1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara penghasil batubara yang cukup banyak. Sumber daya alam yang melimpah dapat dijadikan alternatif sebagai pemanfaatan untuk bahan bakar pembangkit tenaga listrik. Mengingat saat ini Indonesia sedang menghadapi permasalahan dalam penyediaan energi akibat dari kebutuhan energi nasional yang meningkat setiap tahunnya. Jika kebutuhan energi listrik meningkat maka kebutuhan bahan bakar untuk pembangkit tenaga listrik juga semakin meningkat. Sementara itu, cadangan minyak bumi yang dimiliki Indonesia semakin menipis, sehingga beberapa tahun terakhir Indonesia mengimpor minyak bumi semakin meningkat. Menurut Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor: 2805/K/30/MEM/2015 pemerintah memperkirakan kebutuhan batubara domestik pada tahun 2015 sebesar 92.310.000 ton dengan alokasi terbesar untuk PT PLN (Persero) sebesar 74.000.000 ton disusul kemudian untuk kebutuhan industri semen sebesar 10.540.000 ton. Batubara adalah mineral organik yang dapat terbakar, terbentuk dari sisa tumbuhan purba yang mengendap dan selanjutnya berubah bentuk akibat proses fisika dan kimia yang berlangsung selama jutaan tahun. Pembentukan batubara dimulai sejak periode pembentukan karbon (Carboniferus Period) dikenal sebagai zaman batubara pertama yang berlangsung antara 290 juta sampai 360 juta tahun yang lalu. Oleh karena itu, batubara termasuk dalam kategori bahan bakar fosil. Penggunaan batubara sebagai sumber energi akan menghasilkan hasil samping berupa limbah. Emisi limbah yang dihasilkan dari pembakaran batubara lebih banyak dibandingkan bahan bakar minyak dan gas. Limbah hasil pembakaran batubara dapat berupa limbah padat yaitu abu layang (fly ash) dan abu dasar (bottom ash), lumpur, gas desulfurisasi, gas-gas oksida belerang (SOx), oksida nitrogen (NOx), gas hidrokarbon, karbon monooksida (CO) dan karbon 2 dioksida (CO2). Persentase jumlah limbah abu layang 85-90% dari total abu yang dihasilkan sedangkan sisanya limbah abu dasar. Komponen utama abu layang berupa oksida logam SiO2, Al2O3, Fe2O3, CaO, MgO dan K2O. Keberadaan limbah batubara disatu sisi menimbulkan masalah lingkungan karena limbah abu batubara ini digolongkan sebagai limbah B3. Limbah abu batubara mengandung sejumlah logam berat seperti Zn2+, Cd2+, Pb2+, dan beberapa logam berat lainnya. Namun disisi lain banyak dimanfaatkan sebagai bahan penyusun beton, bahan baku keramik, aditif dalam pengolahan limbah (waste stabilization), konversi menjadi zeolit dan adsorben. Batubara yang disimpan atau ditimbun begitu saja dapat mengalami transformasi mineralogi dan kimia, baik unsur mayor maupun minor serta unsur runut. Selain proses transformasi tersebut unsur yang terkandung dapat terlepas ke lingkungan dengan jumlah yang tak sedikit. Penumpukan batubara berpotensi menimbulkan masalah bagi lingkungan salah satunya pencemaran air dan tanah akibat pelindian logam berat. Mengingat batubara memiliki kandungan logam berat yang jumlahnya tidak sedikit, terlebih ketika turun hujan. Air hujan yang mengandung asam akan menyerap pada batubara dan bereaksi dengan kandungan logam. Semakin lama kandungan logam berat yang terdapat pada batubara terserap oleh tanah dan dapat mengganggu pencemaran lingkungan. Penelitian pelindian logam berat perlu dilakukan untuk menilai kemungkinan elemen ini bermigrasi ke lingkungan, sehingga dapat mengetahui sejauh mana efek negatif dari penumpukan batubara terhadap lingkungan. Penumpukan batubara yang terkena air hujan akan menyerap ke dalam tanah sehingga air tanah sering mengandung zat besi (Fe) dan Mangan (Mn) cukup besar. Besi merupakan salah satu unsur penting dalam air permukaan dan air tanah. Perairan yang mengandung besi sangat tidak diinginkan untuk keperluan rumah tangga, karena dapat menyebabkan bekas karat pada pakaian, porselin, dan alat lainnya serta menimbulkan rasa yang tidak enak jika diminum. Sifat kimia perairan dari besi adalah sifat redoks, pembentukkan kompleks, metabolisme oleh mikroorganisme dan pertukaran dari besi antara fase padat yang mengandung besi karbonat, sulfida, dan hidroksida. Pada logam mangan dalam air, toksisitas 3 mangan relatif sudah tampak pada konsentrasi rendah. Dalam kondisi aerob mangan dalam perairan terdapat dalam bentuk MnO2 dan pada dasar perairan tereduksi menjadi Mn2+ atau dalam air yang kekurangan oksigen (DO rendah). Oleh karena itu pemakaian air yang berasal dari dasar suatu sumber air, sering ditemukan mangan dalam konsentrasi tinggi. Adanya kandungan logam Fe dan Mn dalam air menyebabkan warna air tersebut berubah menjadi kuning-coklat setelah beberapa saat kontak dengan udara. Disamping dapat mengganggu kesehatan juga menimbulkan bau yang tidak enak serta menimbulkan