah mengalami peningkatan. Hasil estimasi ini sesuai dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Sjaputera (2005) dan Arisandi (2009) namun dengan interpretasi yang berbeda, dimana ketika terjadi peningkatan inflasi, maka masyarakat akan memilih untuk mempertahankan nilai uangnya melalui pembelian reksadana syariah dibandingkan memegang uang yang nilai riilnya akan terus menurun seiring terjadinya peningkatan inflasi. Kemudian semenjak tahun 91 2005, Bank Indonesia sebagai otoritas moneter memiliki kerangka kerja yang sangat menjanjikan yaitu Inflation Targeting Framework sehingga inflasi jangka panjang lebih terkendali. Hal ini memudahkan para investor dalam pengambilan keputusan untuk berinvestasi sehingga dalam jangka panjang pengaruh inflasi dinilai tidak terlalu signifikan. Kemudian variabel yang dalam jangka pendek tidak berpengaruh, namun secara signifikan berpengaruh dalam jangka panjang terhadap NAB reksadana syariah adalah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). IHSG berpengaruh negatif terhadap NAB reksadana syariah, yakni ketika terjadi peningkatan IHSG sebesar satu persen, maka akan terjadi penurunan NAB reksadana syariah sebesar 4,280089 persen. Hal ini sesuai dengan fakta bahwa reksadana syariah merupakan reksadana yang jangka waktu investasinya menengah-panjang, sehingga perubahan IHSG dalam jangka pendek tidak akan berpengaruh terhadap reksadana syariah. Peningkatan IHSG mencerminkan kondisi pasar modal dan kinerja perusahaan yang terlibat di dalamnya mengalami kemajuan, sehingga dalam jangka panjang para investor akan melakukan penebusan unit penyertaannya (redemption) untuk memperoleh keuntungan sehingga akan mengakibatkan penurunan dari NAB reksadana syariah. Variabel makroekonomi yang terakhir adalah Jakarta Islamic Index (JII). Variabel JII tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap reksadana syariah baik jangka pendek maupun jangka panjang. Hal ini sesuai dengan fakta yang terjadi bahwa walaupun JII terdiri dari 30 saham-saham syariah terbaik, namun JII memiliki nilai yang sangat kecil sehingga tidak terlalu berpengaruh terhadap reksadana syariah. 92 Kondisi ini juga diperkuat bahwasanya reksadana syariah di Indonesia didominasi oleh reksadana yang menginvestasikan dananya melalui efek bersifat utang. Dengan porsi dana investasi yang lebih sedikit terhadap efek berbentuk saham, maka JII dinilai sangat kecil pengaruhnya terhadap reksa dana syariah. Model VAR (Vector Auto Regression) yang dikombinasikan dengan Vector Error Correction Model (VECM) digunakan untuk menganalisis pengaruh variabel makroekonomi terhadap reksa dana syariah di Indonesia. Pengaruh dan peranan shock variabel makroekonomi terhadap reksa dana syariah dapat diidentifikasi melalui guncangan struktural dengan menggunakan cholesky decomposition. Tahapan analisis selanjutnya yang akan digunakan adalah Impulse Response Function (IRF) dan Forecast Error Variance Decomposition (FEVD). 5.4. Innovation Accounting 5.4.1. Impulse Response Function Analisis IRF akan menjelaskan dampak dari guncangan (shock) pada satu variabel terhadap variabel lain, dimana dalam analisis ini tidak hanya dalam waktu pendek tetapi dapat menganalisis untuk beberapa horizon ke depan (bulanan) sebagai informasi jangka panjang. Dapat dilihat pada analisis ini respon dinamika setiap variabel apabila ada inovasi (shock) tertentu sebesar satu standar error pada setiap persamaan. Sumbu horizontal merupakan periode dalam bulanan, sedangkan sumbu vertikal menunjukkan nilai respon dalam standar deviasi yang dapat dikonversi dalam bentuk persentase. 93 Dalam analisis ini digunakan variabel Nilai Aktiva Bersih (NAB) reksadana syariah yang dipengaruhi oleh adanya guncangan (shock) variabel-variabel makroekonomi. Terdapat enam variabel makroekonomi pada analisis IRF dalam model penelitian, yaitu suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI), suku bunga Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), nilai tukar rupiah tehadap dollar AS (KURS), inflasi (INF), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), dan Jakarta Islamic Index (JII). 5.5.1.1. Respon Dinamis Guncangan Makroekonomi terhadap Nilai Aktiva Bersih (NAB) Reksadana Syariah Seperti terlihat seperti gambar 6, guncangan SBI sebesar satu standar deviasi terhadap NAB reksadana syariah belum memberikan pengaruh apapun pada bulan pertama, namun pada bulan kedua, guncangan SBI sebesar satu standar deviasi membuat NAB reksadana syariah mengalami penurunan sebesar 0,047683 persen. Guncangan SBI sebesar satu standar deviasi terus membuat penurunan pada NAB reksadana syariah hingga mencapai titik terendah pada bulan ke dua belas dengan penurunan sebesar 0,242479 persen. Kemudian guncangan SBI sebesar satu standar deviasi mencapai kestabilan pada bulan ke tiga belas dengan rata-rata penurunan 0,24 persen. Guncangan terhadap SBI sangat berpengaruh terhadap keputusan investor untuk berinvestasi atau tidak melalui reksadana syariah. SBI merupakan operasi moneter bank sentral yang memiliki dana serapan yang sangat besar. Sehingga pergerakannya akan berpengaruh terhadap pergerakan variabel makroekonomi lainnya, SBIS menjadi salah satunya. SBI dan SBIS memiliki pergerakan yang relatif 94 sama, maka ketika shock diberikan pada SBI, sehingga SBI menjadi sangat rendah, akan memberikan sinyal kepada investor bahwa SBIS akan mengalami penurunan yang