EFEK EKSTRAK KAYU MANIS (Cinnamomum cassia) DOSIS 400 mg/KgBB TERHADAP APOPTOSIS SEL JANTUNG PADA TIKUS DIABETES MELITUS DENGAN METODE TUNEL: STUDI AWAL Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN OLEH : SALSABILA FIRDAUSI NIM: 1113103000083 PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2016 M /1437 H LEMBAR PER}IYATAAN KEASLIAN KARYA Dengan ini 1. sa5,a menyatakan bahwa: Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. つ ´ Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku i:d telah saya di LIIN Syarif Hidayatullah Jakarta. OD Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlak; di UIN Syarif Hidayatullah iakarta 一 ● 18(Dklober 2016 ︱ ・ 一 Salsabila Firdausi l I_I l瑯 I=EMBAR PERSETIIJUAN PE■ IIBIIⅦ BING EFEK EKSTR=へ K KAYUヽ 4ANIS(C′ ノ7α ノ ,7θ ′ 77 ξ α α)DOSIS 400 1113了 KgBB TERHAD=ヽ P APOPTOSIS SEIン JANTUNG PADA TIKUS DIABETES 7772′ 7′ S.Sノ MELITUS DENGAN METODE TUNELiSTUDI AurAL Laporan Pcnelitian Dittukall kCpada Proram Smdi Pcndidikan Dokter.Fakultas Kedoktcran dan 1lmu IICesehatan untuk Memenuhi Pcrsyaratan Memperolch Gelar Saゴ ana Kedokteran(S.Ked) Olch Salsabila Firdausi NIヽ 1:113103000083 dr.Ha五 Hendarto,Ph.D,Sp.PD― KEl■ llDっ dr.Flo五 Ratna S“ ,Ph.D FINASIM. NIP.197707272006042001 │ NIP.196511232003121003 PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESIDOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILⅣ IU KESEⅡ ATAN UNIVERSITASISLAM NEGERI SYARIF ⅡIDAYATULLAⅡ JAKARTA 1437111/2016■ lI 綱 ′ BitR PENGESAHAN ι じ:[:「 EKi■ KSTRAK KAYU MANIS(Cプ メ α l,ap()1‐ an PQ]eli til■ l bc,■ εαss,α )DOSIS 400 mg/KgBB TERHADAP APOPTOSIS SEL JANTUNG PADA´ FIKヒ「S DIABETES N[EI,ITUS DENGAN METODE TUNEL:STUDI l,「 Ⅵ 7″ :゛ /770ノ 77ι 777 AL yang dittukan Olch Salsabila Firdausi(NIM 1113103000083),telah Aヽ ア di司 ikan dalam sidang di Fakultas Kedoktcran dan 1lmu Kcsehatan pada tallggal 18 0ktober 2016. Laporan penelitian ini telah diperbaiki sesuai dengan lllasukan dall sttan pensji,selta telah ditcHma sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sattana Kedoktcrall(S.Kcd.)pada Program Studi Pendidikan Dokter. Ciputat,18 0ktobcr 2016 DEWAN PENGUJI dr.Flo五 Pemb dr. FloH bing Ratna San,Ph.D I Pembirnlring Sa五 ,Ph.D dr. NIP. 197707272006042001 II Hari Hendarto, Ph.D, Sp.PD-KEMD, FINASIM. IP.196511232003121003 1ヾ PenguJl I dr. LuCky Q[i PIⅣ IPINAN 1 l'i-arti na, M. Biorned FAKULTAS Kaprodi PSPD dr.Achlnad zaki,Ⅳ I.Epid,Sp.OT PrttiDr.Arif Sumantri,S.K,M.,M.Kcs. NIP.196508081988031002 NIP.19780507200501 1005 lV ー KATA PENGANTAR Assalamualaikum wr.wb. Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan ridha-Nya saya dapat menyelesaikan penelitian ini. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Nabi besar Muhammad SAW, beserta keluarganya, sahabatnya, serta umat beliau hingga di akhir zaman. Dalam menyelesaikan penelitian ini, banyak pihak yang memberikan bantuan, bimbingan, dan dukungan. Oleh karena itu, saya mengucapkan banyak terima kasih kepada: 1. DR. Arif Sumantri S.K.M., M. Kes selaku Dekan FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang selalu membimbing dan memberikan kesempatan kepada saya untuk menempuh pendidikan di Program Studi Pendidikan Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. dr.Achmad Zaki, M. Epid, Sp. OT selaku Ketua Program Studi Program Studi Pendidikan Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, serta seluruh dosen di prodi ini yang selalu membimbing serta memberikan ilmu kepada saya selama menjalani masa pendidikan di Program Studi Pendidikan Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. dr. Flori Ratna Sari, Ph.D dan dr. Hari Hendarto, Sp.PD, Ph.D, FINASIM. selaku dosen pembimbing penelitian saya, yang selalu membimbing dan mengarahkan dalam berjalannya penelitian ini. 4. dr.Flori Ratna Sari, Ph.D selaku penanggungjawab (PJ) modul riset PSPD 2013, drg. Laifa Annisa Hendarmin, PhD selaku PJ laboratorium Riset, Ibu Nurlaely Mida R. S.Si. M.Biomed. DMS selaku PJ laboratotium Animal house, Rr. Ayu Fitri Hapsari, M. Biomed, selaku PJ laboraturium histologi, Dr. Endah Wulandari, M.Biomed selaku PJ laboratorium Biokimia, dr.Nurul Hiedayati, Ph.D. selaku PJ Laboratorium Farmakologi yang telah memberikan izin atas penggunaan lab pada penelitian ini. v 5. Kedua orang tua, Syaifuddin Aziz dan Layyinah yang selalu memberikan doa, nasihat, dan kasih sayang, serta pengorbanan yang penuh keikhlasan dan keridhaan yang menjadikan kelancaran dalam setiap langkah hidup saya. Dan juga kepada adik – adik saya, Danila Izza Fahira dan M. Husein Alamul Huda serta seluruh keluarga besar yang menjadi penyemangat untuk menggapai cita – cita. 6. Untuk teman seperjuangan penelitian saya, Haidarrotul Milla, Ahmad Fahmi Zamzami, Faraz Raihan, Hazrina Julia, dan Fahmi Fahrur Rozi. 7. Untuk teman saya Tiara, Za, Risna, Zahro, Rani, Filzah, Isna, Fina, Latifah, Nenik, Dina, Ica, Anja, dan Adis yang telah memberikan semangat dan motivasi. 8. Mbak Ayi selaku laboran Biokimia, Mbak Din selaku laboran Histologi, Mbak Suryani selaku laboran Biologi, dan Mbak Lilis selaku laboran Riset yang telah membantu kami dalam penggunaan laboratorium. 9. Dan semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu. Saya menyadari laporan penelitian ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat saya harapkan. Demikian laporan penelitian ini saya tulis, semoga dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca pada umumnya. Ciputat, 18 Oktober 2016 Penulis vi ABSTRAK Salsabila Firdausi. Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter. Efek Ekstrak Kayu Manis (Cinnamomum cassia) Dosis 400 mg/KgBB terhadap Apoptosis Sel Jantung Pada Tikus Diabetes Melitus dengan Metode TUNEL: Studi Awal. 2016. Cinnamomum cassia merupakan tanaman yang sudah lama dimanfaatkan untuk mengobati berbagai kondisi penyakit termasuk diabetes. Senyawa polifenol merupakan kandungan dari kayu manis yang dapat dapat menghambat pembentukan radikal bebas seperti ROS. Sehingga dapat mencegah dari proses apoptosis sel dari organ-organ penderita diabetes. Dalam hal ini peneliti ingin mengetahui efek dari pemberian ekstrak kayu manis dengan dosis 400 mg/KgBB selama 28 hari terhadap indeks apoptosis sel jantung tikus diabetes yang diinduksi streptozotosin. Metode yang dilakukan adalah dengan melakukan pewarnaan dengan kit TUNEL pada preparat jantung tikus. Hasil dari penelitian yang telah dilakukan menunjukkan adanya perbedaan bermakna dalam persentase sel apoptosis jantung pada kelompok yang diberi terapi dibandingkan kelompok kontrol. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa pemberian terapi ektrak kayu manis dengan dosis 400 mg/KgBB dapat mengurangi persentase apoptosis sel jantung pada tikus yang telah diinduksi streptozotosin. Kata kunci : Kayu Manis, Cinnamomum cassia, Diabetes, Apoptosis Sel ABSTRACT Salsabila Firdausi. Medical Education Study Program and Doctor Profesion. Effect of Cinnamon Extract (Cinnamomum cassia) Dose 400 mg/KgBW on Cell Apoptotic of Diabetes Rats’s Cardiac with TUNEL Method : Premilinary Study. 2016. Cinnamomum cassia is a plant that has long been used to treat a variety of disease conditions, including diabetes. Polyphenolic compounds from cinnamon is the content that may be inhibiting the formation of free radicals such as reactive oxygen species. So as to prevent apoptosis of cells from the organs of diabetics. In this case the researchers wanted to determine the effect of cinnamon extract at a dose of 400 mg / KgBW for 28 days against an index of cardiac cell apoptosis streptozotocin-induced diabetic rats. The method is to do with TUNEL staining kit on rat’s heart preparations. The results from studies had shown significant differences in the percentage of apoptotic cells in the heart of the group given therapy compared to the control group. The conclusion from this study is that the cinnamon extract therapy at a dose of 400 mg / KgBW can reduce the percentage of cardiac cell apoptosis in rat that had been induced by streptozotocin. Keywords: Cinnamon, Cinnamomum cassia, Diabetes, Cell Apoptotic vii DAFTAR ISI LEMBAR JUDUL .................................................................................................. i LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ............................................. ii LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................... iii LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. iv KATA PENGANTAR ........................................................................................... v ABSTRAK ........................................................................................................... vii BAB I ...................................................................................................................... 1 PENDAHULUAN .................................................................................................. 1 1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah .................................................................................. 2 1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................... 2 1.3.1 Umum ............................................................................................... 2 1.3.2 Khusus .............................................................................................. 3 1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................. 3 1.4.1 Bagi Peneliti ..................................................................................... 3 1.4.2 Bagi Institusi .................................................................................... 3 1.4.3 Bagi Masyarakat ............................................................................. 3 BAB II .................................................................................................................... 4 TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................ 4 2.1 Tinjauan Diabetes Melitus ..................................................................... 4 2.1.1 Definisi Diabetes Melitus (DM) .......................................................... 4 2.1.2 Klasifikasi Diabetes Melitus ................................................................ 4 2.1.3 Fisiologi Pankreas dan Insulin ........................................................... 5 2.1.4 Patogenensis dan Patofisiologi DM ..................................................... 8 2.1.5 Kriteria Diagnosis DM ....................................................................... 10 2.1.6 Tatalaksana DM ................................................................................. 11 2.1.6.1 Edukasi .......................................................................................... 11 2.1.6.2 Terapi Gizi Medis ......................................................................... 11 2.1.6.3 Latihan Jasmani ........................................................................... 12 2.1.6.4 Intervensi Farmakologis .............................................................. 12 2.1.7 Komplikasi DM .................................................................................. 13 2.1.7.1 Komplikasi Mikrovaskular ......................................................... 16 2.1.7.2 Komplikasi Makrovaskular ........................................................ 17 2.1.7.3 Kardiomiopati dan Apoptosis Sel Jantung ............................... 