5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Paru Pulmo atau paru – paru adalah organ pernafasan yang penting karena udara yang masuk dapat perhubungan secara erat dengan darah kapiler di dalam paru – paru. Tiap paru – paru melekat pada jantung dan trakea melalui radix pulmonis dan ligamentum pulmonale. Paru – paru sehat selalu berisi udara dan akan mengapung bila dimasukkan ke dalam air. Paru – paru dari foetus atau bayi baru lahir berwarna agak kemerahan dan lunak. Bila bayi belum pernah bernafas maka paru – paru tidak akan mengapung di dalam air tetapi akan tenggelam. Paru – paru orang dewasa mempunyai permukaan yang berwarna lebih gelap dan sering ada bercak – bercak yang disebabkan oleh penimbunan partikel debu yang terisap. Dibandingkan dengan paru – paru kiri, maka paru – paru kanan lebih besar dan lebih berat, tetapi lebih pendek karena kubah diaphragm kanan letaknya lebih tinggi. Juga lebih lebar karena adanya jantung yang letaknya lebih ke kiri dalam rongga toraks (Wibowo & Paryana, 2009). Tiap paru – paru mempunyai sebuah apex, sebuah basis, tiga buah facies costalis, facies mediastinalis dan facies diphragmatica, dan tiga buah margo yaitu margo anterior, margo inferior dan margo posterior. Paru kanan mempunyai tiga lobus sedangkan paru kiri mempunyai dua lobus. Lobus paru terbagi menjadi beberapa segmen-paru. Paru kanan mempunyai sepuluh segmen-paru sedangkan paru kiri mempunyai delapan segmen-paru. Paru – paru kiri dibagi menjadi lobus superior dan lobus inferior oleh sebuah fissura obliqua. Paru – paru kanan dibagi menjadi lobus superior, lobus inferior dan lobus medius oleh fissura obliqua dan fissura horizontalis. Bronki dan vasa pulmonales muncul dari trakea dan jantung menuju tiap paru – paru. Keseluruhannya membentuk radix pulmonis yang akan memasuki hilum pulmonis. Apex pulmonis berbentuk bundar seperti cupula pleurae. Apex pulmonis sebelah kanan lebih kecil dan lebih dekat trakea, dan disilang oleh vasa subclavia (Wibowo & Paryana, 2009). Universitas Sumatera Utara 6 2.1.1. Topografi Tampak depan (Gambar 2.1) Jika dipandang dari arah depan, puncak paru kanan maupun kiri berada pada kira-kira 2,5 cm di atas sepertiga klavikula bagian medial. Puncak paru jika diproyeksikan akan jatuh pada dasar leher (Djojodibroto, 2013). Tampak belakang (Gambar 2.2) Puncak paru mencapai ujung posterior iga pertama sehingga sama tinggi dengan vertebra torasika pertama. Kubah diafragma mencapai ketinggian vertebra torasika kedelapan atau kesembilan (Djojodibroto, 2013). Gambar 2.1 Universitas Sumatera Utara 7 Gambar 2.2 (Sumber: Buku respirologi (respiratory medicine)) 2.1.2. Vaskularisasi Paru mendapat darah dari dua sistem arteri, yaitu arteri pulmonalis dan arteri bronkialis. Arteri pulmonalis bercabang dua mengikuti bronkus utama kanan dan kiri untuk kemudian bercabang-cabang membentuk ramifikasi yang memasok darah ke interstisial paru. Perlu diketahui bahwa pembuluh darah percabangan dari arteri pulmonalis mempunyai ujung akhir. Tekanan darah pada arteri pulmonalis sangat rendah sehingga memungkinkan pertukaran gas dengan baik sekali. Tekanan darah pada pembuluh yang berasal dari arteri bronkialis lebih tinggi dibandingkan tekanan pada arteri pulmonalis. Berbeda dengan percabangan pembuluh darah arteri pulmonalis, percabangan pembuluh arteri bronkialis tidak mempunyai ujung akhir. Darah yang dipasok oleh arteri bronkialis sampai ke saluran pernafasan, septa interlobular, dan pleura. Sepertiga darah yang