30 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Peningkatan respon imun dapat terjadi karena adanya infeksi maupun setelah imunisasi atau adanya gangguan sirkulasi maupun tumor. Selain itu peningkatan respon imun juga dipengaruhi oleh imunomodulator. Salah satu herbal yang potensial sebagai imunomodulator adalah jintan hitam. Pemberian jintan hitam secara teratur dengan dosis bertingkat (kontrol, dosis prevetif, dosis kuratif dan capuran jintan hitam dengan madu) menunjukkan gambaran histopatologi yang berbeda-beda. Data kuantitatif yang diperoleh dari perhitungan rataan jumlah dan luas folikel menunjukkan nilai rataan yang berbeda berdasarkan dosis pemberiannya. Selain gambaran histopatologi, hasil pengamatan pada slide organ limfoid sekunder tidak ditemukan adanya edema, kongesti, dan hemoragi. Hal ini disebabkan manfaat dari jintan hitam yang dapat memperlancar peredaran darah (El-Dakhakhny 2002). Peredaran darah yang lancar dapat menghindari terjadinya kongesti, edema, dan hemoragi pada organ limfoid sekunder. 4.1 Perubahan Gambaran Histopatologis Pada Limfonodus Limfonodus (kelenjar getah bening) adalah satu-satunya jaringan limfoid, yang terdapat di antara aliran limfe menyaring limfe sebelum memasuki aliran darah. Organ ini paling teroganisasi dari seluruh organ limfatik, dan hanya satusatunya yang memiliki pembuluh limfe eferen, dan sinus (Dellman 1989). Hasil percobaan menunjukkan perubahan pada limfonodus setelah diberikan jintan hitam dengan dosis bertingkat pada mencit secara teratur selama dua bulan dapat dilihat dari gambaran histopatologi folikel limfoid yang berbeda pada setiap limfonodus (Gambar 9). Limfonodus mencit menunjukkan gambaran folikel limfoid baik dari jumlah maupun luasan yang berbeda antara perlakuan. Mencit yang diberikan jintan hitam dengan campuran madu menunjukkan luasan folikel limfoid yang lebih luas dibandingkan dengan kontrol, preventif maupun kuratif. 31 Gambar 9 Histopatologi limfonodus pada mencit yang diberi perlakuan kontrol (A), HS Preventif (B), HS Kuratif (C), HS Madu (D) Pewarnaan HE yang menunjukkan perbedaan luasan antara Folikel Limfoid (FL). Hasil perhitungan rataan jumlah dan luas folikel limfoid merupakan data kuantitatif dalam bentuk hasil uji statistik yang disajikan pada Tabel 8, sedangkan perbandingan gambaran perbedaan rataan jumlah dan luas dari folikel limfoid antara mencit jantan dan betina dapat dilihat pada Gambar 9 dan Gambar10. Tabel 8 Rataan Jumlah dan Luas Folikel Limfoid Mencit Jantan dan Betina Organ yang diamati Limfonodus Jantan Limfonodus Betina Parameter Folikel (Ratarata) Perlakuan Kontrol HS Preventif HS Kuratif HS Madu Jumlah 6,5 ± 0,70a 6,67 ± 2,89a 4,0 ± 0,0a 4,33 ± 1,53a Luas (μm) 71,5 ± 1,48a 201 ± 3,12bc 306,67 ± 6,8c Jumlah 5,5 ± 0,70a 121,67 ± 1,25ab 6,67 ± 1,53a 6,0 ± 3,51a Luas (μm) 78,0 ± 1,13a 161 ± 6,83ab 6,0 ± 2,65a 251,33 ± 8,27bc 342,67 ± 1,02c Keterangan : Huruf superscript yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0.05) 32 Hasil perhitungan rataan jumlah folikel limfoid setelah dilakukan uji statistik menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata (p>0.05) dari masingmasing perlakuan baik yang diberikan jintan hitam secara rutin (Hs preventif, Hs kuratif dan Hs madu) maupun yang tidak diberikan jintan hitam (kontrol). Namun, jika dilihat dari gambaran histogram perbedaan raatan jumlah folikel limfoid antara jantan dan betina pada Gambar 10 menunjukkan bahwa rataan jumlah folikel limfoid betina lebih banyak dibandingkan dengan rataan jumlah folikel limfoid jantan. Gambar histogram rataan jumlah folikel limfoid betina menunjukkan jumlah terbanyak pada perlakaun Hs preventif. Rataan jumlah pada mencit yang diberikan perlakuan preventif maupun kuratif serta campuran jintan hitam dengan madu menunjukkan rataan jumlah yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol. Rataan