17 viii 2.1.7.3.1 Patofisiologi Kardiomiopati .................................................. 18 2.2 Tinjauan Tanaman ............................................................................... 19 2.2.1 Kayu Manis (Cinnamomun cassia) ................................................... 19 2.2.2 Kandungan Kimia dalam Kayu manis ............................................. 20 2.3 Streptozotosin (STZ)......................................................................... 21 2.3.1 Pengertian STZ ................................................................................... 21 2.3.2 Mekanisme Kerja STZ ....................................................................... 22 2.3.3 Dosis STZ ............................................................................................. 22 2.4 Pewarnaan Terminal deoxynucleotidyl transferasemediated dUTP nick end labeling (TUNEL) deteksi apoptosis sel ......................................... 23 2.5 Kerangka konsep ....................................................................................... 24 2.6 Definisi Operasional .................................................................................. 25 BAB III ................................................................................................................. 26 METODE PENELITIAN ................................................................................... 26 3.1 Desain Penelitian ...................................................................................... 26 3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................ 26 3.2.1 Waktu Penelitian................................................................................. 26 3.2.2 Tempat Penelitian ............................................................................... 26 3.3 Populasi dan Sampel Penelitian .............................................................. 26 3.3.1 Kriteria Sampel ............................................................................. 27 3.3.1.1 Kriteria Inklusi ............................................................................ 27 3.3.1.2 Kriteria Eksklusi ....................................................................... 27 3.4 Cara Kerja Penelitian .......................................................................... 28 3.4.1 Alat Penelitian ..................................................................................... 28 3.4.2 Bahan Penelitian ................................................................................ 29 3.4.3 Adaptasi Sampel ................................................................................ 29 3.4.4 Induksi Streptozotosin ....................................................................... 29 3.4.5 Pemberian Ekstrak Kayu Manis ...................................................... 29 3.4.6 Pengukuran Sampel ...................................................................... 29 3.4.6.1 Berat Badan ................................................................................. 29 3.4.6.2 Glukosa Darah ............................................................................. 30 3.4.7 Proses Nekropsi .................................................................................. 30 3.4.8 Blocking .............................................................................................. 30 3.4.9 Pemotongan Jaringan ........................................................................ 30 3.4.10 Tahap Pewarnaan Jaringan ......................................................... 31 ix 3.4.10.1 Deparafinisasi ............................................................................ 31 3.4.10.2 Proses Enzimatik.................................................................... 31 3.4.10.3 Proses inaktivasi endogen peroksidase ................................ 31 3.4.10.4 Proses Labeling....................................................................... 32 3.4.10.5 Proses reaksi antibodi ............................................................ 32 3.4.10.6 Pewarnaan akhir .................................................................... 32 3.4.10.7 Proses Counterstaining .............................................................. 32 3.4.10.8 Proses dehidrasi preparat ..................................................... 33 3.4.10.9 Fiksasi preparat ..................................................................... 33 3.4.11 Foto Jaringan .................................................................................... 33 3.5 Alur Penelitian .......................................................................................... 34 3.6 Pengolahan data dan Analisa Data ......................................................... 35 BAB IV ................................................................................................................. 36 HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................... 36 4.1 Hasil dan Pembahasan ................................................................................. 36 4.1.1 Apoptosis Sel Jantung ........................................................................ 36 4.2 Gambaran Histologi .................................................................................. 40 4.3 Keterbatasan Penelitian ........................................................................... 42 BAB V ................................................................................................................... 43 KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................... 43 5.1 Kesimpulan ............................................................................................... 43 5.2 Saran .......................................................................................................... 43 BAB VI ................................................................................................................. 44 KERJASAMA RISET ........................................................................................ 44 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 45 LAMPIRAN ......................................................................................................... 49 x DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Kriteria Diagnosis Diabetes ............................................................ 10 Tabel 2.2 Obat Hiperglikemik Oral ................................................................ 12 Tabel 4.1 Hasil analisis Uji Oneway Annova ................................................... 37 Tabel 4.2 Hasil analisis Uji Post-hoc LSD ....................................................... 37 xi DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Pankreas........................................................................................ 6 Gambar 2.2 Mekanisme Sekresi Insulin ......................................................... 7 Gambar 2.3 Kerja Insulin ................................................................................ 8 Gambar 2.4 Mekanisme Perusakan Jaringan oleh AGEs................................. 14 Gambar 2.5 Mekanisme ROS Menyebabkan Kardiomiopati .......................... 18 Gambar 2.6 Tanaman Kayu Manis .................................................................. 19 Gambar 2.7 Struktur Kimia dari Streptozotosin ............................................. 21 Gambar 2.7 Uptake selektif dari STZ oleh sel beta pankreas .......................... 21 Gambar 4.1 Hasil pewarnaan TUNEL perbesaran 20x ....................................... 38 Gambar 7.1 Hasil Determinasi/ Identifikasi Bahan Uji ................................... 48 Gamber 7.2 Surat Keterangan Tikus Sehat ...................................................... 49 Gambar 7.3 Proses Adaptasi Tikus .................................................................. 50 Gambar 7.4 Proses Pembiusan Menggunakan ether ........................................ 50 Gambar 7.5 Proses Pengukuran Glukosa Darah Sewaktu ............................... 50 Gambar 7.6 Proses Streptozotosin ................................................................... 50 Gambar 7.7 Proses Natrium sitrat .................................................................... 51 Gambar 7.8 Proses Penimbangan streptozotosin ............................................. 51 Gambar 7.9 Proses Pengukuran pH buffer sitrat .............................................. 51 Gambar 7.10 Proses Pencampuran buffer sitrat dengan streptozosin .............. 51 Gambar 7.11 Pemberian ekstrak dengan sonde ............................................... 52 Gambar 7.12 Sukrosa ....................................................................................... 52 Gambar 7.13 Penimbangan berat badan tikus ................................................. 52 Gambar 7.14 Nekropsi ..................................................................................... 52 Gambar 7.15 Pengambilan darah dari vena cava inferior................................ 53 Gambar 7.16 Tip mikropipet ............................................................................ 53 Gambar 7.17 Alat autoclave ............................................................................ 53 Gambar 7.18 Tempat preparat.......................................................................... 53 Gambar 7.19 Pembuatan PBS .......................................................................... 54 Gambar 7.20 Proses Pengeringan Preparat ...................................................... 54 Gambar 7.21 Proses pewarnaan kit TUNEL TAKARA .................................. 54 Gambar 7.22 Pemasangan cover glass pada preparat ..................................... 54 xii DAFTAR GRAFIK Grafik 4.1 Rata-rata persentase jumlah apoptosis sel jantung pada masingmasing kelompok penelittian .......................................................... 36 xiii DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Hasil Determinasi/ Identifikasi Bahan Uji. .................................. 48 Lampiran 2. Surat Keterangan Tikus Sehat ..................................................... 49 Lampiran 3. Gambar Proses Penelitian ............................................................ 50 Lampiran 4. Perhitungan Dosis ........................................................................ 55 Lampiran 5. Riwayat Penulis ........................................................................... 