PROPOSAL ANALISIS KINERJA SUPPLY CHAIN MANAGEMENT DALAM RANGKA MENINGKATKAN KEUNGGULAN KOMPETITIF AGRIBISNIS AYAM PEDAGING (Studi Kasus di PT Charoen Pokphand Indonesia, tbk) Oleh : SURIP PRAYUGO P056080752.31E PROGRAM MAGISTER MANAJEMEN DAN BISNIS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 1 LEMBAR PENGESAHAN Judul Tesis Nama NRP : Analisis Kinerja Supply Chain Management dalam Rangka Meningkatkan Keunggulan Kompetitif Agribisnis Ayam Pedaging (Studi Kasus di PT Charoen Pokphand Indonesia, tbk) : Surip Prayugo : P056080752.31E Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Ir. Arief Daryanto, M.Ec Ketua Ir. Setiadi Djohar, MSM, DBA Angota Asisten Direktur Bidang Akademik dan Kemahsiswaan Prof. Dr. Ir. Ujang Sumarwan, M.Sc Tanggal Disetujui : 2 DAFTAR ISI I. Pendahuluan......................................................................................................... 3 1.1. Latar Belakang.................................................................................................... 3 1.2. Rumusan Masalah.............................................................................................. 5 1.3. Tujuan Penelitian............................................................................................... 6 1.4. Manfaat Penelitian............................................................................................. 6 1.5. Ruang Lingkup Penelitian.................................................................................. 6 II. Tinjauan Pustaka.................................................................................................. 7 2.1. Kerangka Teoritis……………………………………………………………… 7 2.1.1. Supply Chain Management (SCM)…………………………………………….. 8 2.1.2. Isu-isu Penting Dalam SCM………………………………………………… 8 2.1.3. Strategi-strategi dan Pengelolaan SCM...................................................... 9 2.1.4. Kinerja SCM......................................................................................... 10 2.1.5. Konsep Keunggulan Kompetitif dan Rantai Nilai..................................... 12 2.1.6. Kemitraan Usaha dalam SCM.................................................................. 15 2.2. Kajian Penelitian Terdahulu..................................................................... 17 2.3. Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian.............................................. 19 II. Metodologi Penelitian......................................................................................... 22 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian................................................................... 22 3.2. Desain Penelitian......................................................................................... 23 3.3. Data yang Dikumpulkan dan Sumbernya................................................... 23 3 3.4. Teknik Pengambilan Contoh....................................................................... 24 3.5. Teknik Pengolahan dan Analisis Data........................................................ 25 3.5.1. Identifikasi Faktor-faktor Keunggulan Kompetitif..................................... 25 3.5.2. Pendekatan Supply-Demand...................................................................... 27 3.5.3. Pendekatan Transportasi........................................................................... 28 Daftar Pustaka..................................................................................................... 30 4 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang dikarunia beragam sumber daya alam. Letak geografis Indonesia yang berada di bawah garis khatulistiwa juga menjadi modal dasar untuk menjadikan Indonesia sebagai negara agraris yang kuat. Pancaran sinar matahari sepanjang tahun membuat tanaman dan ternak mampu tumbuh dan berproduksi dengan optimal. Oleh karenanya, tidak heran bila sektor pertanian telah menjadi andalan dalam perekonomian Indonesia. Keunggulan sektor pertanian sebagai lokomotif perekonomian Indonesia telah teruji ketika krisis global terjadi pada penghujung tahun 2008. Indonesia merupakan salah satu negara yang masih mengalami pertumbuhan ekonomi yang positif, yaitu sekitar 4,5%. Sektor pertanian melalui komoditas unggulan, seperti kelapa sawit, kopi, kakao, dan unggas menjadi penyelamat perekonomian Indonesia. Dengan diterapkannya China-Asean Free Trade Agreement (AFTA), persaingan di dunia agribisnis semakin ketat. Indonesia dengan 220 juta penduduk merupakan pasar yang sangat besar. Tidak heran bila negara produsen komoditi pertanian menjadikan Indonesia sebagai sasaran pasar yang empuk. Produk-produk dari negara tersebut telah membanjiri pasar dalam negeri. Tidak saja di supermaket dan hypermarket, produk dari luar juga telah merambah pasar tradisional (wet market). Kondisi ini sebetulnya merupakan sebuah tantangan bagi para produsen dalam negeri untuk menciptakan produk yang mampu bersaing dengan produk dari luar. Jika ingin tetap bertahan sebagai raja di negeri sendiri maka daya saing produk pertanian harus ditingkatkan. Hal ini terkait 5 dengan penciptaan nilai tambah (value added) terhadap produk, mempersingkat rantai operasional, dan pelayanan yang memuaskan pada konsumen. Paradigma dalam memproduksi dan menawarkan produk dan jasanya mulai mengalami pergeseran. Awalnya, perusahaan akan membuat produk yang didesain olehnya (by design) untuk kemudian ditawarkan dan dijual pada konsumen. Namun, sekarang tren mulai mengarah pada produksi produk yang disesuaikan dengan tuntutan atau keinginan konsumen (by product). Paradigma ini tentunya akan membuat arah kebijakan dan strategi perusahaan berubah. Konsep peningkatan daya saing dan efisiensi dalam operasional menjadi fokus utama ketika sebuah perusahaan memproduksi produknya. Alat ukur yang sejauh ini efektif untuk menganalisa dan menghadapi kondisi peningkatan daya saing dan efisiensi produk adalah melalui strategi supplay chain management (SCM). Beberapa literatur menjelaskan bahwa SCM adalah praktik pendistribusian produk yang tidak hanya menggeser pola distribusi secara tradisional, tetapi juga merupakan suatu strategi yang lebih maju dalam menciptakan konsumen menjadi lebih setia (loyal). Supply chain management merupakan keseluruhan proses produksi, distribusi, dan pemasaran, di mana konsumen dihadapkan pada produk-produk yang sesuai dengan keinginannya dan produsen dapat memproduksi produk-produknya dengan jumlah, kualitas, waktu, dan lokasi yang tepat (Daryanto, 2008). Sementara Simchi-Levi, et al (1999) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan supply chain management adalah serangkaian pendekatan yang diterapkan untuk mengintegrasikan supplier, pengusaha, gudang (warehouse), dan tempat penyimpanan lainnya secara efisien sehingga produk 6 dihasilkan dan didistribusikan dengan kuantitas yang tepat, lokasi tepat, dan waktu tepat untuk memperkecil biaya dan memuaskan keinginan konsumen melalui produk yang berdaya saing. PT Charoen Pokphand Indonesia, tbk merupakan perusahaan integrasi di bidang perunggasan terbesar di Indonesia dan telah beroperasi sejak 40 tahun lalu. Perusahaan ini telah menguasai market share untuk produksi pakan ayam, pakan ikan, pakan udang, Day Old Chick (DOC) ayam pedaging, DOC ayam jantan, DOC ayam petelur (layer), dan ayam pedaging, Di segmen growing, PT Charoen Pokphand Indonesia (di bawah manajemen PT Nusantara Unggas Jaya), bekerja sama dengan peternak mitra untuk proses pembesaran ayam pedaging. Sementara di sektor hilir, PT Charoen Pokphand Indonesia telah berhasil meningkatkan nilai tambah produk dengan mengolah ayam pedaging menjadi beberapa produk olahan, seperti chicken nuggets, chicken stick, sosis, dan bakso. 1.2. Rumusan Masalah Meskipun PT Charoen Pokphand Indonesia, tbk adalah perusahaan multinasional yang terintegrasi, tetapi perusahaan ini masih menghadapi beberapa permasalahan, yaitu perlunya peningkatan daya saing produk. Hanya sebagian kecil produknya dijual dalam bentuk olahan, selebihnya dijual dalam kondisi hidup sebagai ayam pedaging siap potong. Penjualan ayam pedaging dalam kondisi hidup dirasa masih belum efisien dan belum memiliki daya saing yang tinggi. Untuk meningkatkan daya saing produk yang dihasilkan oleh perusahaan, salah satu strategi yang bisa digunakan adalah supply chain 7 management (SCM). Berikut rumusan masalah yang terjadi di PT Charoen Pokphand Indonesia, tbk. a. Faktor apa saja yang berpengaruh terhadap kinerja dan keunggulan kompetitif dari sektor usaha PT Charoen Pokphand Indonesia, tbk? b. Bagaimana peta dan pola rantai pasokan yang diterapkan oleh PT Charoen Pokphand Indonesia, tbk saat ini? c. Bagaimana kinerja dan kemampuan PT Charoen Pokphand Indonesia, tbk beserta anak perusahaannya dalam memenuhi permintaan pasar (pelanggan)? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini sebagai berikut. a. Menganalisa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja dan peningkatan keunggulan kompetitif bagi PT Charoen Pokphand Indonesia. b. Menganalisa aplikasi rantai pasokan yang berjalan di PT Charoen Pokphand Indonesia. c. Merumuskan implikasi strategis tentang rantai pasokan yang dapat dibangun untuk meningkatkan kinerja dan keunggulan kompetitif rantai pasokan perusahaan. 1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan mampu menghasilkan alternatif strategi rantai pasokan yang dapat direkomendasikan kepada perusahaan untuk dapat dipertimbangkan dalam upaya meningkatan kinerja dan keunggulan kompetitif sektor usahanya. Bagi 8 peneliti, penelitian ini diharapkan mampu memperdalam kompetisi sesuai dengan bidang ilmu yang dikaji dalam penelitian ini. 1.5. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dibatasi pada lingkup bahasan yang berfokus pada kinerja rantai pasokan PT Charoen Pokphand Indonesia, tbk beserta dengan anak perusahaannya dalam melayani konsumen, yaitu dari pasokan pakan, DOC, obat-obatan, pembesaran ayam pedaging, pemasaran ayam pedaging (hingga sampai ke konsumen), serta pengolahan ayam pedaging. Selain itu, melalui penelitian ini juga dikaji keunggulan kompetitif yang dimiliki perusahaan melalui mata rantai pasokannya. 