PROFIL ELEKTROKARDIOGRAM PADA DOMBA LOKAL (Ovis aries) SETELAH PENANAMAN IMPLAN SEMEN TULANG HIDROKSIAPATIT-KITOSAN DAN HIDROKSIAPATIT-TRIKALSIUM FOSFAT PADA TULANG TIBIA RACHMAT AYU DEWI HARYATI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi “Profil Elektrokardiogram pada Domba Lokal (Ovis aries) Setelah Penanaman Implan Semen Tulang Hidroksiapatit-Kitosan dan Hidroksiapatit-Trikalsium Fosfat pada Tulang Tibia” adalah karya saya sendiri dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir skripsi ini. Bogor, Desember 2010 Rachmat Ayu Dewi Haryati NIM B04062153 ABSTRACT RACHMAT AYU DEWI HARYATI. Electrocardiogram Profile of Local Sheep (Ovis aries) Following Tibia Bones Implantation Using Bone Cement Hydroxyapatite-Chitosan and Hydroxyapatite-Tricalcium-Phosphate Implant. Under direction of GUNANTI and HUDA S. DARUSMAN This study was carried out to evaluate the electrophysiological cardiac activity (ECG) of local sheep following tibia bones implantation using bone cement hydroxyapatite-chitosan and hydroxyapatite-tricalcium phosphate implant. Four lokal sheep (2 males and 2 females) aged between 1.5-2 years old and body weight of 19-20 kg were used in present experiment. The ECG examination was done in conscious with standing position. Some parameters were evaluated such as, amplitude and duration of P wave, QRS complex, PR interval and ST segment. The result showed that P wave amplitude and duration number were not significantly different (P>0.05) compared to normal sheep’s standard scores which mean both cement implants did not influence atrium activity. QRS complex amplitude and durations were significantly different (P<0.05) with normal sheep’s standard scores and resembled to both bone cement implants influence ventricle activity. PR interval and ST segment durations were significantly different with normal sheep’s standard scores. Overall, ventricle activity was disturbed post treated using bone cement implant. This disturbance is due to there was ischemic ventricular muscle. Keywords: Bone Implant, Electrocardiogram, Hydroxyapatite-Tricalcium Phosphate, Tibia Bones. Hydroxyapatite-Chitosan, RINGKASAN RACHMAT AYU DEWI HARYATI. Profil Elektrokardiogram pada Domba Lokal (Ovis aries) Setelah Penanaman Implan Semen Tulang HidroksiapatitKitosan dan Hidroksiapatit-Trikalsium Fosfat pada Tulang Tibia. Dibimbing oleh GUNANTI dan HUDA S. DARUSMAN. Studi ini bertujuan untuk mengevaluasi aktivitas elektrofisiologi jantung domba lokal setelah memperoleh penanaman implan semen tulang hidroksiapatitkitosan dan hidroksiapatit-trikalsium fosfat. Penelitian ini dilakukan pada 4 ekor domba lokal terdiri atas 2 ekor domba jantan dan 2 ekor domba betina dengan umur 1,5-2 tahun dan berat badan 19-20 kg. Pemeriksaan EKG dilakukan dalam keadaan sadar dengan posisi hewan berdiri (stand position). Parameter yang dievaluasi adalah amplitudo dan durasi gelombang P, amplitudo dan durasi kompleks QRS, durasi interval PR dan durasi segmen ST. Diperoleh nilai amplitudo dan durasi gelombang P yang tidak berbeda nyata (P>0.05) dengan nilai standar normal domba dan menandakan kedua implan semen tulang tersebut tidak berpengaruh terhadap aktivitas atrium. Nilai amplitudo dan durasi kompleks QRS memiliki perbedaan yang nyata (P<0.05) dengan nilai standar normal domba dan menandakan kedua implan semen tulang tersebut berpengaruh terhadap aktivitas ventrikel. Durasi interval PR dan segmen ST memiliki perbedaan yang nyata (P<0.05) dengan nilai standar normal domba. Secara keseluruhan, aktivitas ventrikel terganggu setelah memperoleh penanaman implan semen tulang. Gangguan ini terjadi karena adanya area iskemik. Kata kunci: Elektrokardiogram, Hidroksiapatit-Kitosan, Trikalsium Fosfat, Implan Tulang, Tulang Tibia. Hidroksiapatit- ©Hak Cipta milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB. PROFIL ELEKTROKARDIOGRAM PADA DOMBA LOKAL (Ovis aries) SETELAH PENANAMAN IMPLAN SEMEN TULANG HIDROKSIAPATIT-KITOSAN DAN HIDROKSIAPATIT-TRIKALSIUM FOSFAT PADA TULANG TIBIA RACHMAT AYU DEWI HARYATI Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 Judul Skripsi Nama NIM : Profil Elektrokardiogram pada Domba Lokal (Ovis aries) Setelah Penanaman Implan Semen Tulang Hidroksiapatit-Kitosan dan Hidroksiapatit-Trikalsium Fosfat pada Tulang Tibia : Rachmat Ayu Dewi Haryati : B04062153 disetujui, Dr. drh. Hj. Gunanti, M.S. Drh. Huda S. Darusman, M.Si. Ketua Anggota diketahui, Dr. Nastiti Kusumorini Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Tanggal Lulus : PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala berkat dan Karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini dilaksanakan sejak Maret 2009 sampai Juli 2009 dengan judul skripsi “Profil Elektrokardiogram pada Domba Lokal (Ovis aries) Setelah Penanaman Implan Semen Tulang Hidroksiapatit-Kitosan dan Hidroksiapatit- Trikalsium Fosfat pada Tulang Tibia”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat guna menyelesaikan studi di Program Sarjana Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor agar dapat mencapai gelar Sarjana Kedokteran Hewan. Dengan tersusunnya skripsi ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan membimbing hingga skripsi ini selesai disusun. Ucapan terima kasih ini disampaikan pada: 1. Ibu Dr. drh. Hj. Gunanti, M.S. dan Bapak drh. Huda S. Darusman M.Si. selaku pembimbing skripsi yang telah banyak meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 2. Bapak drh. Riki Siswandi, Bapak drh. M. F. Ulum, Bapak Engkos, Bapak Katim dan staf penunjang di Laboratorium Bagian Bedah dan Radiologi Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. 3. Asmawati, Raditya Pradana Putra, Gendis Aurum Paradisa, Santi Purwanti, Dwi Kolina Pratiwi, Ayu Berlianty atas kerjasamanya berjuang bersama selama penelitian. 4. Keluarga (Papa Panimin, Mama Sri Haryati, Adik Adimas Lukminto Jati Kusumo) atas kasih sayang, perhatian, dukungan dan doanya untuk penulis. 5. Ibu Dr. drh. Hj. Dwi jayanti Gunandini, M.Si. selaku Pembimbing akademik. 6. Teman-teman PA (Eronu, Nina, Fitri, Arum, Hadi) atas kerjasamanya kepada penulis selama ini. 7. Shofi Andari dan Tiara Kencana Ayu atas bantuan dan dukungannya kepada penulis. 8. Sipho, Rani, Tetty, Marina, Edo, Binol, Sisca, Lina, Rista, Nobo, Igit, Pio, Ika, Ka Winda, Indra, Galuh, Putra, Dian, Ipin, Ardhinta dan teman-teman Aesculapius FKH 43 yang memberi bantuan dan banyak semangat kepada penulis. 9. Penghuni Kost Bateng 69 (Mira, Renna, Ria, Jamil, Tia, Memey, Poppy, Ayun, Nadia, Sri, Yona) atas dukungan, semangat dan doa untuk penulis. 10. Puti, Lisa, Ajeng, Iren, Gini, Faisal, Gilang, Rachman atas dukungan, semangat dan doa untuk penulis. 