HASIL PENELITIAN Korelasi Derajat Graves’ Ophthalmopathy dengan Durasi Menderita Hipertiroid Jonny Karunia Fajar,1 Cut Intan Hidayah,2 Lia Meuthia Zaini,3 Hendra Zufry,4 Jamhur3 1 Medical Research Unit, 2Mahasiswa Fakultas Kedokteran, 3Departemen Oftalmologi, 4 Divisi Endokrin Metabolik Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Syah Kuala, Banda Aceh, Indonesia ABSTRAK Graves’ ophthalmopathy merupakan penyakit autoimun. Studi ini bertujuan untuk mengetahui distribusi manifestasi klinis Graves’ ophthalmopathy dan mengetahui kaitan lama menderita hipertiroid dengan derajat keparahan Graves’ ophthalmopathy. Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan 34 sampel penderita Graves’ ophthalmopathy. Data dianalisis menggunakan uji Spearman. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa distribusi manifestasi klinis penderita Graves’ ophthalmopathy di poliklinik endokrin RSUZA adalah 23,5% derajat 0; 8,8% derajat 1; 14,7% dengan derajat 2; 14,7% derajat 3; 11,7% derajat 4; 20,5% derajat 5; dan 5,8% derajat 6. Terdapat asosiasi signifikan antara lama menderita hipertiroid dengan derajat Graves’ ophthalmopathy (p=0,000). Kebanyakan penderita Graves’ ophthalmopathy memiliki manifestasi klinis derajat 0 dan lama menderita hipertiroid berbanding lurus dengan tingkat keparahan Graves’ ophthalmopathy. Kata kunci: Graves’ ophthalmopathy, hipertiroid, penyakit autoimun ABSTRACT Graves’ ophthalmopathy is an autoimmune disease. The aim of this study is to determine the characteristic of the clinical manifestations of Graves’ ophthalmopathy and the association between duration of hyperthyroidism and the degree of Grave’s ophthalmopathy. It is an analytical observational study in 34 patients with Graves’ ophthalmopathy. Data were analyzed using the Spearman test. It showed that 23.5% of the patients were in stage 0; 8.8% were in stage 1; 14.7% were in stage 2; 14.7% were in stage 3; 11.7% were in stage 4; 20.5% were in stage 5; and 5.8% were in stage 6. There was a significant association between the degree of Graves’ ophthalmopathy and duration of hyperthyroidism. Majority of the patients with Graves’ ophthalmopathy had clinical manifestation of stage 0 and the duration of hyperthyroidism was significantly associated with the severity of Graves’ ophthalmopathy. Jonny Karunia Fajar, Cut Intan Hidayah, Lia Meuthia Zaini, Hendra Zufry, Jamhur. Correlation between Stage of Graves’ Ophthalmopathy and Duration of Hyperthyroidism. Keywords: Graves’ ophthalmopathy, hyperthyroidism, autoimmune disease PENDAHULUAN Graves’ ophthalmopathy disebut juga sebagai Graves’ disease atau Graves’ orbitopathy merupakan suatu penyakit dengan manifestasi okuler karena proses autoimun yang telah dikenal sejak 3 abad yang lalu.1,2 Graves’ ophthalmopathy sering terjadi pada penderita hipertiroid atau penderita yang memiliki riwayat hipertiroid. Penyakit ini dapat juga terjadi pada penderita eutiroid atau hipotiroid, sehingga disebut juga sebagai thyroid-associated ophthalmopathy atau thyroid eye disease. Graves’ ophthalmopathy merupakan suatu penyakit autoimun yang menyebabkan kelainan pada mata dan Alamat korespondensi sekitarnya, seperti retraksi palpebra, edema, eritema, konjungtivitis, dan proptosis. Pada penyakit ini terdapat autoantibodi yang memiliki target fibroblas otot mata, mengakibatkan diferensiasi menjadi sel lemak atau adiposit, sehingga terjadi inflamasi dan