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Teoritis 2.1.1. Supply Chain Management (SCM) Secara umum, supply chain management mengkaji persoalan logistik. Dalam hal ini, logistik merupakan masalah yang membentang pajang sejak dari bahan dasar sampai menjadi barang jadi yang digunakan konsumen akhir dan tertata sebagai mata rantai penyediaan barang. SCM merupakan sebuah pendekatan yang digunakan secara efisien untuk mengintegrasikan pemasok, pabrik, gudang, dan toko-toko sehingga produk diproduksi dan didistribusikan dalam jumlah, lokasi, dan waktu yang tepat, serta dalam rangka pemenuhan pesanan dengan meminimalkan lebarnya sistem dan biaya yang bertujuan menciptakan kepuasan pelanggan sesuai dengan tingkat tuntunan pelayanan (Simchi-Levi dan Kaminsky, 2003). Sementara dalam pandangan Daryanto (2008), SCM merupakan manajemen keseluruhan proses produksi, distribusi, dan pemasaran, di mana konsumen dihadapkan pada produk-produk yang sesuai dengan keinginannya dan produsen dapat memproduksi produk-produknya dalam jumlah, kualitas, waktu, dan lokasi yang tepat. Dalam konsep SCM, semua fungsi yang terkait dengan pemenuhan tuntunan pelanggan selalu dilibatkan. Fungsi-fungsi tersebut adalah pengembangan produk baru, pemasaran, operasi, distribusi, keuangan, dan pelayanan. Dalam dunia perunggasan, tuntutan permintaan konsumen akan produk akhir di masa sekarang dan masa mendatang akan semakin kompleks. Produk tersebut harus memiliki berbagai atribut atau produk tersebut dipersepsikan bernilai tinggi (consumer’s value perception). Atribut yang dituntut oleh konsumen ayam pedaging yaitu atribut 10 keamanan produk (safety attributes), atribut nutrisi (nutrition attributes), atribut nilai (value attributes), atribut lingkungan (ecolabel attributes), dan atribut kemanusiaan (humanistic attributes) (Daryanto, 2008). 2.1.2. Isu-isu Penting Dalam SCM Isu-isu penting dalam SCM antara lain sebagai berikut. a. Konfigurasi jaringan distribusi, bila secara geografis letak pengecer tersebar di beberapa wilayah sehingga perusahaan perlu mempertimbangkan untuk menerapkan lokasi dan kapasitas gudang serta tingkat keterbatasan produksi dan fasilitas yang dimiliki untuk transportasi. Di sisi lain, perusahaan juga dituntut untuk meminimalkan biaya total operasionalnya. b. Pengendalian persediaan, yaitu pertimbangan kepentingan dan kemampuan pengecer dalam mengendalikan persediaan yang dimilikinya, sedangkan di lain pihak permintaan konsumen selalu berubah. c. Kontrak pasokan, yaitu membangun hubungan kerja sama antara pemasok dengan pembeli yang bersifat lebih spesifik dan berfokus pada volume, distribusi, lead time, mutu, pengembalian, dan sebagainya. d. Strategi dalam distribusi, terkait dengan penerapan strategi-strategi tertentu yang mendukung kinerja SCM secara terpadu. e. Integrasi rantai pasokan dan strategi kemitraan, yaitu berkaitan dengan sifat rantai pasokan dalam perencanaan dan penerapannya yang dinamis dan penuh konflik dalam pencapaian sasaran, baik dari sisi fasilitas maupun bentuk kemitraan itu sendiri. 11 f. Strategi pengadaan bahan baku dari luar, yaitu terkait dengan pembangunan kepercayaan antara setiap elemen rantai pasokan, terutama saat bertransaksi. g. Rancangan produk, yaitu rancangan produk yang efektif akan memainkan peranan penting dalam rantai pasokan, terutama dalam penyimpanan dan transportasi dengan difasilitasi oleh waktu tunggu produksi yang lebih pendek. h. Teknologi informasi dan decision support system, yaitu berkaitan dengan bentuk transfer data dalam sistem rantai pasokan. i. Penilaian pelanggan terhadap peranan perusahaan yang didasarkan pada produk, pelayanan, dan lain-lain yang berkaitan dengan upaya perusahaan. 2.1.3. Strategi-strategi dan Pengelolaan SCM Persaingan dalam industri ayam pedaging sudah sedemikian tingginya. Tidak saja dari produsen dalam negeri, pesaing juga datang dari negara lain dengan hadirnya produk dari luar. Oleh karenanya, diperlukan strategi yang andal untuk menciptakan adanya kesinambungan dalam produksi. Menurut Copra and Meindl (2007), strategi tersebut antara lain sebagai berikut. 1. Dengan banyaknya pemasok bahan baku, produsen bisa meningkatkan posisi tawar (bargain position) yang lebih tinggi sehingga didapat bahan baku berkualitas dengan harga kompetitif. 2. Mengetahui jumlah ayam pedaging yang dibutuhkan oleh konsumen sehingga ayam pedaging yang diproduksi bisa disesuaikan dengan kebutuhan tersebut. 3. Mengetahui jumlah pesaing dan produksinya dalam menyuplai ayam pedaging sehingga produksi ayam pedaging disesuaikan dengan pangsa pasar yang ada. 12 4. Memperhitungkan stok yang memadai sehingga ketika suatu saat konsumen membutuhkan ayam pedaging dalam jumlah yang banyak, stok di produsen mencukupi. 5. Menetapkan harga ayam pedaging dengan semestinya. Maksudnya, jika penjualan dalam partai besar, harga yang diberlakukan lebih rendah dibandingkan dengan penjualan dalam partai kecil. 6. Memberikan inovasi dalam produk. Misalnya, mampu menurunkan kadar lemak dalam daging ayam. Hal ini bisa dilakukan dengan pemberian pakan rendah lemak dan umur panen yang tidak terlalu lama. 7. Membuat jalur distribusi dan pemasaran ayam pedaging menjadi lebih singkat sehingga bisa menghemat biaya distribusi dan pemasaran. 