PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KEJAHATAN PENCUCIAN

advertisement
87
Jurnal Hukum, Vol. XVIII, No. 18, April 2010 : 87 - 104
ISSN1412 - 0887
PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KEJAHATAN
PENCUCIAN UANG DI INDONESIA
Heru Kuswanto, SH., MH1
ABSTRAK
Pencucian uang atau money laundry adalah perbuatan menempatkan, mentransfer,
membayarkan,
membelanjakan,
menghibahkan,menyumbangkan,
menitipkan,
membawa keluar negeri, menukarkan atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang
diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan maksud untuk
menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan sehingga seolah-olah
menjadi harta kekayaan yang sah. Guna mencegah terjadinya tindak pidana pencucian
uang maka menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang di
bentuklah Pusat Pelaporan dan Analisis Keuangan yang selanjutnya disebut PPATK.
Lembaga ini merupakan lembaga independen yang memiliki tugas dan wewenang untuk
melakukan pemeriksaan atas tindakan-tindakan yang dicurigai berkaitan dengan tindak
pidana pencucian uang.
Kata Kunci: Pencucian Uang, Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan
PENDAHULUAN
Latar belakang
Sejak pemerintah mengeluarkan aturan dalam bidang ekonomi salah satunya
Undang Undang No.40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas,maka sejak itu pula
dunia perbankan mengalami perkembangan yang pesat. Persyaratan yang mudah
menyebabkan setiap orang bisa mendirikan perbankan. Dampak dari aturan dalam
bidang perbankan di samping memberikan keuntungan/kebaikan terdapat pula dampak
negatif yaitu perkembangan kejahatan ekonomi khususnya kejahatan perbankan,baik
bank sebagai korban maupun bank sebagai pelaku.
Terdapat perbedaan penggunaan istilah misalnya kejahatan di bidang
perbankan,kejahatan perbankan, kejahatan terhadap perbankan dan tindak pidana
perbankan. Kejahatan perbankan bisa diartikan sebagai tindak pidana di bidang
perbankan yang dalam pengertian ini mencangkup segala perbuatan yang melanggar
hukum yang ada kaitannya dengan bisnis perbankan. Dalam pengertian ini pula
1
Dosen Fakultas Hukum Universitas Narotama Surabaya
88
tercakup bank sebagai pelaku dan sebagai korban . Terhadap istilah seperti ini,banyak
orang yang tidak sependapat.Sebagian orang berpendapat sebagai kejahatan di bidang
perbankan, kejahatan perbankan, kejahatan terhadap perbankan dan tindak pidana
perbankan.
Moch Anwar dalam bukunya “Tindak Pidana bidang perbankan“ merumuskan
tindak pidana perbankan sebagai segala jenis perbuatan melangggar hukum yang
berhubungan dengan kegiatan-kegiatan dalam menjalankan usaha bank.2 Rumusan
seperti ini menurut penulis kurang komprehennsif,karena masih banyak kegiatankegiatan perbankan yang tidak ter-cover. Oleh karena itu,hendaknya rumusan tindak
pidana perbankan harus luwes yaitu segala perbuatan yang bertentangan dengan aturan
perundang-undangan dan kebiasaan-kebiasaan yang berhubungan dengan dunia
perbankan. Tindak pidana di bidang perbankan adalah segala jenis perbuatan melanggar
hukum yang berhubungan dengan kegiatan dalam menjalankan usaha bank, baik bank
sebagai sasaran maupun bank sebagai sarana. Sedangkan tindak pidana perbankan
merupakan tindak pidana yang dilakukan oleh bank.3
Kejahatan di bidang perbankan adalah kejahatan apapun yang menyangkut
perbankan.Misalnya pencucian uang yang selanjutnya disebut money laundering,
seseorang merampok bank adalah kejahatan di bidang perbankan, jadi pengertiannya
sangat luas. Sedangkan kejahatan perbankan adalah bentuk perbuatan yang telah
diciptakan oleh undang-undang perbankan yang merupakan larangan dan
keharusan,misalnya larangan mendirikan bank gelap dan pembocoran rahasia bank.
Perbedaan istilah ini menyebabkan/berpengaruh terhadap penegakan hukum,
kejahatan perbankan akan ditindak melalui ketentuan pidana, sedangkan kejahatan di
bidang perbankan ditindak melalui undang-undang di luar undang- undang perbankan.
Secara sederhana bisa dirumuskan bahwa tindak pidana perbankan adalah jenis
perbuatan melanggar hukum yang berhubungan dengan kegiatan menjalankan usaha
bank,baik baik sebagai sasaran maupun bank sebgai sarana,sedangkan tindak pidana
perbankan merupakan tindak pidana yang dilakukan oleh bank.
Kecermatan menentukan suatu perbuatan merupakan tindak pidana perbankan
atau tindak pidana di bidang perbankan perlu dilakukan.Hal ini mengingat dalam
proses/hukum acara terjadi perbedaan antara satu dengan yang lainnya.
Kegiatan pencucian uang hampir selalu melibatkan perbankan karena adanya
globalisasi perbankan sehingga melalui sistem pembayaran terutama yang bersifat
elektronik (electronic funds transfer), dana hasil kejahatan yang pada umumnya dalam
jumlah besar akan mengalir atau bahkan bergerak melampaui batas negara dengan
2
3
www.google.com/pengertian tindak pidana perbankan
www.google.com/perbedaan tindak pidana di bidang perbankan dengan tindak pidana
perbankan/rizal saputra
89
memanfaatkan faktor rahasia bank yang umumnya dijunjung tinggi oleh perbankan.