11. Megumi yang memberi banyak semangat kepada penulis. Akhir kata penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kata sempurna sehingga penulis terbuka terhadap saran dan kritik yang diberikan. Semoga skripsi ini bermanfaat. Bogor, Desember 2010 Rachmat Ayu Dewi Haryati RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 29 Juni 1988 sebagai anak sulung dari pasangan Panimin dan Sri Haryati. Tahun 1994 penulis lulus TK dari Tunas Harapan Bogor. Tahun 2000 penulis lulus dari SD Negeri 9 Kusumodilagan Surakarta, kemudian pada tahun 2003 penulis juga lulus dari SMP Negeri 19 Surakarta. Selanjutnya pada tahun 2006 penulis lulus dari SMA PGRI 1 Bogor dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih mayor Kedokteran Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan. Selama mengikuti perkuliahan, penulis mengikuti beberapa organisasi internal kampus seperti Himpunan Profesi Ruminansia, Ikatan Mahasiswa Kedokteran Hewan Indonesia dan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan. DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .................................................................................................. xi DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xii PENDAHULUAN ..................................................................................................1 Latar Belakang.....................................................................................................1 Tujuan Penelitian ................................................................................................2 Manfaat Penelitian ..............................................................................................2 Hipotesis Penelitian ............................................................................................2 TINJAUAN PUSTAKA Kardiovaskular.....................................................................................................3 Elektrokardiogram ..............................................................................................5 Hubungan antara Gambaran Elektrokardiogram dengan Siklus Jantung ...........8 PatahTulang (Fraktur)..........................................................................................9 Implan Semen Tulang .......................................................................................10 Pengaruh Implan Semen Tulang terhadap Perubahan Kardiovaskular. ............12 Domba ..............................................................................................................12 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ...........................................................................14 Alat dan Bahan Penelitian ................................................................................14 Metode Penelitian .............................................................................................14 HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................................18 SIMPULAN DAN SARAN ..................................................................................24 DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................25 DAFTAR TABEL Halaman 1 Amplitudo dan durasi gelombang P dibandingkan dengan standar domba normal.............................................................................................18 2 Durasi interval PR dibandingkan dengan standar domba normal ..............19 3 Amplitudo dan durasi kompleks QRS dibandingkan dengan standar domba normal.............................................................................................21 4 Durasi segmen ST dibandingkan dengan standar domba normal ..............22 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Anatomi jantung ............................................................................................3 2 Arah defleksi pada elektrokardiogram .........................................................6 3 Sistem penghantar pada siklus jantung ........................................................9 4 Domba lokal (Ovis aries) ...........................................................................13 PENDAHULUAN Latar Belakang Setiap tahunnya, jutaan orang menderita berbagai penyakit tulang yang diakibatkan oleh trauma, tumor, ataupun patah tulang. Kondisi ini diperparah dengan kurangnya pengganti tulang yang ideal (Murugan & Ramakrishna 2004). Kehilangan serta kerusakan tulang yang subtansial dan pada berbagai operasi seperti pengangkatan tumor tulang, pemasangan prosthesis persendian panggul dan kerusakan tulang lainnya semakin meningkatkan kebutuhan akan material pengganti tulang. Material pengganti tulang yang biasa digunakan pada teknik jaringan tulang adalah polimer alam dan matrik keramik. Polimer alam yang digunakan adalah kolagen dan kitosan sedangkan matrik keramik yang digunakan adalah keramik kalsium fosfat seperti hidroksiapatit dan trikalsium fosfat (Paul & Sharma 2005). Menurut Yoshida et al. (2004), hidroksiapatit terdapat pada tulang alami dan merupakan komposisi natural tulang yang dapat berguna sebagai material pengganti tulang. Komponen utama senyawa apatit tulang adalah kalsium fosfat yang memiliki beberapa fase diantaranya trikalsium fosfat (TKF) dan hidroksiapatit (HA). HA merupakan senyawa kalsium fosfat yang paling stabil (Saraswathy et al. 2001). Penggabungan hidroksiapatit dan trikalsium fosfat (HA-TKF) memiliki sifat osteokonduktif yang baik (Paul & Sharma 2005). Kitosan (K) merupakan bentuk polimer alam yang banyak dijumpai di alam dan memiliki kemampuan biodegradable serta biocompatibility dalam jaringan yang telah digunakan secara luas. Penggabungan kitosan dengan hidroksiapatit (HA-K) memiliki porositas (penyerapan) yang tinggi (Maachou et al. 2008). Oleh sebab itu, semen tulang sintetis HA-TKF dan semen tulang sintetis HA-K digunakan dalam penelitian ini sebagai alternatif pengganti tulang. Menurut PAPSRS (2006), bone cement implantation syndrom dapat terjadi pada penggunaan semen tulang. Penggunaan semen tulang akan memproduksi tekanan intramedulari yang tinggi dan memaksa sumsum tulang masuk kedalam sirkulasi sehingga terjadi perubahan kardiopulmonari. Oleh karena itu, 2 manajemen perawatan setelah operasi merupakan komponen penting dari persembuhan pasien yang mengalami trauma ortopedik, termasuk monitoring sistem respirasi dan kardiovaskuler (Scott & McLaughlin 2007). Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan mengevaluasi aktivitas elektrofisiologis jantung domba lokal (Ovis aries) setelah memperoleh penanaman implan semen tulang HA-K dan HA-TKF. Mengetahui pengaruh penanaman implan semen tulang HAK dan HA-TKF terhadap aktivitas jantung. Manfaat Penelitian Memperoleh gambaran pengaruh penanaman implan semen tulang HA-K dan HA-TKF terhadap aktivitas jantung. Memperoleh gambaran pasca penanaman implan semen tulang HA-K dan HA-TKF pada fungsi fisiologis kardiovaskular. Hipotesis Penelitian Penelitian ini menduga bahwa perlakuan berupa penanaman implan semen tulang HA-K dan HA-TKF pada domba lokal (Ovis aries) tidak akan berpengaruh terhadap aktivitas elektrofisiologi jantung. Hipotesis ini akan dinilai dengan bentuk penilaian berikut: H0 : Hasil evaluasi aktivitas elektrofisiologi jantung domba lokal setelah memperoleh penanaman implan semen tulang HA-K dan HA-TKF memiliki nilai gelombang EKG yang tidak sama dengan standar normal domba. H1 : Hasil evaluasi aktivitas elektrofisiologi jantung domba lokal setelah memperoleh penanaman implan semen tulang HA-K dan HA-TKF memiliki nilai gelombang EKG yang sama dengan standar normal domba. Hipotesa dianalisis dengan uji t dua arah pada taraf nyata α (0.05) dengan selang kepercayaan 95%. TINJAUAN PUSTAKA Kardiovaskular Jantung (gambar 1) sebagai pompa yang menyalurkan darah keseluruh tubuh dipisahkan dari organ-organ dalam thoraks lainnya oleh perikardium. Perikardium adalah sebuah kantung yang secara normal berisi cairan jernih yang melumasi jantung dan memungkinkannya berkontraksi tanpa banyak mengalami gesekan. Sedangkan bagian miokardium ditutupi oleh jaringan fibrosa yaitu epikardium (Ganong 2002). Gambar 1 Anatomi jantung (Grady & Sullivan 2009). Jantung terdiri atas dua pompa yang terpisah, yakni jantung kanan yang memompakan darah ke paru-paru dan jantung kiri memompakan darah ke organorgan perifer. Selanjutnya setiap bagian jantung yang terpisah ini merupakan dua ruang pompa yang dapat berdenyut, yang terdiri atas atrium dan ventrikel. Atrium terutama berfungsi sebagai pompa primer yang lemah bagi ventrikel, yang membantu mengalirkan darah masuk kedalam ventrikel. Ventrikel selanjutnya menyediakan tenaga utama yang dapat dipakai untuk mendorong darah ke sirkulasi pulmonal atau sirkulasi perifer (Guyton & Hall 2007). Jantung terdiri atas tiga tipe otot jantung yang utama yakni otot atrium, otot ventrikel dan serat otot khusus penghantar rangsangan dan pencetus rangsangan. Tipe otot atrium dan ventrikel berkontraksi dengan cara yang sama 4 seperti otot rangka, hanya saja lamanya kontraksi otot-otot tersebut lebih lama. Sebaliknya, serat-serat khusus penghantar dan pencetus rangsangan berkontraksi dengan lemah sekali sebab serat-serat ini hanya mengandung sedikit serat kontraktif (Guyton & Hall 2007). Serat otot khusus penghantar dan pencetus rangsangan juga dapat menghambat irama dan berbagai kecepatan induksi, sehingga serat-serat ini dapat bekerja sebagai suatu sistem pencetus rangsangan bagi jantung. Siklus jantung adalah peristiwa yang terjadi pada permulaan sebuah denyut jantung sampai berakhirnya denyut jantung berikutnya. Siklus jantung terdiri atas satu periode relaksasi otot jantung yang disebut diastole yang diikuti oleh satu periode kontraksi otot jantung yang disebut sistole (Guyton & Hall 2007). Denyut jantung berasal dari sistem penghantar jantung yang khusus dan menyebar melalui kontraksi atrium (sistole atrium) diikuti oleh kontraksi ventrikel (sistole ventrikel) dan diastole ke semua bagian miokardium. Struktur yang membentuk sistem penghantar adalah simpul sinoatrial (SA node), lintasan antar simpul di atrium yaitu simpul atrioventrikular (AV node), berkas His dan cabangcabangya dan Serabut Purkinje. Simpul SA merupakan pacu jantung normal, kecepatannya mengeluarkan listrik menentukan frekuensi denyut jantung. Impuls yang dibentuk dalam SA node berjalan melalui lintasan atrium ke AV node melalui simpul ini ke berkas His, dan sepanjang cabang-cabang berkas His melalui serabut Purkinje ke otot ventrikel (Guyton & Hall 2007). Aktivitas listrik jantung terlihat pada proses depolarisasi dan repolarisasi. Depolarisasi yang dimulai pada simpul SA disebarkan secara radial ke seluruh atrium kemudian semuanya bertemu di simpul AV. Seluruh depolarisasi atrium berlangsung selama kira-kira 0.1 detik. Oleh karena hantaran di simpul AV lambat, terjadi perlambatan kira-kira 0.1 detik (perlambatan AV node) sebelum eksitasi menyebar ke ventrikel. Dari puncak septum, gelombang depolarisasi menyebar secara cepat didalam serabut Purkinje ke semua bagian ventrikel (Ganong 2002). Depolarisasi otot ventrikel dimulai pada sisi kiri septum interventrikularis kemudian menyebar kebagian bawah septum menuju apeks jantung. Kemudian kembali sepanjang dinding ventrikel ke alur AV, berjalan terus dari permukaan 5 endokardium ke epikardium. Bagian terakhir jantung yang mengalami depolarisasi adalah bagian posterobasal ventrikel kiri, konus pulmonalis dan bagian paling atas septum (Ganong 2002). Sesaat setelah proses depolarisasi selesai, sel jantung akan mengalami repolarisasi. Pada fase ini bagian sel yang pertama mengadakan depolarisasi akan terlebih dahulu mengadakan repolarisasi (Karim & Kabo 1996). Elektrokardiogram Elektrokardiogram (EKG) adalah grafik hasil catatan potensial listrik yang dihasilkan oleh aktivitas jantung (Widjaja 1990). Grafik tersebut dibuat oleh alat elektrokardiograf yang merekam fluktuasi potensial siklus jantung (Ganong 2002). Fluktuasi potensial siklus jantung yang menggambarkan jumlah aljabar potensial aksi serat miokardium dapat direkam secara ekstrasel (Karim & Kabo 1996). Potensial arus bioelektrik yang dipancarkan oleh jantung dapat diukur dengan sebuah galvanometer melalui elektroda-elektroda yang diletakkan pada berbagai posisi dipermukaan tubuh (Ganong 2002). Elektrokardiogram dapat direkam dengan menggunakan elektrodaelektroda aktif atau elektroda eksplorasi yang dihubungkan dengan elektroda indeferent pada potensial nol (rekaman unipolar) atau dengan menggunakan dua elektroda aktif (rekaman bipolar). Dalam konduktor volume (tubuh), jumlah potensial pada titik segitiga sama sisi dengan sumber arus di pusat adalah nol pada setiap waktu. Segitiga dengan jantung pada pusatnya (segitiga Einthoven) dapat diperkirakan dengan menempatkan elektroda pada kedua lengan dan tungkai kiri (Ganong 2002). Rekaman rutin elektrokardiogram mempunyai dua belas sandapan (leads) yaitu tiga buah bipolar standard lead (I, II dan III), tiga buah unipolar limb lead (aVR, aVL dan aVF), enam buah unipolar chest lead (V1 sampai dengan V6) (Widjaja 1990). Sebuah sandapan mencatat sinyal listrik jantung dari gabungan khusus elektroda rekam yang ditempatkan di titik-titik tertentu pada tubuh. • Saat bergerak ke arah elektroda positif, maka gelombang depolarisasi menciptakan defleksi positif pada EKG di sandapan yang berhubungan. 