Correlation between Stage of Graves` Ophthalmopathy and Duration

advertisement
HASIL PENELITIAN
Korelasi Derajat Graves’ Ophthalmopathy
dengan Durasi Menderita Hipertiroid
Jonny Karunia Fajar,1 Cut Intan Hidayah,2 Lia Meuthia Zaini,3 Hendra Zufry,4 Jamhur3
1
Medical Research Unit, 2Mahasiswa Fakultas Kedokteran, 3Departemen Oftalmologi,
4
Divisi Endokrin Metabolik Departemen Ilmu Penyakit Dalam,
Fakultas Kedokteran Universitas Syah Kuala, Banda Aceh, Indonesia
ABSTRAK
Graves’ ophthalmopathy merupakan penyakit autoimun. Studi ini bertujuan untuk mengetahui distribusi manifestasi klinis Graves’
ophthalmopathy dan mengetahui kaitan lama menderita hipertiroid dengan derajat keparahan Graves’ ophthalmopathy. Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan 34 sampel penderita Graves’ ophthalmopathy. Data dianalisis menggunakan uji Spearman.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa distribusi manifestasi klinis penderita Graves’ ophthalmopathy di poliklinik endokrin RSUZA adalah
23,5% derajat 0; 8,8% derajat 1; 14,7% dengan derajat 2; 14,7% derajat 3; 11,7% derajat 4; 20,5% derajat 5; dan 5,8% derajat 6. Terdapat asosiasi
signifikan antara lama menderita hipertiroid dengan derajat Graves’ ophthalmopathy (p=0,000). Kebanyakan penderita Graves’ ophthalmopathy
memiliki manifestasi klinis derajat 0 dan lama menderita hipertiroid berbanding lurus dengan tingkat keparahan Graves’ ophthalmopathy.
Kata kunci: Graves’ ophthalmopathy, hipertiroid, penyakit autoimun
ABSTRACT
Graves’ ophthalmopathy is an autoimmune disease. The aim of this study is to determine the characteristic of the clinical manifestations of
Graves’ ophthalmopathy and the association between duration of hyperthyroidism and the degree of Grave’s ophthalmopathy. It is an analytical
observational study in 34 patients with Graves’ ophthalmopathy. Data were analyzed using the Spearman test. It showed that 23.5% of the
patients were in stage 0; 8.8% were in stage 1; 14.7% were in stage 2; 14.7% were in stage 3; 11.7% were in stage 4; 20.5% were in stage 5; and
5.8% were in stage 6. There was a significant association between the degree of Graves’ ophthalmopathy and duration of hyperthyroidism.
Majority of the patients with Graves’ ophthalmopathy had clinical manifestation of stage 0 and the duration of hyperthyroidism was significantly
associated with the severity of Graves’ ophthalmopathy. Jonny Karunia Fajar, Cut Intan Hidayah, Lia Meuthia Zaini, Hendra Zufry, Jamhur.
Correlation between Stage of Graves’ Ophthalmopathy and Duration of Hyperthyroidism.
Keywords: Graves’ ophthalmopathy, hyperthyroidism, autoimmune disease
PENDAHULUAN
Graves’ ophthalmopathy disebut juga sebagai
Graves’ disease atau Graves’ orbitopathy
merupakan
suatu
penyakit
dengan
manifestasi okuler karena proses autoimun
yang telah dikenal sejak 3 abad yang lalu.1,2
Graves’ ophthalmopathy sering terjadi pada
penderita hipertiroid atau penderita yang
memiliki riwayat hipertiroid. Penyakit ini dapat
juga terjadi pada penderita eutiroid atau
hipotiroid, sehingga disebut juga sebagai
thyroid-associated ophthalmopathy
atau
thyroid eye disease. Graves’ ophthalmopathy
merupakan suatu penyakit autoimun yang
menyebabkan kelainan pada mata dan
Alamat korespondensi
sekitarnya, seperti retraksi palpebra, edema,
eritema, konjungtivitis, dan proptosis. Pada
penyakit ini terdapat autoantibodi yang
memiliki target fibroblas otot mata, mengakibatkan diferensiasi menjadi sel lemak
atau adiposit, sehingga terjadi inflamasi
dan kompresi aliran pembuluh darah serta
edema.3 Retraksi palpebra, eksoftalmos,
dan pembengkakan jaringan periorbital
merupakan masalah kosmetik dan telah dikaitkan dengan gangguan hubungan sosial
penderita Graves’ ophthalmopathy.1
