BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Kawasan Pusat Kota merupakan denyut nadi perkembangan suatu wilayah
karena kawasan ini merupakan pusat segala bentuk aktivitas masyarakat. Pusat
Kota mengalami kecenderungan perkembangan yang cepat maupun lamban
tergantung dukungan wilayah sekitarnya atau hinterland-nya. Dengan adanya
berbagai sarana dan prasarana yang lengkap serta lapangan kerja yang lebih
bervariasi membuat suatu kota menjadi daya tarik masyarakat di luar kawasan
perkotaan. Tentunya hal tersebut menyebabkan pusat kota banyak diminati oleh
masyarakat setempat maupun pendatang untuk beraktivitas di dalam kota,
walaupun mereka bertempat tinggal di luar kawasan perkotaan tersebut
(Artiningsih, 2006).
Christaller dalam Djojodipuro (1992), mengartikan tempat pusat atau lebih
dikenal dengan central place merupakan kota-kota yang menyajikan barang dan
jasa bagi masyarakat di wilayah sekelilingnya dengan membentuk suatu hirarki
berdasarkan jarak dan ambang batas penduduk. Pembagian hirarki pelayanan
tersebut, mengakibatkan suatu kota (dengan hirarki pelayanan paling tinggi)
secara alami memiliki potensi daya tarik yang besar dan berpengaruh besar bagi
daerah-daerah yang kekuatannya lebih kecil, dimana kota tersebut mempunyai
kemampuan menarik potensi, sumber daya dari daerah lain dan kota di bawahnya.
1
2
Beberapa wilayah di Indonesia tidak mengalami perkembangan yang sama
atau merata dari setiap wilayah. Adanya pembangunan yang tidak merata
memunculkan ide suatu wilayah untuk melakukan pemekaran, hal ini pula yang
terjadi di Kabupaten Paser. Adanya isu pemekaran wilayah, terdapat dua aspirasi
pemekaran di Kabupaten Paser, yakni pemekaran Kabupaten Paser Tengah yang
meliputi lima kecamatan terdiri dari: Kecamatan Long Kali, Long Ikis, Kuaro,
Pasir Belengkong dan Tanah Grogot dan pemekaran Paser Selatan juga meliputi
lima kecamatan terdiri dari: Tanjung Harapan, Batu Engau, Muara Samu, Batu
Sopang dan Muara Komam.
Keseimbangan antar wilayah menjadi penting karena keterkaitan yang
bersifat simetris akan mampu mengurangi disparitas antar wilayah dan pada
akhirnya mampu memperkuat pembangunan ekonomi wilayah secara menyeluruh.
Tidak selalu berarti semua wilayah harus mempunyai perkembangan yang sama,
atau mempunyai pola ekonomi sama namun yang terpenting adalah adanya
pertumbuhan yang seoptimal mungkin dari potensi yang dimiliki suatu wilayah
sesuai dengan kapasitasnya. Seperti halnya yang dikatakan Murty (2000) bahwa
pertumbuhan yang merata dari setiap wilayah yang berbeda dalam rangka
meningkatkan pengembangan kapabilitas
dan kebutuhan wilayah tersebut
dikatakan pembangunan regional yang berimbang.
Richardson (1978) menyatakan bahwa bagi kota kecil dan menengah
terdapat pemusatan perkembangan di kota besar yang menimbulkan semakin
tingginya ketergantungan mereka pada kota diatasnya. Sehubungan dengan hal
tersebut, Sukirno (1976) menyatakan kondisi yang terjadi adalah terdapatnya
3
suatu kota yang mengalami kegagalan dalam perkembangannya karena banyak
posisi daerah hinterland-nya yang justru terserap masuk ke dalam wilayah
perkotaan yang lebih besar. Akibatnya daerah ini mengalami perkembangan yang
stagnan atau bahkan mengalami kemunduran dalam pembangunannya. Pada
akhirnya terjadi ketimpangan spasial yaitu perbedaan yang dirasakan oleh
masyarakat pada unit-unit spasial pada suatu wilayah, dimana beberapa unit
spasial dapat menikmati fasilitas umum dan infrastruktur yang layak dan
terjangkau sementara beberapa lainnya tidak dapat menikmati (Kanbur dan
Venables, 2005).
