Chapter II - Universitas Sumatera Utara

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
Kelapa sawit berakar serabut yang terdisi atas akar primer, skunder, tertier
dan kuartier.Akar-akar primer pada umumnya tumbuh ke bawah, sedangkan akar
sekunder, tertier dan kuartier arah tumbuhnya mendatar dan ke bawah.Akar
kuartier berfungsi menyerap unsur hara dan air dari dalam tanah. Akar-akar
kelapa sawit banyak berkembang di lapisan tanah atas sampai kedalaman ± 1
meter dan semakin ke bawah semakin sedikit (Risza, 2008).
Tanaman kelapa sawit umumnya memiliki batang yang tidak bercabang.
Pada pertumbuhan awal setelah fase muda (seedling) terjadi pembentukan batang
yang melebar tanpa terjadi pemanjangan internodia (ruas). Titik tumbuh batang
kelapa sawit terletak di pucuk batang, terbenam di dalam tajuk daun. Di batang
terdapat pangkal pelepah-pelepah daun yang melekat kukuh (Sunarko, 2008).`
Daun dibentuk di dekat titik tumbuh. Setiap bulan, biasanya akan tumbuh
dua lembar daun. Pertumbuhan awal daun berikutnya akan membentuk sudut
1350. Daun pupus yang tumbuh keluar masih melekat dengan daun lainnya. Arah
pertumbuhan daun pupus tegak lurus ke atas dan berwarna kuning. Anak daun
(leaf let) pada daun normal berjumlah 80-120 lembar (Sastrosayono, 2008).
Kelapa sawit berumur tiga tahun sudah mulai dewasa dan mulai
mengeluarkan bunga jantan atau bunga betina. Bunga jantan berbentuk lonjong
memanjang, sedangkan bunga betina agak bulat. Tanaman kelapa sawit
mengadakan penyerbukan bersilang (cross pollination). Artinya bunga betina dari
pohon yang satu dibuahi oleh bunga jantan dari pohon yang lainnya dengan
perantaan angin dan atau serangga penyerbuk (Sunarko, 2008).
Universitas Sumatera Utara
Tandan buah tumbuh di ketiak daun.Semakin tua umur kelapa sawit,
pertumbuhan daunnya semakin sedikit, sehingga buah terbentuk semakin
menurun. Hal ini disebabkan semakin tua umur tanaman, ukuran buah kelapa
sawit akan semakin besar. Kadar minyak yang dihasilkannya pun akan semakin
tinggi. Berat tandan buah kelapa sawit bervariasi, dari beberapa ons hingga 30 kg
(Sastrosayono, 2005).
Buah terdiri dari tiga lapisan. Eksokarp yaitu bagian kulit buah berwarna
kemerahan dan licin, Mesokarp, serabut/daging buah, Endokarp yaitu cangkang
pelindung inti. Endokarp yaitu inti/kernel kelapa sawit.Inti sawit (kernel, yang
sebetulnya adalah biji) merupakan endosperma dan embrio dengan kandungan
minyak inti berkualitas tinggi (Soehardiyono, 1998).
Syarat Tumbuh
Iklim
Di daerah-daerah
yang musim kemaraunya
tegas dan panjang,
pertumbuhan vegetatif kelapa sawit dapat terhambat, yang pada gilirannya akan
berdampak negatif pada produksi buah. Suhu berpengaruh pada produksi melalui
pengaruhnya terhadap laju reaksi biokimia dan metabolisme dalam tubuh
tanaman. Sampai batas tertentu, suhu yang lebih tinggi menyebabkan
meningkatnya produksi buah.Suhu 200C disebut sebagai batas minimum bagi
pertumbuhan vegetatif dan suhu rata-rata tahunan sebesar 22-230C diperlukan
untuk berlangsungnya produksi buah (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2005).
Kelapa sawit termasuk tanaman daerah tropis yang umumnya dapat
tumbuh di daerah antara 120Lintang Utara 120Lintang Selatan.Curah hujan
optimal yang dikehendaki antara 2.000-2.500 mm per tahun dengan pembagian
Universitas Sumatera Utara
yang merata sepanjang tahun. Lama penyinaran matahari yang optimum antara 57 jam per hari dan suhu optimum berkisar 240-380C. Ketinggian di atas
permukaan laut yang optimum berkisar 0-500 meter (Risza, 2008).
