1 SMALL AREA ESTIMATION TERHADAP

advertisement
SMALL AREA ESTIMATION TERHADAP PENGELUARAN PER KAPITA DI KABUPATEN SUMENEP
DENGAN METODE EMPIRICAL BAYES
Hasan Fausi1 dan Sutikno2
1
Mahasiswa Jurusan Statistika, ITS, Surabaya (NRP: 1307100802)
2
Dosen Pembimbing, Jurusan Statistika, ITS, Surabaya
[email protected]; [email protected]
Abstrak
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan salah satu tolok ukur yang digunakan untuk mengetahui
pembangunan manusia dari suatu negara. Setiap tahun dilakukan perhitungan nilai IPM di Indonesia
sampai pada skala kabupaten. Akan tetapi, sejak diterapkannya kebijakan otonomi daerah, dibutuhkan
perhitungan nilai IPM dengan skala lebih kecil yakni kecamatan. Namun perhitungan nilai IPM dengan
skala kecamatan sulit dilakukan karena kurangnya sampel untuk mengestimasi nilai IPM per kecamatan.
Salah satu komponen untuk menghitung nilai IPM adalah indeks daya beli yang didekati dengan nilai
pengeluaran per kapita. Salah satu cara untuk mengestimasi nilai parameter dari subpopulasi ialah dengan
estimasi tidak langsung dengan pendekatan Small Area Estimation menggunakan metode Empirical
Bayes dan menggunakan pendekatan Jackknife untuk mengoreksi nilai MSE. Penelitian ini bertujuan
mengestimasi pengeluaran per kapita dengan pendekatan Small Area Estimation - Empirical Bayes di
Kabupaten Sumenep. Hasil penelitian didapatkan nilai RRMSE dari model Small Area Estimation lebih
kecil daripada nilai RRMSE estimasi langsung, hal ini menunjukkan bahwa model Small Area Estimation
lebih baik daripada estimasi langsung dalam mengestimasi nilai pengeluaran per kapita setiap kecamatan
di Kabupaten Sumenep.
Kata kunci: Empirical Bayes, Pengeluaran per Kapita, Small Area Estimation.
1.
PENDAHULUAN
United Nation Development Programme
(UNDP) mengembangkan metode perhitungan Indeks
Pembangunan manusia (IPM) yang digunakan untuk
mengukur keberhasilan pembangunan manusia di
setiap negara. IPM merupakan indek komposit yang
dihitung sebagai rata-rata sederhana dari Indek
Harapan Hidup, Indek Pendidikan dan Indek Standar
Hidup Layak. Publikasi IPM yang dikeluarkan UNDP
pada tahun 2010 menempatkan Indonesia berada di
peringkat 108 dari 177 negara. Peringkat ini lebih
buruk daripada tahun 2007 dimana Indonesia
menempati peringkat 107. Peringkat ini menempatkan
Indonesia berada dibawah Singapura (peringkat 27),
Brunei (peringkat 37), Malaysia (peringkat 57),
Thailand (peringkat 92) dan Filipina (peringkat 97).
Setiap tahun BPS melakukan perhitungan IPM namun
hanya sampai skala kabupaten/ kota. Sejak
pembangunan yang cenderung diarahkan pada pola
otonomi daerah, dibutuhkan perhitungan IPM skala
kecamatan untuk membantu pemerintah daerah dalam
upaya mendongkrak pembangunan di daerahnya.
Dengan demikian perhitungan IPM harus dihitung
secara detail hingga pada tingkat kecamatan.
Ketidaktersediaan
IPM
pada
tingkat
kecamatan salah satunya disebabkan karena
terbatasnya informasi (data) untuk perhitungan nilai
komponennya pada tingkat kecamatan. Indeks
Harapan Hidup diukur dengan angka harapan hidup
pada saat bayi lahir, Indeks Pendidikan diukur dari
1
angka melek huruf penduduk dengan usia 15 tahun
keatas dan rata-rata lama sekolah, dan Indeks Standar
Hidup Layak diukur dengan pengeluaran perkapita riil
yang disesuaikan. Seringkali sumber data yang
digunakan adalah Survei Sosial Ekonomi Nasional
(Susenas) yang tidak semua kecamatan diambil
sebagai sampel. Salah satu upaya yang dilakukan yaitu
menambah jumlah sampel, namun seringkali biaya
cukup mahal.
Upaya lain adalah mengoptimalkan data yang
tersedia dengan menggunakan metode pendugaan
yaitu Small Area Estimation (SAE). SAE merupakan
konsep penting dalam sampling terutama dalam
estimasi parameter tidak langsung dimana ukuran
sampel relatif kecil. Metode ini dapat mengestimasi
karakteristik dari subpopulasi (domain yang lebih kecil
dari populasi). Metode ini dikembangkan dengan
menghubungkan informasi dari daerah tertentu dengan
daerah-daerah lain melalui model pendekatan.
Prosedur ini disebut estimasi tidak langsung. Jadi
model SAE meminjam informasi dari sampel
observasi melalui data bantu (data sensus atau catatan
administrasi terbaru) untuk meningkatkan efektifitas
ukuran sampel (Rao,2003).
Kabupaten Sumenep merupakan salah satu
kabupaten di Jawa timur yang terletak di ujung timur
Pulau Madura. Kabupaten Sumenep selain terdiri dari
wilayah daratan juga terdiri dari berbagai pulau di
Laut Jawa, yang keseluruhannya berjumlah 126 pulau.
Menurut Sugiharto dan Utama (2004), pada tahun
2004, IPM Sumenep menempati peringkat 35 dari 38
kabupaten / kota di Jawa Timur atau peringkat 332
dari 341 kabupaten/kota di Indonesia. Dengan bentuk
geografis yang tidak hanya berupa daratan namun juga
kepulauan, Pemerintah Sumenep mengalami kesulitan
dalam mengumpulkan data untuk menghitung nilai
IPM perkecamatan. Oleh karena permasalahan
tersebut, pada penelitian ini akan dilakukan penaksiran
nilai pengeluaran perkapita riil di tiap kecamatan di
Kabupaten Sumenep sebagai salah satu komponen
penyusun IPM. Penaksiran nilai pengeluaran perkapita
riil perlu dilakukan perkecamatan karena informasi
yang ada hanya dalam skala kabupaten (populasi).
Terdapat beberapa metode dalam SAE, diantaranya ialah Empirical Best Linear Unbiased Predictor
(EBLUP), Empirical Bayes (EB), dan Hierarchical
Bayes (HB). Pada penelitian ini digunakan metode EB
untuk mengestimasi pengeluaran perkapita per kecamatan di Kabupaten Sumenep. Metode EB merupakan
metode estimasi parameter pada area kecil yang
didasarkan pada model Bayes dimana inferensia yang
diperoleh berdasar pada estimasi distribusi posterior
dari variabel yang diamati. Pada metode EB digunakan
pendekatan jackknife yang dipakai untuk mengoreksi
bias akibat adanya pendugaan pada parameternya.
Penelitian ini membahas mengenai bagaimana
mendapatkan model estimasi pengeluaran per kapita
pada setiap kecamatan di Kabupaten Sumenep dengan
pendekatan SAE. Dengan model tersebut akan
dilakukan estimasi pengeluaran per kapita pada setiap
kecamatan di Kabupaten Sumenep.
hubungan keragaman yang bersesuaian pada
informasi tambahan.
2. Pengaruh acak small area (random effect)dimana
asumsi keragaman spesifik small area tidak dapat
diterangkan oleh informasi tambahan.
Gabungan dari dua asumsi tersebut
membentuk suatu model pengaruh campuran (mixed
model). Oleh karena variabel respon diasumsikan
berdistribusi normal maka SAE yang dikembangkan
merupakan bentuk khusus dari General Linear Mixed
Model (GLMM). Secara esensial terdapat dua tipe
model pada SAE yakni model berbasis area level dan
model berbasis unit level. Model berbasis area level
merupakan model yang didasarkan pada ketersediaan
data pendukung yang hanya ada untuk level area
T
tertentu, misalkan x =(x ,……,x ) dengan parameter
i
1i
pi
yang akan diduga adalah θ yang diasumsikan
i
mempunyai hubungan dengan x (Rao, 2003). Data
i
pendukung tersebut digunakan untuk membangun
T
model θ = x β + b v , dengan i=1,…..,m dan v ~ N(0,
i
2
σ
v
i
i i
i
), sebagai efek random yang diasumsikan
berdistribusi normal. Kesimpulan mengenai θ , dapat
i
diketahui dengan mengasumsikan bahwa model
estimator langsung 𝜃 telah tersedia, yaitu: 𝜃 = θ + e ,
i
i
i
i
dengan i = 1,…...,m dan sampling error e ~ N(0, 𝜓𝑖 ),
i
dengan 𝜓𝑖 diketahui.
Kemudian kedua model tersebut digabung
sehingga didapatkan model gabungan sebagai berikut:
ˆi  xiT   bi vi  ei i=1,…..,m
(1)
dimana b diketahui bernilai positif konstan dan
i
2.
SMALL AREA ESTIMATION
Small Area Estimation adalah salah satu
teknik statistik yang digunakan untuk menduga parameter subpopulasi dengan ukuran sampel yang relatif
kecil. Teknik ini mengembangkan data survei dan
sensus untuk mengestimasi tingkat kesejahteraan atau
indikator lainnya untuk unit geografis seperti kecamatan atau pedesaan. (Davies,2003).
Terdapat dua masalah pokok dalam pendugaan
area kecil. Masalah pertama adalah bagaimana menghasilkan suatu dugaan parameter yang cukup baik
untuk ukuran sampel kecil pada suatu domain. Kedua,
bagaimana menduga mean square error (MSE) dari
dugaan parameter tersebut. Kedua masalah pokok
tersebut dapat diatasi dengan cara “meminjam
informasi” dari dalam area, luar area maupun dari luar
survei (Pfefferman, 2002).
Terdapat dua ide utama yang digunakan untuk
mengembangkan model pendugaan parameter small
area yaitu,
1. Model pengaruh tetap (fixed effect model) dimana
asumsi bahwa keragaman di dalam small area
peubah respon dapat diterangkan seluruhnya oleh
sampling error independen 𝑒𝑖 ~𝐼𝑁𝐷(0, 𝜓𝑖 ) dengan
𝜓𝑖 diketahui.
Salah satu pendekatan yang dapat digunakan
pada SAE ialah dengan menggunakan metode
empirical Bayes (EB). Langkah pertama yang
dilakukan pada metode Bayes adalah mendapatkan
distribusi posterior untuk parameter yang diamati yang
2
2
dinotasikan f (θ |𝑦 , β, σ ), dengan asumsi β dan σ
i
i
v
v
diketahui. Sedangkan pada metode Empirical Bayes,
inferensia yang diperoleh berdasar pada estimasi
distribusi posterior dari θ dengan memasukkan nilai
i
2
estimasi β dan σ yaitu f(𝜃𝑖 |𝑦𝑖 , 𝛽 , 𝜎𝑣2 ).
v
Model Fay dan Heriot (1979) untuk model basic area
level adalah:
yi  xiT   bi vi  ei
dimana 𝑣𝑖 ~𝑁
bebas.
β
(2)
dan 𝑒𝑖 ~𝑁 0, 𝜓𝑖 , v dan e saling
0, 𝜎𝑣2
2
σ
dan
v
i
tidak
diketahui
i
sedangkan
𝜓𝑖 diasumsikan diketahui (Kurnia dan Notodiputro,
2
2006b). Misal σ dan 𝜓𝑖 disimbolkan dengan A dan
v
2
D , selanjutnya merupakan estimator Bayes untuk θi,
d
log L , V   xiT V 1 yi  xi 
d

