BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah sumber daya

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Masalah sumber daya manusia masih menjadi sorotan dan tumpuan bagi
organisasi baik profit maupun non profit untuk tetap dapat bertahan di era
globalisasi. Faktor manusia menjadi pemegang peranan penting dalam mencapai
tujuan maupun dalam menjaga kelangsungan sebuah organisasi. Dukungan dana,
peralatan dan prasarana lainnya menjadi tidak berarti ketika organisasi tersebut
mengabaikan faktor manusianya.
Apabila kita menilik definisi dari organisasi mungkin akan lebih
mempermudah dalam mencerna sedikit uraian di atas. Organisasi diartikan
sebagai hubungan berpola antara manusia yang terlibat aktivitas saling tergantung
untuk mencapai tujuan bersama, baik tujuan perseorangan maupun tujuan
kelompok. Pada dasarnya suatu organisasi merupakan totalitas berbagai unsur,
tujuan organisasi mungkin tercapai apabila organisasi tersebut mampu
menyinergikan unsur-unsur tersebut.
Hal ini menunjukkan bahwa sumber daya manusia merupakan kunci
pokok bagi organisasi yang harus diperhatikan dengan segala kebutuhannya.
Sebagai kunci pokok, sumber daya manusia akan menentukan keberhasilan
pelaksanaan kegiatan organisasi. Tuntutan organisasi untuk memperoleh,
mengembangkan dan mempertahankan sumber daya manusia yang berkualitas
semakin mendesak sesuai dengan dinamika lingkungan yang selalu berubah.
Uraian di atas memberi gambaran bahwa sumber daya manusia yang
berkualitas, mampu mengadaptasi kemajuan dan perkembangan ilmu dan
teknologi untuk menghasilkan produk yang terkini (up to date), menjadi
kebutuhan mutlak sebuah organisasi, tidak terkecuali dalam sebuah organisasi
pemerintahan. Dalam organisasi pemerintahan, sumber daya manusia memiliki
kedudukan dan peranan sebagai unsur aparatur negara yang bertugas sebagai abdi
masyarakat harus menyelenggarakan pelayanan secara adil kepada masyarakat
dengan dilandasi kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945.
BAPPEDA atau Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kabupaten
Tulang Bawang merupakan unsur pelaksana tugas tertentu dalam menunjang
penyelenggaraan
Pemerintah
daerah
khususnya
dibidang
perencanaan
pembangunan daerah yang mempunyai tugas pokok membantu Kepala Daerah
dalam menentukan kebijaksanaan di bidang perencanaan pembangunan daerah
serta penilaiaan atas pelaksanaannya. Sebuah deskripsi tugas yang singkat, akan
tetapi apabila dijabarkan dalam tataran operasional tidaklah mudah, artinya dalam
pelaksanaannya menuntut para pegawai dengan kualifikasi sesuai standar-standar
yang ditentukan oleh organisasi. Standar tersebut tidak lepas dari kinerja
organisasional yang hendak dicapai oleh Badan Perencana Pembangunan Daerah
Kabupaten Tulang Bawang. Badan Perencana Pembangunan Daerah Kabupaten
Tulang Bawang dalam melaksanakan tugas dan fungsinya didukung oleh 71
pegawai yang terdiri dari 1 orang Kepala Badan, 1 orang Sekretaris, 2 orang
Kepala Sub Bagian, 4 orang Kepala Bidang, 6 orang Kepala Sub Bidang, 51
orang staf dan 6 orang honorer.
Dalam era otonomi daerah, peran pemerintah daerah semakin meningkat.
Pemerintah daerah dan masyarakat di daerah semakin luas memiliki kewenangan
untuk mengurus dan mengatur rumah tangganya sendiri berdasarkan kemampuan
sendiri. Pemberian kewenangan yang luas kepada pemerintah daerah tersebut
tentunya akan membawa konsekuensi terhadap lembaga-lembaga di dalamnya
tidak terkecuali Badan Perencana Pembangunan Daerah Kabupaten Tulang
Bawang untuk berperan lebih dalam rangka peningkatan dan pemberdayaan
potensi daerahnya.
