BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Status Gizi Balita Status gizi

advertisement
13
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Status Gizi Balita
Status gizi diartikan sebagai status kesehatan yang dihasilkan oleh
keseimbangan antara kebutuhan dan masukan zat gizi. Status gizi sangat ditentukan
oleh ketersediaan zat gizi dalam jumlah cukup dan dalam kombinasi waktu yang tepat
di tingkat sel tubuh agar berkembang dan berfungsi secara normal. Status gizi
ditentukan oleh sepenuhnya zat gizi yang diperlukan tubuh dan faktor yang
menentukan besarnya kebutuhan, penyerapan, dan penggunaan zat-zat tersebut
Kebutuhan bahan makanan pada setiap individu berbeda karena adanya
variasi genetik yang akan mengakibatkan perbedaan dalam proses metabolisme.
Sasaran yang dituju yaitu pertumbuhan yang optimal tanpa disertai oleh keadaan
defisiensi gizi. Status gizi yang baik akan turut berperan dalam pencegahan terjadinya
berbagai penyakit, khususnya penyakit infeksi dan dalam tercapainya tumbuh
kembang anak yang optimal. (Triaswulan, 2012).
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan
penggunaan zat-zat gizi. Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi adalah
konsumsi makanan dan pengguanan zat-zat gizi dalam tubuh. Tubuh yang
memperoleh cukup zat-zat gizi dan digunakan secara efisien akan mencapai status
gizi yang optimal. Defisiensi zat mikro seperti vitamin dan mineral memberi dampak
pada penurunan status gizi dalam waktu yang lama (Soekirman, 2012).
13
Universitas Sumatera Utara
14
2.1.1. Zat Gizi yang Diperlukan Anak Balita
1. Energi
Energi dalam makanan berasal dari nutrisi karbohidrat, protein, dan lemak.
Setiap gram protein menghasilkan 4 kalori, lemak 9 kalori dan 13 karbohidrat 4
kalori. Distribusi kalori dalam makanan anak yang dalam keseimbangan diet
(balanced diet) ialah 15% berasal dari protein, 35% dari lemak dan 50% dari
karbohidrat. Kelebihan energi yang tetap setiap hari sebanyak 500 kalori, dapat
menyebabkan kenaikan berat badan 500 gram dalam seminggu (Soekirman, 2012).
Tabel 2.1. Angka Kecukupan Energi Untuk Anak Balita
Golongan Umur
Kecukupan Energi
1
990
1-3
1200
4-5
1620
Sumber: Soekirman, 2012
2.
Kal/kg BB/hari
110
100
90
Protein
Nilai gizi protein ditentukan oleh kadar asam amino esensial. Akan tetapi
dalam praktek sehari-hari umumnya dapat ditentukan dari asalnya. Protein hewani
biasanya mempunyai nilai yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan protein nabati.
Protein telur dan protein susu biasanya dipakai sebagai standar untuk nilai gizi
protein.
Nilai gizi protein nabati ditentukan oleh asam amino yang kurang (asam
amino pembatas), misalnya protein kacang-kacangan. Nilai protein dalam makanan
orang Indonesia sehari-hari umumnya diperkirakan 60% dari pada nilai gizi protein
telur (Soekirman, 2012).
Universitas Sumatera Utara
15
Tabel 2.2. Angka Kecukupan Protein Anak Balita (gr/kgBB sehari )
Umur (tahun)
1
2
3
4
5
Sumber: Soekirman, 2012
3.
Gram / hari
1,27
1,19
1,12
1,06
1,01
Lemak
Lemak merupakan komponen struktural dari semua sel-sel tubuh, yang
dibutuhkan oleh ratusan bahkan ribuan fungsi fisiologis tubuh (McGuire & Beerman,
2011). Lemak terdiri dari trigliserida, fosfolipid dan sterol yang masing-masing
mempunyai fungsi khusus bagi kesehatan manusia. Sebagian besar (99%) lemak
tubuh adalah trigliserida. Trigliserida terdiri dari gliserol dan asam-asam lemak.
Disamping mensuplai energi, lemak terutama trigliserida, berfungsi menyediakan
cadangan energi tubuh, isolator,
pelindung organ dan menyediakan asam-asam
lemak esensial (Soekirman, 2012).
Tabel 2.3. Tingkat Kecukupan Lemak Anak Balita
Umur
0-5 bulan
6-11 bulan
1-3 tahun
4-6 tahun
Sumber : Hardinsyah, 2012
4.
Gram
31
36
44
62
Vitamin dan Mineral
Pada dasarnya dalam ilmu gizi, nutrisi atau yang lebih dikenal dengan zat gizi
dibagi menjadi 2 macam, yaitu makronutrisi dan mikronutrisi. Makronutrisi terdiri
Universitas Sumatera Utara
16
dari protein, lemak, karbohidrat dan beberapa mineral yang dibutuhkan tubuh dalam
jumlah yang besar. Sedangkan mikronutrisi (mikronutrient) adalah nutrisi yang
diperlukan tubuh dalam jumlah sangat sedikit (dalam ukuran miligram sampai
mikrogram), seperti vitamin dan mineral.
Vitamin adalah zat-zat organik kompleks yang dibutuhkan tubuh dalam
jumlah sangat kecil. Vitamin dibagi menjadi 2 kelompok yaitu vitamin yang larut
dalam air (vitamin B dan C) dan vitamin yang tidak larut dalam air (vitamin A, D, E
dan K). Satuan untuk vitamin yang larut dalam
lemak dikenal dengan Satuan
Internasional (S.I) atau I.U (International Unit). Sedangkan yang larut dalam air maka
berbagai vitamin dapat diukur dengan satuan milligram atau mikrogram.
Mineral merupakan bagian dari tubuh dan memegang peranan penting dalam
pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat sel, jaringan, organ maupun fungsi
tubuh secara keseluruhan, berperan dalam berbagai tahap metabolisme, terutama
sebagai kofaktor dalam aktivitas enzim-enzim (Soekirman, 2012).
Tabel 2.4. Tingkat Kecukupan Vitamin dan Mineral Anak Balita
Umur
Kalsium
(mg)
0-5 bulan
200
6-11 bulan
400
1-3 tahun
500
4-6 tahun
500
Sumber : Hardinsyah, 2012
Fosfor
(mg)
100
225
400
400
Zat besi
(mg)
0,5
7
8
9
Vitamin A
(RE)
375
400
400
450
Vitamin C
(mg)
40
40
40
45
Universitas Sumatera Utara
17
2.1.2. Angka Kecukupan Gizi
Angka kecukupan gizi (AKG) adalah jumlah zat-zat gizi yang hendaknya
dikonsumsi setiap hari untuk jangka waktu tertentu sebagai bagian dari diet normal
rata-rata orang sehat (Soekirman, 2012). Keadaan gizi seseorang merupakan
gambaran apa yang dikonsumsinya dalam jangka waktu yang cukup lama.
Kecukupan gizi dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, aktifitas, berat badan
dan tinggi badan, genetika serta keadaan hamil dan menyusui. Anjuran kecukupan
gizi adalah jumlah yang diperkirakan cukup untuk memelihara kesehatan orang pada
umumnya. Kecukupan energi bayi dan balita relatif lebih besar dibandingkan dengan
orang dewasa sebab pada usia tersebut pertumbuhan masih sangat pesat. Disini juga
tampak bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara perempuan dan laki-laki
dalam hal kebutuhan energi dan proteinnya.