8. Membuat variasi dalam produk yang diproduksi, misalnya dengan menjual ayam dalam bentuk siap masak atau bahkan dalam bentuk olahan. 2.3.4. Kinerja SCM 2.3.4.1.Barang Persediaan Aktivitas pengendalian persediaan (inventory control activity) bersifat kritis karena membutuhkan finasial atas pemeliharaan persediaan produk yang cukup untuk mempertemukan kebutuhan pelanggan dengan kebutuhan produksi. Bahan baku dan komponennya, WIP (work in process), dan persediaan barang jadi semuanya menghabiskan ruang fisik, waktu kerja, dan modal. Menurut Tunggal (2009), manajemen persediaan melibatkan penjualan persediaan yang dilakukan untuk mencapai tingkat 13 pelayanan yang tinggi dengan biaya penanganan persediaan, termasuk modal yang terikat dalam persediaan, biaya penggunaan, dan keusangan barang. Persediaan pada usaha ayam pedaging menjadi penting karena beberapa alasan berikut ini. 1. Memungkin perusahaan mencapai skala ekonomis. 2. Menyediakan persediaan dan permintaan. 3. Melindungi ketidakpastian permintaan dan siklus pemesanan. 4. Bertindak sebagai penyangga/buffer di antara interface yang bersifat krisis dalam rantai suplai (supply chain). 2.3.4.2.Transportasi Transportasi terkait dengan bagian-bagian lain dalam sebuah perusahaan ayam pedaging. Bagian-bagian tersebut antara lain bagian finansial (biaya pengiriman), engeneering (packing, peralatan transportasi), manajemen persediaan (bahan baku, komponen), produksi (pengiriman tepat waktu), purchasing (pemilihan supplier), dan marketing (standar pelayanan pelanggan). Hal yang harus diperhatikan dalam transportasi ayam pedaging adalah waktu pengiriman, kepadatan, dan kenyamanan ayam selama dalam perjalanan. Hal ini akan terkait dengan penyusutan bobot badan ayam dan jumlah ayam yang mati (mortalitas). 2.3.4.3.Informasi Informasi dalam industri ayam pedaging merupakan komponen yang penting. Menurut Daryanto dan Saptana (2009), sistem informasi yang dibutuhkan adalah 14 mengenai sistem pengadaan bahan baku, distribusi bahan baku dan hasil panen ayam broiler, serta informasi harga input dan output. Lebih lanjut Daryanto dan Saptana (2009) menambahkan, ketersediaan data dan informasi baik yang menyangkut aspek sarana produksi peternakan, produksi hasil ternak, pemasaran (harga, daya serap pasar, dan tujuan pasar), pengelolaan hasil ternak, serta permintaan merupakan input utama dalam pengoperasian kelembagaan kemitraan usaha broiler yang berdaya saing. Pengembangan sistem informasi yang andal sangat berguna untuk mempermudah eksekusi suatu aktivitas dam merupakan determinan dari sistem koordinasi yang harus dijalankan dalam usaha ayam pedaging yang berdaya saing. 2.3.5. Konsep Keunggulan Kompetitif dan Rantai Nilai Aktivitas di dalam industri ayam pedaging bisa digambarkan dalam sebuah rantai yang bersifat kontinu dan merupakan sebuah perluasan pasar. Kondisi ini dikarakteristikkan dengan hubungan sepanjang lengan (“arm’s leng” relationship), yaitu sebuah hierarki keterkaitan nilai yang diilustrasikan melalui pemikiran langsung pada proses produksi. Antara organisasi industri global dan rantai nilai tambah (value aded chain) juga memiliki keterkaitan yang bersifat langsung (Gereffi, et al., 2005). Gereffi et al lebih lanjut menambahkan bahwa pembeli-pembeli global menggunakan koordinasi secara eksplisit untuk membantu menciptakan pasokan berkompetensi tinggi yang didasarkan pada produksi skala global dan sistem distribusi yang dibangun tanpa kepemilikan secara langsung. Gereffi, et al., (2005) menyebutkan bahwa paling tidak ada lima tipe dasar dari rantai nilai tambah (value chain governance), yaitu sebagai berikut. 15 1. Market. Pasar merupakan kelembagaan yang sederhana, tetapi tegas. Kesederhanaannya terletak pada orientasi kerjanya, yaitu mencari keuntungan (profit oriented). Sementara di sisi lain, di dalam pasar juga terdapat adanya kompetisi di mana semangat kerjanya dengan kontrol sosialnya yang membentuk renumerative compliance. 2. Modular value chain. Pemasok dalam rantai nilai bermodul (modular value chains) membuat produk untuk pelanggan yang spesifik. Ketika menyediakan “turn-key services”, pemasok mengambil tanggung jawab secara penuh untuk kompetensi yang melingkupi seluruh proses teknologi, menggunakan mesin yang bersifat generik pada transaksi yang terbatas, investasi yang spesifik, dan membuat kapital keluar untuk komponen dan bahan-bahan untuk kepentingan pelanggan. 3. Relational value chains, merupakan jaringan yang bersifat komplek di antara pembeli dan penjual. Di antara keduanya sering terjadi adanya ketergantungan yang saling menguntungkan dan memiliki aset spesifik tingkat tinggi. Kondisi ini bisa dikelola melalui reputasi, yaitu ikatan keluarga dan etnik. 4. Captive value chains, di mana pemasok-pemasok kecil mengalami ketergantungan dalam transaksi dengan pembeli-pembeli besar yang jumlahnya banyak. Adanya pertemuan di antara pemasok membutuhkan biaya pergantian sehingga melahirkan sifat tertutup (captive). Kondisi jaringan ini ditandai dengan adanya monitoring dan kontrol tingkat tinggi oleh perusahaan-perusahaan yang memimpin. 