kompresi aliran pembuluh darah serta edema.3 Retraksi palpebra, eksoftalmos, dan pembengkakan jaringan periorbital merupakan masalah kosmetik dan telah dikaitkan dengan gangguan hubungan sosial penderita Graves’ ophthalmopathy.1 Angka kejadian Graves’ ophthalmopathy bervariasi, yaitu sekitar 16 perempuan dan 3 laki-laki per 100.000 populasi di Amerika Serikat,4 2,9 kasus per 100.000 populasi di United Kingdom,5 dan 16 kasus per 100.000 populasi di Minnesota.6 Sedangkan, angka kejadian Graves’ ophthalmopathy pada anakanak yaitu 0,1 kasus per 100.000 anak usia 0-4 tahun, 0,1 kasus per 100.000 anak usia 5-9 tahun, 0,96 kasus per 100.000 anak usia 1014 tahun.7 Studi Krassas, et al,8 menunjukkan angka kejadian Graves’ ophthalmopathy pada anak-anak, yaitu 3,5 kasus per 100.000 anak perempuan dan 0 kasus per 100.000 anak laki-laki usia 5-9 tahun, 1,8 kasus per 100.000 anak perempuan dan 1,7 kasus per 100.000 anak laki-laki usia 10-14 tahun, serta email: [email protected] CDK-228/ vol. 42 no. 5, th. 2015 327 HASIL PENELITIAN 3,3 kasus per 100.000 anak perempuan dan 0 kasus per 100.000 anak laki-laki usia 15-19 tahun. Sekitar 28-50% pasien Graves’ disease mengalami Graves’ ophthalmopathy,9 dan sekitar 3-5% pasien mengalami gejala yang parah.10 Tabel 1. Distribusi manifestasi klinis penderita Graves’ ophthamopathy di poliklinik endokrin RSUZA. Derajat Graves’ ophthalmopathy Jumlah Sampel (n) Persentase (%) Derajat 0 8 23,5 Derajat 1 3 8,8 Derajat 2 5 14,7 11 Studi literatur Versura dan Campos menunjukkan bahwa bagian mata yang rentan mengalami kelainan pada Graves’ ophthalmopathy adalah bola mata, palpebra superior, dan fisura palpebra. Woerdt dan Peterson12 yang menggunakan kucing sebagai objek penelitian menunjukkan bahwa semua bagian mata dapat menjadi target kerusakan pada Graves’ ophthalmopathy. Akan tetapi, manifestasi kelainan mata pada Graves’ ophthalmopathy berbeda pada masingmasing studi. Kaitan disfungsi tiroid dengan Graves’ ophthalmopathy,13,14 dan kaitan kejadian Graves’ ophthalmopathy dengan usia dan jenis kelamin telah dilaporkan.15,16 Studi ini meneliti manifestasi klinis Graves’ ophthalmopathy dan hubungan antara derajat Graves’ ophthalmopathy dengan lama menderita hipertiroid di poliklinik endokrin rumah sakit umum dr. Zainoel Abidin (RSUZA). METODE PENELITIAN Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik terhadap sejumlah subjek menurut keadaan sebenarnya, tanpa intervensi. Rancangan penelitian ini adalah cross-sectional study.17 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di poliklinik endokrin dan poliklinik mata RSUZA, dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan bulan Juni 2013. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi penelitian ini adalah seluruh penderita hipertiroid yang berobat di poliklinik endokrin RSUZA. Sampel penelitian yaitu penderita hipertiroid yang berobat di poliklinik endokrin RSUZA dengan batasan umur lebih dari 20 tahun, diambil dengan cara purposive sampling dari tanggal 27 Februari sampai 8 April 2013. Didapatkan sebanyak 34 sampel. Kriteria inklusi penelitian ini adalah (1) pasien menderita hipertiroid, (2) pasien berobat ke poliklinik endokrin RSUZA, dan (3) pasien bersedia menjadi subjek 328 Derajat 3 5 14,7 Derajat 4 4 11,8 Derajat 5 7 20,5 Derajat 6 2 5,9 Total 34 100 Tabel 2. Persentase lama menderita hipertiroid dengan derajat Graves’ ophthalmophaty Derajat Graves’ ophthalmopathy Derajat 0 Derajat 1 Derajat 2 Derajat 3 Derajat 4 Derajat 5 Derajat 6 Lama Menderita Hipertiroid Jumlah Sampel (n) Persentase (%) 0-3 tahun 8 23,5 >3-6 tahun 0 0 >6 tahun 0 0 0-3 tahun 2 5,9 >3-6 tahun 1 2,9 >6 tahun 0 0 0-3 tahun 1 2,9 >3-6 tahun 4 11,8 >6 tahun 0 0 0-3 tahun 3 8,8 >3-6 tahun 2 5,9 >6 tahun 0 0 0-3 tahun 1 2,9 >3-6 tahun 2 5,9 >6 tahun 1 2,9 0-3 tahun 0 0 >3-6 tahun 3 8,8 >6 tahun 4 11,8 0-3 tahun 0 0 >3-6 tahun 0 0 >6 tahun 2 5,9 34 100 Total penelitian baik secara lisan maupun tertulis. Kriteria eksklusi penelitian ini adalah jika pasien menderita kelainan sistemik lain yang turut mempengaruhi kelainan mata, seperti diabetes dan hipertensi. Variabel dan Definisi Operasional Variabel 1. Lama menderita hipertiroid Rentang waktu dari saat pertama kali didiagnosis hipertiroid hingga saat ini, dibedakan menjadi (a) 1-3 tahun, (b) lebih dari 3 tahun sampai 6 tahun, dan (c) > 6 tahun. Data diperoleh melalui observasi langsung oleh peneliti. Skala ukur ordinal digunakan untuk menilai variabel ini. 2. Derajat Graves’ ophthalmopathy (Werner) Pada penelitian ini, derajat keparahan pada penderita Graves’ opthalmopathy dibedakan menjadi 7 klasifikasi, yaitu: 0 (tidak ada tanda atau gejala), 1 (hanya tanda yang Nilai P Koefisien Korelasi <0,001 0,769 terbatas pada retraksi palpebra dan mata melotot), 2 (keterlibatan jaringan lunak meliputi edema pada konjungtiva atau palpebra), 3 (proptosis), 4 (keterlibatan otot ekstraokuler), 5 (keterlibatan kornea), dan 6 (hilangnya penglihatan). Penilaian derajat Graves’ ophthalmopathy dilakukan oleh dokter spesialis mata. Skala ukur ordinal digunakan untuk menilai variabel ini.19 Analisis Data Data dianalisis menggunakan analisis univariat. Korelasi derajat manifestasi klinis penderita Graves’ ophthalmopathy dengan lama menderita hipertiroid dianalisis bivariat dengan uji Spearman menggunakan software SPSS ver. 16. Data dianggap signifikan jika nilai P < 0,05.18 HASIL PENELITIAN Gambaran Klinis Data gambaran klinis Graves’ ophthalmopathy CDK-228/ vol. 42 no. 5, th. 2015 HASIL PENELITIAN di poliklinik endokrin RSUZA disajikan pada tabel 1. Manifestasi klinis Graves’ opthalmopathy yang paling banyak pada penelitian ini adalah derajat 0 (23,5%), sementara yang paling sedikit adalah derajat 6 (5,9%). Hubungan Derajat Graves’ Ophthalmopathy dengan Lama Menderita Hipertiroid Data manifestasi klinis Graves’ ophthalmopathy dalam kaitannya dengan lama menderita hipertiroid disajikan pada tabel 2. Uji Spearman mendapatkan nilai p<0,01 dengan koefisien korelasi 0,769 menunjukkan asosiasi signifikan antara lama menderita hipertiroid dengan derajat Graves’ ophthalmopathy. PEMBAHASAN Gambaran Klinis Graves’ Ophthalmopathy di Poliklinik Endokrin RSUZA Hasil penelitian ini menunjukkan 23,5% penderita Graves’ ophthalmopathy di poliklinik endokrin RSUZA memiliki manifestasi klinis derajat 0; 20,5% dengan derajat 5; 14,7% dengan derajat 2; 14,7% dengan derajat 3; 11,7% dengan derajat 4; 8,8% derajat 1; dan 5,8% dengan derajat 6. Hasil ini berbeda dengan hasil studi Wiersinga, et al,20 yang menunjukkan bahwa 90% penderita mengalami keterlibatan jaringan lunak (derajat 3), 60% mengalami keterlibatan otot mata (derajat 4), 34% mengalami penurunan penglihatan (derajat 6), dan 9% mengalami keterlibatan kornea (derajat 5). Studi Hill, et al,21 menunjukkan bahwa kebanyakan penderita Graves’ ophthalmopathy menunjukkan gejala