i
dengan mengikuti model Bayes berikut:
(i)
𝑦𝑖 |θ ~ N(θ , D )
(ii)
i
i
i
i=1,2,...,m.
Penjelasan model Bayes diberikan sebagai berikut:


i
   x V xi
T
i
sehingga
2
1
 1
exp 
 i  xiT  
2A
 2A



(3)
untuk x = (x , x ,...,x ) dan θ = (θ ,θ ,...,θ )
i
1
2
m
i
1
2
i
(4)

(5)
1
T


 
 i | yi ,  , A ~ N  Ayi  Di xi  ,  1  1  
A  Di

  Di A  


 i | yi ,  , A ~ N  xiT   A yi  xiT  ,  ADi
A  Di
 A  Di








dimana V  diag  A  D1 , A  D2 ,..., A  Di 
1i
 
 
 m 1 m
2
2
h1i  g1i s  
 g1i sv ( u )  g1i sv
 m  u 1
 
2
v



(14)
dimana g1i sv2( u ) diperoleh dengan menghapus
pengamatan ke-u pada himpunan data g1i sv2 .
2. Hitung nilai h dengan rumus:
suatu
2i
(7)

  
 m  1  m ˆ EB
EB
h2i  
  i ( u )  ˆi
 m  u 1


2
(15)
dimana ˆiEB
(  u ) diperoleh dengan menghapus
(8)
Ketika parameter A diketahui, maka β pada
formula tersebut dapat diestimasi dengan metode
Maximum Likelihood


dimana A diduga oleh s v2 (Kurnia dan Notodiputro,
 


 
dengan B = D / (A + D )
i
i
i
MSE ˆiB  Var  i | y i ,  , A  ADi   A  Di 

i
2006b). Tahapan-tahapan untuk menghitung MSE ˆiEB
adalah sebagai berikut:
1. Hitung nilai h dengan rumus:
(6)
Berdasarkan formula tersebut diperoleh
estimator bayes untuk θi :
ˆiB  Ei | yi ,  , A  xiT   1  Bi  yi  xiT 
T
1
1
log L ,V    log V  yi  xi  V 1 yi  xi 
2
2
(11)
 
adalah konstan dan tidak memuat θi


(12)
Estimator MSE tersebut menjadi bersifat
underestimate karena adanya estimasi pada nilai A dan
β. Hal tersebut dapat dikoreksi dengan menggunakan
pendekatan jackknife (Jiang, Lahiri, dan Wan, 2002).
Metode pendekatan jackknife dikenalkan oleh
Tukey pada tahun 1958. Metode ini pada
perkembangannya dapat digunakan untuk mengoreksi
bias suatu estimator. Prosedur yang dilakukan yaitu
dengan menghapus observasi ke-i untuk i = 1,2,...,m
dan selanjutnya melakukan pendugaan parameter.
Pada Small area estimation diterapkan metode
jackknife untuk mengoreksi pendugaan MSE akibat
adanya pendugaan β dan A, dengan:
MSE ˆiB  ADi   A  Di   g1i  A
(13)
2
dengan a
sehingga
i
 
m

  yi xiT   
 

 
A  
 Di
 1 1 
*
     i   
  ai
D
A


 i

 1  1 
  D A  

 
  i

*
i
xiT V 1 yi
Berdasarkan metode Bayes, diperoleh:
MSE ˆiEB  Var  i | y i , ˆ , Aˆ  Aˆ Di  Aˆ  Di
T