6 • Saat bergerak dari elektroda positif menuju elektroda negatif, maka gelombang depolarisasi menciptakan defleksi negatif pada EKG di sandapan yang berhubungan. Gambar 2 Arah defleksi pada elektrokardiogram (Grady & Sullivan 2009). Sandapan bipolar dipergunakan sebelum dikembangkan sandapan unipolar. Sandapan bipolar (bipolar standard lead Einthoven) disebut juga sandapan ekstremitas standar, hantaran I, II dan III, masing-masing merekam perbedaan potensial antara dua ekstremitas. Oleh karena arus mengalir hanya dalam cairan tubuh maka rekaman yang diperoleh adalah elektroda pada titik perlekatan ekstremitas. • sandapan I menggambarkan perbedaan potensial antara lengan kanan (RA) dan lengan kiri (LA) berasal dari elektroda RA ke elektroda LA dimana LA bermuatan lebih positif dari RA. • sandapan II menggambarkan perbedaan potensial antara lengan kanan (RA) dan tungkai kiri (LL) berasal dari elektroda RA ke elektroda LL dimana bermuatan lebih positif dari RA. LL 7 • sandapan III menggambarkan perbedaan potensial antara lengan kiri (LA) dan tungkai kiri (LL) berasal dari elektroda LA ke elektroda LL dimana LL bermuatan lebih positif dari LA. Sandapan ekstremitas unipolar (unipolar limb lead Wilson) adalah rekaman perbedaan potensial antara lengan kanan, lengan kiri, atau tungkai kiri terhadap elektroda indefferen yang berpotensial nol, merupakan rekaman potensial dari bagian-bagian tubuh tersebut. • sandapan aVR sandapan unipolar lengan kanan yang diperkuat (augmented) • sandapan aVL sandapan unipolar lengan kiri yang diperkuat (augmented) • sandapan aVF sandapan unipolar tungkai kiri yang diperkuat (augmented) Sandapan dada unipolar (unipolar chest lead = v lead) adalah rekaman potensial dari satu titik di permukaan dada. Merekam aktivitas bioelektrik jantung yang terletak lebih dekat. Ada enam titik yang sering dipakai yaitu • sandapan V1 : pada sisi kanan sternum di sela iga keempat • sandapan V2 : pada sisi kiri sternum di sela iga keempat • sandapan V3 : antara V2 dan V4 • sandapan V4 : pada garis midklavikular kiri di sela iga kelima • sandapan V5 : pada garis aksilaris anterior kiri setinggi V4 • sandapan V6 : pada garis midaksilaris setinggi V4 Sandapan V1 dan V2 akan merekam aktivitas bioelektrik ventrikel kanan dan septum interventrikular. Sandapan V3 dan V4 akan merekam aktivitas bioelektrik dinding anterior jantung, sehingga disebut sandapan anterior, sedangkan sandapan V5 dan V6 akan merekam aktivitas bioelektrik dinding lateral jantung sehingga disebut sandapan lateral (Karim & Kabo 1996). Elektrokardiogram normal terdiri atas sebuah gelombang P, sebuah kompleks QRS dan sebuah gelombang T. Sering kali kompleks QRS itu terdiri atas tiga gelombang yang terpisah, yakni gelombang Q, gelombang R dan gelombang S, tetapi keadaan tidak selalu ditemukan (Guyton & Hall 2007). 8 Gelombang P merupakan sebuah gelombang kecil yang terekam sewaktu atrium mengadakan depolarisasi. Kompleks QRS merupakan depolarisasi ventrikel atau penyebaran implus diseluruh ventrikel. Gelombang T merupakan gambaran fase repolarisasi ventrikel (Karim & Kabo 1996). Frekuensi denyut jantung merupakan penjumlahan dari interval P-P atau interval R-R pada sandapan bipolar yang akan terlihat dalam detak jantung permenit. Amplitudo dari gelombang elektrokardiografi, amplitudo gelombang P, kompleks QRS, gelombang T terekam untuk semua sandapan ekstremitas standar (standard bipolar limb leads) lead I, II dan III serta sandapan ekstremitas unipolar (unipolar limb lead Wilson) lead aVR, aVL dan aVF. Terekam sebagai kekuatan voltage, milivolt (mV). Durasi dari gelombang elektrokardiografi, durasi gelombang P, kompleks QRS, gelombang T serta interval P-R, interval R-R dan interval Q-T yang merupakan penjumlahan dari kedua sandapan bipolar dan sandapan unipolar dalam detik (seconds ) (Ahmed & Sanyal 2008). Hubungan antara Gambaran Elektrokardiogram dengan Siklus Jantung Gelombang P, Q, R, S, T pada elektrokardiogram merupakan tegangan listrik yang ditimbulkan oleh jantung dan direkam oleh elektrokardiograf dari permukaan tubuh. Gelombang P disebabkan oleh penyebaran depolarisasi melewati atrium, yang diikuti oleh kontraksi atrium dan menyebabkan kurva tekanan atrium naik sedikit segera sesudah gelombang P. Beberapa detik sesudah gelombang P timbul, muncul gelombang QRS sebagai hasil depolarisasi pada ventrikel yang mengawali kontraksi ventrikel dan menyebabkan tekanan ventrikel mulai meningkat. Oleh karena itu, kompleks QRS mulai sesaat sebelum sistole ventrikel. Gelombang T dalam elektrokardiogram mewakili tahap repolarisasi ventrikel, yaitu waktu pada saat serat-serat otot ventrikel mulai berelaksasi. Oleh karena itu gelombang T terjadi sesaat sebelum akhir dari kontraksi ventrikel (Ganong 2002). 9 Gambar 3 Sistem penghantar pada siklus jantung (Ganong 2002). Patah Tulang (Fraktur) Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan. Berdasarkan luka yang ada patah tulang dapat dibagi menjadi patah tulang terbuka dan patah tulang tertutup (Brinkker et al. 1983). Dapat diklasifikasikan menjadi complete, incomplete, comminuted dan segmental berdasarkan keparahan gangguan pada tulang (Scott & McLaughlin 2007). Fiksasi patah tulang tergantung dari derajat keparahan gangguan pada tulang. Patah tulang luka terbuka dengan tipe comminuted memerlukan fiksasi menggunakan bone grafting. Sumber bone graft dapat diperoleh dari tulang hewan yang sama (Auto graft), dari tulang spesies yang sama (Allograft), dari tulang spesies yang berbeda (Xenograft) (Brinkker et al. 1983) atau juga dari tulang sintetik. Persembuhan luka dipengaruhi faktor mekanik (reduksi dan stabititas) dan faktor biologi (suplai darah, lokasi patah tulang dan luka jaringan lunak). Komplikasi pada persembuhan patah tulang, pulmonary fat embolism dapat terjadi (Scott & McLaughlin 2007). 10 Implan Semen Tulang Hidroksiapatit Hidroksiapatit (Ca10(PO4)6(OH)2) termasuk dalam keramik kalsium fosfat (Paul & Sharma 2005). Hidroksiapatit terdapat dalam tulang alami yang memiliki afinitas biologikal yang spesifik (keramik bioaktif). Memiliki struktur yang spesifik yaitu kelenturan (flexibility) yang berhubungan dengan benang-benang kolagen dan kekuatan mekanik yang tinggi yang berhubungan dengan apatit tulang, namun rapuh (Yoshida et al. 2004). Kitosan Kitosan yang merupakan polimer alam terdiri atas glucosamine dan N-acetylglukosamin. Kitosan tidak toksik, biodegradable, biocompatible (Honarkar & Barikani 2009) dan kelenturan yang tinggi (Yoshida et al. 2004). Bersifat hidrofilik, mucoadhesive dan sifat penyerapan yang tinggi (Kudsiova & Lawrence 2008). Kitosan dapat diekstrak dari kulit crustaceae (udang, kepiting, cumi), insekta dan sumber lainnya (Zainol et al. 2008). Kitosan telah digunakan secara luas pada aplikasi biomedikal khususnya scaffolds. Sebuah scaffolds idealnya memiliki porositi yang tinggi, spesifik area yang luas, ukuran pori yang sesuai. Struktur pori yang tinggi berguna untuk menyediakan tempat yang cukup untuk perkembangan jaringan dan untuk menaikkan vaskularisasi yang baru (Maachou et al. 2008). Trikalsium Fosfat Trikalsium fosfat Ca3(PO4)2 merupakan keramik kalsium fosfat yang umum digolongkan sebagai biokeramik dan digunakan sebagai pengganti tulang. Trikalsium fosfat juga digunakan sebagai scaffolds untuk menginduksi pembentukan tulang dari jaringan sekitar atau bertindak sebagai karier untuk menaikkan regenerasi tulang dengan migrasi sel, proliferasi dan diferensiasi (Paul & Sharma 2005). Berdasarkan aktivitas biologisnya, trikalsium fosfat dapat tinggal tanpa merubah proses fisiologi dan meningkatkan pembentukan jaringan tulang. 