1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pemilihan umum (Pemilu) disebut juga dengan “Political Market” (Dr. Indria Samego), artinya bahwa pemilu adalah pasar politik tempat individu/masyarakat berinteraksi untuk melakukan kontrak sosial (perjanjian masyarakat), antara peserta pemilu (partai politik) dengan pemilih (rakyat) yang memiliki hak pilih setelah terlebih dahulu melakukan serangkaian aktivitas politik yang meliputi kampanye, iklan politik melalui media massa cetak, audio (radio) maupun audio visual (televisi) serta media lainnya seperti spanduk, pamflet, selebaran bahkan komunikasi antar pribadi yang berbentuk face to face (tatap muka) atau lobi-lobi yang berisi penyampaian pesan mengenai program, platform, asas, ideologi serta janji-janji politik lainnya, guna meyakinkan pemilih sehingga pada pencoblosan dapat menentukan pilihannya terhadap salah satu partai politik yang menjadi peserta pemilu untuk mewakilinya dalam badan legislatif maupun eksekutif. Pemilu di Indonesia pada awalnya ditujukan untuk memilih anggota lembaga perwakilan, yaitu DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. Setelah amandemen keempat UUD 1945 pada 2002, pemilihan presiden dan wakil presiden (pilpres), yang semula dilakukan oleh MPR, disepakati untuk dilakukan langsung oleh rakyat sehingga pilpres pun dimasukkan ke dalam rezim pemilu. Pilpres sebagai bagian dari pemilu diadakan pertama kali pada Pemilu 2004. Pada 2007, berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007, pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah (pilkada) juga dimasukkan sebagai bagian dari rezim pemilu. Di tengah masyarakat, istilah "pemilu" lebih sering merujuk kepada pemilu legislatif dan pemilu presiden dan wakil presiden yang diadakan setiap 5 tahun sekali. Sepanjang sejarah Indonesia, telah diselenggarakan 10 kali pemilu yaitu pada tahun 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004, dan 2009. Sistem pemilu yang digunakan selama ini menggunakan cara penyoblosan atau penyontrengan. Cara konvensional seperti ini ternyata dapat menimbulkan masalah seperti pemilih ganda, penggelembungan suara dan kesalahan lainnya serta lamanya waktu rakapitulasi suara. Untuk mengatasi hal tersebut, salah satu solusi yang dapat dilakukan adalah menggunakan electronic voting (e-voting) dengan mengadakan sistem pemilu secara online yang dibangun menggunakan suatu protokol yang aman. Seperti halnya dengan sistem pemilu yang diadakan secara konvensional, pelaksanaan sistem pemilu secara online pun pasti tidak akan terhindar dari berbagai ancaman kecurangan yang mungkin terjadi. Oleh karena itu, sistem yang dibuat harus memenuhi standar secure voting requirements menurut paparan Bruce Schneier (1996) untuk dapat mengatasi dan menjamin keamanan setiap ancaman yang akan terjadi. Salah satu protokol yang dapat memenuhi sebagian standar kriteria secure voting requirements dan memiliki tingkat keamanan yang cukup baik adalah Two Central Facilities Protocol, dimana terdiri dari Central Legitimazation Agency (CLA) untuk pengesahan pemilih dan Central Tabulating Facility (CTF) untuk perhitungan suara (Bruce Schneier, 1996). Beberapa penelitian terdahulu tentang pengembangan protokol keamanan untuk online voting diantaranya, DuFeu dan Harris (2001) telah memberikan 2 pemaparan tentang sistem pemilu online. Dalam pemaparan tersebut menjelaskan persyaratan untuk desain protokol dan asumsi-asumsi dalam implementasi pemilu secara online, komponen-komponen yang terkait, fungsi dari Central Legitimazation Agency (CLA) dan Central Tabulating Facility (CTF) serta mendeskripsikan protokol proses interaksi antara CLA dan CTF. Sireesha dan Chakchai (2005) yang telah mengembangkan protokol keamanan pemilihan untuk secure online voting dengan menggunakan protokol Two Central Facilities yang mengimplementasikan pengembangan Central Legitimization Agency (CLA) dan Central Tabulating Facility (CTF) untuk menghasilkan pemilu virtual yang aman. Dengan mengkombinasikan kunci publik/simetrik dan fungsi hashing. Penelitian yang dilakukan oleh Wardhani, dkk. (2009) yang mengembangkan sistem online voting pada IPB dengan berbasis protokol Two Central Facilities (CTF) yang hanya memanfaatkan jaringan sebatas cakupan satu departemen di IPB, dan penelitian yang dilakukan oleh Fitrah, dkk. (2012) dengan pengembangan desain e-voting pilkada Kota Bogor menggunakan protokol Two Central Facilities, dimana sistem otentikasi pada Voter menggunakan media smart card. Namun, apabila hasil penelitian Fitrah, dkk. ini diimplementasikan masih memiliki kelemahan misalnya pemilih yang datang saat pemungutan suara memungkinkan bukan pemilik kartu yang sah sehingga masih memungkinkan ada masalah dalam proses pemilihan. Oleh karena itu, penelitian ini merupakan penelitian lanjutan yang difokuskan pada pengembangan e-voting menggunakan protokol Two Central Facilities penyelenggaraan sistem pemilu online untuk proses otentikasi voter menggunakan fingerprint yang disesuaikan dengan kebijakan dan kebutuhan sistem e-voting di Indonesia. Penggunaan fingerprint ini juga untuk mendukung akan adanya kebijakan pemerintah dalam pemanfaatan e-ktp untuk segala proses ketatanegaraan termasuk pada pelaksanaan pemungutan suara dalam penyelenggaraan pemilu nantinya. Dengan pemanfaatan sidik jari, sudah dapat dipastikan bahwa yang akan memberikan suaranya adalah pemilih yang sah. Rumusan Masalah Bagaimana mengembangkan protokol keamanan data dan informasi yang dapat digunakan dalam sistem pemilu secara online untuk mengatasi masalahmasalah kecurangan yang mungkin timbul dalam sistem pemilu secara konvensional seperti pemilih ganda, penggelembungan suara, kesalahan perhitungan suara, kesalahan penetapan kandidat terpilih dan lain-lain terkait rekapitulasi suara pemilu. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengembangankan protokol keamanan sistem otentikasi voter dengan protokol Two Central Facilities dan otentikasi voter pada mesin voting menggunakan fingerprint untuk implementasi sistem pemilu yang diselenggarakan secara online. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah : 1. Menghasilkan prototipe e-voting untuk penyelenggaraan pemilu secara online pada proses otentikasi pemilih dalam rangka implementasi asas pemilu LUBER dan JURDIL. 3 2. Memberikan pemikiran baru dan solusi dalam layanan penyelenggaraan pemilu legislatif dan pilpres secara langsung yang lebih baik, mudah, cepat, akurat, aman dan akuntabel. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup dari penelitian ini difokuskan kepada proses identifikasi pemilih (voter) menggunakan fingerprint untuk otentikasi voter pada Central Legitimazation Agency (CLA) dari mesin voting. Dengan penggunaan fingerprint ini, maka hanya pemilih yang sah yang dapat memberikan suaranya pada mesin voting.