sama. Dengan rendahnya SBI dan SBIS, maka investor akan mencari alternatif investasi lain yang lebih menguntungkan. Para investor akan menarik dana yang dimilikinya di dalam reksadana syariah, sehingga NAB reksadana syariah akan menurun. Guncangan SBIS sebesar satu standar deviasi terhadap NAB reksadana syariah belum memberikan pengaruh apapun pada bulan pertama, namun pada bulan kedua, guncangan SBIS sebesar satu standar deviasi membuat NAB reksadana syariah mengalami penurunan sebesar 0,009761 persen. Guncangan SBIS sebesar satu standar deviasi terus membuat penurunan pada NAB reksadana syariah hingga mencapai puncaknya pada bulan ke sepuluh dengan penurunan sebesar 0,179831 persen. Penurunan NAB reksadana syariah sempat berkurang dari bulan ke sebelas hingga bulan ketujuh belas hingga sebesar 0,163673 persen. Guncangan SBIS sebesar satu standar deviasi membuat NAB reksadana syariah mencapai kestabilan pada bulan kedelapan dengan rata-rata penurunan sebesar 0,17 persen. Guncangan terhadap SBIS sangat berpengaruh terhadap keputusan investor untuk berinvestasi atau tidak melalui reksadana syariah. Ketika shock diberikan pada SBIS, sehingga SBIS menjadi sangat rendah, investor akan mencari alternatif investasi lain yang lebih menguntungkan. Para investor akan menarik dana yang dimilikinya di dalam reksadana syariah, sehingga NAB reksa dana syariah akan menurun. 95 Guncangan KURS sebesar satu standar deviasi terhadap NAB reksadana syariah belum memberikan pengaruh apapun pada bulan pertama, namun pada bulan kedua guncangan KURS sebesar satu standar deviasi membuat NAB reksadana syariah mengalami peningkatan sebesar 0,008528 persen. Kemudian guncangan KURS sebesar satu standar deviasi akan membuat peningkatan terhadap NAB reksadana syariah sebesar 0,023925 persen pada bulan ketiga dan mencapai kestabilan pada bulan kesembilan dengan peningkatan rata-rata sebesar 0,17 persen. Guncangan KURS akan membuat KURS terdepresiasi. Peningkatan (Depresiasi) nilai tukar rupiah terhadap dollar AS menandakan bahwa semakin murah harga rupiah terhadap mata uang asing khususnya dollar AS sehingga terjadi aliran modal masuk (capital inflow) ke Indonesia akibat meningkatnya permintaan akan rupiah. Capital Inflow kemudian akan meningkatkan NAB reksadana syariah. Guncangan INF sebesar satu standar deviasi terhadap NAB reksadana syariah belum memberikan pengaruh apapun pada bulan pertama, namun pada bulan kedua guncangan INF sebesar satu standar deviasi membuat NAB reksadana syariah mengalami peningkatan sebesar 0,003579 persen. Kemudian guncangan INF sebesar satu standar deviasi akan membuat penurunan terhadap NAB reksadana syariah sebesar 0,016183 persen pada bulan ke tiga, guncangan INF sebesar satu standar deviasi terus membuat penurunan pada NAB reksadana syariah dan mencapai kestabilan pada bulan ke sembilan dengan penurunan rata-rata sebesar 0,17 persen. Guncangan inflasi pada awalnya akan direspon oleh para investor untuk menanamkan modalnya melalui reksadana syariah karena guncangan inflasi akan direspon oleh 96 bank sentral dengan menaikkan bonus untuk mengurangi jumlah uang beredar. Kenaikan bonus inilah yang menjadi insentif bagi para investor yang mengingkinkan return yang tinggi, sehingga NAB reksadana syariah akan meningkat. Namun guncangan inflasi yang tidak terkendali pada lag selanjutnya akan menurunkan NAB reksadana syariah. Hal ini dikarenakan inflasi yang terus terjadi tanpa kendali akan mempengaruhi nilai riil terhadap return yang diperoleh oleh para investor, daya beli para investor akan menurun sehingga akan mengurangi minat berinvestasi melalui reksadana syariah sehingga NAB reksadana syariah mengalami penurunan. Guncangan IHSG sebesar satu standar deviasi terhadap NAB reksadana syariah belum memberikan pengaruh apapun pada bulan pertama, namun pada bulan kedua guncangan IHSG sebesar satu standar deviasi membuat NAB reksadana syariah mengalami peningkatan sebesar 0,030986 persen. guncangan IHSG sebesar satu standar deviasi terus membuat peningkatan pada NAB reksadana syariah hingga bulan ke enam sebesar 0,000334 persen. Kemudian guncangan IHSG sebesar satu standar deviasi akan membuat penurunan terhadap NAB reksadana syariah sebesar 0,014390 persen pada bulan ke tujuh, guncangan IHSG sebesar satu standar deviasi terus membuat penurunan pada NAB reksadana syariah dan mencapai kestabilan pada bulan kesepuluh dengan penurunan rata-rata sebesar 0,04 persen. Guncangan JII sebesar satu standar deviasi terhadap NAB reksadana syariah belum memberikan pengaruh apapun pada bulan pertama, namun pada bulan kedua guncangan JII sebesar satu standar deviasi membuat NAB reksadana syariah mengalami peningkatan sebesar 0,001895 persen. guncangan JII sebesar satu standar 97 deviasi kemudian mengalami penurunan pada NAB reksadana syariah pada bulan ke tiga sebesar 0,018366 persen hingga bulan kelima sebesar 0,005959 persen. Kemudian guncangan JII sebesar satu standar deviasi membuat peningkatan kembali terhadap NAB reksadana syariah sebesar 0,000334 persen pada bulan keenam, guncangan JII sebesar satu standar deviasi terus membuat peningkatan pada NAB reksadana syariah dan mencapai kestabilan pada bulan kesembilan dengan peningkatan rata-rata sebesar 0,02 persen. Berdasarkan hasil analisis impulse response tersebut, maka dapat dilihat bahwa inovasi atau guncangan dari variabel makroekonomi (SBI, SBIS, KURS, INF, IHSG, dan JII) memberikan dampak terhadap NAB reksadana syariah. Inovasi atau guncangan dari variabel makroekonomi dalam jangka panjang memengaruhi reksadana syariah berupa peningkatan atau penurunan NAB reksadana syariah dan mencapai kestabilan rata-rata setelah melewati periode kesepuluh. 