11 Trikalsium fosfat menunjukan osteokonduktif yang baik (Paul & Sharma 2005) dan biocompatibility yang sangat baik, selain kedekatan kimia dan kemiripan kristal dengan mineral tulang (Rezwan et al. 2006). Trikalsium fosfat merupakan material yang rapuh dan biodegradability (serapan) kekuatan mekaniknya kurang baik (Paul & Sharma 2005). Penggabungan Materi Implan Komposit hidroksiapatit-kitosan (HA-K) dapat dibuat dalam berbagai bentuk seperti bentuk serbuk, membran, pasta, semen, bola mikro, scaffolds (Zainol et al. 2008). Komposit HA-K dilakukan untuk memperbaiki kelemahan partikel HA (Zainol et al. 2008). Kitosan ditempatkan sebagai bentuk yang kompleks dengan kalsium (Yoshida et al. 2004). Implan semen tulang HA-K memiliki porositas (penyerapan) yang tinggi (Maachou et al. 2008). Keuntungan dari implan yang dilapisi hidroksiapatit dan trikalsium fosfat adalah pembentukan tulang yang lebih awal. Meningkatnya pembentukan tulang, dilihat dari hasil tingginya perlekatan dini sel-sel pembentuk tulang ke permukaan hidroksiapatit dan trikalsium fosfat (Tisdel et al. 1994). Implan semen tulang hidroksiapatit dan trikalsium fosfat (HA-TKF) memiliki sifat osteokonduktif yang baik (Paul & Sharma 2005). Mineral Materi Implan Tulang dan Pathofisiologinya Semua implan semen tulang HA-K dan HA-TKF mengandung mineral kalsium dan fosfat. Konsentrasi mineral kalsium yang rendah dalam darah (hipokalsemia), akan meningkatkan ambang rangsang sel-sel saraf dan otot. Pada keadaan yang ekstrim dapat mengakibatkan tetani hipokalsemik, terjadi kekakuan kontraksi otot rangka, perubahan aktivitas enzim, peningkatan permeabilitas di beberapa sel, terganggunya pembekuan darah dan pelebaran jantung (Guyton & Hall 2007). Peningkatan konsentrasi kalsium dalam darah (hiperkalsemia) akan menekan ambang rangsang neuromuskular dan dapat mengakibatkan aritmia jantung. Sedangkan perubahan kadar fosfat dalam cairan ekstrasel, baik kurang 12 maupun melebihi normal tidak akan mengakibatkan pengaruh yang besar terhadap tubuh dalam waktu segera (Guyton & Hall 2007). Pengaruh Implan Semen Tulang terhadap Perubahan Kardiovaskular Sindrom yang disebabkan oleh penanaman implan semen tulang dianggap sebagai akibat dari hemodinamik. Hemodinamik terjadi karena efek emboli lemak meduler bukan efek toksik dari semen tulang itu sendiri. Emboli yang terkait dengan implan semen tulang berhubungan dengan jumlah yang lebih besar, ukuran dan lamanya berada dalam tubuh (PAPSRS 2006). Penggunaan semen tulang akan menghasilkan tekanan intramedula yang tinggi pada saat semen tulang ditanam atau disisipkan dalam tulang. Sumsum tulang dipaksa masuk kedalam sirkulasi pembuluh darah. Beban embolik ini menghasilkan hipertensi paru akut yang dapat menyebabkan ventrikel kanan disfungsi, iskemia, hipotensi dan bahkan mati tiba-tiba (PAPSRS 2006). Karakteristik dari sindrom yang disebabkan oleh penanaman implan semen tulang mencakup hipotensi sistemik, hipertensi paru-paru, peningkatan tekanan vena sentral, edema paru-paru, Bronchoconstriction, Anoxia/hypoxemia, Jantung dysrhythmia/arrhythmias, cardiogenic shock, cardiac arrest dan sudden death, emboli lemak/sumsum, hypothermia, thrombocytopenia (PAPSRS 2006). Klinis dan penelitian laboratorium untuk sindrom implantasi semen tulang menunjukkan bahwa penyebab yang mendasari hipotensi sistemik dan gagal jantung mendadak adalah kegagalan sekunder ventrikel kanan. Ventrikel kanan gagal untuk meningkatkan tekanan arteri paru-paru (Pulmonary Artery Pressure). Secara keseluruhan, ada penurunan tajam stroke volume jantung disertai dengan peningkatan daerah ventrikel kanan dan penurunan daerah ventrikel kiri (PAPSRS 2006). Domba (Ovis aries) Domba digunakan dalam penelitian medis, terutama untuk meneliti fisiologi kardiovaskular, dalam bidang-bidang seperti hipertensi dan gagal jantung (Recchia & Lionetti 2007). Penggunaan model hewan merupakan langkah penting dalam pengujian implan semen tulang pada kepentingan ortopedik sebelum 13 digunakan klinis pada manusia. Dalam hal ini, domba dipilih dan digunakan sebagai model hewan untuk pengujian bahan implan tulang. Menurut Mulyono (1998), klasifikasi ilmiah domba lokal sebagai berikut: kingdom : Animalia phylum : Chordata class : Mammalia ordo : Artiodactyla famili : Bovidae subfamili : Caprinae genus : Ovis spesies : aries Gambar 4 Domba lokal (Ovis aries). Lebih dari sepuluh tahun terakhir penggunaan domba sebagai hewan coba laboratorium meningkat. Pada periode tahun 1990-2001, domba telah digunakan 9-12% sebagai hewan coba dalam penelitian ortopedik yang melibatkan patah tulang dan juga penelitian lain seperti osteoporosis, bone-lengthening dan osteoarthritis (Pearce et al. 2007). Domba digunakan sebagai hewan coba karena domba memiliki tulang yang dapat mewakili tulang manusia relatif dekat dan tidak tepat apabila mengunakan hewan kecil seperti kelinci atau anjing. Domba memiliki berat badan yang lebih mirip dengan manusia dan memiliki dimensi tulang panjang yang sesuai untuk penanaman implan semen tulang pada manusia dan prosthesis (Pearce et al. 2007). Komposisi mineral tulang pada manusia dan domba tidak memperlihatkan perbedaan yang signifikan dilihat dari fisiologi pergantian Mg2+ untuk Ca2+ pada tricalcium magnesium phosphate (TCMP) (Pearce et al. 2007). BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan selama lima bulan, mulai dari bulan Maret sampai bulan Juli 2009. Material implan semen tulang sintesis HA-K dan HA-TKF diperoleh dari Departemen Fisika FMIPA IPB, sedangkan operasi untuk implantasi dan pengambilan data elektrokardiogram (EKG) dilakukan di laboratorium Bagian Bedah dan Radiologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian adalah perlengkapan bedah, perlengkapan anestesi per-inhalasi, bor tulang, mesin EKG Portable (Fukuda M-E cardisuny D300® ), termometer, stetoskop, syringe, alat cukur dan kamera digital yang digunakan untuk mendokumentasikan. Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah 4 ekor domba, implan semen tulang HA-K dan HA-TKF yang berbentuk tabung dengan diameter 4 mm dan tinggi 7 mm, atropine sulfas 0.25 mg/ml, xylazine 2%, isofluran, oksigen, antibiotik cefotaxime 250 mg, revanol, levertrans, peru balsam, iodine tincture 3%, alkohol 70%, gusanex, verban, kapas, tampon, plester, benang jahit, pakan, kertas EKG, gel EKG dan air. Metode Persiapan Hewan Penelitian ini menggunakan 4 ekor domba lokal umur 1.5-2 tahun dengan berat badan 19-20 kg yang terdiri atas 2 ekor jantan dan 2 ekor betina. Domba jantan memperoleh perlakuan penanaman implan semen tulang HA-K dan domba betina memperoleh perlakuan penanaman implan semen tulang HA-TKF. 15 Penanaman Material Implan semen Tulang Implantasi semen tulang pada semua domba dilakukan melalui operasi yang aseptis. Atropine sulfas 0.25 mg/ml diberikan sebelum anestesi sebagai premedikasi dengan dosis 0.2 mg/kg bobot badan (BB) melalui aplikasi subcutan (SC). Operasi penanaman implan semen tulang dilakukan dua kali operasi. Operasi pertama menggunakan anestesi dengan rute per-injeksi dan operasi kedua menggunakan anestesi dengan rute per-inhalasi. Anestesi dengan rute per-injeksi dilakukan dengan menggunakan xylazine melalui aplikasi intramuscular (IM) dan maintenance