Kegunaan angka kecukupan gizi adalah untuk:
1.
Menilai kecukupan gizi yang telah dicapai melalui konsumsi makanan bagi
penduduk atau golongan masyarakat tertentu yang didapatkan dari hasil survey
gizi atau makanan.
2.
Perencanaan pemberian makanan tambahan balita maupun perencanaan makanan
institusi.
3.
Perencanaan penyediaan pangan tingkat nasional.
Kekurangan salah satu zat gizi dapat menimbulkan konsekuensi berupa
penyakit ataupun bila kekurangan hanya marginal atau ringan dapat menimbulkan
Universitas Sumatera Utara
18
gangguan yang sifatnya lebih ringan atau menurunnya kemampuan fungsi. Bila
kekurangan tersebut hanya marginal saja, tidak dijumpai penyakit defisiensi yang
nyata, tetapi akan timbul konsekuensi fungsional yang lebih ringan dan kadangkadang tidak disadari kalau hal tersebut karena faktor gizi (Soekirman, 2012).
2.1.3. Faktor- faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Balita
Faktor yang secara langsung dan tidak langsung mempengaruhi status gizi
adalah asupan makanan dan penyakit infeksi. Berbagai faktor yang melatarbelakangi
kedua faktor tersebut misalnya faktor ekonomi dan keluarga (Soekirman, 2012).
1. Ketersediaan dan Konsumsi Pangan
Penilaian konsumsi pangan rumah tangga atau secara perorangan merupakan
cara pengamatan langsung yang dapat menggambarkan pola konsumsi penduduk
menurut daerah, golongan sosial ekonomi dan sosial budaya. Konsumsi pangan lebih
sering digunakan sebagai salah satu teknik untuk memajukan tingkat keadaan gizi.
Penyebab masalah gizi yang pokok di tempat paling sedikit dua pertiga dunia
adalah kurang cukupnya pangan untuk pertumbuhan normal, kesehatan, dan kegiatan
normal. Kurang cukupnya pangan berkaitan dengan ketersediaan pangan dalam
keluarga. Tidak tersedianya pangan dalam keluarga yang terjadi terus menerus akan
menyebabkan terjadinya penyakit kurang gizi (Winarto, 2002).
Gizi kurang merupakan keadaan tidak sehat karena tidak cukup makan dalam
jangka waktu tertentu. Kurangnya jumlah makanan yang dikonsumsi baik secara
kualitas maupun kuantitas dapat menurunkan status gizi. Anak yang makanannya
Universitas Sumatera Utara
19
tidak cukup maka daya tahan tubuhnya akan melemah dan mudah terserang infeksi
(Winarto, 2000).
2.
Infeksi
Penyakit infeksi dan keadaan gizi anak merupakan 2 hal yang saling
mempengaruhi. Dengan infeksi, nafsu makan anak mulai menurun dan mengurangi
konsumsi makanannya, sehingga berakibat berkurangnya zat gizi ke dalam tubuh
anak. Dampak infeksi yang lain adalah muntah dan mengakibatkan kehilangan zat
gizi. Infeksi yang menyebabkan diare pada anak mengakibatkan cairan dan zat gizi di
dalam tubuh berkurang. Kadang-kadang orang tua juga melakukan pembatasan
makan akibat infeksi yang diderita dan menyebabkan asupan zat gizi sangat kurang
sekali bahkan bila berlanjut lama mengakibatkan terjadinya gizi buruk.
Diare merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian pada anak di
negara berkembang. Sekitar 80% kematian yang berhubungan dengan diare terjadi
pada 2 tahun pertama kehidupan. Penyebab utama kematian karena diare adalah
dehidrasi sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit melalui tinjanya. Diare
menjadi penyebab penting bagi kekurangan gizi. Hal ini disebabkan oleh adanya
anoreksia pada penderita diare, sehingga anak makan lebih sedikit daripada biasanya
dan kemampuan menyerap sari makanan juga berkurang. Padahal kebutuhan tubuh
akan makanan meningkat akibat dari adanya infeksi. Setiap episode diare dapat
menyebabkan kekurangan gizi, sehingga bila episodenya berkepanjangan maka
dampaknya terhadap pertumbuhan anak akan meningkat. Diare secara epidemiologik
Universitas Sumatera Utara
20
didefinisikan sebagai keluarnya tinja yang lunak atau cair tiga kali atau lebih dalam
satu hari. Secara klinik ada tiga macam sindroma diare.
Selain diare, Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) juga merupakan salah
satu panyakit infeksi yang erat kaitannya dengan masalah gizi. Tanda dan gejala
penyakit ISPA ini bermacam-macam antara lain batuk, kesulitan bernafas,
tenggorakan kering, pilek demam dan sakit telinga. ISPA disebabkan lebih dari 300
jenis bakteri, virus dan rickettsia. Pada anak umur 12 bulan dan batuk sebagai salah
satu gejala infeksi saluran pernafasan hanya memiliki asosiasi yang signifikan dengan
perubahan berat badan, tidak dengan perubahan tinggi badan (Depkes RI, 2010).
3.
Pengetahuan Gizi
Pengetahuan tentang gizi adalah kepandaian memilih makanan yang merupakan
sumber zat-zat gizi dan kepandaian dalam mengolah bahan makanan. Status gizi yang
baik penting bagi kesehatan setiap orang, termasuk ibu hamil, ibu menyusui dan
anaknya. Pengetahuan gizi memegang peranan yang sangat penting dalam
penggunaan dan pemilihan bahan makanan dengan baik sehingga dapat mencapai
keadaan gizi yang seimbang.
4.
Tingkat Pendapatan
Tingkat pendapatan sangat menentukan bahan makanan yang akan dibeli.
Pendapatan merupakan faktor yang penting untuk menetukan kualitas dan kuantitas
makanan, maka erat hubungannya dengan gizi. Keluarga dengan pendapatan terbatas
kemungkinan besar akan kurang dapat memenuhi kebutuhan makanannya terutama
untuk memenuhi kebutuhan zat gizi anggota keluarganya.
Universitas Sumatera Utara
21
Tingkat pendapatan dapat menentukan pola makan. Pendapatan merupakan
faktor yang terpenting menentukan kualitas dan kuantitas hidangan keluarga.
Semakin tinggi penghasilan, semakin besar pula persentase dari penghasilan tersebut
untuk membeli buah, sayur dan beberapa jenis bahan makanan lainnya (Parsiki,
2003).
Pendapatan dianggap sebagai salah satu determinan utama dalam dalam diet
dan status gizi. Ada kecenderungan yang relevan terhadap hubungan pendapatan dan
kecukupan gizi keluarga. Hukum Perisse mengatakan jika terjadi peningkatan
pendapatan, maka makanan yang dibeli akan lebih bervariasi (Parsiki, 2003). Selain
itu menurut hukum ekonomi (hukum Engel) yang disebutkan bahwa mereka yang
berpendapatan sangat rendah akan selalu membeli lebih banyak makanan sumber
karbohidrat, tetapi jika pendapatannya naik maka makanan sumber karbohidrat yang
dibeli akan menurun diganti dengan makanan sumber hewani dan produk sayuran
(Soekirman, 2010).