meninggalkan paru melalui vena azigos menuju vena cava sedangkan yang dua pertiga lagi melalui vena pulmonalis ke atrium kiri (Djojodibroto, 2013). Universitas Sumatera Utara 8 2.1.3. Inervasi Paru diinervasi oleh saraf parasimpatis nervus vagus dan saraf simpatis. Otot polos saluran napas diinervasi oleh nervus vagus aferen, nervus vagus eferen (kolinergik posganglionik). Pleura parietalis diinervasi oleh nervus interkostalis dan nervus frenikus, sedangkan pada pleura viseralis tidak terdapat inervasi (Djojodibroto, 2013). 2.2. Tuberkulosis Paru 2.2.1. Definisi Tuberkulosis Paru dan Penyebabnya Tuberkulosis paru (TB paru) adalah penyakit infeksi yang di transmisikan melalui udara dan agen penyebabnya itu adalah kuman Mycobacterium tuberculosis. TB paru mencakup 80% dari keseluruhan kejadian penyakit TB sedangkan 20% selebihnya merupakan TB ekstrapulmonar (Jeong & Lee, 2008). 2.2.2. Bakteriologi Tuberkulosis Agen penyebab TB adalah anggota dari genus Mikobakteri, dengan M. tuberkulosis menyebabkan kasus yang terbanyak. M.tuberculosis, agen penyebab TB ditemukan oleh Robert Koch pada 1882, ketika penyakit itu disebut "wabah putih" Eropa. M. bovis dan M. africanum juga dapat menyebabkan TB. Bakteri ini berbentuk batang dengan sifat aerobik dan struktur dinding selnya gram-positif, tapi sulit untuk mewarnainya karena asam lemak rantai panjang (asam mikolik) dalam dinding sel. Bakteri ini juga menunjukkan sifat tahan luntur asam dengan ketahanan terhadap penghilangan warna dengan asam mineral dan alkohol yaitu Ziehl-Neilsen stain (Aneja, Jain, & Aneja, 2008). M. tuberculosis merupakan bakteri aerob obligat, sangat sensitif terhadap penurunan konsentrasi oksigen walaupun sedikit. Mikobakteri ini tumbuh terbaik di apikal, atau bagian atas dari paru-paru, yaitu daerah yang mengandung oksigen terbanyak. Mikobakteri patogen ini memiliki waktu sangat lama untuk membiak yaitu 12 sampai 18 jam dan waktu yang diperlukan untuk menghasilkan koloni terlihat pada media juga lama yaitu sampai 8 minggu. Mikobakteri laboratorium Universitas Sumatera Utara 9 sangat tahan terhadap pengeringan dan dapat bertahan hidup selama 6 sampai 8 bulan dalam dahak kering, ini merupakan salah satu kontribusi terbesar untuk masalah kesehatan masyarakat. Namun M. tuberculosis cukup sensitif terhadap sinar matahari langsung (Aneja, Jain, & Aneja, 2008). Mycobacterium Tuberculosis merupakan sejenis kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/um dan tebal 0,3-0,6/um. Yang tergolong dalam kuman Mycobacterium tuberculosae complex adalah : M. Tubeculosae, Varian Asian, Varian African 1, Varian African 2, M. Bovis. Pembagian tersebut adalah berdasarkan perbedaan secara epidemiologi (Amin & Bahar, 2009). 2.2.3. Klasifikasi Tuberkulosis Kasus TB diklasifikasikan berdasarkan (Isbaniyah, et al., 2011): 1. Letak anatomi penyakit 2. Hasil pemeriksaan dahak atau bakteriologi (termasuk hasil resistensi) 3. Riwayat pengobatan sebelumnya 4. Status HIV pasien 1. Berdasarkan letak anatomi penyakit o Tuberkulosis paru adalah kasus TB yang mengenai parenkim paru. Tuberkulosis milier diklasifikasikan sebagai TB paru karena lesinya yang terletak dalam paru. o TB ekstra paru adalah kasus TB yang mengenai organ lain selain paru seperti pleura, kalenjar getah bening (termasuk mediastinum dan/atau hilus), abdomen, traktus genitourinarius, kulit, sendi, tulang dan selaput otak. 2. Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak atau bakteriologi o Tuberkulosis paru BTA positif apabila: Minimal satu dari sekurang-kurangnya dua kali pemeriksaan dahak menunjukkan hasil positif pada laboratorium yang memenuhi syarat quality external Universitas Sumatera Utara 10 assurance (EQA). Sebaiknya satu kali pemeriksaan dahak tersebut berasal dari dahak pagi hari. Pada Negara atau daerah yang belum memiliki laboratorium dengan syarat EQA, maka TB paru BTA positif apabila terdapat salah satu di bawah ini: - Dua atau lebih hasil pemeriksaan dahak BTA positif - Satu hasil pemeriksaan dahak BTA positif dan didukung hasil pemeriksaan foto toraks sesuai dengan gambaran TB yang ditetapkan oleh klinisi - Satu hasil pemeriksaan dahak BTA positif ditambah hasil kultur M. tuberculosis positif. o Tuberkulosis paru BTA negatif, apabila: Hasil pemeriksaan dahak negatif tetapi hasil kultur positif. - sedikitnya dua hasil pemeriksaan dahak BTA negatif pada laboratorium yang memenuhi syarat EQA. - Dianjurkan pemeriksaan kultur pada hasil pemeriksaan dahak BTA negatif untuk memastikan diagnosis terutama pada daerah dengan prevalens HIV > 1% atau pasien TB dengan kehamilan >5%. ATAU * Jika hasil pemeriksaan dahak BTA dua kali negatif di daerah yang belum memiliki fasilitas kultur M. tuberculosis, tetapi memenuhi kriteria berikut: Hasil foto toraks sesuai dengan gambaran TB aktif dan disertai salah satu dibawah ini: I. Hasil pemeriksaan HIV positif atau secara laboratorium sesuai HIV II. Jika HIV negatif (atau status HIV tidak diketahui atau prevalens HIV rendah), tidak menunjukkan perbaikan Universitas Sumatera Utara 11 setelah pemberian antibiotik spektrum luas (kecuali antibiotik yang mempunyai efek anti TB seperti fluorokuinolon dan aminoglikoida ) o Kasus bekas TB Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada) dan gambaran radiologi paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau foto serial (dalam dua bulan) menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan OAT adekuat akan lebih mendukung. Pada kasus dengan gambaran radiologi meragukan dan telah mendapat pengobatan OAT dua bulan tetapi pada foto toraks ulang tidak terdapat perubahan radiologi. TB paru BTA (+) TB paru TB TB paru BTA (-) TB ekstra paru Gambar 2.3. klasifikasi tuberkulosis (Sumber: Buku Tuberkulosis Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia) 3. Berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya Riwayat pengobatan sangat penting diketahui untuk melihat resiko resistensi obat atau MDR. Pada kelompok ini perlu dilakukan pemeriksaan kultur dan uji kepekaaan OAT. Tipe pasien berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya, yaitu: o Pasien baru adalah pasien yang belum pernah mendapatkan pengobatan TB sebelumnya atau sudah pernah mendapatkan OAT kurang dari satu bulan. Pasien dengan hasil dahak BTA positif atau negatif dengan lokasi anatomi penyakit di manapun. Universitas Sumatera Utara 12 o Pasien dengan riwayat pengobatan sebelumnya adalah pasien yang sudah pernah mendapatkan pengobatan TB sebelumnya minimal satu bulan, dengan hasil dahak BTA positif atau negatif dengan lokasi anatomi penyakit di manapun. 