57 xiv DAFTAR SINGKATAN ADA AGEs ATP Cc D DAG DCCT Depkes DM DNA EDTA GAD GDM GDS GFAT GLUT IDDM IDF IPB IRS KAD Kemenkes kgBB LDL MHCP mg/dL mg/kgBB mL N NADH NGSP NIDDM n NO O-GlcNAc OHO PERKENI PKC Riskesdas ROS SD : American Diabetes Association : Advanced Glycation End Products : Adenosine triphosphate : Cinnamomum cassia : Diabetes : Diasilgliserol : The Diabetes Control and Complications : Departemen Kesehatan : Diabetes Melitus : Deoxybonucleic Acid : Ethylen Diamine Tetraacetic Acid : Glutamic acid decarboxylase : Gestational Diabetes Mellitus : Gula Darah Sewaktu : Glutamin Fruktosa 6-Fosfat Amidotransferase : Glucosa Transporter : Insulin-dependent Diabetes Melitus : Internasional Diabetes Federation : Institute Pertanian Bogor : Insulin Reseptor Substrate : Ketoasidosis Diabetik : Kementrian Kesehatan : kilogram Berat Badan : Low-density Lipoprotein : Methyl Hidroxy Chalcone Polymer : miligram per desiliter : miligram per kilogram Berat Badan : mili Liter : Normal : Nikotinamida Adenosin Dinukleotida Hidrogen : National Glycohaemoglobin Standarization Program : Noninsulin-dependent Diabetes Melitus : Sampel : Nitrit Oxide : O-linked N-acetylglucosamine : Obat Antihiperglikemik Oral : Perkumpulan Endokrinologi Indonesia : Protein Kinase C : Riset Kesehatan Dasar : Reactive Oxygen Species : Standar Deviasi xv STZ TG TGM TTGO TUNEL VEGF WHO : Streptozotosin : Trigliserida : Terapi Gizi Medis : Tes Toleransi Glukosa Oral : TdT-mediated dUTP-biotin Nick end Labeling : Vascular Endothelial Growth Factor : World Health Organization xvi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik yang ditandai dengan hiperglikemi yang disebabkan oleh adanya gangguan pada insulin baik pada sekresi insulin, kerja insulin, ataupun keduanya. Gejala umum pada penderita hiperglikemia diantaranya adalah poliuria, polidipsia, polifagia, terkadang disertai penurunan berat badan dan penglihatan kabur. 1 Klasifikasi DM berdasarkan American Diabetes Association (ADA) dibagi menjadi diabetes tipe 1, diabetes tipe 2, diabetes tipe lain, dan diabetes gestational. 2 Data berdasarkan International Diabetes Federation (IDF) tahun 2014, sekitar 387 juta orang hidup dengan diabetes, dengan jumlah yang dikhawatirkan akan meningkat menjadi 592 juta orang dalam 20 tahun ini. Prevalensi diabetes terus meningkat di seluruh dunia dan masih menjadi masalah kesehatan di beberapa negara dikarenakan selain penyakit diabetes ini menyumbangkan jumlah kematian yang cukup besar, juga menghabiskan biaya yang cukup besar untuk pengobatan dan perawatannya. 3 Diabetes termasuk penyakit kronis tidak menular yang prevalensinya di Indonesia masih tinggi. Prevalensi DM di daerah perkotaaan di Indonesia sebesar 5,7% dan gangguan toleransi glukosa sebesar 10,2%. Kebanyakan dari penderita DM adalah masyarakat daerah perkotaan usia produktif yaitu usia 18-55 tahun. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan prevalensi DM pada usia produktif di perkotaan Indonesia adalah 4,6%, dengan 1,1% diantaranya terdiagnosis DM dan 3,5% tidak terdiagnosis DM, dan 9,1% adalah besar prevalensi orang dengan gangguan toleransi glukosa.4 Sedangkan data Riskesdas tahun 2013 menunjukkan prevalensi penderita diabetes melitus di Indonesia berdasarkan jawaban pernah didiagnosis dokter adalah sebesar 1,5% sedangkan prevalensi berdasarkan diagnosis dan gejala sebesar 2,1%. 5 Penyakit diabetes melitus dapat menyebabkan komplikasi di banyak anggota tubuh lainnya dan dapat meningkatkan resiko kematian di usia muda. Komplikasi yang mungkin terjadi diantaranya adalah serangan jantung, stroke, gagal ginjal, kardiomiopati, dan buta.6 Komplikasi-komplikasi tersebut terjadi secara progresif 1 2 dan disebabkan oleh perjalanan kronik dari paparan glukosa darah yang tinggi terhadap anggota tubuh.7 Kardiomiopati merupakan salah satu komplikasi yang sangat umum diderita oleh pasien DM. Penyakit kardiovaskular menjadi penyebab primer dalam banyak kasus morbiditas, bukan hanya karena sindrom koroner akut atau hipertensi, tetapi juga karena kardiomiopati diabetik.8 Tanaman herbal sangat umum digunakan sebagai obat diabetes, diantaranya penggunaan kayu manis. Kayu manis Cinnamomum cassia merupakan salah satu rempah-rempah yang paling banyak digunakan dalam makanan dan industri minuman, dan hampir seluruh dunia mengenal manfaatnya sebagai obat herbal. 9 Penelitian Elobeid et al, tahun 2013 menunjukkan bahwa ekstrak kayu manis Cinnamomum cassia dapat memberikan efek antihiperglikemik. Dosis yang diberikan selama 6 minggu pada tikus jantan Wistar yang diabetes adalah 200 mg/kgBB dan 400 mg/kgBB. Dari penelitian tersebut membuktikan bahwa terdapat efek dari kandungan antioksidan pada ekstrak kayu manis yaitu dapat meregenerasi fungsi sel beta dengan mengurasi stres oksidatif.10 Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti merasa perlu melakukan penelitian terhadap adanya efek dari pemberian ekstrak kayu manis Cinnamomum cassia dengan dosis 400 mg/kgBB pada tikus diabetes agar dapat membuktikan efek dari antioksidan dalam pencegahan apoptosis pada sel jantung yang disebabkan tingginya radikal bebas. Pemberian ekstrak dilakukan selama 28 hari pada tikus jantan diabetes melitus. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, dirumuskan beberapa masalah dalam penelitian ini : - Apakah kayu manis Cinnamomum cassia memiliki efek menurunkan apoptosis sel jantung pada tikus jantan diabetes melitus? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek pemberian ekstrak kayu manis Cinnamonum cassia terhadap apoptosis sel jantung tikus jantan diabetes melitus. 3 1.3.2 Khusus Mengetahui efek ekstrak kayu manis Cinnamomum cassia dengan dosis 400 mg/KgBB yang diberikan secara oral selama 28 hari terhadap apoptosis sel jantung tikus jantan diabetes melitus. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Bagi Peneliti a. Mendapatkan pengalaman melakukan penelitian dengan metode eksperimen. b. Mendapatkan pengetahuan mengenai tanaman herbal yang memiliki efek terhadap apoptosis sel jantung tikus diabetes c. Sebagai salah satu syarat mendapat gelar Sarjana Kedokteran dari Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah 1.4.2 Bagi Institusi Dapat menambah referensi penelitian di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. 1.4.3 Bagi Masyarakat Diharapkan efek jangka panjang nantinya ekstrak kayu manis dosis 400 mg/kgBB dapat digunakan masyarakat sekitar sebagai terapi herbal alternatif untuk mengurangi resiko terjadinya komplikasi terhadap jantung pada penderita diabetes melitus. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Diabetes Melitus 2.1.1 Definisi Diabetes Melitus (DM) Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik yang ditandai dengan hiperglikemi yang disebabkan oleh adanya gangguan pada insulin baik pada sekresi insulin, kerja insulin, ataupun keduanya. Gejala umum pada penderita hiperglikemia diantaranya adalah poliuria, polidipsia, polifagia, terkadang disertai penurunan berat badan dan penglihatan kabur.1 2.1.2 Klasifikasi Diabetes Melitus Penyakit diabetes melitus diklasifikasikan oleh WHO dan ADA dan telah mengalami banyak perubahan. Selain itu, revisi yang dilakukan oleh PERKENI (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia) juga turut serta dalam perkembangan klasifikasi diabetes melitus. Berdasarkan etiologi, ADA mengklasifikasikan diabetes melitus menjadi 4 jenis 1, yaitu : Klasifikasi Diabetes Melitus Berdasarkan Etiologi I. DM tipe 1 ( destruksi sel β, mengarah pada defisiensi insulin absolut) a. Autoimun b. Idopatik II. DM tipe 2 ( dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif hingga dominan defek sekresi disertai resistensi insulin) III. Tipe lain spesifik a. Defek genetik fungsi sel β b. Defek genetik aksi insulin c. Gangguan eksokrin pankreas d. Endokrinopati e. Obat atau zat kimia 4 5 f. Infeksi g. Penyebab imunologi yang tidak umum h. Sindrom genetik lain yang terkadang berhubungan dengan DM i. DM gestasional Penderita DM tipe 1 sangat bergantung pada terapi insulin karena jumlah sekresi insulin dalam tubuhnya sangat sedikit, sehingga DM tipe ini sering disebut dengan juga insulin-dependent diabetes melitus (IDDM). Hal tersebut terjadi karena adanya destruksi sel β (beta) pankreas sehingga tidak ada yang mensekresi insulin dan menyebabkan defisiensi insulin secara absolut. Destruksi sel β dapat terjadi karena adanya mekanisme autoimun. Ada beberapa marker dari destruksi autoimun sel beta, yaitu munculnya autoantibodi sel islet, autoantibodi terhadap insulin, autoantibodi terhadap GAD (GAD65), dan autoantibodi terhadap tirosin fosfatase IA-2 dan IA-2b. Satu diantaranya atau lebih dari autoantibodi tersebut biasanya terdapat pada 80-90 % orang hiperglikemi. Selain mekanisme autoimun, DM tipe 1 juga dapat terjadi secara idiopatik yang tidak diketahui etiologinya. Beberapa dari pasien diabetes idiopatik ini mengalami insulinopenia permanen dan ketoasidosis, tanpa bukti riwayat autoimun.1 DM tipe 2 menyumbang 90-95 % dari jumlah penderita diabetes. DM ini meliputi individu yang memiliki resistensi insulin yang disertai kekurangan insulin relatif. Penderita DM tipe ini hampir tidak memerlukan insulin sebagai pengobatan, sehingga memiliki nama lain non insulin dependent diabetes melitus (NIDDM).1 GDM didefinisikan sebagai derajat intoleransi glukosa dengan onset selama masa hamil. Meskipun pada sebagian besar kasus yang dilaporkan, pasien yang terdiagnosis GDM tidak terkonfirmasi apakah onset intoleransi glukosa terjadi sebelum atau selama hamil.1 2.1.3 Fisiologi Pankreas dan Insulin Pankreas adalah organ retroperitoneal yang memiliki dua fungsi yaitu sebagai kelenjar eksokrin dan endokrin. Fungsi pankreas sebagai kelenjar 6 eksokrin adalah untuk sekresi ion, enzim pencernaan, serta air ke duodenum. Beberapa enzim yang dihasilkan oleh pankreas adalah lipase, amilase, dan tripsin. Dari jaringan yang membentuk organ pankreas, 85 % adalah jaringan asinar dan duktus sebagai jaringan eksokrin dan kurang dari 3 % merupakan jaringan endokrin, sedangkan sisanya adalah jaringan ikat. Fungsi endokrin dari pankreas adalah menghasilkan hormon insulin dan glukagon yang diproduksi oleh jaringan endokrin yang disebut islet of Langerhans (pulau Langerhans). Ada empat jenis sel utama dalam pulau Langerhans, yaitu sel α (alfa), sel β (beta), sel δ (delta), dan sel F.11,12 Gambar 2.1 Pankreas Sumber : Openstax 2013 Sel α merupakan bagian 20 % dari pulau Langerhans dan berfungsi menghasilkan hormon glukagon. Glukagon ini berperan penting dalam meregulasi glukosa darah dan sekresinya sangat dipengaruhi oleh kadar glukosa darah yang rendah. Sel β merupakan 75% bagian dari pulau Langerhans dan berfungsi memproduksi hormon insulin. Sel δ adalah bagian 4 % dari pulau Langerhans dan berfungsi memproduksi hormon somatostatin. Selain pankreas, somatostatin juga diproduksi oleh hipotalamus, lambung, dan usus. Hormon somatostatin ini dapat menghambat pelepasan dari glukagon dan insulin. Sel F adalah 1% dari pulau Langerhans dan berfungsi 7 mengeluarkan hormon polipeptida pankreas yang berperan dalam pengaturan nafsu makan dan regulasi fungsi eksokrin dan endokrin pankreas.13 Insulin adalah hormon yang berfungsi memfasilitasi penyerapan glukosa ke dalam sel-sel tubuh. Hampir semua sel tubuh memerlukan insulin untuk penyerapan glukosa dari aliran darah kecuali beberapa sel yang tidak memiliki reseptor insulin pada membran selnya, seperti sel eritrosit, hati, ginjal, usus halus, dan otak. Makanan yang masuk ke usus memicu pelepasan hormon saluran cerna seperti glucose-dependent insulinotropic peptide dan menginduksi produksi hormon insulin oleh sel β pankreas. Setelah nutrisi dari makanan diserap oleh usus, akan terjadi lonjakan kadar glukosa dalam darah yang nantinya merangsang sekresi insulin. 13 Glukosa adalah komponen yang paling penting dalam mekanisme sekresi insulin, sehingga proses ini disebut glucose-stimulated insulin secretion. 