proptosis (derajat 3) dengan ukuran ratarata, yaitu 2,3 mm. Studi Bartley, et al,22 menunjukkan bahwa sekitar 90% penderita Graves’ ophthalmopathy mengalami retraksi palpebra (derajat 1), 62% mengalami exophthalmos (derajat 3), 43% mengalami restriksi miopati okuler (derajat 4), dan 6% mengalami disfungsi saraf optik. Mourits, et al,23 mendapatkan bahwa manifestasi klinis yang sering dijumpai pada penderita Graves’ ophthalmopathy adalah keterlibatan otot ekstraokuler (derajat 4). Perbedaan hasil penelitian ini dengan beberapa penelitian lain belum bisa dijelaskan dengan pasti. Terdapat beberapa CDK-228/ vol. 42 no. 5, th. 2015 faktor yang diduga berperan, salah satunya adalah imunitas. Masing-masing orang memiliki status imunitas berbeda. Kelainan mata pada Graves’ ophthalmopathy terjadi karena adanya proses autoimun.24 Peran imunitas pada Graves’ ophthalmopathy telah banyak dilaporkan. Aniszewski, et al,25 mengungkapkan bahwa sistem imunitas yang berperan dalam respons awal Graves’ ophthalmopathy adalah imunitas seluler, dan pada tahap perkembangan penyakit lanjutan adalah imunitas humoral. McLachlan, et al,26 mengungkapkan bahwa jenis sitokin dominan yang berperan dalam Graves’ ophthalmopathy adalah IL-4 (interleukin-4). Stover, et al,27 mengungkapkan bahwa pada Graves’ ophthalmopathy terdapat limfosit T yang autoreaktif menyerang fibroblas retrobulbar. Wiersinga28 mengungkapkan bahwa ekspresi reseptor IGF-1 (insulin-like growth factor I) pada limfosit T dan B memiliki kontribusi yang besar terhadap terjadinya reaksi autoimun pada Graves’ ophthalmopathy. Jurevic, et al,29 mengungkapkan bahwa variasi genotip antar populasi memiliki korelasi yang signifikan dengan ketahanan dan kerentanan terhadap suatu penyakit. Dowd, et al,30 mengungkapkan bahwa masing-masing suku memiliki fungsi imunitas yang berbeda. Hal-hal tersebut yang diduga mendasari perbedaan hasil penelitian ini dengan penelitian lain. Hubungan antara Derajat Graves’ Ophthalmopathy dengan Lama Menderita Hipertiroid Penelitian ini mendapatkan asosiasi yang signifikan antara lama menderita hipertiroid dengan derajat Graves’ ophthalmopathy (p<0,01 dengan koefisien korelasi 0,769). Hasil ini sesuai dengan studi Bartley, et al,22 yang menunjukkan bahwa kebanyakan penderita Graves’ ophthalmopathy mengalami hipertiroid dan hal tersebut diasosiasikan dengan lama menderita hipertiroid. Wiersinga, et al,20 juga menunjukkan bahwa kebanyakan penderita Graves’ ophthalmopathy juga menderita hipertiroid. Stan & Bahn31 juga menunjukkan asosiasi signifikan antara tingkat keparahan Graves’ ophthalmopathy dengan kejadian hipertiroid. Hegedus, et al,14 menunjukkan terdapat asosiasi signifikan antara pemberian terapi tiroid dengan tingkat keparahan Graves’ ophthalmopathy. Korelasi durasi menderita hipertiroid dengan derajat keparahan Graves’ ophthalmopathy secara teoritis belum dipahami dengan pasti. Belum ada studi yang mengevaluasi tingkat seluler atau korelasi genetik tersebut, meskipun studi klinis telah banyak dilaporkan. Secara teoritis diungkapkan bahwa peningkatan kadar hormon tiroid disebabkan oleh suatu aktivator tiroid (autoantibodi), bukan TSH (thyroid stimulating hormone) yang menyebabkan kelenjar tiroid hiperaktif. Terbentuknya autoantibodi tersebut diduga karena adanya defek kontrol imunologi (immuno-regulation). Defek ini dipengaruhi oleh faktor genetik, seperti HLA (human leucocyte antigen), dan