jumlah folikel limfoid pada jantan menunjukkan penurunan pada dosis kuratif maupun pada pemberian campuran ekstrak minyak jintan hitam dengan madu. Jumlah Folikel Limfoid Rataan Jumlah 7 6 5 4 3 Jantan 2 Betina 1 0 Kontrol HS Preventif HS Kuratif HS Madu Perlakuan Gambar 10 Histogram perbandingan rataan jumlah folikel limfoid pada mencit jantan dan betina yang diberikan jintan hitam selama dua bulan Perbandingan rataan jumlah folikel limfoid betina dan jantan pada mencit yang diberikan jintan hitam menunjukkan jumlah yang lebih tinggi dibandingkan dengan jantan kecuali pada dosis preventif. Hal ini kemungkinan dapat terjadi karena adanya peningkatan luas folikel limfonodus, sehingga beberapa folikel 33 bergabung menjadi satu. Menurut Searcy (1995), limfonodus berperan penting dalam pertahanan tubuh dan fungsi imun. Limfonodus bisa mengalami atrofi maupun hipertrofi, atau bisa juga menjadi tempat dari inflamasi lokal maupun umum. Penyakit inflamasi selalu berhubungan dengan perubahan pada aliran limfatik dan daerah disekitar limfonodus (Cheville 2006). Hasil pengukuran luas folikel limfoid pada setiap perlakuan terlihat pada tabel rataan luas yang menunjukkan kelompok yang diberikan ekstrak minyak jintan hitam dosis kuratif, dan kombinasi dengan madu memiliki rataan luas folikel yang berbeda nyata (p<0.05) bila dibandingkan dengan kontrol. Pemberian jintan hitam dengan dosis preventif tidak menunjukkan ukuran luas folikel yang berbeda nyata (p>0.05) dengan kontrol dan dosis kuratif. Hal ini kemungkinan karena mencit yang digunakan dalam penelitian ini bukan mencit jenis SPF (Specific Pathogen Free). Meskipun mencit yang digunakan sudah diberikan perlakuan khusus sehingga lebih baik dari mencit konvensional, namun masih adanya peluang ketidakseragaman kondisi imunitas antara mencit sebelum diberikan asupan ektrak minyak jintan hitam. Hasil perlakuan pada kelompok dosis kuratif dan madu menunjukkan perbedaan yang nyata berdasarkan uji statistik jika dibandingkan dengan kontrol. Gambar 11 memperlihatkan gambaran perbandingan luas folikel limfoid pada pemberian jintan hitam dengan dosis kontrol, preventif, kuratif, dan kombinasi madu antara jantan dan betina. Rataan luas pada jantan maupun betina menunjukkan peningkatan rataan luas folikel pada pemberian jintan hitam dosis preventif, kuratif dan campuran madu jika dibandingkan dengan kontrol. Namun antara jantan dan betina, rataan luas folikel betina lebih luas dibandingkan dengan jantan baik pada dosis kontrol sampai pemberian campuran jintan hitam dengan madu. Pertambahan luas folikel dapat disebabkan oleh bertambahnya jumlah limfosit pada folikel akibat adanya proliferasi sel limfosit. 34 Luas Folikel Lifoid 350 Rataan Luas 300 250 200 150 Jantan 100 Betina 50 0 Kontrol HS HS Kuratif HS Madu Preventif Perlakuan Gambar 11 Histogram perbandingan rataan luas folikel limfoid pada mencit jantan dan betina yang diberikan jintan hitam selama dua bulan Sel-sel yang terdapat pada organ limfonodus yang telah diberi perlakuan ditunjukkan pada Gambar 12 dan Gambar 13. Folikel limfoid menunjukkan dominasi dari sel-sel limfosit. Peningkatan ini tidak selalu menjadi prognosis yang baik. Namun, peningkatan limfosit pada folikel limfoid dari hewan yang sehat menunjukkan peningkatan kemapuan hewan dalam melawan penyakits (Chao et al. 2004). Hasil pengamatan pada gambaran histopatologi sel-sel yang terdapat pada organ limfonodus mencit yang diberikan jintan hitam maupun campuran jintan hitam dan madu menunjukkan adanya proliferasi sel limfosit, folikel limfoid sebagian besar di dominasi oleh sel-sel limfosit (Gambar 13). Gambaran folikel limfoid menjadi lebih besar dibandingkan dengan normal akibatnya gambaran limfonodus terlihat lebih besar juga. Namun, folikel limfoid yang besar tidak hanya disebabkan oleh proliferasi sel limfosit. Hewan yang folikel limfoidnya lebih besar dibandingan dengan normal dapat dikarenakan hewan tersebut mengalami hiperplasia maupun tumor (Carlton dan McGavin 1998). 