BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi, Klasifikasi dan Komplikasi

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi, Klasifikasi dan Komplikasi Sindroma Koroner Akut
SKA adalah istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan simptom yang
disebabkan oleh iskemik miokard akut. SKA yang menyebabkan nekrosis
miokardium disebut infark miokard. Manifestasi SKA secara klinis dapat sebagai
APTS, IMA NSTE atau IMA STE. ( Thygensen dkk, 2012 ; Bender dkk, 2011 ;
Antmann, 2008 ; Van de Werf dkk, 2012)
Diagnosis IMA STE akut ditegakkan apabila dijumpai kriteria berikut,
yaitu ; adanya nyeri dada khas angina (durasi nyeri biasanya lebih dari 20 menit,
tidak respon sepenuhnya dengan nitrat, nyeri dapat menjalar ke leher, rahang
bawah atau lengan kiri, dapat disertai dengan gejala aktivasi sistem syaraf otonom
seperti mual, muntah serta keringat dingin), dijumpai elevasi segmen ST yang
persisten atau adanya LBBB yang dianggap baru,
jantung
peningkatan kadar enzym
akibat nekrosis miokard (CKMB dan troponin), serta dijumpainya
abnormalitas wall motion regional yang baru pada pemeriksaan ekokardiografi.
(Van der Werf dkk, 2012)
Nyeri dada khas angina yang tidak disertai dengan elevasi segmen ST
digolongkan ke dalam APTS atau IMA NSTE. Apabila dijumpai peningkatan
enzym jantung, maka penderita digolongkan ke dalam IMA NSTE. Sedangkan
bila enzym jantung normal maka kondisi ini disebut APTS. (Bender dkk, 2011;
Antmann, 2008; Van de Werf dkk, 2012)
Komplikasi akibat IMA STE dapat berupa : infark ventrikel kanan, syok
kardiogenik , gagal jantung, angina pasca infark , ventricular septal rupture,
Regurgitasi katup mitral akut, perikarditis, thromboemboli dan aritmia. Aritmia
sebagai salah satu komplikasi dari IMA STE dapat dijumpai dalam bentuk
Universitas Sumatera Utara
ventrikular fibrilasi, supraventrikular takikardia dan blok konduksi. (Van der Werf
dkk, 2012; Rhee dkk, 2011)
2.2. Patofisiologi Aritmia pada IMA STE
Patofisiologi terjadinya aritmia pada IMA STE dapat melalui berbagai
mekanisme yaitu:
hambatan perfusi ke struktur sistim konduksi listrik jantung ( SA node, AV
node , bundle branch).
akumulasi berbagai produk metabolik yang bersifat toksis (asidosis selluer)
serta gangguan pertukaran ion antar sel yang disebabkan oleh kerusakan
membran sel.
perangsangan sistem persyarafan autonomic ( simpatis dan parasimpatis).
penggunaan obat-obat yang berpotensi menimbulkan aritmia (seperti:
dopamine) (Rhee dkk, 2011).
Blok konduksi sebagai salah satu komplikasi IMA STE dapat berupa
atrioventricular nodal block dan bundle branch block. Bundle branch block
terjadi karena proses iskemik atau nekrosis pada jalur konduksi akibat infark atau
perluasan infark yang terjadi. Bundle branch block sering dihubungkan dengan
peningkatan resiko kematian selama perawatan di rumah sakit. Bundle branch
block dibagi menjadi LBBB dan RBBB (Duboism dkk,1988; Hindman dkk, 1978;
Alan dkk, 1998; Hoit dkk, 1986). LBBB pada IMA STE merupakan salah satu
indikasi untuk dilakukan terapi reperfusi, yaitu bila dijumpai LBBB yang baru.
Makna munculnya RBBB pada IMA STE masih diperdebatkan dan belum ada
kesepakatan untuk menempatkannya pada posisi yang sama dengan LBBB pada
IMA STE. Beberapa literatur mencoba menghubungkan RBBB dengan IMA STE
pada kasus-kasus infark anterior dan septal dan perluasan infark. Literatur lain
mencatat beberapa kasus IMA STE dengan RBBB dapat menyebakan terjadinya
total AV block dan gagal jantung. RBBB pada IMA STE juga dihubungkan
dengan prognosis yang lebih buruk selama perawatan dirumah sakit. Namun
demikian, guideline penatalakasanaan IMA STE secara eksplisit belum
mencantumkan RBBB sebagai indikasi untuk dilakukan terapi reperfusi dini
(Bender dkk, 2011; Antmann, 2008).