14 Gambar 2.2 Mekanisme sekresi insulin (glucose-stimulated insulin secretion) Sumber : Monroy, 2013 Pada tahap pertama, glukosa masuk ke sel β dengan bantuan transporter glucose (GLUT 1 pada manusia, GLUT 2 pada hewan pengerat). Kemudian glukosa difosfolirasi menjadi glukosa-6-fosfat oleh glukokinase. Hasil fosfolirasi akan memasuki proses glikolisis dan siklus krebs sehingga 8 menghasilkan ATP. Setelah itu ATP akan merangsang penutupan kanal K yang sensitif ATP, sehingga membuat Na (Natrium) masuk secara tidak terkendali. Kedua peristiwa tersebut menghasilkan depolarisasi pada membran yang menyebabkan terbukanya kanal voltage-dependent Ca dan Na. Aktivasi ini menyebabkan Ca intraseluler meningkat yang dapat merangsang sekresi insulin.13 Setelah disekresi ke sirkulasi portal, insulin akan menuju ke jaringan perifer yang nantinya akan merangsang proses metabolisme jaringan terutama metabolisme anabolik.13 Insulin memulai kerjanya dengan mengikat reseptor insulin. Reseptor insulin adalah protein transmembran yang memiliki empat subunit (2 subunit α dan 2 subunit β) dan diikat oleh ikatan disulfida. Insulin yang terikat oleh reseptor menstimulasi aktivitas intrinsik tirosin kinase dan menstimulasi terjadinya autofosforilasi reseptor dan pengerahan molekulmolekul sinyal intraseluler, seperti insulin receptor substrates (IRS). Selanjutnya IRS akan memicu terjadinya kaskade kompleks reaksi fosforilasi dan defosforilasi yang membuat glucose transporter (GLUT 4) menuju ke membran dan menfasilitasi glukosa untuk masuk ke dalam sel . 14,15 Gambar 2.3 Kerja Insulin Pearson Education 2012 2.1.4 Patogenensis dan Patofisiologi DM Pada DM tipe 1 destruksi autoimun dari sel β pankreas menyebabkan defisiensi sekresi insulin dan gangguan metabolik. Selain berkurangnya 9 sekresi insulin akibat destruksi sel β, fungsi dari sel α pankreas menjadi abnormal dan berlebihan dalam mensekresi glukagon, padahal biasanya apabila kondisi tubuh sedang hiperglikemi maka akan mengambat sekresi glukagon. Peningkatan kadar glukagon ini dapat memperburuk kondisi pasien DM tipe 1 dan dapat mempercepat perjalanan penyakit menuju keadaan ketoasidosis diabetik.16 Glukagon biasanya diproduksi untuk merespon kekurangan glukosa darah yang diperoleh dari jaringan otot dan adiposa sehingga merangsang terjadinya glikogenolisis dan glukoneogenesis. Proses tersebut menyebabkan kadar glukosa darah naik. Pada organ ginjal, tidak semua glukosa dapat diserap kembali sehingga lebihnya akan di ekskresikan ke urin dan karena sifat glukosa yang menarik air, maka jumlah urin yang akan di ekskresikan menjadi banyak (poliurin). Karena banyak kehilangan cairan, maka otak akan merespon sebagai sinyal haus (polidipsi) dan sinyal lapar (polifagia). Jika proses ini berlanjut terus-menerus, simpanan lemak dimetabolisme dan diubah menjadi asam keto oleh hati. Kemudian PH tubuh akan menurun dan menyebabkan terjadinya ketoasidosis.17 Selain gangguan pada sekresi insulin dapat menyebabkan hiperglikemia, ada penyebab lain yang juga membuat seseorang menjadi hiperglikemia yaitu keadaan resistensi insulin. Hal inilah yang mendasari patofisiologi dari DM tipe 2, yakni gangguan sekresi insulin dan resistensi insulin. Gangguan sekresi insulin yang terjadi pada DM tipe 2 ini berarti penurunan respons glukosa yang diamati sebelum timbulnya gejala klinis. Lebih spesifiknya lagi yaitu adanya gangguan toleransi glukosa yang disebabkan oleh penurunan kadar glukosa yang responsif saat fase awal sekresi insulin dan penurunan sekresi insulin postprandial yang menyebabkan hiperglikemia postprandial.18 Sedangkan yang dimaksud resistensi insulin adalah suatu kondisi dimana insulin dalam tubuh tidak cukup proporsional perbandingannya antara yang digunakan oleh tubuh dengan konsentrasi yang ada dalam darah. Penurunan aksi insulin yang terjadi pada beberapa organ seperti hati dan otot adalah patofisiologi yang menjadi ciri khas penderita DM tipe 2. Resistensi insulin akan terus bertambah parah sebelum dimulainya onset penyakit. 17 DM tipe 2 memiliki pengaruh genetik yang lebih besar dibandingkan DM tipe 1, 10 walaupun sampai saat ini detailnya bagaimana pengaruhnya terhadap genetik belum jelas.19 2.1.5 Kriteria Diagnosis DM Diabetes dapat didiagnosis berdasarkan kriteria HbA1C atau kriteria gula darah, baik nilai glukosa darah puasa (GDP) atau nilai glukosa jam ke-2 pada tes toleransi glukosa oral atau biasa disebut TTGO. Kriteria Diagnosis Diabetes berdasarkan ADA 2015 HbA1C ≥ 6,5% Tes sebaiknya dilakukan di laboratorium dengan menggunakan metode yang tersertifikasi oleh The National Glycated Hemoglobin Standardization Panel (NGSP) dan terstandar The Diabetes Control and Complications (DCCT) Atau Glukosa darah puasa (GDP) ≥ 126 mg/dl (7.0 mmol/L) Puasa didefinisikan sebagai tidak adanya asupan kalori setidaknya selama 8 jam terakhir. Atau Glukosa jam ke-2 pada tes toleransi glukosa oral ≥ 200 mg/dl (11,1 mmol/L) Tes seharusnya dilakukan berdasarkan standar WHO dan menggunakan beban glukosa 75 gram glukosa anhidrat yang dilarutkan dalam air. Atau Pasien dengan gejala klasik hiperglikemia atau krisis hiperglikemik dengan glukosa darah sewaktu (GDS) ≥ 200 mg/dl (11,1 mmol/L) Tabel 2.1 Kriteria Diagnosis Diabetes Tes darah biasanya dilakukan untuk mendiagnosis diabetes dan prediabetes karena pada awal onset penyakit diabetes tipe 2 jarang menimbulkan gejala. Peralatan yang digunakan untuk mengambil darah dapat berupa finger-stick yang nantinya ditusukkan di ujung jari atau dengan cara 11 pungsi vena. Hasil pemeriksaan dengan menggunakan finger-stick mungkin kurang akurat, namun dapat digunakan sebagai indikator kadar glukosa yang cepat dan efisien.21 2.1.6 Tatalaksana DM Penatalaksanaan DM dimulai dengan pengelolaan pola makan dan latihan fisik selama beberapa waktu yaitu sekitar 2-4 minggu. Apabila kadar glukosa darah belum mencapai target, maka selanjutnya akan dilakukan penatalaksanaan secara farmakologis yaitu dengan pemberian obat baik berupa injeksi insulin maupun obat hipoglikemik oral (OHO). Pemberian OHO dapat segera diberikan dalam keadaan tertentu sesuai indikasi. Begitu juga dengan pemberian insulin yang dapat segera diberikan pada saat keadaan dekompensasi metabolik berat, seperti ketoasidosis, stres, dan ketonuria. Pemberian informasi tentang tanda dan gejala hipoglikemia serta cara mengatasinya sebaiknya dilakukan agar pasien lebih perhatian dengan kondisi tubuhnya. Sedangkan untuk pemantauan kadar glukosa dapat juga dilakukan secara mandiri apabila telah mendapat pelatihan.22 2.1.6.1 Edukasi Penderita DM dianjurkan untuk mulai menerapkan pola hidup yang sehat. Dalam hal ini sangat diperlukan peran aktif pasien, keluarga, dan masyarakat. Maka dari itu dibutuhkan edukasi yang komprehensif oleh tim kesehatan kepada pasien dan keluarganya untuk mencapai perubahan perilaku dan peningkatan motivasi. 22 Tujuan dari edukasi diabetes adalah untuk mendukung usaha pasien dalam memahami penyakitnya dan pengelolaanya. Edukasinya dapat berupa pemantauan kadar glukosa mandiri, perawatan kaki, ketaatan penggunaan obat, dan berhenti merokok.23 2.1.6.2 Terapi Gizi Medis Terapi Gizi Medis (TGM) adalah penatalaksanaan DM yang sangat membutuhkan keterlibatan secara menyeluruh dari anggota tim yang terdiri dari dokter, ahli gizi, petugas kesehatan, dan pasien. Komposisi makanan yang dianjurkan diantaranya adalah komposisi 12 antara karbohidrat, lemak, dan protein yang seimbang. Asupan yang dianjurkan masing-masing sebesar 45-65% untuk karbohidrat, 20-25% unutk lemak, dan 10-20% untuk protein. Selain itu konsumsi natrium yang dapat berasal dari garam dapur dan soda juga dibatasi serta anjuran untuk mengkonsumsi banyak serat yaitu sekitar 25 gram/1000 kkal/hari.22 2.1.6.3 Latihan Jasmani Latihan jasmani yang perlu dilakukan oleh penderita DM adalah latihan yang dilakukan secara rutin yaitu sekitar 3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit. Jenis kegiatan yang dianjurkan adalah yang bersifak aerobik seperti jogging, berkebun, berjalan kaki ke pasar, bersepeda, dan berenang.22 Latihan jasmani selain bertujuan untuk menjaga kebugaran tubuh juga dapat mengurangi resiko komplikasi akibat obesitas serta meningkatkan sensitifitas insulin. 23 2.1.6.4 Intervensi Farmakologis Terapi farmakologis diberikan kepada pasien seiring dengan penatalaksanaan berupa edukasi, pengaturan makan, dan latihan jasmani. Terapi farmakologis ini terdiri dari injeksi insulin dan obat hiperglikemik oral (OHO).23 OHO yang saat ini tersedia antara lain : Obat Hiperglikemik Oral (OHO) Cara Kerja Contoh Memicu sekresi insulin Sulfonilurea, glinid Meningkatkan sensitivitas insulin Biguanid, Tiazolindindion Menghambat glukoneogenesis Metformin Menghambat glukosidase alfa Acarbose Tabel 2.2 Obat Hiperglikemik Oral Ndraha, 2014 13 Sedangkan, insulin adalah obat yang diberikan pada saat tertentu seperti keadaan hiperglikemia berat yang disertai ketoasidosis, gagal terapi dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal, infeksi sistemik, stroke, hamil dengan DM, gangguan fungsi hati atau ginjal yang berat, kontraindikasi atau alergi obat OHO. Berdasarkan lama kerjanya, insulin dibagi menjadi empat jenis yaitu: Insulin kerja cepat (rapid acting insulin) Insulin kerja pendek (short acting insulin) Insulin kerja menengah (intermediete acting insulin) Insulin kerja panjang (long acting insulin) Insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah (premixed insulin).22 2.1.7 Komplikasi DM Diabetes melitus sering dikaitkan dengan beberapa komplikasi. Komplikasi diabetes meliputi kondisi akut dan kronik sebagai akibat dari patofisiologi penyakit tersebut. Komplikasi metabolik akut sangat erat kaitannya dengan kematian, termasuk di dalamnya yaitu ketoasidosis diabetik yang merupakan efek dari hiperglikemia dan koma sebagai efek dari hipoglikemia.24 Dalam perjalanan penyakit yang kronis, kondisi hiperglikemia pada penderita diabetes menyebabkan kerusakan di berbagai organ tubuh terutama saraf dan pembuluh darah. Beberapa konsekuensi yang sering terjadi adalah : Risiko penyakit jantung dan stroke yang meningkat Neuropati, yaitu kerusakan saraf yang dapat terjadi di kaki sehinggga meningkatkan resiko terjadinya ulkus kaki (gangren) Retinopati diabetik yang merupakan salah satu penyebab kebutaan dan dapat terjadi sebagai akibat dari kerusakan pembuluh darah Nefropati (gagal ginjal) juga merupakan penyakit kronis yang sering terjadi pada penderita DM 14 Meningkatkan risiko kematian sebanyak 2 kali lipat dibanding bukan penderita DM. Pada dasarnya, hampir semua sel akan beradaptasi saat keadaan hiperglikemia yaitu dengan mengurangi transport glukosa intrasel. Namun, sel-sel yang tidak dapat melakukan hal tersebut secara efisien akan mengalami kerusakan akibat hiperglikemia. Proses kerusakan jaringan ini hanya terjadi pada jaringan tertentu, yaitu sel endotel kapiler di retina, sel mesangial di glomerolus ginjal, neuron, dan sel schwann di saraf perifer. Ada beberapa mekanisme yang mendasari proses kerusakan jaringan sebagai akibat dari keadaan hiperglikemia yang kronik.25 Sebagian besar teori menerangkan bahwa terdapat empat mekanisme yang menjadi dasar terjadinya kerusakan jaringan akibat hiperglikemia, yaitu : a. Peningkatan pembentukan Advanced glycation end products (AGEs) AGEs terbentuk karena reaksi non-enzimatik glukosa dan senyawa glikasi lainnya yaitu berasal dari glukosa dan oksidasi asam lemak yang meningkat dalam sel endotel arteri. Pada orang diabetes, jumlah AGEs meningkat di intraseluler dan matriks ekstraseluler. Produksi AGEs nantinya akan merusak fungsi protein intraseluler. Selain itu AGEs juga mengubah komponen matriks ekstraseluler yang dapat menginduksi terbentuknya ROS yang menyebabkan aktivasi dari faktor transkripsi yaitu NF-кB yang menyebabkan terjadinya perubahan patologis dalam ekspresi gen sel. 26 Gambar 2.4 Mekanisme Perusakan Jaringan oleh AGEs Sumber: Brownlee, 2001 15 b. Aktivasi jalur poliol Secara fisiologis, aldosa reduktase adalah enzim yang mengubah aldehida yang bersifat toksik menjadi alkohol inaktif. Namun, hiperglikemia menjadikan aldosa reduktase juga mengubah glukosa menjadi sorbitol. Beberapa teori mengatakan bahwa kerusakan sel terjadi akibat peningkatan sorbitol intraseluler yang dapat meningkatkan stres osmotik. Oksidasi sorbitol oleh NAD+ akan meningkatkan NADH yang dapat meningkatkan methylglyoxal sebagai prekursor AGEs. Selain itu, pengubahan glukosa menjadi sorbitol oleh aldose reduktase juga akan mengubah NADPH menjadi NADP+, Berkurangnya NADPH sebagai antioksidan seluler akan meningkatkan kerentanan sel terhadap stres oksidatif. 