Demikian pula tidak hanya aspek hukum yang terkait dari kejahatan ini, tetapi juga
aspek non hukum lainnya seperti ekonomi, politik, dan sosial budaya
Berbagai kejahatan, baik yang dilakukan perseorangan maupun perusahaan
dalam batas wilayah negara maupun melintasi batas wilayah negara lain semakin
meningkat. Kejahatan dimaksud berupa perdagangan minuman keras, judi, perdagangan
gelap senjata, korupsi, penyelundupan. Agar tidak mudah dilacak oleh penegak hukum
mengenai asal-usul dana kejahatan tsb, maka pelakunya tidak langsung menggunakan
dana dimaksud tapi diupayakan untuk menyamarkan/menyembunyikan asal usul dana
tersebut dengan cara tradisional, misalnya melalui kasino, pacuan kuda
atau memasukkan dana tersebut ke dalam sistem keuangan atau perbankan. Upaya
untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul dana yang diperoleh dari tindak
pidana dimaksud dikenal dengan money laundering
Saat ini pelaku tindak kejahatan mempunyai banyak pilihan mengenai di mana
dan bagaimana mereka menginginkan uang hasil kejahatan menjadi kelihatan ‘bersih’
dan ‘sah menurut hukum’. Perkembangan teknologi perbankan internasional yang telah
memberikan jalan bagi tumbuhnya jaringan perbankan lokal/regional menjadi suatu
lembaga keuangan global telah memberikan kesempatan kepada pelaku money
laundering untuk memanfaatkan jaringan layanan tersebut yang berdampak uang hasil
transaksi ilegal menjadi legal dalam dunia bisnis di pasar keuangan internasional. Saat
ini kegiatan pencucian uang telah melewati batas juridiksi yang menawarkan tingkat
kerahasiaan yang tinggi atau menggunakan bermacam mekanisme keuangan
dimana uang dapat ‘bergerak’ melalui bank, money transmitters, kegiatan usaha bahkan
dapat dikirim ke luar negeri sehingga menjadi clean-laundered money.
Kejahatan money laundering tidak hanya merupakan permasalahan di
bidang penegakan hukum, namun juga menyangkut ancaman keamanan nasional dan
internasional suatu negar. Sehubungan dengan hal tersebut upaya untuk mencegah dan
memberantas praktik pemutihan uang telah menjadi perhatian internasional yang antara
lain dilakukan dengan melakukan kerjasama bilateral maupun multilateral
Rumusan Masalah
1.
2.
Apa pengertian tindak pencucian uang menurut UU 25 tahun 2003 ?
Apa upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pencucian uang menurut UU 25
tahun 2003 ?
Metode Penulisan
a. Pendekatan masalah
Penulisan ini menggunakan pendekatan secara yuridis normatif, yang
dilakukan dengan mengindentifikasi permasalahan yang menjadi pokok bahasan
90
kemudian dikaji berdasarkan peraturan perundang-undangan dengan menggunakan
bahan hukum
b. Sumber bahan hukum
(1) Bahan hukum primer :
Bahan hukum yang bersifat mengikat berupa peraturan perundangundangan yang berlaku dan ada kaitannya dengan permasalahannya yang
dibahas yang meliputi antara lain :
i. Undang - Undang No.1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang - Undang
Hukum Pidana;
ii. Undang - Undang No.15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian
Uang ;
iii. Undang - Undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan ;
iv. Undang – Undang No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia
v. Undang – Undang No.8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana ;
(2) Bahan hukum sekunder
Bahan hukum yang sifatnya menjelaskan bahan hukum primer, dalam hal
ini bahan hukum sekunder merupakan bahan hukum yang berupa buku-buku
literature, catatan kuliah, karya ilmiah dan berbagai artikel-artikel yang
berkaitan dengan permasalahan di atas baik yang dimuat di media cetak
maupun di situs-situs yang menampilkan penulisan hukum pidana dan/atau
tentang perbankan khususnya kejahatan pencucian uang dalam perbankan
PEMBAHASAN
A. TINJAUAN YURIDIS TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
1. Pengertian tindak pidana pencucian uang
Istilah pencucian uang atau money laudering telah di kenal sejak tahun 1930 di
Amerika Serikat,yaitu ketika Mafia membeli perusahaan yang sah dan resmi sebagai
salah satu strateginya .Investasi terbesar adalah perusahaan pencucian pakaian atau
Laundromat yang ketika itu terkenal di Amerika Serikat ,yaitu ketika Mafia membeli
perusahaan pencucian pakaian ini perkembang maju,dan berbagai perolehan uang hasil
kejahatan seperti dari cabang usaha lainnya ditanamkan ke perusahaan pencucian
pakaian ini,seperti uang hasil minuman keras illegal,hasil perjudian dan hasil usaha
pelacuran.4 Pada tahun 1980-an uang hasil kejahatan semakin berkembang,dengan
berkembangnya bisnis haram seperti perdagangan narkotik dan obat bius yang mencapai
miliarab rupiah sehingga kemudian muncul istilah narco dollar,yang berasal dari uang
haram perdagangan narkotika.5
4
Adrian Sutedi,Hukum Perbankan,Sinar Grafika,Jakarta.2006.hal.17
5
Ibid hal.18
91
Kejahatan pencucian uang ( money laundering ) belakangan ini makin mendapat
perhatian khusus dari berbagai kalangan, yang bukan saja dalam skala nasional, tetapi
juga meregional dan mengglobal melalui kerja sama antar negara-negara. Gerakan ini
terpicu oleh kenyataan di mana kini semakin maraknya kejahatan money laundering
dari waktu ke waktu, sementara kebenyakan negara belum menetapkan sistem
hukumnya untuk memerangi atau menetapkannya sebagai kejahatan yang harus
diberantas. Sebegitu besarnya dampak negatif yang ditimbulkannya terhadap
perekonomian suatu negara, sehingga negara-negara di dunia dan organisasi
internasional merasa tergugah dan termotivasi untuk menarik perhatian yang lebih
serius terhadap pencegahan dan pemberantasan kejahatan pencucian uang. Hal ini
didorong karena kejahatan money laundering mempengaruhi sistem perekonomian
khususnya menimbilkan dampak negatif baik secara langsung maupun tidak langsung.