warna kuning pada dinding bak serta bercak-bercak kuning pada pakaian. Batubara memiliki kandungan logam berat yang cukup banyak dan apabila digunakan untuk pembakaran, maka kadar logam berat yang terkandung pada sisa pembakaran akan semakin meningkat sepuluh kali lipat dibandingkan batubara (Akar, dkk., 2012). Logam berat biasanya menimbulkan efek-efek khusus pada organisme, misalnya logam berat Fe yang dapat menimbulkan efek racun bagi organisme. Logam besi (Fe) berada di lingkungan dan limbah dalam bentuk dua spesies oksidasi yaitu Fe(II) dan Fe(III). Besi (Fe) merupakan logam berat yang dibutuhkan dimana zat ini dibutuhkan dalam proses untuk menghasilkan oksidasi enzim cytochrome dan pigmen pernapasan (haemoglobin). Logam ini akan menjadi racun apabila keadaannya terdapat dalam konsentrasi di atas normal. Selain itu, bahaya logam besi (Fe) dapat menyebabkan kerusakan usus, diare, pusing, sirosis ginjal, kanker, sakit liver bahkan kematian. Selain logam besi (Fe), logam mangan (Mn) juga terdapat di lingkungan dalam konsentrasi tinggi yang dapat membahayakan lingkungan dan organisme. Tokisisitas yang dimiliki mangan baru akan bekerja bila sudah masuk ke dalam tubuh organisme jika sudah melebih ambang batas normal dari organisme tersebut. Logam mangan (Mn) merupakan salah satu dari tiga elemen terpenting namun beracun, yang berarti dibutuhkan dalam tubuh namun akan beracun jika kadar konsentrasinya terlalu tinggi. Logam mangan (Mn) dalam konsentrasi tinggi dapat menyebabkan halusinasi, mudah lupa, kerusakan syaraf, pneumonia, dan infeksi saluran pernapasan. 4 Sudah banyak penelitian mengenai mekanisme proses pelindian dengan berbagai skema pelindian. Park dkk. (2004) telah melakukan pelindian dengan metode toxicity characteristic leaching procedure (TCLP) dengan menggunakan pelarut buffer asetat pada pH 5 dan variasi pH larutan untuk pelindian pada pH 2, pH 4, dan pH 6. Paul dkk. (2004) juga melakukan pelindian dengan metode kontak dan penurunan pH serta penambahan asam sulfat. Pada metode ini dilakukan pencucian sampel dengan variasi waktu 30 menit, 1 jam, 2 jam, 4 jam, 8 jam, 16 jam dan 32 jam. Akar dkk. (2012) melakukan pelindian dengan metode ASTM D3987-85 dengan pelarut air dan TCLP dengan variasi ukuran partikel. Hasil menunjukkan semakin kecil ukuran partikel semakin besar logam yang dapat terlindi. Pada penelitian ini dilakukan proses pelindian dengan cara perendaman yang bertujuan sebagai simulasi seperti penyerapan air di dalam tanah sebagaimana batubara yang ditimbun lalu terkena air hujan. Penelitian ini akan mempelajari bagaimana pengaruh variasi jenis asam, variasi waktu kontak dan variasi ukuran partikel batubara serta difokuskan pada logam berat besi (Fe) dan mangan (Mn). Jenis asam yang digunakan dalam penelitian adalah asam sulfat (H2SO4), asam klorida (HCl), dan asam sitrat (C6H8O7.H2O) dengan konsentrasi 3M. Asam sulfat (H2SO4) merupakan komponen hujan asam, dengan ini dapat diketahui pengaruh komponen hujan asam jika terjadi kontak dengan batubara. Penelitian ini menggunakan metode toxicity characteristic leaching procedure (TCLP) dengan air deionisasi sebagai pelarut untuk pelindian. Air bukan merupakan komponen hujan asam sehingga belum dapat diketahui pengaruh komponen penyusun hujan asam jika berinteraksi dengan batubara. Asam klorida (HCl) merupakan asam kuat yang digunakan sebagai pembanding karena asam sulfat merupakan asam anorganik kuat. Asam sitrat (C6H8O7.H2O) sebagai pembanding karena asam sitrat merupakan chelating agent yaitu dapat mengikat logam yang sangat diperlukan sebagai katalisator dalam reaksi biologis. Uji pelindian dengan variasi waktu kontak dan variasi ukuran partikel menyediakan informasi yang dapat digunakan untuk pemodelan geokimia, sehingga pengendalian mekanisme pelindian dapat direkomendasikan di masa mendatang. 5 1.2 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengetahui pengaruh jenis asam terhadap proses pelindian logam Fe dan Mn dari batubara PLTU. 2. Mengetahui pengaruh variasi ukuran partikel terhadap proses pelindian logam Fe dan Mn dari batubara PLTU. 3. Mengetahui pengaruh variasi waktu kontak terhadap proses pelindian logam Fe dan Mn dari batubara PLTU. 1.3 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi dalam pengembangan metode pelindian dengan proses pengurangan kadar logam besi dan logam mangan pada batubara yang melibatkan proses kimia. Menangani masalah pencemaran lingkungan akibat penggunaan batubara dan dapat memberikan masukan pada PLTU untuk penyimpanan batubara dalam PLTU melalui adanya proses pelindian sehingga yang didapatkan dari penelitian ini dapat dijadikan referensi pemilihan parameter untuk penelitian selanjutnya agar didapat hasil yang lebih baik.