penatalaksanaan pruritus anogenital

advertisement
PENATALAKSANAAN PRURITUS
ANOGENITAL
Tony S. Djajakusumah
Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran/Universitas Islam Bandung
RS dr. Hasan Sadikin, Bandung
PENDAHULUAN
Pruritus atau rasa gatal merupakan keluhan yang paling sering terdapat
pada penderita dengan penyakit kulit,1,2,3 dapat didefinisikan sebagai sensasi yang
menyebabkan keinginan untuk menggaruk.2 Pruritus dapat menimbulkan dampak
negatif terhadap quality of life.4
Pruritus dapat terjadi pada kulit yang
menunjukkan adanya kelainan, namun dapat pula terjadi pada kulit yang sangat
sedikit menunjukkan adanya kelainan,1 namun perlu diingat bahwa kulit genitalia
normal sering berwarna kemerahan dan adanya skuama sering tidak nampak oleh
karena keadaan yang lembab, sehingga adanya inflamasi sering tidak terditeksi.2
Pruritus dapat berasal dari kulit, maupun sistim saraf. Secara klinis dapat
diklasifikasikan sebagai pruritus yang disebabkan oleh kelainan kulit, pruritus
yang disebabkan oleh penyakit sistemik, pruritus neuropatik dan pruritus
psikogenik.2 Timbulnya pruritus merupakan suatu proses yang kompleks yang
melibatkan stimulasi dari ujung-ujung saraf superfisial pada kulit. Saraf yang
berperan pada timbulnya rasa gatal adalah serat-serat saraf C tanpa mielin yang
mentransmisikan stimulus ke kornu dorsalis dari medulla spinalis, kemudian
melalui traktus spinotalamikus ke korteks serebral untuk diproses.4 Mediator yang
berperan pada patogenesis dari pruritus berupa mediator sentral maupun perifer
termasuk opiat, neuroadrenalin, substance P, histamin, proteinase, nerve growth
factor, interleukin, serotonin, prostaglandin.1,2 Rasa gatal yang diinduksi oleh
histamine terbukti mengaktivasi area motorik sentral yang berhubungan dengan
aktivitas menggaruk. Hal ini menunjang perilaku gatal-garuk-gatal.5
Pruritus berdasarkan perjalanan penyakitnya dapat dibagi atas pruritus
akut yaitu pruritus yang berlangsung beberapa detik sampai seminggu dan pruritus
kronik yang berlangsung lama sampai berbulan-bulan.2
P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries
Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011 293
Pruritus anogenital (PAG) adalah pruritus yang menyerang daerah
anogenital yang meliputi daerah genital seperti skrotum, korpus dan glans penis,
mons pubis dan vulva, namun dapat pula terbatas hanya pada daerah perianal,
perineal, lipatan inguinal, paha, dan daerah supra pubis.6
Untuk penatalaksanaan karus-kasus PA, sangat membantu pula bila kita
mengelompokkan PA berdasarkan riwayat keluhannya apakah bersifat akut atau
kronik. Lokalisasi rasa gatal dapat merupakan kunci untuk menentukan faktorfaktor yang berperan menimbulkan keluhan tersebut. 6
Pengobatan dari pruritus harus memperhatikan sifat multifaktorial dari
etiologi pruritus yang meliputi jalur pusat dan mediator perifer.2 Riwayat atopi
penting untuk ditanyakan pada penderita oleh karena banyak penderita dermatitis
atopik yang menunjukkan gejala gatal yang disebabkan berbagai penyebab yang
tidak seimbang, bila dibandingkan dengan rasa gatal pada penderita tanpa atopi.
Penderita diabetes melitus cenderung lebih sering mengalami infeksi bakteri
maupun jamur pada daerah lipatan, demikian pula penderita obesitas dengan
oklusi keringat dan meningkatnya kelembaban sebagai faktor predisposisi.6
Pada makalah ini akan dibahas etiologi dan penatalaksanaan berbagai jenis
pruritus anogenital.
PRURITUS ANOGENITAL AKUT
Pruritus anogenital akut (PAA) sering disebabkan oleh infeksi, namun
dapat pula disebabkan oleh etiologi non infeksi seperti dermatitis kontak alergik
maupun iritan, seperti terlihat pada Tabel 1. Identifikasi penyebab serta terapi
yang sesuai dapat menghasilkan hilangnya pruritus dengan cepat, namun pada
sebagian pasien, menghilangkan
infeksi atau kontaktan yang menimbulkan
dermatitis ternyata tidak sempurna menghilangkan rasa gatal. Dalam kasus-kasus
tersebut, adanya pruritus kronis harus dipertimbangkan.6
Infeksi dermatofit yang menyerang daerah anogenital adalah tinea kruris,
merupakan dermatofit kedua terbanyak di seluruh dunia. Pada umumnya
disebabkan oleh Trichophyton(T) rubrum dan Epidermophyton floccusum dan
jarang disebabkan oleh T. mentagrophytes dan T. verrucosum. Tinea kruris lebih
sering terjadi pada pria dari pada wanita. Lokasi kelainan kulit adalah pada
daerah inguinal, pubis, perineal, perianal dan genitalia, namun jarang melibatkan
P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries
Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011 294
skrotum dan hal ini sering nampak jelas pada pemeriksaan klinis. Kelainan khas
menunjukkan adanya lesi berupa plak eritem dengan papulovesikula berbatas
tegas dengan central healing (terutama yang disebabkan oleh E. floccusum),
bagian pinggir lesi lebih menimbul. Diagnosis dapat dikonfirmasikan dengan
pemeriksaan mikroskopik langsung (KOH) atau kultur. 7,8
Tabel 1. Penyebab yang sering dari pruritus anogenital akut 6
Infeksi
Jamur
Bakteri
Vaginosis bakterial
Virus
: Dermatofit, kandida
: Staphylococcus aureus, Streptokokus grup A
: Gardnerella vaginalis, Mobilincus spp, Bacterioides spp,
Mycoplasma hominis, kokus anaerob positif.
