52 PELANGGARAN PRINSIP KERJA SAMA DALAM PROSES

advertisement
Jurnal SAINSTECH Politeknik Indonusa Surakarta ISSN : 2355-5009 Volume 3 Nomer 6 Desember 2016
PELANGGARAN PRINSIP KERJA SAMA DALAM PROSES PERKULIAHAN DI
POLITEKNIK INDONUSA SURAKARTA
Ratna Susanti, S.S.,M.Pd.
Politeknik Indonusa Surakarta
[email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini membahas tentang pelanggaran terhadap prinsip kerja sama dalam proses
perkuliahan di Politeknik Indonusa Surakarta. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui jenis-jenis
pelanggaran prinsip kerja sama yang terjadi pada tuturan yang terdapat dalam tuturan antara dosen
dan mahasiswa dan antara mahasiswa dengan mahasiswa dalam proses perkuliahan tersebut.
Data yang dianalisis berupa tuturan yang mengandung pelanggaran prinsip kerja sama
yang diucapkan oleh dosen maupun mahasiswa dalam sumber data berupa proses perkuliahan
Komunikas Ilmiah Prodi D3 Komunikasi Massa semester IV.
Data tersebut kemudian dianalisis dengan paradigma deskriptif kualitatif berdasarkan teori
mengenai prinsip kerja sama yang dikemukakan oleh Grice. Hasil penelitian menyatakan bahwa
pelanggaran terhadap prinsip kerja sama dapat terjadi pada salah satu maksim saja, tetapi juga
dapat terjadi pada lebih dari satu maksim dalam satu tuturan atau informasi. Pelanggaran yang
sering terjadi adalah terhadap maksim kualitas, maksim kuantitas, dan maksim relevansi.
Kata Kunci: Prinsip kerja sama, Pelanggaran, Dosen, Mahasiswa
Sebagai sarana komunikasi, bahasa
akan menciptakan suatu kultur kehidupan
yang akrab. Bahasa juga akan membawa
penggunanya pada suatu kondisi yang
menitikberatkan kebersamaan, kekeluargaan,
dan
kesetiakawanan
dalam
konteks
sosiokultural. Salah satu cabang ilmu yang
mengkaji bagaimana bahasa dimanifestasikan
ke dalam dunia komunikasi dengan
mengaitkannya dengan koteks dan konteks
adalah pragmatik.
Dalam kajiannya, pragmatik ini
mengedepankan aspek kebahasaan yang
berkaitan dengan aspek luar dari bahasa itu
sendiri. Hal itu bisa berupa kondisi sosial,
politik, ekonomi, budaya, dan sebagainya
yang berpengaruh terhadap penggunaan
bahasa itu sendiri. Inilah yang dinamakan
konteks bahasa. Kajian ini banyak ditemukan
pada praktik-praktik komunikasi sehari-hari
atau percakapan antara penutur dan mitra
tutur. Percakapan dapat dipahami sebagai
suatu praktik komunikasi antara dua orang
partisipan atau lebih. Biasanya percakapan
hadir dalam bentuk komunikasi lisan yang
mengedepankan aspek oral. Percakapan
biasanya dilakukan seiring dengan suasana
komunikasi yang santai. Meskipun demikian,
tidak sedikit juga sebuah proses percakapan
terjadi pada suatu kondisi formal.
I.
PENDAHULUAN
Bahasa sangat dibutuhkan untuk
menjalin
adanya
suatu
komunikasi
antarindividu maupun kelompok. Sudjianto
mengungkapkan bahwa “bahasa merupakan
media untuk menyampaikan suatu makna
kepada orang lain baik secara lisan maupun
tertulis” (1996:17-18). Bahasa menjadi salah
satu alat yang paling utama dan penting,
terlebih karena manusia merupakan makhluk
sosial dan memerlukan interaksi yang berupa
komunikasi dengan orang lain. Hal tersebut
menjadikan komunikasi sebagai salah satu
faktor yang mendukung dalam kehidupan
bermasyarakat dan sarana penyampaian
informasi, sehingga agar suatu informasi atau
pesan dapat tersampaikan dengan baik, maka
informasi yang disampaikan harus jelas,
sesuai dengan kebenaran, sesuai dengan
kebutuhan, tidak mengubah pesan, dan
sebagainya.