35 Gambar 12 Gambaran histopatologi sel-sel limfonodus perbesaran 400x pada perlakuan kontrol (A), preventif (B), kuratif (C), dan madu (D) menunjukkan adanya dominasi sel limfosit (L) pada organ limfonodus, namun beberapa slide organ menunjukkan adanya makrofag (M) dan megakariosit (MK). Perbedaan yang diperoleh dari penelitian ini dengan perbesaran yang terjadp pada tumor yaitu adanya keseragaman sel limfosit pada folikel limfoid mencit perlakuan, sedangkan jika hewan mengalami hiperplasia maupun tumor terdapat infiltrasi dari sel neutrofil maupun eritrosit. Adanya perbesaran dari nukleus dengan nukleokromatin yang homogen serta bentuk nuklear yang ireguler juga merupakan gambaran histopatologi pada limfonodus yang mengalami tumor (Carlton dan McGavin 1998). Menurut Fawcett (2002), limfosit merupakan agen utama bagi respon imun tubuh. Sistem imun menyediakan mekanisme untuk pengenalan mikroorganisme dan benda asing lain yang memasuki tubuh dan menetralkan dari kemungkinan pengaruh buruknya. Setiap substansi asing yang dapat menginduksi timbulnya respon imun disebut antigen. Dalam tubuh suatu individu dapat dijumpai dua tipe 36 dasar imunitas dapatan yang saling berhubungan. Salah satunya, tubuh mampu membentuk antibodi yang bersirkulasi, yaitu molekul globulin dalam darah yang mampu menyerang antigen spesifik. Gambar 13 Gambaran histopatologi folikel limfoid perbesaran 1000x pada limfonodus yang telah diberikan perlakuan jintan hitam selama dua bulan menunjukkan adanya proliferasi sel limfosit (L) pada organ limfonodus. Pemberian jintan hitam berpengaruh pada jumlah dan luas dari folikel limfoid. Jintan hitam berfungsi sebagai imunomodulator yang di dalamnya sebagian besar terdiri dari karbohidrat dan lemak. Lemak mempunyai fungsi selular dan komponen struktural pada membran sel yang berkaitan dengan karbohidrat dan protein demi menjalankan aliran air, ion, dan molekul lain keluar dan masuk ke dalam sel. Hal ini yang akan membantu tubuh dalam melakukan sistem pertahanan terhadap benda asing (Winarno 2008). Menurut Jones et al. (2006), stimulasi antigen dapat menyebabkan hiperplasia reaktif yang dicirikan dengan pembesaran limfoid. Umumnya, pada kondisi hiperplasia yang aktif akan terjadi peningkatan plasma sel, namun karena tidak ditemukan adanya plasma sel pada gambaran sel maka dapat dikatakan bahwa pemberian jintan hitam menyebabkan hiperplasia reaktif pada organ limfonodus. Bahan aktif dari jintan hitam yang sangat berperan dalam mekanisme sistem imun adalah thymoquinone (Al Ali et al. 2008). Thymoquinone akan meningkatkan respon imun yang dimediasi sel T dan sel NK (natural killer cell) serta meningkatkan perbandingan antara sel T helper (Th) dengan sel T suppresor (Ts) (El Kadi dan Kandil 1987). Selain itu jintan hitam juga meningkatkan 37 pertumbuhan sel B melalui peningkatan IL-3 (interleukin-3), serta merangsang makrofag dengan peningkatn IL-1 ß (Subijanto 2008). Peningkatan sel B akibat pemberian jinten hitam akan terlihat melalui folikel limfoid yang di dalamnya kaya akan sel B. Menurut Fawcett (2002) folikel limfoid terlibat dalam perkembangan fungsional sel B. Semakin sedikit jumlah sel B menandakan semakin sedikit juga folikel dan Germinal center pada limfonodus berarti limfonodus mengalami deplesi (Kuby 1997). Semakin luas folikel dan Germinal center pada limfonodus menandakan adanya peningkatan jumlah sel B yang matang dan siap untuk melakukan respon imun terhadap benda asing. Tipe imunitas ini disebut imunitas humoral atau imunitas sel-B (karena limfosit membentuk antibodi). Tipe kedua dari imunitas dapat diperoleh melalui pembentukan limfosit teraktivasi dalam jumlah besar yang dirancang untuk menghancurkan antigen. Tipe imunitas ini disebut imunitas yang