5. Hierarky. Bentuk pengelolaan (governance) ini dikarakteristikkan oleh integrasi secara vertikal. Bentuk pengelolaan yang dominan adalah kontrol manajemen, 16 adanya aliran dari manajer ke bawahan, atau dari markas besar ke bawahannya dan afiliasinya. Pertimbangan yang diperlukan dalam mengkontruksi teori value chain governance adalah sebagai berikut. 1. Kompleksitas informasi dan transfer pengetahuan diperlukan untuk menjaga kesinambungan transaksi yang bersifat khusus dengan melihat produk dan proses spesifikasinya. 2. Perluasan di mana informasi dan pengetahuan dapat disusun (codified) sehingga perlu ditransmisikan secara efisien dan tanpa transaksi investasi yang spesifik di antara pelaku-pelaku yang melakukan transaksi. 3. Kapabilitas pemasok-pemasok, baik secara aktual maupun potensial dalam hubungannya dengan persyaratan-persyaratan dalam melakukan transaksi. Determinan pokok dari value chain governance, disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Determinan Pokok Global Value Chain Governance Tipe Tata Pengelolaan Kompleksitas Transaksi Kemampuan untuk Kodifikasi Transaksi Kapabilitas Berdasarkan Penawaran Derajat Koordinasi Eksplisit dan Asimetri Kekuasanaan Pasar/market Rendah Tinggi Tinggi Rendah Modular Tinggi Tinggi Tinggi - Relasional Tinggi Rendah Tinggi - Captive Tinggi Tinggi Rendah - Hierarki Tinggi Rendah Rendah Tinggi Sumber : Gereffi, Humphrey, and Sturgeon (2005) 17 Identifikasi beberapa tipologi dari “global value chain governance” merupakan hal yang penting. Hal ini salah satunya diidentifikasikan dengan adanya bentuk-bentuk yang berbeda dari koordinasi antarperusahaan (Tabel 4). Kerangka kerja global value chain memfokuskan pada sifat alamiah dan kandungan keterkaitan antarperusahaan atau industri dan kekuatan mengatur koordinasi rantai nilai, terutama antara pembeli dan pemasok utama. Tabel 4. Beberapa Dinamika Global Value Chais Governance Tipe Tata Pengelolaan Pasar/market Modular 1 Kompleksitas Transaksi Kemampuan untuk Kodifikasi Transaksi Kapabilitas Berdasarkan Penawaran Rendah Tinggi Tinggi Tinggi 2 3 Tinggi 4 5 Tinggi Relasional Tinggi Rendah Tinggi Captive Tinggi Tinggi Rendah Hierarki Tinggi Rendah Rendah 6 Sumber : Gereffi, Humphrey, and Sturgeon (2005) Keterangan : Dinamika perubahan tata kelola 1. Peningkatan kompleksitas transaksi dan mengurangi kompetensi pemasok pada saat berhubungan dengan permintaan baru 2. Penurunan kompleksitas transaksi dan peningkatan kemampuan untuk kodifikasi 3. Kondisi kodifikasi transaksi yang lebih baik 4. Dekodifikasi transaksi 5. Peningkatan kompetensi pemasok 6. Penurunan kompetensi pemasok 18 2.3.6. Kemitraan Usaha dalam SCM Sebagian besar industri perunggasan di dunia, termasuk di Indonesia, didominasi oleh model kemitraan usaha (contract farming) dengan berbagai variasinya. Dasar dari kemitraan usaha di sini adalah pendekatan ekonomi transaksi (transaction costs economics, TCE). Dalam pendekatan ini, basis yang digunakan adalah kontrak (contract) atau transaksi tunggal antara dua pihak yang melakukan hubungan ekonomi. Kontrak dalam pengertian umum menggambarkan kesepakatan satu pelaku untuk melakukan tindakan yang memiliki nilai ekonomi kepada pihak lain, di mana ada tindakan balasan (resiprocal action). Menurut Eaton dan Shepherd (2001), contact farming bisa dikelompokkan menjadi lima, yaitu sebagai berikut. 1. Centralized model, yaitu model contract farming yang bersifat vertikal, di mana sponsor membeli produk dari petani, kemudian memprosesnya, dan memasarkannya. 2. Nucleus estate model, merupakan variasi dari model terpusat. Dalam model ini, sponsor-sponsor dari proyek juga memiliki dan mengatur areal perkebunan/lokasi peternakan yang biasanya dekat dengan pabrik pengolahan. 3. Multipartite model, yaitu model contract farming yang biasanya melibatkan badan hukum dan perusahaan swasta yang secara bersama berpartisipasi bersama para petani. 4. Informal model, yaitu model yang biasanya diaplikasikan terhadap wiraswasta perseorangan atau perusahaan kecil yang biasanya membuat kontrak produksi informal yang mudah dengan para petani berdasarkan musiman. 19 5. Intermediary model. Model contract farming ini merupakan gabungan dari modelmodel sebelumnya. Menurut Daryanto dan Saptana (2009), di industri perungasan, ada tiga bentuk contract farming yang selama ini dijalankan di Indonesia. Ketiga bentuk contract farming sebagai berikut. 1. Contract farming perusahaan peternakan dengan peternak rakyat. Model dari kemitraan usaha ini adalah pola inti rakyat (PIR). Kewajiban dari perusahaan ini di sini adalah menyediakan bibit ayam (day old chick, DOC); menyediakan pakan dari produksi perusahaan inti; menyediakan vaksin dan obat-obatan; menyediakan inputinput lainnya, seperti pemanas; melakukan bimbingan dan pengawasan melalui tenaga teknisi dan supervisor; serta menampung dan memasarkan seluruh hasil produksi. Sementara peternak plasma berkewajiban menyediakan lahan dan kandang dengan kapasitas 4.000—6.000; menyediakan tenaga kerja; menyediakan bahan pemanas, misalnya minyak tanah atau batu bara; menyediakan litter, misalnya sekam; menyediakan listrik; menyediakan air bersih; menjamin keamanan usaha; serta menjual seluruh hasil produksinya ke perusahaan inti. 2. Contract farming antara poulty shop dengan peternak rakyat. Pada model contact farming ini, kewajiban antara poultry shop dan peternakn rakyat hampir sama dengan model contract farming sebelumnya. Hanya saja, kapasitas kandang tidak sebesar pada model contract farming yang pertama. Beberapa aturan juga terkadang berbeda antara poultry shop satu dengan lainnya, tergantung pada kebijakan intern. 