Bahasa di dalam penggunaannya
berfungsi sebagai sarana pikir, ekspresi, dan
sarana komunikasi. Sebagai sarana pikir,
bahasa akan menuntun penggunanya untuk
berlaku santun dalam setiap tindak tuturnya.
Sebagai sarana ekspresi, bahasa membawa
penggunanya kepada taraf suasana kreatif. Hal
ini bisa terlihat dari fungsi bahasa sebagai
sarana untuk mengungkapkan pemikiran
tentang ilmu, teknologi, dan seni.
52
Jurnal SAINSTECH Politeknik Indonusa Surakarta ISSN : 2355-5009 Volume 3 Nomer 6 Desember 2016
Levinson (dalam Rahardi: 2008)
mendefinisikan bahwa pragmatik adalah studi
bahasa yang mempelajari relasi bahasa dengan
konteksnya. Konteks tersebut
mampu
tergramatisasi dan terkodifikasi sehingga tidak
dapat dilepaskan dari struktur bahasanya.
Selanjutnya Parker (dalam Rahardi: 2008)
memberikan definisi pragmatik sebagai suatu
studi atau suatu cabang ilmu bahasa yang
mempelajari struktur bahasa secara eksternal.
Dari definisi yang dikemukakan ini, dapat
dipahami bahwa pragmatik adalah suatu
cabang ilmu bahasa yang mengkaji bahasa
dan penggunaannya dengan mengaitkan pada
konteks kebahasaan.
Sebagai sebuah lembaga pendidikan
tinggi, Politeknik Indonusa Surakarta yang
beralamat di Jalan KH. Samanhudi No. 31
Mangkuyudan, Surakarta (selanjutnya disebut
Polinusa), pada praktiknya senantiasa
menjaga agar para mahsiswa membiasakan
diri untuk berucap, berperilaku, dan bertindak
sesuai dengan etika. Oleh sebab itu, peran
seorang dosen sangat menentukan dalam
proses pembentukan karakter mahasiswa.
Oleh karenanya, penting bagi seorang dosen
untuk memberikan contoh kepada mahasiswa
dalam hal perilaku, tindakan, dan ucapan.
Kondisi formal ini telah membuat suatu
praktik komunikasi antara dosen dengan
mahasiswa terjalin secara hati-hati dan
terjaga.
Pada
kenyataannya,
dalam
berkomunikasi antara dosen dan mahasiswa
masih ditemui adanya penyampaian informasi
atau komunikasi yang tidak jelas, tidak benar
dan sebagainya, sehingga terkadang terjadi
kesalahpahaman dalam menerima pesan atau
informasi yang diberikan. Hal ini terkadang
juga berkaitan dengan salah satu kebudayaan
Jawa yang mengedepankan kesantunan. Sama
seperti yang diungkapkan oleh Leech (1983),
bahwa kesantunan berbahasa memiliki tujuan
untuk
menciptakan
dan
memelihara
keharmonisan dalam berinteraksi sosial,
sehingga
terkadang
masyarakat
tidak
menyampaikan suatu informasi dengan tepat
karena menjunjung tinggi kesantunan dalam
berbahasa. Penyampaian yang tidak sesuai ini
menyebabkan
munculnya
pelanggaran
terhadap prinsip kerjasama sehingga apa yang
dikatakan oleh peserta percakapan tuturan
tidak dapat menyumbang kepada tujuan
wacana. Oleh karena itu, untuk mengetahui
pelanggaran terhadap prinsip kerjasama yang
terjadi dalam interaksi sosial atau komunikasi,
penulis melakukan penelitian mengenai
pelanggaran terhadap prinsip kerjasama.
Dalam melakukan penelitian ini, penulis
menggunakan proses perkuliahan sebagai
sumber data, karena dalam proses perkuliahan
tersebut terdapat tuturan percakapan antara
dosen dan mahasiswa.
