Kecenderungan Kecurangan: Dalam Perspektif Fraud Triangle

advertisement
PENDAHULUAN
Kecurangan merupakan sebuah representasi yang salah
atau
penyembunyian
fakta-fakta
yang
material
untuk
mempengaruhi seseorang agar mau mengambil bagian dalam
suatu hal yang berharga (Sawyer et al. 2006: 339). Institute of
Internal Auditors (IIA) menyebutkan kecurangan adalah meliputi
serangkaian tindakan-tindakan tidak wajar dan illegal yang
sengaja dilakukan untuk menipu. Tindakan tersebut dapat
dilakukan untuk keuntungan ataupun kerugian organisasi dan
oleh orang-orang diluar maupun di dalam organisasi.
Menurut Arens et al. (2008: 430) sebagai konsep legal
yang luas, kecurangan mengambarkan setiap upaya penipuan
yang disengaja, yang dimaksud untuk mengambil harta atau hak
orang atau pihak lain. Dalam konteks audit atas laporan
keuangan, kecurangan didefinisikan sebagai salah saji laporan
keuangan yang disengaja. Dua kategori yang utama adalah
pelaporan keuangan yang curang dan penyalahgunaan aktiva.
Kecurangan dapat terjadi di berbagai sektor, baik di sektor
swasta maupun sektor pemerintahan. Fraud yang paling sering
terjadi di sektor pemerintahan adalah korupsi. Korupsi berasal
dari bahasa latin corruptio dari kata kerja corrumpere yang
artinya
busuk,
rusak,
menggoyahkan,
memutarbalik
atau
menyogok. Secara harfiah korupsi adalah perilaku pejabat publik,
baik politisi maupun pegawai negeri yang memperkaya diri
sendiri atau memperkaya orang lain yang dekat dengannya secara
tidak wajar, tidak legal dan dengan menyalahgunakan kekuasaan
publik yang dipercayakan kepada mereka.
1
Fenomena korupsi di Timor Leste dibuktikan dengan
adanya penyalahgunaan kekuasaan, pemalsuan dokumen tender
dengan memberi proyek jutaan dollar kepada orang terdekatnya
hingga adanya putusan pengadilan yang menjatuhkan hukuman
penjara lima tahun enam bulan terhadap mantan menteri
kehakiman pemerintahan Aliansa Mayoria Parlamentar (AMP)
dan direkturnya (Tempo Semanal, 4 Januari 2013). Selain kasus
tersebut, kasus korupsi dari mantan Bupati Dili Ruben Braz,
tentang
penyalahgunaan kekuasaan dalam proyek Programa
Dezenvolvimento Distrital (PDD) I tahun 2010, terjadi dalam
melakukan kerja sama dengan salah satu perusahaan lokal untuk
memenangkan tender tersebut. Dengan kasus ini, tersangka
dijatuhi hukuman penjara tiga tahun enam bulan (Diariu Timor
Post,13 Februari 2014).
Motivasi
seseorang
melakukan
kecurangan
relatif
bermacam-macam. Salah satu teori yang menjelaskan tentang
motivasi tersebut adalah fraud triangle. Fraud triangle yang
dijabarkan Cressey (1953) dalam Tuanakotta (2010: 207) yaitu
tekanan (pressure), peluang (opportunity) dan rasionalisasi
(rationalization).
Menurut Kurniawati (2012)
tekanan (pressure) yaitu
insentif yang mendorong orang melakukan kecurangan karena
tuntutan
gaya hidup, ketidakberdayaan dalam soal keuangan,
perilaku gambling, mencoba-coba untuk mengalahkan sistem
dan ketidakpuasan kerja. Tekanan merupakan faktor yang
berasal dari kondisi individu yang menyebabkan seseorang
melakukan kecurangan. Tekanan dari dalam diri seseorang
2
tersebut dapat dipengaruhi oleh lingkungan tempat bekerja.
Salah
satu,
faktor
lingkungan
yang
dapat menyebabkan
tekanan pada seorang pegawai adalah mengenai keadilan
organisasional dalam perusahaan.
Keadilan organisasi (organizational justice) merupakan
istilah untuk mendeskripsikan kesamarataan atau keadilan di
tempat
kerja,
yang
berfokus
bagaimana
para
karyawan
menyimpulkan apakah mereka telah diperlakukan secara adil
dalam lingkungan pekerjaan dan bagaimana kesimpulan tersebut
kemudian
mempengaruhi
variabel-variabel
berhubungan dengan pekerjaan
lain
yang
(Mariani 2011). Keadilan
organisasi menekankan bagaimana reward, insentif, pengakuan,
pekerjaan, dan sanksi dalam suatu lembaga (organisasi)
dialokasikan secara adil dan proporsional.