Yang dimaksud dengan pencucian uang atau money laundering di Indonesia,
menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian
Uang memberikan definisi pencucian uang dalam Pasal 1 angka 1 yang berbunyi
sebagai berikut:
“Pencucian Uang adalah perbuatan menempatkan, mentransfer, membayarkan,
membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa
keluar negeri, menukarkan, atau perbuatan lainnya atas Harta Kekayaan yang
diketahuinya atau patut dicurigai merupakan hasil tindak pidana dengan maksud
untuk menyembunyikan, atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan sehinnga
seolah-olah menjadi Harta Kekayaan yang sah.”
Terdapat beberapa pengertian money laundering adalah Black’s Law Dictionary
mengartikan money laundering sebagai:
“Term used to describe investment or other transfer of money flowing from
racketeering, drug transaction, and other illegal sources into legitimate
channels so that its original source cannot be traced (istilah yang digunakan
untuk menggambarkan investasi atau pengalihan bentuk uang mengalir
pemerasan, transaksi narkoba, dan salah satu sumber yang ilegal ke saluran sah
sehingga sumber aslinya tidak dapat ditelusuri6”.
Konvensi PBB Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perdagangan Illegal
Narkotika, Obat- obatan Berbahaya dan Psikotropika Tahun 1988 (the United Nations
Convention Against Illicit Trafic in Narcotics, Drugs and Psychotropic Substances of
1988) mengartikan money laundering adalah “The convertion or transfer of property,
knowing that such property is derived from any serious (indictable) offence or offences,
or from act of participation in such offence or offences, for the purpose of concealing or
disguising the illicit of the property or of assisting any person who is involved in the
commission of such an offence or offences to evade the legal consequences of his
action; or The concealment or disguise of the true nature, source, location, disposition,
6
Henry Campbell Black, Black's Law Dictionary (Sixth Edition), St. Paul Minn. West
Publishing Co., 1990, hal. 884
92
movement, rights with respect to, or ownership of property, knowing that such property
is derived from a serious (indictable) offence or offences or from an act of participation
in such an offence or offences.“( Konversi atau pengalihan harta, mengetahui bahwa
kekayaan tersebut berasal dari serius (dpt dituduh) pelanggaran atau pelanggaran, atau
dari tindakan partisipasi dalam tindak pidana atau pelanggaran, untuk tujuan
menyembunyikan atau menyamarkan kekayaan yang tidak sah atau membantu apapun
orang yang terlibat dalam komisi seperti suatu pelanggaran atau pelanggaran untuk
menghindari konsekuensi hukum dari tindakannya, atau penyembunyian atau
penyamaran yang sifat benar, sumber, lokasi, sifat, gerakan, hak-hak yang berkaitan
dengan, atau kepemilikan properti, mengetahui bahwa kekayaan tersebut berasal dari
seorang yang serius (dpt dituduh) pelanggaran atau pelanggaran atau dari suatu tindakan
seperti partisipasi dalam suatu tindak pidana atau pelanggaran.)
Pengertian money laundering telah banyak dikemukakan oleh para ahli hukum.
Menurut Welling, money laundering adalah:
“money laundering is the process by wich one counceals the existence, illegal
source, or illegal applicaton of income, and tahan disguises that income to make
it appear legitimate (pencucian uang adalah proses yang satu counceals
keberadaan, sumber ilegal, atau ilegal applicaton pendapatan, dan tahan
penyamaran bahwa pendapatan untuk membuatnya tampak sah)”.
Pamela H. Bucy dalam bukunya yang berjudul White Collar Crime: Cases and
Marerial, definisi money laundering diberikan sebagai berikut:
“money laundering is the concealment of existence, nature of illegal source of
illicit fund in such a manner that the funds will appear legitimate if discovered
14 (pencucian uang adalah penyembunyian keberadaan, sifat ilegal sumber dana
ilegal sedemikian rupa sehingga dana akan muncul sah jika ditemukan)”
Dari beberapa definisi penjelasan mengenai apa yang dimaksud dengan
pencucian uang, dapat disimpulkan bahwa pencucian uang adalah kegiatan-kegiatan
yang merupakan proses yang dilakukan oleh seorang atau organisasi kejahatan terhadap
uang haram, yaitu uang yang berasal dari tindak kejahatan, dengan maksud
menyembunyikan asal usul uang tersebut dari pemerintah atau otoritas yang berwenang
melakukan penindakan terhadap tindak kejahatan dengan cara terutama memasukkan
uang tersebut ke dalam system keuangan (financial system) sehingga apabila uang
tersebut kemudian dikeluarkan dari system keuangan itu, maka uang tersebut telah
berubah menjadi sah.
Secara umum pencucian uang merupakan metode untuk menyembunyikan,
memindahkan, dan menggunakan hasil dari suatu tindak pidana, kegiatan organisasi
kejahatan, kejatan ekonomi, korupsi, perdagangan narkotik, dan kegiatan-kegiatan
lainnya yang merupakan aktivitas kejahan. Pencucian uang pada intinya melibatkan aset
(pendapatan/kekayaan) yang disamarkan sehinga dapat dipergunakan tanpa terdeteksi
bahwa asset tersebut berasal dari kegiatan yang legal. Melalui money laundering
pendapatan atau kekayaan yang berasal dari kegiatan yang melawan hukum diubah
menjadi aset keuangan yang seolah-olah berasal dari sumber yang sah/legal.
93
Dalam perkembangan selanjutnya, pengertian tindak pidana pencucian uang
diperluas tidak hanya kepada para pelaku langsung, tetapi juga mencakup pihak-pihak
yang membantu terjadinya kejahatan pencucian uang. Masuk dalam kategori ini
misalnya seseorang yang membantu orang lain untuk menyembunyikan sebuah rumah
yang diketahuinya atau patut diketahuinya dibeli dengan menggunakan uang hasil
korupsi, Undang-undang No. 15 Tahun 2002 di dalam Pasal 3 ayat (2) bahkan
memasukkan unsur percobaan, pembantuan, atau permufakatan melakukan tindak
pidana pencucian uang sebagai tindak pidana yang diancam pidana penjara dan pidana
denda.