Berdasarkan uraian di atas, diangkat
permasalahan sebagai berikut. “Bagaimana
bentuk pelanggaran prinsip kerja sama pada
praktik komunikasi dosen dan mahasiswa di
Polinusa?”
II.
1.
LANDASAN TEORI
Hakikat Pragmatik
Definisi pragmatik telah banyak
dikemukakan oleh para linguis yang
menggeluti bidang ini. Levinson (dalam
Rahardi: 2008) mendefinikan pragmatik
sebagi studi bahasa yang mempelajari relasi
bahasa dengan konteksnya. Konteks yang
dimaksud tergramatisasi dan terkodifikasi
sehingga tidak dapat dilepaskan dari struktur
bahasanya. Kemudian Parker (dalam Rahardi:
2008) mengungkapkan bahwa pragmatik
adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari
struktur bahasa secara eksternal. Adapun yang
dimaksud dengan hal itu adalah bagaimana
satuan lingual tertentu digunakan dalam
komunikasi yang sebenarnya. Parker telah
membedakan studi pragmatik dengan studi
tata bahasa internal, seperti fonologi,
morfologi, sintaksis, dan semantik. Di dalam
pragmatik, kita akan mengenal beberapa
istilah seperti prinsip kesopanan, prinsip kerja
sama, konsep wajah, dan sebagainya.
Sebagai bidang baru dalam kajian
kebahasaan, khususnya bahasa dalam
penggunaan (language
in
use),
kesantunan (politeness) dalam
berbahasa
seyogyanya mendapatkan perhatian, baik oleh
pakar atau linguis maupun para pembelajar
bahasa. Selain itu, penting juga bagi setiap
orang untuk memahami kesantunan berbahasa
ini, karena manusia yang kodratnya adalah
“makhluk berbahasa” senantiasa melakukan
komunikasi verbal yang sudah sepatutnya
beretika.
Berdasarkan uraian di atas, dapat
ditegaskan bahwa pragmatik adalah cabang
ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa
secara eksternal, yaitu berkaitan dengan
bagaimana suatu bahasa itu digunakan dalam
komunikasi. Pragmatik pada dasarnya
53
Jurnal SAINSTECH Politeknik Indonusa Surakarta ISSN : 2355-5009 Volume 3 Nomer 6 Desember 2016
menyelidiki bagaimana makna dibalik tuturan
yang
terikat
pada
konteks
yang
melingkupinya diluar bahasa, sehingga dasar
dari pemahaman terhadap pragmatik adalah
hubungan antara bahasa dengan konteks.
sebenarnya merupakan usaha-usaha untuk
menduga). Menduga “guessing” tergantung
pada konteks, yang mencakup permasalahan,
peserta pertuturan dan latar belakang penutur
dan mitra tutur. Semakin dalam suatu konteks
dipahami, semakin kuat dasar dugaan
tersebut.
Prinsip pemilihan strategi bertutur
pada dasarnya menyatakan bahwa bertutur
(berbicara) itu tidak ”asbun” asal bunyi saja.
Bertutur memerlukan pilihan strategi,
terutama dalam rangka menjaga muka mitra
tutur atau peserta interaksi yang lain. Strategi
bertutur
langsung
digunakan
dengan
menggunakan tipe-tipe kalimat sesuai dengan
fungsi tipe kalimat itu. Apabila seorang
hendak berbicara, terlebih dahulu terbentuklah
suatu pesan di dalam benak orang itu. Jika
saatnya telah tiba, pesan itu dilontarkan
menjadi ujaran yang dapat di dengar oleh
banyak orang yang diajak bicara. Pelontaran
ujaran/pengkodean (encoding) ini sebetulnya
dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain
ialah penutur (speaker), mitra tutur (hearer),
pokok pembicara (topic), tempat pembicara
(setting), suasana bicara (situasion scene), dan
sebagainya.
