KEANEKARAGAMAN JENIS SERANGGA DIURNAL PADA

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
Komunitas Ekosistem
Komunitas adalah sistem kehidupan bersama dari sekelompok populasi
organisme yang saling berhubungan karena ada saling pengaruh satu dengan yang
lainnya dan berkaitan dengan lingkungan hidupnya. Dalam komunitas organisme
hidup saling berhubungan atau berinteraksi secara fungsional. Hal ini
menunjukkan bahwa komunitas tidak statis. Komunitas mempunyai pengaturan
diri atau homeostatis. Komunitas mempunyai karakteristik organisasi komunitas,
fungsi, dan mengalami perubahan (Suin, 1997).
Ekosistem merupakan kesatuan alam yang sangat kompleks susunan dan
fungsinya. Ekositem yang tidak/belum dicampuri manusia disebut ekosisitem
alamiah, sedangkan yang sudah dikelola atau dibuat oleh manusia disebut
agroekosistem, seperti ladang, sawah, tegalan, kebun, empang dan sungai buatan.
Akuarium juga merupakan ekosistem buatan (Oka, 1995).
Jumlah spesies dalam suatu komunitas adalah penting dari segi ekologi
karena keragaman spesies tampaknya bertambah bila komunitas menjadi makin
stabil. Gangguan parah menyebabkan penurunan yang nyata dalam keragaman.
Keragaman yang besar juga mencirikan ketersediaan sejumlah besar ceruk
Komunitas yang
mengalami situasi lingkungan yang keras dan tidak
menyenangkan di mana kondisi fisik terus-menerus menderita, kadangkala atau
secara berkala, cenderung terdiri atas sejumlah kecil spesies yang berlimpah.
Dalam lingkungan yang lunak, atau menyenangkan, jumlah spesies besar, namun
Universitas Sumatera Utara
tidak ada satu pun yang berlimpah. Keragaman spesies dapat diambil untuk
menandai jumlah spesies dalam suatu daerah tertentu atau sebagian jumlah spesies
diantara jumlah total individu dari seluruh spesies yang ada. Hubungan ini dapat
dinyatakan secara numerik sebagai indeks keanekaragaman (Michael, 1995).
Keragaman Jenis Serangga dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya
Keragaman jenis adalah sifat komunitas yang memperlihatkan tingkat
keanekaragaman jenis organisme yang ada didalamnya. Untuk memperoleh
keragaman jenis ini cukup diperlukan kemampuan mengenal dan membedakan
jenis meskipun tidak dapat mengindentifikasi jenis hama (Krebs, 1978).
Teknologi pengendalian secara kimia tidak memihak pada azas-azas
ekologi yang berkelanjutan atau berada di luar pemahaman ekologi, yaitu
ekosistem yang berbasis pada keragaman, interaksi dan saling ketergantungan
antara komponen ekosistem.
Keragaman adalah fungsi kesetabilan, maka
diperlukan teknologi pertanian yang mampu mempertahankan dan menjamin
keanekaragaman serta meningkatkan produksi dengan dampak lingkungan
seminimal mungkin, mampu mempertahankan produktivitas lahan. Altieri dan
Nichols (2004) mengemukakan bahwa ekosistem dan praktek budidaya akan
berpengaruh terhadap tingkat keanekaragaman pengendali alami dan kelimpahan
serangga hama, yang memiliki arti dalam meningkatkan kesetabilan dan
keberlanjutan ekosistem (Altieri dan Nichols (2004) dalam Mudjiono dkk, 2007).
Populasi setiap organisme pada ekosistem tidak pernah sama dari waktu ke
waktu lainnya, tetapi naik turun. Demikian pula ekosistem yang terbentuk dari
Universitas Sumatera Utara
populasi serta lingkungan fisiknya senantiasa berubah dan bertumbuh sepanjang
waktu (Untung, 1996).
Menurut Krebs (1978), ada 6 faktor yang saling berkaitan menentukan
derajat naik turunnya keragaman, jenis yaitu :
a) Waktu, keragaman komunitas bertambah sejalan waktu, berarti komunitas
tua yang sudah lama berkembang, lebih banyak terdapat organisme dari
pada komunitas muda yang belum berkembang. Waktu dapat berjalan
dalam ekologi lebih pendek atau hanya sampai puluhan generasi.
b) Heterogenitas ruang, semakin heterogen suatu lingkungan fisik semakin
kompleks komunitas flora dan fauna disuatu tempat tersebar dan semakin
tinggi keragaman jenisnya.
c) Kompetisi, terjadi apabila sejumlah organisme menggunakan sumber yang
sama yang ketersediannya kurang, atau walaupun ketersediannya cukup,
namun persaingan tetap terjadi juga bila organisme-organisme itu
memanfaatkan sumber tersebut, yang satu menyerang yang lain atau
sebaliknya.
d) Pemangsaan, mempertahankan komunitas populasi dari jenis bersaing
yang berbeda di bawah daya dukung masing-masing selalu memperbesar
kemunginan hidup berdampingan sehingga mempertinggi keragaman,
apabila intensitas dari pemasangan terlalu tinggi atau rendah dapat
menurunkan keragaman jenis.
e) Kestabilan iklim, makin stabil, suhu, kelembaban, salinitas, pH dalam
suatu lingkungan tersebut. Lingkungan yang stabil, lebih memungkinkan
keberlangsungan evolusi.