Dalam rangka peningkatan dan pemberdayaan potensi daerah diperlukan
sebuah
penyelenggaraan
penyelenggaraan
pemerintahan
pemerintahan
yang
yang
memiliki
mengutamakan
kualitas,
pelayanan
atau
kepada
masyarakat sebagai konsumen serta dilaksanakan secara profesional. Kualitas
tersebut hanya akan tercapai apabila dalam sistem pemerintahan tersebut memiliki
sumber daya manusia yang berkualitas pula. Kualitas sumber daya manusia
menyangkut dua aspek yaitu aspek fisik dan aspek nonfisik yang meliputi:
prestasi kerja, berpikir, dan ketrampilan lain. Untuk meningkatkan kualitas fisik
dapat diupayakan melalui program kesehatan gizi, untuk meningkatkan kualitas
nonfisik dapat melalui pendidikan dan pelatihan. (Retno dan Gunarsih, 2005:2)
Sumber daya manusia sebagai penggerak organisasi banyak dipengaruhi
oleh perilaku para pesertanya (partisipannya) atau pelakunya. Keikutsertaan
sumber daya manusia dalam organisasi diatur dengan adanya pemberian
wewenang dan tanggung jawab. Merumuskan wewenang dan tanggung jawab
yang harus dicapai pegawai dengan standar atau tolok ukur yang telah ditetapkan
dan disepakati oleh pegawai dan atasan. Pegawai bersama atasan masing-masing
dapat menetapkan sasaran kerja dan standar kinerja yang harus dicapai serta
menilai hasil-hasil yang sebenarnya dicapai pada akhir kurun waktu tertentu. Hal
tersebut menunjukkan bahwa penilaian kinerja merupakan suatu hal tidak dapat
dipisahkan dengan organisasi, dimana proses penilaian kinerja pegawai dilakukan
berdasarkan peraturan yang telah ditetapkan, dengan cara membandingkan
sasaran yang ingin dicapai (hasil kerjanya) dengan persyaratan deskripsi
pekerjaan itu sendiri, yaitu standar pekerjaan yang telah ditetapkan selama periode
tertentu. Standar kerja tersebut dapat dibuat baik secara kualitatif maupun
kuantitatif. Dukungan dari atasan yang berupa pengarahan, dukungan sumber
daya seperti memberi peralatan yang memadai sebagai sarana untuk memudahkan
pencapaian tujuan yang akan dicapai dalam pendampingan, bimbingan, pelatihan
serta pengembangan akan lebih mempermudah penilaian kinerja yang objektif.
Menurut Narwodo dan Wajdi (2005: 3) salah satu dari lima faktor dalam
penilaian kinerja adalah faktor kehadiran, table berikut akan disajikan rekapitulasi
daftar absensi pegawai Badan Perencana Pembangunan Daerah Kabupaten Tulang
Bawang mulai dari bulan Januari 2010 sampai dengan bulan Juli 2010:
Tabel 1. Rekapitulasi Daftar Absensi Pegawai Badan Perencana Pembangunan
Daerah Kabupaten Tulang Bawang Bulan Januari s/d Juli 2010.