Angka kejadian Graves’ ophthalmopathy
bervariasi, yaitu sekitar 16 perempuan dan
3 laki-laki per 100.000 populasi di Amerika
Serikat,4 2,9 kasus per 100.000 populasi di
United Kingdom,5 dan 16 kasus per 100.000
populasi di Minnesota.6 Sedangkan, angka
kejadian Graves’ ophthalmopathy pada anakanak yaitu 0,1 kasus per 100.000 anak usia
0-4 tahun, 0,1 kasus per 100.000 anak usia 5-9
tahun, 0,96 kasus per 100.000 anak usia 1014 tahun.7 Studi Krassas, et al,8 menunjukkan
angka kejadian Graves’ ophthalmopathy
pada anak-anak, yaitu 3,5 kasus per 100.000
anak perempuan dan 0 kasus per 100.000
anak laki-laki usia 5-9 tahun, 1,8 kasus per
100.000 anak perempuan dan 1,7 kasus per
100.000 anak laki-laki usia 10-14 tahun, serta
email: [email protected]
CDK-228/ vol. 42 no. 5, th. 2015
327
HASIL PENELITIAN
3,3 kasus per 100.000 anak perempuan dan
0 kasus per 100.000 anak laki-laki usia 15-19
tahun. Sekitar 28-50% pasien Graves’ disease
mengalami Graves’ ophthalmopathy,9 dan
sekitar 3-5% pasien mengalami gejala yang
parah.10
Tabel 1. Distribusi manifestasi klinis penderita Graves’ ophthamopathy di poliklinik endokrin RSUZA.
Derajat Graves’ ophthalmopathy
Jumlah Sampel (n)
Persentase (%)
Derajat 0
8
23,5
Derajat 1
3
8,8
Derajat 2
5
14,7
11
Studi literatur Versura dan Campos
menunjukkan bahwa bagian mata yang
rentan mengalami kelainan pada Graves’
ophthalmopathy adalah bola mata, palpebra
superior, dan fisura palpebra. Woerdt dan
Peterson12 yang menggunakan kucing sebagai objek penelitian menunjukkan bahwa
semua bagian mata dapat menjadi target
kerusakan pada Graves’ ophthalmopathy. Akan
tetapi, manifestasi kelainan mata pada Graves’
ophthalmopathy berbeda pada masingmasing studi. Kaitan disfungsi tiroid dengan
Graves’ ophthalmopathy,13,14 dan kaitan
kejadian Graves’ ophthalmopathy dengan
usia dan jenis kelamin telah dilaporkan.15,16
Studi ini meneliti manifestasi klinis Graves’
ophthalmopathy dan hubungan antara
derajat Graves’ ophthalmopathy dengan lama
menderita hipertiroid di poliklinik endokrin
rumah sakit umum dr. Zainoel Abidin
(RSUZA).
METODE PENELITIAN
Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian
ini
merupakan
penelitian
observasional analitik terhadap sejumlah
subjek menurut keadaan sebenarnya, tanpa
intervensi. Rancangan penelitian ini adalah
cross-sectional study.17
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di poliklinik endokrin
dan poliklinik mata RSUZA, dilaksanakan pada
bulan Februari 2013 sampai dengan bulan
Juni 2013.
Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi penelitian ini adalah seluruh
penderita hipertiroid yang berobat di
poliklinik endokrin RSUZA. Sampel penelitian
yaitu penderita hipertiroid yang berobat di
poliklinik endokrin RSUZA dengan batasan
umur lebih dari 20 tahun, diambil dengan
cara purposive sampling dari tanggal 27
Februari sampai 8 April 2013. Didapatkan
sebanyak 34 sampel. Kriteria inklusi penelitian
ini adalah (1) pasien menderita hipertiroid, (2)
pasien berobat ke poliklinik endokrin RSUZA,
dan (3) pasien bersedia menjadi subjek
328
Derajat 3
5
14,7
Derajat 4
4
11,8
Derajat 5
7
20,5
Derajat 6
2
5,9
Total
34
100
Tabel 2. Persentase lama menderita hipertiroid dengan derajat Graves’ ophthalmophaty
Derajat Graves’
ophthalmopathy
Derajat 0
Derajat 1
Derajat 2
Derajat 3
Derajat 4
Derajat 5
Derajat 6
Lama Menderita
Hipertiroid
Jumlah Sampel (n)
Persentase (%)
0-3 tahun
8
23,5
>3-6 tahun
0
0
>6 tahun
0
0
0-3 tahun
2
5,9
>3-6 tahun
1
2,9
>6 tahun
0
0
0-3 tahun
1
2,9
>3-6 tahun
4
11,8
>6 tahun
0
0
0-3 tahun
3
8,8
>3-6 tahun
2
5,9
>6 tahun
0
0
0-3 tahun
1
2,9
>3-6 tahun
2
5,9
>6 tahun
1
2,9
0-3 tahun
0
0
>3-6 tahun
3
8,8
>6 tahun
4
11,8
0-3 tahun
0
0
>3-6 tahun
0
0
>6 tahun
2
5,9
34
100
Total
penelitian baik secara lisan maupun tertulis.