4. Status HIV Status HIV pasien merupakan hal yang penting untuk keputusan pengobatan HIV. Tidak semua pasien TB paru perlu diuji HIV. Hanya pasien TB paru tertentu saja yang memerlukan uji HIV, misalnya: a. Ada riwayat perilaku risiko tinggi tertular HIV b. Hasil pengobatan OAT tidak memuaskan c. Multi Drug Resistance( MDR) TB/TB kronik Menurut buku Radiologi Diagnostik karya Sjahriar Rasad (2013), tuberkulosis paru dibagi menjadi I. II. Tuberkulosis anak ( infeksi primer) Tuberkulosis orang dewasa ( re-infeksi) Tuberkulosis primer Tuberkulosis primer ini biasanya terjadi pada anak – anak. Kelainan foto toraks akibat penyakit ini dapat terjadi di mana saja dalam paru – paru, namun sarang dalam parenkim paru – paru sering disertai oleh pembesaran kelenjar limfe regional (kompleks primer). Salah satu komplikasi yang mungkin timbul adalah pleuritis, karena perluasan infiltrat primer ke pleura melalui penyebaran hematogen. Komplikasi lain adalah atelektasis akibat stenosis bronkus karena perforasi kelenjar ke dalam bronkus. Baik pleuritis maupun atelektasis tuberkulosis pada anak – anak mungkin demikian luas sehingga sarang primer tersembunyi di belakangnya. Universitas Sumatera Utara 13 Tuberkulosis sekunder atau tuberkulosis re-infeksi Tuberkulosis yang bersifat kronis ini terjadi pada orang dewasa. Saat ini pendapat umum mengenai penyakit tersebut adalah bahwa timbul reinfeksi pada seorang yang dimasa kecilnya pernah menderita tuberkulosis primer, tetapi tidak diketahui dan menyembuh sendiri. Sarang – sarang yang terlihat pada foto toraks biasanya berkedudukan di lapangan atas dan segmen apikal lobi bawah, walaupun kadang – kadang dapat juga terjadi di lapangan bawah, yang biasanya disertai oleh pleuritis. Pembesaran kelenjar – kelenjar limfe pada tuberkulosis sekunder jarang ditemukan. Klasifikasi tuberkulosis sekunder Klasifikasi tuberkulosis sekunder menurut American Tuberkulosis Association: 1. Tuberkulosis minimal (minimal tuberculosis): yaitu luas sarang – sarang yang kelihatan tidak melebihi daerah yang dibatasi oleh garis median, apeks, dan iga 2 depan tetapi sarang – sarang soliter dapat berada di mana saja, tidak harus berada dalam daerah tersebut di atas. Tidak ditemukan adanya lubang (kavitas). 2. Tuberkulosis lanjut sedang (moderately advanced tuberculosis): yaitu luas sarang – sarang yang bersifat bercak – bercak tidak melebihi luas satu paru, sedangkan bila ada lubang, diameternya tidak melebihi 4cm. Kalau sifat bayangan sarang – sarang tersebut berupa awan – awan yang menjelma menjadi daerah konsolidasi yang homogen, luasnya tidak boleh melebihi luas satu lobus. 3. Tuberkulosis sangat lanjut (far advanced tuberculosis): yaitu luas daerah yang dihinggapi oleh sarang – sarang lebih daripada klasifikasi kedua di atas, atau bila ada lubang – lubang, maka diameter keseluruhan semua lubang melebihi 4 cm. Universitas Sumatera Utara 14 Gambar 2.4. skema klasifikasi American Tuberculosis Association (Sumber: Buku Radiologi Diagnostik) 2.2.4. Patogenesis Infeksi terjadi ketika seseorang menghirup droplet nuklei yang mengandung basil tuberkulosis yang akhirnya terdampar di alveoli paru-paru dan berkembang biak. Dalam waktu 2 sampai 8 minggu, basil tuberkel ini kemudiannya akan dikelilingi dan ditelan oleh sel – sel kekebalan khusus yang disebut makrofag dan mayoritas basil ini akan hancur atau dihambat. Sel – sel makrofag tadi akan membentuk shell penghalang yang disebut granuloma sehingga sejumlah kecil basil tuberkel Universitas Sumatera Utara 15 ini mungkin dapat berkembang biak secara terkendali di intraseluler dan dilepaskan jika makrofag mati. Jika sistem kekebalan tubuh tidak bisa menjaga basil tuberkel di bawah kontrol, basil mulai berkembang biak dengan cepat dan dapat menyebar melalui saluran limfatik atau ke organ atau jaringan yang lebih jauh seperti kelenjar getah bening regional, puncak dari paru-paru, ginjal, otak, dan tulang lewat aliran darah (CDC, 2013). 