Keterangan
Ijin
Sakit
Cuti
Tanpa keterangan
Jumlah
Jan
2
2
1
3
%
2.8%
2.8%
1.4%
4.2%
11.3%
Feb
1
3
2
4
%
1.4%
4.2%
2.8%
5.6%
14.1%
Mar
3
3
0
6
%
4.2%
4.2%
0.0%
8.5%
16.9%
Apr
2
5
2
2
%
2.8%
7.0%
2.8%
2.8%
15.5%
Mei
1
3
0
2
%
1.4%
4.2%
0.0%
2.8%
8.5%
Juni
2
4
0
5
%
2.8%
5.6%
0.0%
7.0%
15.5%
Juli
2
1
1
8
Sumber: Badan Perencana Pembangunan Daerah Kabupaten Tulang Bawang 2010
Dari tabel di atas dapat diketahui adanya peningkatan jumlah absensi pada
bulan Januari sebanyak 11,3 % menjadi 14,1 % pada bulan februari dan pada
bulan Maret meningkat lagi menjadi 16,9 %. Pada bulan April-Mei terjadi
penurunan jumlah absensi dari 15,5% menjadi 8,5%, yang kemudian terjadi
peningkatan lagi pada bulan Juni-Juli yaitu 15.5% dan 16.9%. Meskipun tidak ada
standar yang menunjukkan tingkat absensi dikatakan tinggi atau rendah namun
peningkatan absensi pada tabel diatas dapat mengindikasikan gejala awal dari
penurunan kinerja pegawai.
Faktor-faktor penilaian kinerja secara obyektif erat kaitannya dengan
kepuasan kerja (job satisfaction), Menurut Sunarno (2008:1) kepuasan kerja (job
%
2.8%
1.4%
1.4%
11.3%
16.9%
satisfaction) merupakan sikap individu dalam menjalani pekerjaannya, seseorang
dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi mempunyai sikap positif terhadap
pekerjaannya, seseorang yang tidak puas dengan pekerjaannya mempunyai sikap
negatif terhadap pekerjaannya. Menurut Ramlan (2005:17) gejala kepuasan atau
ketidakpuasan kerja pegawai dapat diperlihatkan oleh beberapa aspek
diantaranya:
a. Jumlah kehadiran pegawai atau jumlah kemangkiran.
b. Perasaan senang atau tidak senang dalam melaksanakan pekerjaan.
c. Perasaan adil atau tidak adil dalam menerima imbalan.
d. Suka atau tidak suka dengan jabatan yang dipegangnya.
e. Sikap menolak pekerjaan atau menerima dengan penuh tanggung jawab.
f. Tingkat motivasi para pegawai yang tercermin dalam perilaku pekerjaan.
g. Reaksi positif atau negatif terhadap kebijakan organisasi.
h. Unjuk rasa atau perilaku destruktif lainnya.
Kondisi kepuasan atau ketidakpuasan kerja tersebut menjadi umpan balik
yang akan mempengaruhi secara langsung maupun tidak terhadap prestasi kerja di
waktu yang akan datang. Jadi, hubungan prestasi dan kepuasan kerja menjadi
suatu sistem yang berlanjut. Menurut Aulia (2010:1) pegawai yang tidak
memperoleh kepuasan kerja tidak akan pernah mencapai kematangan psikologis
dan pada gilirannya akan menjadi frustasi. Pegawai seperti ini akan sering
mengeluh, mempunyai semangat kerja rendah, meninggalkan pekerjaan, mencuri
barang milik organisasi, sering absen, datang terlambat dan menghindari sebagian
dari tanggung jawab pekerjaan mereka.
Selain kepuasan kerja, pengembangan karir juga mempunyai kaitan erat
dengan pengembangan sumber daya manusia, di mana dalam pengembangan karir
mengarah pada perbaikan atau peningkatan kinerja pribadi yang diusahakan oleh
individu maupun organisasi untuk memilih tujuan dan jalur karir untuk mencapai
tujuan tersebut. Menurut Handoko (2000:123) pengembangan karir adalah
peningkatan-peningkatan pribadi yang dilakukan seseorang untuk mencapai suatu
rencana karir.