Sebagaimana diketahui, pemanfaatan bank dalam kejahatan pencucian uang
dapat berupa:
a. menyimpan uang hasil tindak pidana dengan nama palsu;
b. menyimpan uang di bank dalam bentuk deposito/tabunganlrekening/giro;
c. menukar pecahan uang hasil kejahatan dengan pecahan lainnya yang lebih besar atau
kecil;
d. bank yang bersangkutan dapat diminta untuk memberikan kredit kepada nasabah
pemilik simpanan dengan jaminan uang yang disimpan pada bank yang
bersangkutan;
e. menggunakan fasilitas transfer atau EFT (Electronic Fund Transfer);
f. melakukan transaksi ekspor impor fiktif dengan menggunakan sarana Lie dengan
memalsukan dokumen-dokumen yang dilakukan bekerja sarna dengan oknum
pejabat terkait; dan
g. pendirian/pemanfaatan bank gelap
B. Proses Pencucian uang ( Money Laundryng )
Namun demikian, non-bank financial institution juga merupakan target yang tak
kalah menarik bagi para pelaku pencucian uang. Kenyataan menunjukkan bahwa dalam
beberapa tahun terakhir para pelaku pencucian uang telah membuat langkah terobosan
dengan mempergunakan lembaga keuangan non bank sebagai sarana pencucian uang.
Placement merupakan metode yang paling banyak digunakan oleh para pelaku dalam
hubungan dengan lembaga keuangan non bank. Perusahaan asuransi misalnya dapat
dimanfaatkan melalui pembelian asuransi jiwa yang merupakan suatu tahapan
melakukan placement dan sekaligus memuat unsur layering dan integration. Pengiriman
uang melalui perusahaan pengiriman uang (money transfer), placement pada lembaga
pembiayaan dan venture capital serta pelunasan pinjaman pada perusahaan sewa guna
usaha (leasing) merupakan modus-modus yang dapat digunakan oleh para pelaku
pencucian uang dengan menggunakan non-bank financial institution.
Secara sederhana, proses pencucian uang dapat dikelompokkan pada tiga
kegiatan, yakni placement, layering dan integration
94
a. Tahap placement
Tahap ini merupakan menempatakan dana yang dihasilkan dari suatu aktivitas
kriminal,misalnya dengan mendepositkan uang kotor tersebut ke dalam sistem
keuangan.sejumlah uang yang ditempatkan dalam suatu bank,akan kemudian
uang tersebut masuk ke dalam system keuangan negara yang bersangkutan.Jadi
misalnya melalui penyeludupan,ada penempatan dari uang tunai dari suatu
negara ke negara lain,menggabungkan antara uang tunai yang bersifat illegal itu
dengan uang yang diperoleh secara legal.Variasi lain dengan menempatakan
uang giral ke dalam deposito bank,ke dalam saham,mengkonversi dan
menstranfer ke dalam valuta asing. Bentuk kegiatan ini antara lain sebagai
berikut :
1. Menempatkan dana pada bank.
2. Menyetorkan uang pada bank pada bank sebagai pembayaran kredit
untuk mengaburkan audit trail.
3. Menyeludupkan uang tunai dari suatu negara ke negara lain.
4. Membiayai suatu usaha yang seolah-olah sah sehingga mengubah kas
menjadi kredit pembiayaan.
5. Membeli barang-barang berharga yang bernilai tinggi untuk keperluan
pribadi,membelikan hadiah yang nilainya tinggi / mahal sebagai
penghargaan / hadiah kepada pihak lain yang pembayarannya dilakukan
melalui bank atau perusahaaan jasa keuangan lain.
b. Tahap layering
Tahap kedua ini ialah dengan cara pelapisan(layering). Berbagai cara dapat
dilakukan melalui tahap pelapisan ini yang tujuannya menghilangkan jejak,baik
cirri-ciri aslinya atau asal usul dari uang tersebut.Misalnya melakukan transfer
dana dari beberapa rekening ke lokasi lainnya atau dari suatu negara ke negara
lain dan dapat dilakukan beberapa kali,memecah-mecah jumlah dananya di bank
dengan maksud mengaburkan asal usulnya,menstranfer dalam bentuk valuta
asing,membeli saham,melakukan transaksi derivative,dan lain-lain.Seringkali
pula terjadi bahwa si penyimpan dana tersebut bukan justru si pemilik sebenarnya dan si penyimpan dana itu sudah merupakan lapis-lapis yang jauh,karena
sudah diupayakan berkali-kali simpan menyimpan sebelumnya.
Bisa juga cara ini di lakukan misalnya si pemilik uang kotor meminta kredit
di bank dan dengan uang kotornya dipakai untuk membiayai suatu kegiatan
usaha secara legal. Dengan melakukan cara seperti ini,maka kelihatannya bahwa
kegiatan usahanya yang secara legal tersebut tidak merupakan hasil dari uang
kotor itu melainkan dari perolehan kredit bank tadi.
Bentuk kegiatan ini antara lain ;
1. Transfer dana dari suatu bank ke bank lain
2. Penggunaan simpanan tunai sebagai agunan untuk mendukung transaksi
yang sah
95
3. Memindahkan uang tunai lintas batas Negara melalui jaringan kegiatan
usaha yang sah.
c. Tahap integration
Tahap ini merupakan tahap menyatukan kembali uang-uang kotor tersebut
setelah melalui tahap-tahap placement atau layering di atas,yang untuk
selanjutnya uang tersebut dipergunakan dalam berbagai kegiatan-kegiatan
legal.Dengan cara ini akan tampak bahwa aktivitas yang dilakukan sekarang
tidak berkaitan dengan kegiatan-kegiatan illegal sebelumnya,dan tahap inilah
kemudian uang kotor itu tercuci.