2.2.5. Gejala – Gejala Klinis Keluhan yang terbanyak dari penderita TB paru adalah (Amin & Bahar, 2009): Demam Biasanya subfebri menyerupai demam influenza, tetapi kadang-kadang panas badan dapat mencapai 40-41 derajat Celsius. Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar, tetapi kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya hilang timbulnya demam influenza ini, sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari serangan demam influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman M. tuberculosis yang masuk. Batuk / batuk darah Gejala ini banyak ditemukan. Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk- produk radang keluar. Karena terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama, mungkin saja batuk baru ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah bermingguminggu atau berbulan-bulan peradangan bermua. Sifat batuk, dimulai dari batuk kering (non produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum). Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat banyak pembuluh darah yang pecah.Kebanyakan batuk darah pada tuberkulosis terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus. Universitas Sumatera Utara 16 Sesak napas Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak napas. Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi setengah bahagian paru- paru. Nyeri dada Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik/ melepaskan napasnya. Malaise Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering ditemukan berupa anoreksia tidak lalu makan, badan makin kurus (berat badan menurun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam dll. Gejala malaise ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur. 2.2.6. Diagnosis TB Paru Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis (history taking) dan pemeriksaan fisik, foto toraks, serta hasil pemeriksaan bakteriologik. Diagnosis pasti ditegakkan jika pada pemeriksaan bakteriologik ditemukan M. tuberculosis di dalam dahak atau jaringan. Karena usaha untuk menemukan basil TB tidak selalu mudah, maka diupayakan cara untuk dapat membuktikan bahwa terdapat basil TB di dalam tubuh. Cara pembuktiannya adalah melalui pemeriksaan serologi (Djojodibroto, 2013). Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu pagi - sewaktu (SPS). Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya. Tidak Universitas Sumatera Utara 17 dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis. Gambaran kelainan radiologik paru tidak selalu menunjukkan aktifitas penyakit (Depkes, 2007). Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan sebagai rumah sakit rujukan nasional untuk penyakit paru telah membuat klasifikasi untuk pasien yang berkaitan atau pernah berkaitan dengan tuberkulosis paru, yaitu sebagai berikut (Djojodibroto, 2007): TB paru Diagnosis seperti ini ditegakkan jika semua hasil prosedur diagnostik yang dilakukan mendukung. Prosedur diagnostik TB adalah anamnesis, pemeriksaan fisik, foto toraks, serta hasil pemeriksaan bakteriologik. Pasien yang didiagnosis sebagai TB paru harus diobati secara adekuat. TB paru tersangka (suspect TB) Dari semua hasil prosedur diagnostik yang dilakukan, hanya hasil pemeriksaan bakeriologik saja yang masih negatif. Pasien ini diobati dengan antibiotik yang tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan M. tuberculosis selama satu minggu untuk mengemsampingkan