BINGKAI Mewujudkan Konsistensi Berislam I slam adalah agama yang sempurna, menyeluruh, dan paripurna. Itulah watak dasar Islam yang bersifat kamilah, syamilah, dan khatimah. Tak ada yang melampaui kebenaran Islam, karena agama yang diturunkan Allah SwT kepada para Nabiyullah sejak Nabi Adam a.s. hingga Nabi Muhammad saw itu adalah agama terakhir yang dibawa oleh Rasul terakhir untuk seluruh alam dan zaman hingga hari Akhir. Karena itu bagi setiap Muslim yang istiqamah tertanam keyakinan yang kuat bahwa Islam itu ya’lu wa la yu’la ‘alaihi, yakni agama yang luhur atau tertinggi yang tidak ada bandingan keunggulan dan keutamaannya. Dengan demikian, Islam sebagai ajaran dari Allah selain sebagai agama yang satu juga bersifat menyejarah dengan dibawa dan didakwahkannya oleh para Nabi dan Rasul Allah dalam perjalanan sejarah umat manusia. Sehingga kehadiran agama Samawi ini memang untuk rahmatan lil-‘alamin. Inilah agama langit untuk bumi, sehingga disebut sebagai agama bagi kehidupan (din alhayat) seluruh umat manusia sepanjang masa. Islam sebagai ajaran bukan hanya mengandung perintah-perintah dan larangan-larangan, tetapi sekaligus petunjuk-petunjuk bagi kehidupan umat manusia. Dalam pandangan Muhammadiyah bahwa “Agama adalah apa yang disyariatkan Allah dengan perantara para Nabi-NabiNya, berupa perintah-perintah dan larangan-larangan serta petunjuk-petunjuk untuk kebaikan manusia di dunia dan akhirat”. Adapun Agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw ialah “apa yang diturunkan Allah di dalam Qur’an dan yang tersebut dalam Sunnah yang shahih, berupa perintah-perintah dan larangan-larangan, serta petunjukpetunjuk untuk kebaikan manusia di dunia dan akhirat. Agama adalah apa yang disyari‘atkan Allah dengan perantaraan Nab-Nabi-Nya, berupa perintah-perintah dan larangan-larangan serta petunjuk-petunjuk untuk kebaikan manusia di dunia dan akhirat (Kitab Masalah Lima, AlMasâil Al-Khams tentang al-Dîn). Islam sebagai agama atau ajaran bukan hanya menyangkut hal-hal yang bersifat ritual ibadah, tetapi merupakan keseluruhan yang mengandung aspek-aspek akidah, ibadah, akhlak, dan mu’amalat-duniawiyah. Sumber 12 22 RAMADLAN - 6 SYAWAL 1431 H DR. H HAEDAR NASHIR, M.SI. ajaran Islam adalah Al-Qur’an dan Sunnah Nabi, dengan mengembangkan akal pikiran yang sesuai dengan ajaran Islam. (Matan Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah). Karena itu keliru atau tidak lengkap jika ada yang mengatakan agama atau Islam itu ibadah saja atau akidah saja. Sebaliknya kurang lengkap pula jika disebut Islam itu akhlak saja atau muamalah saja. Islam itu keseluruhan yang menyangkut akidah, ibadah, akhlak, dan mu’amalah-duniawiyah. Muamalah pun Islam, jangan dianggap bukan agama atau bukan Islam, sekadar urusan dunia. Hal itu sering terdengar kalau mengaji agama itu sekadar mengaji ibadah atau akidah. Mengaji muamalah pun termasuk mengaji atau mengkaji Islam. Inilah keluasan dan kemenyeluruhan Islam sebagai ajaran atau agama. Islam itu menyeluruh. Islam jangan dikeping-keping secara parsial. Keempat aspek ajaran Islam itu sama-sama fundamental bagi kehidupan umat manusia, tidak ada yang satu lebih mendasar ketimbang yang lainnya. Dengan demikian Islam itu luas. Bacalah Al-Qur’an betapa kata-kata iman sering disandingkan dengan amal shalih. Iman atau akidah pun bukan sekadar menyangkut keyakinan atau hubungan dengan Allah, tetapi juga berkorelasi dengan sesama