melalui aplikasi intravena (IV). Dosis xylazine 2% yang digunakan adalah 0.2 mg/kg BB untuk aplikasi IM dan 0.1 mg/kg BB untuk aplikasi IV. Anestesi dengan rute per-inhalasi dilakukan dengan menggunakan xylazine 2% untuk induksi melalui aplikasi IM dengan dosis 0.2 mg/kg. Setelah domba tersedasi lalu diberi isofluran 1.5-3% yang bercampur oksigen dengan dosis 25 ml/kg BB. Aplikasi per-inhalasi dengan menggunakan metode setengah tertutup (semiclosed method) untuk mempertahankan keadaan anestesi. Penanaman implan dilakukan pada tulang tibia kaki kiri bagian medial sementara itu tulang tibia kaki kanan sebagai kontrol positif (hanya dilubangi tanpa diberi implan). Operasi dilakukan dengan melakukan penyayatan selebar 34 cm pada kulit lalu subkutan kemudian penyayatan otot dan jaringan periosteum dengan otot disayat sejajar sumbu tulang pada bagian proximomedial tulang tibia kiri hingga mencapai tulang. Penyayatan dilakukan secara hati-hati agar tidak mengenai vena saphena dan nervus saphenus. Musculus peroneus tertius akan tampak di bagian proximokranial sedangkan musculus flexor digitalis pedis longus akan tampak di bagian proximokaudal. Selanjutnya dilakukan pembuatan lubang menggunakan bor dengan diameter dan kedalaman yang disesuaikan dengan ukuran material implan tulang. Material implan tulang yang berbentuk tabung dengan diameter 4 mm dan tinggi 7 mm ditanam pada lubang yang telah dibuat. Setelah itu penutupan jaringan dilakukan dengan menjahit lepas periosteum, otot, jaringan subkutan dan kulit menggunakan jahitan sederhana. Prosedur yang sama dilakukan pada tulang tibia kaki kanan tetapi lubang tidak diberi implan. 16 Perawatan Post-Operasi Perawatan domba post-operasi dilakukan setiap hari, yaitu melalui pemberian pakan dan air minum yang cukup, pemeriksaan fisik (pengukuran suhu tubuh, frekuensi jantung dan frekuensi nafas), penggantian verban, pembersihan luka operasi dengan revanol dan pengobatan luka operasi dengan campuran levertrans dan peru balsam serta iodine tincture 3% sebagai desinfektan dan gusanex sebagai anti serangga. Pemberian antibiotik cefotaxime 250 mg sebanyak dua kali sehari dilakukan selama 5 hari post-operasi mealui aplikasi IM. Pengambilan Data Elektrokardiogram Perekaman elektrokardiogram (EKG) pada domba lokal (Ovis aries) dilakukan dalam keadaan standing position (Ahmed & Sanyal 2008), dengan restraint manual dan tanpa sedasi. Perekaman elektrokardiogram (EKG) digunakan mesin elektrokardiograf (EKG) (Fukuda ME Cardiosunny D300®) yang telah dikalibrasi 1 mV = 10 mm dengan kecepatan kertas 50 mm/detik. Perekaman EKG dilakukan pada pagi hari, sebelum domba lokal (Ovis aries) memperoleh perlakuan penanaman implan semen tulang (pada keadaan normal) dan setelah domba lokal (Ovis aries) memperoleh perlakuan penanaman implan semen tulang pada hari ke-30 setelah operasi. Tiga sandapan bipolar standar (Lead 1, 2 dan 3) dan tiga sandapan unipolar (Lead aVR, aVL dan aVF) direkam dengan klip EKG (crocodile clips) sebagai elektroda EKG. Elektroda EKG yang berjumlah empat buah (merah, kuning, hijau dan hitam) ditempatkan pada tubuh domba. Tempat untuk meletakkan elektroda EKG dicukur menggunakan alat cukur dan diberikan gel EKG. Pencukuran dilakukan pada carnial dorso scapula dextra untuk meletakkan elektroda EKG yang berwarna merah. Pencukuran pada intercostae sinistra keempat untuk meletakkan elektroda EKG yang berwarna kuning. Pencukuran didaerah persendian antara femur dan tibia fibula untuk meletakkan elektroda elektrokardiograf yang berwarna hitam untuk kaki belakang sebelah kanan dan warna hijau untuk kaki belakang sebelah kiri. 17 Elektrokardiogram dievaluasi untuk penampakan regular gelombang P, kompleks QRS dan interval PR (Cebra & Cebra 2002). Menurut Martin (2007), perekaman mengikuti amplitudo, durasi dari gelombang P dan amplitudo, durasi dari kompleks QRS serta interval PR dan segmen ST. Perekaman EKG yang diperoleh dievaluasi pada sandapan bipolar standar, sandapan II. Menurut Martin (2007), pengukuran amplitudo komplek dan interval biasanya dilakukan pada sandapan II dengan kecepatan kertas 50 mm/s. Sandapan II merekam gelombang P, gelombang T dan kompleks QRS yang berdefleksi positif (Guyton & Hall 2007). Cebra dan Cebra (2002), Ker (2006), menyatakan gambaran elektrokardiogram normal pada domba di sandapan II yaitu gelombang P dan gelombang T berdefleksi positif sedangkan Kompleks QRS berdefleksi negatif. Gelombang yang telah diperoleh dari perekaman EKG, dihitung amplitudo dan durasinya. Data yang diperoleh diolah menggunakan perangkat lunak (MINITAB). HASIL DAN PEMBAHASAN Elektrokardiograf dalam bentuk paling sederhana adalah voltmeter atau galvanometer yang merekam aktivitas perubahan listrik pada jantung dengan elektroda positif dan negatif (Martin 2007). EKG merupakan alat perekam berkecepatan tinggi dengan kertas berjalan (Guyton & Hall 2007). Karakteristik defleksi gambaran EKG pada saat perekamaan disebabkan oleh depolarisasi atrium dan ventrikel serta repolarisasi ventrikel. Perekaman gelombang EKG dilakukan pada domba betina yang memperoleh perlakuan penanaman implan semen tulang HA-TKF dan domba jantan yang memperoleh perlakuan penanaman implan semen tulang HA-K. Rekaman EKG yang telah diperoleh dievaluasi pada sandapan bipolar standar, sandapan II. Menurut Karim dan Kabo (1996), sandapan (Lead) II digunakan karena mencatat perbedaan potensial bioelektrik jantung yang paling besar. Hasil evaluasi gelombang EKG disajikan dalam Tabel 1 sampai dengan Tabel 4. Tabel 1 Amplitudo dan durasi gelombang P dibandingkan dengan standar normal domba menurut Ahmed dan Sanyal (2008) Gelombang P Amplitudo (mV) Durasi (detik) Perlakuan Implan HA-K Implan HA-TKF 0.167±0.041 a 0.117±0.026 sesudah 0.150±0.032 a 0.123±0.038a sebelum 0.038±0.004a 0.041±0.005a sesudah 0.040±0.008a 0.037±0.012a sebelum Standar a 0.130a 0.040a Huruf superskrip yang sama pada kolom yang berbeda menyatakan perbedaan yang tidak nyata (p<0.05) pada selang kepercayaan 95% (uji-t) Tabel 1 menyajikan hasil evaluasi gambaran EKG gelombang P. Diperoleh amplitudo gelombang P domba pada sebelum dan sesudah penanaman implan semen tulang HA-K sebesar 0.167±0.041 mV dan 0.150±0.032 mV. Sedangkan durasi gelombang P domba pada sebelum dan sesudah penanaman implan semen tulang HA-K sebesar 0.038±0.004 detik dan 0.040±0.008 detik. Amplitudo gelombang P domba pada sebelum dan sesudah penanaman implan semen tulang HA-TKF sebesar 0.117±0.026 mV dan 0.123±0.038 mV. Sedangkan durasi gelombang P domba pada sebelum dan sesudah penanaman 19 implan semen tulang HA-TKF sebesar sebesar 0.041±0.005 detik dan 0.037±0.012 detik. Nilai standar normal domba untuk amplitudo dan durasi gelombang P adalah 0.130 mV dan 0.040 detik (Ahmed & Sanyal 2008). Semua nilai amplitudo dan durasi gelombang P yang tersaji dalam Tabel 1 memiliki perbedaan yang tidak nyata (P>0.05) dengan standar domba normal. Gelombang P terjadi karena adanya potensial listrik yang dicetuskan sewaktu