20 3. Contract farming antara peternak besar dengan peternak rakyat. Kewajiban peternak besar dan peternak kecil di sini serupa dengan model contract farming lainnya. Namun, skala usaha yang diinginkan oleh peternak besar pada peternak rakyat di sini berkisar 2.500—10.000 ekor. 2.4. Kajian Penelitian Terdahulu Penelitian tentang supply chain management pada ayam pedaging pernah dilakukan sebelumnya, di antaranya sebagai berikut. Bayu Nugroho tahun 2004 meneliti tentang Analisis Kinerja Supply Cain dalam Rangka Peningkatan Keunggulan Kompetitif Agribisnis Ayam Pedaging (Studi Kasus di Sukahati Poultry Shop, Tasikmalaya. Desain penelitian yang digunakan adalah dengan metode deskriptif berdasarkan studi kasus yang dilakukan terhadap aplikasi rantai pasokan. Data yang dikumpulkan berupa data primer dari hasil observasi dan data skunder dari data historis perusahaan serta studi literatur. Analisis terhadap kinerja rantai pasokan dilakukan dengan tiga pendekatan, yaitu pendekatan supply-demand, pendekatan manajemen persediaan, dan pendekatan aktivitas transportasi. Dari analisis tersebut didapat hasil bahwa secara umum Sukahati PS mampu memproduksi ayam pedaging di atas permintaan pasar. Namun pada periode-periode tertentu, kinerja produksi Sukahati berada di bawah permintaan pasar. Dari sisi persediaan, terdapat adanya ketidakmerataan kemampuan produksi dari setiap peternak mitra di beberapa wilayah sebaran. Sementara dilihat dari aspek pendekatan transportasi, aktivitas transportasi di Sukahati PS menimbulkan adanya biaya maksimal dan biaya minimal pada setiap minggunya. 21 Supply chain pada ayam broiler juga pernah diteliti oleh Martin Jacob Zuidoft (2005). Dalam penelitian ini, diteliti tentang model produksi penetasan ayam pedaging grand parenstock, produksi pembesaran (growing) ayam pedaging, penentuan kualitas karkas ayam pedaging, model prosesing dari ayam pedaging, dan implikasi supply chain management pada industri ayam pedaging. Model penelitian yang digunakan pada segmen penetasan telur adalah fair comparison, yaitu membandingkan produktivitas induk ayam pedaging pada setiap flok kandang. Parameter yang dibandingkan adalah keuntungan, biaya pada setiap genotif ayam yang berbeda, dan manajemen kandang yang berbeda. Pada segmen pembesaran, parameter yang dibandingkan adalah biaya produksi dan tingkat pertumbuhan ayam. Pertumbuhan ayam di sini didasarkan pada kebutuhan energi. Sementara biaya diukur dari jumlah pakan yang dihabiskan untuk mencapai ukuran tertentu dalam waktu yang dibatasi. Pada penentuan ukuran dan kualitas karkas. Parameter karkas yang bobot karkas berdasarkan umur ayam, komposisi karkas, dan bagian-bagian karkas. Sementara di bagian prosesing, parameter yang diukur adalah tipe proses, produk yang diproses, dan cara pengemasan. 2.5. Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian Penelitian yang dilaksanakan ini membatasi analisis kinerja SCM pada satu sistem, yaitu dengan pendekatan-pendekatan terhadap supply-demand, manajemen persediaan, dan transportasi. Tahapan-tahapan penelitian sebagai berikut. a. Menghimpun informasi tentang strategi bersaing dan strategi supply chain perusahaan terhadap kinerja dan peningkatan keunggulan kompetitif dari operasional rantai 22 pasokannya. Selain itu, juga dihimpun informasi tentang pemenuhan permintaan dan kepekaan perusahaan dalam menanggapi kebutuhan pelanggan. b. Menetapkan Key Performance Indicators (KPI) yang didasarkan dari informasi yang diperoleh dari perusahaan tentang strategi bersaing, strategi supply chain, dan tiga pendekatan yang telah ditetapkan sebagai batasan lingkup penelitian ini. Ketiga pendekatan tersebut adalah (1) pendekatan permintaan dan penawaran, (2) pendekatan manajemen persediaan, dan (3) pendekatan transportasi. c. Melakukan observasi dengan mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor dan masalah yang timbul dengan acuan KPI. Hasilnya kemudian dievaluasi dan disesuaikan dengan kondisi yang ada di lapangan berdasarkan faktor-faktor yang telah dihimpun. d. Merumuskan perencanaan strategis untuk meningkatkan kinerja rantai pasokan, baik secara keseluruhan maupun setiap stakeholder yang terlibat dalam rantai pasokan tersebut. Perencanaan strategi tersebut merupakan rekomendasi kepada perusahaan untuk menata kembali atau mengembangkan rantai pasokan yang ada berdasarkan hasil analisis dan evaluasi kinerja. 