Kriteria eksklusi penelitian ini adalah jika
pasien menderita kelainan sistemik lain yang
turut mempengaruhi kelainan mata, seperti
diabetes dan hipertensi.
Variabel dan Definisi Operasional
Variabel
1. Lama menderita hipertiroid
Rentang waktu dari saat pertama kali
didiagnosis hipertiroid hingga saat ini, dibedakan menjadi (a) 1-3 tahun, (b) lebih dari 3
tahun sampai 6 tahun, dan (c) > 6 tahun. Data
diperoleh melalui observasi langsung oleh
peneliti. Skala ukur ordinal digunakan untuk
menilai variabel ini.
2. Derajat Graves’ ophthalmopathy (Werner)
Pada penelitian ini, derajat keparahan pada
penderita Graves’ opthalmopathy dibedakan
menjadi 7 klasifikasi, yaitu: 0 (tidak ada
tanda atau gejala), 1 (hanya tanda yang
Nilai P
Koefisien
Korelasi
<0,001
0,769
terbatas pada retraksi palpebra dan mata
melotot), 2 (keterlibatan jaringan lunak
meliputi edema pada konjungtiva atau
palpebra), 3 (proptosis), 4 (keterlibatan otot
ekstraokuler), 5 (keterlibatan kornea), dan 6
(hilangnya penglihatan). Penilaian derajat
Graves’ ophthalmopathy dilakukan oleh dokter
spesialis mata. Skala ukur ordinal digunakan
untuk menilai variabel ini.19
Analisis Data
Data dianalisis menggunakan analisis univariat. Korelasi derajat manifestasi klinis
penderita Graves’ ophthalmopathy dengan
lama menderita hipertiroid dianalisis bivariat
dengan uji Spearman menggunakan software
SPSS ver. 16. Data dianggap signifikan jika nilai
P < 0,05.18
HASIL PENELITIAN
Gambaran Klinis
Data gambaran klinis Graves’ ophthalmopathy
CDK-228/ vol. 42 no. 5, th. 2015
HASIL PENELITIAN
di poliklinik endokrin RSUZA disajikan pada
tabel 1.
Manifestasi klinis Graves’ opthalmopathy
yang paling banyak pada penelitian ini adalah derajat 0 (23,5%), sementara yang paling
sedikit adalah derajat 6 (5,9%).
Hubungan Derajat Graves’ Ophthalmopathy dengan Lama Menderita Hipertiroid
Data manifestasi klinis Graves’ ophthalmopathy dalam kaitannya dengan lama
menderita hipertiroid disajikan pada tabel 2.
Uji Spearman mendapatkan nilai p<0,01
dengan koefisien korelasi 0,769 menunjukkan asosiasi signifikan antara lama menderita hipertiroid dengan derajat Graves’
ophthalmopathy.
PEMBAHASAN
Gambaran Klinis Graves’ Ophthalmopathy di Poliklinik Endokrin RSUZA
Hasil penelitian ini menunjukkan 23,5%
penderita Graves’ ophthalmopathy di
poliklinik endokrin RSUZA memiliki
manifestasi klinis derajat 0; 20,5% dengan
derajat 5; 14,7% dengan derajat 2; 14,7%
dengan derajat 3; 11,7% dengan derajat 4;
8,8% derajat 1; dan 5,8% dengan derajat
6. Hasil ini berbeda dengan hasil studi
Wiersinga, et al,20 yang menunjukkan bahwa
90% penderita mengalami keterlibatan
jaringan lunak (derajat 3), 60% mengalami
keterlibatan otot mata (derajat 4), 34%
mengalami penurunan penglihatan (derajat
6), dan 9% mengalami keterlibatan kornea
(derajat 5). Studi Hill, et al,21 menunjukkan
bahwa kebanyakan penderita Graves’
ophthalmopathy
menunjukkan
gejala
proptosis (derajat 3) dengan ukuran ratarata, yaitu 2,3 mm. Studi Bartley, et al,22
menunjukkan bahwa sekitar 90% penderita
Graves’ ophthalmopathy mengalami retraksi
palpebra (derajat 1), 62% mengalami
exophthalmos (derajat 3), 43% mengalami
restriksi miopati okuler (derajat 4), dan 6%
mengalami disfungsi saraf optik. Mourits, et
al,23 mendapatkan bahwa manifestasi klinis
yang sering dijumpai pada penderita Graves’
ophthalmopathy adalah keterlibatan otot
ekstraokuler (derajat 4).