Universitas Sumatera Utara
2.2.1 Patofisiologi terjadinya RBBB
RBBB sebagai bentuk gangguan konduksi pada struktur right bundle akan
menyebabkan keterlambatan aktivitas konduksi pada ventrikel kanan tetapi
aktivitas konduksi pada ventrikel kiri dan septal masih normal.
Gangguan konduksi pada RBBB ditandai dengan terjadinya pemanjangan
durasi dari QRS kompleks hingga 0,12 detik atau lebih (Goldberger, 1998).
Pada sistim konduksi yang normal, depolarisasi ventrikel terdiri dari dua fase
utama yaitu:
Fase pertama: berlangsung lebih singkat ( kurang dari 0,04 detik) dengan
amplitudo yang kecil. Hal ini terjadi ketika septum inter ventrikel mengalami
depolarisasi. Bagian septum yang pertamakali teraktivasi adalah bahagian kiri
(melalui cabang dari bundle of His kiri), kemudian depolarisasi menyebar dari
ventrikel kiri ke ventrikel kanan melalui septum inter ventrikular. Fase pertama
dari depolarisasi ventrikel ini ditandai oleh anak panah yang melewati inter
ventrikular septum ke ventrikel kanan (Gambar 2.1) ( Goldberger, 1998).
Fase kedua: menggambarkan aktivasi simultan kedua ventrikel, yaitu ventrikel
kiri dan ventrikel kanan, dimulai dari bagian endokardium hingga ke
epikardium miokard. Pada jantung normal, ventrikel kiri memiliki peranan
yang utama dalam sistem konduksi jantung, dengan kata lain terjadi
ketimpangan sistem konduksi antara ventrikel kiri dan kanan, sehingga fase
kedua dari depolarisasi ventrikel ini ditandai oleh anak panah yang menuju
ventrikel kiri (Gambar 2.1) (Goldberger, 1998).
Gambar 2.1 Fase –fase depolarisasi ventrikel yang normal (Goldberger, 1998)
Universitas Sumatera Utara
Ketika terjadi RBBB, maka aktivitas depolarisasi ventrikel berlangsung
melalui 3 fase yaitu:
Fase pertama: aktivitas depolarisasi masih normal, yaitu dimulai dari sisi
kiri septum melalui left bundle. Itulah sebabnya pada EKG masih tetap
terlihat gelombang r kecil di V1 dan gelombang q kecil di V6 (sering
disebut q-septal) (Gambar 2.2) (Goldberger, 1998).
Fase kedua: terjadi depolarisasi simultan pada left bundle dan right bundle.
Pada RBBB fase ini tidak mengalami gangguan yang nyata oleh karena
sistem konduksi jantung dominan pada ventrikel kiri, yang ditunjukkan
pada EKG berupa gelombang S yang dalam di lead prekordial kanan dan
gelombang R yang tinggi di lead prekordial kiri. Perubahan QRS kompleks
yang dihasilkan oleh RBBB merupakan hasil dari perpanjangan waktu yang
dibutuhkan untuk aktivasi ventrikel kanan. Hal berarti bahwa setelah
ventrikel kiri terdepolarisasi penuh, barulah selanjutnya ventrikel kanan
mengalami depolarisasi (Gambar 2.2) (Goldberger, 1998).
Fase ketiga: terjadi perlambatan depolarisasi ventrikel kanan. Pada fase ini
electrical voltage diarahkan ke ventrikel kanan, yang merefleksikan
keterlambatan depolarisasi dan perlambatan penyebaran gelombang
depolarisasi keluar ke ventrikel kanan (Gambar 2.2) (Goldberger, 1998).
Gambar 2.2 Fase –fase depolarisasi ventrikel pada RBBB (Goldberger, 1998)
Universitas Sumatera Utara
2.3 Elektrokardiografi dalam Mendiagnosis RBBB
Berdasarkan patofisologi terjadinya RBBB seperti yang sudah dijelaskan
diatas, maka kriteria suatu RBBB di EKG adalah adanya gambaran klasik
komplek QRS yang berbentuk “rabbit ears” atau M-shape dengan pola RSR
(Gambar 2.3) (Horton, 2009).
Gambar 2.3. Bentuk Klasik Rabbit Ears pada RBBB pada EKG dengan gambaran
kompleks RSR’ (Horton dkk , 2009).