: Virus herpes simpleks, human papliloma virus, moluskum
kontagiosum.
Infestasi
Skabies, pedikulosis pubis, Enterobius vermicularis
Dermatitis kotak
Iritan, alergik
Infeksi kandida akut umumnya menyerang vulva pada wanita, dan kadangkadang glans penis pada pria. Kandidiasis ekstensif dapat menyerang paha bagian
proksimal yang menimbulkan bercak eritem, maserasi dengan lesi satelit disertai
pruritus yang hebat. Diagnosis dapat dikonfirmasikan dengan pemeriksaan
sediaan langsung (KOH) atau kultur.6,9
Vaginosis bakterial (VB) adalah sindrom klinik akibat gangguan ekosistim
dalam vagina, berupa pergantian flora normal vagina yaitu lactobacillus oleh
bakteri anaerob seperti Gardnerella vaginalis dan bakteri batang coccobacillus
negatif Gram dalam jumlah besar. VB merupakan penyebab utama duh tubuh
vagina pada usia produktif. VB meningkatkan risiko tertular maupun menularkan
human immunodefiency virus (HIV). Bila simptomatik akan terdapat duh tubuh
vagina terutama setelah menstruasi dan hubungan seksual, serta perasaan panas.
Duh tubuh bersifat encer, homogen, berwarna putih keabuan, melekat pada
dinding vagina, pH > 4,5, disertai bau amis, tes Whiff positif. Pada umumnya
P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries
Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011 295
tidak menimbulkan keluhan gatal, hanya sekitar 8% yang mengeluh adanya gatal
pada vulva. Pada pemeriksaan venereologik, vagina tidak menunjukkan adanya
inflamasi, sedang pada pemeriksaan sedian langsung ditemukan clue cells, namun
tidak nampak atau hanya sedikit ditemukan lekosit.10
Trikomoniasis adalah infeksi menular seksual (IMS) yang disebabkan
protozoa
Trichomonas
vaginalis
(TV).
World
Health
Organization
memperkirakan bahwa TV merupakan penyebab dari 50% kasus IMS kurabel di
seluruh dunia. Trikomoniasis meningkatkan risiko tertular maupun menularkan
HIV. Trikomoniasis menimbulkan vaginitis dengan keluhan berupa meningkatnya
duh tubuh, pruritus dan rasa perih pada vulva, disuria dan nyeri abdomen,
meskipun sebagian penderita asimptomatik. Duh tubuh klasik berwarna kehijauan,
berbusa dan berbau. 6,11
Infestasi Sarcoptes scabiei dan Pthirius pubis yang menyebabkan skabies
dan pediculosis pubis dapat menyebabkan pruritus yang intens. Skabies biasanya
menyerang anggota keluarga lainnya atau mitra seksual, disertai keluhan pruritus
di tempat predileksi yang dapat mengganggu tidur dan keterlibatan daerah genital
sangat umum. Pada pria kanalikuli dan nodul khas dapat dijumpai pada korpus
penis, glans dan skrotum. Pada wanita, paha dan bokong dapat terserang, namun
vulva relatif terhindar. Pada pediculosis pubis, Peduculus dapat terlihat pada
daerah berambut yaitu pada pubis, sedangkan telurnya melekat pada rambut. Pada
kulit dapat timbul ekskoriasi dan infeksi sekunder.6,8
Enterobiusis lebih sering terjadi pada anak-anak dari pada orang dewasa
dan sering menimbulkan pruritus perianal. Infeksi sekunder oleh streptokokus
beta-hemolitikus sering terjadi dan menimbulkan selulitis perianal pada anakanak. 6
Infeksi sekunder dengan Staphylococcus aureus, dan kadang-kadang,
Streptococcus sering terjadi pada kulit yang mengalami eksoriasi oleh sebab
apapun. Pemberian antibiotik yang tepat akan cepat menimbulkan resolusi dari
infeksi. 6
Erosi dan vesikula yang disebabkan oleh virus herpes simpleks kadangkadang menimbulkan pruritus ringan tanpa adanya rasa terbakar maupun nyeri.