Perbedaan hasil penelitian ini dengan
beberapa penelitian lain belum bisa
dijelaskan dengan pasti. Terdapat beberapa
CDK-228/ vol. 42 no. 5, th. 2015
faktor yang diduga berperan, salah satunya
adalah imunitas. Masing-masing orang
memiliki status imunitas berbeda. Kelainan
mata pada Graves’ ophthalmopathy terjadi
karena adanya proses autoimun.24 Peran
imunitas pada Graves’ ophthalmopathy
telah banyak dilaporkan. Aniszewski, et al,25
mengungkapkan bahwa sistem imunitas
yang berperan dalam respons awal Graves’
ophthalmopathy adalah imunitas seluler, dan
pada tahap perkembangan penyakit lanjutan
adalah imunitas humoral. McLachlan, et al,26
mengungkapkan bahwa jenis sitokin dominan
yang berperan dalam Graves’ ophthalmopathy
adalah IL-4 (interleukin-4). Stover, et al,27
mengungkapkan bahwa pada Graves’
ophthalmopathy terdapat limfosit T yang
autoreaktif menyerang fibroblas retrobulbar.
Wiersinga28 mengungkapkan bahwa ekspresi
reseptor IGF-1 (insulin-like growth factor I)
pada limfosit T dan B memiliki kontribusi yang
besar terhadap terjadinya reaksi autoimun
pada Graves’ ophthalmopathy. Jurevic, et al,29
mengungkapkan bahwa variasi genotip antar
populasi memiliki korelasi yang signifikan
dengan ketahanan dan kerentanan terhadap
suatu penyakit. Dowd, et al,30 mengungkapkan
bahwa masing-masing suku memiliki fungsi
imunitas yang berbeda. Hal-hal tersebut
yang diduga mendasari perbedaan hasil
penelitian ini dengan penelitian lain.
Hubungan antara Derajat Graves’
Ophthalmopathy dengan Lama
Menderita Hipertiroid
Penelitian ini mendapatkan asosiasi yang
signifikan antara lama menderita hipertiroid
dengan derajat Graves’ ophthalmopathy
(p<0,01 dengan koefisien korelasi 0,769). Hasil
ini sesuai dengan studi Bartley, et al,22 yang
menunjukkan bahwa kebanyakan penderita
Graves’ ophthalmopathy mengalami hipertiroid dan hal tersebut diasosiasikan dengan
lama menderita hipertiroid. Wiersinga, et
al,20 juga menunjukkan bahwa kebanyakan
penderita Graves’ ophthalmopathy juga
menderita hipertiroid. Stan & Bahn31 juga
menunjukkan asosiasi signifikan antara
tingkat keparahan Graves’ ophthalmopathy
dengan kejadian hipertiroid. Hegedus, et al,14
menunjukkan terdapat asosiasi signifikan
antara pemberian terapi tiroid dengan
tingkat keparahan Graves’ ophthalmopathy.
Korelasi durasi menderita hipertiroid dengan
derajat keparahan Graves’ ophthalmopathy
secara teoritis belum dipahami dengan
pasti. Belum ada studi yang mengevaluasi
tingkat seluler atau korelasi genetik tersebut,
meskipun studi klinis telah banyak dilaporkan. Secara teoritis diungkapkan bahwa
peningkatan kadar hormon tiroid disebabkan oleh suatu aktivator tiroid (autoantibodi),
bukan TSH (thyroid stimulating hormone)
yang menyebabkan kelenjar tiroid hiperaktif.