1
dengan B = D / (A + D )
Perhatikan
dua
fungsi
eksponensial
tanpa
memperhatikan faktor (-1/2) pada f ( yi , i |  , A)
1
 yi   i 2  1  i  xiT  2
Di
A
2
1
1 2
2
2

yi  2 yi i   i   i  2 i xiT    xiT  
Di
A




T

ˆiEB  xiT ˆ  1  Bˆi yi  xiT ˆ
 1

1
 yi  i 2 
exp 
2Di
i 1
 2 Di

2
1
 1
exp 
 i  xiT  
2A
 2A

m
f ( yi , i |  , A)  

1
(10)
Namun pada kenyataannya A tidak diketahui,
Untuk mengestimasi parameter A juga menggunakan
metode Maximum Likelihood (MLE) atau Restricted
Maximum
Likelihood (REML). Jiang (1996)
mengatakan bahwa estimator A menggunakan REML
konsisten. Oleh karena A dan β diestimasi, maka akan
diperoleh suatu penduga Empirical Bayes:
dan
 ( i ) 

 xiTV 1 xi   xiTV 1 yi
 1

1
 yi  i 2 
exp 
2Di
 2 Di

f ( yi | i ) 
  0
d
log L ,V   xiT V 1 yi  xiT V 1 xi 
d
adalah sebaran prior untuk θ ,
𝜃𝑖 ~N(ziT β, A)

 
pengamatan ke-u pada himpunan data ˆiEB .
3. Hitung nilai MSE:
MSE j ˆiB  h1i  h2i
(16)
 