Kondiloma akuminata yang disebabkan oleh Papilloma virus humanus, dapat
P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries
Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011 296
menimbulkan rasa gatal pula bila ada keringat berlebihan atau obesitas.
Moluskum kontagiosum
pada daerah pubis dapat
menimbulkan pruritus,
khususnya bila ada respon pejamu yang menimbulkan inflamasi yang jelas. 6
Sejumlah obat topikal dapat menyebabkan dermatitis kontak alergi pada
area genital yang bermanifetasi sebagai dermatitis eksimatosa akut, disertai
pruritus dengan lesi yang menunjukkan eritema yang berwarna merah cerah dan
eksudasi. Dalam satu penelitian, 49% dari wanita dengan vulva yang
menunjukkan dermatosis kronis pada pemeriksaan uji tempel ternyata positif
untuk alergen tertentu. Beberapa penyebab yang sering menimbulkan dermatitis
kontak di daerah genital adalah obat anestsi topikal, pengawet, karet kondom,
pewangi dalam sediaan kesehatan wanita, lanolin dalam krim dan salep, dan
propilen glikol yang terdapat pada jel KY.12,13
Dermatitis kontak iritan dapat disebabkan oleh sejumlah perilaku yang
dapat menyebabkan eksaserbasi dari pruritus yang terutama didasari oleh adanya
dermatitis atopik. Wanita dengan pruritus vulva sering menganggap bahwa
penyebab pruritus adalah karena vulva tidak bersih, sehingga dimulailah rutinitas
membersihkan daerah yang gatal tersebut secara berlebihan yang menimbulkan
iritasi. Riwayat rinci dari kebiasaan pribadi sangat penting, sehingga dapat
mengidentifikasi pemakaian sabun yang bersifat iritatif dan pembersih kaustik.
Produk kesehatan wanita seperti pengharum, deodoran semprot, dan bahan bilas
vagina sering mengandung bahan-bahan iritan, seperti alkohol, propilen glikol,
atau memiliki pH yang terlalu asam. Mandi air panas mengurangi rasa gatal,
namun selanjutnya dapat mengiritasi. Kerusakan termal oleh pemakaian botol air
panas, dapat menjadi faktor yang menimbulkan eksaserbasi.6
Keberhasilan manajemen PAA sangat tergantung pada ketrampilan dokter
untuk mengidentifikasi etiologi dari pruritus. Pengobatan yang tepat akan cepat
mengurangi keluhan gatal.6
PRURITUS ANOGENITAL KRONIS
Pasien-pasien yang tetap menunjukkan keluhan pruritus meskipun
penyakit yang mendasari telah diobati atau dihilangkan,
dikelompokan pada
pruritus anogenital kronik (PAK). Pada umumnya PAK kurang bersifat eksplosif
P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries
Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011 297
namun juga sering tidak memiliki riwayat perjalanan penyakit yang bersifat
gradual. Bila PAK telah didiagnosis, maka dimulailah upaya identifikasi
penyebab dari PAK seperti tertera dalam Tabel 2.6
Kadang-kadang setelah diadakan pemeriksaan pada pasien dengan PAG,
tidak ditemukan
adanya etiologi yang dapat diidentifikasi sedangkan pada
pemeriksaan kulit, kulit dapat normal, atau menunjukkan adanya likenifikasi
dan ekskoriasi. Dalam kasus tersebut, penyebab gatal
Tabel 2. Etiologi dari pruritus anogenital kronik 6
Dermatosis
Dermatitis seboroik
Psoriasis
Dermatitis atopik
Liken sklerosis
Liken planus
Keganasan
Penyakit Paget ekstra mamae
Neoplasis intraepitelial vulva dan penis (karsinoma sel skuamosa in situ, penyakit Bowen,
eritroplasia Queyrat
Vulvovaginitis atropik
Pruritus idiopatik
Liken simpleks kronik, neurodermatitis, pruritus esensial, pruritus vulvae, pruritus ani,
pruritus skroti
Depresi
dikategorikan sebagai idiopatik. Istilah umum yang dipakai untuk keadaan ini
adalah pruritus vulva, pruritus ani dan pruritus skroti.6
Pada dermatitis seboroik, psoriasis dan dermatitis atopik jarang hanya
menunjukkan gejala pada daerah genital saja. Dari riwayat perjalanan penyakit
dan pemeriksaan dermatologik yang cermat dapat ditemukan kelainan kulit di
tempat lain. Hal yang menarik adalah kadang-kadang pada psoriasis lesi hanya
nampak pada genitalia saja, mungkin keadaan ini disebabkan oleh karena
fenomena Koebner. 6
Dermatitis seboroik (DS) adalah dermatosis papuloskuamosa kronik yang
ditandai oleh adanya eritema ringan, skuama berminyak dan krusta yang disertai
P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries
Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011 298
pruritus ringan. Tempat predileksi adalah daerah kulit yang banyak mengandung
kelenjar sebasea, yaitu kulit kepala, telinga, wajah, dan badan seperti di dada,
punggung dan daerah intertriginosa seperti aksila dan daerah inguinal. Dikenal
bentuk infantil maupun dewasa. DS merupakan marker dari infeksi HIV dan
acquired immunodeficiency syndrome, terutama bila, hebat, atipikal dan resisten
terhadap terapi. Pada vulva, seboroik dermatitis dapat bermanifestasi sebagai
fisura sepanjang garis kulit celah interlabial, tapi ini tidak spesifik dan dapat
ditemukan pula pada bentuk lain dari dermatitis.6,14
Plak psoriasis pada daerah anal dan genital secara klasik ditandai khas oleh
adanya simetri dan lesi yang eritem. Vulva, mons pubis, dan celah gluteal adalah
lokasi yang sering terserang. Pada pria, lesi dapat timbul pada glans, skrotum, dan
penis. Pada psoriasis genital, morfologi dapat dikaburkan oleh kelembaban pada
lipatan genital yang menyebabkan lesi kurang bersisik dan lebih menunjukkan
adanya maserasi.6
Liken sklerosus (LS) merupakan dermatosa inflamasi kronik di daerah
anogenital yang mengganggu quality of life karena rasa gatal yang hebat yang
dapat dsertai dispareunia, disuria dan defekasi yang nyeri. Lesi kulit bisa juga
ekstra anogenital, namun biasanya tidak gatal. LS lebih sering terjadi pada wanita
dengan rasio 5:1 terhadap laki-laki. Sering terjadi pada wanita pada dekade ke-5
dan ke-6, kadang-kadang terjadi pada anak-anak dengan usia dibawah 10 tahun.