Pada tingkat keluarga, penurunan daya beli akan menurunkan kualitas dan
kuantitas pangan serta aksesibilitas pelayanan kesehatan terutama sekali bagi warga
kelas ekonomi bawah. Hal ini akan berdampak negatif terhadap kesehatan anak yang
rentan terhadap gangguan gizi dan kesehatan. Besarnya pendapatan yang diperoleh
setiap keluarga tergantung dari pekerjaan mereka sehari-hari. Pendapatan dalam satu
keluarga akan mempengaruhi aktivitas keluarga dalam pemenuhan kebutuhan
sehingga akan menentukan kesejahteraan keluarga termasuk dalam perilaku gizi
seimbang (Yuliana, 2004).
Universitas Sumatera Utara
22
5.
Besar Keluarga
Besar keluarga atau banyaknya anggota keluarga berhubungan erat dengan
distribusi dalam jumlah ragam pangan yang dikonsumsi anggota keluarga.
Keberhasilan penyelenggaraan pangan dalam satu keluarga akan mempengaruhi
status gizi keluarga tersebut. Besarnya keluarga akan menentukan besar jumlah
makanan yang dikonsumsi untuk tiap anggota keluarga. Semakin besar jumlah
anggota keluarga maka semakin sedikit jumlah konsumsi gizi atau makanan yang
didapatkan oleh masing-masing anggota keluarga dalam jumlah penyediaa makanan
yang sama (Supariasa, 2002).
6.
Keterjangkauan Pelayanan Kesehatan Dasar
Status gizi anak berkaitan dengan keterjangkauan terhadap pelayanan
kesehatan dasar. Anak balita sulit dijangkau oleh berbgai kegiatan perbaikan gizi dan
kesehatan lainnya karena tidak dapat datang sendiri ke tempat berkumpul yang
ditentukan tanpa diantar (Sediaoetama, 2006). Beberapa aspek pelayanan kesehatan
dasar yang berkaitan dengan status gizi anak antara lain: imunisasi, pertolongan
persalinan, penimbangan anak, pendidikan kesehatan anak, serta sarana kesehatan
seperti posyandu, puskesmas, rumah sakit, praktek bidan dan dokter. Makin tinggi
jangkauan masyarakat terhadap sarana pelayanan kesehatan dasar tersebut di atas,
makin kecil risiko terjadinya penyakit gizi kurang.
7. Higiene Sanitasi Lingkungan
Sanitasi lingkungan yang buruk akan menyebabkan anak lebih mudah
terserang penyakit infeksi yang akhirnya dapat mempengaruhi status gizi (Poedjiadi,
Universitas Sumatera Utara
23
1994). Sanitasi lingkungan sangat terkait dengan ketersediaan air bersih, ketersediaan
jamban, jenis lantai rumah serta kebersihan peralatan makan pada setiap keluarga.
Makin tersedia air bersih untuk kebutuhan seharihari, makin kecil risiko anak terkena
penyakit kurang gizi, selain faktor tersebut di atas adalah faktor pengasuhan anak.
(Soekirman, 2012).
2.1.4. Penilaian Status Gizi
Menurut (Soekirman, 2012) pada dasarnya penilaian status gizi dapat dibagi
dua yaitu secara langsung dan tidak langsung.
1. Penilaian status gizi secara langsung
Penilaian status gizi secara lansung dapat dibagi menjadi empat penilaian
yaitu : antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik. Secara umum antropometri artinya
ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi
berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi
tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri secara umum
digunakan
untuk
melihat
ketidakseimbangan
asupan
protein
dan
energi.
Ketidakseimbanagan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan
tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh (Soekirman, 2012).
Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk melihat status
gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang
dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan
epitel (sipervicial epithelial tissues) seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral atau
Universitas Sumatera Utara
24
pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid
(Soekirman, 2012).
Metode klinis umumnya untuk survei klinis secara cepat (rapid clinical
suveys). Survey ini dirancang untuk mendeteksi secara cepat tanda-tanda klinis umum
dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi. Disamping itu digunakan untuk
mengetahui tingkat status gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan fisik yaitu
tanda (sign) dan gejala (symptom) atau riwayat penyakit.
Pemeriksaan secara biokimia merupakan pemeriksaan spesimen yang diuji
secara laboratorium yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan
tubuh yang digunakan antara lain : darah, urine, tinja, dan juga beberapa jaringan
tubuh seperti hati dan otot. Metode ini digunakan untuk suatu peringatan bahwa
kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi.
Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi
dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan
struktur dan jaringan. Umumnya dapat digunakan dalam situasi tertentu seperti
kejadian buta senja epidemik, cara yang digunakan adalah tes adaptasi gelap
(Soekirman, 2012).
2. Penilaian Status Gizi Secara Tidak Langsung
Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi tiga yaitu: survei
konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi.
1.
Survei konsumsi makanan merupakan metode penentuan status gizi secara tidak
langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi.
Universitas Sumatera Utara
25
2.
Statistik vital merupakan pengukuran dengan menganalisis data beberapa
statistik kesehatan seperti angka kematian bedasarkan umur, angka kesakitan
dan kematian akibat penyebab tertentu.
3.
Faktor ekologi digunakan untuk mengungkapkan bahwa malnutrisi merupakan
masalah ekologi sebagai hasil interkasi beberapa faktor fisik, biologis, dan
lingkungan budaya.
2.1.5. Status Gizi Bedasarkan Antropometri
Di masyarakat, cara pengukuran status gizi yang paling sering digunakan adalah
antropometri gizi. Dewasa ini dalam program gizi masyarakat, pemantauan status gizi
anak balita menggunakan metode antropometri, sebagai cara untuk menilai status
gizi. Antropometri berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh
dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Berbagai jenis
ukuran tubuh antara lain : berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas dan tebal
lemak di bawah kulit. Keunggulan antropometri antara lain alat yang digunakan
mudah didapatkan dan digunakan, pengukuran dapat dilakukan berulang-ulang
dengan mudah dan objektif, biaya relatif murah, hasilnya mudah disimpulkan, dan
secara ilmiah diakui keberadaannya (Soekirman, 2012).
1.
Parameter Antropometri
(Soekirman, 2012) menyatakan bahwa antropometri sebagai indikator status
gizi dapat dilakukan dengan mengukur beberapa parameter. Parameter adalah ukuran
tunggal dari tubuh manusia, antara lain:
Universitas Sumatera Utara
26
a.
Umur
Faktor umur sangat penting dalam penetuan status gizi. Kesalahan penentuan
umur akan menyebabkan interpretasi status gizi menjadi salah. Hasil pengukuran
tinggi badan dan berat badan yang akurat, menjadi tidak berarti bila tidak disertai
dengan penentuan umur yang tepat.
b.
