8 BAB II TINJAUAN PUSTIDAKA A. Definisi Bank 1. Pengertian

advertisement
8
BAB II
TINJAUAN PUSTIDAKA
A. Definisi Bank
1. Pengertian Bank
Secara umum yang dimaksud dengan lembaga keuangan menurut
Kasmir (2004:25) adalah setiap perusahaan yang bergerak dibidang
keuangan, menghimpun dana, dan menyalurkannya. Artinya, kegiatan
yang dilakukan oleh lembaga tersebut selalu berkaitan dengan masalah
transaksi keuangan.
Lembaga keuangan (financial Institution) merupakan suatu badan
usaha yang aset utamanya berupa uang (financial assets) maupun tagihantagihan (claims) yang dapat berupa saham (stocks), obligasi (bonds),
pinjaman (loands) berupa aktiva riil misalnya bangunan, perlengkapan
(equipment) dan bahan baku ( Rose&Frasser dalam Martono, 2002: 2).
Menurut UU RI No. 10/1998 tanggal 10 November 1998 tentang
Perbankan, yang dimaksud dengan Bank ialah “badan usaha yang
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentukbentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup orang banyak.‘’
Sesuai UU No. 10/1998 Bank Umum merupakan bank yang
melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional atau berdasarkan
8
9
prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam aktivitas
pembayarannya.
Bank Konvensional yaitu bank yang aktivitasnya, baik dari
penghimpunan dana maupun dalam rangka penyaluran dananya,
memberikan dan mengenakan imbalan berupa bunga atau sejumlah
imbalan dalam presentase tertentu dari dana untuk suatu periode tertentu.
Presentase tertentu ini biasanya ditetapkan per tahun (Budisantoso dan
Triandaru, 2006: 153).
Keuntungan dari bisnis perbankan yang berdasarkan prinsip
konvensional diperoleh dari selisih Bunga simpanan yang diberikan
kepada penyimpanan dengan Bunga pinjaman atau kredit yang disalurkan.
Keuntungan dari selisih bunga di bank dikenal dengan istilah spread
based.
Apabila suatu bank mengalami kerugian dan selisih bunga, dimana
suku bunga simpanan lebih besar dari suku kredit, maka dikenal dengan
istilah negative spread. Bank yang berdasarkan prinsip syariah tidak
dikenal dengan istilah bunga dalam memberikan jasanya kepada
penyimpan maupun peminjam, jasa yang diberikan bank syariah sesuai
dengan prinsip syariah harus berdasarkan prinsip hukum Islam.
Secara konsep, bank syariah adalah bank yang beroperasi
berdasarkan prinsip-prinsip syariah Islam, yaitu mengedepankan keadilan,
kemitraan, keterbukaan, dan universalitas untuk seluruh kalangan (Al Arif,
2010: 2).
10
Pengertian bank syariah dikenal dengan bank Islam menurut Karim
(2004: 1) adalah bank yang melaksanakan kegiatan usahanya berdasarkan
prinsip Islam, yaitu aturan perjanjian (akad) antar bank dengan pihak lain
(nasabah) berdasakarkan hukum Islam. Sehingga perbedaan antara bank
Islam (syariah) dengan bank konvensional terletak pada prinsip
operasionalnya yang tidak menggunakan bunga, akan tetapi prinsip dasar
operasionalnya dengan sistem bagi hasil, jual beli dan prinsip lain karena
Bunga dilarang atau diharamkan didalam hukum Islam.
2. Fungsi Perbankan
Menurut Budisantoso dan Triandaru (2006:9) secara lebih spesifik
bank dapat berfungsi sebagai agent of trust, agent of development, dan
agent of services.
a. Agent of Trust
Dasar utama kegiatan perbankan adalah kepercayaan (trust),
baik dalam hal menghimpun dana maupun penyaluran dana.
