1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS, mencatat

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
BPS, mencatat pertumbuhan produksi industri manufaktur besar dan
sedang 2015 (y-on-y) tahunan naik 4,57% dibanding tahun 2014. Kenaikan ini
terutama disebabkan oleh naiknya produksi pada Industri Farmasi; Produk Obat
Kimia; dan Obat Tradisional yang tumbuh dua digit, yakni naik 12,53% (BPS,
2016). Angka berbeda dicatat oleh Intercontinental Marketing Services (IMS)
Health dimana pertumbuhan industri farmasi di Indonesia tahun 2015 (y-on-y)
tercatat hanya 4,7%. Angka ini lebih rendah dibandingkan angka pertumbuhan
pada tahun 2014, yakni sebesar 6,5%. Lutfi Mardiansyah, Ketua Umum organisasi
industri farmasi multinasional di Indonesia (IPMG), berpendapat bahwa “kecilnya
angka pertumbuhan industri farmasi dinilai cukup mengkhawatirkan, sebab tanpa
program JKN bisnis obat bisa tumbuh sekitar 13%” (Silvia, 2016).
Mengacu pada pendapat Lutfi Mardiansyah, Gambar 1.1 menunjukkan
bahwa rerata angka pertumbuhan industri farmasi untuk tahun 2012 dan 2013
adalah 13%. Diketahui bahwa pada kedua tahun tersebut program Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) belum diimplementasikan. Implementasi program JKN
yang dimulai tahun 2014 sangat berat dirasakan oleh industri farmasi. Hal ini
ditunjukkan dengan penurunan tajam pada angka pertumbuhan pada tahun 2014 di
angka 6,5% turun hampir 50% dari angka pertumbuhan di tahun sebelumnya.
Penurunan ini terus berlanjut hingga tahun 2015, meskipun nilai penurunan
1
pertumbuhan pada tahun 2015 (4,7%) tidak sebesar nilai pertumbuhan yang
dimiliki oleh tahun 2014.
Gambar 1.1. Total Nilai Pasar Farmasi (Milyar Rupiah)
Sumber: IQPM Update Q4 2015 Report (IMS Health, 2015)
Tidak dipungkiri bahwa penurunan angka pertumbuhan dipengaruhi oleh
diimplementasikannya program JKN oleh Pemerintah. Tim Nasional Percepatan
Penangulangan Kemiskinan (TNP2K) mendefinisikan JKN sebagai program
Pemerintah yang bertujuan memberikan kepastian jaminan kesehatan yang
menyeluruh bagi seluruh rakyat Indonesia untuk dapat hidup sehat, produktif, dan
sejahtera (TNP2K, 2016). Pedoman pelaksanaan program JKN dalam PerMenKes
No. 28 Tahun 2014 mengatur pelayanan obat untuk peserta JKN pada fasilitas
kesehatan mengacu pada daftar obat yang tercantum dalam Formularium Nasional
(ForNas) dan harga obat yang tercantum dalam e-katalog obat.
Daftar obat yang tercantum dalam ForNas adalah daftar obat yang
didasarkan pada bukti ilmiah terkini, berkhasiat, aman, dan dengan harga
terjangkau yang disediakan serta digunakan sebagai acuan untuk penulisan resep
dalam sistem JKN yang diatur oleh Pemerintah (KemenKes RI, 2013). Selain
2
daftar obat, harga obat yang digunakan dalam pelayanan peserta JKN dalam ekatalog obat juga diatur oleh Pemerintah dengan menetapkan standar harga obat
yang akan menjadi acuan pelelangan yang diselenggarakan oleh LKPP. Penetapan
harga obat yang dijadikan sebagai harga acuan pelelangan memberikan beberapa
dampak bagi industri farmasi.
Dr. Sampurno, MBA., Apt., dosen Fakultas Farmasi UGM dalam seminar
bertajuk Prospek Industri Farmasi Indonesia, Sabtu (16/1) di Univesity Club UGM
berpendapat bahwa, “Pengadaan obat yang fokus pada obat generik dalam jumlah
besar membawa perubahan besar pada pasar farmasi Indonesia. Dampaknya,
apotek kehilangan konsumen, pedagang besar farmasi kehilangan pasar rumah
sakit, sementara industri farmasi mengalami minus pertumbuhan karena harus
beroperasi low price dan low margin” (Gloria, 2016).