Berat Badan
Berat badan merupakan ukuran antropometri yang terpenting dan paling
sering digunakan pada bayi baru lahir (neonates). Pada masa bayi-balita, berat badan
dapat digunakan untuk melihat laju pertumbuhan fisik maupun status gizi. Berat
badan merupakan pilihan utama karena parameter yang paling baik, mudah dipakai,
mudah dimengerti, memberikan gambaran konsumsi energi terutama dari karbohidrat
dan lemak. Alat yang dapat memenuhi persyaratan dan kemudian dipilih dan
dianjurkan untuk digunakan dalam penimbangan anak balita adalah dacin (Supariasa,
2002).
c.
Tinggi badan
Tinggi badan merupakan parameter yang penting bagi keadaan yang telah lalu
dan keadaan sekarang, jika umur tidak diketahui dengan tepat. Disamping itu tinggi
badan merupakan ukuran kedua terpenting, karena dengan menghubungkan berat
badan terhadap tinggi badan, faktor umur dapat dikesampingkan. Pengukuran tinggi
badan untuk anak balita yang sudah dapat berdiri dilakukan dengan alat pengukuran
tinggi mikrotoa (microtoise) yang mempunyai ketelitian 0,1.
Universitas Sumatera Utara
27
2.
Indeks Antropometri
Parameter antropometri merupakan dasar dari penilaian status gizi. Kombinasi
antara beberapa parameter disebut Indeks Antropometri. Beberapa indeks
antropometri yang sering digunakan yaitu Berat Badan menurut Umur (BB/U),
Tinggi Badan menurut Umur (TB/U), dan Berat Badan menurut Tinggi Badan
(BB/TB).
a. Berat Badan menurut Umur (BB/U)
Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran massa
tubuh. Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan yang mendadak,
misalnya karena terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan atau
menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. Berat badan merupakan parameter
antopometri yang sangat labil.
Dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan
baik dan keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan zat gizi terjamin, maka berat
badan berkembang mengikuti pertambahan umur. Sebaliknya dalam keadaan
abnormal, terdapat 2 kemungkinan perkembanagan berat badan, yaitu dapat
berkembang cepat atau lebih lambat dari keadaan normal. Berdasarkan karakteristik
berat badan ini, maka indeks berat badan menurut umur digunakan sebagai salah satu
cara pengukuran status gizi. Mengingat karakteristik berat badan yang labil, maka
indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini (current nutrional
status).
Kelebihan Indeks BB/U antara lain lebih mudah dan lebih cepat dimengerti
oleh masyarakat umum, baik untuk mengukur status gizi akut atau kronis, sangat
Universitas Sumatera Utara
28
sensitif terhadap perubahan-perubahan kecil, dan dapat mendeteksi kegemukan.
Kelemahan Indeks BB/U adalah dapat mengakibatkan interpretasi status gizi yang
keliru bila terdapat edema maupun acites, memerlukan data umur yang akurat,
terutama untuk anak dibawah usia 5 tahun, sering terjadi kesalahan pengukuran,
seperti pengaruh pakaian atau gerakan anak pada saat penimbangan (Supariasa,2002).
b. Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U)
Tinggi
badan
merupakan
antropometri
yang
menggambarkan
keadaan
pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan
pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, relatif
kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu yang pendek.
Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan akan nampak dalam waktu yang
relatif lama. Bedasarkan karakteristik tersebut di atas, maka indeks ini
menggambarkan konsumsi protein masa lalu (Supariasa, 2002).
Kelebihan indeks TB/U:
a. Baik untuk menilai status gizi masa lampau
b. Ukuran panjang dapat dibuat sendiri, murah, dan mudah dibawa.
Kekurangan indeks TB/U:
a. Tinggi badan tidak cepat naik, bahkan tidak mungkin turun
b. Pengukuran relatif lebih sulit dilakukan karena anak harus berdiri tegak, sehingga
diperlukan dua orang untuk melakukannya (Soekirman, 2012).
Universitas Sumatera Utara
29
c. Berat Badan Menurut Tinggi Badan (BB/TB)
Berat badan memiliki hubungan yang linier dengan tinggi badan. Dalam
keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi
badan dan kecepatan tertentu. Indeks BB/TB adalah merupakan indeks yang
independent terhadap umur. Keuntungan Indeks BB/TB adalah tidak memerlukan
data umur, dapat membedakan proporsi badan (gemuk, normal, dan kurus).
Kelemahan Indeks BB/TB adalah tidak dapat memberikan gambaran, apakah anak
tersebut pendek, cukup tinggi badan, atau kelebihan tinggi badan menurut umurnya.
Dalam praktek sering mengalami kesulitan dalam melakukan pengukuran
panjang/tinggi badan pada kelompok balita. Dengan metode ini membutuhkan dua
macam alat ukur, pengukuran relatif lebih lama. Membutuhkan dua orang untuk
melakukannya.
d. Indeks Massa Tubuh Menurut Umur (IMT/U)
Faktor umur sangat penting dalam menentukan status gizi. Hasil pengukuran
tinggi badan dan berat badan yang akurat, menjadi tidak berarti bila tidak disertai
dengan penentuan umur yang tepat. Pengukuran status gizi balita dapat dilakukan
dengan indeks antropometri dan menggunakan
Indeks Massa Tubuh (IMT)
(Kemenkes, 2011).
Universitas Sumatera Utara
30
Tabel 2.5. Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak Berdasarkan Indeks
Indeks
Kategori Status Gizi
Ambang Batas (z-Score)
Berat badan
menurut Umur
(BB/U) Anak Umur
0-60 bulan
Gizi buruk
Gizi kurang
Gizi baik
Gizi lebih
< -3 SD
-3 SD sampai dengan < -2 SD
-2 SD sampai dengan 2 SD
>2 SD
Tinggi badan
menurut umur
(TB/U) Anak Umur
0-60 bulan
Sangat pendek
Pendek
Normal
Tinggi
< -3 SD
-3 SD sampai dengan < -2 SD
-2 SD sampai dengan 2 SD
>2 SD
Berat badan
menurut Tinggi
badan (BB/TB)
Anak Umur 0-60
bulan
Sangat kurus
Kurus
Normal
Gemuk
< -3 SD
-3 SD sampai dengan < -2 SD
-2 SD sampai dengan 2 SD
>2 SD
Indeks Massa
Tubuh menurut
Umur (IMT/U)
Anak Umur 0-60
bulan
Sangat kurus
Kurus
Normal
Gemuk
< -3 SD
-3 SD sampai dengan < -2 SD
-2 SD sampai dengan 2 SD
>2 SD
Indeks Massa
Tubuh menurut
Umur (IMT/U)
Anak Umur 5-18
tahun
Sangat kurus
Kurus
Normal
Gemuk
Obesitas
< -3 SD
-3 SD sampai dengan < -2 SD
-2 SD sampai dengan 1 SD
>1 SD sampai dengan 2 SD
>2 SD
Sumber : Kemenkes 2011
2.1.6. Jenis Status Gizi Anak Balita
Status gizi anak balita dibedakan menjadi empat yaitu status gizi lebih status
gizi baik, status gizi kurang dan buruk.
