NAG - ETD UGM

advertisement
I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kitin adalah polimer linier yang tersusun oleh monomer N-asetilglukosamin
(NAG) dan termasuk golongan polisakarida. Kelimpahan kitin di alam menempati
urutan terbesar kedua setelah selulosa dan terdistribusi luas di lingkungan biosfer seperti
kulit crustaseae (kepiting, udang dan lobster), ubur-ubur, komponen struktural
eksoskeleton serangga, dinding sel fungi, alga dan nematoda, binatang maupun
tumbuhan. Kitin merupakan struktur yang rigid pada eksoskeleton binatang. Hal ini
dikarenakan pada rantai polimer N-asetilglukosamin terdapat ikatan hidrogen antar
molekul membentuk mikrofibril menghasilkan struktur yang stabil, rigid, dan tidak larut
dalam air sehingga dapat mengkristal (Emma, 1997).
Kitin dapat didegradasi menjadi monomernya yang berupa NAG serta
polimernya yang berupa kitin oligosakarida dengan proses hidrolisis. NAG memiliki
manfaat di berbagai bidang, seperti bidang kedokteran dan farmasi sebagai bahan obat
pencegah kerusakan sendi dan penyakit radang usus, bidang kosmetik sebagai bahan
pencegah keriput pada kulit, serta bidang pangan dan bioteknologi sebagai bahan anti
mikroba (Jeen et al., 2010). Umumnya NAG diproduksi dengan cara hidrolisis kitin
menggunakan asam pekat pada suhu tinggi. Prosedur ini memiliki beberapa masalah
seperti biaya produksi yang tinggi, hasil NAG yang rendah dan limbah asam yang dapat
mencemari lingkungan (Binod et al., 2007). Alternatif metode hidrolisis kitin menjadi
NAG yang lebih aman, ramah lingkungan, dan efektif, yaitu hidrolisis secara enzimatis
menggunakan kitinase yang dihasilkan oleh mikroorganisme tertentu.
Kitinase merupakan enzim ekstraseluler yang mampu menghidrolisis kitin
menjadi monomernya yaitu N-asetilglukosamin (Herdyastuti, 2009). Degradasi kitin
secara enzimatis oleh kitinase berlangsung secara bertahap. Mula-mula polimer kitin
dipecah menjadi oligomer kitin (umumnya berupa dimer) dan selanjutnya diuraikan
menjadi monomer NAG oleh β-N-asetilglukosaminidase. Kitinase dihasilkan oleh
berbagai organisme seperti serangga, crustacea, jamur dan bakteri. Bakteri penghasil
enzim kitinase dapat dideteksi dan diisolasi melalui terbentuknya zona bening pada
medium selektif agar (Muzzarelli, 1977). Salah satu bakteri yang dapat menghasilkan
kitinase yaitu Pseudomonas sp. Menurut Siegrist (2010), bakteri ini banyak ditemukan
di alam antara lain di tanah, air, tumbuhan, dan hewan. Bakteri ini termasuk bakteri
1
Gram negatif dan bersifat patogen, namun pada beberapa kasus bakteri ini tidak patogen
dan beberapa strain (misalnya Pseudomonas putida) digunakan untuk biodegradasi
senyawa organik yang beragam misalnya polusi udara (bio scrubber), air limbah dan
bahan yang tercemar lainnya. Pseudomonas dapat tumbuh dengan optimal pada suhu
37-40ºC dan pH 7 (Breed et al., 1957).
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bakteri Pseudomonas mampu
menghasilkan enzim kitinase. Pseudomonas stutzeri yang diisolasi dari tanah tanaman
ginseng memiliki aktivitas kitinase sebesar 56,2 U/mL setelah diinkubasi selama 5 hari
(Seong & Sang, 1994). Penelitian Velusamy et al. (2011) juga menunjukkan bahwa
Pseudomonas yang diisolasi dari tanah tempat pembuangan cangkang udang di daerah
Buan, Korea, memiliki nilai aktivitas kitinase tertinggi pada hari ke-3 inkubasi yaitu
sebesar 1,44 U/mL. Pseudomonas aeruginosa hasil penelitian Wang & Chang (1997)
memiliki aktivitas kitinase terbaik sebesar 0,70 U/mL pada hari ke-4 inkubasi.