98 Response to CholeskyOne S.D. Innovations Response of NABRDS to NABRDS Response of NABRDS to JII Response of NABRDS to IHSG .3 .3 .3 .2 .2 .2 .1 .1 .1 .0 .0 .0 -.1 -.1 -.1 -.2 -.2 -.2 -.3 -.3 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 -.3 5 Response of NABRDS to SBI 10 15 20 25 30 35 40 45 50 5 Response of NABRDS to KURS .3 .3 .2 .2 .2 .1 .1 .1 .0 .0 .0 -.1 -.1 -.1 -.2 -.2 -.2 -.3 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 45 50 15 20 25 30 35 40 45 50 45 50 Response of NABRDS to INF .3 -.3 10 -.3 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 5 10 15 20 25 30 35 40 Response of NABRDS to SBIS .3 .2 .1 .0 -.1 -.2 -.3 5 10 15 20 25 30 35 40 Gambar 4. Respon NAB Reksadana Syariah terhadap Guncangan Variabel Makroekonomi Sumber : Lampiran 7 5.4.2. Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) Dalam bab sebelumnya telah disebutkan bahwa penting untuk dapat mencirikan struktur dinamis antar variabel di dalam model VAR. hal ini dengan baik dapat dilakukan melalui Variance Decomposition (VD) dimana pola dari VD ini dapat mengindikasikan sifat dari kausalitas multivariat di antara variabel-variabel 99 dalam model VAR. analisis VD juga dapat digunakan untuk melihat kekuatan dan kelemahan dari masing-masing variabel dalam memengaruhi variabel lainnya untuk kurun waktu yang panjang. Hasil Variance Decomposition pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 12 dan selengkapnya pada lampiran 8. Untuk model NAB reksadana syariah ini terlihat bahwa dalam interval peramalan periode pertama hingga periode kelima puluh, varians NAB reksa dana syariah sangat dipengaruhi oleh inovasi di dalam NAB reksa dana syariah itu sendiri, meskipun dengan tren yang terus menurun. Pada bulan pertama varians NAB reksadana syariah disebabkan oleh inovasi di dalam NAB reksadana syariah itu sendiri sebesar seratus 100 persen. Pada periode kedua hingga beberapa periode ke depan, pengaruh inovasi di dalam NAB reksadana syariah itu sendiri terhadap variansnya menurun cukup signifikan. Hingga periode kelima, NAB reksadana syariah dipengaruhi NAB reksadana syariah itu sendiri sebesar 77,65394 persen, kemudian SBI sebesar 8,526605 persen dan SBIS 7,999334 persen, kemudian disusul oleh pengaruh yang lebih kecil dari KURS sebesar 3,908254 persen, IHSG sebesar 0,913092 persen, INF sebesar 0,867361 persen, dan JII sebesar 0,131416 persen. Pada periode sepuluh ke depan, NAB reksadana syariah masih dipengaruhi NAB reksadana syariah itu sendiri sebesar 52,05902 persen, kemudian SBI sebesar 18,33266 persen, kemudian disusul oleh pengaruh yang lebih kecil dari SBIS 14,8186 persen KURS sebesar 11,68346 persen, INF sebesar 2,246873 persen, IHSG sebesar 0,674325 persen, dan JII sebesar 0,185061 persen. Pada tahap selanjutnya, yaitu 100 tahap dua puluh ke depan, NAB reksadana syariah masih dipengaruhi oleh inovasi di dalam NAB reksadana syariah itu sendiri sebesar 42,20943 persen, kemudian SBI sebesar 25,591 persen, kemudian disusul oleh pengaruh yang lebih kecil dari SBIS 14,61114 persen KURS sebesar 13,54154 persen, INF sebesar 2,598131 persen, IHSG sebesar 1,066708 persen, dan JII sebesar 0,382061 persen. Hingga tahap lima puluh ke depan, inovasi masih dipengaruhi oleh NAB reksadana syariah itu sendiri sebesar 39,66644 persen. Namun, variabel lainnya menjadi lebih berpengaruh dibandingkan di tahap pertama. Pada tahap lima puluh ke depan, variabel lainnya cukup mempengaruhi NAB reksadana syariah walaupun pengaruhnya tidak sebesar pengaruh NAB reksadana syariah itu sendiri. Pada tahap ini, NAB reksadana syariah dipengaruhi juga oleh SBI sebesar 28,37409 persen, SBIS 14,08998 persen KURS sebesar 13,71141 persen, INF sebesar 2,640586 persen, IHSG sebesar 1,102229 persen, dan JII sebesar 0,415271 persen. Tabel 12. Variance Decomposition Model NAB Reksadana Syariah Variance Decomposition of LOG_NAB Period NABRDS JII IHSG SBI KURS 1 100 0 0 0 0 2 95,50201 0,004724 1,263457 2,991875 0,095706 3 91,04447 0,219697 1,29394 4,488888 0,415747 4 84,26101 0,178379 1,222881 6,444 2,03044 5 77,65394 0,131416 0,913092 8,526605 3,908254 10 52,05902 0,185061 0,674325 18,33266 11,68346 20 42,20943 0,382061 1,066708 25,591 13,54154 30 40,75183 0,400671 1,085062 27,22325 13,62624 40 40,05828 0,410008 1,096086 27,95718 13,68116 50 39,66644 0,415271 1,102229 28,37409 13,71141 Sumber : Lampiran 8 INF 0 0,016854 0,177018 0,487169 0,867361 2,246873 2,598131 2,620491 2,633409 2,640586 SBIS 0 0,125378 2,360244 5,376118 7,999334 14,8186 14,61114 14,29246 14,16388 14,08998 101 Hasil VD ini mengindikasikan bahwa inovasi di dalam NAB reksadana syariah sangat dipengaruhi oleh inovasi di dalam NAB reksadana syariah itu sendiri dan pengaruh yang lebih kecil dari variabel-variabel makroekonomi yang menjadi sample penelitian. Namun di dalam jangka panjang, variabel-variabel makroekonomi tersebut memiliki pengaruh yang cukup signifikan walaupun tidak sebesar pengaruh inovasi di dalam NAB reksadana syariah itu sendiri. Inovasi pada suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), dan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS (KURS) adalah