23 Tahapan-tahapan kinerja yang dilakukan tersebut diperlihatkan pada Gambar 1 berikut ini. Identifikasi Strategi Bersaing Perusahaan Identifikasi Strategi Supply Chain Perusahaan Teoritical Keunggulan kompetitif Analisis Strategi SCM KPI : 1) Pendekatan supply-demand 2) Pendekatan manajemen persediaan 3) Pendekatan transportasi Supply chain management Meningkatkan value chain Identifikasi dan analisis faktor serta masalah Evaluasi Kinerja Perencanaan Strategis Gambar 1. Kerangka pemikiran konseptual penelitian 24 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di PT Charoen Pokphand Indonesia, tbk dan beberapa anak perusahaannya dalam satu rangkaian rantai pasokan. Lokasi jaringan rantai pasokan dan waktu pelaksanaan penelitian ini disajikan pada Tabel 5 dan Tabel 6. Tabel 5. Alamat Perusahaan PT Charoen Pokphand Indonesia dan anak perusahaannya Nama Perusahaan Alamat PT Charoen Pokphand Jaya Farm Jl. Parangtritis V No. 6 Perumahan Ancol Barat Jakarta Utara 14430 PT Charoen Pokphand Indonesia Jl Ancol VIII No 1 Jakarta, telp 62 21 691 9999 Ext. 8162 PT Nusantara Unggas Jaya Citra Raya Complex Block K-1 No. 23R,Cikupa,Tangerang 15710 Banten, Indonesia, Telp.(021) 59402548, Telp.(021) 59402559 PT Charoen (Prosesing) Pokphand Indonesia Jl. Modern Industri IV Kav 6—8, Kawasan Industri Modern Cikande, Serang, 42186 25 Tabel 6. Pelaksanaan Observasi dan Pengambilan Data di Lapangan (tahun 2010) Bulan/minggu Kegiatan Januari 1 2 3 Februari 4 5 1 2 3 Maret 4 1 2 3 Divisi Pakan, DOC, Obat-obatan Divisi Growing (Pembesaran) Divisi Pemasaran dan Prosesing Pengolahan data dan penulisan tesis 3.2. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif berdasarkan studi kasus terhadap aplikasi sistem rantai pasokan di PT Charoen Pokphand Indonesia, tbk. Kegiatan observasi antara lain dengan meninjau dan mengumpulkan informasi dari aktivitas jaringan rantai pasokan PT Charoen Pokphand Indonesia, tbk, dari pengadaan bahan baku sampai dengan pemasaran ayam hidup maupun produk karkas. Tujuannya adalah untuk mengkaji dan memperoleh gambaran mengenai subjek yang diteliti. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan software Minitab 13 for Windows dan QM for Windows 2.0. Pembahasan ditujukan untuk mengkaji kinerja rantai pasokan dengan menggunakan data kuantitatif dan kualitatif. 3.3. Data yang Dikumpulkan dan Sumbernya Penelitian ini menggunakan dua jenis data, yaitu data primer dan data skunder yang berkaitan dengan rantai pasokan di PT Charoen Pokphand Indonesia, tbk. Data 26 4 5 primer didapatkan melalui observasi langsung aplikasi rantai pasokan di PT Charoen Pokphand Indonesia, tbk, anak perusahaannya, serta mitra-mitra kerjanya. Sementara data sekunder diperoleh dari dokumen yang dimiliki oleh pihak perusahaan, anak perusahaan, dan mitra-mitra kerjanya dalam satu rantai pasokan dan merupakan data historis selama dua setengah tahun terakhir untuk aktivitas pasokan, produksi, dan pemasaran. Selain itu, juga dilakukan studi literatur yang terkait dengan topik bahasan penelitian ini. Secara lebih terperinci, jenis data yang dikumpulkan dan sumbernya disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Jenis Data yang Akan Dikumpulkan Jenis Data Sifat Data Data Primer Visi, misi, kondisi Skunder Kualitatif V V V V Kuantitatif umum perusahaan, strategi bersaing Peta rantai pasokan Kegiatan rantai pasokan V V Supply-demand V V Persediaan V V Transportasi V V V Kapasitas Produksi V Pola Kemitraan V V Ragam Produk Olahan V V V V 27 3.4. Teknik Pengambilan Contoh Pengambilan contoh dilakukan dengan memilih salah satu sistem rantai pasokan ayam pedaging, yaitu yang telah dibangun oleh PT Charoen Pokphand Indonesia, tbk. Rantai pasokan tersebut merupakan suatu sistem yang terintegrasi dari pemasok sampai konsumen akhir. Oleh sebab itu, pihak-pihak yang terlibat dalam satu rantai pasokan dianggap sebagai satu populasi. Data primer yang dikumpulkan diperoleh dari observasi langsung pada rantai pasokan tersebut, baik secara keseluruhan maupun terhadap setiap anak perusahaan dan stakeholder yang terlibat. 3.5. Teknik Pengolahan dan Analisis Data 3.5.1.Identifikasi Faktor-faktor Keunggulan Kompetitif Identifikasi dan analisis data faktor-faktor yang berpengaruh terhadap peningkatan keunggulan kompetitif perusahaan dilakukan dengan menggunakan diagram sebab-akibat (Diagram Ishikawa). Menurut Whitten, Bentley, dan Dittman (2001), yang dimaksud dengan diagram Ishikawa adalah perangkat grafis yang biasa digunakan untuk mengidentifikasi, mengeksplorasi, dan menggambarkan permasalahan serta hubungan sebab akibat dari permasalahan tersebut. Diagram tersebut digunakan dalam memetakan masalah yang harus dikoreksi dan mengidentifikasi hal-hal apa saja yang berhubungan dengan penyebab-penyebab potensial dari masalah tersebut. Krajewsky dan Ritzman (1996) memaparkan bahwa model analisa tersebut digambarkan seperti tulang ikan (fishbone), yaitu dengan meletakkan tujuan utama yang ingin dicapai (permasalahan yang akan diselesaikan) sebagai kepala ikan, sedangkan faktor-faktor yang 28 mempengaruhinya dijadikan sebagai tulang-tulang yang terstruktur. Diagram tersebut disajikan pada Gambar 2. Keunggulan nilai (Value advantage) Keunggulan kempetitif (Competitive advantage) Keunggulan produktivitas (Productivity advantage) Gambar 2. Diagram tulang ikan untuk keunggulan kompetitif (Ishikawa, 1943 dalam Krajewsky dan Ritzman, 1996) 3.5.2.Pendekatan Supply-Demand Data supply dan demand yang akan diperoleh dari dokumen perusahaan dibandingkan secara grafis dengan mencari selisihnya sehingga diketahui tingkat kemampuan perusahaan dalam memenuhi permintaan pelanggan. Selain itu juga dilakukan peramalan terhadap supply-demand untuk mengetahui perkembangan di masa yang akan datang. Hal tersebut dapat digunakan dalam perencanaan tingkat produksi, kapasitas persediaan, dan penentuan strategi terhadap perubahan permintaan di masa mendatang. 