Universitas Sumatera Utara
f) Produktifitas, juga dapat menjadi syarat mutlak untuk keanekaragaman
yang tinggi.
Peledakan Populasi Serangga
Faktor lingkungan biotik bagi organisme adalah organisme lain juga
terdapat di habitatnya. Pada komunitas jenis-jenis organisme saling berinteraksi
satu dengan yang lainnya. Interaksi itu dapat berupa predasi, parasitisme,
kompetisi, dan penyakit. Hubungan organisme dengan organisme lainnya
membentuk komunitas di ekosistem tempat organisme tersebut hidup bersama.
Hubungan antar jenis organisme di komunitasnya akan menentukan kepadatan
populasi masing-masing organisme di habitatnya. Pemangsa akan menyebabkan
rendahnya kepadatan populasi mangsanya, sedangkan mangsa sangat menentukan
kehidupan pemangsa. Suatu spesies hama mengkolonisasi daerah geografis yang
baru tanpa diikuti oleh perkembangan musuh alami, musuh alami terbunuh oleh
aplikasi pestisida, atau habitat yang ditempati oleh hama dan musuh alami
dimodifikasi sehingga sangat sesuai untuk hama (Michael, 1995).
Kepadatan populasi spesies di suatu tempat tidak pernah tetap, selalu ada
yang datang (lahir dan imigrasi), dan pergi (mati dan emigrasi). Kelahiran
menyebabkan bertambahnya anggota populasi. Kelahiran ditentukan oleh
kapasitas organisme secara genetik untuk menghasilkan keturunan. Faktor lain
yang menentukan adalah lingkungan biotis yaitu parasit, predator dan
ketersediaan bahan makanan serta tempat berlindung (Suin, 2003)
Menurut Michael (1995) di dalam ekosistem alami populasi suatu jenis
serangga atau hewan pemakan tumbuhan tidak pernah eksplosif (meledak) karena
banyak faktor pengendaliannya baik yang bersifat biotik maupun abiotik. Dengan
Universitas Sumatera Utara
demikian dalam ekosistem alami serangga tidak berstatus sebagai hama. Di dalam
ekosistem pertanian faktor pengendali tersebut sudah banyak berkurang sehingga
kadang-kadang populasinya meledak dan menjadi hama. Serangga fitofag dapat
berubah status dari non hama menjadi hama atau dari hama penting menjadi
hama tidak penting karena :
1. Perubahan lingkungan atau cara budidaya
2. Perpindahan tempat
3. Perubahan pandangan manusia
4. Aplikasi insektisida yang tidak bijaksana.
Peledakan populasi dapat terjadi jika suatu spesies dimasukkan ke dalam
suatu daerah yang baru, dimana terdapat sumber-sumber yang belum dieksploitir
oleh manusia dan tidak ada interaksi negatif (misalnya predator, parasit), dimana
sebenarnya predator dan parasit memainkan peranan dalam menahan peledakan
populasi
dan
memang
menekan
laju
pertumbuhan
populasi
(Heddy dan Kurniaty, 1996).
Serangga Pada Tanaman Penutup Tanah Mucuna bracteata
Mucuna memiliki kandungan protein, vitamin, dan mineral untuk
kebutuhan makanan ternak dan juga manusia seperti kacang-kacangan yang lain,
Dari segi kandungan gizi, Mucuna memiliki kandungan protein sebesar 25-35%
dan memiliki kandungan lysine yang tinggi yaitu sebesar 327-412 mg g-1 N.
Selain itu, Mucuna juga memiliki kandungan sejumlah asam amino essensial dan
merupakan sumber serat pangan (dietary fiber) dan mineral. Tetapi Mucuna juga
memiliki kandungan senyawa 3,4-dihydroxy-L-phenylalanine atau L-Dopa
sebesar 3-7% yang bersifat toksik (Skerman, 1977).
Universitas Sumatera Utara
Menurut Henry (1949) biji Mucuna mengandung senyawa alkaloid toksik
mucunine dan mucunadine. Citroreksoko (1974) menemukan bahwa selain
senyawa alkaloid toksik terdapat pula Phitohemaglutinin dan Sianglukosida.