Dalam Undang-Undang TPPU pengertian tindak pidana pencucian uang diatur
dalam pasal 3 dan pasal 6.Pasal3 menyebutkan, bahwa barang siapa yang dengan
sengaja menempatkan, mentransfer, membayarkan atau membelanjakan, menghibahkan
atau menyumbangkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, menukarkan, menyembunyikan asal-usul harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan
hasil tindak pidana, dipidana karena tindak pidana pencucian uang dengan pidana
penjara paling singkat lima tahun dan paling lama lima belas tahun dan denda. paling
sedikit lima miliar rupiah dan paling banyak lima belas miliar rupiah.Sementara itu
Pasal 6 Undang-undang yang sarna mengatur, bahwa setiap orang yang menerima atau
menguasai: penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan dan
penukaran harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil
tindak pidana, dipidana dengan dengan hukuman yang sarna seperti diatur dalam Pasal
3.
B. PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN
UANG
1. Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Menurut
Undang- Undang no.25 tahun 2003
Guna mencegah terjadinya tindak pidana pencucian uang maka menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang yang selanjutnya
disebut TPPU di bentuklah Pusat Pelaporan dan Analisis Keuangan yang
selanjutnya disebut PPATK. Lembaga ini merupakan lembaga independen yang
memiliki tugas dan wewenang untuk melakukan pemeriksaan atas tindakan-tindakan
yang dicurigai berkaitan dengan tindak pidana pencucian uang.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) atau The Indonesian Financial Transaction Reports and Analysis Centre (INTRAC) dibentuk
dengan kewenangan untuk melaksanakan kebijakan pencegahan dan pemberantasan
pencucian uang sekaligus membangun rezim anti pencucian uang di Indonesia.7
7
www.google.com/Pengertian PPATK/yeti ganarsih
96
Dengan ini maka pemberantasan tindak pidana sudah beralih orientasinya dari
“menindak pelakunya” kearah menyita “hasil tindak pidana”; Dengan dinyatakan
money laundering sebagai tindak pidana dan dengan adanya sistem pelaporan transaksi
dalam jumlah tertentu dan transaksi yang mencurigakan, maka hal ini lebih
memudahkan bagi para penegak hukum untuk menyelidiki kasus pidana sampai kepada
tokoh-tokoh yang ada dibelakangnya.8
Menurut Pasal 26 Undang-Undang No.25 Tahun 2003,fungsi Pusat Pelaporan
Analisis Transaksi Keuangan yang selanjutnya disebut PPATK mempunyai tugas
sebagai berikut :
a. Mengumpulkan menyimpan, menganalisis, mengevaluasi, informasi yang
diperoleh PPATK sesuai dengan dengan Undang-Undang ini;
b. Memantau catatan dalam buku daftar pengecualian yang dibuat oleh Penyedia
Jasa keuangan;
c. Membuat pedoman mengenai tata cara pelaporan transaksi keuangan
mencurigakan;
d. memberikan nasihat dan bantuan kepada instansi yang berwenang tentang
informasi yang diperoleh PPATK sesuai dengan ketentuan dalam Undang–
Undang ini;
e. membuat pedoman dan publikasi kepada Penyedia Jasa keuangan tentang
kewajibannya yang ditentukannya dalam Undang-Undang ini atau dengan
peraturan perundang- undangan lain,dan membantu dalam mendeteksi perilaku
nasabah yang mencurigakan;
f. memberikan rekomendasi kepada pemerintah mengenai upaya-upaya
pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang;
g. melaporkan hasil analisis transaksi keuangan yang berindikasi tindak pidana
pencucian uang kepada Kepolisian dan Kejaksaan;
h. membuat dan memberikan laporan mengenai hasil analisis transaksi keuangan
dan kegiatan lainnya secara berkala 6 (enam) bulan sekali kepada
Presiden,Dewan perwakilan rakyat,lembaga yang berwenang melakukan
pengawasan terhadap Penyedia Jasa Keuangan;
i. memberikan informasi kepada public tentang kinerja kelembagaan sepanjang
pemberian informasi tersebut tidak bertentangan dengan Undang – undang ini.
Wewenang PPATK, yaitu: Meminta dan menerima laporan dari Penyedia Jasa
Keuangan; Meminta informasi mengenai perkembangan penyidikan atau penuntutan
terhadap tindak pidana pencucian uang yang telah dilaporkan oleh penyidik atau
penuntut umum; Melakukan audit terhadap Penyedia Jasa Keuangan mengenai
kepatuhan, kewajiban sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang dan terhadap
pedoman pelaporan mengenai transaksi keuangan; Memberikan pengecualian kewajiban
pelaporanmengenai transaksi keuangan yang dilakukan secara tunai. Pesatnya kemajuan
teknologi dan arus globalisasi di sektor perbankan membuat industri ini menjadi lahan
empuk bagi para pelaku kejahatan pencucian uang. Pelaku kejahatan dapat
memanfaatkan bank untuk kegiatan pencucian uang.
8
www.kompas.com
97
Sesuai Pasal 26 Undang – Undang TPPU, tugas PPATK antara lain:
mengumpulkan, menyimpan, menganalisis, dan mengevaluasi informasi yang diperoleh,
membuat pedoman mengenai tata cara pelaporan transaksi keuangan yang
mencurigakan, memberikan nasihat dan bantuan kepada instansi lain yang berwenang
mengenai informasi yang diperoleh sesaui ketentuan Undang - Undang, memberikan
rekomendasi kepada Pemerintah sehubungan dengan pencegahan dan pemberantasan
tindak pidana pencucian uang, melaporkan hasil analisis terhadap transaksi keuangan
yang berindikasi tindak pidana pencucian uang kepada Kepolisian untuk kepentingan
penyidikan dan Kejaksaan untuk kepentingan penuntutan dan pengawasan, membuat
dan menyampaikan laporan mengenai analisis transaksi keuangan dan kegiatan lainnya
secara berkala kepada Presiden, DPR dan lembaga yang berwenang melakukan
pengawasan bagi Penyedia Jasa Keuangan yang selanjutnya disebut PJK.