Pada penelitian sebelumnya telah ditemukan Pseudomonas sp. PT 5 yang
diisolasi dari sedimen tambak udang PT. Indokor, Yogyakarta dengan aktivitas kitinase
0,002 U/mL dan memiliki indeks kitinolitik sebesar 1,6 (Kholifah, 2015). Hasil
identifikasi molekuler menunjukkan bahwa Pseudomonas sp. PT 5 memiliki kesamaan
dengan Pseudomonas stutzeri sebesar 97 %. Pseudomonas telah banyak dilaporkan
pada beberapa penelitian memiliki aktivitas kitinase (Velusamy et al., 2011 ; Seong &
Sang, 1994 ; Wang & Chang, 1997), namun penelitian mengenai aplikasinya dalam
proses produksi NAG belum banyak ditemukan. Pembentukan NAG dalam medium
kitin diduga berhubungan dengan kemampuan bakteri dalam menghasilkan enzim
kitinase, sehingga faktor lingkungan perlu disesuaikan agar pertumbuhan bakteri dan
produksi enzim maksimal.
Faktor
lingkungan
yang
dapat
mempengaruhi
produksi
kitinse
oleh
Pseudomonas diantaranya adalah pH dan sumber karbon. Nilai pH dari medium
mempengaruhi ion H+ pada medium, sehingga struktur enzim akan berubah ketika
adanya ion H+ dan ion OH- yang tidak seimbang dan kondisi pH medium juga
dibutuhkan untuk menghasilkan kondisi lingkungan pertumbuhan bakteri yang sesuai
(Thiagarajan et al., 2011). Sumber nutrisi pada medium dibutuhkan untuk
menumbuhkan bakteri secara efektif dan sebagai substrat tambahan dalam
memproduksi NAG. Penambahan sumber karbon lain selain kitin yang sesuai dengan
bakteri kitinolitik tersebut dan konsentrasi yang tepat, juga dapat meningkatkan energi
2
bagi bakteri untuk pertumbuhan dan menghasilkan enzim kitinase (Pandey et al., 1999).
Penelitian Seong & Sang menunjukkan bahwa pH dan penambahan sumber karbon
berpengaruh terhadap aktivitas kitinase yang dihasilkan oleh Pseudomonas stutzeri.
Penelitian tersebut menunjukkan bahwa kondisi terbaik untuk meningkatkan nilai
aktivitas kitinase adalah pH 7 dan penambahan sumber karbon dekstrosa. Dengan
demikian, penelitian ini akan menggunakan faktor-faktor yaitu pH medium, sumber
karbon dan konsentrasinya untuk mengetahui produksi NAG yang maksimal oleh
Pseudomonas sp. PT 5.
1.2. Tujuan
1. Mengetahui produksi N-asetilglukosamin pada berbagai pH medium oleh
Pseudomonas sp. PT 5.
2. Mengetahui produksi N-asetilglukosamin pada medium kitin dengan berbagai
penambahan sumber karbon lain dan konsentrasinya oleh Pseudomonas sp. PT 5.
3. Mengetahui pertumbuhan bakteri Pseudomonas sp. PT 5 pada medium kitin dengan
dan tanpa penambahan sumber karbon terbaik.
1.3. Manfaat
Adapun manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini berupa:
1. Mendapatkan hasil yang maksimal dalam memproduksi N-asetilglukosamin oleh
Pseudomonas sp. PT 5.
2. Sumber informasi mengenai faktor-faktor produksi N-asetilglukosamin.
3. Mendapatkan alternatif cara baru dalam produksi N-asetilglukosamin.
3
Download