Suhu merupakan faktor penting untuk pertumbuhan dan pembentukan
hasil tanaman. Pada tanaman kelapa sawit temperatur optimal berkisar antara 24°28°C dengan lama penyinaran matahari 5-7 jam per hari.Suhu rata-rata tahunan
daerah pertanaman kelapa sawit yang menghasilkan banyak tandan adalah pada
rata-rata suhu 25°C dan 27°C (Sianturi, 1993).
Tanah
Tanah yang sering mengalami genangan air umumnya tidak disukai
tanaman kelapa sawit karena akarnya membutuhkan banyak oksigen. Drainase
yang jelek bisa menghambat kelancaran penyerapan unsur hara dan proses
nitrifikasi akan terganggu, sehingga tanaman akan kekurangan unsur nitrogen (N).
Karena itu, drainase tanah yang akan dijadikan lokasi perkebunan kelapa sawit
harus baik dan lancar, sehingga ketika musim hujan tidak tergenang
(Sunarko, 2008).
Kisaran pH yang baik untuk pertumbuhan tanaman kelapa sawit adalah
6,5-7,0 dengan pH tanah ideal 5,5. Tanah harus gembur dan berdrainase
baik.Pertumbuhan dan produksi tanaman kelapa sawit dalam banyak hal
tergantung pada karakter lingkungan fisik dan kimia dimana tanaman
ditumbuhkan (Sianturi, 1993).
Kelapa sawit dapat tumbuh baik pada sejumlah besar jenis tanah di
wilayah tropika. Persyaratan mengenai jenis tanah tidak terlalu spesifik seperti
persyaratan faktor iklim. Hal yang perlu ditekankan adalah pentingnya jenis tanah
Universitas Sumatera Utara
untuk menjamin ketersediaan air dan ketersediaan bahan organik dalam jumlah
besar
yang
berkaitan
dengan
jaminan
ketersediaan
air
(Mangoensoekarjo dan Semangun, 2005).
Kemiringan tanah yang dianggap masih baik bagi tanaman kelapa sawita
dalah antara 0-150. Sedangkan di atas kemiringan 150 harus dibuat teras kontur.
Pada topografi datar di daerah Sumatera Timur biasanya dijumpai tanah
gleyhumik atau hidromorfik. Sedangkan tanah organosol (tanah gambut)
vegetasinya terdiri dari hutan lebat dan terendam air (Risza, 2008).
Stenotaphrum secundatum
Rumput Stenotaphrum secundatum dikenal dengan nama umum “Buffallo
grass” (Australia) atau St. Agustine grass (Amerika Serikat). Termasuk dalam
family “Gramineae’ dengan sub-family Panicoideae (Sirait, dkk., 2010).
Stenotaphrum secundatum merupakan jenis rumput yang cocok tumbuh
pada areal yang intensitas cahayanya rendah (Whiteman, 1980). Lebih jauh Smith
dan Whiteman (1983) menyebutkan bahwa rumput S.secundatum merupakan
tanaman yang sangat cepat berkembang, memiliki rhizoma dan stolon yang padat,
perakaran yang kuat, kemampuan berkompetisi dengan gulma sangat kuat
sehingga
mampu
menekan
pertumbuhan
gulma
serta
tahan
terhadap
penggembalaan berat.
Pertumbuhan rumput Stenotaphrum secundatum sebagaimana tanaman
lainnya dipengaruhi oleh beberapa faktor, yakni: iklim, tanah, pengelolaan dan
kondisi sosial ekonomi petani. Pertumbuhan tanaman pada akhirnya akan
berdampak terhadap jumlah produksi dan kualitas hijauan (Sirait, dkk., 2010).
Universitas Sumatera Utara
Rumput Stenotaphrum secundatum dapat mempertahankan produksinya
pada kondisi cahaya hanya 40% (taraf naungan 60%).Spesies yang toleran
naungan sering menunjukkan penurunan produksi yang relatif kecil atau masih
meningkat pada naungan sedang.Rumput Stenotaphrum secundatum dapat
tumbuh pada curah hujan 1000 hingga >2000 mm di daerah tropis basah dan subtropis, namun lebih menyukai curah hujan yang lebih tinggi. Tumbuh dengan baik
pada temperatur antara 20 hingga 300C pada ketinggian 0 hingga 1300 m di atas
permukaan laut (Sirait, dkk., 2010).