Sejalan dengan kenyataan di atas, Tanah Grogot sebagai ibukota
Kabupaten Paser mengalami proses perkembangan yang berbeda pada tahap
periode tertentu. Jumlah penduduk Perkotaan Tanah Grogot dari tahun ke tahun
terus mengalami peningkatan penduduk dua kali lipat dalam kurun waktu 20
tahun. Namun perkembangan penduduk yang terjadi hanya terpusat di wilayah
pusat kota Perkotaan Tanah Grogot sehingga menyebabkan wilayah sekitarnya
tertinggal. Untuk mengantisipasi perkembangan kota yang cenderung memusat,
pemerintah merumuskan visi “Paser Bangkit” yang pada dasarnya diarahkan tidak
hanya untuk mendorong percepatan namun juga memeratakan pembangunan,
terutama membuka akses wilayah-wilayah yang selama ini terisolasi, salah
satunya adalah pembangunan infrastruktur berupa jembatan yang menghubungkan
wilayah utara dengan wilayah selatan (wilayah terisolasi).
Percepatan pembangunan di Perkotaan Tanah Grogot didukung dengan
kebijakan pemerintah Kabupaten Paser yang mengembangan pusat pertumbuhan
4
baru (lihat tabel 1.1 dan gambar 1.1) untuk memperkuat fungsi Tanah Grogot
sebagai PKW, baik yang sudah terealisasi maupun dalam tahap perencanaan yaitu:
Tabel 1.1
Rencana Pembangunan Perkotaan Tanah Grogot Tahun 2013
Rencana Pembangunan
Lokasi
Status
Pembangunan
Pembangunan
Pembangunan
baru
kompleks
perkantoran
Sedang dalam
pemerintahan Kabupaten Paser, kompleks Rumah
Desa Tepian
tahap
Sakit Umum Daerah Wana Sebaya Tipe A dan jasa
Batang (utara)
Pembangunan
Hotel
Pembangunan Lapangan Terbang Perintis
Sedang dalam
Desa Rantau
tahap
Panjang (utara)
Pembangunan
Pembangunan kompleks Pasar Induk Senaken yang
Senaken, Desa
Terealisasi
dilengkapi dengan terminal
Jone (utara)
Rencana pembangunan kompleks Stadion Olahraga
Desa Sungai Tuak
Tidak
yang telah didukung dengan pembangunan jembatan
(selatan)
Terealisasi
lengkung Sungai Kandilo
Pembangunan kawasan perumahan Koppri dan
Tapis, Desa Jone
Terealisasi
perumahan dinas jabatan
(utara)
Sumber: RDTRK Perkotaan Tahun 2012-2032 dan Hasil Observasi Lapangan Tahun 2013
Gambar 1.1. Rencana Pusat Pertumbuhan Baru di Perkotaan Tanah Grogot
Sumber : RDTRK Perkotaan Tanah Grogot Tahun 2012-2032
5
Dari beberapa kebijakan pembangunan yang direalisasikan, namun salah
satu kebijakan pemerintah yang awalnya ingin membangun stadion di wilayah
selatan, tidak terealisasi dan dialihkan pembangunannya ke wilayah utara. Hal ini
menyebabkan perkembangan spasial yang makin tajam ke arah utara. Walaupun
telah dibangun jembatan penghubung antara wilayah utara dan wilayah selatan,
namun intensitas perkembangan fisik kota di wilayah selatan tetap tidak sepesat
perkembangan fisik di wilayah utara Perkotaan Tanah Grogot. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada gambar 1.2.
Gambar 1.2. Gambaran Perkembangan Perkotaan Tanah Grogot
Tahun 2000 dan Tahun 2010
Sumber : Bappeda Tahun 2013
6
Sejalan dengan perkembangan Perkotaan Tanah Grogot pada tahun 20032013, wilayah selatan Perkotaan Tanah Grogot lebih tertinggal dibandingkan
wilayah utara Perkotaan Tanah Grogot. Fakta yang dapat memperlihatkan adanya
ketimpangan spasial adalah jumlah penduduk miskin yang sebagian besar terdapat
di wilayah selatan Perkotaan Tanah Grogot. Hal ini dapat dilihat dari jumlah KK
miskin antara wilayah utara dan selatan Perkotaan Tanah Grogot.