inovasi yang memiliki pengaruh yang cukup signifikan. Pengaruh SBI dan SBIS tentunya memberikan efek bagi para investor untuk menanamkan modalnya atau tidak. Sebab, pengaruh SBI yang sangat besar tentunya akan menjadi sinyal adanya pergerakan terhadap variabel makroekonomi lainnya, khususnya SBIS. Dengan pergerakan SBI dan SBIS yang relatif sama, ketika SBI dan SBIS meningkat maka pemerintah Indonesia akan berusaha untuk menekan angka inflasi dengan menurunkan jumlah uang beredar. Peningkatan suku bunga SBI dan SBIS inilah yang menjadi insentif bagi para investor untuk memperoleh return yang lebih tinggi. Dikarenakan berinvestasi langsung melalui SBIS memerlukan modal yang cukup besar, maka bagi para investor yang memiliki dana relatif lebih kecil akan memilih untuk berinvestasi melalui reksadana syariah. Sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan NAB reksadana syariah. 102 Variabel berikutnya yang memengaruhi NAB reksadana syariah adalah KURS. Perubahan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS sangat berpengaruh terhadap NAB reksadana syariah. Peningkatan (Depresiasi) nilai tukar rupiah terhadap dollar AS menandakan bahwa semakin murah harga rupiah terhadap mata uang asing khususnya dollar AS sehingga terjadi aliran modal masuk (capital inflow) ke Indonesia akibat meningkatnya permintaan akan rupiah. Capital Inflow kemudian akan meningkatkan NAB reksadana syariah. 103 VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai analisis pengaruh variabel makroekonomi terhadap reksadana syariah di Indonesia, terdapat beberapa hal yang dapat diambil sebagai kesimpulan. 1. Perkembangan reksadana syariah di Indonesia mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan jumlah unit reksadana dan total unit dana kelolaannya dari tahun ke tahun. Meskipun perekonomian Indonesia sempat mengalami krisis di tahun 2005 dan 2008, namun karena memiliki daya tahan yang cukup kuat, pengaruh krisis sangat kecil terhadap reksadana syariah. Peluang bagi reksadana syariah untuk tumbuh lebih besar sangat terbuka lebar. mengingat dengan semakin didukungnya reksadana syariah dengan regulasi-regulasi yang dikeluarkan oleh BAPEPAM-LK. Selain itu, potensi masyarakat muslim Indonesia yang terbesar di dunia menjadikan Indonesia sebagai pasar bagi pengembangan reksadana syariah yang sangat menjanjikan. Meskipun share reksadana syariah dibandingkan dengan reksadana konvensional masih terbilang kecil, tidak lebih dari 5 persen. 104 2. Berdasarkan hasil estimasi menggunakan VAR/VECM, dalam jangka pendek dapat diketahui bahwa variabel NAB lag pertama, NAB lag kedua, SBI lag pertama, SBI lag kedua, SBIS lag pertama, KURS lag pertama, KURS lag kedua, INF lag pertama, dan INF lag kedua berpengaruh signifikan terhadap NAB reksadana syariah. Sedangkan variabel SBIS lag kedua, IHSG lag pertama, IHSG lag kedua, JII lag pertama, dan JII lag kedua tidak berpengaruh signifikan terhadap NAB reksadana syariah. Variabel NAB lag pertama, NAB lag kedua, SBI lag kedua, , SBIS lag kedua, INF lag pertama, dan INF lag kedua memiliki hubungan positif dengan NAB reksadana syariah. Sedangkan variabel SBI lag pertama, KURS lag pertama, dan KURS lag kedua memiliki hubungan negatif dengan NAB reksadana syariah. 3. Berdasarkan hasil estimasi menggunakan VAR/VECM, dalam jangka panjang dapat diketahui bahwa variabel SBI, SBIS, KURS, dan IHSG berpengaruh signifikan terhadap NAB reksadana syariah. Sedangkan variabel INF dan JII tidak berpengaruh signifikan terhadap NAB reksadana syariah. Variabel SBI dan SBIS memiliki hubungan positif dengan NAB reksadana syariah. Sedangkan variabel KURS dan IHSG memiliki hubungan negatif dengan NAB reksadana syariah. 4. Terakhir, hasil Innovation Accounting dengan menggunakan analisis Impulse Response Function (IRF) dan Forecast Error Variance Decomposition (FEVD). Analisis IRF memperlihatkan bahwa reksadana syariah memiliki daya tahan terhadap guncangan makroekonomi dengan mencapai kestabilan pada periode yang tidak terlalu lama yaitu periode kesepuluh. Analisis FEVD 105 memperlihatkan bahwa variabilitas dari NAB reksadana syariah berasal dari NAB reksadana syariah itu sendiri. Namun, SBI, SBIS, dan KURS memberikan proporsi yang relatif lebih tinggi dalam waktu yang lebih panjang. 106 6.2. Saran Pertumbuhan reksadana syariah yang sangat pesat perlu mendapat dukungan pemerintah selaku pengambil kebijakan mengingat potensi pengembangannya di Indonesia yang sangat besar. Kurangnya pengetahuan masyarakat yang sangat terbatas terhadap reksadana syariah perlu menjadi perhatian tersendiri dengan diadakannya sosialisasi mengenai reksadana syariah oleh pemerintah dalam hal ini BAPEPAM-LK agar tindakan irasional para investor yang menyebabkan krisis di tahun 2005 tidak terulang kembali dan semakin meningkatnya minat masyarakat yang ingin berinvestasi melalui reksadana syariah. Bagi penelitian selanjutnya, faktor-faktor non-ekonomi (regulasi, politik, keamanan, pengawasan, edukasi) sangat baik jika dimasukkan ke dalam model reksadana syariah bersama-sama dengan faktor-faktor ekonomi. Hal ini penting mengingat reksadana syariah tidak hanya dipengaruhi oleh faktor-faktor ekonomi saja, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor non ekonomi. 107 DAFTAR PUSTAKA Akbar, Bendot Chairul. 