1. Status Gizi Lebih
Penyakit ini bersangkutan dengan energi di dalam hidangan yang dikonsumsi
relatif terhadap kebutuhan atau penggunaannya. Orang yang kelebihan berat badan
biasanya dikarenakan kelebihan jaringan lemak yang tidak aktif tersebut. Kategori
Universitas Sumatera Utara
31
berat badan lebih (gizi lebih) menurut WHO NCHS yaitu >+2 SD. Tetapi masih
banyak pendapat di masyarakat yang mengira bahwa anak yang gemuk adalah sehat,
sehingga banyak ibu yang merasa bangga kalau anaknya gemuk, dan di satu pihak
ada ibu yang kecewa kalau melihat anaknya tidak segemuk anak tetangganya.
Sebenarnya kekecewaan tersebut tidak beralasan, asalkan grafik pertumbuhan
anak pada KMS sudah menunjukkan kenaikan yang kontinu setiap bulan sesuai
lengkungan grafik pada KMS dan berada pada pita warna hijau, maka anak tersebut
pasti sehat. Lebih-lebih kalau anak tersebut menunjukkan perkembangan mental yang
normal. Untuk diagnosis obesitas harus ditemukan gejala klinis obesitas dan disokong
dengan pemeriksaan antropometri yang jauh di atas normal. Pemeriksaan ini yang
sering digunakan adalah BB terhadap tinggi badan, BB terhadap umur dan tebalnya
lipatan kulit. Bentuk muka anak yang status gizi lebih atau obesitas tidak
proporsional, yaitu hidung dan mulut relatif kecil, dagu ganda, dan biasanya anak
lebih cepat mencapai masa pubertas (Supariasa, 2013).
2. Status Gizi Baik
Status gizi baik yaitu keadaan dimana asupan zat gizi sesuai dengan adanya
penggunaan untuk aktivitas tubuh. Hal ini diwujudkan dengan adanya keselarasan
antara, tinggi badan terhadap umur, Berat badan terhadap umur dan tinggi badan
terhadap berat badan. Menurut Achmad Djaeni S (2000) menyatakan tingkat gizi
sesuai dengan tingkat konsumsi yang menyebabkan tercapainya kesehatan gizi sesuai
dengan tingkat konsumsi yang menyebabkan tercapainya kesehatan tersebut.
Universitas Sumatera Utara
32
Tingkat kesehatan gizi yang baik ialah kesehatan gizi optimum. Dalam
kondisi ini jaringan penuh oleh semua zat gizi tersebut. Tubuh terbebas dari penyakit
dan mempunyai daya tahan setinggi-tingginya. Anak yang status gizi baik dapat
tumbuh dan kembang secara normal dengan bertambahnya usia. Tumbuh atau
pertumbuhan berkaitan dengan masalah perubahan dalam hal besar, jumlah, ukuran
atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu, yang bisa diukur dengan ukuran
berat, panjang, umur tulang dan keseimbangan metabolik. Sedangkan perkembangan
adalah bertambahnya kemampuan dalam stuktur dan fungsi tubuh yang komplek
dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan
(Soetjiningsih, 2008).
3. Status Gizi Kurang dan Status Gizi Buruk
Status gizi kurang terjadi karena tubuh kekurangan satu atau beberapa macam
zat gizi yang diperlukan. Hal yang menyebabkan status gizi kurang karena
kekurangan zat gizi yang dikonsumsi atau mungkin mutunya rendah. Gizi kurang
pada dasarnya adalah gangguan pada beberapa segi kesejahteraan perorangan atau
masyarakat yang disebabkan oleh tidak terpenuhinya kebutuhan akan zat gizi yang
diperoleh dari makanan. Kurang gizi banyak menimpa anak khususnya anak balita
yang berusia di bawah lima tahun karena merupakan golongan yang rentan serta pada
fase ini kebutuhan tubuh akan zat gizi meningkat karena selain untuk tumbuh juga
untuk perkembangan sehingga apabila anak kurang gizi dapat menimbulkan berbagai
penyakit. Akibat status gizi kurang adalah Kekurangan Energi Protein (KEP),
Universitas Sumatera Utara
33
Anemia Defisiensi Zat Besi, Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) dan
Kekurangan Vitamin A (KVA).
2.2. Sosial Ekonomi
Faktor sosial ekonomi meliputi data sosial yaitu, keadaan penduduk, keadaan
keluarga, pendidikan, perumahan, dapur penyimpanan makanan, sumber air, kakus.
Sementara data ekonomi meliputi pekerjaan, pendapatan keluarga, kekayaan,
pengeluaran dan harga makanan yang tergantung pada pasar dan variasi musim
(Supriasa, 2012). Menurut Dalimunthe (1995), kehidupan sosial ekonomi adalah
suatu kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang menggunakan indikator umur,
pendidikan, pengetahuan, pekerjaan, pendapatan, dan besar keluarga sebagai tolak
ukur.
2.2.1. Umur Ibu
Umur berpengaruh terhadap terbentuknya kemampuan, karena kemampuan
yang dimiliki dapat diperoleh melalui pengalaman sehari-hari di luar faktor
pendidikannya (Sedioetama, 2006). Umur orang tua terutama ibu yang relatif muda,
cenderung untuk mendahulukan kepentingan sendiri. Sebagian besar ibu yang masih
muda memiliki sedikit sekali pengetahuan tentang gizi dan pengalaman dalam
mengasuh anak (Budiyanto, 2002). Dapat diasumsikan bahwa kemampuan pemilihan
makanan ibu rumah tangga muda akan berbeda dengan kemampuan pemilihan
makanan pada ibu rumah tangga yang telah berumur lebih tua dan pola pembelian
makanan cenderung lebih berpengaruh kepada orang tuanya. Umur ibu berpengaruh
Universitas Sumatera Utara
34
pada tipe pemilihan konsumsi makanan di rumah dan juga pengeluaran makanannya
(Hardinsyah, 2007).
Ibu yang relatif muda cenderung kurang memiliki pengetahuan dan
pengalaman dalam mengasuh anak sehingga umumnya mereka mengasuh dan
merawat anak didasarkan pada pengalaman orang tua terdahulu. umumnya mengasuh
anak hanya berdasarkan pengalaman orang tuanya dahulu. Sebaliknya pada ibu yang
lebih berumur cenderung akan menerima dengan senang hati tugasnya sebagai ibu
sehingga akan mempengaruhi pula terhadap kualitas dan kuantitas pengasuhan anak.
Umur akan berpengaruh terhadap perilaku seseorang seiring dengan perkembangan
fisik dan mental orang tersebut sehingga perilakunya akan semakin matang dengan
bertambahnya umur (Gunarsa, 2000).
2.2.2. Pendidikan Ibu
Tingkat pendidikan formal umumnya mencerminkan kemampuan seseorang
untuk memahami berbagai aspek pengetahuan termasuk pengetahuan gizi
(Hardinsyah, 2012). Pendidikan merupakan salah satu faktor penting dalam proses
tumbuh kembang anak. Ibu yang memiliki tingkat pendidikan tinggi akan lebih
mudah menerima pesan dan informasi gizi dan kesehatan anak. Orang tua yang
memiliki pendidikan tinggi akan lebih mengerti tentang pemilihan pengolahan
pangan serta pemberian makan yang sehat dan bergizi bagi keluarga terutama untuk
anaknya (Soetjiningsih, 2004).
Pendidikan formal dari ibu rumah tangga sering kali mempunyai manfaat
yang positif dengan pengembangan pola konsumsi makanan dalam keluarga.