No
Tabel 1.12
Perbandingan KK Miskin di Perkotaan Tanah Grogot Tahun 2013
Persentase
Desa
Jumlah KK
Jumlah KK Miskin
(%)
WILAYAH UTARA
1
Desa Sempulang
2
Desa Tepian Batang
3
Kelurahan Tanah Grogot
4
Desa Jone
5
Desa Rantau Panjang
TOTAL
527
149
12
1.473
94
8
12.056
0
0
1.357
199
16
241
148
12
15.654
590
48
110
9
WILAYAH SELATAN
1
Desa Tanah Periuk
2
Desa Pepara
126
94
8
3
Desa Sungai Tuak
485
218
18
4
Desa Pulau Rantau
185
91
7
5
Desa Sangkuriman
451
130
11
2.254
643
52
TOTAL
1.007
Sumber : BPPMD Kabupaten Paser Tahun 2013 dan Hasil Analisis Tahun 2013
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar penduduk miskin
(sebanyak 52%) berada di wilayah selatan Perkotaan Tanah Grogot. Hal ini
menyatakan bahwa wilayah selatan masih tertinggal dibandingkan wilayah utara.
Fakta ini memperlihatkan adanya ketimpangan spasial dari segi ekonomi antara
persentase penduduk miskin di wilayah utara dan wilayah selatan. Selain itu, jika
7
diperhatikan pada peta persebaran penduduk Perkotaan Tanah Grogot masih
mengelompok pada wilayah yang jaraknya cukup dekat dengan ibukota kabupaten
atau kawasan pusat kota. Persebaran penduduk seperti ini dapat dikatakan belum
merata karena terjadi penumpukan penduduk di suatu wilayah.
Melihat fenomena di atas, adanya satu kebijakan pemerintah dalam rangka
pemerataan wilayah yang mengalami kegagalan hingga dialihkan ke wilayah
utara, pembangunan menjadi lebih terfokus di wilayah utara Perkotaan Tanah
Grogot yang memiliki fungsi sebagai pusat pemerintahan dan pusat perdagangan
sehingga menanggung beban bagi wilayah sekitarnya. Hal ini terjadi karena
perkembangan fisik kota ke wilayah selatan yang memiliki peran sebagai kawasan
permukiman, olahraga, dan pelayanan publik baik dalam skala lokal maupun
regional dengan penyediaan berbagai fasilitas kota yang mendukung kawasan
pusat kota belum berkembang secara optimal.
Akibatnya perkembangan pembangunan wilayah utara Perkotaan Tanah
Grogot relatif lebih pesat dibandingkan wilayah selatan Perkotaan Tanah Grogot
yang makin tertinggal dalam kurun waktu 10 tahun ini. Secara geografis,
perkembangan spasial yang terjadi dapat dikatakan belum merata dan dipertajam
dengan pemusatan aktivitas ekonomi di pusat kota mengakibatkan penumpukan
penduduk dan fasilitas di wilayah utara. Pola penyebaran seperti ini kurang
menguntungkan bagi pemerataan pembangunan suatu wilayah.
1.2.
Pertanyaan Penelitian
Perkotaan Tanah Grogot yang dilalui oleh jalur strategis yakni jalur trans
Kalimantan merupakan wilayah yang diprediksikan berkembang cepat. Namun
8
kecenderungan di lapangan menunjukkan Perkotaan Tanah Grogot merupakan
daerah yang kaya akan sumber daya alam namun tidak diikuti oleh pemerataan
kesejahteraan dimana tingkat perkembangan Perkotaan Tanah Grogot yang
berjalan cukup pesat di suatu wilayah dan juga berjalan lamban di daerah
sekitarnya selama kurun waktu 10 tahun terakhir ini. Pola perkembangan seperti
ini dapat disebabkan oleh berkembangnya potensi kota itu sendiri, ekspansi
keruangan, mengikuti kebijakan kota atau ada unsur - unsur lainnya. Oleh karena
itu, dirasa perlu adanya suatu penelitian mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi ketimpangan spasial Perkotaan Tanah Grogot.
Dari permasalahan di atas, dapat disusun pertanyaan sebagai berikut:
a. Bagaimana ketimpangan spasial yang terjadi di Perkotaan Tanah
Grogot?
b. Faktor apa yang mempengaruhi ketimpangan spasial di Perkotaan
Tanah Grogot?
1.3.
Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
a. Untuk menggambarkan ketimpangan spasial yang terjadi di Perkotaan
Tanah Grogot.
b. Untuk menemukan faktor yang mempengaruhi ketimpangan spasial di
Perkotaan Tanah Grogot.
9
1.4.
Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat Teoritik
Secara teoritik, hasil dari penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor
yang mempengaruhi ketimpangan spasial kota, sehingga ke depannya dapat
dijadikan indikator dalam menentukan prioritas pengembangan agar terjadi
pemerataan
pembangunan
suatu
kota.
Penelitian
ini
diharapkan
dapat
memperkaya dan memberikan sumbangan bagi ilmu pengetahuan khususnya
disiplin ilmu perkotaan yang kaitannya dengan perkembangan kota. Selain itu
dapat memberi khasanah atau perbendaharaan bagi ilmu pengetahuan serta dapat
dijadikan sumber informasi bagi peneliti lain dengan tema sejenis.
1.4.2.
Manfaat Praktis
Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi ketimpangan spasial kota agar dapat
memberikan gambaran sehingga dapat dijadikan bahan masukan bagi Pemeintah
Daerah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pemerataan
pembangunan kota.
1.5.
Ruang Lingkup
Guna mempermudah pengertian dan penjabarannya dalam menunjang
penelitian ini, maka ruang lingkup ini dibagi dua, yaitu ruang lingkup lokasi
penelitian dan ruang lingkup substansi. Kedua ruang lingkup tersebut dapat
10
diuraikan menurut batasan yang menjadi pedoman pelaksanaan pada penelitian
ini.
1.5.1 Ruang Lingkup Lokasi Penelitian
Ruang lingkup lokasi penelitian adalah lokasi dilakukannya sebuah
penelitian. Lingkup lokasi dalam penelitian ini adalah Perkotaan Tanah Grogot,
ibukota Kabupaten Paser (dapat dilihat pada gambar 1.3). Lokasi penelitian adalah
Perkotaan Tanah Grogot merupakan bagian dari wilayah Kecamatan Tanah
Grogot dan Kecamatan Paser Belengkong dengan luas administrasi kota 84,36
Km2 dan terdiri atas 9 desa dan 1 kelurahan. Unit amatan terdiri wilayah utara
merupakan wilayah yang telah berkembang dan berada di bagian utara Sungai
Kandilo (Desa Sempulang, Desa Tepian Batang, Kelurahan Tanah Grogot, Desa
Jone, dan Desa Rantau Panjang). Wilayah selatan merupakan wilayah yang belum
berkembang dan berada di bagian selatan Sungai Kandilo (Desa Tanah Periuk,
Desa Pepara, Desa Sungai Tuak, Desa Pulau Rantau, dan Desa Sangkuriman).
Wilayah Perkotaan Tanah Grogot sebagian besar berupa daratan dan
sebagian kecil berupa perbukitan, yang dibatasi oleh desa-desa yang ada di
sekitarnya. Unit analisis yang digunakan adalah desa dengan basis analisis data
sekunder. Adapun batas-batas wilayah pengamatan yaitu :
a.
Sebelah Utara : berbatasan dengan Desa Janju dan Desa Padang
Pengrapat, Kecamatan Tanah Grogot;
b.
Sebelah Barat : berbatasan dengan sebagian wilayah Desa Tepian Batang
Kecamatan Tanah Grogot, dan Kecamatan Kuaro;
c.
Sebelah Selatan: berbatasan dengan Kecamatan Pasir Belengkong;
11
d.