Nilai nutrisi rumput Stenotaphrum secundatum (kandungan nitrogen,
kecernaan protein kasar maupun kecernaan bahan kering) mengalami penurunan
yang cepat dengan bertambahnya umur tanaman. Sehubungan dengan hal itu
disarankan agar frekwensi penggembalaan maupun pemotongan dilakukan lebih
teratur. Rumput ini sangat disukai ternak ruminansia besar maupun kecil saat
masih muda. Terdapat kandungan oksalat sejumlah kira-kira 1% namun
dilaporkan tidak menyebabkan keracunan pada ternak yang mengkonsumsinya
(Prawiradiputra, 2006).
Pola pengembangan hijauan pakan bagi peternak dengan pemeliharaan
secara penggembalaan (extensive) adalah dengan pembangunan pastura untuk
penggembalaan. Pola ini memiliki kelemahan karena membutuhkan lahan yang
lebih luas, membutuhkan pagar, investasi usaha lebih besar dan pengendalian
penyakit (khususnya parasit interna/cacing) sulit dilakukan. Namun pola ini
memiliki keunggulan yakni biaya tenaga kerja untuk penggembalaan relatif
rendah.
Pembangunan
padang
penggembalaan
dapat
dilakukan
dengan
penanaman rumput Stenotaphrum secundatum pada ekosistem naungan seperti di
Universitas Sumatera Utara
lahan perkebunan kelapa, kelapa sawit maupun karet. Penggembalaan sebaiknya
dilakukan secara bergiliran dengan membagi lahan rumput yang tersedia dalam
beberapa petak (dibuat pagar pembatas). Lama pengembalaan paling optimal
adalah 7 (tujuh) hari untuk setiap petak, dan kembali digembalakan ke petak yang
pertama setelah 45-60 hari. Hal ini bertujuan untuk memberikan kesempatan bagi
rumput S.secundatum untuk tumbuh kembali setelah digembalai ternak
(Prawiradiputra, 2006).
Stenotaphrum secundatum merupakan tumbuhan yang tumbuh baik pada
intensitas cahaya rendah/toleran naungan, sangat cepat berkembang dan tumbuh
cepat. Tumbuhan ini memiliki rhizoma dan stolon yang padat, memiliki
perarakan sangat kuat, mampu berkompetisi dengan gulma, tahan pengembalaan
berat, toleran pada tingkat naungan sampai 75%. Produktivitas S.Secundatum
berkisar antara 17,0-41,0 ton/ha/tahun (bahan segar) atau 2,2-6,1 ton/ha/tahun.
Dapat menjadi pilihan dalam pengembangan integrasi ternak dengan tanaman
perkebunan (karet/kelapa sawit). Produktivitas tersebut dicapai pada penanaman
dengan jarak tanam 50x50 cm antar dan di dalam baris, dibutuhkan materi tanam
sebanyak 40.000 pols per ha (http://www.litbang.deptan.go.id., 2012).
Kandungan nutrisi S.Secundatum baik untuk mendukung produksi ternak
dan disukai (palatable). Protein kasar S.secundatum sekitar 8,6 %, cukup untuk
memenuhi kebutuhan minimal bagi mikroba untuk proses fermentasi dalam
rumen. Serat dan bahan organik merupakan sumber energi bagi produksi ternak.
Tingkat kecernaan nutrien relatif tinggi untuk mendukung produksi ternak
ruminansia (http://www.litbang.deptan.go.id., 2012).
Universitas Sumatera Utara
Kualitas hijauan dapat dilihat dari komposisi kimia hijauan dan kecernaan
hijauan. Secara kualitas rumput Steno yang ditanam dengan kondisi ternaung
memiliki kandungan protein kasar yang nyata lebih tinggi daripada Steno tanpa
naungan. Fenomena ini terjadi karena dalam kondisi ternaung pembentukan
dinding sel tanaman lebih sedikit, tanaman lebih sukulen dan kandungan isi sel
lebih tinggi. Di samping hal tersebut, pada kondisi ternaung kehilangan nitrogen
karena penguapan lebih sedikit daripada dalam kondisi tanpa naungan
(Suarna dan Sukarji, 2001).
Pengaruh naungan danaplikasi berbagai taraf nitrogen terhadap nilai
kecernaan in vitro bahan kering hijauan. Sebagaimana halnya terhadap kandungan
protein kasar hijauan, naungan juga memberikan pengaruh yang sama terhadap
nilai kecernaan invitro hijauan. Peningkatan intensitas naungan memberikan
perbaikan kualitas hijauan, tetapi menurunkan kandungan bahan kering hijauan.
Hal ini sejalan dengan yang dilaporkan oleh Norton et al. (1991) bahwa naungan
dapat menurunkan produksi hijauan, tetapi dapat meningkatkan kandungan
nitrogen tanaman.