Lesi khas berupa papul poligonal dan plak putih seperti porselen, erosi dan
berbagai tingkatan dari sklerosis.15
Liken planus merupakan dermatosa inflamasi kronik yang dapat juga
menimbulkan kelainan pada mukosa, rambut dan kuku. Lesi dapat terjadi pada
daerah genital dengan gambaran yang bervariasi. Lesi klasik berupa papul ungu
berbentuk poligonal dengan permukaan rata
yang terasa gatal dan dapat
ditemukan pada wanita pada mons pubis dan labia majora, sedang pada pria pada
glans dan korpus penis. Parut retikuler yang berwarna putih dapat timbul pada
labia minora. Liken planus erosif pada genital, lebih terasa sakit dari pada
gatal.6,16
Keganasan yang terjadi pada daerah anogenital sering lambat berkembang
dan dapat menyebabkan rasa gatal ringan. Neoplasia vulva intraepidermal (NVl)
P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries
Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011 299
serta penyakit Paget ekstramama dapat menunjukkan gambaran yang mirip
dermatitis dengan lesi berupa plak eritematosa dan skuama. Pada wanita, NVI
merupakan istilah yang dipakai untuk penyakit Bowen atau karsinoma sel
skuamosa in situ. Pada pria, neoplasia penis intraepidermal
(karsinoma sel
skuamosa in situ) meliputi penyakit Bowen pada kulit dan ertroplasia Queyrat
pada mukosa genital. Penyakit Bowen yang khas ditandai oleh adanya plak tipis
berwarna merah muda dengan batas tegas pinggiran ireguler dan ditutupi skuama
atau krusta. Lesi erythroplasia Queyrat yang khas menunjukkan adanya plak
eritem yang mengkilat seperti beludru pada glans, pereputium dan dapat pula pada
uretra. Tiga ampai 5% kasus penyakit Bowen dan 10% kasus eritroplasia Queyrat
akan berkembang menjadi karsinoma sel skuamosa. Berdasarkan hal tersebut
setiap dermatosa yang secara jelas tidak memberikan respon setelah terapi
memerlukan biopsi. 6,17
Kurangnya estrogen pada menopause alamiah ataupun pasca bedah dapat
menyebabkan vulvovaginitis atrofik. Demikian pula kulit yang tipis dan rapuh
akan rentan terhadap iritasi dan
cenderung pruritik.6
Pruritus ani dapat terjadi oleh karena tonus sfingter interna yang buruk
yang menimbulkan kebocoran fekal. Pasien-pasien ini dapat diidentifikasi dengan
ditemukannya bercak feses pada pakaian dalam atau oleh adanya sedikit feses
pada kulit perianal. Peningkatan kebersihan diperlukan dengan pemakaian
pembersih yang lembut beberapa kali dalam sehari. Ada beberapa bukti yang
mendukung hubungan antara pruritus ani yang telah lama dan adanya kanker
anus, rektum, atau kolon. Proktoskopi atau kolonoskopi harus dipertimbangkan
pada kasus pruritus yang telah lama dan refrakter terhadap pengobatan.18,19
Pengobatan liken simpleks kronik (LSK) yang dikenal pula sebagai
pruritus idiopatik esensial atau pruritus idiopatik primer merupakan tantangan
terbesar dalam dermatologi. Pasien-pasien ini seringkali mempunyai diatesis
atopik, sehingga ambang batas untuk pruritus oleh semua penyebab lebih rendah.