manusia seperti memelihara kesehatan, menyingkirkan duri di jalan, mencintai sesama, dan sebagainya. Agama bahkan dikaitkan dengan membebaskan kaum miskin seperti dalam Al-Ma’un. Itulah Islam yang menyeluruh sebagaimana pesan Allah dalam Al-Qur’an dan Sunnah Nabi, yang sering dipersempit oleh sebagian ulama atau pemeluknya. Islam bukan hanya mengandung ajaran dari Allah SwT yang berisi narasi-narasi kebenaran yang serba utama tentang segala hal yang bersifat tekstual semata, tetapi tidak kalah pentingnya Islam itu harus diwujudkan dalam dunia nyata. Artinya, Islam yang sempurna, menyeluruh, dan paripurna itu baru berarti dalam kehidupan di muka bumi ini jika diamalkan oleh para pemeluknya. Apalah artinya Islam yang serba unggul dan utama manakala berhenti dalam narasi ajaran belaka tanpa perwujudan dalam kehidupan yang nyata. Islam sebagai agama bagi kehidupan umat manusia dan menjadi rahmatan lil-‘alamin manifestasi atau BINGKAI perwujudannya hanyalah dalam dunia nyata. Karena itu Islam harus benar-benar diwujudkan secara konsisten oleh setiap Muslim selaku individu atau kaum Muslimin selaku kelompok dalam kehidupan di dunia ini. Apalah artinya keunggulan secara ajaran apabila tanpa disertai dengan keunggulan dalam praktik kehidupan Muslim dan umat Islam. Inilah yang disebut dengan konsistensi ber-Islam, yakni mewujudkan Islam di dunia nyata secara benar, istiqamah, dan konkret. Penyakit yang sering muncul dalam kehidupan umat Islam ialah Islam dipersempit hanya dalam satu aspek dan tidak diwujudkan dalam dunia nyata secara konsisten dalam keseluruhan dimensi ajaran Islam yang saling berjalinberkelindan. Islam sekadar ditablighkan secara lisan dan tulisan tetapi minus pengamalan. Lisan fasih menerangkan Islam, melantunkan Al-Qur’an, melafalkan Al-Hadits, dan menyuarakan berbagai hal tentang Islam dari A sampai Z, tetapi pengamalannya jauh panggang dari api. Akibatnya Muslim atau umat Islam ketinggalan dalam sejumlah bidang kehidupan dari golongan lain, bahkan dalam sejumlah hal terjajah oleh pihak lain, karena Islam sebatas kebaikan dalam narasi ajaran tetapi tanpa konsistensi berislam di dunia nyata dalam pengamalan Islam yang menyeluruh, sempurna, dan paripurna. Inilah fenomena yang dikumandangkan oleh Syekh Syaqib Arselan, kenapa orang tertinggal sedangkan kaum non-Islam maju (Lima-dza taakhara al-muslimun wa lima-dza taqqadama ghairuhum)? Kadang terjadi paradoks dalam kehidupan. Negeri Muslim seperti Indonesia termasuk tiga besar dalam korupsi, sedangkan Finlandia yang non-Muslim termasuk negeri paling bersih dari korupsi. Ketika umat Islam di seluruh dunia mengecam Amerika Serikat dan Israel, negara Islam seperti Arab Saudi justru menyediakan lahannya untuk pangkalan perang Amerika Serikat menyerbu Irak. Negeri-negeri sekuler-liberal maju dalam pemikiran, ilmu pengetahuan, teknologi, kesejehteraan, pelayanan terhadap warga negara, pelestarian lingkungan, penghormatan terhadap hak asasi manusia, disiplin hidup, dan kemajuan hidup lainnya sehingga kebudayaan dan peradaban mereka maju. Bagaimana dengan negara-negara Islam dan kaum Muslimun saat ini? Dulu pernah menjadi pusat dan puncak peradaban dunia ketika era kejayaan, tetapi kini tertinggal jauh dari negara-negara yang sering disebut pusatnya sekuler-liberal. Jika tidak ingin negara-negara dan bangsa-bangsa yang sekuler-liberal menguasai dunia, maka negara-negara dan bangsa-bangsa Muslim harus