Sedangkan kewenangan PPATK sesuai Pasal 27 antara lain: meminta dan
menerima laporan dari PJK, meminta informasi mengenai perkembangan penyidikan
atau penuntutan terhadap tindak pidana pencuian uang yang telah dilaporkan kepada
penyidik atau penunut umum.
Dari tugas dan kewenangan yang diamanatkan oleh Undang – Undang Tindak
Pidana Pencucian Uang, maka PPATK setidaknya memiliki 5 fungsi yaitu intelijen
keuangan, regulator, koordinator, mediator dan pembantuan dalam penegakan hukum
sebagai berikut :
a. PPATK sebagai intelijen keuangan.
Sebagai intelijen keuangan, PPATK melakukan kegiatan :
1) Pengumpulan data (Data Collection) yaitu pengumpulan berbagai informasi
dari segala sumber baik dari aparat penegak hukum, PJK maupun individual,
seperti : laporan yang diwajibkan oleh UU TPPU kepada PJK dan Ditjend Bea
dan Cukai; informasi dari regulator; hasil penyelidikan dan penyidikan pihak
Kepolisian; informasi dari kantor imigrasi; dan hasil permintaan informasi dari
pihak lain.
2) Evaluasi data (data evaluation) yaitu melakukan penyaringan data atau informasi
yang diterimaagar proses analisis dapat dilakukan dengan lebih baik dan pada
gilirannya dapat dihasilkan suatu kesimpulan yang relatif tepat.
3) Penyimpanan (collation) yaitu kegiatan penyimpanan secara aman dan rapi
terhadap informasi benar-benar relevan melalui system peng-index-an dan cross
referenced.
4) Analysis adalah proses penggabungan dan pengkajian atas semua informasi
yang dimiliki sehingga nantinya dapat membentuk suatu pola atau arti tersendiri.
Berdasarkan pola tersebut dapat dibuat suatu hipotesa atau beberapa hipotesa
yang tentunya masih perlu dilakukan pengujian atas hipotesa tersebut. Dalam
melakukan kegiatan analisis ini, dapat digunakan suatu analytical tools &
techniques seperti link charting, event charting, flow charting, activity charting,
dan data correlation
5) Dissemination of Intelligence yaitu penyampaian hasil analisis (kesimpulan /
ramalan / perkiraan) yang didapat dari ke-empat proses di atas kepada pihakpihak yang membutuhkan seperti aparat penegak hukum, regulator atau pihak
lainnya. Penyampaian informasi intelijen kepada pihak lain harus
memperhatikan ketentuan “3 C’s” yaitu clear, concise and clock. Berkaitan
98
dengan tugas ini, PPATK telah menyerahkan 411 kasus ke penegak hukum (406
kasus ke Polri, 5 kasus ke Kejaksaan).
6) Re-evaluation adalah proses review yang dilakukan secara berkesinambungan
atas seluruh proses intelijen yang dilakukan. Hal ini bertujuan untuk
mengidentifikasi setiap kelemahan/kekurangan yang ada dalam setiap tahapan
proses intelijen. Dengan demikian kelemahan yang ada tersebut dapat segera
ditanggulangi.
b. PPATK dalam kewenangan mengeluarkan pengaturan.untuk membantu PJK dalam
mengidentifikasi transaksi keuangan mencurigakan dan melaporkannya kepada
PPATK, PPATK telah menerbitkan Keputusan Kepala PPATK yang berisi pedoman
bagi penyedia jasa keuangan. No. 2/4/KEP.PPATK/2003 Tentang Pedoman
Identifikasi Transaksi Keuangan Mencurigakan Bagi Penyedia Jasa Keuangan,
tanggal 15 Oktober 2003. Pedoman ini berlaku bagi PJK berbentuk bank umum,
Bank Perkreditan Rakyat, perusahaan efek, pengelola reksa dana, bank kustodian,
perusahaan perasuransian, dana pensiun, dan lembaga pembiayaan. Pedoman ini
dikeluarkan dalam rangka memberikan pemahaman dan acuan kepada PJK tentang
bagaimana melakukan identifikasi transaksi keuangan mencurigakan dengan tepat,
untuk menghasilkan laporan LTKM yang berkualitas.
PPATK juga telah mengeluarkan Keputusan Kepala PPATK No. 2/6/KEP.PPATK/
2003 Tentang Pedoman Tata Cara Pelaporan Transaksi Keuangan Mencurigakan
Bagi Penyedia Jasa Keuangan, tanggal 15 Oktober 2003. Pedoman ini berlaku bagi
PJK bank umum, BPR, perusahaan efek, pengelola reksa dana, bank kustodian,
perusahaan perasuransian, dana pensiun, dan lembaga pembiayaan. Pedoman ini
diperlukan agar penyampaian laporan transaksi keuangan mencurigakan oleh PJK
dapat dilakukan secara tepat, benar dan dapat dipertanggungjawabkan, mengingat
laporan tersebut merupakan salah satu sumber informasi utama yang diperlukan
dalam pelaksanaan tugas PPATK.
Kedua pedoman di atas melengkapi Keputusan Kepala PPATK No. 2/1/KEP.PPATK/
2003 Tentang Pedoman Umum Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang Bagi Penyedia Jasa Keuangan, tanggal 9 Mei 2003, yang berlaku
bagi seluruh PJK. Tujuan pedoman umum ini adalah untuk memberikan gambaran
umum mengenai rezim anti pencucian uang yang dapat digunakan sebagai acuan
bagi PJK untuk membantu mendeteksi kegiatan pencucian uang.