2004. Analisis Pengaruh Faktor-Faktor Makroekonomi dan Tingkat Pengembalian Pasar Imbal Hasil Reksa Dana: Studi Dengan Menggunakan Vector Auto Regression. [Tesis]. Pascasarjana Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Arisandi, Tanto Dikdik. 2009. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Reksadana Syariah di Indonesia. [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. Aroem, Suciana Puspita. 2005. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Reksa Dana di Indonesia Periode 2000-2004. [Skripsi] Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. Aufa, Fakhrul. 2010. Analisis Integrasi dan Pengaruh Variabel Makroekonomi Terhadap Kinerja Pasar Saham di Negara-Negara Utama Asean. [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. Badan Pusat Statistik. 2011. Data Statistik Indonesia. Jakarta: Badan Pusat Statistik. Bank Indonesia. 2003. Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia. Jakarta: Bank Indonesia. Bank Indonesia. 2004. Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia. Jakarta: Bank Indonesia. Bank Indonesia. 2005. Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia. Jakarta: Bank Indonesia. Bank Indonesia. 2006. Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia. Jakarta: Bank Indonesia. Bank Indonesia. 2007. Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia. Jakarta: Bank Indonesia. 108 Bank Indonesia. 2008. Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia. Jakarta: Bank Indonesia. Bank Indonesia. 2009. Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia. Jakarta: Bank Indonesia. Bank Indonesia. 2010. Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia. Jakarta: Bank Indonesia. Bank Indonesia. 2011. Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia. Jakarta: Bank Indonesia. BAPEPAM-LK. 2010. Master Plan Pasar Modal dan Industri Keuangan Non Bank BAPEPAM-LK Tahun 2010-2014. Jakarta: BAPEPAM-LK. BAPEPAM-LK. 2011. Laporan Tahunan. Jakarta: BAPEPAM-LK. Bursa Efek Indonesia. 2010. Jakarta Islamic Index. Jakarta: Bursa Efek Indonesia. Dornbusch, R dan Fischer, S. 1994. Macroeconomic. USA: Mc Graw Hill Inc. Enders, Walter. 2004. Applied Economic Time Series. 2nd Edition. New York: John Wiley & Sons, Inc. Fahriani, Ria. 2005. Analisis Pengaruh Reksa Dana Terhadap Investasi di Indonesia. [Skripsi] Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. Firdaus, Muhammad. 2010. Teori dan Aplikasi Deret Waktu Banyak Ragam. Hasil Kerja Sama Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor dengan Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Firdaus, M. S. Ghufron, M.A. Hakim, dan M. Alshodiq. 2005. Investasi Halal di Reksadana Syariah. Jakarta: Erlangga. 109 Gozali, Ahmad. 2004. Halal, Berkah, Bertambah. Mengenal dan Memilih Produk Investasi Syariah Keuangan Syariah. Jakarta: Elex Media Komputindo. Gujarati, Damodar. 2003. Basic Econometrics. 4th Edition. New York: McGraw-Hill. Herlianto, Didit. 2010. Seluk Beluk Investasi di Pasar Modal di Indonesia. Yogyakarta: Gosyen Publishing. Huda, Nurul. dan Nasution, Mustafa Edwin. 2008. Investasi pada Pasar Modal Syariah. Edisi Revisi. Jakarta: Kencana. Mankiw, N.Gregory. 2007. Teori Makroekonomi. Edisi Ke-6. Fitria Liza dan Imam Nurmawan [Penerjemah]. Jakarta: Erlangga. Manurung, Mandala. dan Rahardja, Prathama. 2001. Teori Ekonomi Makro, Suatu Pengantar. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Marciano, Deddy. 2004. Hubungan Jangka Panjang dan Jangka Pendek Ekonomi Makro dan Pasar Modal di Indonesia: Error Correction Model (ECM). Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen. MUI. 2001. Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) No.20/DSN-MUI/IV/2001. Jakarta: MUI. Nachrowi, Djalal Nachrowi. 2006. Pendekatan Populer dan Praktis Ekonometrika untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Nazwar, Chairul. 2008. Analisis Pengaruh Variabel Makroekonomi Terhadap Return Saham Syariah di Indonesia. Jurnal Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, Vol.4. No.1. Nordhaus, William D. dan Samuelson, Paul A. 1993. Ekonomi. Edisi Ke-12. Jaka Wasana [Penerjemah]. Jakarta: Erlangga. 110 Pratomo, Eko Priyo. 2007. Berwisata ke Dunia Reksa Dana. Edisi Ke-3. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Putratama, Hendra. 2007. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Nilai Aktiva Bersih Reksadana Syariah di Indonesia. [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. Rahardjo, Sapto. 2004. Panduan Investasi Reksa Dana, Pilihan Bijak Berinvestasi dan Mengembangkan Dana. Jakarta: Elex Media Komputindo. Sjaputera, M. Romaz. 2005. Pengaruh Perubahan Tingkat Inflasi, Nilai Tukar Uang, Tingkat Suku Bunga Bebas Risiko dan Indeks Syariah Terhadap Kinerja Reksa Dana Syariah. [Tesis]. Pascasarjana Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Sutedi, Adrian. 2011. Pasar Modal Syariah, Sarana Investasi Keuangan Berdasarkan Prinsip Syariah. Jakarta: Sinar Grafika. Sylviana,Widya. 2006. Pengaruh Variabel Makro Ekonomi Terhadap Pertumbuhan Imbal Hasil Reksa Dana Syariah Periode November 2004-Juni 2006 Dengan Menggunakan Data Panel. [Tesis]. Pascasarjana Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Tandelilin, Eduardus. 2001. Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio. Yogyakarta: BPFE. UU Pasar Modal. 1995. UU Pasar Modal No. 8 Tahun 1995, Pasal 1 Ayat 27. Jakarta. Widoatmodjo, Sawidji. 