PENDAHULUAN Jumlah penderita diabetes melitus saat ini terus meningkat. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan bahwa pada tahun 2003 tercatat hampir 200 juta orang di dunia menderita diabetes dan diperkirakan pada tahun 2025 jumlah penderita dapat mencapai 330 juta jiwa. Sementara itu, di Indonesia berdasarkan data WHO tahun 2003 tercatat lebih dari 13 juta orang menderita diabetes, dari jumlah tersebut diperkirakan dapat meningkat menjadi lebih dari 20 juta penderita pada tahun 2030 (Depkes 2005). Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit atau gangguan metabolisme kronis yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid, dan protein sebagai akibat menurunnya fungsi insulin. Menurunnya fungsi insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau kurangnya produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar pankreas atau kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin (Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan 2005). Selain itu, stres oksidatif juga terlibat dalam diabetes melitus yang terjadi secara alami dan induksi bahan kimia. Pada diabetes melitus terjadi peningkatan produksi radikal bebas sehingga sistem pertahanan antioksidan terganggu. Akhirnya stres oksidatif menyebabkan kerusakan oksidatif seluler, termasuk pada sel β pankreas (Winarto 2007). Berbagai upaya telah dilakukan untuk menanggulangi diabetes, seperti pengaturan pola makan dan olah raga teratur, penggunaan obat antidiabetes oral misalnya golongan sulfonil urea dan biguanida, serta suntikan insulin. Saat ini insulin dan obat-obat yang beredar di pasaran, selain memiliki harga yang relatif mahal juga memiliki efek samping yang merugikan. Oleh karena itu, masyarakat selalu berupaya untuk mencari alternatif pengobatan lain misalnya pengobatan dengan bahan alam, selain mudah didapat, harga relatif murah, juga efek samping yang lebih kecil, dibandingkan dengan obat sintetik (Sunarsih et al. 2007). Pengobatan dengan menggunakan bahan alam (pengobatan tradisional) telah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia. Dengan berkembangnya prinsip back to nature, manusia cenderung memilih bahan alam yang berasal dari tumbuh-tumbuhan sebagai obat. Di antara 250.000 spesies tumbuhan obat di seluruh dunia diperkirakan banyak yang mengandung senyawa anti diabetes melitus yang belum ditemukan (Suharmiati 2003). Beberapa tanaman yang telah diteliti dan memiliki potensi sebagai antidiabetes diantaranya sambiloto, belimbing wuluh, tapak dara, brotowali, dan mengkudu. Tanaman buah makasar sendiri sudah sering digunakan oleh masyarakat sebagai obat berbagai penyakit, salah satunya sebagai obat diabetes. Sari (2010) menyatakan bahwa fraksi air 1% dari ekstrak etanol buah makasar secara in vitro memiliki kemampuan dalam menghambat enzim α-glukosidase sebesar 14.32%. Khasiat buah makasar sebagai antidiabetes secara in vivo perlu dilakukan untuk menguji aktivitasnya di dalam tubuh hewan coba. Penelitian bertujuan mengetahui potensi fraksi air dari ekstrak etanol buah makasar terhadap gambaran histopatologi pankreas tikus yang diinduksi aloksan. Hipotesis penelitian ini adalah fraksi air dari ekstrak etanol buah makasar dapat memperbaiki pankreas tikus yang diinduksi aloksan. Oleh karena itu, penelitian ini diharapannya dapat memberikan alternatif pengobatan dan pencegahan penyakit diabetes. TINJAUAN PUSTAKA Diabetes Melitus Diabetes melitus didefinisikan sebagai suatu penyakit kelainan metabolik kronis secara serius yang memiliki dampak signifikan terhadap kesehatan yang ditandai oleh tingginya kadar gula dalam darah. Gejala umum yang ditimbulkan oleh penderita diabetes melitus diantaranya sering haus, sering buang air kecil, kesemutan, penglihatan mulai terganggu, banyak makan akan tetapi berat badan menurun, cepat merasa lelah dan sering mengantuk (Purwakusumah 2003). American Diabetes Association (ADA) menetapkan konsentrasi glukosa darah normal saat puasa kurang dari 100 mg/dL. Glukosa plasma terganggu jika konsentrasi glukosa saat puasa antara 100-125 mg/dL, sedangkan toleransi glukosa terganggu jika konsentrasi glukosa darah setelah pembebanan glukosa 75g, antara 140-199 mg/dL. Seseorang dikatakan menderita diabetes jika konsentrasi glukosa darah saat puasa lebih dari 126 mg/dL atau bila konsentrasi glukosa darah setelah pembebanan 75 g lebih dari 200 mg/dL. Menurut Misnadiarly (2006), diabetes melitus diklasifikasikan ke dalam dua tipe