faktor lingkungan, seperti infeksi atau stres.24 Autoantibodi tersebut mengakibatkan limfosit T menyerang autoantigen tiroid, Tg (thyroglobulin), TPO (thyroid peroxidase), reseptor TSH (TSH-R), protein dengan berat molekul 64 kDa, dan sel-sel orbita. Beberapa hipotesis mekanisme tersebut adalah (1) thyroid stimulating immunoglobulin (TSI) merupakan IgG (imunoglobulin G) yang akan berikatan dengan reseptor TSH, kemudian menstimulasi aktivitas adenylate cyclase sehingga terjadi peningkatan sekresi hormon tiroid, (2) thyroid growthstimulating immunoglobulin (TGI) berikatan dengan reseptor TSH, sehingga menyebabkan induksi terhadap proliferasi epitel folikel tiroid dan menyebabkan hiperplasia, (3) TSH-binding inhibitor immunoglobulin (TB-II) merupakan inhibitor terhadap TSH berikatan dengan reseptor TSH, sehingga terjadi stimulasi terhadap aktivitas hormon tiroid.24 Hal ini menyebabkan terjadinya exophthalmos yang progresif, retraksi miopati yang membatasi gerakan mata, dan neuropati optik. Pembengkakan otot luar mata memungkinkan terjadinya kompresi saraf optik. Lemak orbital atau peregangan saraf karena peningkatan volume orbital juga dapat menyebabkan kerusakan saraf optik, menyebabkan kehilangan ketajaman visual, gangguan lapangan penglihatan, dan gangguan penglihatan warna.2 Proses tersebut yang diduga mendasari adanya asosiasi antara lama menderita hipertiroid dengan derajat Graves’ ophthalmopathy pada penelitian ini. SIMPULAN Pada penelitian ini, Graves’ ophthalmopathy yang paling banyak dijumpai adalah derajat 1 (23,5%), yang paling sedikit dijumpai adalah derajat 6 (5,9%). Terdapat asosiasi signifikan antara lama menderita hipertiroid dengan derajat Graves’ ophthalmopathy. 329 HASIL PENELITIAN DAFTAR PUSTAKA 1. Bartalena L, Tanda ML. Graves’ ophthalmopathy. N Engl J Med. 2009; 360: 994-1001. 2. Dutton JJ, Haik BG. Thyroid eye disease: Diagnosis and treatment. New York: Marcel Dekker, Inc; 2002. 3. Bahn RS. Graves’ ophthalmopathy. N Engl J Med. 2010; 362: 726-38. 4. Bartley GB. The epidemiologic characteristics and clinical course of ophthalmopathy associated with autoimmune thyroid disease in Olmsted County, Minnesota. Trans Am Ophthalmol 5. Lazarus JH. Epidemiology of Graves’ orbitopathy (GO) and relationship with thyroid disease. Best Pract Res Clin Endocrinol Metab 2012; 26(3): 273-9. 6. Bartley GB, Fatourechi V, Kadrmas EF, Jacobsen SJ, Iistrup DM, Garrity JA, et al. The incidence of Graves’ ophthalmopathy in Olmsted County, Minnesota. Am J Ophthalmol. 1995; 120: 7. Lavard L, Ranlov I, Perrild H, Anderson O, Jacobsen BB. Incidence of juvenile thyrotoxicosis in Denmark 1982–1988. A nationwide study. Eur J Endocrinol. 1994; 130: 565-8. 8. Krassas GE, Segni M, Wiersinga WM. Childhood Graves’ ophthalmopathy: Results of a European questionnaire study. Eur J Endocrinol. 2005; 153: 515-20. Soc. 1994; 92: 477-588. 511-7. 9. Reddy SV, Jain A, Yadav SB, Sharma K, Bhatia E. Prevalence of Graves’ ophthalmopathy in patients with Graves’ disease presenting to a referral centre in north India. Indian J Med Res 2014; 139(1): 99-104. 10. Wiersinga WM, Bartalena L. Epidemiology and prevention of Graves’ ophthalmopathy. Thyroid 2002; 12(10): 855-60. 11. Versura P, Campos EC. The ocular surface in thyroid diseases. Curr Opin Allergy Clin Immunol. 2010; 10(5): 486-92. 12. Van der Woerdt A, Peterson ME. Prevalence of ocular abnormalities in cats with hyperthyroidism. J Vet Intern Med. 2008; 14(2): 202-3. 