27 c. Peningkatan aktivasi protein kinase C Protein kinase C (PKC) termasuk salah satu dari sebelas isoform yang tersebar luas dalam jaringan. Aktivitas isoform dipengaruhi oleh ion Ca+, phosphatidylserine, dan kadar diasilgliserol (DAG). Peningkatan aktivitas PKC juga dapat dihasilkan oleh meningkatnya interaksi AGEs dengan reseptornya di permukaan sel. Meningkatnya aktivasi PKC ini dapat merangsang kaskade sinyal yang menginduksi mekanisme apoptosis sel. Selain itu, aktivitas PKC juga dapat menurunkan produksi nitrit oksida (NO) di otot polos, salah satunya pada otot polos pembuluh darah. Pengaktifan PKC yang disebabkan oleh keadaan hiperglikemia juga dapat menginduksi ekspresi faktor VEGF sehingga meningkatkan permeabilitas vaskular. Disamping itu, PKC juga merangsang akumulasi protein matriks mikrovaskuler dengan menginduksi ekspresi fibronektin dan kolagen tipe IV pada sel mesangial dan glomerolus.27 d. Peningkatan aktivitas jalur hexosamine Dalam jalur ini fruktosa 6-fosfat merupakan substrat dari enzim glutamin fruktosa 6-fosfat amidotransferase (GFAT) yang nantinya akan dirubah menjadi UDP-N-Acetylglucosamine. Hiperglikemia pada akhirnya dapat merusak siklus dari ion Ca2+ pada kardiomiosit 16 dikarenakan adanya peningkatan O-GIcNAcylation yang dapat mengurangi Ca2+ retikulum sarkoplasma.27 Pengelolaan penyakit DM sangat mempengaruhi keadaan pasien. Tatalaksana dan pengendalian metabolisme yang baik dapat mencegah terjadinya komplikasi dari DM.28 Secara umum, komplikasi diabetes melitus ini mayoritas menyerang vaskular. Sehingga, pengelompokan komplikasi ini dapat dibagi menjadi komplikasi mikrovaskular dan makrovaskula yang keduanya sangat butuh penatalaksanaan secara holistik. 29 2.1.7.1 Komplikasi Mikrovaskular Komplikasi mikrovaskular dari penyakit diabetes melitus adalah retinopati, nefropati, dan neuropati. Retinopati diabetik dapat didefinisikan sebagai kerusakan sistem mikrovaskular retina karena keadaan hiperglikemia diklasifikasikan menjadi yang kronik. retinopati Retinopati diabetik diabetik ini nonproliferatif dan retinopati diabetik proliferatif. Komplikasi ini diawali oleh peningkatan permeabilitas vaskular kemudian menjadi semakin parah karena adanya sumbatan di pembuluh darah. Gejala yang umum dialami pada komplikasi ini yaitu berupa penurunan visus yang disebabkan edema makula. Nefropati diabetik dapat didefinisikan sebagai kerusakan fungsi ginjal yang ditandai dengan adanya proteinuria >500 mg dalam 24 jam. Komplikasi ini umumnya diawali dengan mikroalbuminuria yaitu ekskresi albumin >30-299 mg/ 24 jam. Apabila mikroalbuminuria ini tidak segera diintervensi dengan baik, maka akan berpotensi tinggi untuk mengarah ke nefropati diabetik. Perubahan patologis pada ginjal yang terjadi pada komplikasi ini adalah peningkatan ketebalan membran basement glomerolus, pembentukan mikroeneurisma, pembentukan nodul mesangeal, dan perubahan lainnya yang dapat menurunkan fungsi ginjal. Neuropati diabetik dapat didefinisikan sebagai munculnya tanda atau gejala disfungsi saraf perifer pada penderita diabetes. Neuropati diabetik dapat bermanifestasi dalam 17 beberapa bentuk yang berbeda, termasuk sensorik, multifokal, dan neuropati otonom. Gejala yang dialami dapat berupa rasa kesemutan dan mati rasa yang ringan. Dari penderita komplikasi neuropati diabetik ini, lebih dari 80% diantaranya mengalami ulserasi atau cedera yang biasa disebut ulkus diabetikum.29 2.1.7.2 Komplikasi Makrovaskular Mekanisme patologis dalam perjalanan penyakit diabetes menuju komplikasi makrovaskular yaitu penyakit kardiovaskular adalah proses aterosklerosis, yang menyebabkan penyempitan dari dinding arteri di seluruh tubuh. Terbentuknya aterosklerosis merupakan akibat dari inflamasi kronis dan cedera vaskular pada pembuluh darah perifer atau koroner. Cedera vaskular dan inflamasi menyebabkan lipid teroksidasi dan terjadi penumpukan LDL pada dinding endotel arteri. Oksidasi lipid tersebut merangsang infiltrasi monosit yang kemudian berubah menjadi makrofag. Akumulasi dari makrofag dan lipid tersebut membuat terbentuknya sel busa. Sel busa ini dapat merangsang proliferasi makrofag dan menarik limfosit T. Akumulasi limfosit T ini dapat menginduksi proliferasi otot polos dinding pembuluh arteri dan akumulasi kolagen. Hasil dari semua peristiwa tersebut adalah pembentukan aterosklerosis dengan fibrous cap. Pecahnya fibrous cap inilah yang dapat menyebabkan infark miokard.29 2.1.7.3 Kardiomiopati dan Apoptosis Sel Jantung Kardiomiopati didefinisikan sebagai kelainan struktural dan fungsional dari miokardium ventrikel yang disebabkan oleh gangguan atau kondisi abnormal dari aliran pembuluh koroner jantung. Pada tahun 1954 konsep tentang diabetes melitus menyebabkan disfungsi miokard telah dikemukakan oleh Lunbaek. Kemudian sekitar 20 tahun kemudian Rubler membuktikan bahwa diabetes melitus dapat menjadi penyebab langsung kardiomiopati.30 18 2.1.7.3.1 Patofisiologi Kardiomiopati Ada dua jenis kardiomiopati yaitu kardiomiopati primer, dimana fungsi jantung diperburuk oleh keadaan cacat dari jantung itu sendiri dan kardiomiopati sekunder, dimana kinerja jantung dipengaruhi oleh sindrom. Mekanisme yang paling umum tentang kardiomiopati adalah terjadinya fibrosis dan hipertrofi miosit. Beberapa studi menunjukkan bahwa diabetes menyebabkan gangguan pada transport kalsium seluler yang menyebabkan gangguan kontraksi miokard, selain itu juga meningkatkan pembentukan kolagen yang menyebabkan perubahan anatomi dan fisiologi miokard. Banyak mekanisme patofisiologis yang terlibat dalam perjalanan penyakit dari diabetes menuju kardiomiopati. Diabetes tidak hanya menginduksi gagal jantung melalui proses aterosklerosis pada arteri koroner, tetapi juga menginduksi melalui aterosklerosis pada pembuluh darah kecil sehingga meningkatkan beban sistemik miokard. Kemudian peningkatan resistensi vaskuler ini akan menyebabkan hipertensi yang menyebabkan peningkatan afterload sehingga memperburuk keadaan kardiomiopati. 8 Teori lain tentang patofisologi dari kardiomiopati pada orang diabetes mengatakan bahwa keadaan defisiensi insulin dan resistensi insulin di jaringan menyebabkan tubuh tidak menggunakan glukosa melainkan asam lemak sebagai sumber ATP. Penggunaan asam lemak yang eksklusif pada orang diabetes menyebabkan akumulasi asam lemak pada miokard yang kemudian berlanjut dengan lipotoksisitas. Selain itu, akumulasi tersebut juga menginduksi apoptosis sel miokard. Disisi lain patofisiologi umum pada diabetes seperti AGEs dan ROS menyebabkan akumulasi kolagen dalam matriks ekstraseluler. AGEs yang berikatan dengan reseptornya memicu NADPH oksidase dan menginduksi produksi peroksida dan 19 ROS yang nantinya akan menyebabkan kerusakan langsung DNA miosit.8 Gambar 2.5 Mekanisme ROS Menyebabkan Kardiomiopati Sumber : Voigt 2013 2.2 Tinjauan Tanaman 2.2.1 Kayu Manis (Cinnamomun cassia) Terdata sebanyak 54 jenis tanaman kayu manis di dunia dan 12 diantaranya ada di Indonesia. Jenis kayu manis yang banyak ditanam di Indonesia adalah Cinnamomum zeylanikum, Cinnamomum burmanii, dan Cinnamomum cassia. Selain itu banyak juga yang tumbuh sebagai tanaman liar di hutan-hutan seperti Cinnamomum massoi dan Cinnamomum culilawan.31 Gambar 2.6 Tanaman kayu manis Cina (Cinnamomum cassia) Sumber : Daswir 2011 20 Klasifikasi Ilmiah dari tanaman kayu manis adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae Sub Kingdom : Tracheobionta Super Divisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Sub Kelas : Magnoliidae Ordo : Magnoliales Famili : Lauraceae Genus : Cinnamomum Spesies : Cinnamomum cassia31 2.2.2 Kandungan Kimia dalam Kayu manis Kayu manis merupakan tanaman yang banyak diamanfaatkan sebagai obat. Kandungan kimia dari kayu manis adalah minyak atsiri, safrole, sinamaldehida, tannin, dammar, kalsium oksalat, flavonoid, triterpenoid dan saponin. Komposisi aktif yang dapat dimanfaatkan dari kayu manis dapat diperoleh dengan cara ekstraksi.32 Di seluruh dunia sudah mengakui bahwa kayu manis memiliki sifat obat. Kulit kering dari tanaman juga sudah lama dimanfaatkan untuk mengobati berbagai kondisi penyakit termasuk diabetes. Selain sifat anti-diabetes, kayu manis dikenal dengan sifat anti-inflamasi, anti-bakteri, dan antioksidan. Sebuah penelitian in vitro menyebutkan bahwa kayu manis bermanfaat untuk diabetes karena kayu manis dapat meningkatkan masuknya glukosa ke dalam sel yaitu dengan meningkatkan fosforilasi reseptor insulin dan translokasi dari GLUT4 ke membran plasma. Senyawa yang memiliki fungsi tersebut adalah polifenol. Aktivitas antioksidan dari polifenol ini terbentuk karena kemampuan ion fenoksida yang dapat memberikan satu elektronnya ke radikal bebas, misalnya ROS. Sehingga efek buruk dari radikal bebas pada orang diabetes akan berkurang. Selain itu sebuah studi klinis menunjukkan kemampuan kayu manis yang memiliki efek menurunkan tingkat glukosa postprandial. Dengan demikian 21 kayu manis dapat disimpulkan sebagai rempah-rempah anti-diabetes yang dapat mengurangi resiko perburukan dari penyakit diabetes. 9 2.3 Streptozotosin (STZ) 2.3.1 Pengertian STZ Streptozotosin atau streptozocin (STZ) adalah agen antineoplastik sintetis yang terklasifikasikan sebagai antibiotik anti-tumor yang juga merupakan obat penginduksi diabetes permanen. STZ bubuk steril disediakan dan disiapkan sebagai agen kemoterapi. Streptozotosin bubuk mengandung 1 gram dari bahan aktif dengan nama kimianya adalah 2-deoxy-2- methylnitrosoamino- karbonilamino-D-glukopiranosa dan 200 miligram asam nitrat. Streptozotosin biasanya digunakan secara intravena. STZ memiliki PH basa dan ketika dilarutkan dalam air, PH larutan dalam botol harus dijadikan 3,5-4,5 yaitu dengan menambahkan asam sitrat. Larutan STZ ini harus disimpan dalam almari es dengan suhu 2-8° dan dihindarkan dari cahaya matahari.33 Gambar 2.7 Struktur Kimia dari Streptozotocin Sumber : Goud, 2015 22 2.3.2 Mekanisme Kerja STZ STZ merupakan analog glukosa yang bersifat racun yang nantinya akan berakumulasi di sel beta pankreas yang terfasilitasi oleh rendahnya afinitas tranporter glukosa GLUT2. Mekanisme STZ sebagai toksik dimulai dengan penguraian produk dan produksi radikal bebas yang akan merusak sel beta pankreas dengan proses alkilasi DNA yaitu dengan merusak sistem mitokondria dan menghambat O-GicNAcase. STZ bersifat diabetogenik karena menghambat produksi insulin dan secara selektif menghancurkan sel beta penghasil insulin dengan menginduksi nekrosis.34 Gambar 2.8 Uptake selektif dari STZ oleh sel beta pankreas Sumber : Goud, 2015 2.3.3 Dosis STZ Penginduksian STZ dapat dilakukan dengan berbagai cara dan paling sering dengan intravena atau intaperitoneal. Beberapa protokol menyebutkan bahwa terdapat dua jenis dosis yang digunakan sebagai protokol 23 penginduksian STZ secara intraperitoneal, yaitu dosis tinggi dan dosis redah. Dosis tinggi merupakan pemberian dosis tunggal sebesar 100-200 mg/KgBB sedangkan dosis rendah yaitu dilakukan pemberian selama 5 hari berturutturut sebanyak 40 mg/KgBB. Dosis untuk injeksi adalah 65 mg/KgBB dengan sebelumnya ditambahkan sitrat buffer dengan PH 4,5. 