Selain itu juga untuk memberikan pemahaman yang sama kepada setiap PJK atau
pihak lain yang terkait dalam penanganan tindak pidana pencucian uang. Di samping
itu, ketentuan lain yang telah dikeluarkan oleh PPATK, yaitu :
Keputusan Kepala PPATK No. 2/5/KEP.PPATK/2003 tentang Tata Cara
Pelaporan Transaksi Keuangan Mencurigakan Bagi PJK (Pedoman III)
Keputusan Kepala PPATK No. 2/5/KEP.PPATK/2003 tentang Tata Cara
Pelaporan Transaksi Keuangan Mencurigakan Bagi PJK (Pedoman III)
Keputusan Kepala PPATK No. 2/7/KEP.PPATK/2003 tentang Tata Cara
Pelaporan Transaksi Keuangan Mencurigakan Bagi PVA dan UJPU (Pedoman
IIIA)
99
-
Keputusan Kepala PPATK No. 3/1/KEP.PPATK/2004 tentang Pedoman
Laporan Transaksi Tunai dan Tata Cara Pelaporannya Bagi PJK (Pedoman IV)
-
Keputusan Kepala PPATK No. 3/9/KEP.PPATK/2004 tentang Transaksi
Keuangan Tunai Yang Dikecualikan Dari Kewajiban Laporan.
c. Mediator antara sektor lembaga keuangan dan penegakan hukum.
d. Pembantuan (assistancy) dalam penegakan hukum
PPATK senantiasa memberikan bantuan dalam upaya penegakan hukum terkait
dengan tindak pidana berdimensi ekonomi melalui pemberian informasi transaksi
keuangan. Di samping itu, PPATK sering pula dimintai keterangannya sebagai ahli
dalam kasus tindak pidana pencucian uang.
e. Pengawasan kepatuhan
Dalam rangka meningkatkan efektifitas pelaksanaan pelaporan, sejak Juli 2005 sd.
Juni 2006 telah dilakukan audit kepada 28 kantor bank di beberapa daerah seperti
Jakarta, Surabaya, Lampung, Mataram, Kupang, Medan, Palembang, Manado,
Padang, Makasar, Ambon, Balikpapan, dan Pontianak. Audit juga dilakukan terhadap
23 Penyedia Jasa Keuangan berbentuk non-bank.
B. Penegakan hukum tindak pidana pencucian uang
Undang–Undang tindak pidana pecucian uang menetapkan perbuatan-perbuatan
yang tergolong tindak pidana pencucian uang adalah
a. Perbuatan yang dengan sengaja menempatkan, mentransfer, membayarkan atau
membelanjakan, menghibahkan atau menyumbangkan, menitipkan, membawa
ke luar negeri, menukarkan atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang
diketahui atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana, dengan maksud
menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan yang
diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana (Pasal 3 ayat
1)
b. Perbuatan percobaan, pembantuan atau permufakatan jahat untuk melakukan
tindak pidana pencucian uang (Pasal 3 ayat 2).
c. Perbuatan menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran,
hibah, sumbangan, penitipan, penukaran harta kekayaan yang diketahuinya atau
patut diduganya merupakan hasil tindak pidana (Pasal 6 ayat 1).Tindak pidana
lainnya yang berkaitan dengan pencucian uang dengan pemberian sanksi pidana
dalam UU TPPU adalah :
1. Penyedia Jasa Keuangan yang dengan sengaja tidak menyampaikan
laporan yang diwajibkan dipidana dengan pidana denda paling sedikit
Rp250 juta dan paling banyak Rp1.000 juta (Pasal 8).
2. Setiap orang yang tidak melaporkan pembawaan uang tunai dalam rupiah
sejumlah Rp100 juta atau lebih atau mata uang asing yang nilainya setara
yang dibawa ke dalam atau ke luar wilayah negara Republik Indonesia
(Pasal 9).
100
3. PPATK, penyidik, saksi, penuntut umum, hakim atau orang lain yang
terkait dengan perkara tindak pidana pencucian uang yang sedang
diperiksa, melanggar larangan menyebut identitas pelapor (Pasal 10).
4. Direksi, pejabat, atau pegawai penyedia jasa keuangan yang
memberitahukan kepada pengguna jasa keuangan atau orang lain baik
langsung atau tidak langsung mengenai laporan transaksi keuangan
mencurigakan yang sedang disusun atau telah disampaikan kepada
PPATK, dipidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 5 tahun
serta denda paling sedikit Rp100 juta dan paling banyak Rp1.000 juta
(Pasal 17A)
5. Pejabat atau pegawai PPATK atau penyelidik/penyidik, penuntut umum,
hakim dan siapapun juga yang membocorkan informasi yang diwajibkan
oleh UU TPPU karena melaksanakan tugasnya, apabila sengaja dipidana
penjaran 5 sampai dengan 15 tahun dan jika tidak sengaja dipidana
penjara 1 sampai dengan 3 tahun (Pasal 10A).