diperantarai sel atau imunitas sel-T (karena limfosit yang teraktivasi adalah limfosit T) (Guyton dan Hall 2005). Seperti yang terlihat pada Gambar 8 pemberian jintan hitam yang dicampur dengan madu menunjukkan folikel limfoid yang lebih luas dibandingkan dengan kontrol. Secara mikroskopik limfonodus terbagi atas tiga bagian, yaitu korteks, parakorteks, dan medula. Korteks merupakan lapisan paling luar yang berisi sel limfosit B, sel dendrit folikular, dan makrofag yang tersusun dalam nodul yang disebut folikel limfoid. Folikel limfoid merupakan sebutan dari kumpulan sel-sel yang terdapat pada bagian kortek ini dan terkadang dilengkapi dengan germinal center. Folikel limfoid yang tidak dilengkapi dengan germinal center disebut folikel primer sedangkan yang dilengkapi dengan germinal center disebut folikel sekunder (Rao 2010). Germinal center merupakan tempat terjadinya poliferasi dan diferensiasi sel B menjadi sel plasma dan sel memory (Messika 1998). Struktur folikel ini akan meluas pada saat terjadi respon antigen (Douglas 2006). Folikel primer merupakan tempat yang kaya akan sel B yang telah matang, sedangkan Germinal center merupakan tempat perkembangan terhadap respon antigen yang terdiri dari sel dendrit dan sel B yang reaktif, sehingga untuk mengukur aktifitas limfonodus terhadap suatu rangsangan salah satunya dengan melihat perubahan yang terjadi pada folikel limfoid. 38 Jintan hitam yang digunakan sebagai suplemen dalam kehidupan seharihari sering dikombinasikan dengan madu yang berfungsi sebagai antioksidan juga dapat mempengaruhi sistem imun. Kombinasi antara jintan hitam dengan madu menunjukkan gambaran rataan luas folikel limfoid yang lebih luas (Gambar 9) dan jumlah folikel menjadi lebih sedikit dibandingkan dengan control hal ini disebabkan karena kandungan utama madu yaitu antioksidan fenolat yang memiliki daya aktif tinggi serta bisa meningkatkan perlawanan tubuh terhadap tekanan oksidasi (oksidative stress) (Sirisinghe et al. 2006). Proliferasi sel limfosit pada limfonodus mencit merupakan akibat dari pemberian jintan hitam. Kandungan thymoquinone yang terdapat pada jintan hitam berfungsi sebagai anti depresan melalui mekanisme penghambatan dari pelepasan histamin yang nantinya akan mereduksi nilai cyclic Adenosine Monophosphate (cAMP) (Abdel-Sater 2009). Stres menginduksi kenaikan cAMP intraseluler yang menyebabkan adanya penekanan sistem imun, contohnya dengan menghambat proliferasi limfosit dan antibodi (Glaser et al. 1990). Penggunaan jintan hitam secara rutin yang menyebabkan adanya proliferasi limfosit pada organ limfonodus. Tingginya kadar asam linoleat dan asam linolenic di dalam jintan hitam juga berpengaruh terhadap proliferasi sel limfosit. Menurut Schleicher dan Saleh (2000), kandungan asam lemak yang tinggi terutama asam linoleat dan asam linolenic dalam jintan hitam mampu meningkatkan sistem imun tubuh dengan cara meningkatkan proliferasi limfosit untuk menghasilkan antibodi. Limfonodus akan mengarahkan limfosit muda yang terdapat pada folikel limfoid untuk menjadi limfosit dipredaran darah yang akan melakukan fungsinya sebagai pendeteksi antigen. Kebanyakan limfosit yang terdapat pada superfisial korteks adalah sel B. Sel B ini dapat masuk ke peredaran darah sebagai sel memori (Sari 2010). Limfosit yang sudah ada di dalam organ limfoid sekunder akan bergerak dari organ limfoid yang satu ke organ limfoid yang lain, saluran limfe dan darah. Dari sirkulasi tersebut limfosid akan kembali memasuki limfoid sekunder atau rongga-rongga jaringan dan kelenjar getah bening (Baratawidjaja 2002). Perbedaan yang terjadi pada rataan jumlah dan luas folikel limfoid betina lebih tinggi dibandingkan dengan jantan. Hal ini karena adanya siklus estrus pada 39 betina, yang berpengaruh pada respon imun mencit. Pada saat estrus kondisis fisiologis mencit akan berubah karena terjadinya