Tuntutan pekerjaan yang menyesuaikan dengan perkembangan teknologi
dan ilmu pengetahuan akan membawa perubahan bagi pola kehidupan individu di
dalam lingkungan organisasi. Mereka harus dapat membenahi diri karena apabila
tidak, akan tersisihkan dari rekan-rekannya. Agar eksistensi diri tetap terjaga,
maka setiap individu menginginkan karirnya meningkat, seorang pegawai negeri
dengan jabatan penata muda tentunya menginginkan jabatan sebagai seorang
kepala sub bagian, begitu pula kepala sub bagian menginginkan jabatan menjadi
kepala bagian, demikian pula kepala bagian menginginkan jabatan menjadi kepala
dinas. Adanya keinginan tersebut mengakibatkan pegawai harus mempunyai
perencanaan karir yang matang, salah satu langkah yang ditempuh untuk
memenangkan persaingan agar mampu bersaing yaitu pegawai dituntut untuk
mempunyai skill, knowleadge, ability (keterampilan, pengetahuan, kemampuan)
yang tinggi agar dapat menjadi sumber daya manusia yang mampu bersaing,
mampu memenuhi kebutuhan organisasi dan bersaing diluar organisasi tempat
mereka bekerja secara nasional maupun internasional.
Pengembangan karir dan pemanfaatan sumber daya manusia merupakan
kebutuhan organisasi, pegawai adalah aset yang paling berharga, namun demikian
pegawai yang ditempatkan di posisi yang tidak tepat dan mengalami frustasi
untuk tumbuh dan berkembang sehingga tidak akan mencapai kinerja optimal
sesuai dengan standar organisasi. Kebutuhan, keinginan dan ketidakpuasan yang
ditunjukkan dalam pengembangan karir merupakan suatu masalah bagi organisasi
kecuali bila organisasi dapat memberikan pekerjaan dan karir yang lebih menarik
serta memberi tantangan, karena itu tidak mengherankan jika pengembangan dan
perencanaan karir menjadi persoalan besar dalam organisasi selama beberapa
tahun terakhir.
Di lingkungan Pegawai Negeri Sipil (PNS) senioritas masih sering
menjadi acuan, di samping itu juga ada yang disebut dengan Daftar Penilaian
Pelaksanaan Pekerjaan yang dikenal dengan DP3, padahal kalau dilihat DP3 tolok
ukurnya kurang jelas. Apabila mengamati di instansi pemerintah, meskipun sudah
ada peraturan yang mengatur tetapi masih terjadi penyimpangan-penyimpangan.
Bahkan peraturan sendiri kadang-kadang menjadi momok bagi pegawai.
Dengan lahirnya suatu peraturan baru biasanya ada dua kelompok
kepentingan, yaitu kelompok yang diuntungkan dan kelompok yang dirugikan.
Dalam kelompok yang diuntungkan peraturan itu dianggap adil, karena kelompok
ini menikmatinya dengan kenaikan pangkat yang diperoleh manakala menduduki
jabatan eselon. Tetapi bagi kelompok yang kurang beruntung, meskipun
pangkatnya memenuhi syarat untuk menduduki jabatan namun karena untuk
mendudukkan seseorang sebagai pejabat merupakan hak prerogatif pengambil
kebijakan maka tidak secara otomatis ia dapat jabatan sehingga kepangkatannya
masih tetap “jalan ditempat” kelompok ini menganggap peraturan itu tidak adil.
Realitas ini hampir terjadi pada setiap instansi pemerintah sehingga kadangkadang terjadi pengaburan asal-usul perolehan kenaikan pangkat.
Apabila dilakukan terobosan dengan pengangkatan PNS yang profesional,
usia muda, berprestasi tinggi dan mempunyai kemampuan teknis dan manajerial
dalam memimpin/menduduki suatu jabatan struktural yang didalamnya terdapat
PNS senior pangkatnya lebih tinggi maka hal demikian sudah melanggar dan
menyalahi prinsip pembinaan PNS. Tidak menutup kemungkinan pegawai lebih
menyukai jalur karir kesamping daripada keatas (jabatan fungsional). Dengan
pengembangan karir kesamping mereka akan merasa lebih variatif dalam
melakukan pekerjaan. Mereka lebih mudah mencapai prestasi kerja yang
diharapkan. Oleh karena itu, pegawai perlu ditempatkan pada pekerjaan yang
sesuai dengan keahliannya (the right man in the right place, the right man on the
right the job).