34 2.4 Pewarnaan Terminal deoxynucleotidyl transferasemediated dUTP nick end labeling (TUNEL) deteksi apoptosis sel Apoptosis merupakan proses program kematian intraseluler yang disebabkan adanya perubahan karakteristik biokimia dan morfologi sel sehingga menyebabkan kematian sel. Tanda dari proses akhir apoptosis adalah fregmentasi DNA secara luas yang menghasilkan banyak DNA patah terurai dan rusak. Karakteristik inilah yang menjadi dasar metode dari deteksi apoptosis sel dengan Terminal deoxynucleotidyl transferasemediated dUTP nick end labeling (TUNEL). Tes TUNEL menggunakan terminal deoxynucleotidyl transferase (TdT) untuk mengidentifikasi apoptosis sel, yaitu dengan pelabelan deoxyuridine triphosphate nucleotides (X-dUTPs) pada ujung 3’-OH dari rantai DNA yang membuat terbentuknya gambaran apoptosis sel pada populasi sel yang dianalisis.35 Metode TUNEL merupakan metode yang efektif untuk mengukur fragmen DNA yang dihasilkan dari aktivasi apoptosis endonuklease intraseluler. Nukleotida yang berlabel fluorescence bergabung secara in situ dengan ujung fragmen DNA, sehingga membuat sel yang mengalami apoptosis dapat terdeteksi. Sel-sel yang mengalami apoptosis secara khusus terlabel oleh fluorescein-dUTP dengan sensitivitas yang tinggi, membuat sel yang mengalami apoptosis dapat terdeteksi oleh mikroskop fluoresensi. Selain penambahan fluoresence, sel apoptosis juga dapat dideteksi dengan pelabelan peroksidase antibodi anti-fluorescence yang kemudian dapat dideteksi dengan menggunakan mikroskop cahaya. 36 24 2.5 Kerangka konsep Menyerang sel β pankreas secara selektif Streptozotocin Pemberian terapi C. cassia 400 mg/KgBB Mengandung polifenol Melalui GLUT 2 Mengandung sinamaldehida Merusak sistem mitokondria Membentuk radikal bebas menghambat OGicNAcase Proses alkilasi DNA Bersifat antioksidan meningkatkan fosforilasi reseptor insulin dan translokasi dari GLUT4 ke membran plasma Menginduksi nekrosis sel β Sel penghasil insulin rusak Memberikan elektron pada radikal bebas ↓ pembentukan ROS Defisiensi insulin Meningkatkan masuknya glukosa ke dalam sel Aktivitas insulin ↓ Kadar glukosa darah ↑ (hiperglikemia) Produksi AGEs ↑ Aktivasi jalur PKC Aktivasi jalur poliol Produksi ROS ↑ Menginduksi kerusakan DNA Kerusakan sel Mesangial glomerolus Endotel pada pembuluh darah Komplikasi mikrovaskular Terbentuk aterosklerosis Pembuluh darah kecil Aktivasi jalur hexosamine Diabetik Kardiomiopati ↑ kekakuan otot jantung Miosit jantung Terbentuk fibrosis ↑ Apoptosis sel jantung Permbuluh arteri/ koroner Proses healing Infark miokard Hipertrofi miosit 25 2.6 Definisi Operasional No Variabel Definisi operasional Alat Ukur Cara Pengukuran 1 Apoptosis sel jantung Gambaran nukleus sel jantung yang mengalami fragmentasi DNA sehingga berwarna coklat saat dilakukan perwarnaan dengan TUNEL Mikroskop Olympus BX-41 Mengidentifikasi apoptosis sel jantung pada pembesaran 20x dan dihitung secara manual di seluruh lapang pandang Gambar 2.9 Sel jantung yang mengalami apoptosis Skala Pengukuran Numerik BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Dalam percobaan ini peneliti melakukan perlakuan langsung terhadap subjek penelitian dan diamati hasilnya sehingga desain yang digunakan adalah desain penelitian eksperimental. 3.2 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2.1 Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2016 hingga April 2016 3.2.2 Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Biologi, laboratorium Biokimia, laboratorium Farmakologi, laboratorium Histologi, dan laboratorium Animal House Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Jl. Kertamukti No. 05, Pisangan, Ciptutat, Tangerang Selatan 3.3 Populasi dan Sampel Penelitian Dalam penelitian ini hewan percobaan yang digunakan adalah tikus jantan strain Sprague dawley berumur 16 minggu, dengan rentang berat badan 192-337 gram yang diperoleh dari Departemen Patologi Institut Pertanian Bogor (IPB). Dalam penelitian, hewan percobaan dibagi menjadi tiga kelompok data. Kelompok pertama adalah kelompok N (normal) sebagai kontrol negatif. Kelompok kedua adalah kelompok D (diabetes) sebagai kontrol positif. Kelompok ketiga adalah kelompok D+Cc 400 mg yaitu tikus diabetes karena telah diinduksi steptozotosin yang kemudian diberikan terapi ekstrak kayu manis dengan dosis 400 mg/KgBB selama 28 hari. Untuk menentukan jumlah sampel pada setiap kelompok penelitian, digunakan rumus Mead’s Equation Formula yaitu :37 E = N-B-T 26 27 E : Error Component (10-20) N : Jumlah individu percobaan (sampel) dalam semua kelompok (dikurang 1) B : Blocking Component (dikurang 1) B=0 T : Jumlah kelompok terapi (dikurang 1) E=N–B–T E=N–0–T ≥10 = (N-1) – (T-1) ≥10 = (N-1) – (3-1) ≥10 = N – 1 – 3 + 1 ≥10 = N – 3 N ≥ 13 E=N–B–T E=N–0–T ≤20 = (N-1) – (T-1) ≤20 = (N-1) – (3-1) ≤20 = N – 1 – 3 + 1 ≤20 = N – 3 N ≤ 23 Dari rumus tersebut didapatkan jumlah N adalah antara 13 – 23. Jumlah N tersebut kemudian dibagi menjadi 3 kelompok dengan jumlah yang sama, sehingga jumlah masing-masing sampel tiap kelompok adalah antara 4 – 7. Namun dalam penelitian ini peneliti tidak menerapkan jumlah sampel berdasarkan rumus tersebut karena keterbatasan jumlah sampel yang dapat digunakan pada waktu itu. Dari ketersedian jumlah sampel, maka jumlah sampel yang digunakan oleh peneliti adalah 2 untuk N, 3 untuk D, dan 3 untuk D+Ss 400 mg. 3.3.1 Kriteria Sampel 3.3.1.1 Kriteria Inklusi 1. Kelompok N (kontrol negatif) : tikus jantan strain Sprague dawley dengan glukosa darah sewaktu < 250 mg/dL 2. Kelompok D (kontrol positif) dan D+Cc 400 mg : tikus jantan strain Sprague dawley dengan glukosa darah sewaktu > 250 mg/dL. 3.3.1.2 Kriteria Eksklusi 1. Tikus mati sebelum mendapat perlakuan 2. Tikus jantan strain Sprague dawley yang diinduksi streptozotosin namun tidak mengalami diabetes yaitu glukosa darah sewaktu <250 mg/dl setelah dilakukan pengukuran selama 3 hari. 28 3.4 Cara Kerja Penelitian 3.4.1 Alat Penelitian Alat-alat yang digunakan dalam penelitan ini 1. Kandang tikus 18. Sarung tangan 2. Tempat makan dan 19. Neraca analitik minum tikus 20. Vortex 3. Perlengkapan 21. Valcon tube kebersihan 22. Sonde bengkok dan lurus 4. Timbangan digital 23. Spektrofotometer 5. Toples 24. PH meter 6. Glukometer merk Easy Touch 7. Glucotest 25. Mikroskop konfokal 26. Microwave strip Easy Touch 27. Oven 28. Stirer 8. Silet 29. Sentrifuge 9. Alkohol 30. Mikropipet 10. Tissue 31. Object glass 11. Minor set 32. Cover glass 12. Spuit 3cc 33. Mikrotom 13. Tabung EDTA 34. Rotamax 14. Coolbox 35. Waterbath 15. Tabung effendorf 36. Rak preparat 16. Sentrifugasi 37. Thermometer 17. Kulkas -80 C adalah : 3.4.2 Bahan Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Ekstrak kering kayu manis (Cinnamomum cassia) 2. Sukrosa 10%, ethanol 3. Ether 4. Buffer sitrat 5. Streprozotosin 6. Aquadest 7. Formalin 10% 8. Deionized water 9. Kit TUNEL (TdT-mediated dUTP Nick End.Labelling) 3.4.3 Adaptasi Sampel Sampel diadaptasi di Animal House selama 14 hari. 3.4.4 Induksi Streptozotosin Pada hari ke 15 tikus dipuasakan selama ± 16 jam, setelah itu diinduksi streptozotosin dengan dosis 55 mg/KgBB secara intraperitoneal. Kemudian tikus diberi makan dan setelah 24 jam tikus diberi sukrosa 10 % dengan menggunakan sonde agar tikus tidak hipoglikemia. Setelah itu hari ke 15-19 menunggu reaksi streptozotosin. Pada hari ke 19 tikus dicek glukosa darah sewaktu. Kemudian dipilih tikus yang gula darah sewaktu > 250 mg/dL untuk dimasukkan dalam kategori D (diabetes). 3.4.5 Pemberian Ekstrak Kayu Manis Ekstrak kayu manis diberikan pada sebagian tikus diabetes dengan dosis 400 mg/KgBB selama 4 minggu (hari ke 19 sampai 46). Pemberian ekstrak kayu manis dilakukan secara oral dengan menggunakan alat sonde dengan frekuensi pemberian satu kali sehari. 3.4.6 Pengukuran Sampel 3.4.6.1 Berat Badan Pengambilan data berat badan awal tikus dilakukan saat tikus dinyatakan diabetes, yang gula darah sewaktunya >250 gr/dL. Kemudian secara terus menerus berat badan tikus diukur selama 4 minggu sejak diberikan ekstrak kayu manis. 30 3.4.6.2 Glukosa Darah Pengambilan data glukosa darah sewaktu dilakukan pada hari ke 15, yakni sebelum diberikan streptozotosin. Glukosa darah tikus juga diukur pada hari ke 19 sebelum tikus diberikan ekstrak dan diulang seminggu sekali yaitu pada hari 25, 32, dan 39. Darah yang digunakan menjadi sampel adalah darah perifer di area ekor tikus. Sebelum diambil darahnya, dilakukan pembiusan dahulu pada tikus dengan menggunakan ether untuk mengurangi rasa sakit pada tikus. Setelah tikus terlihat lemas dan tidak sadar, darah diambil dengan menyayat ujung ekor tikus dengan silet. Setelah itu darah diteteskan pada strip glucotest yang sudah dipasangkan dengan glucometer dan ditunggu hasilnya. Kemudian dilakukan pembakaran pada ujung ekor tikus dengan menggunakan korek api untuk menghentikan perdarahan sekaligus mencegah infeksi. 3.4.7 Proses Nekropsi Sebelum tikus dibedah untuk diambil jaringannya, tikus dibius terlebih dahulu hingga lemas dan tidak sadar dengan menggunakan ether. Tunggu hingga efek anastesi bekerja, yaitu apabila tikus tidak berespon saat diberikan rangsang nyeri. Proses pembedahan dilakukan pada bagian abdominothoracal dan dilakukan nekropsi pada organ jantung. Kemudian jantung tersebut disimpan dalam tabung eppendorf dan diberi formalin-PBS 10 %. 3.4.8 Blocking Tahapan blocking adalah proses pembuatan blok preparat dengan paraffin. Proses ini diperlukan agar jaringan dapat dipotong dengan mikrotom. Hingga tahap ini langkah-langkah penelitian sudah dilakukan oleh Harahap, dkk pada tahun 2015, sehingga peneliti tidak melakukan langkah-langkah tersebut. 3.4.9 Pemotongan Jaringan Pemotongan jaringan dilakukan dengan menggunakan alat bernama mikrotom. Pada penelitian ini pemotongan jaringan tidak dilakukan oleh peneliti karena diperlukan keahlian untuk memperoleh potongan jaringan yang dapat digunakan sebagai sampel jaringan. Pemotongan diselesaikan 31 oleh jasa pemotongan jaringan Departememen Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI). 3.4.10 Tahap Pewarnaan Jaringan Peneliti melakukan langkah-langkah penelitian dimulai dari tahap ini. 3.4.10.1 Deparafinisasi Setelah preparat disiapkan, kemudian preparat dicelupkan secara berurutan kedalam toples yang berisi cairan xylene I, xylene II, xylene III masing-masing selama 5 menit. Setiap pencelupan, toples diletakkan diatas Rotamax dengan pengaturan kecepatan ± 125 rpm. Setiap sebelum diputar dengan Rotamax preparat angkat celup sebanyak 3 kali terlebih dahulu. Kemudian preparat dicelupkan secara berurutan kedalam toples yang berisi cairan 100 % ethanol, 100% ethanol, 90% ethanol, 70% ethanol masing-masing selama 5 menit. Setiap pencelupan, toples diletakkan diatas Rotamax dengan pengaturan kecepatan ± 125 rpm. Setiap sebelum diputar dengan Rotamax preparat diangkat celup sebanyak 3 kali terlebih dahulu. Selanjutnya, preparat dicelupkan ke dalam toples berisi DW dan diletakkan diatas Rotamax selama 2 menit. Setelah itu buang DW dari toples. 