(9)
Untuk mengevaluasi kebaikan dari model
SAE, dilakukan perbandingan hasil estimasinya
dengan hasil estimasi langsung. Menurut Rao (2003),
Diferensial dari log L ,V  terhadap β
diberikan sebagai berikut
3
Estimator langsung merupakan estimator yang hanya
digunakan apabila semua area dalam suatu populasi
digunakan sebagai sampel dan estimator ini berbasis
desain sampling. Estimator langsung untuk domain
menggunakan nilai dari variabel yang menjadi
perhatian hanya pada periode waktu dan unit sampel
area (Ramsini, et al. 2001). Data sampel dari suatu
survei dapat digunakan untuk mendapatkan estimasi
langsung yang dapat dipercaya bagi suatu area besar
atau domain. Ramsini et al. (2001) menyebutkan
bahwa nilai hasil estimasi langsung pada suatu area
kecil merupakan estimator tak bias meskipun memiliki
ragam yang besar dikarenakan dugaannya diperoleh
dari ukuran sampel yang kecil.
a. Memodelkan dan menganalisis pengeluaran per
kapita masyarakat di Sumenep dengan pendekatan
Small Area Estimation
1. Mengekplorasi data menggunakan statistika
deskriptif
2. Memilih variabel bantu xi yang diasumsikan
mempengaruhi dan menggambarkan pengeluaran
per kapita berdasarkan eksplorasi data
3. Melakukan pendugaan A dan β dengan metode
MLE
4. Membentuk model SAE dengan teknik Empirical
Bayes
5. Mengestimasi pengeluaran per kapita rumah tangga
untuk masing-masing kecamatan dengan metode
Empirical Bayes 𝜃𝑖𝐸𝐵
6. Menghitung
MSE𝑗 𝜃𝑖𝐸𝐵
dengan
konsep
pendekatan Jackknife
b. Mendapatkan estimasi rata-rata pengeluaran
perkapita masyarakat perkecamatan di kabupaten
Sumenep
1. Mengestimasi pengeluaran per kapita rumah tangga
untuk masing-masing kecamatan secara langsung
(direct estimation)
2. Menghitung nilai MSE dari hasil estimasi
pengeluaran per kapita rumah tangga dengan
metode direct estimation
3. Membandingkan
nilai
RRMSE
pendugaan
dengan
langsung dan nilai RRMSE𝑗 𝜃𝑖𝐸𝐵
perhitungan RRMSE sebagai berikut:
3. PENGELUARAN PER KAPITA
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS),
pengeluaran rata-rata perkapita sebulan menunjukkan
besarnya pengeluaran setiap anggota rumah tangga
dalam kurun waktu satu bulan. Sedangkan definisi
rumah tangga adalah sekelompok orang yang
mendiami sebagian atau seluruh bangunan fisik dan
biasanya tinggal bersama serta makan dari satu dapur
(BPS 2003). Dalam satu rumah tangga bisa terdiri dari
satu, dua, atau lebih kepala keluarga.
Pengeluaran per kapita biasa dirumuskan sebagai
berikut:
y
p
q
(17)
dimana:
y = pengeluaran per kapita
p = pengeluaran rumah tangga sebulan
q = jumlah anggota rumah tangga
MSE 𝜃𝑖
RRMSE 𝜃𝑖 =
𝜃𝑖
× 100%
5.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Eksplorasi data dilakukan terhadap data
pengeluaran perkapita dari tiap kecamatan di
Kabupaten Sumenep. Pengeluaran per kapita
penduduk di Kabupaten Sumenep pada tahun 2009
sebesar Rp 206.830,00 (Tabel 1). Pengeluaran per
kapita di Kecamatan Sumenep tidak terlalu beragam
yang ditunjukkan oleh nilai koefisien varians sebesar
18,82% dan standar deviasi sebesar 0,3892.
Kecamatan Bluto memiliki pengeluaran per kapita
paling kecil sebesar Rp 152.800,00 dan Kecamatan
Kota Sumenep memiliki pengeluaran per kapita
tertinggi sebesar Rp 331.511,00.
4. METODOLOGI PENELITIAN
Data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah data sekunder. Data berasal dari dua sumber.
Untuk variabel pengeluaran rata-rata perkapita
masyarakat perkecamatan di Kabupaten Sumenep
diperoleh dari SUSENAS 2009 dan untuk data
variabel prediktor, yang seringkali disebut variabel
bantu diperoleh dari Kabupaten Sumenep Dalam
Angka 2010. Variabel bantu yang digunakan sebanyak
7 variabel diantaranya
x = persentase penduduk bekerja di sektor pertanian
1
x = rata-rata anggota keluarga
2
x = persentase penduduk yang berpendidikan minimal
Tabel 1. Nilai Statistik Pengeluaran per kapita
(x Rp.100.000,00)
3
SD
x = persentase penduduk miskin
Statistik
Mean
Standar Deviasi
Koefisien Varians
Minimum
Maksimum
Jangkauan
4
x = jumlah penduduk yang sedang sekolah
5
x = jumlah rumah tangga pelanggan listrik PLN
6
x = kepadatan penduduk
7
Tahapan-tahapan analisis yang dilakukan pada
penelitian ini dijelaskan pertujuan penelitian
4
Pengeluaran perkapita
2,0683
0,3892
18,82
1,5280
3,3151
1,7871
Gambar 1 menunjukkan bahwa ada satu
kecamatan yang menjadi pencilan yakni Kecamatan
Kota Sumenep. Kecamatan Kota Sumenep memiliki
pengeluaran per kapita yang paling besar dengan
selisih cukup jauh dengan pengeluaran per kapita
kecamatan lain di Kabupaten Sumenep. Hal ini dapat
dipahami karena Kecamatan Kota Sumenep
merupakan ibukota kabupaten sehingga pusat kegiatan
pemerintahan dan perekonomian berada di kecamatan
tersebut
Sumenep. Gambar 4.2 menunjukkan pola persebaran
pengeluaran perkapita membentuk pola distribusi yang
condong ke sebelah kiri.
7
6
Frequency
5
Pengeluaran per kapita (x100.000)
3.5
4
3
2
Kota Sumenep
1
3.0
0
1.5
2.0
2.5
3.0
Y
Gambar 2. Histogram Pengeluaran per Kapita
2.5
Pada sektor pertanian, persentase penduduk
yang bekerja pada sektor ini (X1) cukup bervariasi
antar kecamatan, hal ini ditunjukkan dengan nilai
koefisien varians sebesar 51,28%. Di Kabupaten
Sumenep, hampir 38% penduduknya bekerja di sektor
pertanian. Setiap rumah tangga di Kabupaten Sumenep
rata-rata memiliki anggota rumah tangga (X2)
sebanyak 4 orang dan hampir 18% penduduk
Kabupaten Sumenep masih tergolong sebagai
penduduk miskin (X4).
2.0
1.5
Gambar 1. Boxplot Pengeluaran perkapita
Pola pengeluaran per kapita di setiap
kecamatan di Kabupaten Sumenep pada bixplot lebih
lebar pada bagian bawah. Hal ini menunjukkan bahwa
persebaran pengeluaran per kapita setiap kecamatan di
Kabupaten Sumenep lebih banyak berada di bawah
rata-rata nilai pengeluaran per kapita Kabupaten
Tabel 2. Nilai Statistik Variabel Bantu
Variabel
X1
X2
X3
X4
X5
X6
X7
Rata-Rata
0,3766
3,2826
0,4234
0,1761
7261,0
7283,0
686,5
Standar deviasi
Koefisien Varians
Minimum
Maksimum
51,28
15,28
57,78
31,62
55,6
65,6
68,2
0,0958
2,0700
0,0411
0,0660
2360,0
921,0
107,0
0,7875
4,2100
1,0013
0,2802
18686,0
18754,0
2535,0
0,1932
0,5015
0,2447
0,0557
4036,0
4777,0
468,1
Untuk masalah pendidikan, 42% penduduk di
Kabupaten Sumenep menamatkan pendidikannya
minimal pada jenjang SD (X3), dimana kondisi ini