Universitas Sumatera Utara
35
Beberapa studi menunjukkan bahwa jika pendidikan dari ibu meningkat maka
pengetahuan nutrisi dan praktek nutrisi bertambah baik . Ibu yang berpendidikan
lebih tinggi cenderung memilih makanan yang lebih baik dalam kualitas dan
kuantitas dibandingkan ibu yang berpendidikan rendah (Joyomartono, 2004).
2.3. Pola Asuh
Menurut Marian Zeitien (2000), pola asuh gizi adalah praktek di rumah
tangga yang diwujudkan dengan tersedianya pangan dan perawatan kesehatan serta
sumber lainnya untuk kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangan anak.
Sedangkan menurut Soekirman (2010), pola asuh adalah berupa sikap dan perilaku
ibu atau pengasuh lain dalam hal memberi makan, kebersihan, memberi kasih sayang
dan sebagainya kesemuanya berhubungan dengan keadaan ibu dalam hal kesehatan
(fisik dan mental).
Kebutuhan Asuh pada anak merupakan kebutuhan fisik-biomedis, yang
meliputi:
1.
Kebutuhan terhadap pangan/gizi, yang merupakan kebutuhan terpenting untuk
tumbuh kembang anak
2.
Kebutuhan terhadap perawatan kesehatan dasar, yang meliputi pemberian ASI,
imunisasi, penimbangan bayi/anak secara teratur, pengobatan bila bayi/anak
sakit, dan lain-lain
3.
Kebutuhan terhadap papan/pemukiman yang layak, yaitu rumah yang bersih dan
sehat
Universitas Sumatera Utara
36
4.
Kebutuhan terhadap sandang, yaitu pakaian yang bersih dan rapi
5.
Kebutuhan terhadap kebersihan perorangan dan lingkungan
6.
Kebutuhan terhadap kesegaran jasmani, rekreasi, dan lain-lain (Maryunani,
2010).
2.3.1. Aspek Kunci Pola Asuh Gizi
Adapun aspek kunci pola asuh gizi adalah :
1.
Perawatan dan Perlindungan Bagi Anak
Setiap orang tua berkewajiban uintuk memberikan perawatan
dan
perlindungan bagi anaknya. Masa lima tahun pertama merupakan masa yang akan
menentukan pembentukan fisik, psikis, maupun intelengensinya sehingga masa ini
mendapatkan perawatan dan perlindungan yang intensif. Bentuk perawatan bagi anak
dimulai sejak bayi lahir sampai dewasa missal sejak bayi lahir yaitu memotong pusar
bayi, pemberian makan dan sebagainya. Perlindungan bagi anak berupa pengawasan
waktu bermain dan pengaturan tidur.
2.
Praktek Menyusui dan Pemberian MP-ASI
Menyusui adalah proses memberikan ASI pada bayi. Pemberian ASI berarti
menumbuhkan kasih sayang antara ibu dan bayinya yang akan sangat mempengaruhi
tumbuh kembang dan kecerdasan anak dikemudian hari. ASI diberikan setelah lahir
biasanya 30 menit setelah lahir. Kolostrum merupakan salah satu kandungan ASI
yang sangat penting yang keluar 4-6 hari pertama. Kolostrum berupa cairan yang
agak kental dan kasar serta berwarna kekuning-kuningan terdiri dari banyak mineral
(natrium, kalium, dan klorida) vitamin A, serta zat-zat anti infeksi penyakit diare,
Universitas Sumatera Utara
37
pertusis, difteri, dan tetanus. Sampai bayi berumur 4-6 bulan hanya diberi ASI saja
tanpa tambahan bahan makanan dan minuman lain. Pemberian makanan pendamping
ASI harus disesuaikan dengan usia balita. Pengaturan makanan baik untuk
pemeliharaan, pemulihan, pertumbuhan, serta aktifitas fisik. Makanan pendamping
ASI adalah makanan yang diberikan pada bayi yang telah berusia 6 bulan atau lebih
karena ASI tidak lagi memenuhi kebutuhan gizi bayi. Pemberian makanan
pendamping ASI harus bertahap dan bervariasi dari mulai bentuk bubur kental, sari
buah, buah segar, makanan lumat, makanan lembek dan akhirnya makanan padat.
Makanan pendamping ASI diberikan pada bayi di samping ASI. Untuk memenuhi
kebutuhan gizi anak balita mulai umur 3 bulan sampai umur 24 bulan.
3.
Pengasuhan Psiko-Sosial
Manusia sebagai makhluk sosial pada dasarnya tidak hidup sendiri-sendiri
tetapi saling membutuhkan antar sesama dalam kehidupan sehari-hari. Pengasuhan
psiko-sosial terwujud dalam pola interaksi dengan anak. Interaksi timbal balik antara
anak dan orang tua akan menimbulkan keakraban dalam keluarga. Pengasuhan psikososial ini antara lain terdiri dari cinta dan kasih sayang serta interaksi antara ibu dan
anak. Salah satu hak anak adalah untuk dicintai dan dilindungi. Anak memerlukan
kasih sayang dan perlakuan yang adil dari orang tuanya. Pengasuhan psiko-sosial ini
didasarkan pada frekuensi interaksi antara ibu dan anak. Meningkatkan kedekatan ibu
dan anak ditentukan dengan frekuensi interaksi dan sikap sayang selalu senyum
dengan anak (Marian Zeitien, 2001).
Universitas Sumatera Utara
38
4.
Penyiapan Makanan
Makanan akan mempengaruhi pertumbuhan serta perkembangan fisik dan
mental anak. Oleh karena itu makanan harus dapat memenuhi kebutuhan gizi anak.
Penyiapan makanan harus dapat mencukupi kebutuhan gizi balita. Pengaturan
makanan yaitu pengaturan makanan harus dapat disesuaikan dengan usia balita selain
untuk mendapatkan gizi pengaturan makanan juga baik untuk pemeliharaan,
pemulihan, pertumbuhan, perkembangan serta aktifitas fisiknya. Makin bertambah
usia anak makin bertambah pula kebutuhan makanannya, secara kuantitas maupun
kualitas. Untuk memenuhi kebutuhannya tidak cukup dari susu saja. Saat berumur 12 tahun perlu diperkenalkan pola makanan dewasa secara bertahap, di samping itu
anak usia 1-2 tahun sudah menjalani masa penyapihan. Adapun pola makan orang
dewasa yang diperkenalkan pada balita adalah hidangan serba-serbi dengan menu
seimbang yang terdiri dari :
a.
Sumber zat tenaga misalkan roti, nasi, mie, dan tepung-tepungan.
b.
Sumber zat pembangun misalkan susu, daging, ikan, tempe, tahu dan kacangkacangan.
c.
Sumber zat pengatur misalkan sayur-sayuran dan buah-buahan (Soekirman,
2010).
5.
Kebersihan Diri dan Sanitasi Lingkungan.
Lingkungan merupakan faktor yang sangat mempengaruhi proses tumbuh
kembang anak. Peran orang tua dalam membantu proses pertumbuhan dan
perkembangan anak adalah dengan membentuk kebersihan diri dan sanitasi
Universitas Sumatera Utara
39
lingkungan yang sehat. Hal ini menyangkut dengan keadaan bersih, rapi, dan teratur.