Rangsangan yang sering sebagai pemicu adalah keringat, suhu udara panas, dan
serosis. Berdasarkan definisi pada pasien-pasien ini tidak ada tanda-tanda
penyakit kulit kecuali adanya likenifikasi dan ekskoriasi. Kulit yang mengalami
P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries
Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011 300
likenifikasi biasanya bersisik ringan, agak kasar dengan garis-garis kulit yang
lebih jelas, namun kadang-kadang kulit bisa tampak benar-benar normal. LSK
dapat berupa pruritus vulva, pruritus ani, dan pruritus skroti.6
Kecenderungan untuk depresi dan obsesif-kompulsif telah diidentifikasi
pada pasien dengan pruritus kronik.26,27 Apakah ini merupakan penyebab atau
akibat, sampai saat ini masih belum jelas. Telah diketahui bahwa depresi
berhubungan dengan tingkat gejala pruritus pada pasien dengan penyakit kulit
kronik dengan pruritus.24
PENDEKATAN PENGOBATAN
Pengobatan pruritus ani
Pruritus ani (PA) merupakan keluhan yang tidak menyenangkan dan
secara sosial memalukan. Garukan akan mengiritasi kulit dan menimbulkan
eksaserbasi perasaan gatal yang menyebabkan garukan yang lebih kuat. Untuk
pengobatan, siklus gatal-garuk-gatal harus dihentikan. Meskipun sebagian besar
PA bersifat idiopatik, namun prioritas pertama adalah mengidentifikasi etiologi
yang mendasarinya yang dapat berupa dermatosis, ataupun iritasi. Untuk
menditeksi etiologi yang bersifat infeksi, perlu dilakukan pemeriksaan sediaan
langsung dengan KOH, kultur bakteri dan tape test. Bila dapat ditemukan
etiologinya, maka segera diberikan terapi yang sesuai. Kadang-kadang
pemeriksaan darah perlu dilaksanakan, bila ada kemungkinan gangguan pada
hepar, ginjal atau adanya diabetes melitus, sedangkan adanya kemungkinan
dermatosis tertentu atau keganasan, memerlukan biopsi. Proktosigmoidoskopi
perlu dilaksanakan bila ada kecurigaan keganasan gastrointestinal, atau pada
kasus pruritus yang terjadi pada usia 50 tahun atau lebih.20
Setelah prosedur tersebut dilaksanakan, maka tindakan pengobatan umum
dan khusus harus dimulai. Kebersihan perianal, menjaga daerah anogenital tetap
kering dan menghindari iritasi, merupakan kunci keberhasilan pengobatan PA.
Feses dan kelembaban yang berlebih akan menyebabkan iritasi lokal. Harus
diusahakan agar tidak ada kontaminasi feses pada kulit perianal, namun
pemakaian sabun dan menggosok berlebihan harus dihindarkan. Setelah defekasi
sebaiknya daerah perianal dibersihkan dengan air dingin dan lap katun atau Sitz
P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries
Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011 301
bath, kemudian dikeringkan dengan hair dryer dengan panas yang paling rendah
untuk mencegah kelembaban dan gosokan berlebih. Perlu pula pencegahan
terjadinya konstipasi maupun diare dengan tepat, misalnya untuk konstipasi
dengan makanan tinggi serat atau makan pelunak feses. Hati-hati membersihkan
dengan bahan yang mengandung pengawet
karena ada pasien yang alergik
terhadap bahan tersebut. Pasien dengan kebocoran feses memerlukan pembersihan
yang rutin empat atau lima kali sehari atau lebih. Oleh karena dapat terjadi
dermatitis kontak iritan yang disebabkan feses, maka kulit perlu dilindungi oleh
petrolatum atau salep seng oksida 10-20% setiap setelah buang air besar. Laki-laki
dianjurkan memakai celana boxer katun yang longgar dan tidak memakai celana
dalam biasa. Wanita harus menghindari pakaian dalam dari bahan nilon yang
ketat. Hindarkan berkeringat dengan memakai pakaian yang tipis dan tidak panas.
Pasien harus mandi segera setelah selesai olah raga. Untuk pasien yang duduk
selama beberapa jam dalam sehari, bantal kursi yang dilapisi rotan atau manikmanik dapat membantu dalam mengurangi keringat.6,20
Untuk pengobatan topikal perlu menghindari obat yang bersifat sensitizer,
untuk mencegah timbulnya dermatitis kontak sekunder. Preparat topikal steroid
tanpa pengawet merupakan obat pilihan. Oleh karena krim lebih bersifat
mengiritasi dari pada salep, maka steroid yang dipilih sebaiknya berupa salep.