peradangan fisiologis pada mencit (Gyuton dan Hall 2005). Kondisi estrus juga menyebabkan serviks pada mencit betina dalam keadaan terbuka sehingga memungkinkan terjadinya introduksi mikroorganisme ke dalam saluran reproduksi (Lestari 2006). Selain itu kondisi estrus mencit juga sangat berhubungan dengan keadaan hormon di dalam tubuh. Mencit yang digunakan dalam penelitian ini merupakan mencit yang sudah dewasa. Pada mencit betina dewasa yang mengalami estrus akan menyebabkan adanya perubahan secara hormonal terutama pada hormon progesteron yang akan meningkat pada saat terjadinya estrus. Sebagian besar hormon yang mengatur sistem imun dalam saluran reproduksi adalah estradiol-17β dan progesterone (Washburn et al. 1982). Estradiol-17β dapat memfasilitasi pembersihan mikroorganisme, sementara treatment dengan progesteron sering menyebabkan adanya infeksi uterus. Perubahan pada hormon ini yang akan memicu terjadinya peningkatan kerja organ sistem imun terutama pada mencit betina, sehingga pada folikel limfoid yang terdapat pada limfonodus mencit betina menunjukkan luasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan folikel limfoid pada limfonodus jantan. 4.2 Perubahan Gambaran Histopatologis Pada Limpa Perubahan histopatologi pada limpa mencit setelah pemberian jintan hitam selama dua bulan menunjukkan gambaran yang berbeda-beda berdasarkan dosis perlakuan (Gambar 14). Gambaran histopatologi dari pulpa putih pemberian jintan hitam dosis preventif, kuratif dan campuran dengan madu menunjukkan luasan yang berbeda. Mencit yang diberi jintan hitam dengan campuran madu memiliki luasan pulpa putih yang lebih luas dibandingkan dengan kontrol. Hal ini juga terlihat pada luasan pulpa putih pada perlakuan preventif dan kuratif yang memiliki ukuran luas pulpa putih lebih luas jika dibandingkan dengan kontrol, namun tidak lebih luas dibandingkan dengan perlakuan campuran jintan hitam dengan madu. 40 Gambar 14 Histopatologi limpa pada mencit yang diberi perlakuan kontrol (A), Hs preventif (B), Hs kuratif (C), Hs madu (D) menggunakan pewarnaan HE yang menunjukkan perbedaan rataan jumlah dan luasan pulpa putih (PP) mengakibatkan luasan pulpa merah (PM) menjadi berbeda tiap perlakuan. Hasil penelitian pada organ limpa yang telah diberi jintan hitam menunjukkan hasil uji statistik perhitungan rataan jumlah dan luasan pulpa putih dari masing-masing perlakuan yang dapat dilihat pada Tabel 9 dan gambaran histogram rataan jumlah dan luas pulpa putih antara mencit jantan dan berina, serta gambaran histopatologi organ limpa dengan perbesaran 400x (Gambar 14, 15, dan 16). Hasil uji statistik diperoleh dari penghitungan jumlah dan luas dari folikel limfoid yang terdapat pada organ limpa perlakuan. Penghitungan jumlah ini dilakukan secara langsung dengan melihat gambaran histopatologi organ limpa perbesaran 40x, sedangkan penghitungan luas menggunakan bantuan software Image J®. 41 Tabel 9 Rataan Jumlah dan Luas Pulpa Putih Mencit Jantan dan Betina. Organ yang diamati Limpa Jantan Limpa Betina Parameter Perlakuan Folikel (Rata- Kontrol HS Preventif HS Kuratif HS Madu Jumlah 6,5 ± 2,12a 7,33 ± 1,15a 6,0 ± 2,65a 6,33 ± 1,53a Luas (μm) 142,5 ± 4,60a 325 ± 4,67bc 487,67 ± 7,41bc 523,33 ± 1,33 c Jumlah 8,0 ± 0,0a 6,3 ± 2,08a 6,0 ± 1,0a 6,0 ± 3,46 a Luas (μm) 115 ± 7,02a 245,55 ± 7,25ab 468,33 ± 1,98bc 567,67 ± 1,67 c rata) Keterangan : Huruf superscript yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0.05) Uji statistik rataan jumlah pulpa putih pada limpa menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata (p>0.05) antara kontrol maupun pada mencit yang diberikan perlakuan ekstrak minyak jintan hitam dosis preventif, kuratif, dan kombinasi dengan madu baik pada mencit jantan maupun betina. Namun, dalam histogram batang rataan jumlah pulpa putih pada mencit jantan setelah diberikan perlakuan mengalami penurunan