cukup beragam antar kecamatan, hal ini ditunjukkan
dengan nilai koefisien varians sebesar 57,78%. Ratarata jumlah penduduk yang sedang menempuh jenjang
pendidikan (X5) sebanyak 7.261 orang. Jumlah
penduduk terbanyak yang masih menempuh jenjang
pendidikan berada di Kecamatan Kota Sumenep
dengan jumlah penduduk sebesar 18.686 orang.
Kecamatan dengan jumlah penduduk yang sedang
menempuh jenjang pendidikan dengan jumlah terkecil
ialah Kecamatan Nonggunong sebesar 2.360 orang.
Untuk masalah kesejahteraan ditinjau dari ada
tidaknya layanan listrik dari PLN, penduduk di 24
kecamatan di Kabupaten Sumenep sudah menjadi
pelanggan PLN (X6), sedangkan penduduk di
Kecamatan Ra’as, Kecamatan Kangayan dan
Kecamatan Masalembu belum menjadi pelanggan
PLN. Rata-rata penduduk yang menjadi PLN sebanyak
7.283 orang di setiap kecamatan yang sudah
berlangganan PLN, namun hal ini sangat beragam
antar kecamatan yang ditunjukkan dengan nilai
koefisien varians sebesar 65,6%.
Untuk kepadatan penduduk (X7), rata-rata
setiap daerah dengan luasan 1km2 dihuni oleh 687
penduduk dengan nilai keragaman antar kecamatan
sebesar 68,2%. Kecamatan yang paling padat ialah
kecamatan Kota Sumenep dengan kepadatan 2.535
orang/km2 dan kecamatan yang paling jarang
5
penduduknya ialah Kecamatan Kangayan dengan
kepadatan 107 orang/km2.
X1
X2
mempengaruhi pengeluaran perkapita dilakukan
dengan melihat Scatterplot dari masing-masing
variabel bantu dengan variabel pengeluaran per kapita.
Terdapat tujuh scatterplot yang masingmasing menggambarkan hubungan antara variabel
bantu dan varaibel respon. Gambar 4 menunjukkan
bahwa kepadatan penduduk (X7) berkorelasi positif
dengan pengeluaran per kapita. Untuk lebih
meyakinkan ada tidaknya korelasi antara variabel
bantu dan variabel respon dilakukan pengujian
korelasi
antara
variabel-variabel
bantu
dan
pengeluaran perkapita menggunakan nilai korelasi
pearson.
X3
8
4
4
2.5
2
0.0
0
2
0.
.0
-0
Frequency
5.0
0.
4
0.
8
0.
6
X4
8
0
5
2.
0
2.
3.
0
3.
0
4.
5
0.
0
0.
2
X5
8
4
0.
0.
6
8
0.
1.
0
X6
5.0
4
4
0
0
0.
05
1
0.
0
15
0.
0.
20
2
0.
5
3
0.
2.5
0.0
0
0
0
00
00
80
12
00
40
0
00
16
0
00
-4
0
00
40
0
0
00
00
00
80
16
12
X7
10
5
Tabel 3 Nilai Korelasi Pearson
0
00
-4
0
0
0
0
0
0
4 0 80 12 0 1 60 20 0 24 0
0
Variabel Nilai Korelasi Pearson
X1
-0,332
X2
-0,242
X3
0,186
X4
-0,277
X5
0,393
X6
0,411
X7
0,511
Gambar 3. Histogram setiap variabel bantu
Pola persebaran untuk setiap variabel bantu
dapat dilihat pada Gambar 3 Untuk variabel rata-rata
anggota keluarga (X2) dan persentase penduduk yang
berpendidikan minimal SD (X3), secara grafis pola
persebaran yang terbentuk mengikuti plot distribusi
normal. Untuk variabel persentase penduduk bekerja
di sektor pertanian (X1), persentase penduduk miskin
(X4), jumlah penduduk yang sedang sekolah (X5),
jumlah penduduk pelanggan listrik PLN (X6) dan
kepadatan (X7), secara grafis pola persebaran yang
terbentuk tidak mengikuti distribusi noraml namun
lebih condong ke sebelah kiri.
Small Area Estimation digunakan untuk
mengestimasi secara tidak langsung pengeluaran per
kapita penduduk di setiap kecamatan di Kabupaten
Sumenep dengan pendekatan Empirical Bayes. Pada
penelitian ini, dilakukan pengelompokan terhadapa
kecamatan menjadi dua kelompok yakni kecamatan
kelompok daratan dan kecamatan kelompok
kepulauan. Pembahasan pertama mengenai SAE
dilakukan untuk data kecamatan pada kelompok
daratan.
X1
X2
Pengujian untuk mengetahui korelasi antara
variabel bantu dan variabel respon menggunakan taraf
signifikansi 10%. Hanya terdapat satu variabel bantu
yang berkorelasi cukup kuat dengan pengeluaran
perkapita yakni kepadatan penduduk (X7) dengan nilai
P-value sebesar 0,036. Nilai korelasi variabel bantu
dengan variabel respon menujukkan bahwa
pengeluaran perkapita berkorelasi positif dengan
variabel tersebut. Berdasarkan hasil yang ditunjukkan
oleh nilai korelasi Pearson maka variabel tersebut
dapat digunakan untuk menggambarkan pengeluaran
per kapita di setiap kecamatan kelompok daratan di
Kabupaten Sumenep.
Pembentukan SAE untuk mengestimasi
pengeluaran per kapita di kecamatan kelompok
daratan di Kabupaten Sumenep menggunakan
variabel bantu yang telah ditentukan pada subbab
sebelumnya. Untuk membentuk model Empirical
Bayes terlebih dahulu dilakukan pendugaan terhadap
varians efek random (A), seperti disajikan pada
persamaan (2). Pendugaan ini menggunakan metode
Restricted Estimation Maximum Likelihood (REML)
dan diperoleh nilai A sebesar 0,01805. Setelah
diperoleh nilai A maka dilakukan estimasi terhadap
nilai β menggunakan metode Maximum Likelihood
Estimation berdasarkan persamaan (11).
X3
3.2
2.4
1.6
0.0
0.4
X4
0.82
3
4
0.0
0.5
X6
X5
1.0
Y
3.2
2.4
1.6
0.08
0.16
0.24
5
10
15
5
10
P-value
0,194
0,349
0,474
0,281
0,119
0,101
0,036
15
X7
3.2
2.4
Tabel 4 Nilai Estimasi Parameter Beta
1.6
0.8
1.6
𝑋𝑖
𝑋0
𝑋7
2.4
Gambar 4. Scatterplot antara Variabel Bantu dan
Pengeluaran per Kapita
Kebaikan suatu model Small Area Estimation
sangat tergantung pada pemilihan variabel bantu yang
digunakan. Langkah pertama yang dilakukan untuk
memilih variabel-variabel bantu yang diasumsikan
Beta duga
1,7186
0,4182
Nilai estimasi yang diperoleh tidak
bertentangan dengan hasil uji korelasi menggunakan
korelasi Pearson. Tanda positif pada estimasi
6
koefisien regresi sama dengan tanda pada nilai
korelasi Pearson. Adapun model Small Area
Estimation menggunakan metode Empirical Bayes
berdasarkan persamaan
(11) untuk kecamatan
kelompok daratan sebagai berikut.
5 kecamatan yang lain jumlah sampelnya terlalu kecil
(16 RT). Adapun kecamatan yang mempunyai sampel
yang cukup terdiri atas Kecamatan Talango,
Kecamatan Gayam, Kecamatan Sapeken dan
Kecamatan Arjasa. Adapun kecamatan yang
mempunyai sampel terlalu kecil terdiri atas kecamatan
Giligenting, Kecamatan Nonggunong, Kecamatan
Ra’as, Kecamatan Kangayan dan Kecamatan
Masalembu.
Pemilihan variabel bantu dilakukan dengan
melihat hubungan antara variabel-variabel bantu dan
pengeluaran per kapita. Secara grafis, hubungan antara
variabel-variabel bantu dan pengeluaran per kapita
dapat diketahui dari scatterplot dari masing-masing
variabel bantu dengan variabel pengeluaran per kapita.
ˆiEB  1,7186  0,4182 X 7  1  Bi  yi  (1,7186  0,4182 X 7 )
dimana nilai B = D / (0,01805 + D ) dan indeks i