atrium berdepolarisasi (Guyton & Hall 2007). Depolarisasi atrium menyebabkan atrium berkontraksi sebagai pompa primer. Pompa primer berarti bahwa atrium akan mengadakan kontraksi terlebih dahulu sebelum ventrikel berkontraksi. Sebagai pompa primer, atrium membantu mengalirkan darah masuk kedalam ruang ventrikel. Penggunaan implan tulang yang berbahan hidroksiapatit, trikalsium fosfat mempunyai kesamaan matriks anorganik pada tulang yaitu kalsium dan fosfat (Guyton & Hall 2007). Berdasarkan tinggi potensial listrik yang terekam dalam amplitudo dan lama atrium berdepolarisasi yang terekam dalam durasi menunjukan perbedaan yang tidak nyata (P>0.05) dengan standar domba normal (Ahmed & Sanyal 2008). Hal ini menandakan aktivitas atrium tidak terganggu dengan adanya penanaman implan tulang pada tubuh. Tabel 2 Durasi interval PR dibandingkan dengan standar normal domba menurut Ahmed dan Sanyal (2008) Interval PR Durasi (detik) Perlakuan Implan HA-K Implan HA-TKF sebelum 0.092±0.013b 0.101±0.002b sesudah 0.106±0.020b 0.110±0.009b Standar 0.140a Huruf superskrip yang tidak sama pada kolom yang berbeda menyatakan perbedaan yang nyata (p<0.05) pada selang kepercayaan 95% (uji-t) Tabel 2 menyajikan hasil evaluasi durasi pada interval PR. Durasi pada interval PR domba sebelum dan sesudah penanaman implan semen tulang HA-K sebesar 0.092±0.013 detik dan 0.106±0.020 detik. Sedangkan durasi interval gelombang PR domba pada sebelum dan sesudah penanaman implan semen tulang HA-TKF sebesar 0.101±0.002 detik dan 0.110±0.009 detik. Nilai standar normal domba untuk durasi interval PR adalah 0.140 mV (Ahmed & Sanyal 2008). Nilai durasi interval PR yang tersaji dalam Tabel 2 20 memiliki perbedaan yang nyata (P<0.05) dengan standar domba normal. Hal ini dapat terjadi karena adanya variasi pada ukuran, umur, jenis kelamin dan ras (breed) hewan (Ahmed dan Sanyal 2008). Nilai durasi interval PR setelah penanaman implan semen tulang memiliki durasi dibawah nilai standar normal domba. Hal ini, berarti bahwa ada percepatan durasi setelah penanaman implan semen tulang. Interval PR merupakan penjumlahan waktu depolarisasi atrium dan waktu perlambatan dari simpul AV (Widjaja 1990). Evaluasi interval PR dengan cara menghitung jarak antara permulaan gelombang P sampai dengan permulaan kompleks QRS. Nilai durasi yang kurang dari normal ini menunjukan bahwa interval PR mengalami percepatan. Percepatan pada interval PR dapat terjadi karena adanya aritmia yang berhubungan dengan gangguan impuls pada jantung. Menurut Martin (2007), hal ini dapat terjadi karena adanya aktivitas prematur sebagian ventrikel jantung. Depolarisasi ventrikel yang terjadi secara prematur terjadi ketika impuls dari simpul Sinoatrial (SA) melewati simpul atrioventrikular (AV) melalui konduksi jalur tambahan yaitu berkas Kent. Konduksi listrik jantung secara normal dimulai dari simpul SA berjalan melalui lintasan atrium ke simpul AV, melalui simpul AV ke berkas His dan sepanjang cabang-cabang berkas His melalui serabut Purkinje ke otot ventrikel (Guyton & Hall 2007). Namun karena adanya jalur tambahan (berkas Kent) yang menghubungkan langsung atrium ke ventrikel, menyebabkan impuls yang melalui berkas Kent akan lebih dulu mengaktifkan sebagian dari ventrikel baru kemudian disusul oleh impuls dari berkas His (Widjaja 1990). Karim dan Kabo (1996) menyatakan bahwa impuls dari atrium yang dikonduksikan ke ventrikel lebih cepat dari biasanya (pre-eksitasi) melalui jalur tambahan (berkas Kent) menunjukan sindrom WPW (Wolff-Parkinson-White). 21 Tabel 3 Amplitudo dan durasi kompleks QRS dibandingkan dengan standar normal domba menurut Ahmed dan Sanyal (2008) Kompleks QRS Amplitudo (mV) Durasi (detik) Perlakuan Implan HA-K Implan HA-TKF 0.802±0.438 b 0.825±0.357 sesudah 0.425±0.042 b 0.683±0.279b sebelum 0.024±0.005b 0.034±0.014b sesudah b b sebelum 0.030±0.006 0.031±0.005 Standar b 0.300a 0.060a Huruf superskrip yang tidak sama pada kolom yang berbeda menyatakan perbedaan yang nyata (p<0.05) pada selang kepercayaan 95% (uji-t) Tabel 3 menyajikan hasil evaluasi amplitudo dan durasi pada kompleks QRS. Amplitudo kompleks QRS domba pada sebelum dan sesudah penanaman implan semen tulang HA-K sebesar 0.802±0.438 mV dan 0.425±0.042 mV. Sedangkan durasi kompleks QRS domba pada sebelum dan sesudah penanaman implan semen tulang HA-K sebesar sebesar 0.024±0.005 detik dan 0.030±0.006 detik. Amplitudo kompleks QRS domba pada sebelum dan sesudah penanaman implan semen tulang HA-TKF sebesar 0.825±0.357 mV dan 0.683±0.279 mV. Sedangkan durasi gelombang P domba pada sebelum dan sesudah penanaman implan semen tulang HA-TKF sebesar sebesar 0.034±0.014 detik dan 0.031±0.005 detik. Nilai standar domba normal untuk amplitudo dan durasi kompleks QRS adalah 0.300 mV dan 0.060 detik (Ahmed & Sanyal 2008). Nilai amplitudo dan durasi kompleks QRS yang tersaji dalam Tabel 3, memiliki perbedaan yang nyata (P<0.05) dengan standar domba normal. Perbedaan yang nyata (P<0.05) pada amplitudo dan durasi kompleks QRS sebelum penanaman implan semen tulang dapat terjadi karena adanya variasi pada ukuran, umur, jenis kelamin dan ras (breed) hewan (Ahmed dan Sanyal 2008). Kompleks QRS disebabkan oleh potensial listrik yang dicetuskan sewaktu ventrikel berdepolarisasi (Guyton & Hall 2007). Tekanan ventrikel yang tinggi dalam waktu yang singkat pada periode ejeksi sangat diperlukan bagi ventrikel sebagai sumber kekuatan utama untuk memompakan darah ke sistem pembuluh darah tubuh. Hal ini sangat berguna pada masa persembuhan tulang, menurut Carlton dan McGavin (1995), ketersediaan suplai darah yang baik dan kestabilan 22 dari patahan tulang adalah kepentingan utama pada persembuhan tulang yaitu kebaikan formasi tulang dengan meminimalkan kalus periosteal. Untuk hal tersebut jantung bekerja keras memenuhi kebutuhan suplai darah untuk tulang. Kenaikan tegangan didalam otot merupakan kompensasi pertambahan massa otot jantung (hipertrofi). Hipertrofi dapat terjadi karena adanya respon terhadap kelebihan beban pada salah satu bagian jantung. Menurut Guyton dan Hall (2007), massa otot jantung yang bertambah menyebabkan pembangkitan listrik yang lebih besar disekeliling jantung. Hal ini lah yang menyebabkan potensial listrik yang terekam pada sadapan EKG jauh lebih besar dari normal. Hipertrofi dapat terjadi pada ventrikel kanan maupun ventrikel kiri. Hipertrofi ventrikel kanan terjadi apabila jantung harus memompa darah melalui katup pulmonalis yang stenotik. Penggunaan semen tulang menurut (PAPSRS 2006), menyebabkan beban emboli. Beban emboli ini akan meningkatkan tekanan arteri pulmonal dan resistensi pembuluh darah pulmonal. Kedua hal tersebut menyebabkan dinding ventrikel kanan yang tipis berdilatasi. Hal ini ditandai dengan peningkatan daerah ventrikel kanan. Tinggi potensial listrik pada amplitudo kompleks QRS dan lamanya kompleks QRS berdepolarisasi yang terekam dalam durasi menyatakan perbedaan yang nyata (P<0.05) dengan standar domba normal Ahmed dan Sanyal (2008). Kedua hal tersebut menunjukkan kontraksi ventrikel dengan kenaikan tegangan didalam otot dalam waktu yang singkat. Hal ini ditandai dengan peningkatan daerah ventrikel kanan yang menyebabkan potensial listrik yang terekam pada sadapan EKG jauh lebih besar dari normal. Tabel 4 Durasi segmen ST dibandingkan dengan standar normal domba menurut Ahmed dan Sanyal (2008) Segmen ST Durasi (detik) Perlakuan sebelum sesudah Implan HA-K Implan HA-TKF 0.168±0.018 b 0.205±0.028 0.198±0.013 b 0.215±0.016b Standar b 0.120a Huruf superskrip yang tidak sama pada kolom yang berbeda menyatakan perbedaan yang nyata (p<0.05) pada selang kepercayaan 95% (uji-t) Tabel 4 menyajikan hasil evaluasi durasi pada segmen gelombang S dan gelombang T. Durasi pada segmen ST domba pada sebelum dan sesudah 23 penanaman implan semen tulang HA-K sebesar 0.168±0.018 detik dan 0.198±0.013 detik. Sedangkan durasi segmen ST domba pada sebelum dan sesudah penanaman implan semen tulang HA-TKF sebesar 0.205±0.028 detik dan 0.215±0.016 detik. Nilai standar domba normal untuk durasi segmen ST adalah 0.120 mV (Ahmed & Sanyal 2008). Nilai durasi segmen ST yang tersaji dalam Tabel 4 memiliki perbedaan yang nyata (P<0.05) dengan standar domba normal. Perbedaan yang nyata (P<0.05) durasi segmen ST sebelum penanaman implan semen tulang, dapat terjadi karena adanya variasi pada ukuran, umur, jenis kelamin dan ras (breed) hewan (Ahmed dan Sanyal 2008). Nilai durasi segmen ST yang berbeda nyata (P<0.05) dengan standar domba normal, pada domba setelah memperoleh perlakuan implan tulang, menunjukan kemungkinan adanya wilayah iskemik atau infark otot ventrikel. Khas pada wilayah iskemik atau infark otot ventrikel adalah tidak dapat memelihara secara normal, membran potensial negatif pada saat ventrikel beristirahat (Cunningham 2002). Kerusakan (infark) pada otot ventrikel dapat membuat potensial membran menurun dan pelepasan muatan listrik berulang (Ganong 2002) Potensial membran erat kaitannya dengan membran kanal kalsium yang mempunyai peran khusus pada otot jantung. Membran kanal kalsium berperan dalam kontraksi jantung yaitu debar atau sistol. Hal ini terjadi selama potensial aksi berlangsung, kalsium ekstraseluler masuk kedalam sel melalui kanal lambat kalsium. Masuknya kalsium kedalam sel, memicu dikeluarkannya kalsium dari retikulum sarkoplasma atau diambil dari pompa balik cairan ekstraseluler ke dalam sel. Segmen ST merupakan bagian dari repolarisasi ventrikel. Nilai durasi segmen ST yang tersaji dalam Tabel 4 memiliki perbedaan yang nyata (P<0.05) dengan standar domba normal, menunjukan kemungkinan adanya wilayah iskemik. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Penanaman implan semen tulang HA-K dan HA-TKF tidak berpengaruh terhadap aktivitas atrium. Namun penanaman implan semen tulang HA-K dan HA-TKF berpengaruh terhadap aktivitas ventrikel yang dapat dilihat dari kontraksi ventrikel yang terekam pada EKG yaitu interval PR, kompleks QRS, dan segmen ST. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dalam waktu yang lebih lama pada penggunaan implan semen tulang HA-K dan HA-TKF untuk melihat pengaruh terhadap aktivitas atrium maupun ventrikel. DAFTAR PUSTAKA Ahmed AJ, Sanyal. 2008. Electrocardiographic studies in garol sheep and black bengal goats. Research Journal of Cardiology 1 (1):1-8. Brinker WO, Piermattei DL, Flo GL. 1983. Handbook of Small Animal Orthopedics and Fracture Treatment. WB Saunders Company. Carlton WM, McGavin MD. 1995. Thomson’s Special Veterinary Pathology. Second edition. Mosby. Cebra C, Cebra M. 2002. Deases of The Cardiovascular System. Di dalam: Pugh DG, editor. Sheep and goat Medicine. Ed ke-1. USA: Saunders. Chapter 15. Halm: 394-395. Cunningham JG. 2002. Textbook of Veterinary Physiology. Ed ke-3. Philadelphia: WB Saunder Company. Ganong WF. 2002. Fisiologi Kedokteran Edisi 20. Jakarta: Kedokteran EGC. Grady MR, Sullivan ML. 2009. Clinical Cardiology Concepts for the Dog and Cat ”Electrocardiology”. http://www.vetgo.com [Terhubung berkala] [9 November 2009]. Guyton A, Hall EJ. 2007. Fisiologi Kedokteran. Ed ke-11. Jakarta: EGC. Honarkar H, Barikani M. 2009. Aplication of biopolimer I: chitosan. Monash Chem 140:1403-1420 Karim S, Kabo P. 1996. EKG dan Penanggulangan Beberapa Penyakit Jantung untuk Dokter Umum. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Ker J. 2006. The normal ovine electrocardiogram: a 12-leaded approach. University of Pretoria etd. Kudsiova L, Lawrence MJ. 2008. A comparison of the effect of chitosan and chitosan coated vesicle on monolayer integrity and permeability acvoss CaCo and 16 HBE 140-cells. Journal of Pharmaceutical Science 97 (9). Maachou H, Balb KE, Balb Y, Chagnesd A, Coted G, Alliouchea D. 2008. Characterization and in vitro bioactivity of chitosan/hydroxyapatite composite membrane prepared by freeze-gelation method. Trends Biomater. Artif. Organs 22:0-0. Martin Mike WS. 2007. Small Animal ECGs: An Introductory Guide. Second Edition. Blackwell Publishing: UK. 26 Mulyono S. 1998. Teknik Pembibitan Kambing dan Domba. Penebar Swadaya. Jakarta. Murugan R, Ramakrishna S. 2004. Bioresorbable composite bone paste using polysaccharide based nano hydroxiapatite. Biomaterials 25:3829-3835. Paul W, Sharma CP. 2005. Nanoceramic matrices: biomedical applications. American Journal of Biochemistry and Biotechnology 2:41-48. Pearce AI, Richards RG, Milz S, Schneider E and Pearce SG. 2007. Animal models for implant biomaterial research in bone: a review. European cells and materials 13:1-10. [PAPSRS] Pennsylvania Patient Safety Reporting System. 2006. Bone cement implantation syndrom. Patient Safety Advisory 3 (4). Recchia FA, Lionetti V. 2007. Animal models of dilated cardiomyopathy for translational research. Vet. Res. Commun 31: 35–41. Rezwan K , Chen QZ, Blaker JJ, Boccaccini AR. 2006. Biodegradable and bioactive porous polymer/inorganic composite scaffolds for bone tissue engineering. Biomaterials 27:3413–3431. Scott HW, McLaughlin R. 2007. Feline Orthopedics. London: Manson Publishing. Saraswathy G, Pal S, Rose C, Sastry TP. 2001. A novel bio-inorganic bone implant containing deglued bone, chitosanand gelatin. Bull. Mater. Sci 24 (4):415-420. Tisdel CL, Goldberg VM, Parr JA, Bensusan JS, Staikoff LS, Stevenson S. 1994. The influence of a hydroxyapatite and tricalcium-phosphate coating on bone growth into titanium fiber-metal implants. J Bone Joint Surg Am 76:159-171. Widjaja S. 1990. Segi Praktis EKG. Jakarta: Binarupa Aksara. Willerson JT, Cohn JN, Wellens HJJ, Holmes DR, Jr. 2007. Cardiovascular Medicine. Ed ke-3. London: Springer. Yoshida A, Miyazaki T, Ishida E, Ashizuka M. 2004. Preparation of bioactive chitosan-hydroxyapatite nanocomposites for bone repair through mechanochemical reaction. Materials Transactions 45:994-998. Zainol I, Zakaria FA, Saliman MR dan Derman MA. 2008. Preparation and characterisation of chitosan/nanohydroxyapatite composites. Solid State Science and Technology 16 (1):153-159.