Terbentuknya autoantibodi tersebut diduga
karena adanya defek kontrol imunologi
(immuno-regulation). Defek ini dipengaruhi
oleh faktor genetik, seperti HLA (human
leucocyte antigen), dan faktor lingkungan,
seperti infeksi atau stres.24 Autoantibodi tersebut mengakibatkan limfosit T menyerang
autoantigen tiroid, Tg (thyroglobulin), TPO
(thyroid peroxidase), reseptor TSH (TSH-R),
protein dengan berat molekul 64 kDa, dan
sel-sel orbita. Beberapa hipotesis mekanisme
tersebut adalah (1) thyroid stimulating
immunoglobulin (TSI) merupakan IgG (imunoglobulin G) yang akan berikatan dengan
reseptor TSH, kemudian menstimulasi aktivitas
adenylate cyclase sehingga terjadi peningkatan sekresi hormon tiroid, (2) thyroid growthstimulating immunoglobulin (TGI) berikatan
dengan reseptor TSH, sehingga menyebabkan
induksi terhadap proliferasi epitel folikel tiroid
dan menyebabkan hiperplasia, (3) TSH-binding
inhibitor immunoglobulin (TB-II) merupakan
inhibitor terhadap TSH berikatan dengan
reseptor TSH, sehingga terjadi stimulasi
terhadap aktivitas hormon tiroid.24 Hal ini
menyebabkan
terjadinya
exophthalmos
yang progresif, retraksi miopati yang membatasi gerakan mata, dan neuropati optik.
Pembengkakan otot luar mata memungkinkan
terjadinya kompresi saraf optik. Lemak orbital
atau peregangan saraf karena peningkatan
volume orbital juga dapat menyebabkan
kerusakan saraf optik, menyebabkan
kehilangan ketajaman visual, gangguan
lapangan penglihatan, dan gangguan penglihatan warna.2 Proses tersebut yang diduga
mendasari adanya asosiasi antara lama
menderita hipertiroid dengan derajat Graves’
ophthalmopathy pada penelitian ini.
SIMPULAN
Pada penelitian ini, Graves’ ophthalmopathy
yang paling banyak dijumpai adalah derajat
1 (23,5%), yang paling sedikit dijumpai
adalah derajat 6 (5,9%). Terdapat asosiasi
signifikan antara lama menderita hipertiroid
dengan derajat Graves’ ophthalmopathy.
329
HASIL PENELITIAN
DAFTAR PUSTAKA
1.
Bartalena L, Tanda ML. Graves’ ophthalmopathy. N Engl J Med. 2009; 360: 994-1001.
2.
Dutton JJ, Haik BG. Thyroid eye disease: Diagnosis and treatment. New York: Marcel Dekker, Inc; 2002.
3.
Bahn RS. Graves’ ophthalmopathy. N Engl J Med. 2010; 362: 726-38.
4.
Bartley GB. The epidemiologic characteristics and clinical course of ophthalmopathy associated with autoimmune thyroid disease in Olmsted County, Minnesota. Trans Am Ophthalmol
5.
Lazarus JH. Epidemiology of Graves’ orbitopathy (GO) and relationship with thyroid disease. Best Pract Res Clin Endocrinol Metab 2012; 26(3): 273-9.
6.
Bartley GB, Fatourechi V, Kadrmas EF, Jacobsen SJ, Iistrup DM, Garrity JA, et al. The incidence of Graves’ ophthalmopathy in Olmsted County, Minnesota. Am J Ophthalmol. 1995; 120:
7.
Lavard L, Ranlov I, Perrild H, Anderson O, Jacobsen BB. Incidence of juvenile thyrotoxicosis in Denmark 1982–1988. A nationwide study. Eur J Endocrinol. 1994; 130: 565-8.
8.
Krassas GE, Segni M, Wiersinga WM. Childhood Graves’ ophthalmopathy: Results of a European questionnaire study. Eur J Endocrinol. 2005; 153: 515-20.
Soc. 1994; 92: 477-588.
511-7.
9.
Reddy SV, Jain A, Yadav SB, Sharma K, Bhatia E. Prevalence of Graves’ ophthalmopathy in patients with Graves’ disease presenting to a referral centre in north India. Indian J Med Res 2014;
139(1): 99-104.
10. Wiersinga WM, Bartalena L. Epidemiology and prevention of Graves’ ophthalmopathy. Thyroid 2002; 12(10): 855-60.
11. Versura P, Campos EC. The ocular surface in thyroid diseases. Curr Opin Allergy Clin Immunol. 2010; 10(5): 486-92.
12. Van der Woerdt A, Peterson ME. Prevalence of ocular abnormalities in cats with hyperthyroidism. J Vet Intern Med. 2008; 14(2): 202-3.