Steroid dengan potensi sedang seperti betametason valerat 0.01% dapat diberikan
dua kali sehari selama 7-14 hari. Oleh karena kulit perianal rentan terhadap atrofi
yang disebabkan steroid maka pemantauan cermat diperlukan. Penggunaan steroid
harus dikurangi menjadi 3-4 kali seminggu atau diganti dengan steroid potensi
lebih rendah seperti hidrokortison 1%. Pada pruritus yang persisten dapat
diberikan suntikan triamsinolon setonid intralesi.6
Untuk pengobatan oral antihistamin sedatif atau preparat trisiklik dapat
membantu mengurangi keluhan.2,6
Upaya pengobatan lain yang pernah diberikan antara lain adalah diet
eliminasi, bedah beku dan hipnosis.20
P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries
Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011 302
Pengobatan pruritus vulva
Pruritus vulva (PV), merupakan keadaan yang secara fisik menimbulkan
ketidak nyamanan, secara pikologis sering mengganggu sedangkan secara sosial
memalukan, sehingga menghilangkan keluhan merupakan prioritas. Seperti pada
pruritus ani etiologi yang mendasari PV harus diidentifikasi dengan anamnesis
dan pemeriksaan dermatologik yang cermat serta pemeriksaan laboratorium
berdasarkan indikasi. Bila ditemukan adanya etiologi yang spesifik, pengobatan
harus segera diberikan.21
Langkah-langkah umum untuk menghilangkan gejala PV adalah
menghentikan semua produk topikal yang dipakai dan memperhatikan kebersihan.
Kepada pasien harus diinstruksikan agar menghentikan pemakaian sabun. Hal ini
pada umumnya ditentang oleh banyak pasien, oleh karena mereka menganggap
bahwa vulva harus bersih dan sekresi serta bau alamiah dianggap menjijikan dan
kotor. Pasien sering membuat rejimen sendiri yang dapat menimbulkan iritasi
lokal maupun sensitisasi. Hal ini akan menimbulkan komplikasi pada PV atau
merupakan penyebab primer dari prurius yang persisten. Seperti pada PA, air
dingin atau Sitz bath direkomendasikan untuk membersihkan perineum setelah
buang air kecil maupun buang air besar. Tissue toilet dan pembersih komersial
harus dihindarkan karena sering mengandung formaldehid atau pewangi, sehingga
sering menimbulkan sensitisasi dan iritasi lebih-lebih bila dipakai untuk
menggosok atau menggaruk. Pembersih dari bahan katun dapat dipakai. Urin,
feses atau sekresi yang berlebih dari serviks atau vagina, dapat menimbulkan
iritasi lokal, sehingga perlu salep pelindung untuk mencegahnya.6,21
Upaya mengobati inkontinensia urin dan mengurangi kontak dengan feses
harus dilakukan.21 Menghilangkan faktor-faktor yang dapat memperburuk seperti
keringat, oklusi, dan kebiasaan membersihkan yang berlebihan. (Tabel 3). Celana
ketat harus dihindari. Selama menstruasi, tampon merupakan alternatif yang lebih
baik
dari pembalut komersial. Celana dalam katun yang dapat menyerap
kelembaban harus dipilih, sebaiknya tidak memilih bahan sintetis. Hembusan
udara langsung dari kipas angin yang meningkatkan pendinginan dari daerah
selangkangan setelah duduk lama, memberikan kenyamanan pada pasien.
Menurunkan suhu kulit telah terbukti mengurangi pruritus melalui jalur
P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries
Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011 303
penghambatan pusat. Kompres dingin atau es dalam kantong dapat digunakan
untuk mendinginkan.6,22
Untuk pengobatan topikal, seperti pada PA perlu menghindari obat yang
bersifat sensitizer, hal ini penting untuk mencegah timbulnya dermatitis kontak
sekunder. Pruritus vulva yang hebat dapat mengakibatkan timbulnya ekskoriasi
dan likenifikasi. Pengelolaan ekskoriasi adalah dengan aplikasi krim antibiotik
sedangkan
eksudasi dengan kompres misalnya dengan solusio Burowi
(aluminium asetat) disertai pengobatan antibiotik sistemik bila diperlukan.
Kenyamanan bisa diperoleh dengan menggunakan anestesi topikal seperti krim
pramoxine 1% atau jel lidokain 2%, keduanya memiliki potensi sensitisasi yang
rendah.6 Terapi pilihan utama untuk PV adalah terapi steroid topikal. Preparat
topikal steroid tanpa pengawet merupakan obat pilihan. Oleh karena krim lebih
mengiritasi dari pada salep, maka steroid yang dipilih sebaiknya berupa salep.21
Pada awal pengobatan harus digunakan salep steroid potensi tinggi seperti
betametason dipropionat 0,05% atau klobetosol propionat 0,05% sehari dua kali
selama 2-3 minggu, kemudian sekali sehari selama 2-3 minggu. Pasien harus
dievaluasi setelah 4-6 minggu pengobatan. Pengobatan dengan rejimen ini sering
berhasil dengan baik, kemudian segera dilakukan tapering dengan aplikasi lebih
jarang atau penggantian dengan steroid lebih lemah. Sebagai alternatif dapat
diberikan triamsinolon intralesi sekali sebulan dengan dosis 15-20 mg yang dapat
memberikan remisi cukup lama.23 Oleh karena vulvovaginitis kandida yang ringan
dapat menyebabkan eksaserbasi pruritus selama pengobatan, dianjurkan untuk
diberikan flukonazol 150 mg seminggu sekali.24 Takrolimus dan pimekrolimus
mungkin memberikan hasil yang baik dalam mengendalikan pruritus genital,
namun publikasi pemakaiannya masih sedikit.6
Pemberian terapi sistemik diperlukan untuk penatalaksanaan PV. Sedasi pada
malam hari
harus diberikan untuk mencegah garukan sewaktu tidur dan
memutuskan siklus gatal-garuk-gatal. Difenhidramin 25-50 mg, hidroksizin 12,525 mg atau siproheptadin 4-8 mg dapat digunakan, obat-obat ini menginduksi
tidur ringan sehingga dapat menghambat keinginan untuk menggaruk.23 Tidur
lebih dalam dan efek antidepresan potensial dapat dicapai dengan doksepin atau
P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries
Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011 304
amitriptilin. Obat-obat ini sangat membantu bila depresi merupakan dasar dari
pruritus.