Masyarakat bersedia menitipkan simpanan uangnya di bank apabila
dilandasi unsur kepercayaan kedua belah pihak.
b. Agent of Development
Kegiatan perekonomian masyarakat disektor moneter dan
disektor riil tidak dapat dipisahkan. Kedua sektor tersebut selalu
berinteraksi dan saling mempengaruhi. Sektor riil tidak akan dapat
berkinerja dengan baik apabila sektor moneter tidak berkerja dengan
11
baik. Kegiatan bank berupa penghimpunan dan penyaluran dana sangat
diperlukan bagi kelancaran sektor riil. Kegiatan bank tersebut
memungkinkan masyarakat melakukan kegiatan investasi, distribusi,
serta konsumsi barang dan jasa, mengingat bahwa kegiatan investasidistribusi-konsumsi tidak dapat terlepas dari penggunaan uang.
c. Agent of Services
Disamping melakukan kegiatan penghimpunan dan penyaluran
dana, bank juga memberikan penawaran jasa perbankan yang lain
kepada masyarakat. Jasa yang ditawarkan antara lain dapat berupa jasa
pengiriman uang, penitipan barang berharga, pemberian jaminan bank,
dan penyelesaian tagihan.
3. Fungsi Perbankan Syariah
Menurut Soemitra (2009: 18) fungsi perbankan syariah sebagai
sistem keuangan ada lima yaitu:
a. Sebagai tempat menghimpun dana dari masyarakat atau dunia usaha
dalam bentuk tabungan (mudharabah), dan giro (wadhiah), serta
menyalurkannya kepada yang membutuhkannya.
b. Sebagai tempat investasi bagi dunia usaha baik modal maupun
rekening investasi dengan menggunakan alat-alat investasi yang sesuai
dengan syariah. Seperti Al-Murabahah (pembiayaan jual beli barang),
Al-Mudharabbah
(pembiayaan
bagi
hasil),
(pembiayaan penyertaan modal), dan Al-Ijarah.
Al-Musyarakah
12
c. Menawarkan berbagai jenis jasa keuangan berdasarkan upah dalam
sebuah kontrak perwakilan atau penyewaan seperti garansi, transfer,
L/C (Letter of Credit).
d. Memberikan jasa sosial seperti pinjaman kebajikan, zakat, dan dana
sosial lainnya yang sesuai dengan ajaran Islam.
e. Memfasilitasi perdagangan, melindungi nilai, difersifikasi, dan
penggabungan risiko. Karakteristik kelima dari sistem keuangan yang
berfungsi dengan baik adalah kemampuan mendifersifikasikan risiko
dengan baik.
4. Dasar Hukum Perbankan Syariah
Bank syariah muncul di Indonesia dikarenakan oleh dorongan dan
keinginan masyarakat Indonesia terutama yang beragama Islam dan
berpandangan bahwa bunga dalam bank merupakan riba, sehingga
dilarang oleh agama Islam. Di dalam hukum Islam di jelaskan pada AlQuran sebagai berikut:
a. Q.S Al Baqarah Ayat 275
“Orang-orang yang memakan (mengambil) riba tidak dapat berdiri
melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan karena
gila. Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli sama
dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba. Barang siapa yang mendapat peringatan dari
Tuhan-Nya lalu ia berhenti, maka apa yang telah diperolehnya dahulu
13
menjadi milik-nya dan urusannya kepada Allah. Barang siapa yang
mengulangi, maka mereka itu penghuni neraka, mereka kekal didalamnya” (Q.S Al Baqarah; Ayat 275).
b. Q.S Ar Rum Ayat 39
“Dan suatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar harta manusia
bertambah, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa
yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk
mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian)
itulah
orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya)” (Q.S Ar Rum; Ayat
39).
Prinsip perbankan ini dinyatakan secara tegas dalam UU No.
10/1998, yang kemudian diperbarui dengan UU No. 3/2004. Dengan
demikian lembaga keuangan perbankan yang menggunakan prinsip
syariah dimulai pada tahun 1992, kemudian diawali dengan berdirinya
Bank Muamalat Indonesia (BMI) sebagai bank yang menggunakan
prinsip syariah pertama kali di Indonesia.