i
i
i
melambangkan kecamatan yang digunakan untuk
membangun model.
Di adalah nilai varians sampling error yang
diasumsikan diketahui. Adapun nilai Di diestimasi
dengan nilai si2 / ni yang merupakan rasio antara
varians nilai pengeluaran per kapita dengan banyaknya
sampel pada tiap kecamatan. Semakin tinggi
kepadatan penduduk maka semakin besar pengeluaran
per kapita penduduk di kecamatan kelompok daratan
di Kabupaten Sumenep.
Langkah selanjutnya setelah diperoleh model
Small Area Estimation dengan metode Empirical
Bayes adalah melakukan estimasi terhadap
pengeluaran per kapita dari kecamatan tersurvey.
Berikut gambaran umum dari hasil estimasi
pengeluaran per kapita hasil estimasi tidak langsung.
XP 1
XP 2
XP 3
2.3
2.1
1.9
0.2
0.4
XP 4
0.6
2.5
3.0
XP 5
3.5
0.2
0.4
0.6
XP 6
YP
2.3
2.1
1.9
0.15
0.20
0.25
4
8
12
1.5
2.5
3.5
XP 7
2.3
2.1
1.9
0.3
0.6
0.9
Gambar 5 Scatterplot antara Variabel Bantu dan
Pengeluaran per Kapita
Tabel 5. Nilai Statistik Pengeluaran per kapita hasil Small
Area Estimation (x Rp.100.000,00).
Variabel bantu yang berhubungan dengan
pengeluaran per kapita secara grafis untuk kecamatan
kelompok kepulauan sama dengan pada kecamatan
kelompok daratan yakni variabel kepadatan penduduk.
Pada Tabel 6 diketahui bahwa nilai korelasi kedua
variabel sebesar -0,981. Tanda negatif menunjukkan
bahwa hubungan antara kepadatan penduduk dan
pengeluaran per kapita di kecamatan kelompok
kepulauan di Kabupaten Sumenep berbanding terbalik.
Statistik
Pengeluaran perkapita
Mean
2,0428
Standar Deviasi
0,2431
Koefisien Varians
11,90
Minimum
1,8319
Maksimum
2,9247
Jangkauan
1,0928
Rata-rata pengeluaran per kapita penduduk di
kecamatan kelompok daratan di Kabupaten Sumenep
pada tahun 2009 hasil estimasi tidak langsung sebesar
Rp 204.280,00. Berdasarkan nilai standar deviasi
sebesar 0,2431 dan nilai koefisien varians sebesar
11,9% menunjukkan bahwa nilai estimasi pengeluaran
per kapita di kecamatan kelompok daratan di
Kabupaten Sumenep tidak terlalu beragam. Nilai
estimasi pengeluaran perkapita terkecil sebesar Rp
183.190,00 dan nilai estimasi pengeluaran per kapita
terbesar sebesar Rp 292.470,00. Kecamatan yang
memiliki nilai estimasi pengeluaran per kapita terkecil
adalah Kecamatan Pasongsongan dan kecamatan yang
memiliki nilai estimasi pengeluaran per kapita terbesar
adalah Kecamatan Kota Sumenep.
Pembahasan kedua mengenai model SAE
dilakukan terhadap data kecamatan kelompok
kepulauan. Kecamatan di kabupaten Sumenep yang
berada di kepulauan sebanyak 9 kecamatan. Pada
SUSENAS 2009 hanya 4 kecamatan yang mempunyai
sampel yang cukup untuk merepresentasikan
pengeluaran per kapita tingkat kecamatan, sedangkan
Tabel 6. Nilai Korelasi Pearson
Variabel Nilai Korelasi Pearson
P-value
X1
-0,149
0,851
X2
-0,069
0,931
X3
0,839
0,161
X4
0,476
0,524
X5
0,840
0,160
X6
-0,058
0,942
X7
-0,981
0,019
Seperti halnya pada estimasi pengeluaran per
kapita kecamatan kelompok daratan, langkah pertama
yang dilakukan untuk membetuk model SAE dengan
pendekatan Empirical Bayes adalah melakukan
estimasi terhadap varians efek random (A), seperti
disajikan pada persamaan (2). Estimasi ini
menggunakan metode Restricted Estimation Maximum
Likelihood (REML) dan diperoleh nilai A sebesar
0,00000345. Setelah diperoleh nilai A maka dilakukan
estimasi terhadap nilai β menggunakan metode
7
Maximum
Likelihood
persamaan (11).
Estimation
berdasarkan
pengeluaran makanan dan bukan makanan rumah
tangga dengan jumlah anggota rumah tangga yang
berumur diatas 5 tahun. Hasil dari estimasi langsung
tersebut berupa pengeluaran per kapita pada masingmasing kecamatan yang tersurvei di Kabupaten
Sumenep.
Tabel 7 Nilai Estimasi Parameter Beta
Beta duga
2,3861
-0,6213
𝑋𝑖
𝑋0
𝑋7
Tabel 9. Nilai Statistik Pengeluaran per Kapita Hasil
Estimasi Langsung (x Rp.100.000,00)
Tanda negatif pada estimasi koefisien regresi
sama dengan tanda pada nilai korelasi Pearson. Hal ini
menunjukkan bahwa nilai estimasi yang diperoleh
tidak bertentangan dengan hasil uji korelasi
menggunakan korelasi Pearson. Adapun model Small
Area Estimation menggunakan metode Empirical
Bayes berdasarkan persamaan (2.12) untuk kecamatan
kelompok daratan sebagai berikut.
ˆiEB  2,3861  0,6213 X 7  1  Bi  yi  (2,3861  0,6213 X 7 )
Statistik
Mean
Standar Deviasi
Koefisien Varians
Minimum
Maksimum
Jangkauan
Tabel 9 menunjukkan bahwa rata-rata hasil
estimasi langsung pengeluaran per kapita kecamatan
kelompok daratan di Kabupaten Sumenep pada tahun
2009 sebesar sebesar Rp 260.240,00 dan rata-rata hasil
estimasi langsung pengeluaran per kapita kecamatan
kelompok kepulauan di Kabupaten Sumenep pada
tahun 2009 sebesar sebesar Rp 255.100,00.
Berdasarkan nilai standar deviasi sebesar 0,3925 dan
nilai koefisien varians sebesar 15,08% menunjukkan
bahwa nilai estimasi pengeluaran per kapita di
kecamatan kelompok daratan di Kabupaten Sumenep
tidak terlalu beragam. Nilai estimasi pengeluaran per
kapita di kecamatan kelompok kepulauan di
Kabupaten Sumenep juga tidak terlalu beragam, hal ini
ditunjukkan dengan nilai standar deviasi sebesar
0,3925 dan nilai koefisien varians sebesar 9,64%.
Pada kelompok daratan, nilai estimasi
pengeluaran perkapita terkecil sebesar Rp 198.760,00
dan nilai estimasi pengeluaran per kapita terbesar
sebesar Rp 355.180,00. Kecamatan yang memiliki
nilai estimasi pengeluaran per kapita terkecil adalah
Kecamatan Bluto, sedangkan kecamatan yang
memiliki pengeluaran perkapita terbesar adalah
Kecamatan Kota Sumenep. Sedangkan untuk
kelompok kepulauan, nilai estimasi pengeluaran
perkapita terkecil sebesar Rp 237.300,00 dan nilai
estimasi pengeluaran per kapita terbesar sebesar
Rp 290.200,00. Kecamatan yang memiliki nilai
estimasi pengeluaran per kapita terkecil adalah
Kecamatan Talango, sedangkan kecamatan yang
memiliki pengeluaran perkapita terbesar adalah
Kecamatan Sapeken.
Setelah
dilakukan
estimasi
terhadap
pengeluaran per kapita baik menggunakan estimasi
langsung maupun estimasi tidak langsung dengan
menggunakan metode Empirical Bayes, langkah
berikutnya ialah menduga nilai MSE hasil kedua
estimasi tersebut. Pada estimasi tidak langsung,
dilakukan koreksi terhadap nilai MSE dengan
menggnakan metode resampling Jackknife. Nilai
MSE ( ˆiEB ) yang diperoleh dengan pendekatan