dibandingkan dengan kontrol. Mencit betina rataan jumlah folikel mengalami peningkatan tertinggi pada pemberian jintan hitam dengan dosis preventif. Kemudian mengalami penurunan pada pemberian jintan hitam dosis kuratif. Penurunan jumlah pulpa putih ini kemungkinan terjadi karena adanya perluasan dari pulpa putih, sehingga adanya beberapa pulpa putih bergabung menjadi satu. 42 Jumlah Rataan Pulpa Putih Jumlah Pulpa Putih 8 7 6 5 4 Jantan 3 Betina 2 1 0 Kontrol HS HS Kuratif Preventif Perlakuan HS Madu Gambar 15 Histogram perbandingan jumlah rataan pulpa putih pada mencit jantan dan betina yang diberikan jintan hitam selama dua bulan Pulpa merah merupakan bagian terbesar pada limpa yang mengandung banyak darah yang disimpan dalam jalinan retikuler. Pulpa merah terdiri dari arteriol pulpa, kapiler selubung serta kapiler terminal, sinus venosus atau venula, dan bingkai limpa (Dellmann 1989). Berneda dengan pulpa merah, pulpa putih merupakan jaringan limfatik yang menyebar di seluruh limpa sebagai folikel limfoid limpa dan seperti selubung limfatik periarterial. Pada kedua lokasi, serabut retikuler dan sel retikuler membentuk jalinan stroma dalam tiga dimensi mengandung pecahan limfosit, makrofag, dan sel-sel aksesoris lain mirip dengan yang terlihat pada limfonodus. Sel-sel utama dalam folikel limfoid ini adalah limfosit B, sedangkan limfosit T menempati daerah yang langsung mengitari arteri nodularis (Dellmann 1989). Pulpa putih limpa terdiri atas jaringan limfoid yang berhubungan langsung dengan pembuluh darah arteri sentralis yang membentuk periarteriolar lymphoid sheath (PALS) dan nodulus limfatikus yang ditambah pada selubung. PALS atau sarung limfoid periarteriolar sebagian besar terdiri atas sel T (Anonim 2006b). Daerah pulpa putih terdapat folikel primer yang berisi sel limfosit B bila terjadi respon terhadap antigen maka akan terbentuk germinal center pada pulpa putih 43 dan disebut dengan folikel sekunder. Setiap folikel sekunder yang terbentuk dikelilingi oleh selapis sel T yang disebut dengan marginal zone (Davis 1998). Daerah marginal pada pulpa putih merupakan daerah yang kaya akan makrofag dan limfosit khusus. Semua unsur dari aliran darah, begitu juga antigen akan bertemu dengan makrofag dan limfosit pada pulpa putih. Partikel yang mengambang dalam plasma darah akan difagosit secara efisien oleh makrofag sehingga mempermudah dalam pendeteksian antigen (Dellmann 1989). Berbeda dengan limfonodus yang berfungsi untuk menyaring antigen dari cairan limfe, limpa berfungsi untuk menyaring darah (Tizard 1988). Menurut Martini (1992) fungsi utama limpa ada dua, yaitu memfagosit komponen darah yang abnormal dan menginisiasi respon imun melalui sel B dan sel T. Disamping itu, limpa menyimpan eritrosit dan trombosit serta melaksanakan eritropoiesis pada fetus. Karena itu limpa terbagi atas dua bagian, yaitu satu bagian untuk menyaring eritrosit, penjeratan antigen, dan eritropoiesis yang disebut pulpa merah dan bagian lain yang di dalamnya terjadi tanggap kebal disebut pulpa putih. Ekstrak minyak jintan hitam yang diberikan secara oral pada mencit akan diserap melalui usus kemudian disebarkan oleh darah ke seluruh organ. Jintan hitam berfungsi menurunkan tekanan darah dan meningkatkan respirasi (Ebaid et al. 2010) serta sebagai antioksidan, sehingga pemberian jintan hitam akan mencegah terjadinya stres oksidatif. Stres oksidatif ini terjadi karena adanya radikal bebas yang merupakan sekelompok bahan kimia baik berupa atom maupun molekul yang memiliki elektron yang tidak berpasangan pada lapisan terluarnya (Droge 2002). Akibatnya, limpa dari mencit yang telah diberikan perlakuan jintan hitam akan terhindar dari stres oksidatif dan akan adanya peningkatan kerja yang mengakibatkan penambahan jumlah sel B pada pulpa putih serta menginduksi hiperplasia. Bahan jintan hitam yang berfungsi sebagai antioksidan adalah thymoquinone, selain itu zat aktif ini juga berfungsi dalam penghambat infeksi, pengurang rasa sakit dan merangsang kandungan empedu (Nagi dan Mansour 2000). 