Sebelah Timur : berbatasan dengan sebagian wilayah Desa Rantau Panjang
dan Desa Pulau Rantau Kecamatan Tanah Grogot.
Gambar 5.1 Wilayah Utara dan Wilayah Selatan Perkotaan Tanah Grogot
Sumber : Hasil Analisa Tahun 2014
Dipilihnya Perkotaan Tanah Grogot dalam penelitian ini didasarkan alasan
perkembangan pusat kota dan pertumbuhan penduduk yang pesat di suatu wilayah
akibat adanya kebijakan pemerintah yang tidak terealisasi menyebabkan terjadi
ketimpangan spasial antara wilayah utara dan wilayah selatan di Perkotaan Tanah
Grogot.
1.5.2. Ruang Lingkup Substansi
Dalam ruang lingkup subtansi, pada dasarnya adalah menyangkut batasanbatasan substansi yang ingin diteliti dan diperlukan sebagai objek penelitian yang
12
nantinya merupakan batasan dalam pengerjaan, sehingga pembahasan tidak
meluas. Dalam penelitian ini fokus pada lingkup berbagai faktor yang
mempengaruhi ketimpangan spasial, baik itu faktor fisik maupun faktor non fisik
merupakan kunci utama perkembangan kota. Faktor-faktor yang mempengaruhi
ketimpangan spasial:
a. Faktor kondisi geografis berkaitan dengan lokasi strategis dan topografi.
b. Faktor ketersediaan sarana dan prasarana berkaitan dengan kondisi jalan, jarak
antar pusat pelayanan, jumlah terminal, jumlah pelabuhan, jumlah jembatan,
jumlah sarana sosial dan ekonomi.
c. Faktor kegiatan perekonomian berhubungan dengan kesempatan kerja
masyarakat.
d. Faktor potensi sumber daya alam terkait seberapa besar kekuatan dan
pengelolaan sumber daya alam.
e. Faktor kondisi sosial dan kependudukan berkaitan dengan tingkat kepadatan,
persebaran penduduk, tingkat kesejahteraan penduduk.
f. Faktor kebijakan terkait dengan peraturan yang dikeluarkan dalam
perencanaan pembangunan.
g. Faktor lahan terkait dengan jenis penggunaan lahan, tingkat kepadatan
bangunan, nilai lahan, dan kepemilikan lahan.
1.6.
Kedudukan dan Keaslian Penelitian
Penelitian yang berkaitan dengan tema perkembangan kota telah banyak
dilakukan di Indonesia. Richfat (2007), menggunakan metode penelitian kualitatif
13
dan metode analisis geografis/pendekatan keruangan dan menemukan faktorfaktor yang menyebabkan perkembangan kawasan utara tidak sesuai dengan
peranan dan fungsinya sebagai Ibu Kota Kota Ternate dan terkesan stagnan.
Bedanya dengan penelitian ini adalah Ibu Kota Tanah Grogot (wilayah utara
Perkotaan Tanah Grogot) lebih berkembang pesat dibandingkan dengan wilayah
sekitarnya.
Apriani
(2007),
tujuan
penelitiannya
adalah
untuk
mengetahui
perkembangan pola dan struktur ruang Kota Pontianak tahun 1771-1950. Kajian
perkembangan Kota Pontianak dari aspek diacronic yaitu melihat perkembangan
kota dari unsur–unsur yang melatarbelakanginya melalui interpretasi kesejarahan
di setiap tahap pembentukkan kota. Bedanya dengan penelitian ini adalah
menekankan ketimpangan spasial antara wilayah utara dan wilayah selatan yang
dipisahkan oleh sungai dalam kurun waktu 10 tahun terakhir (tahun 2003-2013).