Konsensus WHO pada tahun 1985 telah membakukan kriteria EKG untuk RBBB
sebagai berikut:
A. RBBB komplit:
Pemanjangan durasi QRS kompleks ≥ 0,12 detik
Dijumpai pola rsr’, atau rSR’ pada lead V1 atau V2. Gelombang R’
biasanya lebih besar dari gelombang R awal.
Pada lead V6 dan lead I dijumpai kompleks QRS dengan gelombang S yang
melebar (durasi gelombang S lebih lebar dibandingkan dengan durasi
gelombang R)
Puncak gelombang R harus > 0,05 detik pada lead V1 dan kembali normal
pada lead V5 dan V6.
Dikatakan RBBB komplit jika ditemukan minimal 3 kriteria tersebut diatas.
( Hindman dkk, 1978 ; Willems dkk, 1985).
Universitas Sumatera Utara
A. RBBB inkomplit:
Penegakan diagnosa RBBB inkomplit didasarkan kriteria yang sama pada
RBBB komplit yang berbeda hanya durasi QRS kompleks yang < 0,12 detik
(Hindman dkk, 1978; Willems dkk, 1985).
B. RBBB dengan LAFB:
Penegakan diagnosa RBBB dengan LAFB bila dijumpai RBBB dengan axis
LAD disertai dengan gelombang Q patologis. (Hindman dkk, 1978; Willems
dkk, 1985).
C. RBBB dengan LAPB:
Penegakan diagnosa RBBB dengan LAPB bila dijumpai RBBB dengan axis
RAD tanpa dijumpai infark pada dinding lateral , hipertrofi ventrikel kanan dan
riwayat penyakit paru kronis (Hindman dkk, 1978; Willems dkk, 1985).
2.3.1 Gambaran EKG RBBB pada IMA STE
EKG merupakan alat bantu yang penting di IGD dalam triage penderita
nyeri dada yang di sangkakan suatu SKA. Gangguan konduksi dapat berdampak
dalam ketepatan interpretasi EKG pada penderita yang disangkakan dengan SKA.
LBBB sebagai salah satu bentuk gangguan konduksi sering mengaburkan
diagnosis IMA STE berdasarkan EKG. Berbeda dengan RBBB, justru tidak
menyulitkan klinisi dalam menegakkan IMA STE berdasarkan EKG. RBBB itu
sendiri dapat menjadi panduan bagi klinisi agar tidak gegabah dalam mendiagnosa
IMA STE. Konsep ST segmen dan gelombang T yang diskordan merupakan dasar
penegakan diagnosa IMA STE berdasarkan EKG. Aplikasi dari konsep diskordan
ini akan membantu dalam mendiagnosis IMA STE berdasarkan EKG. Pengertian
konsep diskordan ini berdasarkan bagian terminal dari QRS kompleks dan awal
dari ST segmen atau gelombang T yang terletak pada sisi yang berlawanan
dengan garis isoelektris. Sehingga pada sadapan prekordial kanan hingga ke mid,
akan membentuk komplek QRS yang dihubungkan dengan ST segment depression
dan T inverted. Jika terjadi perlawanan pada konsep tersebut, maka akan
bermanifestasi dalam bentuk ST segmen elevation, konkordan dengan bagian
terminal dari QRS kompleks, dengan gambaran gelombang T yang bervariasi baik
dalam bentuk inversion atau menghilang. Pada IMA STE anterior, biasanya akan
Universitas Sumatera Utara
lebih mudah bagi klinisi untuk menilai ST segmen pada RBBB, dan hal ini juga
berlaku pada IMA STE lain nya (Horton dkk, 2009).
2.4 Etiologi dan Klasifikasi RBBB
RBBB dapat disebabkan oleh banyak faktor. Pada populasi tertentu RBBB
dijumpai pada orang yang normal, sementara pada populasi yang lain RBBB
dihubungkan dengan kelainan organik jantung. RBBB juga dapat terjadi pada
kondisi kondisi yang berefek pada jantung kanan seperti ASD dengan left- toright shunt, penyakit paru kronis dengan hipertensi pulmonal, pada kasus-kasus
valvular seperti stenosis pulmonal, proses degeneratif pada sistem konduksi
(pasien-pasien usia tua) dan pada penyakit jantung koroner (Goldberger, 2006).