Kondisi yang terjadi pada industri farmasi sebagai akibat dari
diimplementasikannya program JKN juga dialami oleh perusahaan Diabetoz.
Perusahaan Diabetoz adalah salah satu perusahaan farmasi pemasok produk
insulin. Produk insulin adalah produk farmasi etikal untuk terapi Diabetes
Mellitus (DM). Kelas terapi DM adalah salah satu kelas terapi yang masuk
kedalam daftar ForNas, sehingga penyediaan produk dan harga obat untuk kelas
terapi ini diatur oleh Pemerintah, sehingga perusahaan Diabetoz harus mengikuti
daftar harga yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk dapat mempertahankan
bisnisnya di Indonesia.
Implementasi JKN dan e-katalog mulai mempengaruhi perusahaan ini
ditahun 2015 yang merupakan tahun pertama produk perusahaan masuk kedalam
3
daftar e-katalog. Terdaftarnya produk dalam e-katalog dapat diartikan bahwa
perusahaan mulai beroperasi dengan kondisi low price dan low margin. Hal ini
mempengaruhi total nilai yang dimiliki oleh perusahaan Diabetoz yang dapat
dilihat pada Gambar 1.2. Total penjualan perusahaan untuk setiap bulan di tahun
2015 terlihat lebih besar dari tahun 2014, akan tetapi tidak pada pertumbuhan.
Pertumbuhan perusahaan dari bulan ke bulan menurun secara konsisten hingga
akhir tahun 2015.
30%
35.000
25%
30.000
20%
15%
mIDR
25.000
10%
20.000
5%
15.000
0%
10.000
-5%
5.000
-10%
-
-15%
Penjualan 2014
Penjualan 2015
Pertumbuhan Penjualan
Linear (Pertumbuhan Penjualan)
% pertumbuhan Penjualan
40.000
Gambar 1.2. Total Penjualan Bulanan Perusahaan Diabetoz (Milyar Rupiah)
Sumber: IPMA_2016_12 Report (IPMA, 2015) (data diolah)
Perusahaan Diabetoz tidak hanya bersinggungan dengan regulasi
Pemerintah mengenai program JKN, akan tetapi juga bersinggungan dengan
regulasi pemasaran produk etikal. Produk insulin yang dipasok oleh perusahaan
Diabetoz merupakan produk farmasi etikal. Pemasaran produk etikal tidak boleh
diiklankan secara bebas melalui media periklanan komersil. Pada umumnya
proses rantai pasokan industri farmasi adalah seragam seperti yang dijelaskan oleh
Gambar 1.3.
4
Input
Manufacture
Distribution
Retail
Consumption
Gambar 1.3. Rantai Pasokan Industri Farmasi
Sumber: Indonesia’s Pharmaceutical Industry in 1998 (Knoop, 1998)
Alur tersebut menjelaskan bahwa distribusi produk farmasi sampai ke
tangan konsumen (pasien) adalah melalui jalur ritel. Jalur ritel menurut Knoop
(1998) terdiri dari Apotek, Rumah Sakit, Toko Obat, Dokter, dan Saluran ritel
lainnya. Ritel ini menjadi penting ketika suatu perusahaan tidak diperbolehkan
mengiklankan produknya melalui media periklanan komersil, oleh karena itu
peran medical representative menjadi kunci dari keberlangsungan proses ini.
Skema kerja medical representative dapat dilihat pada Gambar 1.4.
Gambar 1.4. Skema Kerja Medical Representative
Sumber: E-book Medical Representative (Pamungkas, 2014)
Gambar 1.4 menjelaskan bahwa medical representative memiliki alur
kerja kepada dua pihak, yakni dokter dan outlet ritel. Aktivitas kepada dokter
dilakukan untuk memperkenalkan fungsi, manfaat, kekurangan hingga harga
produk etikal kepada dokter. Walaupun yang mendapatkan informasi produk
secara detail adalah dokter, namun hanya bagian pembelian yang dapat melakukan
transaksi jual beli dengan pasien (Hendrawan, Utamima, & Husna, 2015). Selain
5
itu, aktivitas pemasaran menurut Carter, dkk. (2006) adalah tidak hanya tentang
mengkomunikasikan suatu produk, akan tetapi juga menginformasikan mengenai
ketersediaan produk. Ketersediaan produk merupakan hal yang dianggap penting
untuk dari pelaksanaan program JKN. Ketersediaan produk, jumlah stok produk,
produk kompetitor, dan survei apotek merupakan informasi yang perlu diketahui
oleh medical representative saat melakukan aktivitas ke bagian pembelian yang
dalam hal ini adalah outlet ritel.