Daya pragmatik merupakan kekuatan
pesan atau makna tersirat yang terkandung
dibalik ujaran, yang mampu menggerakkan
mitra tuturnya untuk melakukan apa yang
dimaksudkan penutur dibalik ujaran yang
dituturkannya. Perbedaan antara makna
(sense) (makna yang ditentukan secara
semantis) sedangkan daya (force) (makna
yang ditentukan secara semantis dan
pragmatis). Ikatan yang ada antara makna dan
daya juga perlu disadari. Daya mencakup
makna dan secara semantis, daya sekaligus
juga dapat diturunkan dari makna. Daya
ilokusi tidak dapat disimpulkan dari kaidahkaidah tata bahasa tetapi melalui prinsipprinsip motivasi seperti prinsip kerjasama.
2. Hakikat Implikatur
Implikatur merupakan salah satu
bagian dari kajian pragmatik. Secara
etimologis, implikatur berasal dari kata kerja
bahasa Inggris, yakni implicate yang
maknanya berarti “mengemukakan sesuatu
dengan bentuk yang lain”. Berkaitan dengan
pengertian
implikatur,
berikut
akan
dipaparkan beberapa pengertian implikatur
yang dikemukakan oleh beberapa ahli bahasa.
Menurut Rustono (dalam Ahmad, 2010: 3)
implikatur percakapan adalah implikasi
pragmatis yang terdapat dalam percakapan
yang timbul sebagai akibat terjadinya
pelanggaran prinsip percakapan. Kridalaksana
(dalam Ahmad, 2010: 3) mengemukakan
makna implikatur yang intinya, implikatur
adalah makna yang tersirat melalui ujaran
sebuah kalimat dalam suatu konteks,
meskipun makna itu bukan merupakan suatu
bagian atau pemenuhan dari apa yang
dituturkan. Lebih lanjut Yule (2006: 69)
mengemukakan bahwa istilah implikatur
dipakai untuk menerangkan apa yang
mungkin
diartikan,
disarankan,
atau
dimaksudkan oleh penutur yang berbeda
dengan apa yang sebenarnya yang dikatakan
oleh penutur. Implikatur merupakan sebuah
proposisi yang diimplikasikan melalui ujaran
dari sebuah kalimat dalam suatu konteks,
sekalipun proposisi itu sendiri bukan
merupakan bagian dari hal yang dinyatakan
sebelumnya.
Dari
beberapa
definisi
yang
dinyatakan oleh para ahli bahasa di atas, dapat
disimpulkan bahwa implikatur percakapan
adalah salah satu bagian dari kajian pragmatik
yang membahas kajian pada suatu makna
yang implisit dari suatu percakapan yang
berbeda dengan makna harfiah dari suatu
percakapan. Menurut Mey (dalam Nadar,
2009: 61), dalam rangka memahami apa yang
dimaksudkan oleh seorang penutur, mitra
tutur harus selalu melakukan interpretasi pada
tuturan-tuturannya. Tidak jauh berbeda
dengan pendapat tersebut, Leech (1983: 3031) menyebutkan bahwa interpreting an
utterance is ultimately a matter of guesswork
(menginterpretasikan
suatu
tuturan
3. Prinsip Kerja Sama
Prinsip kerja sama (PK) merupakan
salah satu prinsip yang dibutuhkan untuk lebih
mudah dalam menjelaskan hubungan antara
makna dan daya, serta untuk membantu dalam
memecahkan masalah-masalah yang timbul
dalam semantik yang memakai pendekatan
berdasarkan kebenaran.
Make
your
conversational
contribution such as is required, at
the stage at which it occurs, by the
54
Jurnal SAINSTECH Politeknik Indonusa Surakarta ISSN : 2355-5009 Volume 3 Nomer 6 Desember 2016
accepted purpose or direction of the
talk exchange in which you are
engaged (Grice, 1989: 26).
b. Jangan mengatakan suatu yang bukti
kebenarannya kurang meyakinkan.
3. Maksim Hubungan
Usahakan agar perkataan Anda ada
relevansinya.
4. Maksim Cara
Usahakan agar mudah dimengerti, yaitu:
a. Hindarilah pernyataan-pernyataan yang
samar.
b. Hindarilah ketaksaan.
c. Usahakan agar ringkas (hindarilah
pernyataan-pernyataan yang panjang lebar
dan bertele-tele).
d. Usahakan agar Anda berbicara dengan
teratur.