RBBB dapat diklasifikasikan berdasarkan waktu kemunculan nya menjadi dua
tipe yaitu:
RBBB yang baru
Pengertian RBBB yang baru adalah bila RBBB dijumpai setelah pasien
masuk ke rumah sakit atau dijumpai pada saat masuk ke rumah sakit tanpa
dijumpainya RBBB pada EKG enam bulan sebelumnya. RBBB yang baru
selanjutnya dibagi menjadi dua grup berdasarkan durasi dari RBBB yaitu :
transient RBBB, dimana RBBB tidak dijumpai lagi selama perawatan di
rumah sakit atau new permanent RBBB dimana RBBB dijumpai pada saat
pasien meninggal atau pulang (Iwasaki dkk, 2009).
RBBB yang lama
Pengertian RBBB yang lama adalah bila RBBB dijumpai pada saat pasien
masuk ke rumah sakit dengan bukti EKG RBBB sebelumnya (Iwasaki dkk,
2009).
2.5 Distribusi Arteri Koroner pada RBBB
Right bundle branch dan left posterior division diperdarahi oleh dua
pembuluh darah yaitu LAD dan RCA, sedangkan left anterior division sendiri
diperdarahi dari percabangan septal LAD. Hal ini sesuai dengan studi sebelum
nya oleh James dan Burch pada tahun 1958 yang menulis bahwa konduksi
jantung sangat dipengaruhi oleh suplai darah ke septum intraventrikular, dimana
Universitas Sumatera Utara
suplai darah ke septum intraventrikular diperdarahi sebagian besar oleh LAD.
Septum intraventrikular sendiri tidak hanya diperdarahi oleh LAD, tetapi juga
oleh RCA dimana yang berperan adalah PDA. Hal ini bertentangan dengan
penelitian Schlesinger yang menyatakan bahwa peranan RCA dalam menyuplai
darah ke septum intraventrikular tidak signifikan (Gambar 2.4) (James dkk, 1958).
Gambar 2.4. Suplai darah yang normal ke Intraventrikular Septum. (James dkk,
1958)
Sistem konduksi pada septum intraventrikular dibagi menjadi dua area yaitu :
Daerah atas, yang termasuk didalamnya adalah: AV-node, bundle of His,
dimana daerah atas ini disuplai oleh pembuluh darah RCA yang berjalan pada
bagian posterior dari vena intraventricular. (Gambar 4)
Daerah bawah, terdiri dari dua cabang utama bundle branches dan sel-sel
purkinje. Daerah ini disuplai sebagian besar oleh percabangan dari LAD.
Dari pembahagian tersebut terlihat bahwa jika terjadi oklusi di RCA sering
dihubungkan dengan gangguan pada level AV node seperti blok derajat tinggi.
Sedangkan jika terjadi oklusi di LAD akan menghasilkan gambaran bundle
branch block atau free wall block.
Penetrasi dari percabangan LAD ke arah septum selalu dalam bentuk multiple
(Gambar 4) sehingga jika terjadi oklusi pada pembuluh darah ini dapat
Universitas Sumatera Utara
menyebabkan tejadinya gangguan konduksi yang dikenal dengan “
spontaneus bundle branch block” (James dkk, 1958, Schlesinger, 1938).
2.6 Histopatologi RBBB pada IMA STE
Gambaran histopatologi bundle branch block pada IMA STE khususnya
pada anteroseptal masih menjadi perdebatan. Beberapa peneliti melaporkan bahwa
nekrosis
masif pada
bundle branch
memegang peranan penting atas
terbentuknnya BBB pada IMA STE. Sementara penelit-peniliti lain menganggap
nekrosis tidak berperan penting pada proses ini. Becker A.E, Lie KI dan Anderson
R.H, meneliti 22 subjek dengan IMA STE dengan RBBB (15 pasien) dan IMA
STE dengan complete heart block (7 pasien), tidak menemukan adanya
keterlibatan AV-node serta penekanan bundle of His pada kejadian BBB. Justru
proses iskemik yang sering dijumpai pada proksimal dari bundle branches. Pada
pasien-pasien tanpa BBB, terjadi perubahan jaringan konduksi, sementara pada
pasien–pasien dengan BBB, proses iskemik melatar belakangin kejadian BBBnya, dimana hydropic cell sweliing merupakan bagian yang predominan terhadap
kejadian iskemik tersebut. Sehingga bisa disimpulkan bahwa nilai prognosis
pasien–pasien IMA STE dengan RBBB berhubungan dengan perluasan infark
yang terjadi (Becker dkk, 1978).