Tabel 3. Manajemen pruritus anogenital6
•
Lakukan anamnesis yang cermat untuk mengidentifikasi adanya iritasi dan
alergi (saat sekarang dan di masa lalu, termasuk pada lokasi lain ) dan
adanya riwayat atopi
•
Periksa apakah ada kelainan kulit pada area dengan keluhan pruritus. Jika
diagnosis tidak jelas berdasarkan pemeriksaan morfologis, maka biopsi
perlu dilakukan.
•
Periksa duh tubuh vagina untuk tanda-tanda infeksi dan peradangan yang
disebabkan oleh liken planus atau vulvovaginitis atrofik. Lakukan biakan
bila meragukan atau kelainan tidak responsif terhadap terapi
•
Hentikan pemakaian bahan-bahan yang potensial merupakan iritan dan
alergen
•
Berikan pengobatan khusus untuk dermatosis tertentu, atau cobalah dahulu
terapi kortikosteroid topikal
•
Lanjutkan terapi untuk dermatosis dan untuk menekan infeksi yang cukup
lama untuk memutuskan siklus gatal-garuk-gatal
•
Malam hari berikan sedasi dengan hidroksizin, difenhidramin, amitriptilin,
atau doksepin untuk menghentikan garukan pada malam hari.
Amitriptilin mungkin sangat berguna jika PAG memiliki kualitas neuropatik
seperti rasa ditusuk-tusuk atau rasa terbakar. Dosis doksepin dimulai dengan 1025 mg setiap malam dan dititrasi secara bertahap. sampai mencapai 75 mg
(peningkatan
25 mg setiap minggu jika ditoleransi). Efek sedatif
dan
antihistamin dari doksepin telah dapat dirasakan sejak awal pengobatan, namun
efek antidepresan umumnya memerlukan pengobatan lebih dari 2 minggu dengan
dosis 100-200 mg setiap hari. Amitriptilin dapat dimulai dengan dosis 25 mg
setiap malam, sedangkan pada pasien usia lanjut 5-10 mg setiap malam. Dosis
P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries
Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011 305
dititrasi 5 mg setiap malam sampai mencapai dosis maksimum 100 mg. Efek
samping antikolinergik harus diamati. Depresi, gangguan kecemasan, dan
kecenderungan obsesif kompulsif harus dipertimbangkan pada pasien dengan
pruritus intraktabel dan resisten terhadap terapi. Serotonin reuptake inhibitor
seperti fluoksetin, paroksetin, sertralin, dan sitalopram mungkin berguna pada
kasus-kasus seperti ini. 6,23,25,26,27
Untuk PA yang hebat dan refrakter terhadap pengobatan, maka beberapa
upaya dapat dilakukan antara lain adalah bedah laser, prosedur Mering (denervasi
daerah pruritus, sehingga menghilangkan simtom), akupungtur, hipnosis dan
psikoterapi.21
DAFTAR PUSTAKA
1. Ester L, Meyers SA. Pruritus in systemic disease : mechanism and management.
Dermatol Clin 2002;20:249-272
2. Yosipovitch G, Dawn AG, Greaves MW. Pathophysiology and clinical aspects of
pruritus. Dalam: Wolff, Goldsmith L, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ,
penyunting. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. Edisi ke-7. New
York:McGraw Hill; 2008.hlm.902-11
3. Torgerson RR, Edwards L. Genital dermatosis. Dalam: Wolff, Goldsmith L, Katz SI,
Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, penyunting. Fitzpatrick’s dermatology in general
medicine. Edisi ke-7. New York:McGraw Hill; 2008.hlm.1209-26
4. Lovell R, Vender RB. Management and treatment of pruritus. Ther Lett 2007;12
(1):1-11
5. Hsieh J, Hagemark O, Stahle Backdahl M, Ericson K, Eriksson L, Stone-Elander S.
Urge to sratch reprentated in the human cerebral cortex during itch.