Undang–Undang tindak pidana pencucian uang telah mengatur adanya
perlindungan bagi perusahaan jasa keuangan.perlindungan tersebut adalah :
1) Perusahaan jasa keuangan tidak terkena sanksi rahasia bank (Pasal 47 ayat 2 UU
Perbankan) dalam hal :
a. Melaksanaan kewajiban pelaporan kepada PPATK sebagaimana diatur
dalam Pasal 13 (Pasal 14)
b. Memberikan informasi dan segala keterangan kepada PPATK dlm
rangka audit (Pasal 27 ayat 3)
c. Memberikan keterangan rahasia bank kepada penyidik, penuntut umum
dan hakim (Pasal 33 ayat 2)
2) Perusahaan Jasa Keuangan, pejabat, serta pegawainya tidak dapat dituntut baik
secara perdata dan pidana atas pelaksanaan kewajiban pelaporan (Pasal 15 dan
Pasal 43)
3) Pihak pelapor diberikan perlindungan khusus oleh negara dari kemungkinan
ancaman yang membahayakan diri, jiwa, dan atau hartanya termasuk
keluarganya (Pasal 40 ayat 1)
4) Dalam praktek, perlindungan bisa berasal dari Perusahaan Jasa Keuangan itu
sendiri terkait dengan pembocoran informasi atas laporan transaksi keuangan
mencurigakan yang sedang disusun atau sudah dilaporkan kepada PPATK (
Pasal 17A). Di samping itu, untuk memberikan perlindungan (back up) sehingga
nasabah terlapor tidak mengetahui bahwa transaksinya telah dilaporkan kepada
PPATK adalah terdapat ketentuan bahwa pejabat atau pegawai PPATK,
Penyidik, Penuntut Umum dan Hakim wajib merahasiakan dokumen dan
keterangan yang diperoleh (Pasal 10A ayat 1), sumber keterangan dan laporan
transaksi keuangan wajib dirahasiakan dalam persidangan (Pasal 10 A ayat 2)
dan kewajiban bagi hakim untuk mengingatkan kepada semua pihak agar tidak
mengungkap identitas pelapor (Pasal 41). Lebih dari itu, perlindungan juga bisa
muncul karena proses penegakan hokum pencucian itu sendiri, yaitu bahwa
laporan transaksi keuangan yang disampaikan perusahaan jasa keuangan, oleh
PPATK tidak diteruskan kepada siapapun, Berita Acara pemeriksaan oleh
penyidik atas dugaan tindak pidana pencucian uang atas dasar temuan penyidik
yang bersangkutan (bukan atas dasar hasil analisis PPATK atau laporan
101
perusahaan jasa keuangan), dan pada umumnya, kasus pencucian uang
melibatkan beberapa perusahaan jasa keuangan dan lembaga lain baik di dalam
maupun di luar negeri
Untuk lebih menguatkan upaya perlindungan di atas, Kapolri telah
mengeluarkan peraturan pelaksanaannya yaitu Peraturan Kapolri No.Pol.: 17 Tahun
2005 tentang Tata Cara Pemberian Perlindungan Khusus Terhadap Pelapor dan Saksi
Dalam TPPU. Dalam ketentuan ini, antara lain diatur bahwa pemberi Perlindungan
Khusus adalah Aparat Kepolisian Negara Republik Indonesia, sedangkan
pemohon/penerima Perlindungan Khusus : Pelapor, Saksi, PPATK, Penyidik, Penuntut
Umum dan Hakim. Lebih lanjut dijelaskan bahwa : Pelapor adalah : (a) Reporting
Parties/Pihak Pelapor/PJK dan (b) setiap orang yang melaporkan dugaan terjadinya
TPPU; saksi adalah orang yg memberi keterangan dalam penyidikan, penuntutan dan
peradilan tentang perkara TPPU yg didengar, dilihat dan atau dialami sendiri; dan
Keluarga adalah keluarga inti (suami/istri dan anak dari pelapor dan saksi). Sedangka
yang dilindungi adalah : keamanan pribadi dari ancaman fisik atau mental; harta benda;
perahasiaan dan penyamaran identitas; dan pemberian keterangan tanpa bertatap muka
(konfrontasi) dengan tersangka atau terdakwa.
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pencucian uang atau money laundry adalah perbuatan menempatkan, mentransfer,
membayarkan, membelanjakan, menghibahkan,menyumbangkan, menitipkan,
membawa keluar negeri, menukarkan atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan
yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan maksud
untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan sehingga
seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah.
2. Guna mencegah terjadinya tindak pidana pencucian uang maka menurut UndangUndang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 25
Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang yang selanjutnya disebut TPPU
di bentuklah Pusat Pelaporan dan Analisis Keuangan yang selanjutnya disebut
PPATK. Lembaga ini merupakan lembaga independen yang memiliki tugas dan
wewenang untuk melakukan pemeriksaan atas tindakan-tindakan yang dicurigai
berkaitan dengan tindak pidana pencucian uang.
B. Saran
1. Upaya pencegahan dilakukan baik di tiap negara ( secara domestik ) maupun secara
internasional. Namun inti dari langkah pencegahan baik secara domestik dan
internasional adalah sama, yaitu memperketat aliran dana yang masuk maupun
keluar dari suatu negara. Seperti yang dilakukan bank yang mulai memperketat asal
usul dana yang akan di simpan oleh nasabah. Selain itu, dengan adanya United
Nations Convention AgainstIllicit Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropic
Substances atau yang lebih dikenal UN Drugs Convention, diharapkan dapat
meningkatkan kerjasama antar negara dan meningkatkan komitmen untuk
memberantas money laundry.
102
2. Upaya untuk mencegah terjadinya pencucian uang di Indonesia, dibutuhkan
partisipasi dan dukungan masyarakat. Sekalipun ada ketentuan tentang anti
pencucian uang, tidak ada yang perlu dikhawatirkan untuk menyimpan uang di
bank. Jika uang Anda bersih, kenapa harus risih?
103
DAFTAR PUSTAKA
Adrian Sutedi,Hukum Perbankan,Sinar Grafika,Jakarta.2006.
Henry Campbell Black, Black's Law Dictionary (Sixth Edition), St. Paul Minn.
West
Undang - Undang No.1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang - Undang Hukum
Pidana;
Undang - Undang No.15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang ;
Undang - Undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan ;
Undang – Undang No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia
Undang – Undang No.8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
www.google.com/pengertian tindak pidana perbankan
www.google.com/perbedaan tindak pidana di bidang perbankan dengan tindak
pidana perbankan/rizal saputra/
Publishing Co., 1990, www.google.com/Pengertian PPATK/yeti ganarsih/17 juli
2010
www.kompas.com
Download