2.7 Prognosis IMA STE dengan RBBB
Pada pasien-pasien dengan IMA STE, RBBB dihubungkan dengan
kompleksitas gejala klinis dan stenosis pembuluh darah arteri, komplikasi
kardiovaskular dan mortalitas (Horton dkk, 2009). Pada era pre trombolitik sudah
banyak penelitian mengenai dampak BBB, khususnya RBBB pada IMA STE
tetapi hasil dari penelitian tersebut terbatas oleh sampel yang sedikit dan tidak ada
nya defenisi yang jelas dalam mendiagnosa IMA STE pada RBBB (Chiara, 2006).
Beberapa penelitian pada era pre-trombolitik seperti: Hindman dkk pada tahun
1978 menjumpai bahwa kejadian Bundle Branch Block (LBBB dan RBBB) pada
IMA STE dihubungan dengan perluasan infark, dan peningkatan angka mortalitas
selama perawatan di rumah sakit. Bauer dkk pada tahun 1965 menjumpai Bundle
Branch Block pada 13% populasi subjek dengan IMA STE, terjadi pada rentang
Universitas Sumatera Utara
usia tua dan dengan comorbid penyakit lainnya, dan memiliki angka mortalitas
yang tinggi selama perawatan di rumah sakit. Dubois dkk mendapatkan kejadian
BBB pada 10% populasi dengan IMA STE, dimana BBB cendrung dijumpai pada
usia tua, dengan jenis kelamin wanita, dan dihubungkan dengan komplikasi IMA
STE seperti: gagal jantung, perikarditis, aritmia (Atrial fibrilasi, Atrial Flutter, AV
block) dan dihubungkan dengan mortalitas yang tinggi selama perawatan di rumah
sakit (Bauer dkk, 1965; Duboism dkk, 1988; Hindman dkk, 1978). Pada era
trombolitik banyak penelitian-penelitian terhadap BBB,khususnya IMA STE
dengan RBBB, tetapi terbatas oleh ketersediaan rekaman EKG pada saat masuk.
Beberapa penelitian pada era trombolitik seperti pada penelitian oleh Newby dkk
pada tahun 1996 mendapatkan kejadian BBB pada 23,6% populasi dengan IMA
STE, penelitian ini menunjukkan bahwa BBB (LBBB dan RBBB) merupakan
prediktor mortalitas yang kuat selama perawatan di rumah sakit bila dibandingkan
dengan tanpa BBB (Newby dkk, 1996). Sgarbosa dkk pada studi GUSTO-1
mendapatkan dari hasil uji univaria dijumpai peningkatan yang signifikan
terhadap kejadian 30 hari kematian pada subjek IMA STE dengan RBBB
dibandingkan tanpa RBBB. Alan dkk menjumpai RBBB pada 6,2% populasi
dengan rentang usia lanjut, dengan comorbid penyakit lainnya dan RBBB
merupakan prediktor kuat terhadap kejadian mortalitas selama perawatan di
rumah sakit bila dibandingkan dengan yang tanpa RBBB.
Studi HERO-2 menunjukkan kejadian RBBB dengan IMA STE dijumpai
pada 3,36% populasi IMA STE dan angka kematian selama 24 jam hingga 30
hari sebesar 30%, dengan lokasi infark pada daerah anterior dijumpai lebih
banyak dibandingkan dengan daerah lainnya, dijumpai pada usia lanjut,
predominan pada wanita, subjek dengan diabetes. Studi ini menyimpulkan bahwa
RBBB dengan IMA STE merupakan prediktor kuat terhadap mortalitas selama
perawatan di rumah sakit pada 24 jam dan 30 hari bila dibandingkan dengan tanpa
RBBB. Hal yang sama juga dijumpai pada penelitian oleh Suarez dkk yang
mencatat bahwa RBBB dengan IMA STE pada pasien–pasien usia lanjut,
merupakan prediktor independen yang buruk terhadap angka mortalitas selama
perawatan di rumah sakit (Sgarbossa dkk, 1998; Wong dkk, 2006; Alan dkk,
Universitas Sumatera Utara
1998; Newby dkk, 1996; Suarez dkk, 1995; Hoit dkk, 1986; Montague dkk,
1991).