Outlet ritel merupakan pelanggan (organizational buyers) bagi perusahaan
farmasi dengan produk etikal. Organizational buyers adalah pelanggan dalam
pasar bisnis. Pasar bisnis didefinisiskan oleh Kotler dan Keller (2012) terdiri dari
semua organisasi yang memperoleh barang dan jasa yang digunakan dalam
memproduksi barang dan jasa lain yang dijual, disewakan, atau dipasok kepada
pihak lain. Selain definisi tersebut, terdapat ciri lain yang membedakan pasar
bisnis dengan pasar konsumen, yakni adanya hubungan yang erat antara pemasok
dan pelanggan. Hubungan tersebut dibentuk dengan menerapkan strategi
pemasaran yang berorientasi pada pelanggan. Penerapan strategi tersebut dapat
menjadi permasalahan ketika jumlah tenaga penjual yang mewakili perusahaan
(pada perusahaan Diabetoz disebut medical representative) tidak sebanding
dengan jumlah pelanggannya.
Perusahaan Diabetoz memiliki 100 medical representative untuk melayani
sekitar 4.000-an pelanggan yang tersebar di seluruh Indonesia. Selain itu,
perbedaan karakteristik yang berbeda dari masing-masing pelanggan juga menjadi
masalah lain yang harus dihadapi oleh perusahaan. Permasalahan tersebut dapat
6
menimbulkan risiko bagi perusahaan. Risiko kerugian dari sisi finansial muncul
ketika
biaya
yang
dikeluarkan
untuk
memfasilitasi
aktivitas
medical
representative tidak digunakan secara benar, karena aktivitas dilakukan hanya
untuk memenuhi target kunjugan dari perusahaan. Risiko lain adalah potensi
kehilangan konsumen karena keterlambatan memasok produk dibandingkan
kompetitor. Risiko-risiko tersebut dapat dihindari oleh perusahaan dengan
menerapkan strategi customer-oriented melalui segmentasi (Weinsten, 2004).
Segmentasi bertujuan untuk melayani konsumen dalam pasar dengan lebih
baik dan memperbaiki posisi kompetitif perusahaan. Segmentasi untuk pasar
konsumen dapat diklasifikasikan oleh dua jenis variabel, yakni variabel
karakteristik konsumen; dan variabel perilaku konsumen (Kotler & Keller, 2012).
Kedua jenis variabel tersebut dibahas lebih lanjut pada penelitian Wu dan Pan
(2009), dimana variabel karakteristik terdiri dari geografis, demografis dan
psikografis; sedangkan variabel perilaku terdiri dari sikap konsumen terhadap
produk dan respon konsumen terhadap manfaat, situasi dan merek. Sedangkan,
segmentasi untuk pasar bisnis dapat dilakukan menggunakan beberapa variabel,
yakni demografis; variabel operasi; pendekatan pembelian; faktor situasional; dan
karakteristik pribadi, sedangkan segmentasi
Variabel operasi melihat pada sisi teknologi; kemampuan pelanggan; dan
status pemakai. Status pemakai dari suatu pasar bisnis dapat diterangkan dengan
situasi maupun proses pembelian. Situasi maupun proses pembelian pada pasar
bisnis mirip dengan pasar konsumen, yakni tugas baru; pembelian ulang; dan
pembelian rutin (Dharmmesta & Handoko, 2000).
7
Situasi pembelian tersebut menggambarkan perilaku pembelian baik pada
pasar konsumen maupun pasar bisnis (Weinsten, 2004). Segmentasi dengan
variabel perilaku pembelian menurut Wei, Lin, & Wu (2010) dapat dilakukan
dengan analisis segmentasi menggunakan model RFM. Model RFM merupakan
model yang digunakan untuk menganalisis nilai pelanggan berdasarkan atribut
Recency; Frequency; dan Monetary. Atribut RFM dapat diperoleh berdasarkan
data penjualan perusahaan, dimana pada umumnya, situasi pembelian pasar binsis
memiliki ciri berulang; dan transaksi tersebut dapat tercatat pada atribut RFM.