13. Prummel MF, Wiersinga WM, Mounts MP, Koornneef L, Berghout A, van der Gaag R. Effect of abnormal thyroid function on the severity of Graves’ ophthalmopathy. Arch Intern Med. 1995;
150(5):1098-101.
14. Hegedus L, Bonnema SJ, Smith TJ, Brix TH. Treating the thyroid in the presence of Graves’ ophthalmopathy. Best Pract Res Clin Endocrinol Metab. 2012; 26(3): 313-24.
15. Perros P, Crombie AL, Matthews JNS, Kendall-Taylor P. Age and gender influence the severity of thyroid-associated ophthalmopathy: A study of 101 patients attending a combined thyroideye clinic. Clin Endocrinol. 1993; 38(4): 367-72.
16. Zou S, Wu F, Guo C, Song J, Huang C, Zhu Z, et al. Iodine nutrition and the prevalence of thyroid disease after salt iodization: A cross-sectional survey in Shanghai, a coastal area in China.
PLosOne 2012; 7(7): e40718.
17. Sudigdo S, Sofyan I. Dasar-dasar metodologi penelitian klinik. 2nd ed. Jakarta: Sagung Seto; 2002.
18. Harinaldi H. Prinsip-prinsip statistik untuk teknik dan sains. Jakarta: Erlangga; 2005.
19. Werner SC. Modification of the classification of the eye changes of Graves’ disease. Am J Ophthalmol. 1977; 83: 725-7.
20. Wiersinga WM, Smit T, van der Gaag R, Mounts M, Koomneef L. Clinical presentation of Graves’ ophthalmopathy. Ophthalmic Res. 1989; 21:73-82.
21. Hill RH, Craig N. Czyz CN, Bersani TA. Transcaruncular medial wall orbital decompression: An effective approach for patients with unilateral Graves’ ophthalmopathy. Sci World J. 2012: 312-61.
22. Bartley GB, Fatourechi V, Kadrmas EF, Jacobsen SJ, Ilstrup DM, Garrity JA, Gorman CA. Clinical features of Graves’ ophthalmopathy in an incidence cohort. Am J Ophthalmol. 1996; 121(3): 284-90.
23. Mourits MP, Koornneef L, Wiersinga WM, Prummel MF, Berghout A, van der Gaag R. Clinical criteria for the assessment of disease activity in Graves’ ophthalmopathy: A novel approach. Br
J Ophthalmol. 1989; 73: 639-44.
24. Braverman LE, Utiger RD. The thyroid: A fundamental and clinical text. 9th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2005.
25. Aniszewski JP, Valyasevi RW, Bahn RS. Relationship between disease duration and predominant orbital T cell subset in Graves’ ophthalmopathy. J Clin Endocrinol Metabol. 1999; 85(2): 776-80.
26. McLachlan SM, Prummel MF, Rapoport B. Cell-mediated or humoral immunity in Graves’ ophthalmopathy? Profiles of T-cell cytokines amplified by polymerase chain reaction from orbital
tissue. J Clin Endocrinol Metab. 1994; 78(5): 1070-4.
27. Stover C, Otto E, Beyer J, Kahaly G. Cellular immunity and retrobulbar fibroblasts in Graves’ ophthalmopathy. J Thyroid 1994; 4(2):161-5.
28. Wiersinga WM. Autoimmunity in Graves’ ophthalmopathy: The result of an unfortunate marriage between TSH receptors and IGF-1 receptors? J Clin Endocrinol Metab. 2011; 96(8): 2386-94.
29. Jurevic RJ, Chrisman P, Mancl L, Livingston R, Dale BA. Single-nucleotide polymorphisms and haplotype analysis in β-defensin genes in different ethnic populations. J Genet Test 2002;
6(4): 261-9.
30. Dowd JB, Palermo T, Chyu L, Adam E, McDade TW. Race/ethnic and socioeconomic differences in stress and immune function in The National Longitudinal Study of Adolescent Health.
Social Sci Med. 2014; 115: 49-55.
31. Stan MN, Bahn RS. Risk factors for development or deterioration of Graves’ ophthalmopathy. Thyroid 2010; 20(7): 777-83.
330
CDK-228/ vol. 42 no. 5, th. 2015
Download