Keadilan distributif merupakan keadilan yang berasal dari
hasil-hasil (outcomes) yang diterima seseorang. Keadilan
distributif bila adil menurut karyawan jika hasil yang mereka
terima sama
dibandingkan dengan hasil yang diterima orang
lain. Keadilan ini menunjuk pada keadilan yang diterima
karyawan
dalam
hal hasil
(Hwei dan Santosa 2012). Para
karyawan mempertimbangkan keputusan keadilan distributif
ketika menerima penghargaan financial (misalnya gaji atau bonus
yang diterima dari rencana pembagian keuntungan) dalam
pertukaran pekerjaan yang mereka lakukan, yang pada gilirannya
mempengaruhi sikap mereka terhadap organisasi (Hwei dan
Santosa 2012).
3
Jadi, ketidakseimbangan antara masukan (pengetahuan,
keterampilan, kemampuan, pengalaman, kerajinan dan kerja
keras) yang mereka berikan dengan hasil yang mereka terima
(gaji, bonus dan perlakuan
ataupun
pengakuan)
akan
menghasilkan emosi negatif yang memotivasi karyawan untuk
mengubah perilaku, sikap dan kepuasan mereka. Bahkan lebih
parah
lagi
mereka
akan berusaha untuk
memaksimalkan
utilitasnya dengan bertindak yang menguntungkan dirinya dan
merugikan organisasi, seperti melakukan kecurangan.
Keadilan prosedural merupakan pertimbangan yang
dibuat
oleh
karyawan mengenai
proses
dan
prosedur
organisasi yang digunakan untuk membuat keputusan alokasi
dan
sumber
daya (Mustikasari 2013). Keadilan prosedural
menunjuk pada tingkat formal proses pengambilan keputusan
yang dihubungkan dengan hasil, termasuk di dalamnya ketetapan
dari beberapa sistem keluhan karyawan atau permohonan yang
berkenaan dengan konsekuensi-konsekuensi pada tahap awal
pengambilan keputusan (Margaretha dan Santosa 2012). Di
dalam suatu pemerintahan adanya ketidakadilan yang dirasakan
tentang prosedur
mengenai proses pengambilan keputusan
berkaitan dengan gaji atau kompensasi lain yang akan diterima
oleh pegawai dapat menjadi pemicu seseorang melakukan
kecurangan (fraud).
Peluang
(Opportunity)
adalah
faktor
penyebab
kecurangan yang disebabkan karena adanya kelemahan di dalam
suatu sistem, di mana seorang karyawan mempunyai kuasa atau
kemampuan untuk memanfaatkan kelemahan yang ada, sehingga
4
dapat melakukan perbuatan curang. Peluang salah satunya
ditandai dengan aspek pengendalian internal yang lemah (Wilopo
2008). Suatu organisasi yang memiliki sistem pengendalian
internal yang lemah, cenderung akan meningkatkan peluang
terjadinya kecurangan di dalam organisasi tersebut.
Menurut Arens et al. (2008: 370) sistem pengendalian
intern terdiri atas kebijakan dan prosedur yang dirancang untuk
memberikan manajemen kepastian yang layak bahwa perusahan
telah mencapai tujuan dan sasarannya. Kebijakan dan prosedur
ini sering kali disebut pengendalian, dan secara kolektif
membentuk pengendalian internal entitas tersebut. Kecurangan
akan dilakukan jika ada kesempatan dimana seseorang harus
memiliki akses terhadap aset atau memiliki wewenang untuk
mengatur prosedur pengendalian
yang
memperkenankan
dilakukannya skema kecurangan. Jabatan, tanggung jawab,
maupun otorisasi memberikan peluang untuk terlaksananya
kecurangan (Suprajadi 2009). Untuk meminimalisir peluang
atau kesempatan seseorang untuk melakukan kecurangan
maka diperlukan pengendalian internal yang efektif.
Menurut Pramudita (2013) pembenaran (rationalization)
adalah sikap atau proses berfikir dengan pertimbangan moral
dari
individu
karyawan
untuk
merasionalkan tindakan
kecurangan. Demikian juga menurut Norbarani
(2012)
rasionalisasi
banyak
adalah komponen penting dalam
kecurangan, rasionalisasi
mencari
pembenaran
menyebabkan pelaku kecurangan
atas
perbuatannya.