J Neurophys
1994:72:3004-8
6. Weichert GE. An Approach to the treatment of anogenital pruritus. Dermatol Ther
:2004:17:129-33
7. Shannon V, Hefferman MP. Superficial fungal infection: dermatophytosis,
onychomycosis, tinea nigra, piedra. Dalam: Wolff, Goldsmith L, Katz SI, Gilchrest
P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries
Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011 306
BA, Paller AS, Leffell DJ, penyunting. Fitzpatrick’s dermatology in general
medicine. Edisi ke-7. New York:McGraw Hill; 2008.hlm.1807-21
8. Wolff K, Johnson RA. Fitzpatrick’s Color atlas and synopsis of clinical dermatology.
Edisi ke-6. New York:McGraw Hill; 2009.hlm.703-4, 865-6
9. Janik MP, Hefferman MP. Yeast infections: candidiasis, tinea (pityriasis versicolor.
Dalam: Wolff, Goldsmith L, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ,
penyunting. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. Edisi ke-7. New
York:McGraw Hill; 2008.hlm.1822-30
10. Hillier S, Marrazzo J, Holmes KK. Bacterial vaginosis. Dalam : Holmes KK, Sparling
PF, Stam WE, Piot P, Wasserheit JN, Corey L, Cohen MS, Watss DH, penyunting.
Sexually transmitted diseases. Edisi ke-4. New York:McGraw Hill;2008.hlm.737-68
11. Hobbs MM, Sena AC, Swygard H, Schwebke JR. Trichomonas vaginalis and
tichomoniasis. Dalam :Holmes KK, Sparling PF, Stam WE, Piot P, Wasserheit JN,
Corey L, Cohen MS, Watss DH, penyunting. Sexually transmitted diseases. Edisi ke4. New York:McGraw Hill;2008.hlm.771-93
12. Lewis FM, Shah M. Gawkrodger DJ. Contact sensitivity in pruritus vulvae:Patch test
results and clinical outcome. Am J Contact Dermat 1997: 8 (3): 137-140.
13. Niell DS, Donaldson DR. Scott HJ. Treatment of persistent pruritus ani in a combine
colorectal and dematologic clinic. Br J Surg 1999: 86: 1337-1340.
14. Plewig G, Jansen T. Seborrheic dermatitis. Dalam: Wolff, Goldsmith L, Katz SI,
Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, penyunting. Fitzpatrick’s dermatology in general
medicine. Edisi ke-7. New York:McGraw Hill; 2008.hlm.219-25
15. Hengge UR. Lichen sclerosus. Dalam: Wolff, Goldsmith L, Katz SI, Gilchrest BA,
Paller AS, Leffell DJ, penyunting. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine.
Edisi ke-7. New York:McGraw Hill; 2008.hlm.546-50
16. Pittelkow MR, Daoud MS. Lichen planus. Dalam: Wolff, Goldsmith L, Katz SI,
Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, penyunting. Fitzpatrick’s dermatology in general
medicine. Edisi ke-7. New York:McGraw Hill; 2008.hlm.244-55
17. Duncan KO, Geisse JK, Leffel DJ. Epithelial precancerous lesions. Dalam: Wolff,
Goldsmith L, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, penyunting. Fitzpatrick’s
dermatology
in
general
medicine.
Edisi
ke-7.
New
York:McGraw
Hill;
2008.hlm.1021-24
P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries
Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011 307
18. Farouk R. Duthie GS, Pryde A, Bartolo DC. Abnormal transient internal
sphincterrelaxation in idiopathic pruritus ani: physiologic evidence from ambulatory
monitoring. Br J Surg 1994: 81: 603-606.
19. Daniel GL, Longo KAMI, Vernava PM. Pruritus ani: causes and concerns. Dis Colon
Rectum 1994: 37: 670-674.
20. Piliang M Mirowski G. Pruritus ani. Dalam : Lebwohl M, Heyman WR, Berth-Jones
J, Coulson I., penyunting. Treatment of skin disease. London:Mosby;2002.hlm.512-4
21. Mirowski G, Piliang M. Pruritus vulvae. Dalam : Lebwohl M, Heyman WR, BerthJones
J,
Coulson
I.,
penyunting.
Treatment
of
skin
disease.
London:Mosby;2002.hlm.523-6
22. Carstens E. Skin cooling attenuates rat dorsal horn neuronal responses to
intracutaneus histamine. Neuro Report 1998: 9: 4145-4149.
23. Kelly RA. Foster DC, Woodruff JD. Subcutaneous injection of triamcinolone
acetonide in the treatment of vulvar pruritus. Am J Obstet Gyneco1 1993: 169: 568570.
24. Edwards 1. Prurtitus ani and pruritus vulvae. Dalam: Rakel RE, Bope E. penyunting.
Conn’s current therapy. Philadelphia: Saunders W B; 2001.hlm. 883-4.
25. YM Koo, Lee CS. Psychotopic agents. Dalam: Wolverton SE, penyunting.
Comprehensive dermatologic drug therapy. Philadelphia : Saunders W B; 2001.
hlm.402-25.
26. Sheenhan-Dare RA. Henderson MJ. Cotterhill lA. Anxiety and depression in patients
with chronic urticaria and generelized pruritus. Br J Dermatol 1990: 123: 769-74.
27. Hatch ML. Paradis C. Friedman S. Obsesive-compulsive disorder in patients with
chronic pruritic conditions: case studies and discussion. J Am Acad Dermatol 1992:
26: 549 -51.
P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries
Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011 308
Download