Oleh karena itu anak perlu dilatih untuk mengembangkan sifat-sifat sehat seperti
berikut ini:
a.
Mandi dua kali sehari.
b.
Cuci tangan sebelum dan sesudah tidur.
c.
Menyikat gigi sebelum tidur
d.
Membuang sampah pada tempatnya
e.
Buang air kecil pada tempatnya atau WC (Dina Agoes Sulistijani dan Maria
Poppy Herlianty, 2001).
6.
Praktek Kesehatan di Rumah dan Pola Pencarian Pelayanan Kesehatan.
Bayi dan anak perlu diperiksa kesehatannya oleh bidan atau dokter bila sakit
sebab mereka masih memiliki resiko tinggi untuk terserang penyakit. Adapun praktek
kesehatan yang dapat dilakukan dalam rangka pemeriksaan pemantauan kesehatan
adalah:
a.
Imunisasi
Imunisasi adalah suatu upaya untuk mendapatkan kekebalan tubuh terhadap
suatu penyakit, dengan memasukkan kuman atau produk kuman yang sudah
dilemahkan atau dimatikan. Dengan memasukkan kuman atau bibit penyakit tersebut
diharapkan tubuh dapat menghasilkan Eat Anti yang pada akhirnya nanti digunakan
tubuh untuk melawan kuman atau bibit penyakit yang menyerang tubuh.
Imunisasi dasar adalah pemberian imunisasi awal untuk mencapai kadar
kekebalan di atas ambang perlindungan. Imunisasi diberikan pada bayi antara umur
Universitas Sumatera Utara
40
0-12 bulan, yang terdiri dari imunisasi BCG, DPT (1-3), Polio (1-4) Hepatitis B (1-3),
dan Campak. Imunisasi lanjutan adalah imunisasi ulangan untuk mempertahankan
tingkat kekebalan di atas ambang perlindungan atau untuk memperpanjang masa
perlindungan (Marimbi, 2010).
Tabel 2.6. Jadwal Pemberian Imunisasi Dasar
Umur
Jenis
0-7 hari Hepatitis B
1 bulan BCG, Polio 1
2 bulan DPT-HB-Hib 1, Polio 2
3 bulan DPT-HB-Hib 2, Polio 3
4 bulan DPT-HB-Hib 1, Polio 4, IPV
9 bulan Campak
Sumber: Kemenkes RI, 2015
b.
Interval Minimal untuk Jenis
Imunisasi yang Sama
1 bulan
1 bulan
1 bulan
-
Pemantauan Pertumbuhan Balita
Semua anak berhak untuk mendapatkan perhatian dan pola asuh yang baik
dari orangtua berupa asupan makanan bergizi dan perilaku sehat lainnya agar balita
memiliki pertumbuhan dan perkembangan yang baik sesuai umurnya. Hal-hal yang
perlu diketahui dan dipahami oleh keluarga berkaitan dengan pemantauan balita
adalah sebagai berikut:
1.
Anak harus tumbuh dengan baik dan mengalami pertambahan berat badan yang
cukup
Anak sehat adalah anak yang berat badannya bertambah secara cukup.
Pertambahan berat badan yang teratur merupakan ciri anak yang fisiknya tumbuh
dengan baik. Pemantauan pertumbuhan anak dapat dilakukan melalui penimbangan
Universitas Sumatera Utara
41
berat badan anak setiap bulan di Posyandu atau fasilitas kesehatan. Sedangkan
pemantauan perkembangan dapat dilakukan minimal setiap 6 bulan sekali. Setiap
anak harus memiliki Kartu Menuju Sehat (KMS). Status pertumbuhan seorang anak
dapat diketahui dengan cara melihat kenaikan berat badannya dibandingkan dengan
grafik pertumbuhan yang terdapat pada KMS. Setiap kali ditimbang, berat badan anak
harus dicantumkan dengan tanda titik pada KMS. Setiap titik kemudian dihubungkan
sehingga menghasilkan garis (grafik) yang menggambarkan kecenderungan
pertumbuhan anak. Garis (grafik) yang naik menunjukkan anak tumbuh dengan baik.
Garis (grafik) mendatar atau bahkan turun menunjukkan bahwa pertumbuhan anak
bermasalah sehingga perlu mendapat perhatian.
2.
Tindak lanjut hasil penentuan status pertumbuhan: berat badan naik, berat badan
tidak naik 1 kali, berat badan tidak naik 2 kali atau berada di Bawah Garis Merah
(BGM)
3.
Balita perlu dirujuk ke petugas kesehatan bila tidak naik 2 kali berturut-turut dan
atau berada di Bawah Garis Merah (BGM)
Apabila berat badan anak tidak cukup bertambah setiap bulannya berarti: (a)
anak perlu mendapatkan makanan yang lebih banyak dan bergizi, (b) anak sakit, dan
(c) anak memerlukan perhatian dan perawatan. Balita perlu dirujuk ke petugas
kesehatan di Puskesmas bila tidak naik 2 kali berturut-turut (2 T) dan atau berada di
Bawah Garis Merah (BGM). Orangtua dan petugas kesehatan harus segera
menemukan penyebab mengapa anak tidak bertambah berat badannya (Kemenkes RI,
2015).
Universitas Sumatera Utara
42
2.3.2. Jenis-jenis Pola Asuh Gizi
1. Pola Asuh Demokrasi
Pola Asuh Demokrasi ditandai dengan ciri-ciri suka berdiskusi dengan anak,
mau mendengar keluhan anak, tidak kaku atau luwes, selalu memperhatikan
perkembangan anak, memberi kesempatan untuk mandiri dan mengembangkan
kontrol internalnya.
2. Pola Asuh Otoriter
Orang tua yang menerapkan pola asuh otoriter mempunyai ciri-ciri kaku,
tegas, suka menghukum, kurang ada kasih sayang serta simpatik, tingkah laku anak
dikontrol dengan ketat.
2. Pola Asuh Permisif.
Orang tua yang mempunyai pola asuh permisif cenderung selalu memberikan
kebebasan pada anak tanpa memberikan kontrol sama sekali, kurang kontrol, kurang
membimbing, kurang tegas, kurang komunikasi, dan tidak peduli terhadap kelakuan
anak ( Moh Shochib, 1998).
2.4. Status Kesehatan
Status kesehatan merupakan suatu keadaan kesehatan seseorang dalam
rentang sehat-sakit yang bersifat dinamis dan dipengaruhi oleh perkembangan, sosial
kultural, pengalaman masa lalu, harapan seseorang tentang dirinya, keturunan,
lingkungan, dan pelayanan. Menurut Blum (1974), ada empat faktor yang
mempengaruhi derajat kesehatan seseorang. Keempat faktor tersebut adalah:
Universitas Sumatera Utara
43
1.
Keturunan (genetik)
Faktor keturunan adalah faktor genetik dan struktur tubuh serta penyakit tertentu
yang diturunkan oleh orang tua kepada anaknya atau keturunannya.
2.
Fasilitas kesehatan
Fasilitas kesehatan adalah semua sarana dan sumber daya yang ada dan
berpengaruh terhadap timbulnya masalah kesehatan. Kondisi ini meliputi:
a.