Arachis glabrata
Arachis perennial adalah leguminosa dari keluarga Arachis yang hidupnya
menahun. Beberapa spesies yang tergolong kelompok ini adalah A. glabrata, A.
pintoii, A. repens dan A.hybrid. Ciri tanaman ini antara lain: perakaran yang kuat
dan dalam, akar berkembang dengan banyak cabang, batang menjalar di
permukaan tanah, daun dan bunganya mirip dengan kacang tanah dan dapat distek
untuk perbanyakan vegetatif(Sirait, dkk. 2008).
Universitas Sumatera Utara
Hasil penelitian Sirait dkk (2008) tanaman pakan ternak Arachis glabrata
menunjukkan adaptasi yang baik pada perlakuan naungan. Tidak terdapat
perbedaan nyata produksi, konsumsi dan kecernaan pakan (kecuali kecernaan
ADF) pada perlakuan naungan dengan tanpa naungan. Retensi nitrogen
A.glabrata pada N-75 nyata lebih tinggi dibanding N-55 dan N-0, tetapi retensi N
pada N-55 dan N-0 tidak berbeda nyata. Kandungan protein kasar A.glabrata pada
perlakuan naungan lebih tinggi disbanding tanpa naungan. Dengan hasil penelitian
ini A.glabrata dapat direkomendasikan ditanam pada naungan sedang (hingga
naungan 55%) dilihat dari adaptasi, produksi maupun kecernaannya serta
berpotensi sebagai pakan ternak kambing.
Arachis glabrata tanaman pakan ternak yang berbeda dengan Arachis
hypogea karena kemampuan reproduksi yang dapat tumbuh kembali dari rimpang
maupun biji. Arachis glabrata dapat tumbuh pada tanah berpengairan baik dari
tanah liat sampai tanah berpasir dan lebih menyukai tanah asam, selain itu
tanaman ini tahan terhadap naungan dan merupakan tanaman tahunan yang
berasal dari Amerika Selatan (Sirait, dkk. 2008).
Produksi bobot segar dan bobot kering hijauan Arachis glabrata pada
perlakuan interval pemotongan 1 bulan, 2 bulan dan 3 bulan yang paling baik
adalah pada lapisan 1 kasa (intensitas cahaya + 50%) semakin meningkatnya
intensitas naungan semakin rendah bobot segar maupun bobot kering dan tanaman
Arachis glabrata masih dapat tumbuh baik pada lapisan 2 kasa (intensitas cahaya
+ 30%) (Sutedi, dkk. 2010).
Arachis glabrata memiliki kemampuan pada naungan bervariasi
tergantung ekotipe. Biasanya dapat tumbuh pada naungan sedang. Arachis
Universitas Sumatera Utara
glabrata merupakan leguminosa yang memiliki kemampuan beradaptasi pada
tanah yang berdrainase baik mulai dari tanah pasir sampai liat, lebih menyukai
tanah masam namun dapat tumbuh baik pada tanah netral atau sedikit basa, selain
itu
beradaptasi
baik
pada
daerah
tropis
maupun
subtropis
(Bowman dan Wilson, 1996).
Arachis glabrata memiliki kualitas hijauan yang baik dan memiliki
produksi bahan kering yang baik. Prine et al. (1981) melaporkan bahwa produksi
bahan kering Arachis glabrata di Florida berkisar antara 0,7 – 1,3 ton/ha,
sedangkan di daerah subtropis berkisar antara 0,8 – 1,0 ton/ha. Selain itu Arachis
glabrata ini juga berpotensi sebagai tanaman pasture (padang penggembalaan).
Pada umumnya Arachis (baik A.glabrata maupun A. pintoi) dikenal
sebagai tanaman pakan yang bermutu tinggi. Bila ditanam sebagai penutup tanah
di perkebunan, Arachis dapat meningkatkan kesuburan tanah dan menghemat
pemberian pupuk nitrogen karena mampu mengikat N dari udara. Sebagai
tanaman hias, Arachis dikenal sebagai pintonia. Selain karena kecantikan
bunganya yang berwarna kuning (yang mekar serentak pada pagi hari),
pertanaman Arachis mampu membentuk hamparan yang tebal dan padat sehingga
menekan pertumbuhan gulma. Tanaman ini juga kurang begitu memerlukan
pemeliharaan (penyiangan) (Balitnak, 2010).
Universitas Sumatera Utara
Download