dimana nilai B = D / (0,00000345 + D ) dan i
i
i
Daratan Kepulauan
2,6024
2,551
0,3925
0,246
15,08
9,64
1,9876
2,373
3,5518
2,902
1,5641
0,529
i
melambangkan kecamatan untuk membangun model
pada kelompok kepulauan.
Berbeda dengan estimasi pengeluaran per
kapita pada kecamatan kelompok daratan, pada
estimasi pengeluaran per kapita kecamatan kelompok
kepulauan, semakin tinggi kepadatan penduduk maka
semakin kecil pengeluaran per kapita penduduk di
kecamatan kelompok daratan di Kabupaten Sumenep.
Selanjutnya dilakukan estimasi terhadap
pengeluaran per kapita dari kecamatan tersurvei. Ratarata pengeluaran per kapita di kecamatan kelompok
kepulauan di Kabupaten Sumenep pada tahun 2009
hasil estimasi tidak langsung sebesar Rp 212.500,00.
Berdasarkan nilai standar deviasi sebesar 0,1774 dan
nilai koefisien varians sebesar 8,35% menunjukkan
bahwa nilai estimasi pengeluaran per kapita di
kecamatan kelompok kepulauan di Kabupaten
Sumenep tidak terlalu beragam. Nilai estimasi
pengeluaran perkapita terkecil sebesar Rp 187.120,00
dan nilai estimasi pengeluaran per kapita terbesar
sebesar Rp 226.300,00. Kecamatan yang memiliki
nilai estimasi pengeluaran per kapita terkecil adalah
Kecamatan Talango dan kecamatan yang memiliki
nilai estimasi pengeluaran per kapita terbesar adalah
Kecamatan Sapeken..
Tabel 8. Nilai Statistik Pengeluaran per Kapita Hasil Small
Area Estimation (x Rp.100.000,00).
Statistik
Pengeluaran perkapita
Mean
2,1250
Standar Deviasi
0,1774
Koefisien Varians
8,35
Minimum
1,8712
Maksimum
2,2630
Jangkauan
0,3918
Estimasi langsung hanya bisa dilakukan pada
daerah yang yang tersurvei. Pada penelitian ini,
estimasi langsung dilakukan dengan membagi jumlah
8
jackknife tidak terlalu beragam dengan jangkauan nilai
yang cukup kecil. Boxplot perbandingan nilai MSE
dari hasil pendugaan langsung (MSE_D) dan MSE
EB-jackknife (MSE_J) tersaji pada Gambar 3.
9
8
7
Data
6
5
4
3
2
1
0
MSE_D
MSE_J
Gambar 6. Boxplot MSE Estimasi langsung dan MSE
Estimasi tidak langsung kecamatan kelompok daratan
Tabel 10. Estimasi pengeluaran per kapita (x Rp 100.000) dengan estimasi langsung dan pendekatan EB - jackknife beserta
nilai RRMSE (%)
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
Kecamatan
Pragaan
Bluto
Saronggi
Talango
Kalianget
Kota Sumenep
Lenteng
Ganding
Guluk Guluk
Pasongsongan
Ambunten
Rubaru
Dasuk
Manding
Batuputih
Gapura
Batang Batang
Dungkek
Gayam
Sapeken
Arjasa
Estimasi Langsung
Theta_had
MSE
RRMSE
2,0978844
0,011179
5,039947
1,8381414
0,00972
5,363613
1,9237659
0,013395
6,016085
1,871162
3,45E-06
0,099259
2,0737915
0,012229
5,332561
2,9246785
0,013139
3,919263
2,1244841
0,012946
5,355574
2,0453738
0,013485
5,67737
2,0306946
0,011956
5,384584
1,8318645
0,013196
6,270888
2,0329838
0,010019
4,923427
1,9560895
0,013845
6,015402
1,9264526
0,016577
6,683282
2,0706304
0,013959
5,705907
1,9687195
0,011793
5,515958
2,0367962
0,010874
5,119647
1,926802
0,011959
5,675533
1,9180351
0,014709
6,323128
2,136717
3,45E-06
0,086924
2,263002
3,45E-06
0,082075
2,229066
3,45E-06
0,08332
Pada boxplot nilai MSE estimasi langsung,
terdapat pencilan yang nilainya besar. Nilai MSE yang
menjadi pencilan tersebut adalah nilai MSE dari
estimasi pengeluaran per kapita Kecamatan Dasuk,
Kecamatan Dungkek dan Kecamatan Kota Sumenep.
Sedangkan pada boxplot nilai MSE estimasi tidak
langsung tidak terdapat pencilan. Pada Lampiran 6
ditampilkan boxplot yang terpisah antara nilai MSE
kedua metode estimasi untuk lebih memudahkan
mengetahui nilai MSE yang menjadi pencilan.
Theta_had
2,2348062
1,8498485
1,9237426
1,9587342
2,0102437
2,8419831
2,139557
2,0516964
2,0724588
1,8900677
2,0214076
1,9852816
1,9136746
2,0412296
1,9918896
2,0393671
2,0051874
1,9155461
2,0780806
2,0928249
2,1605952
EB-Jackknife
MSE
0,032867
0,028954
0,038616
0,032111
0,03562
0,037964
0,037469
0,038845
0,034909
0,03811
0,029762
0,039759
0,046495
0,040045
0,034481
0,032056
0,034916
0,041923
0,034479
0,040106
0,028202
RRMSE
8,112191
9,198523
10,215
9,148489
9,388531
6,855927
9,04711
9,606263
9,015315
10,3286
8,534539
10,04373
11,26767
9,803575
9,322334
8,779233
9,318675
10,68886
8,935445
9,569151
7,772604
4
Data
3
2
1
0
MSE_DP
MSE_JP
Gambar 7. Boxplot MSE Estimasi langsung dan MSE
Estimasi tidak langsung kecamatan kelompok
kepulauan
9
Tabel 11 Statitika Deskriptif MSE Estimasi Langsung dan
Estimasi Tidak Langsung
Variabel
Rata-rata
Standar Deviasi
Minimum
Q1
Median
Q3
Maksimum
Jangkauan
MSE_D MSE_DP MSE_J
MSE_JP
3,391
2,637 0,012646 0,000003
1,816
1,006 0,001721
0
1,348
1,786 0,00972 0,000003
2,396
1,919 0,011486 0,000003
3,027
2,332 0,012946 0,000003
3,598
3,659 0,013665 0,000003
8,935
4,096 0,016577 0,000003
7,587
2,31 0,006856
0
Nilai RRMSE untuk metode EB-jackknife
(RRMSE_J untuk daratan dan RRMSE_JP untuk
kepulauan) secara umum lebih kecil daripada nilai
RRMSE pada estimasi langsung (RRMSE_D untuk
daratan dan RRMSE_DP untuk kepulauan). Hal ini
menunjukkan bahwa estimasi tidak langsung
menggunakan
metode
EB-jackknife
dapat
memperbaiki hasil estimasi langsung. Hasil tersebut
juga memperlihatkan bahwa Small Area Estimation
baik digunakan untuk pendugaan parameter pada level
kecamatan yang memiliki ukuran sampel kecil dengan
nilai keragaman antar kecamatan yang besar.
100
80
60
Data
Untuk kecamatan kelompok kepulauan, tidak
ada pencilan pada nilai MSE kedua metode estimasi.
Namun terjadi perbedaan yang sangat signifikan antara
nilai MSE kedua metode estimasi. Nilai MSE metode
estimasi tidak langsung (MSE_JP) lebih presisi
daripada metode estimasi langsung (MSE_DP).
Perbandingan nilai MSE pendugaan langsung dan
MSE EB-jackknife terdapat pada Tabel 4.10.
40
20
Tabel 11 menunjukkan bahwa nilai MSE
estimasi tidak langsung lebih presisi daripada nilai
MSE estimasi langsung. Evaluasi kebaikan hasil
estimasi langsung dan estimasi tidak langsung dapat
diketahui dengan membandingkan nilai RRMSE
keduanya. Berikut gambaran umum mengenai
RRMSE dari kedua metode estimasi.
0
RRMSE_D
Rata-rata
Standar
deviasi
Minimum
Q1
Median
Q3
Maksimum
Jangkauan
Variabel
Rata-rata
Standar
deviasi
Minimum
Q1
Median
Q3
Maksimum
Jangkauan
RRMSE_J
5,548
11,81
49,61
61,01
68,59
73,89
98,45
0,639
3,919
5,226
5,516
6,016
6,683
ˆi  xiT ˆ
48,85
2,764
KEPULAUAN
Sedangkan rumus pendugaan MSE adalah:
 