Berdasarkan teori Grice mengenai
maksim-maksim tersebut, dapat disimpulkan
bahwa dalam maksim kuantitas, penutur
diminta untuk dapat memberikan informasi
dalam jumlah yang tepat, harus seinformatif
mungkin sesuai dengan yang dibutuhkan dan
diharap tidak melebihi dari jumlah infomasi
yang dibutuhkan, sedangkan dalam maksim
kualitas, penutur diminta untuk dapat
mengatakan
suatu
informasi
yang
kebenarannya meyakinkan. Dalam maksim
hubungan, penutur diminta untuk menyatakan
informasi yang berhubungan atau ada
hubungannya dengan informasi sebelumnya,
dan terakhir dalam maksim cara, penutur
diminta agar dalam menyampaikan informasi
tidak perlu bertele-tele dan berlebihan, tidak
mengandung ambiguitas, agar mudah
dimengerti
oleh
petutur,
dan tidak
menimbulkan pertanyaan atau kebingungan di
pihak petutur.
Grice (dalam Levinson, 1983:103) juga
menyatakan bahwa pada dasarnya maksimmaksim tersebut bukan merupakan konvensi
arbitrer, tetapi lebih merupakan pemikiran
rasional untuk melakukan sebuah pertukaran.
Grice menjelaskan empat kondisi di mana
maksim tidak terpenuhi dalam suatu
percakapan, yaitu pertama, salah satunya
menyalahi atau melanggar maksim; kedua,
menolak
bekerjasama
dalam
ssuatu
percakapan karena suatu alasan; ketiga,
pertentangan maksim, di mana penutur
dihadapkan pada pilihan untuk melanggar satu
maksim atau yang lain; dan terakhir adalah
tidak terpenuhinya maksim dengan cara
mengeksploitasi suatu maksim dengan tujuan
mengimplikasi informasi.
Dalam kutipan di atas dijelaskan oleh
Grice bahwa dalam PK usahakan agar
kontribusi kita dalam percakapan sesuai
dengan yang dibutuhkan, dengan tujuan atau
arah pembicaraan yang berterima dalam
situasi pembicaraan yang sedang terjadi. Grice
(dalam Rustono, 1999:54) melontarkan
sebuah pemikiran yang berhubungan dengan
prinsip kerja sama, yaitu “make your
conversational contribution such as is
required, at the stage at it occurs, by the
accepted purpose or direction of the talk
exchange in which you engaged”. Artinya
adalah berikan sumbangan anda pada
percakapan sebagaimana diperlukan (pada
tahap saat percakapan berlangsung) oleh
tujuan yang diterima atau oleh arah
percakapan yang sedang anda lakukan sebagai
partisipan.
Namun, dijelaskan oleh Leech (1993:
120) bahwa PK tidak dapat digunakan untuk
menjelaskan mengapa manusia sering
menggunakan cara yang tidak langsung untuk
menyampaikan apa yang mereka maksud. Hal
tersebut dikarenakan PK digunakan untuk
memungkinkan seorang peserta percakapan
untuk berkomunikasi dengan asumsi bahwa
peserta yang lain bersedia bekerjasama.
Dalam hal ini, PK berfungsi mengatur apa
yang dikatakan oleh peserta percakapan
sehingga tuturan dapat menyumbang kepada
tujuan wacana. PK juga menghendaki agar
bila kita memang yakin akan kebenaran
informasi, maka pernyataan yang kuatlah
yang harus kita pilih, sedangkan kalau kita
tidak yakin akan kebenarannya, gunakan
pernyataan yang lemah.
Herbert Paul Grice (dalam Leech,
1993: 11-12) membagi prinsip ini menjadi 4
(empat) jenis maksim, yang meliputi:
1. Maksim Kuantitas
Berikan jumlah informasi yang tepat, yaitu:
a. Sumbangan informasi Anda harus
seinformatif yang dibutuhkan.
b. Sumbangan informasi Anda jangan
melebihi yang dibutuhkan.