44 Luas Rataan Pulpa Putih 600 Luas Pulpa Putih 500 400 300 Jantan 200 Betina 100 0 Kontrol HS Preventif HS Kuratif HS Madu Perlakuan Gambar 16 Histogram perbandingan luas rataan pulpa putih pada mencit jantan dan betina yang diberikan jintan hitam selama dua bulan. Uji statistic luas rataan pulpa putih yang ditunjukkan pada Tabel 9 mencit yang diberi ekstrak minyak jintan hitam dosis preventif, kuratif, dan kombinasi dengan madu pada mencit jantan menunjukkan hasil yang berbeda nyata (p<0.05) jika dibandingkan dengan kontrol. Namun, pada mencit betina dosis pemberian jintan hitam preventif tidak menunjukkan perbedaan yang nyata jika dibandingkan dengan kontrol dan Hs kuratif, sedangkan dari hasil perbandingan pengukuran luas pulpa putih pada tiap perlakuan antara mencit jantan dan betina dalam bentuk histogram batang (Gambar 16) menunjukkan adanya peningkatan luas pulpa putih dibandingkan dengan kontrol. Rataan luas pulpa putih terluas terdapat pada mencit yang diberikan campuran jintan hitam dengan madu selama dua bulan. Perbandingan rataan luas pulpa putih antara jantan dan betina menunjukkan rataan luas pulpa putih pada mencit jantan lebih tinggi dibandingkan dengan mencit betina. Menurut Malole dan Pramono (1989) berdasarkan sifat anatomisnya limpa pada mencit jantan 50% lebih besar dibandingkan dengan mencit betina. Hal itu kemungkinan yang menyebabkan rataan luas pulpa putih mencit jantan lebih luas dibandingkan dengan mencit betina. 45 Proliferasi limfosit merupakan penanda adanya fase aktivasi dari respon imun tubuh. Proliferasi limfosit ini berupa peningkatan produksi limfoblas yang kemudian menjadi limfosit. Secara mikroskopis dapat terlihat pembesaran organorgan limfoid (Ganong 2003). Aktivitas limpa dalam menghasilkan sel limfosit pada saat terjadi respon imun dapat mengakibatkan pembesaran limpa. Pembesaran limpa bisa disebabkan karena peningkatan respon imun tubuh. Peningkatan respon imun dapat terjadi karena adanya infeksi maupun setelah imunisasi atau adanya gangguan sirkulasi maupun tumor serta pemberian imunomodulator. Hasil pengamatan pada gambaran histopatologi sel-sel yang terdapat pada organ limpa mencit yang diberikan jintan hitam maupun campuran jintan hitam dan madu menunjukkan adanya proliferasi sel limfosit pada pulpa putih (Gambar 17). Pulpa putih yang sebagian besar di dominasi oleh sel-sel limfosit, sehingga gambaran pulpa putih menjadi lebih besar dibandingkan dengan normal akibatnya gambaran limpa terlihat lebih besar juga. Penambahan luas pulpa putih yang terjadi pada penelitian ini memiliki diagnosa banding yaitu tumor. Pada tumor pulpa putih mengalami penambahan luas diiringi dengan adanya infiltrasi dari sel tumor dan neutrofil, sedangkan pada penelitian ini penambahan luas disebabkan oleh adanya proliferasi sel limfosit yang seragam (Gambar 17). Pulpa putih menunjukkan dominasi dari sel-sel limfosit. Peningkatan limfosit pada pulpa putih dari hewan yang sehat akan menunjukkan peningkatan kemampuan hewan dalam melawan penyakit (Chao et al. 2004). Jintan hitam yang kaya akan nilai nutrisi, menurut El-Kadi dan Kandil (1987) berpotensial sebagai imunomodulator. Imunomodulator merupakan suatu senyawa yang dapat mempengaruhi sistem imun humoral maupun seluler. Jintan hitam yang berperan sebagai imunomodulator akan meningkatkan fungsi imun tubuh. Fungsi imun tubuh yang meningkat akan mempercepat penyembuhan jika terjadi infeksi. 