Berbeda dengan RBBB dengan inferior IMA STE, dimana tidak dijumpai
perbedaan yang bermakna terhadap angka mortalitas bila dibandingkan dengan
inferior IMA STE tanpa gangguan konduksi. Tetapi dari studi yang dilakukan
oleh Iwasaki dkk menunjukan bahwa kejadian RBBB pada inferior IMA STE
merupakan prediktor mortalitas selama perawatan dirumah sakit dengan catatan
subjek yang diikutkan dalam studi ini cendrung memiliki comorbid penyakit lain
dan usia yang relatif tua (Iwasaki dkk, 2009). Wong dkk menunjukkan,
pemanjangan durasi kompleks QRS pada subjek dengan anterior infark dan
RBBB dihubungkan dengan peningkatan angka kematian dalam 30 hari (Wong
dkk, 2006).
Pada RENASICA II menunjukkan bahwa mortalitas pada penderita IMASTE dengan RBBB dijumpai sebesar 18% dari seluruh populasi sampel dan
RBBB pada IMA STE merupakan prediktor independen yang kuat terhadap
peningkatan mortalitas selama perawatan di rumah sakit (Herrera dkk, 2010).
2.8 Penatalaksanaan IMA STE dengan RBBB
Penatalaksanaan pasien IMA STE dengan RBBB bervariasi, tetapi secara
umum pasien-pasien sering tidak terobati dengan baik. Guidelines STEMI ESC &
AHA/ACC 2012 merekomendasikan terapi reperfusi pada IMA STE dengan
LBBB yang baru (Van der Werf dkk, 2012). Tetapi Guidelines the American
College of Emergency Physicians for the management of patients with suspected
AMI or unstable angina merekomendasikan terapi reperfusi untuk semua jenis
BBB (LBBB dan RBBB). Rekomendasi ini didukung studi-studi sebelumnya
seperti GISSI 10 dan ISIS-2 (American College of Emergency Physicians, 2000;
GISSI trial, 1986; ISIS-2 trial, 1988). Guidelines the Czech Society of Cardiology
guidelines from 2009 merekomendasikan primary PCI untuk seluruh pasienpasien dengan LBBB atau RBBB yang baru (Widimsky dkk , 2009).
Go dkk menjumpai bila dibandingkan dengan pasien-pasien dengan
konduksi yang normal, hanya sedikit pasien-pasien dengan IMA STE dengan
RBBB yang menerima terapi standar untuk sindroma koroner akut dalam 24 jam
Universitas Sumatera Utara
pertama di IGD. Hal yang sama juga dijumpai pada penelitian oleh Alan dkk
diantara pasien-pasien dengan indikasi terapi reperfusi dini, hanya sedikit pasienpasien dengan BBB (LBBB dan RBBB) yang menerima terapi reperfusi dini jika
dibandingkan dengan pasien-pasien tanpa BBB, sehingga akan meningkatkan
angka mortalitas di rumah sakit (Go dkk, 1998; Alan dkk, 1998) .
Penelitian yang dilakukan oleh Widimsky dkk pada studi kohort yang
membandingkan terapi reperfusi dini (primary pci) pada kelompok subjek IMA
STE dengan RBBB dan tanpa RBBB dijumpai hubungan yang bermakna antara
kejadian mortalitas selama perawatan dirumah sakit pada masing-masing
kelompok. Sehingga studi ini menyimpulkan bahwa RBBB merupakan prediktor
independen yang kuat pada mortalitas selama perawatan dirumah sakit (Widimsky
dkk, 2012).
Universitas Sumatera Utara
2.9 Kerangka Teori
IMA STE
Gangguan Kontraktilitas
Instabilitas elektrik
Bradiaritmia
Sinus
Bradikardi
Blok
Atrioventrikular
Bundle
Branch
Block
Nekrosis Jaringan
Takiaritmia
AF
Sinus
Takikardi
Ventrikular
Takikardi/
Ventrikular
Fibrilasi
LBBB
RBBB
-
Perluasan infark
Peningkatan angka
mortalitas di rumah sakit
Universitas Sumatera Utara
SVT
2.10 Kerangka Konsep
IMA STE
Kelompok 1
IMA STE ANTERIOR
Dengan RBBB
Konfonding :
Kelompok 2
faktor Resiko Kematian
Kardiovaskular :
IMA STE ANTERIOR
Tanpa RBBB
Usia tua ( ≥65 tahun)
Jenis Kelamin wanita
Dislipidemia
Tekanan Darah pada
saat masuk di rumah
sakit
5. Riwayat gagal jantung
1.
2.
3.
4.
Mortalitas kardiovaskular Di Rumah Sakit
 Variabel independen (variabel bebas)
 Variabel dependen (variabel tergantung)
Universitas Sumatera Utara
Download