2009. Pasar Modal Indonesia: Pengantar dan Studi Kasus. Jakarta: Ghalia Indonesia. Windarti, R.P. 2004. Pengaruh Perubahan Nilai Tukar Terhadap Harga: Analisis SVAR Pasca Penerapan Sistem Nilai Tukar Mengambang Bebas di Indonesia. [Disertasi]. Pascasarjana Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. LAMPIRAN 112 LAMPIRAN 1. HASIL UJI STASIONERITAS VARIABEL Null Hypothesis: NABRDS has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 2 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level t-Statistic Prob.* -3.084726 -3.493747 -2.889200 -2.581596 0.0308 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: D(NABRDS) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level t-Statistic Prob.* -4.560765 -3.493747 -2.889200 -2.581596 0.0003 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: SBI has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values. t-Statistic Prob.* -2.622692 -3.493129 -2.888932 -2.581453 0.0916 113 Null Hypothesis: D(SBI) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level t-Statistic Prob.* -4.106045 -3.493129 -2.888932 -2.581453 0.0014 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: SBIS has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level t-Statistic Prob.* -3.992629 -3.492523 -2.888669 -2.581313 0.0021 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: D(SBIS) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -13.53826 0.0000 Test critical values: 1% level -3.493129 5% level -2.888932 10% level -2.581453 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. 114 Null Hypothesis: KURS has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level t-Statistic Prob.* -2.191468 -3.492523 -2.888669 -2.581313 0.2106 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: D(KURS) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level t-Statistic Prob.* -9.587763 -3.493129 -2.888932 -2.581453 0.0000 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: INF has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values. t-Statistic Prob.* -8.669900 -3.492523 -2.888669 -2.581313 0.0000 115 Null Hypothesis: D(INF) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level t-Statistic Prob.* -12.73907 -3.493747 -2.889200 -2.581596 0.0000 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: IHSG has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level t-Statistic Prob.* -1.798334 -3.493129 -2.888932 -2.581453 0.3796 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: D(IHSG) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values. t-Statistic Prob.* -8.106835 -3.493129 -2.888932 -2.581453 0.0000 116 Null Hypothesis: JII has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level t-Statistic Prob.* -2.104476 -3.493129 -2.888932 -2.581453 0.2434 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: D(JII) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values. t-Statistic Prob.* -7.988462 -3.493129 -2.888932 -2.581453 0.0000 117 LAMPIRAN 2. HASIL UJI OPTIMUM LAG VAR Lag Order Selection Criteria Endogenous variables: NABRDS JII IHSG SBI KURS INF SBIS Exogenous variables: C Date: 03/20/12 Time: 23:08 Sample: 2003M01 2011M12 Included observations: 106 Lag LogL LR FPE AIC SC HQ 0 1 2 -455.1798 351.2294 458.3226 NA 1491.096 183.8770* 1.45e-05 9.00e-12 3.04e-12* 8.720374 -5.570366 -6.666464* 8.896262 -4.163266* -4.028152 8.791662 -5.000061 -5.597142* * indicates lag order selected by the criterion LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level) FPE: Final prediction error AIC: Akaike information criterion SC: Schwarz information criterion HQ: Hannan-Quinn information criterion 118 LAMPIRAN 3. HASIL UJI STABILITAS VAR Roots of Characteristic Polynomial Endogenous variables: NABRDS JII IHSG SBI KURS INF SBIS Exogenous variables: C Lag specification: 1 2 Date: 03/20/12 Time: 23:22 Root Modulus 0.995614 0.947153 0.874735 - 0.192469i 0.874735 + 0.192469i 0.819120 - 0.060636i 0.819120 + 0.060636i 0.593435 -0.259608 - 0.393161i -0.259608 + 0.393161i 0.157946 - 0.272343i 0.157946 + 0.272343i 0.314124 0.024017 - 0.050067i 0.024017 + 0.050067i 0.995614 0.947153 0.895659 0.895659 0.821361 0.821361 0.593435 0.471139 0.471139 0.314829 0.314829 0.314124 0.055530 0.055530 No root lies outside the unit circle. VAR satisfies the stability condition. 119 LAMPIRAN 4. HASIL UJI KOINTEGRASI Date: 03/20/12 Time: 23:07 Sample (adjusted): 2003M03 2011M12 Included observations: 106 after adjustments Trend assumption: No deterministic trend Series: NABRDS JII IHSG SBI KURS INF SBIS Lags interval (in first differences): 1 to 1 Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace) Hypothesized No. of CE(s) Eigenvalue Trace Statistic 0.05 Critical Value Prob.** None * At most 1 At most 2 At most 3 At most 4 At most 5 At most 6 0.476301 0.291978 0.180325 0.113897 0.062422 0.031751 0.005752 149.9239 81.35909 44.75941 23.68162 10.86384 4.031612 0.611450 111.7805 83.93712 60.06141 40.17493 24.27596 12.32090 4.129906 0.0000 0.0758 0.4836 0.7242 0.7943 0.7063 0.4954 Trace test indicates 1 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values 120 LAMPIRAN 5. HASIL UJI KAUSALITAS GRANGER Pairwise Granger Causality Tests Date: 03/20/12 Time: 23:06 Sample: 2003M01 2011M12 Lags: 2 Null Hypothesis: Obs F-Statistic Prob. JII does not Granger Cause NABRDS NABRDS does not Granger Cause JII 106 2.41927 0.68589 0.0941 0.5060 IHSG does not Granger Cause NABRDS NABRDS does not Granger Cause IHSG 106 2.73287 0.34450 0.0698 0.7094 SBI does not Granger Cause NABRDS NABRDS