29 Metode analisa yang akan digunakan adalah time series, yaitu dengan memperhitungkan trend, variasi siklikal, irregular, dan musiman dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Krajewsky dan Ritzman, 1996). ∑XY – ∑ X ∑ Y b = ∑ X2 – (∑Y)2 Trend Y = a + bX a = Y – by Variasi siklikal CI = Y/T Keterangan Y = Nilai dugaan pada periode tertentu y = Nilai aktual X = Periode tertentu a = Nilai Y pada tahun dasar b = Perubahan Y setiap periode c = Variasi siklikal T = Trend 3.5.3.Pendekatan Transportasi Transportasi merupakan metode operasional yang digunakan untuk mengatur distribusi dari sumber-sumber yang menyediakan produk yang sama menuju tempattempat yang membutuhkan dengan alokasi yang optimal. Metode operasional tersebut merupakan metode pengulangan dalam pemecahan masalah ketika dituntut biaya minimal dari kegiatan transportasi. Dengan demikian, alokasi aliran produk harus diatur 30 sedemikian rupa karena terdapat perbedaan biaya-biaya alokasi (Krajewsky dan Ritzman, 1996). Data tentang kebutuhan dan pasokan dipadukan dan disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Alokasi supply-demand dalam metode operasional transportasi Tujuan 1 Tujuan 2 Tujuan 3 Supply Supplier 1 X11 X12 X13 a1 Supplier 2 X21 X22 X23 a2 Supplier3 X31 X32 X33 a3 Demand b1 b2 b3 ∑a1 = ∑b1 Dari Tabel 8 diperoleh beberapa persamaan untuk memperoleh biaya minimal, yaitu sebagai berikut. Fungsi tujuan: n Min m z = ∑ ∑ Xij Cij i=1 j=1 Min z = (x11 x c11) +(x11 x c12) + (x11 x c13) + (x12 x c11) + (x12 x c12) + (x12 x c13) + (x13 x c11) + (x13 x c12) + (x13 x c13) Fungsi kendala: n s = ∑ Xij = ai i=1 m d = ∑ Xij = bi i=1 31 DAFTAR PUSTAKA Bair J. And G. Gereffi, 2001, Local Clusters in Global Chains: The Causes and Consequences of Export Dynamism in Torreon’s Blue Jeans Industry, Yale University, New Haven, CT USA and Duke University, Durham, NC, USA. Bernstein, M, 2005, “Price is Just One Component in Alco’s Global Value Chain”, World Trade, August, 2005. Copra, S. and Meindl, P., 2007, Supply Chain Management; Strategy, Planning, & Operations, Third Edition, Pearson Education, New Jersey. Daryanto, A., 2008, Contract Farming Sebagai Sumber Pertumbuhan Baru dalam Bidang Peternakan, Direktur Program Pascasarjana Manajemen dan Bisnis IPB, Institut Pertanian Bogor,Bogor. Daryanto, A. dan Saptana, 2009, Global Value Chain Governance (GVCG) pada Brolier di Indonesia: Memadukan Pertumbuhan, Pemerataan, dan Keberlanjutan, dalam “Orange Book”, Hal 291—332, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Gereffi, G., J. Humphrey, dan T. Sturgeon, 2005, The Governance of Global Value Chains, Review of Political Economy, 13:1, February 2005: 78—104, Taylor and Francis Ltd. Giuliani E., C. Pietrobelli, and R. Rabellotti, 2005, Upgrading in Global Value Chains: Lessons from Latin American Clusters, University of Sussex, UK, University of Rome III, Italy, and University of Piemonte Orientale,Italy. 32 Hassini E., 2008, “Building Competitive Enterprise Throught Supply Chain Management”, Journal of Enterprise Information Management, vol. 21. No. 4, 2008, P 341—344. Humphrey, J. And H. Schmitz, 2002, How Does Insertion in Global Value Chains Affect Upgrading in Industrial Clusters?, Institut of Development Studies, University of Sussex, Brighton. Krajewsky, L.J. dan L.P. Ritzman, 1996, Operations Management : Strategy and Analysis Chain Performance : a Fuzzy Logic Approach. Logistic Information Management. Volume 15 (4) : 271—280. Manning, L., R.N. Baines, and S.A. Chadd, 2005, ”Trends in The Global Poultry Meat Supply Chain”, British Food Journal, Vol. 109, No. 5, 2007, P 332—342. Nugroho, B., 2004, Analisis Kinerja Supply Chain Dalam Rangka Peningkatan Keunggulan Kompetitif Agribisnis Ayam Pedaging (Studi Kasus di Sukahati Poultry Shop, Tasikmalaya), Tesis, Program Majemen dan Bisnis, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Simchi-Levi, D. and P. Kaminsky, 2003, Designing and Managing The Supply Chain: Concepts, Strategies, and Case Studies, Second Edition, McGraw Hill, New York. Taylor, D.H., 2005, “Value Chain Analysis: an Approach to Supply Chain Improvement in Agri-food Chains”, International Journal of Physical Distribution & Logistics Management, 2005, 35, 9/10, P 744—762. Tunggal, A.W., 2009, Supply Chain Management (Manajemen Rantai Pasokan), Harvindo, Jakarta. 33 Zhuidof, M.J., 2005, A Bioeconomic Model of The Broiler Chicken Supplay Chain, Disertasi, University of Alberta, Edmonton, Alberta. 34