2. Maksim Kualitas
Usahakan agar sumbangan informasi Anda
benar, yaitu:
a. Jangan mengatakan suatu yang Anda
yakini bahwa itu tidak benar.
55
Jurnal SAINSTECH Politeknik Indonusa Surakarta ISSN : 2355-5009 Volume 3 Nomer 6 Desember 2016
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di Politeknik
Indonusa Surakarta yang beralamat di Jalan
KH. Samanhudi No. 31 Mangkuyudan,
Surakarta. Subjek penelitian ini adalah
mahasiswa Prodi D3 Komunikasi Massa
semester IV Tahun Akademik 2014 Kelas
Reguler dengan jumlah mahasiswa 33 orang.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah
deskriptif
kualitatif
dengan
menggunakan pendekatan studi kasus.
Sumber data dikumpulkan dari
berbagai sumber, yang meliputi: transkip yaitu
dokumen berupa catatan yang disampaikan
dosen dalam proses perkuliahan Komunikasi
Ilmiah; data yang berupa peristiwa disini
adalah proses perkuliahan Komunikasi Ilmiah
di kelas Reguler Prodi D3 Komunikasi Massa
semester IV di Polinusa; sedangkan yang
menjadi informan adalah dosen yang
melakukan proses perkuliahan Komunikasi
Ilmiah tersebut.
Pengumpulan data dilakukan dengan
analisis dokumen dan observasi. Teknik
analisis data menggunakan teknik analisis
interaktif yang terdiri dari reduksi data,
display data, dan penarikan kesimpulan.
Sedangkan
prosedur
penelitian
yang
dilakukan terdiri dari beberapa tahap yaitu
proses
pengumpulan
data,
proses
penyeleksian data, proses menganalisis data
yang telah diseleksi, dan terakhir membuat
laporan penelitian.
kontribusi yang tidak relevan dengan apa yang
dibicarakan, dan (4) penutur memberikan
kontribusi yang kurang jelas, ambigu, ataupun
berlebih-lebihan.
Berikut ini data percakapan yang
mengandung pelanggaran terhadap maksim
kuantitas.
Data 1
O1
: Sudah diperbaiki proposalnya?
O2
: Belum. Itu sedang dibawa Luki.
IV.
Dalam percakapan di atas tampak O1
(dosen)
memberikan
kontribusi
yang
melanggar maksim kualitas. Jawaban yang
tidak mengindahkan maksim kualitas ini
diutarakan sebagai reaksi terhadap jawaban
O2 (Fatin/mahasiswa) yang salah. Dengan
jawaban ini, sang mahasiswa (Fatin) sebagai
individu
yang
memiliki
kompetensi
komunikatif (communicative competence),
kemudian
mencari
jawaban
mengapa
dosennya membuat pernyataan yang salah.
Mengapa kalimat dosen diutarakan dengan
nada yang berbeda.
Dengan bukti-bukti yang memadai,
akhirnya Fatin mengetahui bahwa jawabannya
terhadap pertanyaan dosennya adalah salah.
Kata bagus yang diucapkan oleh dosennya
tidak konvensional karena tidak digunakan
seperti biasanya untuk memuji, tetapi
sebaliknya untuk mengejek.
III.
Percakapan di atas mengalami
pelanggaran maksim kuantitas. Pada saat O1
bermaksud bertanya kepada O2 menyangkut
sudah atau tidaknya perbaikan proposalnya,
O2 menjawab, “Belum, itu sedang dibawa
Luki.” Memang benar apa yang dijawab O2,
namun O1 tidak mengharapkan jawaban
apakah itu dibawa oleh seseorang atau tidak,
ataupun alasan lainnya. O1 mengharapkan
jawaban sudah atau tidaknya proposal itu
diperbaiki.
Berikut ini data percakapan yang mengandung
pelanggaran terhadap maksim kualitas.
Data 2
O1
: Coba kamu Fatin, apa yang
dimaksud dengan latar belakang masalah?
O2
: Masalah yang memiliki latar
belakang, Bu.
O1
: Bagus, kalau begitu, adakah masalah
yang memiliki latar depan?