does not Granger Cause SBI 106 3.53924 0.07637 0.0327 0.9265 KURS does not Granger Cause NABRDS NABRDS does not Granger Cause KURS 106 0.15338 0.76949 0.8580 0.4659 INF does not Granger Cause NABRDS NABRDS does not Granger Cause INF 106 0.55118 5.36953 0.5780 0.0061 SBIS does not Granger Cause NABRDS NABRDS does not Granger Cause SBIS 106 0.12400 4.19291 0.8835 0.0178 IHSG does not Granger Cause JII JII does not Granger Cause IHSG 106 1.13383 3.47094 0.3259 0.0348 SBI does not Granger Cause JII JII does not Granger Cause SBI 106 0.27370 0.61112 0.7611 0.5447 KURS does not Granger Cause JII JII does not Granger Cause KURS 106 1.52357 15.3206 0.2229 2.E-06 INF does not Granger Cause JII JII does not Granger Cause INF 106 0.48753 0.03090 0.6156 0.9696 SBIS does not Granger Cause JII JII does not Granger Cause SBIS 106 0.02948 0.85937 0.9710 0.4265 SBI does not Granger Cause IHSG IHSG does not Granger Cause SBI 106 0.36313 0.37528 0.6964 0.6880 KURS does not Granger Cause IHSG IHSG does not Granger Cause KURS 106 1.23622 17.6710 0.2948 3.E-07 INF does not Granger Cause IHSG IHSG does not Granger Cause INF 106 2.22151 0.02732 0.1137 0.9731 SBIS does not Granger Cause IHSG IHSG does not Granger Cause SBIS 106 0.02696 0.98414 0.9734 0.3773 121 KURS does not Granger Cause SBI SBI does not Granger Cause KURS 106 0.36024 1.69854 0.6984 0.1881 INF does not Granger Cause SBI SBI does not Granger Cause INF 106 6.60864 2.78507 0.0020 0.0665 SBIS does not Granger Cause SBI SBI does not Granger Cause SBIS 106 4.93161 0.66658 0.0090 0.5157 INF does not Granger Cause KURS KURS does not Granger Cause INF 106 0.17446 0.68142 0.8402 0.5082 SBIS does not Granger Cause KURS KURS does not Granger Cause SBIS 106 0.51426 0.91421 0.5995 0.4041 SBIS does not Granger Cause INF INF does not Granger Cause SBIS 106 1.13037 0.17297 0.3270 0.8414 122 LAMPIRAN 6. HASIL UJI ESTIMASI VECM LAG 2 Vector Error Correction Estimates Date: 03/20/12 Time: 23:08 Sample (adjusted): 2003M04 2011M12 Included observations: 105 after adjustments Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] Cointegrating Eq: CointEq1 NABRDS(-1) 1.000000 JII(-1) 1.478125 (1.22418) [ 1.20744] IHSG(-1) -4.280089 (1.49491) [-2.86312] SBI(-1) 0.115378 (0.03598) [ 3.20632] KURS(-1) -12.73491 (1.01041) [-12.6037] INF(-1) 0.179200 (0.11510) [ 1.55689] SBIS(-1) 0.257538 (0.03877) [ 6.64340] @TREND(03M01) 0.015205 (0.00901) [ 1.68750] C 129.3310 Error Correction: D(NABRDS) D(JII) D(IHSG) D(SBI) D(KURS) D(INF) CointEq1 -0.175892 (0.03825) [-4.59791] -0.066704 (0.01812) [-3.68117] -0.049776 (0.01676) [-2.96991] -0.071170 (0.05618) [-1.26675] 0.013389 (0.00652) [ 2.05382] -0.631597 (0.21074) [-2.99698] D(NABRDS(-1)) 0.564661 (0.09548) [ 5.91380] 0.058009 (0.04523) [ 1.28259] 0.054225 (0.04183) [ 1.29625] -0.182142 (0.14023) [-1.29887] 0.005363 (0.01627) [ 0.32963] -3.319642 (0.52601) [-6.31100] 123 D(NABRDS(-2)) 0.218621 (0.10077) [ 2.16945] 0.032981 (0.04773) [ 0.69093] 0.003606 (0.04415) [ 0.08166] 0.355312 (0.14800) [ 2.40074] 0.019620 (0.01717) [ 1.14252] 3.521448 (0.55515) [ 6.34320] D(JII(-1)) -1.115567 (0.65242) [-1.70990] 0.456769 (0.30904) [ 1.47804] 0.568373 (0.28584) [ 1.98846] -1.023966 (0.95818) [-1.06865] 0.018695 (0.11118) [ 0.16816] -5.228512 (3.59415) [-1.45473] D(JII(-2)) -0.051360 (0.64189) [-0.08001] 0.400181 (0.30405) [ 1.31616] 0.288444 (0.28123) [ 1.02567] -1.110210 (0.94273) [-1.17765] -0.019436 (0.10939) [-0.17769] -1.315579 (3.53619) [-0.37203] D(IHSG(-1)) 0.407888 (0.74416) [ 0.54812] -0.647375 (0.35249) [-1.83656] -0.616212 (0.32603) [-1.89005] 0.573029 (1.09292) [ 0.52431] -0.217372 (0.12681) [-1.71413] 4.673913 (4.09956) [ 1.14010] D(IHSG(-2)) -0.925704 (0.73261) [-1.26357] -0.683407 (0.34702) [-1.96934] -0.540467 (0.32097) [-1.68386] 0.527731 (1.07596) [ 0.49047] -0.016072 (0.12484) [-0.12873] -1.257818 (4.03593) [-0.31165] D(SBI(-1)) -0.227148 (0.07391) [-3.07324] -0.012376 (0.03501) [-0.35350] 0.001739 (0.03238) [ 0.05371] 0.672475 (0.10855) [ 6.19497] -0.010086 (0.01260) [-0.80079] -0.502801 (0.40718) [-1.23484] D(SBI(-2)) 0.182244 (0.07292) [ 2.49941] -0.006199 (0.03454) [-0.17949] -0.023088 (0.03195) [-0.72274] 0.089839 (0.10709) [ 0.83893] 0.005377 (0.01243) [ 0.43271] 0.235973 (0.40169) [ 0.58745] D(KURS(-1)) -1.937401 (0.73045) [-2.65232] -0.573723 (0.34600) [-1.65815] -0.474246 (0.32003) [-1.48190] -1.549991 (1.07279) [-1.44482] -0.159816 (0.12448) [-1.28390] -0.329483 (4.02406) [-0.08188] D(KURS(-2)) -1.402927 (0.60891) [-2.30401] -0.265690 (0.28843) [-0.92117] -0.225748 (0.26677) [-0.84622] -3.140938 (0.89428) [-3.51225] -0.087864 (0.10376) [-0.84677] -4.851830 (3.35445) [-1.44638] D(INF(-1)) 0.035540 (0.01702) [ 2.08779] 0.005019 (0.00806) [ 0.62239] -0.005285 (0.00746) [-0.70862] 0.110563 (0.02500) [ 4.42237] 0.002282 (0.00290) [ 0.78653] -0.215752 (0.09378) [-2.30066] D(INF(-2)) 0.033368 (0.01602) [ 2.08249] 0.003472 (0.00759) [ 0.45742] 0.003256 (0.00702) [ 0.46375] 0.027693 (0.02353) [ 1.17677] -0.000698 (0.00273) [-0.25555] -0.243960 (0.08827) [-2.76373] D(SBIS(-1)) 0.036618 (0.01400) [ 2.61529] 0.012638 (0.00663) [ 1.90560] 0.009302 (0.00613) [ 1.51637] 0.062968 (0.02056) [ 3.06215] -0.002843 (0.00239) [-1.19148] 0.240262 (0.07713) [ 3.11488] D(SBIS(-2)) 0.009229 (0.01282) [ 0.72014] 0.010230 (0.00607) [ 1.68511] 0.006128 (0.00561) [ 1.09130] -0.000925 (0.01882) [-0.04916] -0.002577 (0.00218) [-1.17994] 0.133908 (0.07060) [ 1.89663] C 0.050804 (0.01779) [ 2.85641] 0.025879 (0.00842) [ 3.07171] 0.024876 (0.00779) [ 3.19233] 0.006425 (0.02612) [ 0.24595] 0.003567 (0.00303) [ 1.17677] 0.053783 (0.09798) [ 0.54890] 124 R-squared Adj. R-squared Sum sq. resids S.E. equation F-statistic Log likelihood Akaike AIC Schwarz SC Mean dependent S.D. dependent 0.555730 0.480853 2.086395 0.153110 7.421900 56.73389 -0.775884 -0.371471 0.059995 0.212500 0.264908 0.141017 0.468130 0.072525 2.138223 135.1924 -2.270331 -1.865918 0.020303 0.078252 Determinant resid covariance (dof adj.) Determinant resid covariance Log likelihood Akaike information criterion Schwarz criterion 9.59E-13 3.01E-13 470.6576 -6.679193 -3.646095 0.287266 0.167142 0.400478 0.067080 2.391415 143.3870 -2.426419 -2.022006 0.021544 0.073504 0.676560 0.622048 4.500322 0.224868 12.41114 16.37656 -0.007172 0.397241 -0.047017 0.365770 0.357437 0.249140 0.060588 0.026091 3.300517 242.5367 -4.314984 -3.910571 0.000167 0.030110 0.585735 0.515915 63.31975 0.843480 8.389229 -122.4360 2.636876 3.041289 0.007619 1.212311 125 LAMPIRAN 7. HASIL IMPULSE RESPONSE FUNCTION Response to CholeskyOne S.D. Innovations Response of NABRDS to NABRDS Response of NABRDS to JII Response of NABRDS to IHSG .3 .3 .3 .2 .2 .2 .1 .1 .1 .0 .0 .0 -.1 -.1 -.1 -.2 -.2 -.2 -.3 -.3 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 -.3 5 Response of NABRDS to SBI 10 15 20 25 30 35 40 45 50 5 Response of NABRDS to KURS .3 .3 .2 .2 .2 .1 .1 .1 .0 .0 .0 -.1 -.1 -.1 -.2 -.2 -.2 -.3 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 45 50 Response of NABRDS to SBIS .3 .2 .1 .0 -.1 -.2 -.3 5 10 15 20 25 30 35 40 15 20 25 30 35 40 45 50 45 50 Response of NABRDS to INF .3 -.3 10 -.3 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 5 10 15 20 25 30 35 40 126 LAMPIRAN 8. HASIL FORECAST ERROR VARIANCE DECOMPOSITION Period NABRDS JII IHSG SBI KURS INF SBIS 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 0.000000 0.001895 -0.018366 -0.010957 -0.005959 0.000334 0.008791 0.017394 0.023643 0.027867 0.030764 0.032432 0.032893 0.032711 0.032238 0.031551 0.030816 0.030180 0.029662 0.029261 0.028989 0.028826 0.000000 0.030986 0.032368 0.033947 0.017011 0.000334 -0.014390 -0.028270 -0.038840 -0.045775 -0.050278 -0.052581 -0.053163 -0.052781 -0.051854 -0.050656 -0.049469 -0.048437 -0.047599 -0.046979 -0.046569 -0.046325 0.000000 -0.047683 -0.068497 -0.098425 -0.124740 -0.151796 -0.175132 -0.195132 -0.211689 -0.224296 -0.233082 -0.238967 -0.242479 -0.244132 -0.244566 -0.244271 -0.243566 -0.242711 -0.241885 -0.241172 -0.240611 -0.240211 0.000000 0.008528 0.023925 0.067838 0.097560 0.126981 0.148323 0.162767 0.171443 0.175709 0.176805 0.175906 0.173818 0.171356 0.168973 0.166863 0.165181 0.163973 0.163170 0.162698 0.162488 0.162455 0.000000 0.003579 -0.016183 -0.031373 -0.044921 -0.055104 -0.064442 -0.071276 -0.074347 -0.076041 -0.077012 -0.076683 -0.075779 -0.074933 -0.074041 -0.073163 -0.072502 -0.072037 -0.071701 -0.071502 -0.071418 -0.071399 0.000000 -0.009761 -0.059726 -0.101147 -0.127780 -0.151881 -0.168444 -0.176036 -0.179252 -0.179831 -0.177947 -0.175001 -0.172014 -0.169178 -0.166758 -0.164948 -0.163673 -0.162855 -0.162429 -0.162276 -0.162294 -0.162421 0.153110 0.221662 0.262106 0.276542 0.274990 0.266790 0.258475 0.253754 0.251709 0.251271 0.253122 0.256278 0.259531 0.262720 0.265671 0.268032 0.269778 0.271023 0.271812 0.272226 0.272386 0.272381 127 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 Cholesk y Orderin g: NABRD S JII IHSG SBI KURS INF SBIS 0.272273 0.272120 0.271961 0.271816 0.271697 0.271608 0.271547 0.271510 0.271491 0.271486 0.271489 0.271497 0.271507 0.271516 0.271525 0.271531 0.271536 0.271539 0.271541 0.271542 0.271542 0.271542 0.271542 0.271541 0.271540 0.271540 0.271540 0.271539 0.028741 0.028714 0.028726 0.028758 0.028799 0.028839 0.028875 0.028904 0.028925 0.028939 0.028947 0.028951 0.028952 0.028951 0.028949 0.028946 0.028944 0.028942 0.028940 0.028939 0.028938 0.028938 0.028938 0.028938 0.028938 0.028938 0.028938 0.028938 -0.046208 -0.046182 -0.046213 -0.046272 -0.046342 -0.046409 -0.046467 -0.046513 -0.046546 -0.046567 -0.046579 -0.046584 -0.046585 -0.046582 -0.046579 -0.046574 -0.046570 -0.046567 -0.046565 -0.046563 -0.046562 -0.046561 -0.046561 -0.046561 -0.046561 -0.046561 -0.046562 -0.046562 -0.239953 -0.239810 -0.239752 -0.239752 -0.239787 -0.239837 -0.239891 -0.239940 -0.239982 -0.240013 -0.240035 -0.240048 -0.240055 -0.240058 -0.240057 -0.240055 -0.240052 -0.240049 -0.240046 -0.240044 -0.240042 -0.240041 -0.240040 -0.240040 -0.240040 -0.240040 -0.240040 -0.240040 0.162527 0.162654 0.162800 0.162938 0.163056 0.163147 0.163212 0.163254 0.163276 0.163286 0.163285 0.163280 0.163272 0.163263 0.163255 0.163248 0.163243 0.163240 0.163238 0.163237 0.163236 0.163236 0.163237 0.163237 0.163238 0.163238 0.163239 0.163239 -0.071421 -0.071470 -0.071527 -0.071580 -0.071627 -0.071663 -0.071689 -0.071706 -0.071716 -0.071720 -0.071720 -0.071718 -0.071715 -0.071712 -0.071709 -0.071706 -0.071704 -0.071703 -0.071702 -0.071701 -0.071701 -0.071701 -0.071701 -0.071701 -0.071702 -0.071702 -0.071702 -0.071702 -0.162596 -0.162774 -0.162936 -0.163069 -0.163168 -0.163235 -0.163276 -0.163297 -0.163302 -0.163299 -0.163290 -0.163279 -0.163269 -0.163260 -0.163252 -0.163247 -0.163243 -0.163241 -0.163240 -0.163240 -0.163241 -0.163241 -0.163242 -0.163242 -0.163243 -0.163243 -0.163244 -0.163244