Walaupun kadarnya sangat
rendah, senyawa-senyawa toksik
ini dapat
menimbulkan keracunan. Senyawa toksin dapat diolah dengan baik yaitu dengan
perendaman dan perebusan yang disertai dengan pelepasan kulit, senyawa toksin
akan larut dalam air atau terurai (Oudhia, 2001).
Mucuna rentan terhadap kebusukan yang penyebabnya tidak dapat
diketahui dan dapat menyebabkan tanaman mati. Nematoda yang menyerang
adalah Meloidogyne spp. Serangga seperti ulat bulu (Anticarsia gemmatalis) dan
mamalia kecil yang menyerang Mucuna sangat sedikit, hal ini disebabkan karena
kandungan L-Dopa yang dimiliki oleh Mucuna. Brachyplatys spp. dapat memakan
daun kacang-kacangan (Oudhia, 2001).
Serangga yang terdapat pada tanaman penutup tanah antara lain kutu
Aphid sp., Thrips sp., kumbang Meloidae, dan tungau. Serangga tersebut terdapat
pada daun tanaman penutup tanah. Kutu Aphid hidup secara berkelompok di
pucuk tanaman atau pada lembaran daun-daun muda. Kutu Aphid menyebabkan
daun menjadi keriting dan akhirnya layu. Thrips adalah serangga penghisap, daun
yang terserang tampak bercak-bercak berwarna abu-abu. Bercak abu-abu ini akan
berubah menjadi coklat tua (Yayah dan Lecoq, 2008).
Cara koleksi serangga di lapangan
Pengumpulan dengan jaring vegetasi
Jaring serangga merupakan alat yang paling banyak dan umum digunakan
untuk koleksi serangga.Pada dasarnya ada tiga jenis jaring serangga yaitu jaring
Universitas Sumatera Utara
udara (aerial net), jaring ayun (sweep net), dan jaring air (aquatic net). Jaring
udara digunakan untuk menangkap serangga terbang seperti kupu-kupu, lalat,
belalang, lebah, dan capung. Jaring serangga mempunyai diameter 35 cm pada
bagian depan dan panjang jaring 50 cm. Tongkat tangkai jaring biasanya
sepanjang 100 cm. Jaring ayun di gunakan untuk menangkap serangga pada daundaunan atau rerumputan. Pengambilan serangga dari dalam jaring di usahakan
membelakangi sinar matahari agar serangga tidak keluar dari dalam jaring. Jaring
air harus lebih kuat untuk menahan kotoran dalam air, baik kawat lingkar dan
bahan jaringnya (Suin, 2003).
Jaring-jaring penyapu umum digunakan untuk mengambil sampel
serangga vegetasi. Ini adalah cara yang sederhana dan cepat untuk pengambilan
sampel. Kekurangannya adalah bahwa hanya serangga-serangga yang tidak
terjatuh atau kabur pada saat si pengumpul mendekati vegetasi, yang dapat
ditangkap. Perubahan dalam penyebaran tegak, keadaan cuaca, siklus diel dari
pergerakan tegak, serta perubahan-perubahan dalam habitat akan mempengaruhi
penangkapan yang dilakukan dengan jaring sapu. Selanjutnya, jaring sapu tidak
dapat digunakan secara tepat guna pada vegetasi yang sangat rendah (rumput),
atau sangat tinggi (pohon muda) (Michael, 1995).
Pengumpulan dengan perangkap warna
Selain ada yang tertarik terhadap cahaya, serangga hama tertentu juga
lebih tertarik terhadap warna. Warna yang disukai serangga biasanya warna-warna
kontras seperti kuning cerah. Keunggulan dari penggunaan perangkap warna ini
adalah murah, efisien juga praktis. Namun perangkap ini hanya bisa digunakan
pada hama siang hari saja. Prinsip kerjanya pun tidak jauh berbeda dengan
Universitas Sumatera Utara
perangkap cahaya dimana serangga yang datang pada tanaman dialihkan
perhatiannya pada perangkap warna yang dipasang. Serangga yang tertarik
perhatiannya dengan warna tersebut akan mendekati bahkan menempel pada
warna tersebut. Bila pada obyek warna tersebut telah dilapisi semacam lem,
perekat atau getah maka serangga tersebut akan menempel dan mati
(Kusnaedi, 1999 dalam Firmansyah, 2007).
Perangkap warna akan menarik jenis serangga serangga tertentu yang
menyukai warna tertentu pula. Biasanya warna yang dipakai adalah warna kuning
dan warna yang terang seperti putih, biru, dan hijau. Bahannya berupa kertas
minyak berwarna kuning atau warna terang yang telah dioleskan dengan minyak
makan atau getah kayu dan diikatkan pada tiang-tiang yang ditempatkan pada
beberapa lokasi sekitar areal pertanaman. Semakin banyak perangkap yang
dipasang akan semakin baik (Soemarno, 2007).
Universitas Sumatera Utara
Download