13. Prummel MF, Wiersinga WM, Mounts MP, Koornneef L, Berghout A, van der Gaag R. Effect of abnormal thyroid function on the severity of Graves’ ophthalmopathy. Arch Intern Med. 1995; 150(5):1098-101. 14. Hegedus L, Bonnema SJ, Smith TJ, Brix TH. Treating the thyroid in the presence of Graves’ ophthalmopathy. Best Pract Res Clin Endocrinol Metab. 2012; 26(3): 313-24. 15. Perros P, Crombie AL, Matthews JNS, Kendall-Taylor P. Age and gender influence the severity of thyroid-associated ophthalmopathy: A study of 101 patients attending a combined thyroideye clinic. Clin Endocrinol. 1993; 38(4): 367-72. 16. Zou S, Wu F, Guo C, Song J, Huang C, Zhu Z, et al. Iodine nutrition and the prevalence of thyroid disease after salt iodization: A cross-sectional survey in Shanghai, a coastal area in China. PLosOne 2012; 7(7): e40718. 17. Sudigdo S, Sofyan I. Dasar-dasar metodologi penelitian klinik. 2nd ed. Jakarta: Sagung Seto; 2002. 18. Harinaldi H. Prinsip-prinsip statistik untuk teknik dan sains. Jakarta: Erlangga; 2005. 19. Werner SC. Modification of the classification of the eye changes of Graves’ disease. Am J Ophthalmol. 1977; 83: 725-7. 20. Wiersinga WM, Smit T, van der Gaag R, Mounts M, Koomneef L. Clinical presentation of Graves’ ophthalmopathy. Ophthalmic Res. 1989; 21:73-82. 21. Hill RH, Craig N. Czyz CN, Bersani TA. Transcaruncular medial wall orbital decompression: An effective approach for patients with unilateral Graves’ ophthalmopathy. Sci World J. 2012: 312-61. 22. Bartley GB, Fatourechi V, Kadrmas EF, Jacobsen SJ, Ilstrup DM, Garrity JA, Gorman CA. Clinical features of Graves’ ophthalmopathy in an incidence cohort. Am J Ophthalmol. 1996; 121(3): 284-90. 23. Mourits MP, Koornneef L, Wiersinga WM, Prummel MF, Berghout A, van der Gaag R. Clinical criteria for the assessment of disease activity in Graves’ ophthalmopathy: A novel approach. Br J Ophthalmol. 1989; 73: 639-44. 24. Braverman LE, Utiger RD. The thyroid: A fundamental and clinical text. 9th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2005. 25. Aniszewski JP, Valyasevi RW, Bahn RS. Relationship between disease duration and predominant orbital T cell subset in Graves’ ophthalmopathy. J Clin Endocrinol Metabol. 1999; 85(2): 776-80. 26. McLachlan SM, Prummel MF, Rapoport B. Cell-mediated or humoral immunity in Graves’ ophthalmopathy? Profiles of T-cell cytokines amplified by polymerase chain reaction from orbital tissue. J Clin Endocrinol Metab. 1994; 78(5): 1070-4. 27. Stover C, Otto E, Beyer J, Kahaly G. Cellular immunity and retrobulbar fibroblasts in Graves’ ophthalmopathy. J Thyroid 1994; 4(2):161-5. 28. Wiersinga WM. Autoimmunity in Graves’ ophthalmopathy: The result of an unfortunate marriage between TSH receptors and IGF-1 receptors? J Clin Endocrinol Metab. 2011; 96(8): 2386-94. 29. Jurevic RJ, Chrisman P, Mancl L, Livingston R, Dale BA. Single-nucleotide polymorphisms and haplotype analysis in β-defensin genes in different ethnic populations. J Genet Test 2002; 6(4): 261-9. 30. Dowd JB, Palermo T, Chyu L, Adam E, McDade TW. Race/ethnic and socioeconomic differences in stress and immune function in The National Longitudinal Study of Adolescent Health. Social Sci Med. 2014; 115: 49-55. 31. Stan MN, Bahn RS. Risk factors for development or deterioration of Graves’ ophthalmopathy. Thyroid 2010; 20(7): 777-83. 330 CDK-228/ vol. 42 no. 5, th. 2015