Rasionalisasi
merupakan bagian dari fraud triangle yang paling sulit
5
diukur. Budaya organisasi merupakan salah satu faktor yang
diduga
dijadikan
alasan
pembenaran
mengapa
pegawai
melakukan kecurangan.
Robbins dan Judge (2013: 355) budaya organisasi adalah
suatu sistem berbagi arti yang dilakukan oleh para anggota yang
membedakan suatu organisasi dari organisasi lainnya. Untuk
meningkatkan kepuasan kerja dan kinerja karyawan diperlukan
budaya organisasi yang kuat. Budaya organisasi yang kuat
akan
memicu karyawan
bersikap
sesuai
semakin
kuat
untuk
dengan
budaya
berfikir,
berperilaku
nilai-nilai organisasi.
etis
organisasi,
dan
Sehingga,
semakin
sedikit
kecurangan yang mungkin akan dilakukan oleh karyawan. Dalam
penelitian ini,
rasionalisasi
(rationalization)
diproksikan
dengan budaya etis organisasi.
Penelitian Sulistyowati (2007) menemukan hasil bahwa
semakin baik kultur organisasi di suatu pemerintahan maka akan
semakin rendah persepsi aparatur pemerintah mengenai tindak
korupsi. Dalam penelitiannya di jelaskan bahwa kultur organisasi
yang baik tidak akan membuka peluang sedikitpun bagi individu
untuk melakukan korupsi, karena kultur organisasi yang baik
akan membentuk para pelaku organisasi mempunyai sense of
belonging (rasa ikut memiliki) dan sense of identity (rasa bangga
sebagai bagian dari suatu organisasi). Semakin tinggi budaya etis
yang ada di lingkungan pemerintahan maka akan semakin rendah
tingkat terjadinya fraud di sektor pemerintahan (Pristiyanti 2012).
Penelitian sebelumnya seperti Hwei dan Santosa (2012)
pengaruh keadilan prosedural dan keadilan distributif terhadap
6
komitmen organisasi menyimpulkan bahwa keadilan prosedural
dan
keadilan
distributif
sebagai
dimensi
dari
keadilan
organisasional, merupakan penentu signifikan dalam komitmen
organisasi. Penelitian Pristiyanti (2012) persepsi pegawai instansi
pemerintah mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi fraud,
dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak
pengaruh antara keadilan distributif,
terdapat
keadilan prosedural
terhadap fraud, terdapat pengaruh negatif antara sistem
pengendalian internal, kepatuhan pengendalian internal, budaya
etis organisasi dan komitmen organisasi terhadap fraud.
Penelitian Najahningrum (2013) faktor - faktor yang
mempengaruhi kecenderunga kecurangan (fraud). Dengan hasil
penelitian terdapat
pengaruh
negatif
antara penegakan
peraturan, keefektifan pengendalian internal, keadilan distributif,
komitmen organisasi, keadilan
terdapat pengaruh positif
prosedural terhadap fraud,
antara asimetri
informasi dengan
fraud, tidak terdapat pengaruh antara budaya etis organisasi
terhadap fraud.
Berdasarkan fraud triangle
ada tiga faktor pressure,
opportunity dan rationalization yang menyebabkan seseorang
melakukan
kecurangan.
Dalam
penelitian
ini
pressure
diproksikan dengan keadilan distributif dan keadilan prosedural
sebagai dimensi dari keadilan organisasional, opportunity
diproksikan dengan keefektifan pengendalian internal sedangkan
rationalization diproksikan dengan budaya etis organisasi.
Penelitian ini menekankan pada faktor-faktor eksternal yang
diduga berpotensi memengaruhi kecenderungan kecurangan
7
dalam fraud triangle. Tujuan dari penelitian ini untuk memberi
bukti empiris mengenai pengaruh keadilan distributif, keadilan
prosedural, keefektifan pengendalian internal dan budaya etis
organisasi terhadap kecenderungan kecurangan. Manfaat teoritis
pada penelitian ini untuk menambah literatur di bidang audit
terutama mengenai fraud triangle, sedangkan manfaat praktisi
dapat memberikan
masukan bagi pemerintahan dalam upaya
mencegah terjadinya kecurangan.
8
Download