3.4.10.2 Proses Enzimatik Mengeringkan preparat dan diletakkan secara berjajar diatas alas. Kemudian meneteskan Proteinase K sebanyak 10-20 µg / ml pada suhu ruangan dan tunggu selama 15 menit. Setelah itu, preparat dicelupkan ke dalam toples berisi cairan PBS yang kemudian diputar diatas Rotamax sebanyak 2 kali dengan PBS yang berbeda masingmasing selama 10 menit. 3.4.10.3 Proses inaktivasi endogen peroksidase Meneteskan H2O2 3% pada preparat sampai seluruh permukaan potongan organ tertutup. Kemudian ditunggu selama 5 menit. Setelah itu preparat dicelupkan ke dalam toples berisi cairan PBS yang kemudian diputar selama 10 menit, kemudian cairan PBS nya dibuang dan diganti dengan cairan PBS yang baru. Setelah itu preparat diputar diatas Rotamax selama 5 menit. 32 3.4.10.4 Proses Labeling Meneteskan Labeling reaction mixture 50µl (berisi 5µl TdT enzyme dicampurkan dengan 45 µl Labeling safe buffer) pada masing-masing preparat dan kemudian ditutup dengan cover glass. Preparat dimasukan kedalam wadah humidified chamber dan dioven dengan suhu 37o selama 70 menit. Kemudian preparat dikeluarkan dari oven dan dibuka cover glassnya. Setelah itu, preparat dicelupkan ke dalam toples berisi cairan PBS yang kemudian diputar diatas Rotamax sebanyak 2 kali dengan PBS yang berbeda masing-masing selama 5 menit. 3.4.10.5 Proses reaksi antibodi Meneteskan anti-FITC HRP conjugate sebanyak 70 µl pada masing-masing preparat dan kemudian ditutup dengan cover glass. Preparat dimasukan ke dalam oven dengan suhu 37 o selama 30 menit. Kemudian preparat dikeluarkan dari oven dan dibuka cover glassnya. Setelah itu, preparat dicelupkan ke dalam toples berisi cairan PBS yang kemudian diputar diatas Rotamax sebanyak 2 kali dengan PBS yang berbeda masing-masing selama 5 menit 3.4.10.6 Pewarnaan akhir Memasukan preparat dalam toples berisi DAB dan diletakkan diatas Rotamax selama 12 menit. Kemudian preparat dicelupkan ke dalam toples berisi Deionized water yang kemudian diputar diatas Rotamax sebanyak 2 kali dengan Deionized water yang berbeda masing-masing selama 5 menit. 3.4.10.7 Proses Counterstaining Meneteskan methyl green 3% pada masing-masing preparat pada preparat sampai seluruh permukaan potongan organ tertutup. Kemudian ditunggu sampai 7 menit. Kemudian preparat dicelupkan ke dalam toples berisi Deionized water yang kemudian diputar diatas Rotamax selama 5 menit. 33 3.4.10.8 Proses dehidrasi preparat Kemudian preparat diangkat-celupkan sebanyak 3 kali secara berurutan kedalam toples yang berisi cairan 70 % ethanol, 90% ethanol, 100% ethanol yang berbeda. Kemudian celupkan satu per satu preparat kedalam xylene dan langsung dikeringkan. 3.4.10.9 Fiksasi preparat Setelah preparat kering, kemudian teteskan Entelan diatas potongan organ preparat sebanyak 1 tetes dan ditutup dengan cover glass sampai tidak terdapat gelembung udara. Preparat didiamkan minimal 12 jam. 3.4.11 Foto Jaringan Preparat diamati dan difoto dengan menggunakan mikroskop Olympus BX41 dan software Olympus DP2-BSW pada semua lapang pandang dengan perbesaran 20x. 34 3.5 Alur Penelitian Hari 1 Mengukur GDS Mengukur BB Hari 1-14 Mengukur GDS Mengukur BB Hari 15 Tikus normal yang diinduksi streptozotosin GDS<250mg/dL streptozotosin 55mg/kgBB Hari 15 Kelompok N (normal) GDS<250mg/dL Hari 15-19 Menunggu reaksi streptozotosin Hari 19 Mengukur GDS Mengukur BB Hari 19 Mengukur GDS Mengukur BB Hari 19-46 Kelompok D GDS>250mg/dL Tanpa terapi Hari 19-46 Kelompok D+Cc GDS>250mg/dL Pemberian ekstrak kayu manis 400 mg/KgBB Hari 20-46 Mengukur BB Hari 25, 32, 39, dan 46 Mengukur GDS Hari 47 Sacrifice Pengambilan organ jantung Pembuatan preparat Blocking Februari 2016 Pemotongan jaringan dengan mikrotom Penempelan jaringan Tahap yang dilakukan oleh peneliti Pewarnaan Preparat Pewarnaan dengan kit TUNEL TAKARA Deparafinisasi Foto preparat 35 3.6 Pengolahan data dan Analisa Data Setelah jaringan preparat sudah difoto di semua lapang pandang, dilakukan penghitungan jumlah sel apoptosis pada tiap lapang pandang. Kemudian data diolah secara komputerisasi, yaitu dengan mnggunakan SPSS versi 16. Dalam pengolahan data ini, peneliti menggunakan uji Oneway Annova karena penelitian ini termasuk analitik kategorik numerik dan data yang diambil lebih dari 2 kelompok uji. Sebelum data dimasukkan, harus dilakukan uji normalitas data dan homogenitas terlebih dahulu. Jika hasil uji distribusi menunjukkan data yang normal dan homogen maka data bisa diuji dengan oneway Annova. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil dan Pembahasan Dari penelitian yang telah dilakukan oleh Rachmah dkk. 2015, hasil yang didapatkan adalah berupa data glukosa darah yang merupakan hasil rata-rata dari glukosa darah dari hari ke-1, hari ke-7, hari ke-21, dan hari ke-28. Dari data tersebut peneliti dapat mengamati bagaimana kondisi glukosa darah tikus yang jantungnya dijadikan preparat untuk melihat indeks apoptosis sel jantung. 4.1.1 Apoptosis Sel Jantung Dari penelitian ini didapatkan data apoptosis sel yang merupakan jumlah sel jantung yang mengalami apoptosis, yang ditandai dengan bercak bulat berwarna kehitaman, yang didapatkan dari organ jantung tikus masing-masing kelompok. Kelompok pertama adalah kelompok N (normal) sebagai kontrol negatif. Kelompok kedua adalah kelompok D (diabetes) sebagai kontrol positif. Kelompok ketiga adalah kelompok D+Cc 400 mg yaitu tikus diabetes karena telah diinduksi steptozotosin yang kemudian diberikan terapi ekstrak kayumanis dengan dosis 400 mg/KgBB selama 28 hari. Preparat dari organ jantung tikus tersebut telah dilakukan pewarnaan dengan menggunakan pewarnaan TUNEL dengan tujuan memperlihatkan gambaran apoptosis sel secara histologi. Sehingga didapatkan data apoptosis sel sebagai berikut : 36 Rata-rata Persentase Apoptosis Sel Jantung (%) 37 70 * # 60 50 40 30 20 10 0 N D D+Cc400 Grafik 4.1 Rata-rata Presentase Jumlah Apoptosis Sel Jantung pada masing-masing kelompok penelitian, yaitu N = Normal (n=2), D = Diabetes (n=3), dan D+Cc400 = (n=3). *P<0,05, untuk Normal Vs Diabetes, #P<0,05 untuk D Vs D+Cc400. Grafik diatas menunjukkan bahwa rata-rata persentase apoptosis sel jantung pada preparat kelompok normal memiliki nilai yang rendah (14,5%). Sedangkan pada kelompok diabetes, nilai rata-rata persentase apoptosis sel jantung cukup tinggi yaitu 61%. Namun, pada preparat kelompok D+Cc400 yaitu kelompok diabetes yang sudah diberikan terapi C. Cassia 400 mg/kgBB rata-rata apoptosis sel jantung menunjukkan nilai yang cukup rendah yaitu 20,67%. Data tersebut menggambarkan bahwa nilai rata-rata persentase apoptosis sel jantung pada kelompok diabetes jauh lebih tinggi dibandingkan kelompok normal. Hal ini sesuai dengan teori tentang apoptosis sel jantung yang merupakan salah satu komplikasi dari penyakit diabetes. Sedangkan rata-rata persentase apoptosis sel jantung pada kelompok D+Cc400 menunjukkan nilai yang cukup rendah dibandingkan kelompok diabetes. Nilai rata-rata persentase apoptosis sel jantung dari kelompok D+Cc400 hampir mendekati kelompok normal, yaitu selisih ±6,2 %. 38 Untuk memperlihatkan perbedaan nilai rata-rata persentase apoptosis sel jantung tiap kelompok sampel secara statistik, maka dilakukan uji data dengan Oneway Annova. Peneliti menggunakan analisis data dengan menggunakan uji Oneway Annova karena penelitian ini termasuk analitik kategorik numerik dan data yang diambil lebih dari 2 kelompok uji. Sebelum data diolah, dilakukan uji normalitas data dan homogenitas terlebih dahulu. Apabila hasil uji distribusi menunjukkan data yang normal dan homogen maka data dapat diuji dengan Oneway Annova. Dari uji Oneway Annova didapatkan p-value 0,003, yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nilai yang bermakna pada nilai rata-rata persentase apoptosis sel jantung antar kelompok sampel (Tabel 4.1). Tabel 4.1 Hasil analisis Uji Oneway Annova Kelompok Mean±SD N 0,145±0,035 D 0,61±0,055 D + Cc 400 0,207±0,052 P value 0,003 Ket : SD = Standard deviasi, N = Normal (n=2), D = Diabetes (n=3), D+Cc400 =z Diabetes dengan terapi kayu manis 400 mg/kgBB (n=3). Setelah dilakukan uji Oneway Annova, dilakukan juga uji analisis Post-hoc LSD untuk mengidentifikasi perbedaan nilai rata-rata antar dua kelompok. Tabel 4.2 Hasil analisis Uji Post-hoc LSD Sampel Perbedaan ratarata CI 95% P value Minimum Maksimum N vs D -46,50 -66,60 -26,39 0,002 N vs D+Cc400 -6,167 -26,27 13,94 0,466 D vs D+Cc400 40,33 22,35 58,31 0,002 Ket: CI = Confidence Interval, N = Normal (n=2), D = Diabetes (n=3), D+Cc400 = Diabetes dengan terapi kayu manis 400 mg/kgBB (n=3) 39 Hasil uji post-hoc menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada nilai rata-rata persentase jumlah apoptosis sel jantung pada sampel normal dengan sampel diabetes (p value = 0,002), sehingga dapat diartikan bahwa terjadi peningkatan signifikan apoptosis sel jantung pada sampel diabetes jika dibandingkan sampel normal. Kemudian perbandingan sampel diabetes dengan perlakuan kayu manis 400 mg/kgBB (p value = 0,002) menunjukkan penurunan jumlah apoptosis sel jantung yang signifikan pada sampel kayu manis jika dibandingkan diabetes. Sedangkan, perbedaan rata-rata persentase jumlah apoptosis sel jantung pada sampel normal dengan sampel kayu manis 400 mg/kgBB (p value = 0,466) tidak jauh berbeda. 40 4.2 Gambaran Histologi a. b. c. Gambar 4.1 Hasil pewarnaan TUNEL perbesaran 20x; (a) N = Normal (n=2), (b) D = Diabetes (n=3), (c) D+Cc = Perlakuan kayu manis 400 mg/kgBB (n=3), ( ) sel apoptosis. 