bangkit melampaui mereka yang sering oleh sebagian Muslim tidak jarang disebut kafir atau musuh-musuh Islam itu. Lampaui kebudayaan dan peradaban mereka dengan Islam yang serba unggul dan utama. Majukan pemikiran, ilmu pengetahuan, teknologi, kesenian, kesusastraan, filsafat, ilmu-ilmu sosial, kesejahteraan, pelayanan-pelayanan sosial, cara dan sikap hidup, dan berbagai kemajuan hidup lainnya sehingga Islam itu terwujud menjadi kebudayaan dan peradaban yang unggul atau utama di muka bumi melampaui mereka yang non-Islam tadi. Hanya dengan cara melampaui maka negaranegara Islam dan bangsa-bangsa Muslim dapat membuktikan keunggulan dan keutamaan Islam. Bukan sebaliknya, justru dengan sikap serba negatif dan menjauhi kemajuan hidup hanya karena tidak ingin menjadi Barat. Memang negara-negara Barat atau maju memiliki persoalan dan krisis sendiri, termasuk krisis moral sehingga mengalami dekandensi kebudayaan dan peradaban. Justru karena mereka mengalami krisis kehidupan seperti itu, sudah saatnya negara-negara Islam dan bangsa-bangsa Muslim menunjukkan keunggulan moral, kebudayaan, dan peradaban Islam di hadapan bangsa-bangsa Barat dan lainnya. Isyhadu bi-anna (nahnu) muslimun, tunjukkan bahwa aku atau kita itu Muslim yang serba unggul dan utama. Tunjukkan bahwa umat Islam itu benar-benar sebagai khayr al-ummah, umat yang terbaik dalam segala hal kehidupan. Bukan malah surut ke masa lampau dan menjadikan Islam sekadar ritual yang parsial dan serba simbol-simbol serpihan. Bahwa yang ritual dan simbol itu penting, tetapi sama atau bahkan tidak kalah pentingnya membuktikan keunggulan Islam dalam seluruh bidang kehidupan yang luas dan strategis di bidang akhlak dan muamalah, selain bidang akidah dan ibadah. Bahkan akidah dan ibadah pun harus bermultidimensi, bukan sekadar satu dimensi yang sempit. Jika mengutuk politik Barat atau politik sekuler bersifat pragmatis dan oportunis karena lepas dari nilai-nilai agama, maka orang Islam atau kaum Muslimun jangan mempraktikkan politik yang menghalalkan segala cara, termasuk menyebar isu dan fitnah, juga ajimumpung dan sekadar mengejar kesejahteraan diri sendiri. Jika mereka yang liberal-sekuler dipandang menjauhkan kehidupan dari moral agama, maka orang Islam harus membuktikan dalam kehidupan sehari-hari kata sejalan dengan laku dan tindakan, jangan ikut menjadi sekuler dalam perbuatan. Dalam forumforum permusyawaratan seperti kongres dan muktamar harus juga berislam secara autentik, penuh dengan caracara Islami, dan tidak main segala cara yang kotor. Dalam berorganisasi tidak sarat kepentingan yang mencederai tatanan sistem dan nilai-nilai agama yang luhur. Dalam berniaga tidak sekadar mengejar keuntungan, lebih-lebih dengan menggunakan segala cara yang tidak halal dan tidak baik. Dalam kehidupan sehari-hari secara individu, keluarga, dan di masyarakat pun menunjukkan sikap dan perilaku yang Islami dalam makna yang luas, sehingga menampilkan diri benar-benar sebagai rahmat bagi alam semesta. Itulah konsistensi dalam ber-Islam bagi setiap Muslim dan umat Islam. Islam sungguh-sungguh dibuktikan secara nyata dan utama. Islam bukan sekadar lisan, tulisan, dan retorika serba indah tetapi miskin tindakan dan perbuatan nyata. Dengan kata lain Islam dan Pedoman Hidup Islami itu benar-benar dibuktikan dalam kehidupan nyata, sehingga melahirkan perilaku dan peradaban yang utama.l SUARA MUHAMMADIYAH 17 / 95 | 1 - 15 SEPTEMBER 2010 13