pneumonia. Jika tidak terdapat perbaikan klinis maupun radiologis, segera diberi obat dengan obat anti TB (OAT) selama tiga bulan. Jika dengan pemberian OAT tersebut terjadi perbaikan klinis serta radiologis, pengobatan diteruskan sampai adekuat karena diagnosis TB paru tersangka telah diubah menjadi diagnosis TB paru. Bekas TB paru (old pulmonary TB) Pasien yang telah sembuh dari TB yang datang ke dokter karena terdapat keluhan pada sistem pernapasan. Universitas Sumatera Utara 18 2.3. Foto Toraks Foto thorax atau sering disebut chest x-ray (CXR) adalah suatu proyeksi radiografi dari thorax untuk mendiagnosis kondisi-kondisi yang mempengaruhi thorax, isi dan struktur-struktur di dekatnya. Foto thorax menggunakan radiasi terionisasi dalam bentuk x-ray. Dosis radiasi yang digunakan pada orang dewasa untuk membentuk radiografi adalah sekitar 0.06 mSv. Foto thorax digunakan secara rutin untuk mendiagnosis banyak kondisi yang melibatkan dinding thorax, tulang thorax dan struktur yang berada di dalam kavitas thorax termasuk paruparu, jantung dan saluran-saluran yang besar. Foto toraks merupakan salah satu modalitas diagnosis TB. TB juga sering kali didapatkan pada foto toraks yang pada mulanya diperiksa untuk kepentingan lain seperti pada medical check up, dan pemeriksaan untuk toleransi operasi. Bila secara klinis ada gejala TB paru, hampir pasti ada kelainan pada foto toraks. Bila secara klinis ada gejala TB paru, tetapi foto toraks tidak memperlihatkan kelainan, hal ini merupakan tanda kuat bukan TB. Dari bentuk kelainan yang terdapat pada foto toraks bisa didapatkan kesan TB primer, post primer, TB aktif atau tenang. Di samping membantu menegakkan diagnosis, foto toraks berperan penting untuk dokumentasi, menilai tindakan yang dilakukan serta mengkontol keberhasilan terapi (Icksan & S, 2008). 2.3.1. Teknik Pembuatan Foto Toraks Ada 3 macam proyeksi pemotretan yang penting pada foto toraks pasien yang dicurigai TB yaitu (Icksan & S, 2008): 1. Proyeksi Postero – Anterior (PA) Pada posisi PA, pengambilan foto dilakukan pada saat pasien dalam posisi berdiri, tahan nafas pada akhir inspirasi dalam (Gambar 2.5). Bila terlihat suatu kelainan pada proyeksi PA, perlu ditambah proyeksi lateral ( Gambar 2.6). Universitas Sumatera Utara 19 Gambar 2.5. (Dari kiri) Foto PA dari depan, Foto PA dari samping Gambar 2.6. Posisi lateral kiri dari depan (A). Posisi lateral kiri dari samping (B) (Sumber: Buku Radiologis Toraks Tuberkulosis Paru) 2. Proyeksi Lateral Pada proyeksi lateral, posisi berdiri dengan tangan disilangkan di belakang kepala. Pengambilan foto dilakukan saat pasien tahan napas dan akhir inspirasi dalam. 3. Proyeksi Top Lordotik Proyeksi top lordotik(Gambar 2.7) dibuat bila foto PA menunjukkan kemungkinan adanya kelainan pada daerah apeks kedua paru. Proyeksi tambahan Universitas Sumatera Utara 20 ini hendaknya dibuat setelah foto rutin diperiksa dan bila terdapat kesulitan dalam menginterpretasikan suatu lesi di apeks. Pengambilan foto dilakukan pada posisi berdiri dengan arah sinar menyudut 35-45 derajat arah caudocranial, agar gambaran apeks paru tidak berhimpitan dengan klavikula. Gambar 2.7. Posisi top lodortik (Sumber: Buku Radiologis Toraks Tuberkulosis Paru) 2.3.2. Gambaran Foto Rontgen TB Paru Pada pemeriksaan foto toraks, TB dapat memberi gambaran bermacam – macam bentuk (multiform). Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif adalah (Isbaniyah, et al., 2011): • Bayangan berawan / nodular di segmen apikoposterior atas dan superior lobus bawah. • Kavitas terutama lebih dari satu dan dikelilingi bayangan opak berawan atau nodular. • Bayangan bercak milier. • Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang). Universitas Sumatera Utara 21 Gambaran radiologi yang dicurigai lesi TB inaktif adalah (Isbaniyah, et al., 2011): • Fibrosis • Kalsifikasi • Penebalan pleura Luluh paru (destroyed lung) adalah gambaran radiologi yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang berat, biasanya secara klinis disebut luluh paru. Gambaran radiologi luluh paru terdiri dari atelektasis, ektasis/multikavitas dan fibrosis parenkim paru. Sulit untuk menilai aktivitas lesi atau penyakit hanya berdasarkan gambaran radiologi tersebut. Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologi untuk memastikan aktivitas proses tersebut (Isbaniyah, et al., 2011). Foto Rontgen Tuberkulosis Primer (Primary Tuberculosis) Menurut Djojodibroto (2013), kelainan pada foto paru penderita tuberkulosis primer berbeda dengan tuberkulosis pasca primer. Pada foto rontgen tuberkulosis primer. Konsolidasi parenkim biasanya bersifat unifokal dengan melibatkan multilobar (25%). Konsolidasi dapat terjadi pada lobus mana pun, tetapi dilaporkan bahwa lobus bawah lebih sering terkena pada orang dewasa. Pada anak-anak sering terjadi atelektasis segmental maupun lobar. Sering terjadi pembesaran hilus atau nodus limfamediastinal dengan persentase 43% pada dewasa dan 96% pada anak-anak. Efusi pleura dapat ditemukan pada 6-7% pada penderita tuberkulosis primer, biasanya bersifat unilateral, dan cairan efusinya bebas serta tidak terperangkap (loculated). Gambaran miliar biasanya terlihat bilateral berupa nodul menyebar (diffuse) dengan ukuran 1-3 mm dan simetris (walaupun tidak selalu) Nodul persisten (mass-like opacities) yang disebut tuberkuloma merupakan gambaran residu penyakit yang menyembuh. Tinjauan kilas balik menyatakan bahwa pada 7-9% penderita tuberkulosis primer ditemukan nodul yang berukuran < 3cm di lobus atas, sering multiple dan mengalami kalsifikasi. Universitas Sumatera Utara 22 Foto Rontgen Tuberkulosis Reaktivasi Menurut Djojodibroto (2013), karakteristik grup ini adalah predileksinya, yaitu di lobus atas. Segmen yang terkena biasanya segmen apikal dan posterior, dan superior lobus bawah. Kavitas terjadi pada 50% kasus, lebih banyak multipel daripada soliter, dan berdinding tipis atau juga tebal. Pada kavitas dapat ditemukan air fluid level. Bayangan buram dan infiltrat di lobus atas akan menjadi lesi retikular atau juga lesi nodular yang disebut sebagai penyakit fibronodular atau fibroproliferatif, kemudian akan terjadi retraksi hilus sehingga paru berkerut(volume loss). Para ahli radiologi sering menyebut kelainan ini sebagai kasus TB lama, TB tidak aktif atau tuberkulosis dalam penyembuhan (old, inactive, atau healed tuberculosis). Sebenarnya data foto paru tidak dapat digunakan untuk menyatakan aktivitas penyakit, bahkan foto paru dapat membuat misdiagnosis pada penyakit yang aktif. Foto paru yang stabil untuk beberapa bulan juga tidak dapat digunakan untuk mengemsampingkan tuberkulosis yang aktif. Keterlibatan pleura pada reaktivasi dapat terlihat jika ada penebalan pleura. Jika terjadi pada apeks, kelainan ini disebut apical capping. Efusi pleura tuberkulosis pasca primer kejadiannya lebih jarang dibandingkan tuberkulosis primer. Jika terdapat air fluid level, berarti terdapat fistula bronkopleura. Universitas Sumatera Utara