46 Gambar 17 Gambaran histopatologi sel-sel limpa perbesaran 400x pada perlakuan kontrol (A), preventif (B), kuratif (C), dan madu (D) menunjukkan adanya dominasi sel limfosit (L) pada organ limfonodus, namun beberapa slide organ menunjukkan adanya makrofag (M) dan megakariosit (MK) Ekstrak minyak jintan hitam yang diperoleh dari biji jintan hitam mengandung 36%-38% fixed oil, protein, tanin, alkaloid, saponin dan 0,4%-2,5% minyak essensial yang bersifat volatile (mudah menguap). Komponen utama dari fixed oil ini yaitu asam lemak tak jenuh dan asam eicosadienoic. Minyak essensial yang telah dianalisis memiliki kandungan utama yaitu thymoquinone (Gerige et al 2009). Zat aktif thymoquinone (2-isopropyl-5-methylbenzo-1,4-quinone) mampu meningkatkan aktifitas respon imun dalam organ limpa dengan cara memacu fungsi berbagai komponen sistem imun nonspesifik (fagosit, sel NK) dan sistem imun spesifik (proliferasi sel T, sel B yang memproduksi antibodi) (Anderson 1999). Selain itu kandungan minyak essensial ini mampu menurunkan volume tumor jika diberikan secara injeksi pada bagian tumor (Edris 2009) Peningkatan aktifitas respon imun ini ditunjukkan dengan adanya proliferasi sel-sel limfosit 47 (Gambar 18) sehingga adanya perluasan dari pulpa putih pada limpa mencit setelah diberikan jintan hitam. Peningkatan jumlah limfosit pada perlakuan jintan hitam dengan madu juga menunjukkan aktivitas sinergisme antar keduanya bila diaplikasikan secara bersama-sama. Kandungan antioksidan penting yaitu L-askorbat dalam madu dan komponen mineral lainnya juga mampu meningkatkan status imunitas tubuh (Bogdanov et al 2008). Menurut Kesic et al (2009), asam L-askorbat adalah antioksidan fase cair yang paling efektif dalam plasma darah manusia yang berfungsi sebagai antioksidan fisiologis penting untuk perlindungan terhadap penyakit dan proses degeneratif yang disebabkan oleh stress oksidatif. Gambar 18 Gambaran histopatologi pulpa putih perbesaran 1000x pada limpa yang telah diberikan perlakuan jintan hitam selama dua bulan menunjukkan adanya proliferasi sel limfosit (L) pada organ limfonodus. Kombinasi madu dan jintan hitam memiliki kasiat yang sangat tinggi sebagai antioksidan. Asupan yang kaya akan antioksidan akan mencegah mencit mengalami stres. Stressor dapat mengakibatkan bahaya terhadap sistem imun. Mencit dalam kondisi stres akan mempengaruhi pelepasan hormon neuropeptida seperti ACTH, biasanya imunosupresi. Gangguan respon imun yang disebabkan stres dapat berupa respon non-spesifik proliferasi limfosit atas pengaruh mitogen, timbul sel Ts antigen spesifik, aktivasi makrofag, perubahan keseimbangan Th sekresi sitokin dan ekspresi sitokin. Sehingga menyebabkan kerentanan terhadap penyakit dan infeksi (Baratawidjaja 2002). 48 Secara histopatologi peningkatan sistem imun dapat diketahui dengan cara melihat peningkatan luas serta peningkatan jumlah folikel limfoid pada limpa dan limfonodus. Pada mencit yang diberikan perlakuan jintan hitam dengan dosis bertingkat terjadinya hiperplasia folikel limfoid limpa dan dalam kondisi reaktif. Bertambahnya luas folikel ini menandakan bertambahnya sel B yang siap melakukan aktifitas dalam sistem imun mencit. Zat aktif utama yang dapat meningkatkan sistem imun mencit ini adalah thymoquinone yang terkandung di dalam jinten hitam. Selain itu thymoquinone berperan aktif sebagai antioksidan yang mampu mencegah stres pada mencit sehingga kondisi kesehatan mencit akan menjadi baik (Mansour et al 2002). Kandungan thymoquinone yang terdapat pada jintan hitam berfungsi sebagai antioksidan melalui mekanisme penghambatan dari pelepasan histamin yang nantinya akan mereduksi nilai cyclic Adenosine Monophosphate (cAMP) (AbdelSater 2009). Stres menginduksi kenaikan cAMP intraseluler yang menyebabkan adanya penekanan sistem imun, contohnya dengan menghambat proliferasi limfosit dan antibodi (Glaser et al. 1990). Penggunaan jintan hitam selama dua bulan dalam penelitian ini yang menyebabkan penghambatan dari pelepasan histamin sehingga terjadinya proliferasi limfosit pada organ limpa. Proliferasi sel limfosit pada limpa mencit menyebabkan adanya perluasan dari pulpa putih.