Juliansyah (2005), menggunakan metode deskriptif yang didukung analisis
keruangan, kuantitatif, analisis hirarki dan tingkat kekotaan, fokus penelitian
mengamati interaksi Kota Tanah Grogot dengan kota-kota kecamatan di
sekitarnya dan faktor-faktor apa yang menyebabkan bervariasinya perkembangan
kota-kota kecamatan di sekitar Kota Tanah Grogot. Unit analisis menggunakan
kecamatan yang beradius kurang lebih 60 km dari Kota Tanah Grogot yaitu
Kecamatan Pasir Belengkong, Kecamatan Kerang, Kecamatan Batu Kajang,
Kecamatan Kuaro, dan Kecamatan Batu Sopang dan waktu penelitian
menggunakan data yang digunakan pada tahuna 2001. Beda pada fokus penelitian
kali ini lebih menekankan faktor-faktor yang mempengaruhi ketimpangan spasial
14
Perkotaan Tanah Grogot terkait adanya evaluasi kebijakan pemerintah yang tidak
terealisasi pada unit analisis desa/kelurahan yang berada di wilayah utara dan
wilayah selatan Perkotaan Tanah Grogot. Pendekatan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan metode analisis
deskriptif menggunakan data kurun waktu 10 tahun terakhir (tahun 2003-2013).
Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, dapat dilihat
perbedaan penelitian ini adalah fokus dan lokus. Penelitian ini lebih fokus pada
gambaran dan faktor-faktor yang mempengaruhi ketimpangan spasial yang terjadi
antara wilayah utara (wilayah yang sudah berkembang) dan wilayah selatan
(wilayah yang belum berkembang) di Perkotaan Tanah Grogot.
Gambaran
kedudukan penelitian ini lebih jelas dapat dilihat pada gambar 1.4.
Variabel Dependent
Variabel Independent
Faktor Kondisi
Geografis
`
KETIMPANGAN SPASIAL
Faktor Ketersediaan
Sarana dan
Prasarana
PARADIGMA
PEMBANGUNAN
Faktor Kegiatan
Perekonomian
Faktor Potensi
Sumber Daya
Alam
Faktor Sosial dan
Kependudukan
Perkembangan
Secara Merata
Perkembangan
Kota
Perkembangan
Secara Tidak
Merata
geografis: Ketimpangan
antar wilayah pedalaman
dan pesisir
administrasi : Ketimpangan
antar kota dan desa
fungsional : ketimpangan
antar wilayah perbatasan
dan bukan perbatasan
letak : Ketimpangan
antar wilayah utara dan
wilayah selatan
Faktor Kebijakan
Faktor Lahan
Gambar 1.4 Kerangka Kedudukan Penelitian
Sumber : Hasil Analisa Tahun 2014
15
1.7.
Sistematika Penulisan
Bab I Pendahuluan
Dalam bab ini mengungkapkan mengenai latar belakang penelitian,
pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup,
kedudukan dan keaslian penelitian, serta sistematika penulisan.
Bab II Kajian Pustaka
Pada bab ini menguraikan teori-teori yang berkaitan dengan ketimpangan
spasial, perkembangan kota dan dapat menjawab permasalahan yang
diangkat dalam penelitian ini.
Bab III Metodologi Penelitian
Bab ini menjelaskan pendekatan penelitian yang digunakan, langkahlangkah yang ditempuh selama penelitian berlangsung, variabel penelitian
yang diuji pada lokasi penelitian, serta landasan yang digunakan selama
penelitian berlangsung.
Bab IV Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Dalam bab ini menggambarkan Kabupaten Paser dan Perkotaan Tanah
Grogot mencakup kondisi fisik wilayah maupun kondisi sosial ekonomi
serta kebijakan kota terkait perkembangan Perkotaan Tanah Grogot.
16
Bab V Hasil dan Pembahasan
Bab ini melakukan pemeriksaan keabsahan
data dan penafsiran
(interpretasi) hasil analisis berdasarkan metode analisis yang digunakan,
selanjutnya merumuskan hasil temuan-temuan di lapangan terkait dengan
faktor-faktor yang mempengaruhi ketimpangan spasial kota seperti faktor
penarik, faktor pendorong maupun temuan faktor lainnya.
Bab VI Kesimpulan dan Saran
Dalam bab ini menarik kesimpulan dan memberikan saran atas penelitian
yang telah dilakukan, selanjutnya dijadikan pertimbangan dalam pengkajian
berikutnya mengenai perkembangan Perkotaan Tanah Grogot ke depannya.
Download