Pertumbuhan dan Pemerataan dalam Pembangunan Peternakan Oleh: Dr. Ir. Arief Daryanto, M.Ec. Direktur Program Pascasarjana Manajemen dan Bisnis-IPB (MB-IPB) Sektor pertanian—termasuk sub sektor peternakan—telah teruji memberikan kontribusi luar biasa bagi pembangunan perekonomian suatu bangsa. Paling tidak, sektor pertanian memiliki lima kontribusi dalam pembangunan suatu perekonomian. Kelima kontribusi tersebut adalah: (a) sektor pertanian menghasilkan pangan dan bahan baku untuk peningkatan sektor industri dan jasa, (b) sektor pertanian bisa menghasilkan atau menghemat devisa yang berasal dari ekspor atau produk subtitusi impor. Selanjutnya (c) sektor pertanian merupakan pasar yang potensial bagi produk-produk sektor industri, (d) transfer surplus tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri merupakan salah satu sumber pertumbuhan ekonomi, dan (e) sektor pertanian mampu menyediakan modal bagi pengembangan sektor-sektor lain (a net outflow of capital for invesment in other sectors). Pertanian juga dipandang sebagai suatu sektor yang memiliki kemampuan khusus dalam memadukan pertumbuhan dan pemerataan (growth with equity). Kian besarnya perhatian politis terhadap melebarnya perbedaan pendapatan memberikan tekanan yang lebih besar untuk lebih baik memanfaatkan kekuatan pertanian bagi pembangunan. Melalui pembangunan pertanian, kesejahteraan masyarakat perdesaan bisa ditingkatkan. Dan tentu saja hal ini akan mengurangi disparitas perdesaan-perkotaan. 52 TROBOS Juli 2009 Sebab, pertanian sudah lama disadari sebagai instrumen untuk mengurangi kemiskinan. Pertumbuhan sektor tersebut memiliki kemampuan khusus untuk mengurangi kemiskinan. Estimasi lintas negara menunjukkan bahwa pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) yang dipicu oleh pertanian paling tidak dua kali lebih efektif dalam mengurangi kemiskinan daripada pertumbuhan yang disebabkan oleh sektor di luar pertanian. Pertumbuhan di sektor pertanian diyakini pula memiliki efek pengganda (multiplier effects) Indonesia—justru pertumbuhan pertaniannya belum optimal. Pertumbuhan sektor itu terkendala dengan pertumbuhan penduduk yang pesat, berkurangnya lahan pertanian yang produktif, menurunnya tingkat kesuburan lahan dan hilangnya kesempatan untuk diversifikasi pendapatan. Kebijakan-kebijakan yang diambil lebih memihak masyarakat perkotaan. Belanja sektor publik relatif masih sangat rendah, subsidi yang semakin besar terkait dengan menguatnya tuntutan warga kota akan harga pangan yang murah, penetapan pajak yang dianggap yang tinggi karena pertumbuhan di sektor ini mendorong pertumbuhan yang pesat di sektorsektor perekonomian lain, misalnya di sektor pengolahan (agro-industry) dan jasa pertanian (agro-services). terlampau tinggi di pertanian dan kurangnya investasi di sektor ini mencerminkan suatu politikekonomi dimana masyarakat perkotaan dianakemaskan. Untuk lebih mengoptimalkan kinerja pembangunan pertanian ke depan, paling tidak ada tiga tantangan utama yang harus diatasi. Pertama, mengelola politikekonomi dari berbagai kebijakan Kebijakan Bias Perkotaan (Urban Biased Policy) Sayangnya, banyak negara berbasis pertanian—seperti pertanian guna menghindari bias kebijakan perdesaan-perkotaan, tingkat investasi yang rendah dan salah investasi. Ke dua, memperkuat pemerintahan untuk mengimplementasi kebijakankebijakan pertanian. Kebijakan pertanian jangan hanya berupa retorika tetapi perlu langkah nyata yang sungguh-sungguh. Kebijakan-kebijakan makroekonomi, harga, dan perdagangan seharusnya tidak mendiskriminasikan sektor pertanian. Bias perkotaan di dalam alokasi investasi