Pengelolaan dan pengembangan karir secara tepat akan meningkatkan
efektivitas dan kreativitas sumber daya manusia yang diyakini dapat
menumbuhkan komitmen kuat terhadap organisasi dan meningkatkan kinerjanya
dalam upaya mendukung organisasi untuk mencapai tujuannya. Konsep komitmen
muncul dari studi yang mengeksplorasi kaitan atau hubungan antara pegawai
dengan organisasi. Motivasi untuk melakukan studi tentang komitmen didasari
suatu keyakinan bahwa pegawai yang berkomitmen akan menguntungkan bagi
organisasi karena kemampuan potensialnya akan meningkatkan kinerja.
McNeese-Smith (1996) menunjukkan bahwa komitmen organisasi berhubungan
signifikan positif terhadap kinerja karyawan.
Komitmen organisasional dianggap penting bagi organisasi karena: (1)
berpengaruh terhadap
turnover, (2) berhubungan dengan kinerja yang
mengasumsikan bahwa karyawan
yang mempunyai komitmen terhadap
perusahaan cenderung mengembangkan upaya yang lebih besar pada perusahaan
(Morrison, 1997). Selain itu, Luthans (2006) menyatakan bahwa lima dimensi
yang telah diidentifikasi untuk merepresentasikan karakterisitik pekerjaan yang
paling penting dimana karyawan memiliki respons afektif dan positif yaitu
pekerjaan itu sendiri, gaji, kesempatan promosi, pengawasan dan rekan kerja.
Kelima dimensi tersebut dirumuskan dan digunakan untuk mengukur kepuasan
kerja. Jika hal-hal tersebut dapat terpenuhi maka komitmen organisasional akan
timbul dengan baik, sehingga kepuasan akan berdampak terhadap komitmen
organisasi.
Dari paparan - paparan di atas, penelitian ini memfokuskan diri untuk
menganalisis kinerja Pegawai Badan Perencana Pembangunan Daerah Kabupaten
Tulang Bawang ditinjau melalui variabel kepuasan kerja dan pengembangan karir
serta variabel komitmen organisasi dengan pendekatan analisis jalur.
1.2. Rumusan Masalah
Dari uraian pada latar belakang di atas, maka masalah dalam penelitian ini
dirumuskan sebagai berikut :
1.
Apakah kepuasan kerja memiliki hubungan dengan kinerja pegawai.
2.
Apakah pengembangan karir memiliki hubungan dengan kinerja pegawai.
3.
Apakah pengembangan karir memiliki hubungan dengan komitmen
organisasi.
4.
Apakah kepuasan kerja memiliki hubungan dengan komitmen organisasi.
5.
Apakah komitmen organisasi memiliki hubungan dengan kinerja.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan tesis ini untuk mengetahui:
1.
Hubungan kepuasan kerja dengan kinerja pegawai
2.
Hubungan pengembangan karir dengan kinerja pegawai
3.
Hubungan pengembangan karir dengan komitmen organisasi
4.
Hubungan kepuasan kerja dengan komitmen organisasi
5.
Hubungan komitmen organisasi dengan kinerja pegawai
1.4. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian ini untuk:
1.
Bahan masukan kepada Pegawai Negeri Sipil khususnya Badan Perencana
Pembangunan Daerah Kabupaten Tulang Bawang dalam merumuskan
strategi untuk meningkatkan kinerja pegawai.
2.
Memberikan bukti empiris terhadap arti pentingnya variabel kepuasan kerja
dan pengembangan karir serta komitmen organisasi yang berujung pada
peningkatan kinerja pegawai.
Download