0.00785
0.08208
0.08239
0.08512
0.09618
0.09926
0.01718
 
1
 
MSE ˆi  Var xiT ˆ   x 2piVar ˆ pi
RRMSE_DP RRMSE_JP
62,54
0.08789
5,77
56,32
57,22
62,04
68,35
69,75
13,43
RRMSE_JP
Setelah dilakukan pemilihan model estimasi
yang terbaik antara estimasi langsung dan estimasi
tidak langsung dengan metode EB-Jackknife,
diperoleh model EB_Jackknife lebih baik daripada
estimasi langsung. Pada
SUSENAS terdapat 6
kecamatan yang memiliki jumlah sampel sangat kecil
(16 RT) sehingga nilai statistiknya tidak bisa
merepresentasikan nilai parameter kecamatan tersebut.
Menurut Rao (2003), konsep estimasi sintetik
dapat digunakan untuk mengestimasi pengeluaran per
kapita kecamatan-kecamatan yang memiliki sampel
kecil tersebut, dengan asumsi perilaku antar
kecamatan di Kabupaten Sumenep sama (nilai sama).
Nilai harapan dari model Small Area Estimation
adalah xiT  , sehingga pengeluaran per kapita dihitung
dengan rumus:
DARATAN
RRMSE_D
68,74
RRMSE_DP
Gambar 8. Boxplot RRMSE Estimasi Langsung dan
Estimasi Tidak Langsung
Tabel 12. Statitika Deskriptif RRMSE Estimasi Langsung
dan RRMSE Estimasi Tidak Langsung
Variabel
RRMSE_J
p 0
Indeks i merupakan indeks untuk melambangkan
kecamatan yang diestimasi nilai pengeluaran per
kapita dan p adalah indeks dari variabel bantu yang
digunakan. Berikut hasil estimasi dari pengeluaran per
kapita untuk kecamatan-kecamatan yang mempunyai
sampel terlalu kecil.
10
Tabel 13 Nilai Estimasi Pengeluaran per Kapita Kecamatan
dengan Jumlah Sampel Kecil (x Rp.100.000,00).
Kecamatan
Giligenteng
Batuan
Nonggunong
Ra'As
Kangayan
Masalembu
Pengeluaran per kapita
1,892195188
1,898811793
2,159561123
1,816021314
2,319629278
2,033107302
MSE
0,006609
0,035963
0,002817
0,008205
0,001893
0,00426
RRMSE
4,296472
9,987213
2,457565
4,987932
1,875792
3,210147
Pengeluaran per kapita untuk Kecamatan Batuan
dilakukan dengan menggunakan model SAE untuk
kelompok daratan karena kecamatan ini terletak di
Pulau Madura. Pengeluaran per kapita untuk
Kecamatan Giligenteng, Kecamatan Nonggunong,
Kecamatan Ra’as, Kecamatan Kangayan, dan
Kecamatan Masalembu diestimasi menggunakan
model SAE kecamatan kelompok kepulauan.
6. KESIMPULAN DAN SARAN
Model Small Area Estimation dengan metode
Empirical Bayes untuk mengestimasi pengeluaran per
kapita di setiap kecamatan di Kabupaten Sumenep
untuk kelompok daratan sebagai berikut
ˆiEB  1,7186  0,4182 X 7  1  Bi  yi  (1,7186  0,4182 X 7 )
dimana nilai B = D / (0.01805 + D ) dan i
i
i
i
melambangkan kecamatan untuk membangun model
pada kelompok daratan. Sedangkan untuk kecamatan
kelompok daratan, model estimasinya sebagai berikut
ˆiEB  2,3861  0,6213 X 7  1  Bi  yi  (2,3861  0,6213 X 7 )
dimana nilai B = D / (0,00000345 + D ) dan i
i
i
i
melambangkan kecamatan untuk membangun model
pada kelompok kepulauan.
Pemilihan variabel bantu pada model Small
Area Estimation sangat penting untuk mendapatkan
model yang sesuai. Variabel bantu yang dipilih
sebaiknya sangat berkaitan dengan variabel respon.
Untuk penelitian lainnya, disarankan untuk mencoba
menggunakan Metode EBLUP dan Hierarchical
Bayes untuk membangun model Small Area
Estimation
Jiang, J., (2007), Linear and Generalized Linear
Mixed Model and Their Application, Springer,
New York.
Jiang, J., Lahiri, P., dan Wan. S. M., (2002), A Unified
Jackknife Theory, Annals of Statistics, 30
Kordosz, J., dan Paradiysz, J., (2005), New
Development in Small Area Estimation
Research in Poland, http://www.dipstat.cc.
unipi.it/SAE2007/abstracts/kordos.pdf
[15
Maret 2011: 05.35 WIB].
Kurnia, A. dan Notodiputro. K.A., (2006a), EBEBLUP MSE Estimator on Small Area
EstimationWith Application to BPS Data,
Departemen Statistika FMIPA IPB, Bogor.
Kurnia,
A. dan Notodiputro, K.A., (2006b),
Penggunaan
Metode
Jackknife
dalam
Pendugaan Area Kecil. Makalah disampaikan
pada Seminar Nasional Matematika. UNPAD
Bandung, 22 April 2006
Ndeng’e G.K., (2005), Small Area Estimationof
Poverty and Its Application to Policy in
Kenya, The Arusha Conference on New
Frontiers of Social Policy: Development in A
Globalizing World, Tanzania.
Nuraeni, A., (2008), Feed-forward Neural Network
untuk Small Area Estimation pada Kasus
Kemiskinan di Kota Surabaya, Tesis, Institut
Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.
Pfefferman D., (2002), Small Area Estimation - New
developments and directions, International
Statistical Review, Vol 70, 1, 125-143.
Htpp://www.ibge.gov.br/ amostragem/down
load/trabalhodanny.doc. [24 Februari 2011]
Ramsini, B et.al., 2001, Uninsured Estimates by
County, A Review of Options and Issues.
http://www.odh.ohio.gov/Data/OFHSurv/ofhsr
fq7.pdf. [24 Februari 2011]
Rao, J.N.K., (2003), Small Area Estimation, John
Wiley and Sons, New York.
Sugiharto, S. dan Utama, W., (2004), Komitmen
Pembangunan Manusia: Kebijakan dan
Anggaran. http://www.slideshare.net/slamets/
komitmen- pembangunan-manusia [7 Maret
2011: 09.20 WIB].
7. DAFTAR PUSTAKA
Anwar, K., ,(2007), Small Area Estimation dengan
Metode Kernel Learning untuk Peta
Kemiskinan di Kabupaten Kutai Kertanegara,
Tesis, Institut Teknologi Sepuluh Nopember,
Surabaya.
The Bangladesh Bureau of Statistics, The United
Nations World Food Programme, (2004),
Local Estimation of Poverty and Malnutrition
in Bangladesh, The Bangladesh Bureau of
Statistics, Bangladesh.
Badan Pusat Statistik, (2011), http://www.bps.go.id/
aboutus.php?glos=1&ist=1&var=P&cari=&kl
=9 [6 maret 2011: 15.50WIB].
Ghosh, M. dan Rao, J.N.K., (1994), Small Area
Estimation, An Appraisal. Statistical Science,
Vol 9, No. 1, p:55-93
UNDP, (2010), Human Development Index (HDI)2010
Rankings,
http://hdr.Undp.org/en
/statistics/ [15 Maret 2011: 05.30 WIB].
11
Download