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini menemukan data
percakapan yang menunjukkan adanya
pelanggaran prinsip kerja sama dalam praktik
percakapan antara dosen dan mahasiswa di
Politeknik
Indonusa
Surakarta
pada
perkuliahan Komunikasi Ilmiah Prodi D3
Komunikasi Massa semester IV.
Suatu pertuturan akan berlangsung
dengan baik apabila penutur dan mitra tutur
dalam pertuturan itu menaati prinsip-prinsip
kerja sama (Grice 1975:45). Dengan kata lain,
jika tidak menaati atau mematuhi prinsip kerja
sama tersebut, maka pertuturan atau
percakapan tidak akan berjalan dengan baik.
Pelanggaran terhadap maksim kerja sama
dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yakni
(1) penutur memberikan kontribusi yang
berlebihan dari apa yang diharapkan mitra
tutur, (2) penutur memberikan kontribusi yang
tidak benar, (3) penutur memberikan
56
Jurnal SAINSTECH Politeknik Indonusa Surakarta ISSN : 2355-5009 Volume 3 Nomer 6 Desember 2016
Berikut ini data percakapan yang
mengandung pelanggaran terhadap prinsip
kerja sama pada maksim relevansi.
Data 3:
O1
: Ada tabrakan motor lawan mobil
boks di pertigaan Gendengan.
O2
: Yang menang apa hadiahnya?
DAFTAR PUSTAKA
Cummings, Louise. 2007. Pragmatik, Sebuah
Perspektif Multidispliner. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Leech, Geoffrey. 1983. Prinsip-Prinsip
Pragmatik (Diterjemahkan MDD Oka
dan Setyadi Setyapranata). Jakarta:
Penerbit Universitas Indonesia.
Nadar, FX. 2009. Pragmatik & Penelitian
Pragmatik. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Rahardi,
Kunjana.
2008. Pragmatik
;
Kesantunan
Imperatif
Bahasa
Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Tarigan, Henry Guntur 2009. Pengajaran
Pragmatik. Bandung: Angkasa.
Wijana, I Dewa Putu dan Muhammad
Rohmadi. 2009. Analisis Wacana
Pragmatik. Surakarta: Yuma Pustaka.
Yule, George. 2006. Pragmatik. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
______. 2015. Kajian Bahasa. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Dialog di atas adalah percakapan
antara mahasiswa O1 (Nosi) dan mahasiswa
O2 (Restu). Bila O2 (Restu) sebagai peserta
percakapan yang kooperatif, maka tidak
selayaknyalah ia mempersamakan peristiwa
kecelakaan yang dilihat temannya bernam
Nosi itu dengan sebuah pertandingan atau
kejuaraan. Di dalam kecelakaan itu tidak ada
pemenang dan tidak ada satu pihak pun yang
akan menerima hadiah. Semua pihak pasti
akan menerima kerugian, bahkan ada
kemungkinan salah satu atau bahkan
keduanya meninggal dunia. Agaknya maksud
dari pertuturan itu adalah untuk mendapatkan
efek lucu (comic effect).
V.
PENUTUP
Berdasarkan paparan dari hasil
penelitian, maka dapat disimpulkan sebagai
berikut. Pelanggaran prinsip kerja sama pada
percakapan antara dosen dan mahasiswa
maupun mahasiswa dan mahasiswa, didapati
adanya beberapa pelanggaran terhadap prinsip
kerja sama, yaitu maksim kuantitas, kualitas,
dan relevansi.
Pelanggaran terjadi karena penutur,
baik dosen maupun mahasiswa memberikan
informasi yang berlebihan, memberikan
informasi yang tidak benar, memberikan
informasi yang tidak relevan, dan memberikan
informasi yang kurang jelas. Pelanggaran
yang terbanyak terdapat pada maksim
relevansi.
Saran yang dapat diberikan adalah
dilakukannya pematuhan terhadap maksimmaksim prinsi kerja sama sehingga
menjadikan kualitas percakapan lebih baik,
yaitu dengan cara menaati keempat maksim
(maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim
relevansi, maksim cara). Masih banyak
pelanggaran yang terjadi pada percakapan
tersebut.
57
Download