Lokasi
Lokasi terkait dengan kemudahan akses oleh masyarakat. Umumnya di kotakota besar, fasilitas kesehatan lebih lengkap dibandingkan dengan daerah
yang lokasinya terpencil.
b.
Tenaga kesehatan
Ketersediaan tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan tersebut cukup memadai
atau tidak. Ketenagaan ini menyangkut jumlah (kuantitas), dan mutu
(kualitas). Contohnya, di setiap puskesmas harus ada minimal seorang
tenaga ahli gizi dengan kualitas tamatan D-III Gizi atau minimal D-I Gizi.
c.
Pemanfaatan
Setelah masyarakat
mengetahui adanya fasilitas kesehatan, seperti
puskesmas, timbul pertanyaan apakah masyarakat mau memanfaatkan
fasilitas tersebut. Kadang-kadang masyarakat di daerah terpencil enggan
datang ke puskesmas dan memilih tenaga kesehatan tradisional, seperti
dukun,
untuk
minta
pertolongan
sehubungan
dengan
kesembuhan
penyakitnya.
Universitas Sumatera Utara
44
3.
Perilaku
Jenis perilaku ini ada dua macam, yaitu perilaku positif, artinya tingkah laku
yang baik dan yang mendorong timbulnya timbulnya derajat kesehatan yang
optimal; perilaku negatif artinya tingkah laku buruk bila ditinjau dari segi
kesehatan dan menghambat tercapainya derajat kesehatan yang optimal. Faktor
yang mempengaruhi perilaku: tingkat pendidikan, kepercayaan, pandangan
hidup, nilai-nlai yang ada, norma-norma, serta adat-istiadat yang ada di
masyarakat, dan sosial ekonomi.
4.
Lingkungan
Lingkungan hidup adalah segala sesuatu baik benda maupun keadaan yang
berada di sekitar manusia, yang dapat memengaruhi kehidupan manusia dan
masyarakat. Terkait dengan masalah kesehatan, yang dimaksud lingkungan di
sini adalah segala sesuatu yang berada di sekitar kita dan berhubungan dengan
kehidupan
kita
sebagai
manusia,
baik
lingkungan
fisik,
lingkungan
geologis/ekologi, maupun lingkungan sosial budaya. Diantara keempat faktor
yang mempengaruhi derajat kesehatan, faktor lingkungan adalah faktor yang
paling besar pengaruhnya. Pada umumnya, lingkungan hidup dapat dibagi
menjadi empat bagian:
a.
Lingkungan biologi
Lingkungan biologi ini adalah organisme yang berada di sekitar manusia,
seperti protozoa, bakteri, virus, lalat, tumbuhan, hewan, dan lain-lain.
Universitas Sumatera Utara
45
b.
Lingkungan fisik
Yang termasuk lingkungan fisik adalah benda-benda yang tidak hidup,
seperti keadaan tanah, perumahan, jamban keluarga, sampah, udara, dan air.
Pencemaran air, tanah, dan udara dapat menimbulkan berbagai macam
penyakit.
c.
Lingkungan ekonomi
Strata ekonomi masyarakat kita dapat dilihat dari pendapatan. Ada
masyarakat yang tergolong miskin, da nada masyarakat yang tergolong kaya.
Masyarakat strata ekonomi miskin tidak dapat memenuhi kebutuhan
dasarnya, sehingga perumahan dan tingkat sanitasinya sangat jelek. Oleh
sebab itu, penyakit seperti kurang gizi, TBC, & penyakit infeksi lainnya
sering kali terjadi pada masyarakat miskin. Pada masyarakat yang
ekonominya baik, pola penyakit yang umum diderita adalah penyakit
degenerative, seperti diabetes mellitus, jantung, dan penyakit ginjal.
d.
Lingkungan mental-sosial/budaya
Faktor mental, yang bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa sangat erat
kaitannya terhadap kesehatan, karena kesehatan tidak hanya menyangkut
masalah fisik saja, tetapi juga menyangkut masalah rohani. Masalah sosial
dan budaya seperti gotong-royong untuk membersihkan selokan dan
lingkungan lainnya sangat menguntungkan untuk terciptanya lingkungan
yang bersih. Hal itu sangat berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat.
Masalah kesehatan dapat dilihat dengan berbagai macam indikator, seperti
prevalensi dan insiden dari penyakit tertentu, usia harapan hidup, status gizi
Universitas Sumatera Utara
46
masyarakat, dan lain-lain. Faktor perilaku dan sosial budaya mempunyai indikator
yang sulit diukur, seperti penggunaan fasilitas kesehatan, tindakan-tindakan
pencegahan, pola makan, dan lain-lain (Supariasa, 2013).
2.5. Landasan Teoritis
Akar permasalahan gizi adalah terjadi krisis ekonomi, politik, dan sosial
dalam masyarakat, sehingga menyebabkan terjadinya permasalahan kekurangan
pangan, kemiskinan dan tingginya angka inflasi, dan pengangguran. Sedangkan
pokok masalahnya di masyarakat adalah kuragnya pemberdayaan wanita sumber daya
manusia. Rendahnya tingkat pendidikan, pengetahuan, dan keterampilan. Adapun
faktor tidak langsung menyebabkan kurang gizi adalah tidak cukup persediaan
pangan akibat krisis ekonomi dan rendahnya daya beli masyarakat, pola asuh anak
yang tidak memadai akibat dari rendahnya pengetahuan, pendidikan orangtua, dan
buruknya sanitasi lingkungan dan akses ke pelayanan kesehatan dasar masih sulit
sehingga berdampak terhadap pola konsumsi dan terjadinya masalah kesehatan yang
secara langsung menyebabkan kurang gizi.
Universitas Sumatera Utara
47
Dampak
Penyebab
langsung
Status Gizi
Tidak cukup
Persediaan
Pangan
Penyebab
Tidak
langsung
Infeksi Penyakit
Asupan Gizi
Pola asupan
anak tidak
memadai
Sanitasi
lingkungan, air
bersih. Pel Kes
yang tidak
memadai
Kurang pendidikan, pengetahuan, penghasilan, dan keterampilan
ibu
Kurang pemberdayaan wanita dan keluarga,
kurang pemanfaatan sumber daya manusia
Akar
Masalah
nasional
Krisis ekonomi, politik, dan sosial
Gambar 2.1. Faktor Masalah Gizi
Sumber: UNICEF (1998) dalam Supariasa, (2013)
Universitas Sumatera Utara
48
2.6. Kerangka Konsep
Berdasarkan kerangka teori yang telah disebutkan di atas, ada beberapa
variabel yang digunakan dalam penelitan ini. Variabel dependen dalam penelitian ini
adalah tingkat sosial ekonomi (umur, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, besar
keluarga), pengetahuan gizi ibu dan sikap ibu, pola asuh, dan status kesehatan
sedangkan variabel independennya adalah status gizi anak balita.
Tingkat Sosial Ekonomi
- Pendidikan,
- Pekerjaan,
- Penghasilan, dan
- Besar keluarga
- Pengetahuan gizi ibu
Pola asuh
- Pemberian makan
- Perawatan kesehatan
Status gizi anak balita
berdasarkan indeks:
BB/TB
Status Kesehatan
Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian
Universitas Sumatera Utara
Download