41 Pemberian STZ sebagai agen diabetogenik pada tikus Sprague Dawley, telah dibuktikan pada penelitian sebelumnya oleh Rachmah dkk tahun 2015 (tabel 4.1) dengan hasil yang signifikan yang menunjukkan terdapat peningkatan kadar gula darah tikus menjadi >200 mg/kgBB (p value= 0,014).38 Sehingga dapat dikatakan bahwa tikus telah mengalami diabetes. Kemudian dalam penelitian ini, menggambarkan bahwa kondisi hiperglikemia dapat meningkatkan jumlah apoptosis sel jantung (Gambar 4.1 dan grafik 4.1). Keadaan hiperglikemia yang disebabkan oleh kondisi defisiensi insulin dan resistensi insulin di jaringan menyebabkan tubuh tidak menggunakan glukosa melainkan asam lemak sebagai sumber ATP. Penggunaan asam lemak yang eksklusif pada orang diabetes menyebabkan akumulasi asam lemak pada miokard yang kemudian berlanjut dengan lipotoksisitas. Selain itu, akumulasi tersebut juga menginduksi apoptosis sel miokard. Disisi lain patofisiologi umum pada diabetes seperti AGEs dan ROS menyebabkan akumulasi kolagen dalam matriks ekstraseluler. AGEs yang berikatan dengan reseptornya memicu NADPH oksidase dan menginduksi produksi peroksida dan ROS yang nantinya akan menyebabkan kerusakan langsung DNA miosit.8 Pada tahun 2014, Abeer et al melakukan penelitian dengan hasil yang memperlihatkan adanya peningkatan signifikan jumlah apoptosis sel jantung tikus Wistar Albino yang diinduksi STZ. Selain itu, penelitian tersebut juga mengidentifikasi hubungan apoptosis sel jantung dengan peningkatan aktivitas radikal bebas seperti ROS, yang tergambarkan oleh adanya peningkatan malonaldialdehyde (MDA) dan penurunan signifikan level dari glutathione (GSHPX) pada organ jantung (p <0,001).39 Tabel 4.2 dan 4.3 dan gambaran histologi (Gambar 4.1) menunjukkan terdapat penurunan jumlah rerata apoptosis sel jantung dapat terlihat pada perlakuan kayu manis 400 mg/kgBB. Pada penelitian sebelumnya dilaporkan terdapat penurunan gula darah yang signifkan pada sampel diabetes dengan kayu manis 400 mg/kgBB (p value = 0,014).38 Selain sifat anti-diabetes, kayu manis dikenal dengan sifat anti-inflamasi, anti-bakteri, dan antioksidan. Sebuah penelitian in vitro menyebutkan bahwa kayu manis bermanfaat untuk diabetes karena kau manis dapat meningkatkan masuknya glukosa ke dalam sel yaitu 42 dengan meningkatkan fosforilasi reseptor insulin dan translokasi dari GLUT 4 ke membran plasma. Senyawa yang memiliki fungsi tersebut adalah polifenol. Aktivitas antioksidan dari polifenol ini terbentuk karena kemampuan ion fenoksida yang dapat memberikan satu elektronnya ke radikal bebas, misalnya ROS. Sehingga efek buruk dari radikal bebas pada orang diabetes akan berkurang dan dapat mencegah dari proses apoptosis sel dari organ-organ penderita diabetes. Selain itu sebuah studi klinis menunjukkan kemampuan kayu manis yang memiliki efek menurunkan tingat glukosa postprandial. Dengan demikian kayu manis dapat disimpulkan sebagai rempah-rempah anti-diabetes yang dapat mengurangi resiko perburukan dari penyakit diabetes.9 4.3 Keterbatasan Penelitian Cinnamomum cassia yang digunakan hanya satu dosis saja (400 mg/kgBB) dengan lama pemberian 28 hari sehingga data kurang bervariasi. Sampel yang diambil untuk dilakukan pewarnaan TUNEL sangat sedikit dan tidak memenuhi jumlah sampel yang harus dipakai dalam penelitian dikarenakan pertimbangan harga kit TUNEL yang sangat mahal dan ketersediaan preparat yang masih dapat digunakan dalam penelitian. Tidak adanya kelompok normal yang diberikan perlakuan kayu manis. 43 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan uji statistik yang telah dilakukan pada bab sebelumnya, maka peneliti dapat menyimpulkan : Pemberian ekstrak kayu manis Cinnamomum cassia dengan dosis 400 mg/kgbb/hari yang diberikan selama 28 hari memiliki efek penurunan pada indeks apoptosis sel jantung tikus diabetes melitus yang bermakna jika dibandingkan dengan kelompok diabetes tanpa terapi (p-value 0.002). 5.2 Saran Diperlukan penilitian lebih lanjut tentang efek kayu manis Cinnamomum cassia dengan membandingkan beberapa dosis, agar dapat ditentukan kadar terbaik. Diperlukan penelitian lebih lanjut tentang efek kayu manis Cinnamomum cassia dengan sampel yang lebih banyak agar hasil dapat lebih menggambarkan efek dari kayu manis Cinnamomum cassia terhadap apoptosis sel jantung. 43 44 BAB VI KERJASAMA RISET Riset ini merupakan bagian kerjasama riset mahasiswa dan kelompok riset diabetes dan regenerasi jantung PSPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah yang di biayai oleh Kementrian Agama Republik Indonesia di bawah bimbingan dr. Flori Ratna Sari, Ph.D dan dr. Hari Hendarto, Ph.D, Sp.PD-KEMD, FINASIM. 1. DAFTAR PUSTAKA American Diabetes Association. Diagnosis and classification of diabetes mellitus. Diabetes Care. 2013 Jan; 36 (suppl 1): S67-S74 2. Kharroubi AT, Darwish HM. Diabetes mellitus: The epidemic of the century. World J Diabetes. 2015 June 25; 6 (6): 850-867 3. International Diabetes Federation. Annual Report 2014. 4. Mihardja L, Soetrisno U, Soegondo S. Prevalence and clinical profile of diabetes mellitus in productive aged urban Indonesians. J Diabetes Invest. 2014; 5: 507-512 5. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). 2013. 6. World Health Organization. Global report on diabetes. WHO Library Cataloguing-in-Publication Data. 2016. 7. Sayin N, Kara N, Pekel G. Ocular complications of diabetes mellitus. World J Diabetes. 2015 February 15; 6 (1): 92-108 8. Trachanas K, Sideris S, Aggeli C, Poulidakis E, Gatzoulis K, Dimitrios T, Ioannis K. Diabetic Cardiomyopathy: From Pathophysiology to Treatment. Hellenic J Cardiol 2014; 55: 411-421 9. Sahib AS. Anti-diabetic and anti oxidant effect of cinnamon in poorly controlled type-2 diabetic Iraqi patients: A ramdomized, placebocontrolled clinical trial. Journal of Intercultural Ethnopharmacology. 2016 February 21; 5 (Issue 2): 108-113 10. Elobeid MA, Virk P, Siddiqui MI, Omer SA, Amin ME, Hassan Z, et al. Antihyperglycemic Activity and Body weight effect of Extracts of Emblica officianalis, Tamarix nilotica, and Cinnamon Plant in Diabetic Male Rats. Wulfenia Journal. 2013 Nov; 20 (11): 18-31 11. Pandol SJ. Normal Pancreatic Function. American Pancreatic Association. 2015 June 13; ver. 1: 1-13 12. Kitabchi AE. Physiology of Endocrine Pancreas and Pathophysiology of Diabetes Mellitus. Pathophysiology Course – Endocrine Module. 2009 December 4; 6: 1-48 45 46 13. Openstax. Anatomy and Phisiology: Chapter 17 The Endocrine System: Openstax CNX. 2013 14. Monroy BL, Mejia CF. Biochemistry, Genetics and Molecular Biology: Chapter 9 Oxidative Stress and Chronic Degenerative Disease – A Role for Antioxidants: Intech. 2013 15. Muoio DM, Newgard CB. Molecular and metabolic mechanisms of insulin resistance and β-cell failure in type 2 diabetes. Nature Publishing Group. 2008 January 17; 9: 193-205 16. Ozougwu JC, Obimba KC, Belonwu CD, Unakalamba CB. The pathogenesis and pathophysiology of type 1 and type 2 diabetes mellitus. Academics Journals. 2013 September; 4 (4): 46-57 17. Thomassian B. Diabetes Mellitus: Pathophysiology and Clinical Guidelines. ADA CERP. 2015 December; 7(CEs): 1-74 18. Kohei KAKU. Pathophysiology of Type 2 Diabetes and Its Treatment Policy. JMAJ. 2010 February; 53 (1): 41-46 19. Baynest HW. Classification, Pathophysiology, Diagnosis and Management of Diabetes Mellitus. J Diabetes Metab. 2015; 6:5 20. American Diabetes Association. Fact Card for Diabetes Statistics Scavenger Hunt. Schoolwalk for Diabetes. 21. National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases. Diagnosis of Diabetes and Prediabetes. NIH Publication. 2014 June; 14 22. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. 2006 23. Ndraha S. Diabetes Melitus Tipe 2 dan Tatalaksana Terkini. Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana Jakarta. Medicinus. 2014 Agustus; 27 (2): 9-16 24. Forbes JM, Cooper ME. Mechanisms of Diabetic Complications. American Physiological Society. 2013; Physiol Rev 93: 137-188 25. Brownlee M. The Pathobiology of Diabetic Complications: A Unifying Mechanism. Diabetes. 2006 June; 54 26. Giacco F, Brownlee M. Oxidative stress and diabetic complications. Diabetes Research Center. PMC. 2011 October 29; 107(9): 1058-1070 47 27. Brownlee M. Biochemistry and molecular cell biology of diabetic complications. Nature. 2001; 414: 813-820 28. Kementrian Kesehatan RI. Situasi dan Analisis Diabetes. Pusat Data dan Informasi Kemertrian kesehatan RI. 2014 29. Fowler MJ. Microvascular and Macrovascular Complications of Diabetes. Diabetes Foundation. Clinical Diabetes. 2008; 26 (2): 77-82 30. Seferovic PM, Paulus WJ. Clinical diabetic cardiomiopathy: a two faced diseace with restrictive and dilated phenotypes. University Medical Center. European Heart Journal. 2015 April 2; 1-13 31. Plantamor. Informasi spesies: Kayu Manis Cinnamomum cassia. Diunduh dari http://www.plantamor.com/index.php?plant=331 diunduh pada tanggal 30 Juli 2016 pukul 22.00 WIB 32. Nisa LC. Aktivitas antibakteri kulit kayu manis dengan cara ekstraksi yang berbeda. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Naskah Publikasi. 2014 33. Akbarzadeh A, Norouzian D, Mehrabi MR, Jamshidi SH, Farhangi A, Verdi AA, etc. Induction of diabetes by streptozotocin in rats. Department of Pilot Biotechnology of Pasteor Institut of Iran. Indian Journal of Clinical Biochemistry. 2007; 22 (2): 60-64 34. Goud BJ, Dwarakanath V, Chikka BK. Streptozotocin- A Diabetogenic Agent in Animal Models. International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Research. Human Journals. 2015 April; 3 (1) 35. Jena Bioscience. In cell biology: Apoptosis (TUNEL assay). diunduh dari http://www.jenabioscience.com/cms/en/1/catalog/2205_apoptosis_tunel_as say.html pada tanggal 28 Juli 2016 pada pukul 20.00 WIB 36. Takara Bio. In situ Apoptosis Detection Kit. Diunduh dari http://www.takara.co.kr/file/manual/pdf/mk500_e_0712.pdf pada tanggal 25 Maret 2016 pukul 23.15 WIB 37. Singh AS, Masuku MB. Sampling techniques and determination of sample size in applied statistic research: an overview. Int. J. ECM. 2014 38. Harahap RU. Efek Ekstrak Kayu Manis (Cinnamomum cassia) Terhadap Kadar Glukosa Darah, Berat Badan dan Trigliserida pada Tikus Jantan 48 Strain Sparague dawley yang diinduksi streptozotosin (STZ). Jakarta:UIN Syarif Hidayatullah Jakarta;2014 39. Abeer A, Noha S, Hussien. Cardiac apoptosis as a possible cause of diabetic cardiomyopathy and the protective role of alpha lipoic acid and Losartanin diabeticrats. International Journal of Advanced Research. 2014;2(11): 325-37 LAMPIRAN Lampiran 1 Hasil Determinasi/ Identifikasi Bahan Uji Gambar 7.1 Hasil Determinasi/ Identifikasi Bahan Uji 49 50 Lampiran 2 Surat Keterangan Tikus Sehat Gambar 7.2 Surat Keterangan Tikus Sehat 51 Lampiran 3 Gambar Proses Penelitian Gambar 7.3 Adaptasi tikus Gambar 7.4 Pembiusan menggunakan ether Gambar 7.5 Pengukuran glukosa darah sewaktu Gambar 7.6 Streptozotocin 52 Gambar 7.7 Natrium sitrat 3,13% Gambar 7.8 Penimbangan streptozotocin Gambar 7.9 Pengukuran pH buffer sitrat Gambar 7.10 Pencampuran buffer sitrat dengan streptozosin 53 Gambar 7.11 Pemberian ekstrak dengan sonde Gambar 7.13 Penimbangan berat badan tikus Gambar 7.12 Sukrosa Gambar 7.14 Nekropsi 54 Gambar 7.15 Pengambilan darah dari vena cava inferior Gambar 7.17 Alat autoclave Gambar 7.16 Tip mikropipet Gambar 7.18 Tempat preparat 55 Gambar 7.19 Gambar 7.20 Pembuatan PBS 1X Proses pengeringan preparat Gambar 7.21 Gambar 7.22 Proses pewarnaan dengan menggunakan kit TUNEL TAKARA Pemasangan cover glass pada preparat 56 Lampiran 4 Perhitungan Dosis 1. Induksi Streptozotocin (STZ) 55 𝑚𝑔 1 𝑘𝑔 = 55 𝑚𝑔 1000 𝑔 = 5,5 𝑚𝑔 100 𝑔 Rata-rata BB adalah 260 gram. Jika BB tikus 260 gram, STZ yang dibutuhkan sebanyak : 5,5 𝑚𝑔 100 𝑔 𝑥 260 𝑔 = 𝑥 5,5 𝑚𝑔 x = 260 𝑔100 𝑔 = 14,3 mg/tikus dengan BB 260 gram. Setiap hari tikus yang disuntik adalah 14 ekor, maka = 14 ekor x 14,3 mg = 200,2 mg STZ akan dimasukkan seminimal mungkin dengan kadar 0,1 mL buffer. Jika yang dibutuhkan 200,2 mg STZ, maka buffer yang dibutuhkan adalah: 5,5 𝑚𝑔 200,2 𝑚𝑔 = 𝑥 0,1 𝑚𝐿 x= 200,2𝑚𝑔 𝑥 0,1 𝑚𝐿 5,5 𝑚𝑔 x = 3,64 mL buffer per 14 tikus 2. Pemberian ekstrak kayu manis Dosis 400mg/kgBB 400 𝑚𝑔 1 𝑘𝑔 = 400 𝑚𝑔 1000 𝑔 = 40 𝑚𝑔 100 𝑔 𝑚𝑔 Untuk 20 ekor tikus = 20 x 300 gr (BB) x 40 = 2400 mg 100 𝑔 Dilarutkan dalam aquades steril 10 𝑚𝑔 0,1 𝑚𝐿 = x= 2400 𝑚𝑔 𝑥 2400 𝑚𝑔 𝑥 0,1 𝑚𝐿 10 𝑚𝑔 x = 24 mL Jadi, untuk melarutkan 2400 mg ekstrak kayu manis dibutuhkan aquades sebanyak 24 mL. 57 Lampiran 5 Riwayat Penulis Identitas Nama : Salsabila Firdausi Jenis Kelamin : Perempuan Tempat, Tanggal Lahir : Sidoarjo, 26 April 1997 Agama : Islam Alamat : Jl. Pisangan Raya RT 03 RW 05 Pisangan No 154 Kel. Cirendeu, Kec. Ciputat Timur, Tangerang Selatan Email : [email protected] Riwayat Pendidikan 2001-2003 : TK Muslimat Ngingas 2003-2009 : MINU Ngingas 2009-2011 : MTs Unggulan Amanatul Ummah Prog. Akselerasi 2011-2013 : MA Unggulan Amanatul Ummah Prog. Akselerasi 2013-sekarang : Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta