SINTESIS DAN KARAKTERISASI SENYAWA KOMPLEKS BESI(III) DENGAN LIGAN 1,10-FENANTROLIN DAN ANION TRIFLUOROMETANASULFONAT SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Sains Kimia Oleh: Andi Kusyanto NIM 12307144040 PROGRAM STUDI KIMIA JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2016 i ii iii iv MOTTO “Hanya kepada Engkaulah kami menyembah Dan hanya kepada engkaulah kami mohon pertolongan.” (QS. Al Fatihah : 5) “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu berat, Kecuali bagi orang-orang yang khusuk.” (QS.Al Baqarah : 45 ) v PERSEMBAHAN Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang Karya ini saya persembahkan untuk: Sang Pencipta alam beserta isinya ALLAH SWT Orang tuaku tercinta, Bapak Suradal & Ibu Sri Mulyani Kakakku, Yudi Kuswanto Partner skripsiku yang paling baik, Maulidia Fa’izzah Teman- teman Pamungkas Sorogenen Sahabat-sahabatku, RKS Kingdom dan Kawanan Wanita Bahagia Teman-teman Kimia Swadana ‘12 Almamaterku Universitas Negeri Yogyakarta vi SINTESIS DAN KARAKTERISASI SENYAWA KOMPLEKS BESI(III) DENGAN LIGAN 1,10-FENANTROLIN DAN ANION TRIFLUOROMETANASULFONAT SYNTHESIS AND CHARACTERIZATION OF IRON(III) COMPLEX WITH 1,10-PHENANTHROLINE LIGAND AND TRIFLUOROMETHANESULFONATE ANION Andi Kusyanto dan Kristian H. Sugiyarto Jurusan Pendidikan Kimia, FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta e-mail: [email protected] ABSTRAK: Penelitian senyawa kompleks Fe(III) dengan ligan 1,10-fenantrolin dan anion triflat bertujuan untuk mengetahui metode sintesis, formula dan berbagai karakteristik senyawa kompleks yang terbentuk. Instrumen yang digunakan adalah spektrofotometer serapan atom (SSA), konduktometer, spektrofotometer UV-Vis larutan dan padatan, timbangan Gouy, spektrofotometer FTIR dan X-Ray Diffraction (XRD). Senyawa kompleks trisfenantrolinbesi(III) triflat disintesis dari prekusor FeCl3.6H2O dalam pelarut akuades, kemudian ditambahkan ligan 1,10-fenantrolin yang dilarutkan dalam pelarut etanol dengan perbandingan mol logam dan mol ligan 1 : 3. Kedalam pencampuran larutan tersebut, ditambahkan anion triflat berlebih yang dilarutkan dalam pelarut akuades. Hasil pengukuran AAS menunjukan kadar besi sebesar 4,913%. Pengukuran daya hantar listrik menggunakan konduktometer menunjukkan perbandingan muatan kation : anion adalah 3 : 1. Dengan demikian kompleks yang mungkin adalah [Fe(phen)3](CF3SO3)3.5H2O. Pada pengukuran momen magnetik senyawa kompleks menunjukkan nilai µeff 2,1-2,3 BM, jadi bersifat paramagnetik sesuai dengan satu elektron nir pasangan dengan kontribusi orbital. Spektra IR menunjukkan serapan khas atom N pada 1,10-fenantrolin dan adanya ion CF3 SO3 -. Spektra UV-Vis kompleks menunjukkan tiga puncak pita serapan pada bilangan gelombang 19011,4 cm-1, 25252,5 cm-1, dan 30030,03 cm1 . Analisis data XRD menunjukkan bahwa kompleks [Fe(phen)3](CF3SO3)3.5H2O mempunyai sistem kristal monoklinik dengan space grup C 2/c dan nilai a = 10,781 Å, b = 24,53 Å, c = 13,286 Å, Z = 4, β = 103,130, V = 3422 Å. Kata kunci: sintesis senyawa kompleks, kompleks tris-fenantrolinbesi(III), besi(III), 1,10-fenentrolin, triflat vii SYNTHESIS AND CHARACTERIZATION OF IRON(III) COMPLEX WITH 1,10-PHENANTHROLINE LIGAND AND TRIFLUOROMETHANESULFONATE ANION By : Andi Kusyanto Number of Student: 12307144040 Supervisor: Prof. Kristian H. Sugiyarto, Ph.D ABSTRACT The research of iron(III) complexes with 1,10-phenanthroline and triflate was purposed to know the method of synthesis, formula and characteristics of complex compound which was formed. The result of the complex compound was characterized by Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS), conductometer, Spectrophotometer UV-Vis, Magnetic Susceptibility Balance (MSB), spectrophotometer FTIR and X-Ray Diffraction (XRD). Tris(1,10-phenanthroline)iron(III) triflate complex has been synthesized from the precursor FeCl3.6H2O in aquadest. The 1,10-phenanthroline ligand dissolved in ethanol was added with ratio mol equivalent of the metal and ligand (1:3). The result of solution was added by exceed triflate salt in aquadest. AAS measurement content of iron 4.913 %. Measurement analysis of conductivity shown the charge ratio of cation/anion, 3:1. Thus the possibility formula of the complex was [Fe(phen)3](CF3SO3)3.5H2O. In the measurement magnetic moment of this complex, indicate its value µeff 2,1-2,3 BM, so is paramagnetic corresponding to one unpaired electron with contribution orbitals to the magnetic. The Infrared spectrum showed absorption bands of 1,10phenanthroline ligand and triflate anion. The UV-Vis spectrum showed three absorption band concentrated at wave number 19011,4 cm-1, 25252,5 cm-1, dan 30030,03 cm-1. The result of X-Ray Diffraction analysis suggests that [Fe(phen)3](CF3SO3)3.5H2O complex has monoclinic crystal with space group was C 2/c and value of a = 10,781 Å, b = 24,53 Å, c = 13,286 Å, Z = 4, β = 103,130, V = 3422 Å. Keyword : Synthesis of complex, tris-(1,10-phenanthroline)iron(III), iron(III), 1,10-phenanthroline, triflate. viii KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT Tuhan semesta alam atas limpahan rahmat, karunia, dan hidayah-Nya. Sholawat dan salam selalu tercurahkan kepada nabi besar Muhammad SAW yang dirindukan syafaatnya di yaumul qiyamat nanti. Alhamdulillah atas berkat rahmat Allah SWT sehingga laporan tugas akhir ini mampu penulis selesaikan. Penelitian kimia berjudul “Sintesis dan Karakterisasi Senyawa Kompleks Besi(III) dengan Ligan 1,10-Fenantrolin dan Anion Trifluorometanasulfonat” telah dapat diselesaikan dengan baik sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana sains yang telah ditetapkan oleh Jurusan Pendidikan Kimia di Universitas Negeri Yogyakarta. Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Dr. Hartono selaku Dekan FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan izin dalam penulisan tugas akhir ini. 2. Bapak Drs. Jaslin Ikhsan, M.App.Sc., Ph.D selaku Ketua dan Koordinator Tugas Akhir Skripsi Program Studi Kimia, Jurusan Pendidikan Kimia, Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kelancaran pelayanan dan urusan akademik. 3. Bapak Eddy Sulistyowati Apt, MS selaku Dosen Penasehat Akademik yang telah memberikan dorongan dalam penulisan tugas akhir ini. ix 4. Bapak Prof. Kristian H. Sugiyarto, Ph.D selaku dosen pembimbing utama yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, dan saran. 5. Prof. A.K. Prodjosantosa, Ph.D selaku penguji utama, atas pertanyaan, kritik, dan saran yang diberikan. 6. M. Pranjoto Utomo, M.Si selaku penguji pendamping, atas pertanyaan, kritik, dan saran yang diberikan. 7. Dr. Cahyorini Kusumawardani selaku sekretaris penguji, atas pertanyaan, kritik, dan saran yang diberikan. 8. Seluruh Dosen, Staf, dan Laboran Jurusan Pendidikan Kiimia FMIPA UNY yang telah banyak membatu selama perkuliahan dan penelitian. 9. Ibu, Ayah, kakak dan seluruh keluargaku yang selalu mendoakan, mendukung, memotivasi dan segala kasih sayangnya selama ini. 10. Amri, Mamay, Rafi, Santo, Dhani, Joko, Moris, Rantau, Anggi, Wahyu, Agus sahabat RKS Kingdom dan Kawanan Wanita Bahagia yang selalu memberi dukungan, semangat, dan doa. 11. Teman-teman Kimia Swadana 2012 yang selalu memberi motivasi dan doa. 12. Maulidia Faizzah, mitra kerja selama penelitian yang sudah memberikan bantuan tenaga dan motivasi. 13. Semua pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan secara moral maupun material dalam penyelesaian Tugas Akhir Skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebut satu per satu. x Semoga semua bantuan dan bimbingan yang telah diberikan kepada penulis, Inshaa Allah mendapat balasan dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa laporan tugas akhir ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak demi kesempurnaan laporan ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan perbaikan pendidikan di masa yang akan datang. Aamiin. Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Yogyakarta, 19 September 2016 Penulis xi DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL .................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN ..................................................................... ii HALAMAN PERNYATAAN ...................................................................... iii HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... iv HALAMAN MOTTO ................................................................................... v HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................... vi ABSTRAK .................................................................................................... vii ABSTRACT ................................................................................................... viii KATA PENGANTAR .................................................................................. ix DAFTAR ISI ................................................................................................ xii DAFTAR TABEL ........................................................................................ xv DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xvi DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xvii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang .................................................................................. 1 B. Identifikasi Masalah ......................................................................... 4 C. Pembatasan Masalah ......................................................................... 4 D. Rumusan Masalah ............................................................................. 5 E. Tujuan Penelitian .............................................................................. 5 F. Manfaat Penelitian ............................................................................ 5 BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teori ................................................................................. 7 1. Logam Transisi ………………………………………………… 7 2. Besi ............................................................................................... 8 3. Ligan ……………………............................................................ 9 4. Anion Trifluorometanasulfonat …................................................ 10 5. Senyawa Kompleks ……………................................................ 11 6. Teori Ikatan Dalam Senyawa Kompleks .................................... 12 xii a. Teori Ikatan Valensi……………………................................ 12 b. Teori Medan Kristal……………………................................ 14 c. Teori Orbital Molekular ……………………………............ 19 B. Karakterisasi Senyawa Kompleks .................................................... 20 1. Magnetic Susceptibility Balance (MSB) …............................ 20 2. Spektrofotometer UV-Vis ……………………...................... 23 3. Spektrofotometer FTIR …………......................................... 24 4. Spektroskopi Serapan Atom …………………………...…… 25 5. Konduktometer ………………………….………………...... 26 6. X-Ray Diffraction …….……………………………………. 27 C. Penelitian yang Relevan …...……………………………………… 28 D. Kerangka Berpikir ………………………………………………… 29 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Subjek dan Objek Penelitian ........................................................... 31 1. Subjek Penelitian ……………………………………………… 31 2. Objek Penelitian ………………………………………………. 31 B. Alat dan Bahan Penelitian .............................................................. 31 1. Alat Penelitian ………………………………………………… 31 2. Bahan-Bahan Penelitian ………………………………………. 32 C. Prosedur Penelitian .......................................................................... 33 1. Sintesis Senyawa Kompleks …………………………………... 33 2. Karakterisasi Senyawa Kompleks …………………………….. 33 a. AAS ……………………………………………………….. 33 b. Spektrofotometer FTIR ……………………………………. 34 c. Konduktometer ……………...…………………………….. 34 d. MSB……………………………...…………………………. 34 e. XRD ……………………………………………………….. 35 f. Spektrofotometer UV-Vis (Larutan) ……………………..... 35 g. Spektrofotometer UV-Vis (Padat) ……………...………… 35 D. Teknik Analisis Data ........................................................................ 36 E. Diagram Alir ………………………………………………………. 36 xiii BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Sintesis Senyawa Kompleks Besi(III) dengan Ligan 1,10Fenantrolin dan Anion Trifluorometanasulfonat .............................. 38 B. Penentuan Formula Senyawa Kompleks .......................................... 41 1. Pengukuran Kadar Besi .............................................................. 41 2. Konduktivitas .............................................................................. 41 C. Karakterisasi Senyawa Kompleks .................................................... 44 1. Sifat Magnetik ………………………………………………… 44 2. Spektrum Elektronik Larutan …………………………………. 45 3. Spektrum Elektronik Padatan …………………………………. 47 4. Spektrum Inframerah ………...………………………………... 48 5. Analisis Difraktogram Senyawa Kompleks …………………... 53 D. Perkiraan Struktur Kompleks ……………………………………... 54 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ....................................................................................... 55 B. Saran ................................................................................................. 56 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 57 LAMPIRAN ................................................................................................. 61 xiv DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Orbital Hibridisasi beberapa Konfigurasi Geometri ….................. 14 Tabel 2. Faktor Koreksi Diamagnetik untuk Beberapa Kation, Anion, Atom Netral dan Molekul ............................................................... 21 Tabel 3. Data Preprasi Sampel [Fe(phen)x]3+(CF3SO3)y.nH2O......................... 40 Tabel 4. Penentuan Formula Senyawa Kompleks terhadap Kadar Teoritis …………………………………………………………… Tabel 5. Daya Hantar Listrik Larutan Pembanding dan Larutan Sampel Kompeks dalam Akuades............................................................... 41 42 Tabel 6. Hasil Pengukuran Nilai Momen Magnetik (μeff) Senyawa Kompleks........................................................................................ 44 Tabel 7. Harga Koefisien Ekstingsi Kompleks (ε) [Fe(phen)3](CF3SO3)3.5H2O…………………………………........ 46 Tabel 8. Puncak Serapan Kompleks [Fe(phen)3](CF3SO3)3.5H2O dengan Metode Padatan.............................................................................. 48 Tabel 9. Data Serapan FTIR [Fe(phen)3](CF3SO3)3·5H2O.......................... 50 Tabel 10. Data Analisis Kompleks [Fe(phen)3(CF3SO3)3.5H2O terhadap Kompleks [Fe(phen)3(NO3)3.H2O................................................. xv 52 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Konfigurasi Elektron Fe dan Fe3+............................................... 8 Gambar 2. Struktur 1,10-Fenantrolin............................................................. 10 Gambar 3. Struktur senyawa [Fe(phen)3](NO3)3.H2O ................................. 12 Gambar 4. Konfigurasi Elektronik Besi(III) dan Hibridisasi [Fe(CN)6]3+ .. 13 Gambar 5. Lima Orbital d dan Susunannya dalam Ruang ........................... 15 Gambar 6. Posisi Ligan Oktaheral dalam Koordinat Cartesius dengan Atom Logam di Pusat Koordinat dalam Medan Kubus ………. 15 Gambar 7. Diagram Pemisahan Orbital d dalam Medan Oktahedral ........... 16 Gambar 8. Posisi ligan Tetrahedral dalam Koordinat Cartesius dengan Atom Logam di Pusat Koordinat dalam Medan Kubus ............. 18 Gambar 9. Diagram Alir Cara Sintesis dan Karakterisasi Senyawa Kompleks ………………………………………………………… 36 Gambar 10. Larutan FeCl3.6H2O a). Sebelum Penambahan Ligan 1,10 – Fenantrolin dan b). Sesudah Penambahan Ligan 1,10 – Fenantrolin.................................................................................. 39 Gambar 11. Padatan Kompleks [Fe(phen)x](CF3SO3)y. nH2O ....................... 40 Gambar 12. Spektrum Elektronik UV-Vis Larutan Kompleks [Fe(phen)3](CF3SO3)3.5H2O........................................................ 46 Gambar 13. Spektrum Elektronik UV-Vis Padatan Kompleks [Fe(phen)3](CF3SO3)3.5H2O...................................................... 47 Gambar 14. Spektrum Inframerah Senyawa Kompleks [Fe(phen)3](CF3SO3)3.5H2O...................................................... 49 Gambar 15. Difraktogram Senyawa Kompleks [Fe(phen)3](CF3SO3)3.5H2O ………………….......…………… 51 Gambar 16. Difraktogram Hasil Analisis Senyawa Kompleks [Fe(phen)3](CF3SO3)3.5H2O dengan Program Rietica .............. xvi 53 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Skema Prosedur Kerja ............................................................. 61 Lampiran 2. Reaksi dan Perhitungan Senyawa Kompleks .......................... 62 Lampiran 3. Perhitungan Rendemen Hasil Sintesis Senyawa Kompleks..... 64 Lampiran 4. Hasil Pengukuran Konduktivitas Senyawa Kompleks ……… 65 Lampiran 5. Data AAS …………………………………………………… 69 Lampiran 6. Perhitungan Persentase Besi(III) dalam Berbagai Formulasi Senyawa Kompleks …………………………………………. 70 Lampiran 7. Hasil Pengukuran Momen Magnetik Senyawa Kompleks [Fe(phen)3](CF3SO3)3.5H2O ……………………………....... 72 Lampiran 8. Perhitungsn Nilai K Koefisien Ekstingsi Besi(III) dalam Berbagai Formulasi Senyawa Komplek.................................. 74 Lampiran 9. Data Spektrum UV-Vis Padatan …………………………… 75 Lampiran 10. Data Spektrum FTIR ………………………………………... 76 Lampiran 11. Difraktogram XRD Kompleks [Fe(phen)3](CF3SO3)3.5H2O. 78 Lampiran 12.Difraktogram Hasil Program Rietica Senyawa Kompleks [Fe(phen)3](CF3SO3)3.5H2O …,,,,,,,,…………..…….…........ 79 Lampiran 13. Data Output Program Rietica ……………………………….. 80 xvii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian tentang senyawa kompleks baik di bidang sintesis maupun identifikasi sifat-sifatnya menarik untuk dibicarakan karena warna-warna yang terjadi pada pembentukan senyawa kompleks. Senyawa kompleks sering juga disebut senyawa koordinasi adalah senyawa yang dibentuk oleh atom atau ion pusat dengan beberapa gugus molekul atau gugusan ion melalui ikatan kovalen koordinasi. Gugus molekul atau ion yang terikat pada ion pusat ini disebut gugus pengeliling atau ligan sedangkan jumlah/banyaknya ikatan koordinasi antara atom pusat dengan atom donor (dari ligan) dinyatakan dengan bilangan koordinasi (Sugiarto dan Retno, 2008). Selain karena warna-warna menarik yang terjadi pada pembentukan senyawa kompleks, senyawa kompleks banyak diaplikasikan dalam berbagai bidang kehidupan manusia, seperti dalam bidang kesehatan, farmasi, industri, dan katalis. Penelitian tentang senyawa kompleks terus berkembang pesat sejalan dengan perkembangan IPTEK, sebagai salah satu contoh adalah kompleks besi. Kompleks besi dengan berbagai ligan telah diketahui kegunaanya. Senyawa kompleks besi(III)-EDTA dapat diaplikasikan sebagai garam untuk fortifikasi besi (Torres et al., 1979). Kompleks besi(III)-EDTA juga diketahui mampu digunakan sebagai katalis heterogen pada reaksi sintesis vitamin E dengan materi pendukung MgF 2 yang bersifat asam (Setyawati & Irmina, 2010). Kompleks besi(III) dengan ligan 1 askorbat digunakan untuk mencegah dan mengatasi anemia defisensi besi (Budiasih, Prodjosantosa, dan Septiyantinur., 2011). Senyawa kompleks besi(III)trifluoroasetat merupakan katalis dan baik digunakan pada reaksi diasetilasi aldehid dan tioasetilasi senyawa karbonil (Adibi, Samimi, dan Iranpoor., 2008). Suatu senyawa kompleks akan terbentuk bila terjadi ikatan kovalen koordinasi antara suatu atom atau ion logam dengan beberapa molekul netral atau ion donor elektron. Atom atau ion logam berfungsi sebagai ion pusat sedangkan molekul netral atau ion donor elektron berfungsi sebagai gugus pengeliling atau yang lebih dikenal dengan ligan (Day dan Selbi, 1985). Senyawa kompleks banyak ditemui bersifat paramagnetik yaitu tertarik oleh medan magnet, selain itu banyak pula yang bersifat diamagnetik yaitu tertolak oleh medan magnet. Sifat paramagnetik suatu senyawa disebabkan oleh adanya elektron tak-berpasangan (unpaired electron) dalam konfigurasi elektronik spesies yang bersangkutan (Sugiarto dan Retno, 2012). Sifat-sifat senyawa kompleks misalnya sifat magnetik dan warna senyawa telah banyak dipelajari dan diteliti melalui suatu tahapan-tahapan reaksi (mekanisme reaksi) dengan menggunakan ion-ion logam serta ligan yang berbeda-beda. Besi termasuk golongan logam transisi yang mempunyai konfigurasi elektronik [Ar] 3d6 4s2 yang mempunyai tingkat oksidasi utama (+II) dan (+III), kompleks besi(III) pada umumnya lebih stabil daripada kompleks besi(II) (Lee,1991). Besi(III) ditinjau dari muatan kompleksnya dapat membentuk kompleks yang bervariasi yaitu kationik, netral dan anionik. (Greenwood & Earnshow, 1984). 2 1,10-Fenantrolin (phen) merupakan ligan kuat yang menyediakan agen kelat untuk membentuk cincin tertutup dengan berbagai ion logam. Kemampuan pengompleks ligan 1,10-fenantrolin telah banyak digunakan untuk mengembangkan senyawa kompleks (Marquerite, Bruno, dan Bernard., 1998). Asam trifluorometanasulfonat atau sering disebut triflat (HCF3SO3) merupakan asam yang sangat kuat yang dapat digunakan sebagai katalis untuk sintesis senyawa organik. Larutan ionik triflat tahan terhadap hidrolisis. Larutan ionik triflat telah banyak digunakan sebagai media reaksi karena sifatnya yang stabil dan titik didihnya yang tinggi (167-170oC) serta viskositasnya cukup rendah (Nikolai et al., 2012). Preparasi suatu senyawa kompleks secara umum akan melibatkan reaksi antara suatu garam, molekul atau ion-ion. Proses pembentukan kristal secara sederhana dapat dilakukan dengan pengendapan secara perlahan menggunakan teknik pendinginan (Basolo & Johnson, 1986). Pada penelitian ini dilakukan sintesis senyawa kompleks besi(III) dengan ligan fenantrolin. Adapun anion yang digunakan adalah anion CF3SO3- atau triflurometansulfonat dan juga dikenal dengan triflat. Setelah berhasil disintesis, senyawa kompleks ini dikarakterisasi menggunakan berbagai instrumen yakni MSB (Magnetic Susceptibility Balance), spektrofotometer inframerah (FTIR), spektrofotometer UV-Vis (UltravioletVisible), AAS (Atomic Absorpbtion Spectroscopy), konduktometer, dan XRD (Xray Diffraction) untuk mengetahui sifat-sifatnya. 3 B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut dapat diidentifikasi permasalahanpermasalahan sebagai berikut. 1. Prekusor besi(III) yang digunakan dalam sintesis senyawa kompleks. 2. Pelarut yang digunakan untuk melarutkan logam, ligan ,dan anion dalam sintesis senyawa kompleks. 3. Metode pendesakan yang digunakan dalam sintesis senyawa kompleks. 4. Karakterisasi senyawa kompleks hasil sintesis. C. Pembatasan Masalah Batasan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Prekusor besi(III) yang digunakan untuk sintesis senyawa kompleks adalah FeCl3.6H2O dan ligan 1,10-fenantrolin. 2. Pelarut yang digunakan dalam sintesis senyawa kompleks ini adalah etanol untuk pelarut ligan 1,10-fenantrolin, serta akuades untuk pelarut prekusor FeCl3.6H2O dan anion trifluorometanasulfonat. 3. Metode yang digunakan dalam sintesis senyawa kompleks adalah metode reaksi pendesakan langsung. 4. Karakterisasi senyawa kompleks hasil sintesis berdasarkan data dari sifat konduktivitas, SSA, sifat magnetik, spektrum FTIR, spektrum elektronik dan difraktogram XRD. 4 D. Rumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah tersebut dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut. 1. Bagaimana metode pendesakan sintesis senyawa kompleks besi(III) dengan ligan 1,10-fenantrolin dan anion CF3SO3- ? 2. Bagaimana formula senyawa kompleks besi(III) dengan ligan 1,10-fenantrolin dan anion CF3SO3-? 3. Bagaimana karakteristik sifat magnetik, spektrum elektronik, spektrum FTIR, dan XRD senyawa kompleks hasil sintesis? E. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan sebagai berikut. 1. Mengetahui metode pendesakan sintesis senyawa kompleks besi(III) dengan ligan 1,10-fenantrolin dan anion CF3SO3¯ . 2. Mengetahui formula senyawa kompleks besi(III) dengan ligan 1,10-fenantrolin dan anion CF3SO3¯ . 3. Mengetahui karakteristik sifat magnetik, spektrum elektronik, spektrum FTIR, dan XRD senyawa kompleks hasil sintesis. F. Manfaat Penelitian Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Dapat mensintesis senyawa kompleks besi(III) dengan ligan 1,10-fenantrolin dan anion trifluorometanasufonat. 5 2. Memperoleh struktur dan karakteristik senyawa kompleks trifluorometanasulfonat dengan ligan 1,10-fenantrolin. 3. Menjadi referensi bagi peneliti lain mengenai senyawa kompleks. 6 besi(III) BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teori 1. Logam Transisi Ciri logam transisi adalah memiliki subkulit d yang tidak terisi penuh atau mudah menghasilkan ion-ion dengan subkulit d yang tidak terisi penuh. Ciri ini menyebabkan beberapa sifat khas, meliputi warna yang unik, pembentukan senyawa paramagnetik, aktivitas katalitik, dan kecenderungan untuk membentuk ion kompleks. Jika dilihat periode dari kiri ke kanan, nomor atom meningkat, elektron bertambah di kulit luar, muatan ini meningkat karena bertambahnya proton (Chang, 2005). Logam-logam transisi mempunyai struktur kemas rapat (closest pack), artinya setiap atom mengalami persinggungan yang maksimal dengan atom-atom lain yaitu sebanyak dua belas atom tetangganya. Akibat dari struktur kemas rapat dan kecilnya ukuran atomik adalah bahwa logam-logam transisi membentuk ikatan logam yang kuat antara atom-atomnya sehingga logam-logam ini dapat ditempa dan kuat. Ion-ion logam transisi lebih kecil ukurannya dibandingkan dengan ion-ion logam kelompok s dalam periode yang sama. Hal ini menghasilkan rasio muatan per jari-jari yang lebih besar bagi logam-logam transisi sebagai berikut (Sugiyarto dan Retno, 2012). a. Oksida-oksida dan hidroksida logam-logam transisi (M2+ , M3+) kurang bersifat basa dan lebih sukar larut. 7 b. Garam-garam logam transisi kurang bersifat ionik dan juga kurang stabil terhadap pemanasan. c. Garam-garam dan ion-ion logam transisi dalam air lebih mudah terhidrat dan juga lebih mudah terhidrolisis menghasilkan sifat agak asam. d. 2. Ion-ion logam transisi lebih mudah tereduksi Besi Besi (Fe) dalam sistem periodik unsur termasuk logam transisi golongan VIIIB dengan nomor atom 26, berat relatif 55,847 g/mol, konfigurasi elektron [Ar] 3d 6 4s2, titik didih 2735 oC, titik leleh 1535 oC, densitas 7,783 g/cm3, elektronegatifitas 1,7, energi ionisasi 768 kJ/mol,, bewarna keperakan dan dapat ditempa (Patnaik, 2003). Besi merupakan salah satu ion logam transisi trivalensi deret pertama yang cukup labil, sehingga dapat membentuk berbagai macam streokimia pada senyawa kompleksnya. Senyawa kompleks Fe(III) umumnya membentuk struktur oktahedral dengan bilangan koordinasi enam. Namun struktur lain seperti tetrahedral dengan bilangan koordinasi empat dan segiempat piramida dengan bilangan koordinasi lima juga dapat terjadi (Cotton dan Wilkinson, 1989). Konfigurasi Fe dan Fe3+ ditunjukkan pada Gambar 1. Fe : [18Ar] ↑↓ ↑ ↑ ↑ ↑ 3d6 Fe3+ : [18Ar] ↑ ↑ ↑ ↑↓ ... ... ... ... ... 4s2 ↑ ↑ ... 4p 4d ... ... ... ... ... 3d5 4s 4p 4d Gambar 1. Konfigurasi Elektron Fe dan Fe3+. 8 3. Ligan Ligan adalah suatu ion atau molekul yang memiliki sepasang elektron atau lebih yang dapat disumbangkan. Ligan merupakan basa Lewis yang dapat terkoordinasi pada ion logam atau sebagai asam Lewis membentuk senyawa kompleks. Ligan dapat berupa anion atau molekul netral (Saragih, 2011). Sebagian besar ligan adalah zat netral atau anionik tetapi kation, seperti kation tropilium juga dikenal. Ligan netral, seperti amonia, NH3, atau karbon monoksida, CO, dalam keadaan bebas pun merupakan molekul yang stabil, sementara ligan anionik, seperti Cl- atau C5H5-, distabilkan hanya jika dikoordinasikan ke atom logam pusat.. Jumlah atom yang diikat pada atom pusat disebut dengan bilangan koordinasi (Saito, 1996). Urutan relatif kekuatan ligan adalah I- < Br- < S2- < SCN- < Cl- < NO3- < F- < OH- < Ox2- < H2O < NCS- < NH3 < en < bipy < phen < NO2- < CN- < CO. Urutan ligan-ligan berdasarkan kekuatannya disebut deret spektrokimia (spectrochemical series) atau deret Fajans-Tsuchida (Effendy, 2007). Ligan dengan satu atom donor elektron disebut ligan monodentat, dan yang memiliki lebih dari satu atom donor elektron disebut ligan polidentat, juga disebut ligan khelat (Saito, 1996). Fenantrolin adalah ligan chelat karena dapat membentuk senyawa kompleks dengan struktur lingkar (Considine dan Considine, 1994) dan merupakan ligan khelat yang sangat kuat untuk macam-macam ion logam (Marquerite, Bruno, dan Bernard., 1998). Ligan 1,10-fenantrolin dapat membentuk kompleks dengan berbagai atom logam dalam tingkat oksidasi formal yang rendah (Cotton dan Wilkinson, 1989). Struktur ligan 1,10-fenantrolin dapat dilihat pada Gambar 2. 9 N N Gambar 2. Struktur 1,10-Fenantrolin Karakteristik ligan 1,10-fenantrolin berfase kristal berwarna putih, mempunyai titik leleh antara 98oC – 100oC, berat molekul 198,23 g/mol dan sering dijumpai dalam bentuk monohidratnya, dengan rumus molekul C 12H8N2.H2O. Ligan 1,10fenantrolin larut dalam benzena, alkohol, aseton dan kloroform (Ueno, Imamura, dan Cheng., 1992). 4. Anion Trifluorometanasulfonat Anion merupakan senyawa ion yang mempunyai muatan negatif atau bisa disebut dengan ion negatif. Berdasarkan jumlah atom unsur penyusunnya anion dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu anion monoatomik dan anion poliatomik. Anion monoatomik adalah anion yang terbentuk dari satu unsur saja, misalnya anion Cl-, Br-, F- dan lain-lain. Anion poliatomik adalah anion yang terbentuk dari beberapa unsur atau atom, misalnya anion BF4-, SO42-, CF3SO3- dan lain-lain Anion trifluorometanasulfonat (CF3SO3-), dalam kimia anorganik merupakan anion koordinasi lemah yang tidak memiliki sifat redoks berbahaya daripada perklorat dan lebih tahan terhadap hidrolisis daripada BF4-. Spektra vibrasi anion poliatomik, termasuk anion triflourometanasulfonat (triflat), telah digunakan untuk identifikasi mode koordinasi anion pada kompleks logam transisi, untuk 10 menyelidiki interaksi kation-anion dalam elektrolit dan untuk menentukan sejauh mana disosiasi asam yang sesuai (Jhonston dan Duward, 1993). 5. Senyawa Kompleks Senyawa kompleks merupakan senyawa yang tersusun dari suatu ion logam pusat dengan satu atau lebih ligan yang menyumbangkan pasangan elektron bebasnya kepada ion logam pusat. Donasi pasangan elektron ligan kepada ion logam pusat menghasilkan ikatan kovalen koordinasi sehingga senyawa kovalen juga disebut senyawa koordinasi (Cotton dan Wilkinson, 1989). Senyawa kompleks banyak ditemui bersifat paramagnetik yaitu tertarik oleh medan magnet, selain itu banyak pula yang bersifat diamagnetik yaitu tertolak oleh medan magnet. Sifat paramagnetik suatu senyawa disebabkan oleh adanya elektron tak-berpasangan (unpaired electron) dalam konfigurasi elektronik spesies yang bersangkutan (Sugiarto dan Retno, 2012). Sintesis senyawa kompleks dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai cara antara lain dengan pencampuran larutan pada berbagai perbandingan mol logam : mol ligan dalam berbagai pelarut tanpa pemanasan atau pencampuran larutan disertai pemanasan pada berbagai temperatur (Sariyanto, 2010). Senyawa kompleks telah banyak dipelajari dan diteliti melalui suatu tahapantahapan reaksi (mekanisme reaksi) dengan menggunakan ion-ion logam serta ligan yang berbeda-beda. Ligan memiliki kemampuan sebagai donor pasangan elektron sehingga dapat dibedakan atas ligan monodentat, bidentat, tridentat dan polidentat. Senyawa logam transisi deret pertama dalam bilangan oksidasi tinggi adalah 11 oksidator kuat dan oleh karena itu mudah direduksi (Saito, 1996). Reaksi Substitusi ligan kompleks dapat dituliskan sebagai berikut. LnMX + Y ο LnMY + X Kompleks Fe(III) dengan menggunakan ligan 1,10-fenantrolin dan anion NO3membentuk struktur senyawa [Fe(phen)3](NO3)3.H2O dan menghasilkan geometri oktahedral seperti pada Gambar 3(Odoko dan Okabe, 2004). Gambar 3. Struktur Senyawa [Fe(phen)3](NO3)3.H2O 6. Teori Ikatan Dalam Senyawa Kompleks Teori ikatan dalam senyawa kompleks ada 3 yaitu teori ikatan valensi, teori medan kristal, dan teori orbital molekular. a. Teori Ikatan Valensi Berdasarkan teori ini, pembentukan senyawa kompleks melibatkan reaksi antara asam Lewis (atom pusat) dengan basa-basa Lewis (ligan-ligan) melalui ikatan kovalen koordinasi (Effendy, 2007). Menurut Pauling, ikatan kovalen terjadi karena adanya tumpang tindih antara orbital kosong logam 12 dengan orbital ligan yang berupa molekul atau ion yang mempunyai pasangan elektron bebas (Day dan Selbin, 1985). Dalam ikatannya dengan ligan-ligan, atom pusat menggunakan orbital-orbital hibrida yang diperoleh dari proses hibridisasi, yaitu proses pembentukan orbital-orbital hibrida dengan tingkat energi yang sama melalui kombinasi linear orbital-orbital atom dengan tingkat energi yang berbeda (Effendy, 2007). Konfigurasi elektron besi adalah [Ar] 3d6 4s2, sedangkan konfigurasi elektron besi(III) adalah [Ar] 3d5. Model hibridisasi kompleks besi(III) dengan ligan CN- yang bersifat spin rendah ditunjukkan oleh Gambar 4. Fe3+ : [18Ar] ↑ ↑ ↑ 3d5 [Fe(CN)6]3- : [18Ar] ↑ ↑ ... 4s ... ... ... ... ... 4p ↑↓ ↑↓ ↑ ↑↓ ↑↓ ↑↓ ↑↓ ↑↓ ↑↓ 3d5 d2sp3 4d Gambar 4. Konfigurasi Elektronik Besi(III) dan Hibridisasi [Fe(CN)6]3- Hibridisasi dapat diperkirakan dari bentuk geometri molekul atau senyawa hasil eksperimen. Geometri hasil hibridisasi beberapa orbital lain ditunjukkan oleh Tabel 1 (Sharpe, 1992). Teori ikatan valensi ini dapat menjelaskan struktur dan kemagnetan banyak senyawa kompleks, namun memiliki kelemahan yaitu tidak dapat menerangkan warna kompleks yang dihasilkan dan momen magnet yang berbeda pada temperatur yang bervariasi (Lee, 1994). 13 Tabel 1. Orbita Hibridisasi beberapa Konfigurasi Geometri (Sharpe, 1992). Bilangan Koordinasi 2 3 4 5 6 Konfigurasi orbital -sp sp2 sp3 dsp2 sp3d d2sp2 2 d sp3, sp3d2 Bentuk geometri Linier Trigonal Tetrahedral Square planar Trigonal Bipiramida Square pyramid Oktahedral Ion kompleks [Ag(NH3)2]+ [HgI3]Ni(CO)4 [Ni(CN)4]2[CuCl5]3[Ni(CN)5]3[Co(NH3)6]3+ b. Teori Medan Kristal Menurut teori ini, interaksi antara logam atau atom pusat dan ligan dalam kompleks adalah murni elektrostatik. Logam transisi sebagai atom pusat diasumsikan sebagai ion positif yang dikelilingi oleh ligan yang bermuatan negatif atau molekul netral yang mempunyai pasangan elektron bebas (Lee, 1994). Interaksi ini menimbulkan medan kristal dan menyebabkan naiknya tingkat energi semua orbital yang dimiliki oleh atom pusat, serta menyebabkan pemecahan orbital-orbital d dari atom pusat, tetapi tidak menyebabkan pemecahan orbital-orbital p (Effendy, 2007). Teori ini digunakan untuk menggambarkan adanya split atau pemecahan pada energi orbital d atom logam. Selain itu teori ini juga menggambarkan tingkat energi elektronik yang menentukan spektrum ultraviolet dan visible (Miessler & Tarr, 1991). Orbital d ada lima macam yaitu dxy, dyz, dxz, ππ₯2 −π¦2 dan ππ§ 2 dengan susunannya dalam ruang pada Gambar 5 (Effendy, 2007). 14 Gambar 5. Lima Orbital d dan Susunannya dalam Ruang (Huheey dan Keither,1993). Orbital d (dxy, dyz, dxz, ππ₯2 −π¦2 dan ππ§ 2 ) logam bebasnya mempunyai tingkat energi yang sama (degenerat) Gambar 5, akan tetapi ketika terbentuk kompeks mengalami pembelahan karena adanya medan ligan (Lee, 1994). Dalam senyawa kompleks, pasangan elektron atom-atom donor ligan diarahkan kepada atom pusat untuk membentuk ikatan kovalen koordinasi. Dengan demikian, ligan memberikan medan ligan diseputar atom pusat sehingga menghasilkan interaksi tolakan dengan elekron-elektron dx terluar dari atom ini (Sugiyarto dan Retno, 2012). 1. Pemecahan Orbital d Kompleks Oktahedral Satu ion sebagai pusat oktahedral dikelilingi oleh enam ligan yang terletak pada sumbu x, y, dan z yang ditunjukkan pada Gambar 6. z y x Gambar 6. Posisi Ligan Oktaheral dalam Koordinat Cartesius dengan Atom Logam di Pusat Koordinat dalam Medan Kubus (Saito, 1996). 15 Orbital d akan mengalami kenaikan energi karena tolakan dari ligan. Orbital ππ₯2 −π¦ 2 dan ππ§ 2 yang berada pada sumbu oktahedral mengalami tolakan lebih besar daripada orbital dxy, dyz, dxz, yang berada diantara sumbu oktahedral. Hal ini mengakibatkan pemecahan (splitting) orbital d, dimana orbital ππ₯2 −π¦ 2 dan ππ§ 2 (orbital eg) mengalami kenaikan energi sedangkan orbital dxy, dyz, dxz, (orbital t2g) mengalami penurunan energi (Huheey et al., 1993). Perbedaan tingkat energi antara dua kelompok orbital tersebut dinyatakan 10 Dq atau Δo yang juga menunjukkan kekuatan medan kristal ditunjukkan pada Gambar 7. eg Δo +0,6 Δo tingkat energi rata-rata -0,4 Δo energi rata-rata ion logam dalam medan spherical t2g ion logam dalam medan oktahedral Gambar 7. Diagram Pemisahan Orbital d dalam Medan Oktahedral (Lee, 1994). Perbedaan energi antara orbital t2g dan eg adalah 10 Dq atau Δo. Orbital eg mempunyai energi +0,6 Δo diatas tingkat energi rata-rata, sedangkan orbital t2g mempunyai energi -0,4 Δo di bawah tingkat energi rata-rata (Lee, 1994).Total energi stabilisasi medan kristal adalah: CFSE (Oktaheral) = -0,4 nt2g + 0,6 neg 16 dimana nt2g dan neg adalah jumlah elektron yang menempati masing-masing orbital t2g dan eg (Satake et al., 2001). Pada kompleks Fe(III) pembelahan orbital d sangat bergantung pada kekuatan ligan yang terkoordinasi pada Fe(III). Apabila ligan yang digunakan adalah ligan lemah maka ligan akan menghasilkan pemecahan orbital d yang tidak terlalu besar. Jika keadaan ini terjadi, maka elektron-elektron berada dalam keadaan spin tinggi. Keadaan ini, menghasilkan peningkatan kestabilan total nol. Namun bila ligan yang digunakan adalah ligan kuat maka orbital d akan mengalami pembelahan yang cukup besar dan menyebabkan energinya mengalami peningkatan kestabilan total 20 Dq. Jika keadaan ini terjadi maka elektron-elektron berada dalam keadaan spin rendah (Sukardjo, 1992). 2. Pemecahan Orbital d Kompleks Tetrahedral Bila keempat ligan mendekati ion pusat secara tetrahedral, maka arah pendekatan ligan-ligan tersebut tidak searah, baik dengan kelompok orbital t2 maupun dengan orbital e. Arah pendekatan ligan menuju ion pusat lebih dekat kepada orbital t2 (dxy, dyz, dxz) dibanding dengan orbital e (ππ₯2 −π¦2 dan ππ§ 2 ). Medan listrik yang terjadi pada pembentukan kompleks tetrahedral menyebabkan pemecahan orbital pada ion pusat menjadi kelompok orbital t2 (dxy, dyz, dxz) dengan energi yang lebih tinggi dan kelompok orbital e dengan tingkat energi yang lebih rendah (Huheey et al., 1993). Seperti yang terlihat pada Gambar 17 8, pada kompleks tetrahedral indeks g hilang karena tidak memiliki pusat simetris. z y x Gambar 8. Posisi Ligan Tetrahedral dalam Koordinat Cartesius dengan Atom Logam di Pusat Koordinat dalam Medan Kubus (Saito, 1996). Orbital t2 memiliki energi +2/5 Δt dan orbital e memiliki energi 3/5 Δo dengan pemecahan ligan dinyatakan sebagai Δo. Karena jumlah ligannya hanya 4/6 = 2/3 dibandingkan jumlah ligan dalam kompleks oktahedral, dan tumpang tindih ligannya menjadi lebih kecil maka pemecahan ligan Δt sekitar separuh Δo (Saito, 1996). Pada umumnya elektron-elektron dengan konfigurasi elektronik dx mulanya akan mengisi orbital dengan energi terendah. Tetapi, dalam medan ligan, kelima orbital d yang tak terdegenerat ada dua kemungkinan penataan elektron. Pada medan ligan kuat elektron hanya akan berpasangan apabila rata-rata energi pemasangan elektron P (per unit 10Dq) lebih kecil dibandingkan dengan energi pemecahan medan ligannya (10Dq), sebaliknya pada medan ligan lemah elektron akan menempati kelima orbital secara tidak perpasangan dengan arah spin 18 paralel karena rata-rata energi pemasangan elektron P lebih besar daripada energi pemecahan medan ligannya. Medan ligan Δt selalu ditemui spin tinggi karena keempat ligan tidak ada yang mengarah langsung pada orbital d atom pusat (Sugiyarto dan Retno, 2012). c. Teori Orbital Molekular Teori orbital molekular didasarkan pada asumsi bahwa pada pembentukan senyawa kompleks terjadi interaksi kombinasi linear antara orbital-orbital dari atom pusat dengan orbital-orbital dari ligan membentuk orbital molekular. Interaksi antara atom pusat dengan ligan-ligan merupakan gabungan dari interaksi elektrostatis (ionik) dan interaksi kovalen (Effendy, 2007). Adanya senyawa kompleks stabil dimana atom logam dan ligannya tidak bermuatan memberikan bukti adanya sifat kovalen pada pembentukan kompleks. Sifat ikatan kovalen pada kompleks dapat dijelaskan dengan teori orbital molekular. Seperti halnya pembentukan orbital molekular pada molekul-molekul sederhana, pada kompleks juga terbentuk orbital molekular bonding dan orbital molekular anti bonding (Sharpe, 1991). Pada kompleks oktahedral yang digunakan untuk membentuk orbital molekular adalah enam orbital logam (sebagai s, px, py, pz, ππ₯2 −π¦2 dan ππ§ 2 ) dan enam orbital ligan (Sharpe, 1992). Orbital-orbital yang mempunyai energi sama atau hampir sama dapat mengadakan tumpang tindih membentuk orbital molekular bonding dan orbital molekular antibonding. Tiga orbital d logam t2g (dxy, dxz, dyz) merupakan orbital nonbonding, yang tidak terlibat dalam pembentukan ikatan. Ketiga orbital p membentuk orbital molekular bonding t1u 19 dan orbital molekular antibonding t1u*. Orbital ππ₯2 −π¦ 2 dan ππ§ 2 membentuk orbital molekular bonding e1g dan orbital molekular antibonding e1g*. Orbital s membentuk orbital molekular bonding a1g dan orbital molekular antibonding a1g* (Huheey et al., 1993). Pada kompleks tetrahedral orbital ππ₯2 −π¦ 2 dan ππ§ 2 merupakan orbital nonbonding yang tidak terlibat pada pembentukan ikatan. Empat orbital ligan yang simetrinya sama dengan orbital logam akan bertumpang tindih. Setiap tumpang tindih orbital dapat membentuk orbital molekular bonding dan orbital molekular nonbonding (Huheey et al., 1993). B. Karakterisasi Senyawa Kompleks Pada hasil sintesis senyawa kompleks penelitian ini dilakukan beberapa karakterisasi menggunakan instrumen Magnetic Susceptibility Balance(MSB), Spektrofotometer UV-Vis, Spektrofotometer FTIR, Spektroskopi Serapan Atom (SSA), Konduktometer, dan X-ray difraction (XRD). 1. Magnetic Susceptibility Balance (MSB) Sifat magnetik kompleks dibedakan menjadi dua yaitu sifat paramagnetik dan diamagnetik. Kompleks dengan medan ligan lemah menghasilkan pemisahan orbital d (Δ) yang tidak terlalu besar, sehingga setelah elektron memenuhi orbital d energi rendah elektron berikutnya akan mengisi orbital d energi tinggi, dan elektron cenderung tidak berpasangan. Keadaan ini dinamakan spin tinggi. Kompleks dengan medan ligan kuat menghasilkan 20 pemecahan orbital d yang cukup besar, sehingga elektron cenderung berpasangan. Keadaan ini dinamakan spin rendah yang menimbulkan sifat magnetik (Lee, 1994). Adanya elektron yang tidak berpasangan akan menyebabkan sifat paramagnetik pada senyawa kompleks. Spin elektron dari orbital d tersebut menimbulkan momen magnet permanen yang bergerak searah dengan medan magnet luar dan menghasilkan nilai kerentanan magnet (Jolly, 1991). Pada pengukuran dengan neraca kerentanan magnetik, diperoleh harga kerentanan magnetik per gram (Xg), hubungannya dengan kerentanan magnetik molar (XM) ditunjukkan oleh persamaan (1) (Szafran, Pie, dan Singh., 1991). Harga XM dikoreksi terhadap faktor diamagnetik (XL) dari ion logam dan ligan, sehingga diperoleh harga kerentanan magnetik terkoreksi (XA), yang ditunjukkan oleh persamaan (2). XM = Xg x Berat Molekul (dalam g mol-1)................................................(1) XA = XM - ΣXL .........................................................................................(2) Tabel 2. Faktor Koreksi Diamagnetik untuk Beberapa Kation, Anion, Atom Netral dan Molekul (10-6 cgs) (Huheey et al., 1993). No. Kation/anion/atom netral/molekul Faktor koreksi (10-6 cgs) 2+ 1. Ni -13,00 3+ 2. Fe -13,00 3. Cl-23,40 4. NO3 -18,90 5. C -6,00 6. H -2,93 7. N (dalam lingkar lima atau enam) -4,61 8. N (amida) -2,11 9. O (aldehid atau keton) -1,73 10. H2O -13,00 21 Hubungan antara μeff dengan kerentanan magnetik terkoreksi (XA) ditunjukkan oleh persamaan (3) (Szafran, Pie, dan Singh., 1991). μeff = 2,828 (XA x T)1/2 BM (Bohr Magneton) .....................................(3) Keterangan : μeff = momen magnet (BM) T = suhu (K) Momen magnet logam transisi merupakan paduan dari momen spin dan orbital, akan tetapi pada kebanyakan senyawa kompleks kontribusi orbital hampir dapat diabaikan sehingga momen magnet dapat dihitung berdasarkan momen magnet spin saja; rumus momen magnet yang ditimbulkan oleh spin (spin-only) ditunjukkan pada persamaan (4). μs = 2[s(s+1)]1/2 BM (Bohr Magneton) ................................................(4) Keterangan : μs = momen magnet yang ditimbulkan oleh spin elektron s = total spin elektron = ½ x jumlah elektron tidak berpasangan Hubungan nilai momen magnet suatu senyawa dengan banyaknya elektron yang tidak berpasangan dinyatakan dalam persamaan (5) (Jolly, 1991). μs = [n(n+2)]1/2 BM (Bohr Magneton) ………………..............……….(5) Keterangan : μs = momen magnetik yang ditimbulkan oleh spin elektron n = jumlah elektron yang tidak berpasangan Ion Fe3+ mempunyai konfigurasi elektron d5 sehingga bersifat paramagnetik. Harga momen magnet efektif kompleks besi(III) spin tinggi 22 dengan lima elektron yang tidak berpasangan adalah 5,92 BM sedang pada eksperimen berkisar pada 5,7 – 6,0 BM. Kompleks besi(III) spin rendah mempunyai momen magnetik sebesar 2,0 – 2,5 BM, angka ini lebih besar dibanding dengan hanya melibatkan spin elektron saja yaitu 1,73 BM (Huheey et al., 1993). 2. Spektrofotometer UV-Vis Spektrum elektronik ion logam transisi dan kompleks diamati pada daerah sinar tampak dan ultraviolet (UV-Vis). Spektrum akan timbul ada saat elektron berpromosi dari tingkat energi yang lebih rendah menuju tingkat energi di atasnya (Lee, 1994). Pada umumnya senyawa kompleks logam transisi memiliki warna yang khas. Hal ini menunjukkan adanya absorpsi di daerah sinar tampak, dimana elektron akan dieksitasi oleh cahaya tampak dari tingkat energi orbital molekular kompleks berisi elektron ke tingkat energi yang kosong/belum terisi penuh. Energi yang diserap senyawa kompleks adalah khas antara senyawa satu dengan senyawa lainnya mengikuti persamaan (6) : ΔE = hν = hc/λ ………………………………………………………..(6) Keterangan : ΔE = energi (Joule) h = tetapan Planck (6,626.10-34 Js) ν = bilangan gelombang (m-1) c = kecepatan cahaya (3.108 ms-1) λ = panjang gelombang maksimum (m) 23 Warna senyawa kompleks dapat dideteksi dengan mengukur panjang gelombang yang diserap oleh senyawa kompleks menggunakan spektrofotometer UV-Vis (Yenita, 2012). Puncak-puncak serapan pada spektrum disebabkan oleh adanya berbagai transisi elektronik yang terjadi, yaitu transisi d-d atau transisi medan ligan yang panjang gelombang absorpsinya bergantung sekali pada pembelahan medan ligan dan transfer muatan. Hal ini terjadi apabila satu dari dua orbital memiliki karakter utama logam dan orbital lain memiliki karakter ligan. Transisi transfer muatan diklasifikasikan atas transfer muatan logam ke ligan (metal (M) to ligand (L) charge-transfers (MLCT) dan Transfer Muatan dari Ligan ke Logam (LMCT) (Saito, 1996). Pada umumnya berbagai warna khas senyawa kompleks disebabkan oleh adanya transisi d-d yang mempunyai pita serapan di daerah tampak. Pada transisi d-d elektron tereksitasi dari suatu orbital d ke orbital d yang lain, misalnya dari orbital t2g ke orbital eg. Karena pemisahan energi d-d yang relatif kecil maka intensitas transisi ini relatif rendah (Yenita, 2012). 3. Spektrofotometer FTIR Spektroskopi inframerah merupakan salah satu parameter yang digunakan untuk membedakan konfigurasi maupun konformasi molekul organik dan juga molekul kompleks yang mengandung ligan senyawa organik (Foulds, 1978). Serapan yang terjadi di daerah 3500-200 cm-1 terutama disebabkan oleh vibrasi yang mungkin terjadi ligan koordinasi. Banyak informasi berharga tentang 24 struktur dan ikatan dari penafsiran spektrum inframerah yaitu vibrasi logamligan terjadi antara 400-200 cm-1. Dari spektrum inframerah akan diperoleh informasi tentang pergeseran frekuensi getaran yang diakibatkan oleh kompleksasi ligan, dan ada tidaknya pita-pita inframerah tertentu sering digunakan untuk mengetahui informasi struktural suatu senyawa (Day & Selbin, 1985). Spektrum inframerah senyawa kompleks sudah banyak dipelajari. Banyak peneliti menganalisis puncak-puncak tertentu pada spektrum inframerah yang diduga berasal dari ikatan koordinasi ion pusat dengan ligan. Beberapa referensi menyatakan bahwa puncak 400-200 cm-1 berasal dari ikatan koordinasi baik murni maupun tergabung dengan puncak ligan. Puncak serapan dari ikatan koordinasi ini mempunyai hubungan dengan kekuatan ikatan koordinasi sehingga diduga besar mempunyai hubungan dengan kestabilan termodinamika senyawa kompleks. 4. Spektroskopi Serapan Atom AAS (Atomic Absorption Spectroscopy) atau sepektroskopi serapan atom merupakan sebuah metode yang digunakan untuk megukur kadar atau unsurunsur logam dalam suatu larutan yang akan diuji. Metode ini mempunyai prinsip kerja dengan penyerapan energi sinar oleh atom-atom netral dalam keadaan gas. Sebenarnya prinsip kerja AAS secara garis besar hampir sama dengan spetrofotometer UV-VIS, hanya saja dibedakan atas cara pengerjaan, cuplikan, peralatan dan bentuk spektrum atom. Untuk analisis kualitatif, AAS 25 mengukur kadar total suatu logam dalam satu cuplikan, tidak tergantung bentuk molekul logam dalam cuplikan (Susila, Suyanta, dan Siti., 2009). Hasil perhitungan dari karakterisasi menggunakan AAS akan memberikan kadar total dari unsur logam atau semi logam dari sampel yang kita teliti dan tidak tergantung dari bentuk molekul logam tersebut dalam sampel jumlah radiasi yang diserap tergantung pada jumlah atom-atom bebas yang terlihat dan kemampuan atom itu untuk menyerap radiasi. Perhitugan dalam karakterisasi dengan AAS adalah berdasarkan hukum Lambert-Beer yaitu: A = ε.b.C ………………………………...…………………………. (7) Keterangan : 5. A = Absorbansi C = konsentrasi b = tebal kuvet ε = koefisien absorpsi molar Konduktometer Konduktometri digunakan untuk mengetahui kemampuan senyawa kompleks dalam menghantarkan listrik. Konduktivitas senyawa kompleks diukur dengan menggunakan konduktometer yaitu dengan cara menetapkan hambatan suatu kolom cairan. Pengukuran konduktivitas listrik berbentuk konduktivitas sel yang terdiri atas sepasang elektroda dimana luas permukaannya telah ditetapkan dengan teliti. Daya hantar listrik larutan elektrolit dapat dinyatakan sebagai daya hantar listrik molar dan didefinisikan sebagai daya hantar yang ditimbulkan oleh mol zat sesuai dengan persamaan (8) (Atkins, 1990): πΎ Ι m = 1000πΆ …………………………………………...………………. (8) 26 Keterangan : Ι m = daya hantar ekivalen (S.mol-1.cm2) K= daya hantar listrik spesifik terkoreksi (μS.cm-1) C = Konsentrasi elektrolit (mol.L-1) Daya hantar molar suatu larutan bergantung pada konsentrasi, jumlah ion dan muatan ion dari senyawa elektrolit. Jumlah muatan atau jumlah ion dari spesies yang terbentuk ketika larutan kompleks dilarutkan dapat diketahui dengan membandingkan daya hantar molar kompleks tersebut dengan senyawa ionik sederhana yang telah diketahui jumlah dan perbandingan muatan ionnya (Lee, 1994). Pengukuran konduktivitas listrik suatu larutan garam kompleks merupakan salah satu metode penting dalam mempelajari pasangan ion atau kumpulan ion. Pengukuran konduktivitas juga digunakan untuk memperkirakan energi bebas hidrasi beberapa larutan elektrolit dan mempelajari sifat alami interaksi antara zat yang terlarut dengan pelarut (ElHammany et al., 2010). 6. X-Ray Diffraction (XRD) X-ray diffraction (XRD) merupakan suatu teknik pengujian yang digunakan untuk menentukan struktur kristal, parameter kisi dan volume kisi. Bila seberkas sinar-X mengenai suatu bahan kristalin, berkas ini akan didifraksi oleh bidang atom dalam kristal tersebut. Berkas sudut difraksi (θ) tergantung pada panjang gelombang (λ) berkas sinar-X dan jarak (d) antar bidang (Smallman & Bishop, 2000). 27 Sudut antara berkas sinar yang didifraksikan dengan sinar ditransmisikan itu besarnya selalu 2θ ; 2θ inilah yang terukur oleh alat eksperimen difraksi sinar-X dan dikenal sebagai sudut difraksi. Pola difraksi sinar-X yang terjadi akan mengikuti hukum Bragg dengan persamaan (9) : 2d sinθ = nλ ……………………….………………………………….. (9) Difraksi akan terjadi apabila hukum Bragg tersebut terpenuhi. Difraktometer yang dijalankan pada suatu rentang sudut tertentu akan menghasilkan sederet puncak-puncak intensitas difraksi. Setiap puncak intensitas difraksi untuk setiap sudut difraksi, mewakili bidang-bidang kisi kristal yang mendifraksikan sinar-X (Subagja, 2011). Pada metode Le Bail, intensitas dari berbagai macam pemantulan sinar dihitung dengan menggunakan suatu model acuan struktur yang sesuai. Dalam metode Le Bail dilakukan pergeseran nilai-nilai parameter kisi sehingga dihasilkan kemiripan struktur yang maksimal antara hasil difraksi sinar-X yang dihasilkan dengan acuan yang digunakan (Rusli, 2011). C. Penelitian yang Relevan Penelitian sintesis kompleks besi(III) dalam ligan 1,10-fenantrolin dan berbagai anion telah banyak dilakukan sebelumnya. Penelitian tentang sintesis dan karakterisasi senyawa kompleks yang akan dilakukan memiliki kerelevann dengan penelitian sebelumnya. Odoko dan Okabe (2004) telah berhasil mensintesis senyawa kompleks [Fe(phen)3](NO3)3.3H2O. Senyawa kompleks ini kemudian dikarakterisasi 28 menggunakan XRD kristal tunggal sehingga dapat diketahui bahwa kompleks dengan logam pusat Fe(III) ini memiliki geometri oktahedral, dimana atom pusat Fe dikoordinasikan oleh enam N atom dari tiga ligan fenantrolin. Struktur kristal senyawa kompleks ini adalah monoklinik, C2/c dengan nilai a=10.769 (8)Å , b=24.58 (2)Å , c=13.274 (12) Å dan β = 103.00 (3) Ν¦ . Prasad Kulkani et al, (1988) juga telah berhasil mensintesis senyawa kompleks [Fe(phen)]Cl3.H2O yang juga dikarakterisasi menggunakan instrument XRD kristal tunggal sehingga dapat diketahui space group dari kompleks ini yaitu P1. Dengan nilai a=10.224 (4)Å , b=10.603 (3)Å , c=6.628 (2) Å, α= 10.070 (2) Ν¦ , β = 10.817 (2) Ν¦ , γ = 9.206 (2). D. Kerangka Berpikir Sintesis senyawa kompleks besi(III) dengan ligan khelat dan berbagai anion telah banyak dilakukan. Senyawa kompleks terbentuk jika terjadi ikatan kovalen koordinasi, ligan sebagai donor elektron dengan ion logam sebagai aseptor elektron. Pada penelitian ini ligan fenantrolin direaksikan dengan besi(III) dan anion potassium trifloromethanesulfonate agar terbentuk senyawa kompleks yang kemudian dikarakterisasi untuk mengetahui struktur dan berbagai sifatnya. Ligan 1,10-fenantrolin merupakan ligan bidentat dengan dua atom donor N yang terikat pada cincin aromatis. Atom donor tersebut memiliki pasangan elektron bebas. Melalui atom-atom donor tersebut, suatu ligan mengadakan ikatan kovalen koordinasi dengan atom pusat pada senyawa kompleks. Cicin aromatis yang dimiliki ligan dapat meningkatkan kestabilan senyawa kompleks yang dibentuk. 29 Kestabilan dapat tercapai karena cincin aromatis memiliki orbital-orbital ΠΏ yang mampu menerima elektron dari ion pusat. Identifikasi spektrum elektronik dapat dikaitkan dengan energi pembelahan d (10 Dq) yaitu terjadinya transisi elektronik dari keadaan dasar (ground state) ke keadaan tereksitasi (excited state). Identifikasi spektrum inframerah memberikan informasi adanya vibrasi antara atom pusat dengan ligan dan atom-atom dalam ligan. Identifikasi konduktivitas dapat memberikan informasi mengenai besarnya daya hantar listrik dan membuktikan bahwa senyawa tersebut bersifat ionik. Untuk mengetahui momen magnetik senyawa kompleks digunakan MSB (Magnetic Susceptibility Balance). Karakterisasi dengan AAS berfungsi untuk mengetahui kadar unsur-unsur senyawa kompleks yang selanjutnya digunakan dalam meramalkan formulasi senyawa kompleks hasil sintesis. Karakterisasi X-ray diffraction (XRD) dapat digunakan untuk menentukan struktur kristal, parameter kisi dan volume kisi senyawa kompleks Fe(III). 30 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah senyawa kompleks [Fe(phen)x](CF3SO3)y.nH2O. 2. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah formula senyawa kompleks, spektrum inframerah, daya hantar listrik, sifat magnetik, struktur kristal, dan spektrum elektronik. B. Alat dan Bahan Penelitian 1. Alat penelitian Alat-alat yang digunakan: a. Spektrofotometer FTIR Shimadzu Prestige 21 (400 – 4000 cm-1) b. Spektrofotometer UV-Vis Pharmaspec UV 1700 (200-800 nm) c. Spektrofotometer UV-Vis Shimadzu 2400 PC Series (300-1100 nm) d. Konduktometer HI 8733 e. Magnetic Susceptibility Balance 10169 f. X-ray diffraction spectrometer Rigaku Miniflex Benchtop 2θ (2-900) g. Spektrofotometer serapan atom Shimadzu AA-6650 h. Magnetic strirrer with hot plate i. Pipet ukur 31 j. Pipet tetes k. Kaca masir l. Desikator m. Labu Ukur 2. n. Neraca analitik o. Spatula p. Kaca arloji q. Erlenmeyer r. Gelas ukur s. Beaker glass t. Corong Bahan-Bahan Penelitian Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a. FeCl3.6H2O (p.a, Sigma Aldrich) b. 1,10-Fenantrolin (p.a, Merck) c. KCF3SO3 (p.a, Sigma Aldrich) d. Etanol e. Aquades f. KCl g. NH4Cl h. AlCl3 i. CaCl2 32 C. Prosedur Penelitian 1. Sintesis Senyawa Kompleks Fe(III) dengan Ligan Fenantrolin dan Anion Triflate Sebanyak 0,274 gram FeCl3.6H2O dilarutkan ke dalam 10 ml akuades dalam erlenmeyer, kemudian ditambahkan 1,10-fenantrolin sebanyak 0,541 gram yang telah dilarutkan dalam 10 ml etanol. Campuran tersebut kemudian diaduk hingga homogen selama 30 menit dengan ditutup menggunakan aluminium foil. Setelah homogen, ke dalam campuran tersebut ditambahkan KCF3SO3 berlebih sebanyak 1,129 gram yang telah dilarutkan dalam 10 ml akuades. Campuran tersebut lalu diuapkan serta diaduk dengan magnetic stirrer selama ± 3 jam hingga terbentuk endapan pada pengurangan volum larutan sekitar separuh dari volume semula. Larutan didiamkan selama 24 jam dengan ditutup aluminium foil, kemudian endapan disaring dengan corong buchner dan dicuci dengan akuades dingin. Selanjutnya endapan dikeringkan dalam desikator. Percobaan dilakukan dengan perulangan sebanyak 3 sampel dengan prosedur yang sama. Padatan kering hasil sintesis kemudian dikarakterisasi. 2. Karakterisasi Senyawa Kompleks a. AAS (Atomic Absorption Spectroscopy) Kadar logam besi(III) dalam senyawa kompleks diukur menggunakan instrumen AAS. Kadar besi(III) hasil pengukuran kemudian digunakan untuk menentukan formulasi dari senyawa kompleks. Penentuan formulasi senyawa kompleks dilakukan dengan cara membandingkan dengan kadar besi(III) secara 33 teoritis dari berbagai bentuk formulasi senyawa kompleks yang kemungkinan dapat terbentuk. b. Spektrofotometer FTIR Pengukuran spektrum inframerah dilakukan menggunakan instrumen Spektrofotometer FTIR. Sampel di scaning pada daerah panjang gelombang 3004000 cm-1 dengan Spektrofotometer FTIR Shimadzu Prestige 21. c. Konduktometer Pengukuran konduktivitas dilakukan dengan instrumen Konduktometer. Pengukuran daya hantar ekivalen dilakukan dengan menggunakan larutan standar KCl 1 M pada suhu 25 o C. Sebanyak 0,012 gram senyawa kompleks dilarutkan dalam 10 akuades dan diencerkan hingga konsentrasi 0,001 M, kemudian diukur daya hantar molarnya beserta larutan senyawa pembanding. Dari hasil pengukuran konduktivitas larutan kompleks dibandingkan dengan larutan pembanding yang telah diketahui jumlah ion dan muatan ionnya dapat diketahui jumlah perbandingan ion kompleks ketika dilarutkan dalam akuades. d. Magnetic Susceptibility Balance (MSB) Momen magnetik sampel diukur dengan menggunakan timbangan magnetik model Gouy atau Magnetic Susceptibility Balance Auto Sherwood Scientific 10169 (MSB). Sampel senyawa kompleks padat dimasukkan ke dalam tabung Guoy 15 mm, sehingga diperoleh harga kerentanan magnetik per gram (χ g). Harga (χg) 34 kemudian diubah menjadi kerentanan magnetik molar (χM) dan dikoreksi dengan factor diamagnetik (χL) sehingga didapatkan nilai kerentanan magnetic terkoreksi (χA). Nilai momen magnetik efektifnya dihitung melalui harga (χA). e. X-Ray Diffraction (XRD) 0,2 gram sampel ditempatkan dengan merata dan termanpatkan secara baik di tempat sampel kemudian diletakkan pada sampel holder dalam alat difraktometer sinar-X. Sampel disinari dengan sinar-X. Selama penyinaran sampel dirotasi dengan kecepatan 60 rpm. Data difraksi sinar-X sampel diambil pada rentang sudut difraksi 20- 90 0 dengan interval 0,04°/step dan waktu tiap step kira-kira 4 detik. Difraktogram yang diperoleh berupa grafik intensitas versus sudut difraksi (2θ). f. Spektrofotometer UV-Vis (Larutan) Perekaman spektrum elektronik larutan menggunakan instrumen Spektrofotometer UV-Vis Shimadzu 2400 PC Series pada panjang gelombang 3001100 nm. Serbuk kering senyawa kompleks sebanyak 0,012 gram dilarutkan dalam 10 ml etanol serta digunakan larutan pembanding dari prekusor FeCl3.6H2O sebanyak 0,027 gram dalam etanol 10 ml, dan kemudian direkam spektrum elektronik dari masing-masing larutan kompleks. g. Spektrofotometer UV-Vis (Padat) Perekaman spektrum elektronik padat menggunakan instrumen Spektrofotometer UV-Vis Pharmaspec UV 1700 pada panjang gelombang 200-800 35 nm. Pengukuran spektrum elektronik ini menggunakan metode lapis tipis menggunakan kaca persegi berukuran 2x2 cm. Serbuk senyawa kompleks kemudian direkatkan dengan pelarut etanol, dan direkam spektrum elektroniknya. D. Teknik Analisis Data Data hasil dari penelitian ini diolah secara deskripsi non statistik. Terbentuknya kompleks besi(III) dengan ligan fenantrolin dan anion CF3SO3¯ mampu ditandai jika terjadi perubahan warna dari zat yang terbentuk. Formulasi senyawa kompleks diperkirakan dari hasil analisis AAS yaitu kadar Fe dan hasil eksperimen yang kemudian dibandingkan dengan yang presentasenya mendekati perhitungan secara teoritis. Hasil pengukuran daya hantar listrik menunjukkan jumlah ion dari senyawa kompleks hasil sintesis. Sifat magnetik senyawa kompleks diketahui dengan mengukur nilai momen magnet dengan menggunakan instrumen MSB. Adanya gugus fungsi dalam senyawa kompleks akan teramati dari hasil spektrum FTIR, dan struktur senyawa kompleks yang terbentuk dapat ditentukan dari hasil pengukuran menggunakan XRD, dari difragtogram dengan metode Le Bail untuk program Rietica. 36 E. Diagram Alir Berikut adalah diagram alir cara sintesis dan karakterisasi senyawa kompleks [Fe(phen)3(CF3SO3)3.5H2O 0,274 g (1 mmol) 0,541 g (3 mmol) FeCl3.6H2O dalam 10 C12H8N2 dalam 10 mL mL akuades etanol 1,29 g (6 mmol) Diaduk hingga homogen tanpa pemanasan selama 30 menit KCF3SO3 dalam 10 mL akuades Diaduk disertai pemansasan selama 2,5 jam Didiamkan selama 18 jam Endapan senyawa kompleks Disaring Dicuci dengan akuades dingin Dikeringkan Dikarakterisasi AAS Spektrofotometer UV-Vis larutan Spektrofotometer UV-Vis padat Spektrofotometer FTIR MSB Konduktometer Gambar 9. Diagram Alir Cara Sintesis dan Karakterisasi Senyawa Kompleks 37 XRD BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Sintesis Senyawa Kompleks Besi(III) dengan Ligan 1,10-Fenantrolin dan Anion Trifluorometanasulfonat Pada penelitian ini senyawa kompleks yang digunakan adalah besi(III) triklorida heksahidrat yang berbentuk kristal berwarna orange yang mempunyai kelarutan yang tinggi dalam air, sehingga dalam air cenderung membentuk kation kompleks berkoordinasi enam yakni [Fe(H2O)6]3+. Ligan 1,10-fenantrolin merupakan senyawa organik berbentuk serbuk berwarna putih yang larut dalam pelarut organik. Etanol dipilih selain dapat melarutkan ligan 1,10-fenantrolin juga karena mudah bercampur dengan akuades yang digunakan sebagai pelarut prekusor FeCl3.6H2O. Anion trifloromethanesulfonate atau triflate (CF3SO3-) yang digunakan pada penelitian ini yaitu garam potassium triflate (KCF3SO3) berupa serbuk berwarna putih dan dapat larut dalam akuades sehingga digunakan akuades sebagai pelarutnya. Preparasi senyawa kompleks diawali dengan melarutkan besi(III) triklorida heksahidrat dengan pelarut akuades kemudian ditambahan ligan 1,10-fenantrolin yang telah dilarutkan dalam etanol, selanjutnya dilakukan pengadukan hingga homogen. Tahap pencampuran dilakukan pada suhu kamar. Pada penelitian ini menggunakan pelarut etanol yang memiliki sifat polar sebagai pelarut ligan. Ketika ke dalam ion kompleks [Fe(H2O)6]3+ ditambahkan ligan 1,10-fenantrolin yang telah dilarutkan dalam pelarut etanol maka akan terjadi pendesakan ligan H2O pada kompleks [Fe(H2O)6]3+ oleh ligan 1,10-fenantrolin sehingga terbentuk kation kompleks [Fe(phen)n]3+ berwarna coklat. Persamaan reaksi yang terjadi adalah: 38 [Fe(H2O)6]3+(aq) + 3 phen(aq) [Fe(phen)n]3+(aq) + H2O(l) Pendesakan ini terjadi dalam temperatur ruang dan berlangsung ditandai dengan reaksi eksoterm serta perubahan warna menjadi coklat kehitaman, yang dapat diamati pada Gambar 10. Pendesakan ini terjadi karena ligan 1,10-fenantrolin memungkinkan terjadi pembentukan kompleks kelat dengan atom pusat besi(III) sehingga kompleks lebih stabil. a b Gambar 10. Larutan FeCl3.6H2O a). Sebelum Penambahan Ligan 1,10 – Fenantrolin dan b). Sesudah Penambahan Ligan 1,10 –Fenantrolin. Tahap preparasi senyawa kompleks selanjutnya adalah dengan menambahkan anion dari serbuk potasium trifluorometanasulfonat (KCF3SO3) berwarna putih. Anion trifluorometanasulfonat (CF3SO3-) atau dikenal triflat mudah larut dalam pelarut akuades. Penambahan anion triflat berlebih ke dalam kation kompleks [Fe(phen)n]3+ akan terjadi perubahan pada larutan kompleks menjadi lebih pekat dan sedikit membentuk endapan kompleks berwarna coklat. Selanjutnya larutan diuapkan sekitar 2 jam untuk mengurangi jumlah pelarut dalam larutan kompleks, kemudian diamkan selama 18 jam supaya endapan kompleks 39 dapat terkumpul. Endapan kompleks kemudian disaring dengan corong buchner dan dicuci dengan akuades dingin beberapa kali untuk menghilangkan garam KCl yang kemungkinkan ikut terbentuk saat reaksi kompleks terjadi. Endapan kompleks yang telah dicuci selanjutnya dikeringkan dalam desikator pada suhu kamar untuk mengurangi kadar air dalam padatan. Endapan kompleks hasil sintesis yang telah kering dapat dilihat pada Gambar 11. Gambar 11. Padatan Kompleks [Fe(phen)x](CF3SO3)y. nH2O Sintesis senyawa kompleks dilakukan dengan perulangan sebanyak tiga kali. Hasil sintesis senyawa kompleks dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Data Preparasi Sampel [Fe(phen)x]3+ (CF3SO3-)y. nH2O. Sampel Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3 Berat Hasil 0,564 0,548 0,588 Randemen 54,075% 52,540% 56,375% Warna Coklat Coklat Coklat Bentuk Serbuk kasar Serbuk kasar Serbuk kasar Reaksi yang terjadi pada sintesis kompleks besi(III) dengan ligan 1,10fenantrolin dan anion trifluorometanasulfonat diperkirakan sebagai berikut: [Fe(phen)x]3+ (aq) + 3 CF3SO3- (aq) (berlebih) 40 Fe(phen)3](CF3SO3)3(s) B. Penentuan Formula Senyawa Kompleks 1. Pengukuran Kadar Besi Pengukuran kadar besi dalam kompleks [Fe(phen)x](CF3SO3)y.nH2O dilakukan dengan AAS (Atomic Absorption Spectroscopy). Penentuan formula senyawa kompleks dilakukan dengan membandingkan kadar besi secara teoritis terhadap kadar besi senyawa kompleks hasil sintesis pada sampel 2. Pengukuran kadar besi dalam sampel diperoleh sebesar 4,9131 %. Dari nilai kadar besi secara pengukuran dibandingkan kadar besi dari perhitungan teoritis yang mendekati maka dapat diketahui formula senyawa kompleks yakni [Fe(phen)3](CF3SO3)3.5H2O. Dengan demikian diperkirakan dalam struktur senyawa kompleks yang dihasilkan terdapat 3 ligan 1,10-fenantrolin terikat dengan atom pusat Fe seperti yang terlihat pada Tabel 4. Tabel 4. Penentuan Formula Senyawa Kompleks terhadap Kadar Teoritis. No. Formula 1. 2. [Fe(phen)3](CF3SO3)3 [Fe(phen)3](CF3SO3)3.2H2O Berat molekul Senyawa kompleks 1043,69 1079,73 3. [Fe(phen)3](CF3SO3)3.4H2O 1115,77 5,005 1133,79 1151,81 4,926 4,848 4. 5. . [Fe(phen)3](CF3SO3)3 5H2O [Fe(phen)3](CF3SO3)3.6H2O Kadar % Fe teoritis Kadar % Fe dalam sampel 5,351 5,172 4,913 2. Konduktivitas Daya hantar listrik larutan standar KCl 1M dan akuades diukur untuk standarisasi alat (konduktometer). Pengukuran daya hantar listrik senyawa kompleks Fe(III) dilakukan dengan melarutkan sebanyak 0,011 gram padatan kompleks dalam 10 mL aquades, sehingga terbentuk larutan kompleks Fe(III) 41 0,001 M. Larutan kompleks Fe(III) diukur dengan pengulangan sebanyak 3 kali. Selain itu diukur juga nilai konduktivitas larutan NH4Cl 0,1 M, CaCl2 0,1 M dan AlCl3 0,1 M yang telah diketahui jumlah dan muatan ionnya sebagai pembanding. Hasil pengukuran konduktivitas ditunjukkan dalam Tabel 5. Tabel 5. Daya Hantar Listrik Larutan Pembanding dan Larutan Sampel Kompleks dalam Akuades. Perbandingan Jumlah Daya hantar jumlah muatan ion per Senyawa kompleks ekivalen (Kation : 2 -1 -1 molekul (Ω Cm mol ) Anion) NH4Cl 65,20 2 1:1 CaCl2 122,14 3 2:1 AlCl3 195,51 4 3:1 FeCl3 3:1 177,7 4 . [Fe(phen)3](CF3SO3)3 5H2O 216,6 4 3:1 Tabel 5 menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah ion yang dihasilkan dari senyawa standar dalam larutan maka daya hantar ekivalennya semakin besar. Daya hantar ekivalen kompleks dalam akuades sebesar 216,6 Ω-1 Cm2 mol-1. Kemudian dengan membandingkan daya hantar ekivalen larutan senyawa kompleks dengan larutan senyawa standar dapat ditentukan jumlah ion dan jumlah muatan larutan senyawa kompleks hasil sintesis untuk tiap molekulnya. Nilai ini mendekati daya hantar ekivalen dari senyawa AlCl3 yang mempunyai jumlah ion 4. Dengan demikian senyawa kompleks [Fe(phen)3](CF3SO3)3.5H2O dalam pelarut air terion dengan perbandingan muatan kation dan anion adalah 3 : 1. Senyawa kompleks ini dalam pelarut air akan terion dengan persamaan reaksi sebagai berikut. [ Fe(phen)3](CF3SO3)3·5H2O (s) [Fe(phen)3]3+ (aq) + 3 CF3SO3- (aq) + 5H2O(l) Hal ini menunjukkan bahwa ketiga molekul CF3SO3- tidak terkoordinasi pada atom pusat Fe3+ akan tetapi bertindak sebagai anion, sedangkan ketiga molekul 42 1,10-fenantrolin terikat pada atom pusat Fe 3+ sebagai ligan. Bentuk geometri senyawa kompleks ini dimungkinkan oktahedral karena logam Fe 3+ dapat diperkirakan berikatan dengan 6 atom N dari 3 ligan 1,10-fenantrolin. Hasil penelitian terdahulu senyawa kompleks Fe(III) dengan berbagai ligan menunjukkan beberapa hasil yang berbeda-beda. Hasil penelitian dengan kompleks Fe(III)-pirazinamida menunjukkan hasil yang bersesuaian dengan senyawa kompleks [Fe(phen)3](CF3SO3)3·5H2O , yang memiliki nilai daya hantar listrik ekivalen sebesar 382,44 ± 4,13 S.cm2mol-1. Senyawa lain seperti KCl, Co(NO3)2.H2O, dan CrCl3.6H2O digunakan sebagai pembanding mempunyai harga daya hantar ekivalen masing-masing 100,83 ± 0,17 S.cm2mol-1 ; 138,23 ± 0,05 S.cm2mol-1 dan 259,73 ± 0,47 S.cm2mol-1. Hal tersebut mengindikasikan bahwa kompleks tersebut adalah kompleks ionik dengan perbandingan muatan kation:anion sebesar 3:1 (Rus Maysyaroh, 2009). Hasil yang berbeda ditunjukkan oleh senyawa kompleks [Fe(III)-(8hidroksikuinolin)3].2H2O yang memiliki harga daya hantar ekivalen sebesar 0 S.cm2mol-1. Hal tersebut mengindikasikan bahwa kompleks tersebut bersifat non elektrolit, yang berarti tidak ada anion bebas dalam kompleks dan ligan 8hidroksikuinolin terkoordinasi langsung pada atom pusat dalam bentuk anion (Sugiarto, 2006). 43 C. Karakterisasi Senyawa Kompleks 1. Sifat Magnetik Pengukuran momen magnetik menggunakan timbangan Gouy dilakukan pada ketiga sampel senyawa kompleks. Ketiga sampel kompleks yang diuji dianggap memiliki formula yang sama. Nilai momen magnetik efektif (μ eff) dapat ditunjukkan pada Tabel 6. Tabel 6. Hasil Pengukuran Nilai Momen Magnetik Efektif (μeff) Senyawa Kompleks pada suhu ruang. Senyawa Kompleks χg x 10-6 (cgs) μeff [Fe(phen)3](CF3SO3)3 Sampel 1 1,437 2,273 BM Sampel 2 1,311 2,203 BM Sampel 3 1,155 2,105 BM Berdasarkan data pada Tabel 6, didapatkan harga momen magnetik efektif senyawa kompleks [Fe(phen)3(CF3SO3)3.5H2O yaitu sebesar 2,1 – 2,3 BM. Hal tersebut menunjukkan bahwa senyawa kompleks [Fe(phen) 3(CF3SO3)3.5H2O bersifat paramagnetik dengan 1 elektron tidak berpasangan pada konfigurasi elektronik ion pusat. Adanya satu elektron tak berpasangan pada ion pusat kompleks ini karena hanya terdapat 5 elektron pada orbital 3d sehingga menghasilkan konfigurasi elektronik dengan satu elektron tidak berpasangan. Ion kompleks [Fe(phen)3]3+ ini dimungkinkan mengadopsi hibridisasi d2sp3 dengan bentuk geometri oktahedral. Menurut Sugiyarto (2012), harga momen magnetik efektif (μeff) Fe(III) dengan struktur oktahedral dengan keadaan spin rendah (low spin) umumnya berada pada daerah 1,8-2,5 BM. Harga momen magnetik efektif sebesar 2,1 – 2,3 BM ini lebih besar daripada harga momen magnetik teoritis untuk ion Fe 3+ dengan satu elektron tak berpasangan 44 pada kompleks oktahedral yaitu sebesar 1,73 BM. Kelebihan nilai momen magnetik efektif daripada momen magnetik teoritis ini disebabkan adanya kontribusi momen magnetik orbital parsial, karena konfigurasi elektronik dalam medan oktahedron dapat mengalami perubahan oleh karena putaran pada sumbu Cartes. Konfigurasi elektronik Fe3+ bergeometri oktahedral dengan keadaan spin rendah adalah t2g5, konfigurasi elektronik t2g5 ini mengalami perubahan menjadi (dxy)2(dxz)2(dyz)1 atau (dxy)2(dxz)1(dyz)2 atau (dxy)1(dxz)2(dyz)2. Perubahan konfigurasi inilah yang memberikan nilai kontribusi orbital pada momen magnetik efektif senyawa kompleks sehingga memungkinkan harga momen magnetik efektif tidak sesuai dengan harga μs (Sugiyarto, 2012). Hasil perhitungan momen magnetik efektif dari senyawa kompleks [Fe(phen)3(CF3SO3)3.5H2O ini bersesuaian dengan senyawa kompleks [Fe(III)-(8hidroksikuinolin)3].2H2O yang juga berstruktur geometri oktahedral. Kompleks ini menunjukkan harga momen magnetik efektif berada pada daerah 2,64-2,66 BM, ini menunjukkan bahwa kompleks Fe bersifat paramagnetik dengan satu elektron tidak berpasangan, yang berarti 8-hidroksikuinolin merupakan ligan kuat, sehingga kompleks ini bersifat low spin (Sugiarto, 2006). 2. Spektrum Elektronik Larutan Indikasi terbentuknya kompleks Fe(III) dengan ligan 1,10-fenantrolin ditandai oleh adanya perubahan spektrum elektronik [Fe(H2O)6]3+, dimana menurut Sugiyarto (2008), senyawa ionik [Fe(H2O)6]3+, sangat cepat terhidrolisis sehingga analisis spektrum elektroniknya sulit dilakukan atau tidak terbaca puncak puncak serapannya. Hal ini berbeda dengan kompleks [Fe(phen)3](CF3SO3)3.5H2O yang 45 menunjukkan adanya puncak-puncak serapan yang terlihat jelas seperti terlihat pada Gambar 12. Hal ini mengindikasikan telah terbentuknya kompleks [Fe(phen)3](CF3SO3)3.5H2O yang bersifat lebih stabil dengan pembentukan kompleks khelat oleh ligan 1,10-fenantrolin. Spektrum elektronik [Fe(phen)3](CF3SO3)3.5H2O ditunjukkan pada Gambar 12. Absorbansi Fe phen 0.8 0.7 Absorbasni 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0 15000 17000 19000 21000 23000 25000 27000 29000 Bilangan gelombang Gambar 12. Spektrum Elektronik UV-Vis Larutan Kompleks [Fe(phen)3](CF3SO3)3.5H2O Besarnya panjang gelombang maksimum (λmax), absorbansi (A) dan besarnya harga koefisien ekstingsi (ε) untuk kompleks ditunjukkan pada Tabel 7. Tabel 7. Harga Koefisien Ekstingsi (ε) Kompleks [Fe(phen)3](CF3SO3)3.5H2O No. Formula Kompleks λmax (nm) [Fe(phen)3](CF3SO3)3.5H2O 512,5 465,5 350,5 1. A -υ (cm-1) 0,482 19512,2 0,442 21482,2 0,597 28530,6 -ε (Lmol1 cm-1) 48,2 44,2 59,7 Salah satu karakteristik spektrum kompleks oktahedral ditandai oleh harga koefisien ekstingsi (ε) yang rendah, berkisar antara 1–100 Lmol-1cm-1 (Huheey, 46 1993). Harga koefisien ekstingsi senyawa kompleks [Fe(phen) 3](CF3SO3)3.5H2O berkisar antara 48,2 – 59,7 Lmol-1cm-1, sehingga senyawa kompleks ini juga diperkirakan bergeometri oktahedral. 3. Spektrum Elektronik Padatan Penentuan spektrum elektronik senyawa kompleks dapat dilakukan dengan metode lapis tipis dengan pengukuran sampel berbentuk padatan. Pengukuran menggunakan spektrum elektronik larutan dan spektrum elektronik padatan digunakan untuk membandingkan adanya puncak serapan yang sama. Perbandingan analisis spektrum elektronik larutan dengan spektrum elektronik padatan menunjukkan perbedaan yang kecil. Spektrum elektronik kompleks [Fe(phen)3](CF3SO3)3.5H2O dengan metode lapis tipis ditunjukkan pada Gambar 13. 2.5 Absorbansi 2 1.5 1 0.5 0 12000 15000 18000 21000 24000 27000 30000 33000 36000 Bilangan Gelombang (cm-1) Gambar 13. Spektrum Elektronik UV-Vis Padatan Kompleks [Fe(phen)3](CF3SO3)3.5H2O Puncak - puncak serapan kompleks [Fe(phen)3](CF3SO3)3.5H2O beserta panjang gelombang munculnya puncak serapan tersebut ditunjukkan oleh Tabel 8. 47 Tabel 8. Puncak Serapan Kompleks [Fe(phen)3](CF3SO3)3.5H2O dengan Metode Padatan No. Formula Kompleks λmax (nm) 526 (19011,4 cm-1) 1. [Fe(phen)3](CF3SO3)3.5H2O 396 (25252,5 cm-1) 333 (30030,03 cm-1) Pada spektra elektronik kompleks [Fe(phen)3](CF3SO3)3.5H2O muncul tiga puncak serapan kuat, yaitu pada 333(υ1) nm, 396(υ2) nm, dan 526(υ3) nm. Spektrum elektronik hampir sama juga ditunjukkan oleh kompleks [Fe(L)Cl(H2O)] [L=(Diacetyloxime [Fe(L)Cl(H2O)] dan 1,2-diaminopropane)] [L=(Diacetyloxime dan (Salam, 2009). Kompleks 1,2-diaminopropane)] yang memperlihatkan puncak serapan pada daerah 290 nm, 410 nm, dan 570 nm. Serapan pada υ1 (526 nm = 19011,4 cm-1) merupakan transisi elektronik d-d, 2T2 → 2T1, 2 A2. Serapan pada υ2 (396 nm = 25252,5 cm-1) merupakan transisi elektronik d-d, 2 T2 → 2E. Sedangkan pada serapan υ3 (333 nm = 300303,03 cm-1) memungkinkan adanya charge transfer metal → ligan. 4. Spektrum Inframerah Analisis spektrum inframerah merupakan analisis untuk mengetahui gugus khas tertentu yang terdapat dalam senyawa kompleks, baik yang terkoordinasi secara langsung dengan ion pusat maupun yang tidak terkoordinasi dengan ion pusat. Karakterisasi spektrum inframerah dilakukan menggunakan spektrofotometer FTIR pada daerah serapan 400-4000 cm-1. Pengukuran spektrum inframerah senyawa kompleks [Fe(phen)3](CF3SO3)3.5H2O ditunjukkan oleh Gambar 14. 48 Gambar 14.Spektrum Inframerah Senyawa Kompleks [Fe(phen)3](CF3SO3)3.5H2O Pada spektrum Gambar 14. terdapat serapan melebar pada daerah 3510,45 cm-1 yang menunjukkan adanya vibrasi dari gugus O-H (broad) pada H2O, serapan ini sesuai dengan teori yaitu sekitar 3500 cm-1 (Pavia, Lampman, dan Goerge, 2001). Serapan tajam pada daerah 3062,96 cm-1 terjadi oleh adanya ikatan C-H cincin aromatik ligan 1,10-fenantrolin. Hal ini bersesuaian dengan adanya rentang serapan C-H cincin aromatik dari ligan fenantrolin yang muncul pada 3036,97 cm1 (Yusthinus T. Male.dkk, 2013). Serapan lemah pada daerah 2368,59 cm-1 mengindikasikan adanya ikatan C=N dari cincin 1,10-fenantrolin. Adanya ikatan C=C cincin aromatis pada kompleks [Fe(phen)3](CF3SO3)3 ditunjukkan dengan munculnya serapan di daerah 1519,91 dan 1427,32 cm-1. Hal ini mirip dengan rentang serapan C=C aromatik pada 14751600 cm-1 dengan intensitas lemah, serapan vibrasi ikatan C=N pada 2240-2260 49 cm-1 dan serpan ikatan C-H strecthing aromatik pada 3150-3050 cm-1 (Sastrohamidjojo, 2001). Adanya puncak serapan di daerah 1157,29 cm-1 menunjukkan adanya ikatan S=O dari anion CF3SO3- menurut (Pavia, Lampman , dan Goerge, 2001) dalam bukunya yang berjudul Introduction to Spectroscopy. Puncak tajam di daerah 1033,85 cm-1 menunjukkan adanya serapan ikatan C-F dari anion CF3SO3- (Pavia, Lampman , dan Goerge., 2001) ikatan tersebut sangat kuat pada daerah 1400-1000 cm-1. Adanya serapan tajam pada 725,23 cm-1 menunjukkan vibrasi S-O yang memiliki rentang 1000-750 cm-1 (Pavia, Lampman , dan Goerge., 2001). Serapan-serapan khas vibrasi ligan fenantrolin maupun anion triflat dari senyawa kompleks ditunjukkan pada Tabel 9. Tabel 9. Data Serapan FTIR [Fe(phen)3](CF3SO3)3·5H2O Gugus Fungsi O-Hstreching C-H aromatik C=C aromatik S=O S-O C-F 5. Frekuensi (cm-1) teori 3500 3150-3050 1475-1600 1029 1000-750 1153 Frekuensi (cm-1) percobaan 3510,45 3062,96 1427 dan 1624 1157,29 725,23 1033,85 Intensitas Melebar Sedang Lemah Tajam Tajam Tajam Analisis Difraktogram Senyawa Kompleks Pada penelitian ini, senyawa hasil sintesis juga dikarakterisasi dengan difraksi sinar-X. Berdasarkan data XRD, diperoleh difraktogram sampel yang diukur pada sudut 2 theta pada 5 - 90º. Padatan senyawa kompleks [Fe(phen)3](CF3SO3)3.5H2O hasil sintesis dianalisis XRD untuk mengetahui struktur kristal. Analisis pola difraksi dari difraktogram senyawa kompleks dengan menggunakan metode Le Bail 50 pada program Rietica. Difraktogram XRD dari kompleks [Fe(phen)3](CF3SO3)3.5H2O ditunjukkan pada Gambar 15. Gambar 15. Difraktogram Senyawa Kompleks [Fe(phen)3](CF3SO3)3.5H2O Data yang diperoleh dari pengukuran menggunakan XRD kemudian diolah dengan program Rietica. Penentuan struktur kristal senyawa kompleks [Fe(phen)3](CF3SO3)3.5H2O dilakukan dengan membandingkan parameter sifatsifat kristal dari senyawa kompleks yang memiliki kemiripan formula. Parameter yang digunakan yaitu senyawa [Fe(phen)3](NO3)3.H2O yang dapat dilihat pada Tabel 10. 51 Tabel 10. Data Analisis Kompleks [Fe(phen)3(CF3SO3)3.5H2O terhadap Kompleks [Fe(phen)3(NO3)3.H2O Parameter Senyawa Kompleks Sistem Kristal Space Grup a (Å) b (Å) c (Å) α(Ν¦) β(Ν¦) γ(Ν¦) V (Å3) Rp Rwp Gof [Fe(phen)3(CF3SO3)3.5H2O [Fe(phen)3(NO3)3 .H2O Monoklinik β (%) Monoklinik - C2/c 10,781 24,53 13,286 90 103,15 90 3422 5,37 11,05 2,24 C2/c 10,769 24,58 13,274 90 103,00 90 3423 - 0,11 0,21 0,09 0,14 0,02 - Data kristalografi sampel senyawa kompleks [Fe(phen)3](CF3SO3)3.5H2O pada Tabel 11, hampir sama atau sebanding dengan data kristalografi dari senyawa kompleks [Fe(phen)3](NO3)3.H2O yang memiliki sistem kristal dan space grup yang sama dengan sedikit berbeda pada nilai a, b, c dan β (0,0-0,21). Hasil refinement dengan metode Le Bail terhadap data difraksi sinar-X untuk [Fe(phen)3](CF3SO3)3 pada rentang 2 theta pada 10 - 80º dalam sistem kristal monoklinik menunjukkan kecocokan antara data hasil pengamatan difraksi sinar X (tanda + hitam) dan kalkulasi (garis merah), garis vertikal warna biru adalah posisi Bragg yang diharapkan, serta garis hijau mendatar merupakan perbedaan keduanya. Sebagaimana ditunjukkan Gambar 14 dan Tabel 10, hasil refinement diperoleh nilai Rp dan Rwp yang berada pada rentang yang dapat diterima untuk suatu proses refinement. Hal ini mengindikasikan terdapat kesesuian antara struktur kompleks hasil sintesis [Fe(phen)3](CF3SO3)3.5H2O 52 dengan struktur parameter [Fe(phen)3](NO3)3.H2O. Hasil analisis senyawa kompleks dengan program rietica ditunjukkan pada Gambar 16. Gambar 16. Difraktogram Hasil Analisis Senyawa Kompleks [Fe(phen)3](CF3SO3)3.5H2O dengan Program Rietica. Keterangan : β = Hasil pengamatan difraksi sinar-X — = Hasil kalkulasi data — = Posisi bragg — = Garis perbedaan D. Perkiraan Struktur Kompleks Data hasil AAS menunjukkan adanya kemungkinan formula kompleks Fe(III)1,10-fenantrolin adalah [Fe(phen)3(CF3SO3)3.5H2O. Kemungkinan formula kompleks ini juga didukung dari hasil pengukuran daya hantar listrik diketahui bahwa kedua ion CF3SO3- tidak terkoordinasi dengan ion pusat Fe3+ dan hanya bertindak sebagai anion, sedangkan ketiga molekul 1,10-fenantrolin bertindak sebagai ligan dan berikatan langsung dengan atom pusat dan membentuk geometri oktahedral. Berdasarkan fakta tersebut, formulasi kompleks yang terbentuk adalah 53 [Fe(phen)3(CF3SO3)3.5H2O. Bentuk geometri oktahderal dari senyawa kompleks ini juga diindikasikan dari harga momen magnet senyawa kompleks [Fe(phen)3(CF3SO3)3.5H2O yaitu sebesar 2,1 – 2,2 BM, sehingga dapat diprediksikan struktur senyawa kompleks yang didapatkan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 17. N N Fe N N N (CF3SO3)3.5H2O N Gambar 17. Struktur Senyawa Kompleks [Fe(phen)3(CF3SO3)3.5H2O 54 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Bedasarkan penelitian yang telah dilakukan dan uraian pembahasan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut . 1. Metode sintesis senyawa kompleks Fe(III) dengan ligan 1,10-fenantrolin dan anion CF3SO3- adalah metode pendesakan langsung. 2. Formula senyawa kompleks yang terbentuk adalah [Fe(phen)3](CF3SO3)3 . 5H2O. 3. Senyawa kompleks [Fe(phen)3](CF3SO3)3.5H2O bersifat paramagnetik dengan nilai momen magnetik sebesar 2,1 – 2,3 BM. Hasil spektrum elektronik menunjukkan adanya tiga serapan menunjukkan koefisien ekstingsi molar kompleks ini adalah 48,8 – 59,7 Lmol-1cm-1 hal ini menunjukkan geometri oktahedral. Spektrum elektronik terdapat tiga serapan dengan transisi elektronik 2T2 → 2T1, 2A2; 2T2 → 2E; dan charge transfer metal → ligan. Spektrum FTIR pada serapan kompleks menunjukkan berbagai vibrasi yang khas untuk ligan fenantrolin maupun anion triflat. Struktur kristal senyawa kompleks menunjukkan sistem kristal Monoklinik, space group C2/c dengan parameter a = 10,781 Å, b = 24,53 Å, c = 13,286 Å, Z = 4, β = 103,130, V = 3422 Å, Rp = 5,37 dan Rwp = 11,05. 55 B. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai senyawa kompleks [Fe(phen)3](CF3SO3)3.5H2O dengan teknik single kristal untuk memperkirakan panjang ikatan dan besar sudut ikatan antar atom yang menyusun senyawa kompleks. 56 DAFTAR PUSTAKA Adibi, H., Samimi, H.A., Iranpoor, N. (2008). Iron(III)trifluoroacetate: hemoselective and Recyclabe Lewis Acid Catalyst for Diacetylation of Aldehydes, Thioacetalization and Transthioacetalization of Carbonyl Compounds and Aerobic Coupling of Thiols. Chinese Journal of Chemistry, Vol. 26, hal. 20862092. Atkins, P. W. (1990). Kimia Fisika Jilid 2 Edisi Keempat. Penerjemah: Irma I. Kartohadiprodjo. Jakarta: Erlangga. Basolo, F. dan Johnson, R. C. (1986). Coordination Chemistry. Journal of Chemistry Education, Vol. 64, Issue. 8: Page. A191 Budiasih, K. S., Projosantosa A.K. dan Septiyantinur. (2011). Besi(II) dan Besi(III) Askorbat : Sintesis dan Prospek Biofungsi sebagai Suplemen anti Anemia. Prosiding Seminar Nasional Kimia, Fakultas MIPA Universitas Negeri Yogyakarta Chang, Raymond. (2005). Kimia Dasar : Konsep-konsep Inti Jilid I. Jakarta: Erlangga. Considine, D.M., P.E dan Considine, G.D. (1994). Van Reinhold Encyclopedia of Chemistry, 4th Edition. New York: Van Nostrand Reinhold Company. Cotton, F. A., and G. Wilkinson Cotton, F. A. (1989). Kimia Anorganik Dasar. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Day, C.M dan Selbin.J. (1969). Theoretical Inorganic Chemistry 2nd Edition. New York: Van Nostrand Reinhod. Day, M. C dan Selbin, J.(1985). Theoritical Inorganic Chemistry 2nd Edition. New Delhi: East-West Press. El-Hammany N. H. , El-Kholy, M. M. Kawana, A. I. Ibrahim and Ghada A. (2010). Conductance and Ion Association Studies of Unsymmetrical Electrolytes of Complexes Bromoammine Cobalt(III) Halides and Perchlorate in Water at Different Temperatures. Journal Chem Pharm Res. (4). Hlm. 11121134. Effendy. (2007). Kimia Koordinasi. Jawa Timur: Bayumedia Publishing. 57 Fessenden, R. J.. and J. S. Fessenden. (1997). Kimia Organik Edisi Ketiga. Penerjemah: A. H. Pudjaatmaka. Jakarta: Erlangga. Gates, B.C. (1992). Catalytic Chemistry.New York: John Wiley& Sons. ree Greenwood, N.N dan Earnshow, A. (1984). Chemistry of the Element. New York: Pergamon-press Housecroft, Catherine E and Alan G. Sharpe. (2005). Inorganic Chemistry. 2nd. ed. Essex: Pearson Prentice Hall Huheey, James E., Ellen A., Keiter and Richard L., Keiter. (1993). Inorganic Chemistry. New York: Fifth edition Harper Collins Collage Publisher. Jolly W. L.(1991). Modern Inorganic Chemistry Fourth edition. New York: McGraw Hill Inc. Johnston, D. H dan Duward F. (1993). Shriver Vibration Study of Trifluoromethanesulfonate Anion: Unambiguous Assignment of the Asymmtric Stretching Modes, Inorg. Chem. 32:1045-1047 Jufri Hasminisari. (2014). Sintesis dan Karakterisasi Senyawa Kompleks Fe(III), Co(III), Ni(II), dan Pb(II) dengan Heptilditiokarbamat serta Potensinya sebagai Anti Tuberkulosis. Skripsi. Makassar: Unhas Kulkarni, Prasad, Subhash P., and Ekkehard S. (1997). The first characterizes Fe(phen)Cl3 complex : structure of aquo mono(1,10-phenanthroline)iron(III) trichloride :[Fe(phen)Cl3(H2O)]. Journal Polyhedron Vol. 17 No. 16, pp/ 26232626, 1998 Lee, J.D. ( 1994). Concise Inorganic Chemistry. Fourth edition. L o n d o n : Chapman and Hall Male, Yusthinus T., Tehubijuluw, Helna., & Pelata, Paulina M. (2013). Synthesis of Binuclear Complex Compound of {[Fe(L)(NCS)2]2oks} (L= 1,10-phenantrolin and 2,2’-bipyridine). Journal of Ind. J. Chem.(1). Hlm. 15.22. Marguerite P., Bruno Donnadieu dan Bernard Meunier. (1998). Preparation of the New Bis(phenanthroline) Ligand “Clip-Phen” and Evaluation of theNuclease Activity of the Corresponding Copper Complex. Inorg. Chemistry.14(37):3486-3489. Miessler, G. L., Tarr, D. A.(1991). Inorganic Chemistry. New Jersey: Prentice Hall. 58 Nikolai V., Peter B., Andryi K., Helge W dan Peter S. (2012). A Convenient Synthesis of Triflate Anion Ionic Liquids and Their Properties. Jurnal Molecules. 17:53195338. Odoko, Mamiko & Okabe, Nobuo. (2004). Tris(1,10-phenanhroline-k2N,N’)iron(III) trinitrate monohydrate. Acta Crystallographica Section E. E60. m1822:m1824. Patnaik, P., Ph.D. (2003). Hand Book of Inorganic Chemicals. New York: Mc GrawHill Companies. Pavia, L., Lampman G dan Goerge S. K. (2001). Introduction to Spectroscopy: a Guide for Students or Organic Chemistry. Philadhelphia: Harcourt College. Rus Maysyaroh. (2009). Sintesis dan Karakterisasi Kompleks Besi(III) dan Nikel(II) dengan Pirazinamida. Skripsi. Jurusan Kimia. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sebelas Maret. Rusli, Rolan. (2011). Petunjuk Refinement Analisis Pola Difraksi Sinar-X Serbuk Menggunakan Metode Le Bail Pada Program Rietrica. Bandung: Rolan Rusli. Saito, Taro.(1996). Buku Teks Anorganik Online. Tokyo: Permission of Ismunandar Shoten. Sariyanto, Lanjar. (2010). Sintesis dan Karakterisasi Kompleks Kromium(III) dengan Benzokain. Skripsi. Surakarta: Univesitas Sebelas Maret. Sastrohamidjojo, H. (1992). Spektroskopi Inframerah. Yogyakarta: Liberty. Sastrohamidjojo. (2001). Spektroskopi. Yogyakarta: Liberty. Satake, M., Y. Mido, M.S. Sethi dan S.A. Iqbal. (2001). Coordination Chemistry. India: Discovery Publising House. Setyawati, H. dan Irmina. (2010). Sintesis Dan Karakterisasi Senyawa Kompleks Besi(III)-EDTA. Prosiding, Seminar Nasional Sains 2010: Optimalisasi Sains Untuk Memberdayakan Manusia Sharpe A.G. (1992). Inorganic Chemistry. 3th edition., New York: John Willey and Sons Inc 59 Smallman, R. E. and R. J. Bishop. (2000). Metalurgi Fisik Modern dan Rekayasa. Jakarta: Erlangga. Sugiarto. (2006). Sintesis dan Karakterisasi Kompleks Di(8-Hidroksikuinolin) Tembaga (II) Trihidrat dan Tri(8-Hidroksikuinolin) Besi(III) Dihidrat. Skripsi. Surakarta: Universitas Sebelas Maret Sugiyarto, Kristian H dan Retno D. Suyanti. (2008). Kimia Anorganik II Dasar-Dasar Kimia Anorganik Logam. Yogyakarta: UNY. Sugiyarto, Kristian H dan Retno D. Suyanti. (2012). Dasar-dasar Kimia Anorganik Transisi. Yogyakarta: Graha Ilmu. Sukardjo. (1992). Kimia Koordinasi. Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta. Susila, Kristianingrum, Suyanta, Siti, Sulastri.(2009). Kimia Analisi Instrumental. Yogyakarta: Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA UNY. Szarfran, Z., Pie, R. and Singh, M. (1991). Microscale Inorganic Chemistry. Canada: John Willey and Sons Inc. Torres, M, Egidio, Marta dan Miguel. (1979). Fe(III)-EDTA complex as iron fortification Further Studies. The American Journal of Clinical Nutrition. 32:809-816. Ueno, K., Imamura, T. dan Cheng, K.L. (1992). Hand Book of Organic Analytical Reagents, 2nd edition. Tokyo: CRC Press. Yenita. (2012). Aplikasi Kompleks Besi(II)-1,2,4-Triazol untuk Senyawa Sensor Suhu pada Display Fenomena Spin Crossover. Tesis. Universitas Indonesia. 60 LAMPIRAN 1 Skema Prosedur Kerja A. Diagram Alir 0,274 g (1 mmol) 0,541 g (3 mmol) FeCl3.6H2O dalam 10 C12H8N2 dalam 10 mL mL akuades etanol 1,29 g (6 mmol) KCF3SO3 dalam 10 mL Diaduk hingga homogen tanpa pemanasan selama 30 menit akuades Diaduk disertai pemansasan selama 2,5 jam Didiamkan selama 18 jam Endapan senyawa kompleks Disaring Dicuci dengan akuades dingin Dikeringkan Dikarakterisasi AAS Spektrofotometer UV-Vis larutan Spektrofotometer UV-Vis padat Spektrofotometer FTIR 61 MSB Konduktometer XRD LAMPIRAN 2 Reaksi Dan Perhitungan Senyawa Kompleks A. Sintesis Senyawa Kompleks Besi(III) dalam medan ligan 1,10-fenantrolin dan Anion Triflorometansulfonate Reaksi : FeCl3.6H2O + 3 Phen + 3KCF3SO3 [Fe(phen)3](CF3SO3)3(s) + 3K+ (aq)+ 3Cl- (aq)+ 6H2O(l) Perhitungan bahan dan target hasil sintesis: Sampel 1 1. Target hasil [Fe(phen)3](CF3SO3)3= 1 mmol gr = n x Mr [Fe(phen)3](CF3SO3)3 = 0,001 mol x 104369 g/mol = 1,04369gram 2. Bahan FeCl3.6H2O, n = 1 mmol gr = n x Mr FeCl3.6H2O = 0,001 mol x 270,3 g/mol = 0,2703 gram 3. Bahan Phen, n = 3 mmol gr = n x Mr Phen = 0,003 mol x 156,18 g/mol = 1,405 gram 4. Bahan KCF3SO3, n = 3 mmol gr = n x Mr KCF3SO3 62 = 0,003 mol x 188,17 g/mol = 1,129 gram Penggunaan bahan KCF3SO3 pada penelitian ini dibuat berlebih yaitu sebanyak 1,129 gram. 63 LAMPIRAN 3 Perhitungan Randemen Hasil Sintesis Senyawa Kompleks [Fe(phen)3](CF3SO3)3 Tabel 11. Rendemen Hasil Sintesis Senyawa Kompleks [Fe(phen)3](CF3SO3)3 Berat Hasil (gram) 0,564 0,548 0,588 Senyawa Kompleks [Fe(phen)3](CF3SO3)3 Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3 Perhitungan Rendemen : Rendemen(%)= πππ π π πππππππππ πππ π π ππππππ‘ππ x 100% Senyawa Kompleks [Fe(phen)3](CF3SO3)3 a. Sampel 1 Rendemen (%) = 0,564 g 1,04369 π x 100 % = 54,075% b. Sampel 2 Rendemen (%) = 0,548 g x 100 % = 52,540% 1,04369 π c. Sampel 3 Rendemen (%) = 0,588 g 1,04369 π x 100 % = 56,375% 64 Rendemen 54,075% 52,540% 56,375% LAMPIRAN 4 Hasil Pengukuran Konduktivitas Senyawa Kompleks Tabel 12. Pengukuran Konduktivitas Senyawa Kompleks [Fe(phen)3](CF3SO3)3 Daya Hantar (L) Senyawa 30,9 μs 30,1 μs 30,7 μs 94,0 ms 94,5 ms 94,6 ms 5,11 ms 5,19 ms 5,17 ms 11,9 ms 11,3 ms 10,9 ms 19,7 ms 19,3 ms 19,5 ms 224 μs 220 μs 223 μs Pengukuran 1 Pengukuran 2 Pengukuran 3 Pengukuran 1 Pengukuran 2 Pengukuran 3 Pengukuran 1 Pengukuran 2 Pengukuran 3 Pengukuran 1 Pengukuran 2 Pengukuran 3 Pengukuran 1 Pengukuran 2 Pengukuran 3 Pengukuran 1 Pengukuran 2 Pengukuran 3 Akuades KCl 1M NH4Cl 0,01 M CaCl2 0,1 M AlCl3 0,1 M [Fe(phen)3](CF3S O3)3.5H2O Daya Hantar Jenis (Ls) Ω-1cm-1 Hantar Ekivalen Ω-1 Cm2 mol-1 3,6093 x 10-5 - 0,111432 - 6,0529x 10-3 60,529 0,013386 133,86 0,022990 229,90 2,2643x 10-4 226,43 Perhitungan: 1. L rata-rata akuades = R akuades = πΏ 1 πΎπΎπΆπ πππ’ππππ 2. L rata-rata KCl = R KCl = πΏ 1 πΎπΆπ 3 = 30,566 μs = 30,566 x 10-6 s-1 1 πππ’ππππ Lsakuades = π 30,9+30,1+30,7 = 30,566 π₯ 10−6 π −1 = 32,7160 x 103 ohm = 1,18083 ππ−1 32716 πβπ 94,0+94,5+94.6 3 = 3,6093 x 10-5ohm-1 cm-1 = 94,367 ms = 0,094367 s-1 1 = 0,094367 π −1 = 10,5969 ohm 65 K KCl = LsKCl x R KCl = 0,111432 ohm-1cm-1 x 10,5969 ohm =1,18083 cm-1 3. L rata-rata NH4Cl = R =πΏ 1 3 = 5,1566 ms = 5,1566 x 10-3 s-1 1 = 5,1566 π₯ 10−3 π −1 = 193,926 ohm ππ»4 πΆπ πΎπΎπΆπ Ls = π ππ»4 πΆπ Ls 5,11+5,19+5,17 1,18083 ππ−1 = 193,926 πβπ Ls –Ls elektrolit= akuades = = 6,0890 x 10-3 ohm-1 cm-1 (6,0890 x 10-3 – (3,6093 x 10-5)) ohm-1 cm-1 = 6,0529x 10-3ohm-1 cm-1 Ι c = = 1000 Ls ohm-1 cm2 mol-1 πΆ 1000 0,01 x 6,0529x 10-3ohm-1 cm2 mol-1 = 60,529 ohm-1 cm2 mol-1 4. L rata-rata CaCl2 = R =πΏ 1 3 = 11,3667 ms = 11,3667 x 10-3 s-1 1 πΆππΆπ2 = 11,3667 π₯ 10−3 π −1 = 87,976 ohm πΎπΎπΆπ Ls = π πΆππΆπ2 Ls 11,9+11,3+10,9 elektrolit= = 1,18083 ππ−1 Ls –Ls 87,976 πβπ akuades= = 0,013422 ohm-1 cm-1 (0,013422– (3,6093 x 10-5)) ohm-1 cm-1 = 0,013386 ohm-1 cm-1 Ι c = 1000 πΆ Ls ohm-1 cm2 mol-1 66 = 1000 x 0,013386ohm-1 cm2 mol-1 0,1 = 133,86 ohm-1 cm2 mol-1 19,7+19,3+19,5 5. L rata-rata AlCl3 = R =πΏ 1 1 π΄ππΆπ3 πΎπΎπΆπ = πΆππΆπ2 elektrolit= = 19,5 ms = 19,5 x 10-3 s-1 = 19,5 π₯ 10−3 π −1 = 51,2820 ohm Ls = π Ls 3 1,18083 ππ−1 Ls –Ls 51,2820 πβπ akuades = = 0,02302ohm-1 cm-1 (0,02302– (3,6093 x 10-5)) ohm-1 cm-1 = 0,022990 ohm-1 cm-1 Ι c = = 1000 Ls ohm-1 cm2 mol-1 πΆ 1000 x 0,022990 ohm-1 cm2 mol-1 0,1 = 229,90 ohm-1 cm2 mol-1 6. Sampel Fe(phen)3(CF3SO3)3.5H2O L rata-rata = R sampel = 224+220+223 3 1 πΏπ πππππ Lssampel = π πΎπΎπΆπ π πππππ Ls elektrolit= Ls –Ls = = = 222,333 μs = 222,333 x 10-6 s-1 1 222,333 π₯ 10−6 π −1 1,18083 ππ−1 4497,75 πβπ akuades= = 4,49775 x 103 ohm = 2,6253 x 10-4 ohm-1 cm-1 (2,6253 x 10-4 – (3,6093 x 10-5)) ohm-1 cm-1 = 2,2643x 10-4 ohm-1 cm-1 Ι c = 1000 πΆ Ls ohm-1 cm2 mol-1 67 1000 = 0,001 x 2,2643x 10-4 ohm-1 cm2 mol-1 = 226,43ohm-1 cm2 mol-1 68 LAMPIRAN 5 Data AAS 69 LAMPIRAN 6 Perhitungan Persentase Fe(III) dalam Berbagai Formulasi Senyawa Kompleks Perhitungan analisis AAS untuk % Fe secara teoritis : 1. Formula Fe(phen)3 (CF3 SO3 )3 % Fe = Mr Fe x 100% Mr Fe(phen)3 (CF3SO3)3 · 55,8 g/mol = 1043,69 g/mol x 100% = 5,351 % 2. Formula [Fe(phen)3](CF3SO3)3.2H2O % Fe = = Mr Fe x 100% Mr Fe(phen)3 (CF3SO3)2 ·2H2 O 55,8 g/mol 1079,73 g/mol x 100% = 5,172 % 3. Formula [Fe(phen)3](CF3SO3)3.4H2O % Fe = Mr Fe x 100% Mr Fe(phen)3 (CF3SO3)2 ·4H2 O = 55,8 g/mol x 100% 1115,77 g/mol = 5,005 % 70 4. Formula [Fe(phen)3](CF3SO3)3.5H2O % Fe = = Mr Fe x 100% Mr Fe(phen)3 (CF3SO3)2 ·5H2 O 55,8 g/mol 1133,79 g/mol x 100% = 4,926 % 5. Formula [Fe(phen)3](CF3SO3)3.6H2O % Fe = = Mr Fe x 100% Mr Fe(phen)3 (CF3SO3)2 ·4H2 O 55,8 g/mol 1151,81 g/mol x 100% = 4,848 % 71 LAMPIRAN 7 Hasil Pengukuran Momen Magnetik Senyawa Kompleks Fe(phen)3(CF3SO3)3.5H2O Tabel 13. Hasil Pengukuran Susceptibility Massa (χg) Senyawa kompleks Fe(phen)3(CF3SO3)3.5H2O χg x 10-6 (cgs) μeff 1,427 1,311 1,15 2,27 BM 2,20 BM 2,10 BM Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3 Perhitungan : Senyawa Kompleks Fe(phen)3(CF3SO3)3.5H2O: Mr = 1095,92 gr/mol Koreksi diamagnetik untuk [Fe(phen)3](CF3SO3)2.5H2O, χL : Fe3+ = 1 x (-10,0 x 10-6) = -12,0 x 10-6 C12H8N2 = 3 x (-128 x 10-6) = -313,98 x 10-6 C = 3 x (-6,00 x 10-6) = -18 x 10-6 F = 9 x (-6,3 x 10-6) = -56,7 x 10-6 S = 3 x (-15 x 10-6) = -45 x 10-6 O = 9 x (-4,61 x 10-6) = -41,49 x 10-6 H2O = 5 x (-13 x 10-6) = -65 x 10-6 + -550,17 x 10-6 Sehingga koreksi diamagnetik, χL Fe(phen)3(CF3SO3)3.5H2O = -550,17 x 10-6 cgs 72 a. Sampel 1 χM = χg x Mr = 1,427x10-6 x 1133,79 = 1617,918 x 10-6 cgs χA = χM - χL = 1617,918 x10-6 – (-550,17 x 10-6) = 2168,088 x10-6 cgs μeff = 2,828 √ππ΄π₯ π = 2,828 √2168,088 x 10−6 x 298 = 2,27 BM b. Sampel 2 χM = χg x Mr = 1,311 x10-6 x 1133,79 = 1486,398 x 10-6 cgs χA = χM - χL = 1486,398 x10-6 – (-550,17 x 10-6) = 2036,568 x10-6 cgs μeff = 2,828 √ππ΄π₯ π = 2,828 √2036,568 x 10−6 x 298 = 2,20 BM c. Sampel 3 χM = χg x Mr = 1,155 x10-6 x 1133,79 = 1309,527 x 10-6 cgs χA = χM - χL = 1309,527 x10-6 – (-550,17 x 10-6) = 1859,697 x10-6 cgs μeff = 2,828 √ππ΄π₯ π = 2,828 √1859,697 x 10−6 x 298 = 2,10 BM 73 LAMPIRAN 8 Perhitungan Nilai Koefisien Ekstingsi Besi(III) dalam Berbagai Formulasi Senyawa Kompleks Perhitungan Nilai Koefisien Ekstingsi Molar (ε) : Perhitungan Nilai Koefisien Ekstingsi Molar (ε) [Fe(phen)3](CF3SO3)3.5H2O A = ε. b. C 1. Puncak 1 A = 0,488 ε= π΄ 0,488 = 1. π.πΆ 0,01 = 48,8 2. Puncak 2 A = 0,442 ε= π΄ π.πΆ 0,442 0,01 = 44,2 0,597 0,01 = 59,7 = 1. 3. Puncak 3 A= 0,597 ε= π΄ π.πΆ = 1. 74 LAMPIRAN 9 Data Spektrum UV-Vis Padatan UV 1700 PHARMASPEC UV-VIS SPECTROPHOTOMETER SPECULAR REFLECTANCE ATTACHMENT ANDI KUSYANTO 12307144040 Nama NIM/NIP Dosen Pembimbing Prodi Institusi Tanggal Waktu & Temperatur UNY 23052016 15.45 WIB Suhu : 290C KODE SAMPEL : Fe PHEN 3 οΆ SPECTRUM ABSORBANSI PANJANG GELOMBANG 200 – 800 Sampel : Fe PHEN 3 NO Nm Abs. 1 497.00 0.746 2 333.00 2.544 75 LAMPIRAN 10 Data Spektrum FTIR 76 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 Peak 308.61 347.19 424.34 516.92 1095.57 640.37 725.23 771.53 825.53 1033.85 1103.28 1157.29 1226.73 1273.02 1427.32 1519.91 1581.63 1975.11 2299.15 2337.72 2368.59 2515.18 2623.19 2931.8 3062.96 3510.45 3749.62 3873.06 Intensity 9.849 10.353 22.399 19.915 22.304 7.698 8.537 27.686 8.018 10.713 21.232 5.565 10.107 1.336 10.04 13.426 19.359 26.683 24.503 23.062 21.267 23.079 21.994 18.648 12.642 8.65 15.701 15.396 Corr. Intensity 6.074 20.021 5.625 6.261 3.438 19.25 19.001 0.62 8.032 19.552 5.555 17.228 3.847 17.79 19.219 16.115 5.4 1.151 0.206 1.197 2.769 0.081 0.362 0.291 4.795 7.575 0.754 0.143 77 Base (H) 331.76 362.62 439.77 540.07 594.08 686.66 740.67 779.24 840.96 1064.71 1118.71 1188.15 1234.44 1319.31 1442.75 1535.34 1597.06 2029.11 2314.58 2353.16 2391.73 2522.89 2654.05 2947.23 3140.11 3664.75 3765.05 3880.78 Base (L) 293.18 331.76 393.48 447.49 547.78 601.79 702.09 748.38 794.67 941.26 1072.42 1126.43 1195.87 1234.44 1365.6 1481.33 1550.77 1882.52 2036.83 2314.58 2353.16 2399.45 2530.61 2669.48 2954.95 3147.83 3726.47 3849.92 Area 36.333 26.419 26.467 56.383 28.537 59.489 29.216 16.437 38.269 73.243 27.36 58.809 30.611 109.199 49.028 35.667 28.347 82.518 162.244 24.044 24.886 77.226 79.926 190.976 148.436 482.178 30.427 24.943 Corr. Area 5.456 7.787 1.447 3.071 1.275 11.108 7.774 0.052 4.215 10.399 1.591 19.21 1.766 44.649 8.85 7.279 1.592 1.702 0.076 0.384 1.002 0.022 0.273 0.157 8.875 74.92 0.346 0.1 LAMPIRAN 11 Difraktogram XRD Kompleks [Fe(phen)3](CF3SO3)3.5H2O 78 LAMPIRAN 12 Difraktogram Hasil Program Rietica Senyawa Kompleks [Fe(phen)3](CF3SO3)3.5H2O 79 LAMPIRAN 13 Output Hasil Program Rietica Senyawa Kompleks [Fe(phen)3](CF3SO3)3.5H2O **** MULTI-RIETVELD ANALYSIS PROGRAM LH-RIET 8.100 A New refinement NUMBER OF PHASES = 1 NUMBER OF HISTOGRAMS = 1 NUMBER OF PARAMETER LIMITS = 0 NUMBER OF BOND RESTRAINTS = 0 *** HISTOGRAM 1 *** FOR X-RAY DATA NEWTON-RAPHSON ALGORITHM BACKGROUND TO BE REFINED (MAX 6 PARAMETERS) - POLYNOMIAL BACKGROUND THE PSEDUO-VOIGT PROFILE FUNCTION WAS SELECTED - USING THE HOWARD, SUM OF 5 PEAKS, ASYMMETRY WAVELENGTHS = 1.54051 1.54433 ALPHA2:ALPHA1 RATIO = 0.5000 BASE OF PEAK = 2.0*HW* 7.00 MONOCHROMATOR CORRECTION = 1.0000 ABSORPTION CORRECTION FOR CYLINDER SAMPLE USING ALGORITHM OF SABINE(1996)/DWIGGINS(1972) WITH mu = 0.0000 NO ILLUMINATION CORRECTION PREFERRED ORIENTATION USING MARCH MODEL - NO SUMMING OF EQUIVALENTS HISTOGRAM WEIGHTING = 1.0000 NO OTHER GEOMETRY CORRECTIONS APPLIED GENERATE OFF-LINE PLOT - ILL PLOT FILE OF OBS AND CALC DATA OUTPUT STRUCTURE FACTORS OUTPUT CORRELATION MATRIX GENERATE NEW INPUT FILE NUMBER OF CYCLES = 30 RELAXATION FACTORS: FOR COORDINATES, ISOTROPIC B, SITE OCCUPANCY = 0.90 FOR ANISOTROPIC TEMPERATURE FACTORS = 0.90 FOR SCALE, ZERO, B OVERALL, UNIT CELL, PREFERRED ORIENTATION BACKGROUND = 0.90 FOR PEAK WIDTH, ASYMMETRY, SHAPE PARAMETERS = 0.90 EPS-VALUE = 0.100 NUMBER OF PARAMETERS VARIED = 7 80 GLOBAL PARAMETERS AND CODEWORDS: ZEROPOINT( 1) = 0.01 11.00 HISTOGRAM READ IN AS (2THETA, INTENSITY, W(INTENSITY) HISTOGRAM 1 FROM 10.030000 TO 80.000000 IN STEPS OF 0.040000 DEGREES BACKGROUND PARAMETERS AND CODEWORDS( 1) 292.609009 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 1187.939941 21.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 31.000000 ****** PHASE A new phase 1 ******* DELTA-A/A MODEL BEING USED FOR PHASE 1,HISTOGRAM 1 PHASE IS CALCULATED USING LE BAIL EXTRACTION NUMBER OF FORMULA PER UNIT CELL = 4 NUMBER OF ATOMS = 0 PREFERRED ORIENTATION VECTOR( 1) = 0.0000 0.0000 1.0000 THE SPACE GROUP IS C 2/C ***** PHASE INFORMATION ***** OVERALL SCALE FACTOR =0.100000E-01 OVERALL TEMP. FACTOR = 0.00000 DIRECT CELL PARAMETERS = 10.7690 24.5800 13.2740 103.0000 90.0000 90.0000 *** HISTOGRAM 1 *** HISTOGRAM SCALE FACTOR = 1.00000 0.00 PREFERRED ORIENTATION PARAMETER = 1.0000 ABSORPTION R = 0.0000 ASYMMETRY PARAMETERS = 0.020000 0.000000 GAUSSIAN HALF-WIDTH PARAMETERS = 0.0100 -0.0050 0.0200 ANISOTROPIC PARAMETER = 0.000100 PSEUDO-VOIGT PEAK SHAPE = 0.2000 + 0.00000 * TWOTH + 0.000000 * TWOTHSQ EXTINCTION PARAMETER = 0.000000 The Laue symmetry is: 2/M ***** PHASE INFORMATION CODEWORDS ***** OVERALL SCALE FACTOR = 0.00 OVERALL TEMP. FACTOR = 0.00 CELL CONSTANTS = 41.00 51.00 61.00 0.00 71.00 *** HISTROGRAM 1 CODEWORDS *** PREFERRED ORIENTATION PARAMETER = 0.00 ABSORPTION R/Po PARAMETER = 0.00 ASYMMETRY PARAMETERS = 0.00 0.00 GAUSSIAN COMPONENT = 0.00 0.00 0.00 ANISOTROPIC = 0.00 LORENZTIAN COMPONENTS = 0.00 0.00 EXTINCTION = 0.00 81 0.00 0.00 LAUE SYMMETRY 2/M WILL BE USED TO GENERATE INDICES ++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++ ++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++ CYCLE NUMBER= 1 +----------------------------------------------------+ | Phase: 1 | +----------------------------------------------------+ PHASE SCALE FACTOR = 0.100000E-01 0.000000 0.000000 OVERALL TEMP. FACTOR = 0.000000 0.000000 0.000000 CELL PARAMETERS = 10.771347 0.002347 0.006136 24.572748 -0.007252 0.015323 13.273782 -0.000218 0.008244 90.000008 0.000008 0.000000 103.038757 0.038757 0.032372 90.000008 0.000008 0.000000 RECIPROCAL CELL = 0.095 0.041 0.077 90.000 76.961 90.000 CELL VOLUME = 3422.744141 3.588367 SCALE * VOLUME = 34.227440 0.035884 MOLECULAR WEIGHT = 0.000 DENSITY = 0.000 NOTE: CHECK Z VALUE or N's- DENSITY NOT PHYSICAL ABSOLUTE PHASE VALUES: INC = NEUTRONS ON SAMPLE/CM^2 ( in cm^-2) MASS = MASS OF PHASE IN BEAM (in g) ls/R = RATIO OF DETECTOR HEIGHT TO SAMPLE-DETECTOR Then: INC*MASS*ls/R = 0.000000 +----------------------------------------------------+ | Histogram: 1 | +----------------------------------------------------+ SCALE FACTOR = 1.0000 0.00000 0.00000 ZEROPOINT = 0.01139 -0.00261 0.01206 BACKGROUND PARAMETER B 0 2.51769 BACKGROUND PARAMETER B 5 40.8848 PREFERRED ORIENTATION ABSORPTION R ASYMMETRY PARAMETERS = 293.327 0.717866 = 1178.88 -9.05684 = = = HALFWIDTH PARAMETERS U = 0.000000 V = 0.000000 W = 0.000000 ANISOTROPIC GAUSSIAN BROADENING = 0.000000 1.00000 0.00000 0.00000 0.00000 0.02000 0.00000 0.00000 0.00000 0.010000 82 0.00000 0.00000 0.00000 0.00000 0.000000 -0.005000 0.000000 0.020000 0.000000 0.000100 0.000000 PEAK SHAPE PEAK SHAPE PEAK SHAPE EXTINCTION PARAMETER PARAMETER PARAMETER PARAMETER Gam0 Gam1 Gam2 = = = = 0.200000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 +-----------------------------------------------------------------------------------------+ | Hist | Rp | Rwp | Rp(-b) | Rwp(-b)| Rexp |Durbin Unwght| Durbin Wght | N-P | +-----------------------------------------------------------------------------------------+ | 1 | 5.40 | 11.24 | 0.56 | 18.55 | 7.38 |*********** | 0.592 | 1743 | +-----------------------------------------------------------------------------------------+ | SUMYDIF | SUMYOBS | SUMYCALC | SUMWYOBSSQ | GOF | CONDITION | +-----------------------------------------------------------------------+ | 0.3307E+05| 0.6126E+06| 0.6212E+06| 0.3201E+06| 0.2320E+01| 0.2120E+16 | +-----------------------------------------------------------------------+ ++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++ ++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++ CYCLE NUMBER= 10 +----------------------------------------------------+ | Phase: 1 | +----------------------------------------------------+ PHASE SCALE FACTOR = 0.100000E-01 0.000000 0.000000 OVERALL TEMP. FACTOR = 0.000000 0.000000 0.000000 CELL PARAMETERS = 10.777650 0.000379 0.006555 24.565691 -0.000811 0.016413 13.276655 0.000278 0.008831 90.000008 0.000000 0.000000 103.083473 0.002953 0.033968 90.000008 0.000000 0.000000 RECIPROCAL CELL = 0.095 0.041 0.077 90.000 76.917 90.000 CELL VOLUME = 3423.884277 3.841434 SCALE * VOLUME = 34.238842 0.038414 MOLECULAR WEIGHT = 0.000 DENSITY = 0.000 NOTE: CHECK Z VALUE or N's- DENSITY NOT PHYSICAL ABSOLUTE PHASE VALUES: INC = NEUTRONS ON SAMPLE/CM^2 ( in cm^-2) MASS = MASS OF PHASE IN BEAM (in g) ls/R = RATIO OF DETECTOR HEIGHT TO SAMPLE-DETECTOR Then: 83 INC*MASS*ls/R = 0.000000 +----------------------------------------------------+ | Histogram: 1 | +----------------------------------------------------+ SCALE FACTOR = 1.0000 0.00000 0.00000 ZEROPOINT = 0.01269 -0.00010 0.01279 BACKGROUND PARAMETER B 0 2.49937 BACKGROUND PARAMETER B 5 40.5873 PREFERRED ORIENTATION ABSORPTION R ASYMMETRY PARAMETERS = 298.105 0.466805 = 1118.99 -5.83620 = = = 1.00000 0.00000 0.00000 0.00000 0.02000 0.00000 0.00000 0.00000 0.010000 HALFWIDTH PARAMETERS U = 0.000000 V = -0.005000 0.000000 W = 0.020000 0.000000 ANISOTROPIC GAUSSIAN BROADENING = 0.000100 0.000000 PEAK SHAPE PARAMETER Gam0 = 0.200000 0.000000 PEAK SHAPE PARAMETER Gam1 = 0.000000 0.000000 PEAK SHAPE PARAMETER Gam2 = 0.000000 0.000000 EXTINCTION PARAMETER = 0.000000 0.000000 0.00000 0.00000 0.00000 0.00000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 +-----------------------------------------------------------------------------------------+ | Hist | Rp | Rwp | Rp(-b) | Rwp(-b)| Rexp |Durbin Unwght| Durbin Wght | N-P | +-----------------------------------------------------------------------------------------+ | 1 | 5.36 | 11.16 | 5.53 | 18.58 | 7.38 |*********** | 0.600 | 1743 | +-----------------------------------------------------------------------------------------+ | SUMYDIF | SUMYOBS | SUMYCALC | SUMWYOBSSQ | GOF | CONDITION | +-----------------------------------------------------------------------+ | 0.3282E+05| 0.6126E+06| 0.6208E+06| 0.3201E+06| 0.2286E+01| 0.1979E+16 | +-----------------------------------------------------------------------+ ++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++ ++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++ 84 CYCLE NUMBER= 20 +----------------------------------------------------+ | Phase: 1 | +----------------------------------------------------+ PHASE SCALE FACTOR = 0.100000E-01 0.000000 0.000000 OVERALL TEMP. FACTOR = 0.000000 0.000000 0.000000 CELL PARAMETERS = 10.780632 0.000237 0.006917 24.555017 -0.001375 0.017276 13.280340 0.000456 0.009374 90.000008 0.000000 0.000000 103.113426 0.003159 0.035670 90.000008 0.000000 0.000000 RECIPROCAL CELL = 0.095 0.041 0.077 90.000 76.887 90.000 CELL VOLUME = 3423.877441 4.058335 SCALE * VOLUME = 34.238773 0.040583 MOLECULAR WEIGHT = 0.000 DENSITY = 0.000 NOTE: CHECK Z VALUE or N's- DENSITY NOT PHYSICAL ABSOLUTE PHASE VALUES: INC = NEUTRONS ON SAMPLE/CM^2 ( in cm^-2) MASS = MASS OF PHASE IN BEAM (in g) ls/R = RATIO OF DETECTOR HEIGHT TO SAMPLE-DETECTOR Then: INC*MASS*ls/R = 0.000000 +----------------------------------------------------+ | Histogram: 1 | +----------------------------------------------------+ SCALE FACTOR = 1.0000 0.00000 0.00000 ZEROPOINT = 0.01011 -0.00042 0.01341 BACKGROUND PARAMETER B 0 2.48648 BACKGROUND PARAMETER B 5 40.3782 PREFERRED ORIENTATION ABSORPTION R ASYMMETRY PARAMETERS = 302.136 0.357444 = 1068.59 -4.47380 = = = 1.00000 0.00000 0.00000 0.00000 0.02000 0.00000 0.00000 0.00000 0.010000 HALFWIDTH PARAMETERS U = 0.000000 V = -0.005000 0.000000 W = 0.020000 0.000000 ANISOTROPIC GAUSSIAN BROADENING = 0.000100 0.000000 PEAK SHAPE PARAMETER Gam0 = 0.200000 0.000000 PEAK SHAPE PARAMETER Gam1 = 0.000000 0.000000 PEAK SHAPE PARAMETER Gam2 = 0.000000 0.000000 EXTINCTION PARAMETER = 0.000000 0.000000 85 0.00000 0.00000 0.00000 0.00000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 +-----------------------------------------------------------------------------------------+ | Hist | Rp | Rwp | Rp(-b) | Rwp(-b)| Rexp |Durbin Unwght| Durbin Wght | N-P | +-----------------------------------------------------------------------------------------+ | 1 | 5.34 | 11.10 | 10.98 | 18.62 | 7.38 |*********** | 0.605 | 1743 | +-----------------------------------------------------------------------------------------+ | SUMYDIF | SUMYOBS | SUMYCALC | SUMWYOBSSQ | GOF | CONDITION | +-----------------------------------------------------------------------+ | 0.3274E+05| 0.6126E+06| 0.6204E+06| 0.3201E+06| 0.2262E+01| 0.1870E+16 | +-----------------------------------------------------------------------+ ++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++ ++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++ CYCLE NUMBER= 30 +----------------------------------------------------+ | Phase: 1 | +----------------------------------------------------+ PHASE SCALE FACTOR = 0.100000E-01 0.000000 0.000000 OVERALL TEMP. FACTOR = 0.000000 0.000000 0.000000 CELL PARAMETERS = 10.781855 0.000003 0.007197 24.532246 -0.003416 0.017883 13.286595 0.000833 0.009812 90.000008 0.000000 0.000000 103.151947 0.004837 0.037206 90.000008 0.000000 0.000000 RECIPROCAL CELL = 0.095 0.041 0.077 90.000 76.848 90.000 CELL VOLUME = 3422.165039 4.222269 SCALE * VOLUME = 34.221649 0.042223 MOLECULAR WEIGHT = 0.000 DENSITY = 0.000 NOTE: CHECK Z VALUE or N's- DENSITY NOT PHYSICAL ABSOLUTE PHASE VALUES: INC = NEUTRONS ON SAMPLE/CM^2 ( in cm^-2) MASS = MASS OF PHASE IN BEAM (in g) ls/R = RATIO OF DETECTOR HEIGHT TO SAMPLE-DETECTOR Then: INC*MASS*ls/R = 0.000000 +----------------------------------------------------+ | Histogram: 1 | +----------------------------------------------------+ 86 SCALE FACTOR ZEROPOINT BACKGROUND PARAMETER B 0 2.47575 BACKGROUND PARAMETER B 5 40.2039 PREFERRED ORIENTATION ABSORPTION R ASYMMETRY PARAMETERS = 1.0000 = 0.00171 0.00000 -0.00134 0.00000 0.01386 = 305.294 0.287384 = 1028.82 -3.65274 = = = 1.00000 0.00000 0.00000 0.00000 0.02000 0.00000 0.00000 0.00000 0.010000 HALFWIDTH PARAMETERS U = 0.000000 V = -0.005000 0.000000 W = 0.020000 0.000000 ANISOTROPIC GAUSSIAN BROADENING = 0.000100 0.000000 PEAK SHAPE PARAMETER Gam0 = 0.200000 0.000000 PEAK SHAPE PARAMETER Gam1 = 0.000000 0.000000 PEAK SHAPE PARAMETER Gam2 = 0.000000 0.000000 EXTINCTION PARAMETER = 0.000000 0.000000 0.00000 0.00000 0.00000 0.00000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 +-----------------------------------------------------------------------------------------+ | Hist | Rp | Rwp | Rp(-b) | Rwp(-b)| Rexp |Durbin Unwght| Durbin Wght | N-P | +-----------------------------------------------------------------------------------------+ | 1 | 5.37 | 11.05 | 16.43 | 18.64 | 7.38 |*********** | 0.609 | 1743 | +-----------------------------------------------------------------------------------------+ | SUMYDIF | SUMYOBS | SUMYCALC | SUMWYOBSSQ | GOF | CONDITION | +-----------------------------------------------------------------------+ | 0.3289E+05| 0.6126E+06| 0.6201E+06| 0.3201E+06| 0.2243E+01| 0.1806E+16 | +-----------------------------------------------------------------------+ CORRELATION MATRIX= 1 2 3 4 5 6 1 100 0 1 -86 -85 -76 2 0 100 -90 1 1 1 3 1 -90 100 0 0 0 4 -86 1 0 100 68 67 5 -85 1 0 68 100 53 6 -76 1 0 67 53 100 7 -37 0 0 33 38 39 AVERAGE INTENSITY DIFFERENCE FOR PATTERN, 87 7 -37 0 0 33 38 39 100 GIVEN FOR BLOCKS OF 20 OBSERVATIONS. 1 -53.4 2 17.1 3 -3.3 12.0 7 15.7 8 -25.5 9 -14.5 10 11 -17.4 12 -2.1 13 21.5 10.6 17 9.3 18 -4.3 19 -0.9 20 21 23.2 22 -2.4 23 -6.3 -1.9 27 -7.7 28 1.3 29 -3.9 30 31 -2.5 32 -3.6 33 -3.0 -6.3 37 -3.3 38 -2.5 39 -5.3 40 41 -4.5 42 -5.0 43 -2.7 -4.1 47 -4.2 48 -5.6 49 -10.8 50 51 -7.6 52 -8.6 53 -6.3 -5.2 57 -5.7 58 -6.9 59 -11.7 60 61 -6.2 62 -9.4 63 -6.6 -8.2 67 -8.9 68 -8.4 69 -11.6 70 71 -7.9 72 -10.6 73 -9.9 -9.6 77 -10.2 78 -9.8 79 -10.8 80 81 -7.7 82 -11.1 83 -12.0 -9.8 87 -12.3 88 -8.1 NO. CODE H K L HW SHAPE DIFF ESD 1 1 -0.0 4 29.3 -33.9 14 6.5 18.5 24 -3.7 -1.0 34 -4.2 -3.8 44 -3.6 -6.8 54 -7.2 -7.3 64 -7.7 -7.7 74 -5.3 -13.3 84 -11.0 POSN 5 77.5 6 15 -3.6 16 25 -5.3 26 35 -6.6 36 45 -5.7 46 55 -6.4 56 65 -5.4 66 75 -12.1 76 85 -9.9 86 ICALC COBS 1 1 -1 0.140 0.200 10.215 0. 0. 1 1 -1 0.140 0.200 10.240 0. 0. 1 1 1 0.140 0.200 12.525 30. 30. 1 1 1 0.140 0.200 12.556 125. 125. 0 0 2 0.140 0.200 13.677 310. 313. 0 0 2 0.140 0.200 13.711 12. 11. 1 3 0 0.140 0.200 13.713 42. 41. 1 3 0 0.140 0.200 13.747 73. 73. 0 4 0 0.140 0.200 14.428 214. 213. 0 4 0 0.140 0.200 14.464 31. 31. 1 3 -1 0.140 0.200 14.447 62. 61. 1 3 -1 0.140 0.200 14.483 413. 412. 1 1 -2 0.140 0.200 14.793 11. 11. 1 1 -2 0.140 0.200 14.830 13. 12. 0 2 -2 0.140 0.200 15.472 25. 24. 0 2 2 0.140 0.200 15.472 25. 24. 0.0 2 2 -0.0 0.0 3 1 -0.2 0.4 4 2 0.2 1.5 5 1 3.2 3.7 6 2 -0.1 0.1 7 1 -0.5 0.5 8 2 -0.0 9 -0.8 10 -0.2 11 -0.4 12 -0.1 13 -0.1 14 -0.2 15 -0.1 16 -0.1 0.9 1 2.5 2 0.4 1 0.7 2 4.8 1 0.2 2 0.2 1 0.4 1 0.4 88 17 -0.1 18 -0.1 19 -0.0 20 -0.0 21 -0.0 22 -0.0 23 -0.0 24 -0.0 25 -0.1 26 -0.7 27 -0.1 28 -0.0 29 -0.1 30 -0.0 31 -0.4 32 -0.5 33 -0.1 34 -0.2 35 -0.3 36 -2.7 37 0.2 38 -0.2 39 0.2 40 -0.2 41 -0.3 42 0.3 43 -1.4 2 0 2 -2 0.140 0.200 15.511 6. 6. 0 2 2 0.140 0.200 15.511 6. 6. 0 4 -1 0.140 0.200 15.977 0. 0. 0 4 1 0.140 0.200 15.977 0. 0. 0 4 -1 0.140 0.200 16.017 1. 1. 0 4 1 0.140 0.200 16.017 1. 1. 1 3 1 0.140 0.200 16.171 0. 0. 1 3 1 0.140 0.200 16.212 0. 0. 2 0 0 0.140 0.200 16.874 2. 2. 2 0 0 0.140 0.200 16.917 34. 33. 1 3 -2 0.139 0.200 17.994 2. 1. 1 3 -2 0.139 0.200 18.039 1. 1. 1 1 2 0.139 0.200 18.018 1. 1. 1 1 2 0.139 0.200 18.063 1. 1. 2 2 -1 0.139 0.200 18.210 14. 14. 2 2 -1 0.139 0.200 18.256 34. 33. 2 2 0 0.139 0.200 18.367 9. 9. 2 2 0 0.139 0.200 18.413 10. 10. 2 0 -2 0.139 0.200 19.182 6. 6. 2 0 -2 0.139 0.200 19.230 144. 142. 0 4 -2 0.139 0.200 19.931 94. 94. 0 4 -2 0.139 0.200 19.981 16. 16. 0 4 2 0.139 0.200 19.931 94. 94. 0 4 2 0.139 0.200 19.981 16. 16. 1 5 0 0.139 0.200 19.955 35. 35. 1 5 0 0.139 0.200 20.005 177. 177. 1 5 -1 0.139 0.200 20.472 184. 183. 0.1 2 0.1 1 0.0 1 0.0 2 0.0 2 0.0 1 0.0 2 0.0 1 0.0 2 0.6 1 0.0 2 0.0 1 0.0 2 0.0 1 0.3 2 0.7 1 0.2 2 0.2 1 0.1 2 2.9 1 1.8 2 0.3 1 1.8 2 0.3 1 0.7 2 3.4 1 3.8 89 44 -0.1 45 -0.2 46 -1.0 47 -0.5 48 0.7 49 -0.8 50 -0.5 2 1 5 -1 0.139 0.200 20.523 5. 5. 2 2 -2 0.139 0.200 20.512 10. 10. 2 2 -2 0.139 0.200 20.564 70. 69. 1 3 2 0.139 0.200 20.741 73. 73. 1 3 2 0.139 0.200 20.793 123. 123. 1 1 -3 0.139 0.200 20.710 67. 67. 1 1 -3 0.139 0.200 20.762 169. 169. 0.1 1 0.2 2 1.5 1 1.4 2 2.3 1 1.3 2 3.2 DERIVED BRAGG R-FACTOR= 1.27 90