Cheng dan Chen (2009) yang mengkombinasikan model RFM dengan teknik
klasifikasi menghasilkan suatu kesimpulan bahwa atribut RFM dapat digunakan
untuk mengklasifikasi pelanggan pada industri keuangan dan kesehatan (farmasi).
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, Hendrawan, Utamima, & Husna (2015)
mengadaptasi model penelitian Cheng dan Chen (2009) untuk menganalisis
segmentasi dan evaluasi loyalitas pelanggan distributor pada studi kasus sebuah
perusahaan farmasi pemasok produk etikal di Indonesia.
Pemilihan teknik klastering pada analisis segmentasi dengan atribut RFM
dijelaskan lebih lanjut pada penelitian Aggelis dan Christodaulakis (2005).
Penelitian yang dilakukan terhadap konsumen e-banking membandingkan teknik
klastering dengan algoritma K-means dengan Two step clustering. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa klaster yang dihasilkan dengan menggunakan algoritma Kmeans ataupun dengan algoritma Two step clustering memiliki jumlah dan
kualitas yang sama.
8
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka analisis segmentasi pelanggan
perusahaan Diabetoz akan dilakukan menggunakan model RFM dengan
mengadaptasi beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Adaptasi
model analisis segmentasi adalah dengan mengkombinasi teknik klastering dan
klasifikasi menggunakan atribut RFM yang didapatkan dari sejarah data penjualan
perusahaan Diabetoz. Kombinasi klastering dan klasifikasi yang akan digunakan
adalah algoritma Two step clustering untuk teknik klastering, dan algoritma
CHAID Decision Tree untuk teknik klasifikasi. Analisis segmentasi dengan
kombinasi kedua teknik tersebut diharapkan dapat membantu perusahaan
menghasilkan suatu alat segmentasi pelanggan agar aktivitas bisnis perusahaan
dapat berjalan lebih efektif.
1.2. Rumusan Masalah
Uraian di atas menunjukkan bahwa perusahaan Diabetoz yang merupakan
perusahaan pemasok produk etikal farmasi mengalami perlambatan pertumbuhan
sebagai dampak dari diimplementasikannya program JKN oleh Pemerintah.
Kondisi tersebut menjadikan perusahaan perlu memiliki suatu strategi pemasaran
yang berorientasi pada pelanggan agar dapat mempertahankan keberlangsungan
bisnisnya di Indonesia. Pelanggan perusahaan Diabetoz adalah tipe pelanggan
organizational buyers atau dapat pelanggan dalam pasar bisnis. Definisi pasar
bisnis menurut Kotler dan Keller (2012), terdiri dari semua organisasi yang
memperoleh barang dan jasa yang digunakan dalam memproduksi barang dan jasa
lain yang dijual, disewakan, atau dipasok kepada pihak lain. Salah satu ciri pasar
bisnis adalah hubungan yang erat antara pemasok dan pelanggan. Hubungan
9
tersebut dibentuk dengan menerapkan strategi pemasaran yang berorientasi pada
pelanggan. Penerapan strategi tersebut dapat menjadi permasalahan ketika jumlah
tenaga penjual yang mewakili perusahaan (pada perusahaan Diabetoz disebut
medical representative) tidak sebanding dengan jumlah pelanggannya.
Beberapa penelitian sebelumnya menjelaskan bahwa permasalahan
tersebut dapat diatasi melalui analisis segmentasi. Analisis segmentasi untuk pasar
binsis dapat dilakukan salah staunya berdasarkan situasi pembelian yang dimiliki.
Terdapat tiga macam situasi pembelian, yakni tugas baru; pembelian ulang; dan
pembelian rutin (Dharmmesta & Handoko, 2000). Situasi pembelian tersebut
menggambarkan
perilaku
pembelian
dari
pelanggan
(Weinsten,
2004).
Segmentasi dengan variabel perilaku pembelian menurut Wei, Lin, & Wu (2010)
dapat dilakukan dengan analisis segmentasi menggunakan model RFM. Model
RFM merupakan model yang digunakan untuk menganalisis nilai pelanggan
berdasarkan atribut Recency; Frequency; dan Monetary. Model RFM dapat
memberikan informasi pada perusahaan tentang besarnya kontribusi pelanggan
yang dilihat dari situasi pembelian yang dimiliki. Oleh karena itu, penelitian ini
akan melakukan analisis segmentasi pelanggan pada perusahaan Diabetoz
berdasarkan nilai RFM dengan kombinasi teknik klastering dan klasifikasi
berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya.
1.3. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan, diketahui terdapat
empat faktor yang mendasari penelitian ini:
10
a. Berapakah jumlah segmen yang dimiliki oleh perusahaan Diabetoz
berdasarkan nilai RFM pelanggan?
b. Berapakah jumlah aturan klasifikasi yang dapat digunakan oleh
perusahaan Diabetoz untuk mengelompokkan pelanggannya ke dalam
suatu segmen?
c. Karakteristik apa yang dimiliki oleh masing-masing segmen pada
perusahaan Diabetoz berdasarkan variabel perilaku, demografis, dan
geografis?
1.4.Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
a. Mengetahui jumlah segmen yang dimiliki oleh perusahaan Diabetoz
berdasarkan nilai RFM pelanggannya.
b. Mengetahui jumlah aturan klasifikasi yang dapat digunakan oleh
perusahaan Diabetoz untuk mengelompokkan pelanggannya kedalam
suatu segmen.
c. Mengetahui karakteristik yang dimiliki oleh masing-masing segmen
perusahaan Diabetoz berdasarkan variabel perilaku, demografis, dan
geografis.
1.5.Manfaat Penelitian
Manfaat yang penulis harapkan dari penelitian ini antara lain:
a. Peneliti, sebagai bentuk penerapan ilmu pengetahuan dan wawasan yang
diperoleh selama proses perkuliahan.
11
b. Pembaca, sebagai sumber informasi dan literatur mengenai metode yang
dapat digunakan untuk segmentasi berdasarkan variabel perilaku
pelanggan dengan atribut RFM.
1.6. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah:
a. Pelanggan yang dipilih dalam penelitian ini adalah outlet ritel perusahaan
Diabetoz.
b. Periode pengamatan dari Januari 2015 hingga Mei 2016.
c. Data yang dianalisis adalah waktu transaksi dan jumlah nilai yang tercatat
dari setiap transaksi, tipe outlet, dan lokasi outlet beroperasi.
1.7. Sistematika Penelitian
Sistematika penulisan penelitian dapat diuraikan menjadi beberapa bab.
Bab I berisikan penjelasan secara umum latar belakang, perumusan masalah,
pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika
penulisan dari tesis ini.
Pada Bab II menguraikan tentang tinjauan pustaka yang menjadi referensi
penelitian. Tinjauan pustaka dalam tulisan ini mencangkup dasar pemasaran,
segmentasi pasar, jenis-jenis segmentasi, segmentasi dengan pendekatan analisis
penggunaan (nilai pelanggan), Model RFM, metode klastering, dan metode pohon
keputusan. Bab ini secara khusus juga akan menguraikan beberapa penelitian
sebelumnya yang menjadi landasan penelitian.
Penjelasan mengenai metode penelitian terdapat pada Bab III. Desain
penelitian, definisi/ istilah, populasi dan sampel, metode pengumpulan data,
12
rerangka analisis penelitian, dan metode analisis yang digunakan dalam penelitian
diuraikan pada bab ini.
Bab IV akan menguraikan pembahasan dari masalah yang diulas, diawali
dengan pembahasan mengenai profil perusahaan, kemudian dilanjutkan mengenai
data dan hasil analisis. Pembahasan mengenai hasil analisis berdasarkan data yang
diperoleh, yakni mengenai jumlah klaster yang dimiliki oleh perusahaan Diabetoz;
jumlah aturan klasifikasi yang dapat digunakan oleh perusahaan Diabetoz untuk
mengelompokkan pelanggannya; dan karakteristik setiap klaster atau segmen
yang dimiliki oleh perusahaan Diabetoz. Simpulan dari keseluruhan proses akan
diuraikan pada Bab V, selain itu batasan penelitian; implikasi manajerial; dan
saran juga diuraikan pada bab ini.
13
Download