publik dan juga kesalahan investasi (mis-investment) di dalam sektor pertanian itu sendiri harus dihindari. Ke tiga, pemahaman yang kurang terhadap dinamika pertanian dan pemerintah yang lemah seringkali menciptakan persoalan “agroskeptisme” sehingga dukungan resmi terhadap pertanian menjadi berkurang. Padukan Pertumbuhan dan Pemerataan Sumber-sumber pertumbuhan di bidang peternakan antara lain adalah munculnya fenomena revolusi peternakan, revolusi putih dan revolusi supermarket. Revolusi peternakan—ditandai dengan kian meningkatnya konsumsi daging dan susu per kapita seiring dengan meningkatnya pendapatan— merupakan salah satu sumber pertumbuhan peternakan yang signifikan di negara-negara berkembang. Sedangkan revolusi putih yang merupakan suatu upaya sistematis untuk meningkatkan konsumsi susu dalam negeri secara drastis juga merupakan salah satu sumber pertumbuhan yang diharapkan dalam bisnis peternakan. Revolusi peternakan dan revolusi putih ini akan kian besar peranannya sebagai Para peternak skala kecil jika dibiarkan, tidak akan mampu bersaing dengan perusahaan-perusahaan MNCs (Multi National Corporation). mesin pertumbuhan jika didukung oleh revolusi supermarket. Perubahan permintaan konsumen terhadap beragam produk yang bernilai tinggi mendorong terjadinya evolusi sistem pemasaran dengan masuk dan berkembang secara cepat ke jaringan supermarket. Supermarket mampu meningkatkan pasokan protein dan menyediakan menu makanan yang lebih beragam, lebih nyaman suasana belanjanya dan lebih terjamin kualitas serta keamanan produk-produk yang dijualnya. Dampak pertumbuhan dalam bidang peternakan yang sangat cepat terhadap peternak skala kecil bergantung pada sejauh mana peran serta mereka dalam pasar peternakan yang bernilai tinggi (high-value commodity) di pusat produksi, yaitu di daerah perdesaan. Upaya mendorong peran serta peternak berskala kecil tersebut membutuhkan infrastruktur pasar, peningkatan kemampuan teknis peternak, instrumen manajemen risiko dan tindakan kolektif melalui berbagai organisasi produsen. Para peternak skala kecil jika dibiarkan, tidak akan mampu bersaing dengan perusahaanperusahaan MNCs (Multi National Corporation). Para peternak skala kecil harus diberdayakan untuk bisa memenuhi standar-standar produk sesuai dengan kontrak-kontrak dalam produksi dan pemasaran. Peranan pemerintah sangat dibutuhkan dalam menciptakan pertumbuhan yang sekaligus menciptakan pemerataan dalam bisnis peternakan. Kuncinya, pemerintah harus terus menerus memberdayakan para peternak skala kecil sehingga daya saing mereka meningkat. Pemerintah harus terus menerus menciptakan iklim investasi yang kondusif dalam membangun sistem rantai nilai yang efisien, yang memberikan ruang bagi para peternak kecil bekerjasama dengan perusahaan MNCs melalui kegiatan contract farming (kemitraan) misalnya atau meningkatkan daya tawar para peternak melalui pembentukan koperasi atau organisasi produsen lainnya. Last but not the least, ada pepatah Arab yang mengatakan “Negara yang kaya ternak, tidak pernah miskin. Negara yang miskin ternak, tidak pernah kaya” (Campbell dan Lasley, 1985). Pepatah ini telah terbukti benar, negara-negara maju dan kaya yang memiliki sumberdaya alam yang mendukung peternakan pada umumnya memiliki populasi ternak yang banyak dan mereka pada umumnya berswasembada ternak. Jika kita tidak menggarap keunggulan komparatif yang dimiliki Indonesia yang mendukung perkembangan peternakan ke depan, maka Indonesia tetap merupakan negara yang miskin ternak. Negara yang miskin ternak seperti pepatah di atas, tidak pernah menjadi kaya TROBOS Juli 2009 53