Beberapa peraturan bank Indonesia mengenai perbankan syariah
sebagai berikut:
1) PBI No. 9/19/PBI/2007 tentang pelaksanaan prinsip syariah dalam
kegiatan penghimpunan dana dan penyaluran dana serta pelayanan
jasa bank syariah.
14
2) PBI No. 7/35/PBI/2005 tentang perubahan atas peraturan bank
Indonesia
No.
6/24/PBI/2004
tentang
bank
umum
yang
melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.
3) PBI No. 6/24/PBI/2004 tentang bank umum yang melaksanakan
kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.
5. Lembaga Pembiayaan Syariah
Bank syariah akan membiayai kebutuhan nasabahnya, apabila
nasabah menginginkan pembelian, maka bank akan membiayai pembelian
tersebut. Antar bank dan nasabah akan melakukan transaksi dengan akad
jual beli dimana bank bertindak sebagai penjual dan nasabah bertindak
sebagai pembeli yang akan membayarkannya secara angsuran.
Menurut Yaya et al. (2005: 15) pinsip syariah adalah aturan
perjanjian berdasarkan hukum Islam antar bank dan pihak lain untuk
penyimpanan dana dan pembiayaan usaha, kegiatan lainnya yang
dinyatakan sesuai syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi
hasil, pembiayaan berdasarkan penyertaan modal atau prinsip jual beli
dengan memperoleh keuntungan, pembiayaan barang modal berdasarkan
prinsip sewa murni tanpa pilihan, atau dengan adanya pilihan pemindahan
kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank ke pihak lain.
Pembiayaan atau finanching menurut Muhammad (2004: 21) yaitu
pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak kepihak lain untuk mendukung
investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun
15
lembaga. Dengan demikian, pembiayaan adalah pendanaan yang
dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan.
Menurut Sudarsono (2005: 103), pembiayaan berdasarkan prinsip
syariah adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan
itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dan pihak lain
yang mewajibkan pihak lain untuk mengembalikan uang atau tagihan
tersebut setelah
jangka waktu tertentu yang telah ditentukan dengan
imbalan atau bagi hasil.
Alokasi
dana
(pembiayaan)
mempunyai
beberapa
tujuan
(Muhammad, 2004:28) yaitu:
a. Mencapai tingkat profitabilitas yang cukup dan tigkat risiko yang
rendah.
b. Mempertahankan kepercayaan masyarakat dengan menjaga agar posisi
likuiditas tetap aman.
6. Operasional Bank Syariah
Operasional bank syariah baik dalam menghimpun dana maupun
menyalurkan dana menggunakan prinsip syariah. Adanya ketentuan akad
dalam menghimpun dana dan penyaluran dana tersebut maka bank syariah
akan memberikan manfaat kepada semua pihak yang berkepentingan
terutama dalam mewujudkan pengelolaan bank syariah yang sehat.
Gambar operasional bank syariah menurut Yaya et al. (2009:80)
sebagai berikut:
16
4. Menyalurkan pendapatan
3. Menerima pendapatan
Bagi hasil, margin, fee
• Nasabah
mitra,
2. Penyaluran
pengelola
1. Penghimpun
dana
Sebagai
investasi,
dana
pengelola
pembeli,
dana/penerima
penyewa
dana titipan
• Instrumen
penyalura
n dana
Jasa
lain yang
5. Penyedia
administrasi
dibolehka
jasa
tabungan,
Sebagai pemilik
ATM,
dana/penjual/
transger,
pemberi sewa
kliring, letter
of credit,
bank
Sumber:Yaya, Rizal, dkk. 2009. Akuntansi
Perbankan Syariah Teori garansi,
dan Praktik
Sebagai penyedia
Kontemporer.Jakarta: Salemba Empat
transaksi
Nasabah
pemilik
dan
penitip
dana
BANK
SYARIAH
Gambar 2.1 Operasional Bank Syariah
Sumber: Yaya,Rizal, et al.2009. Akuntansi Perbankan Syariah Teori dan Praktik Kontemporer.
Jakarta: Salemba Empat
Keterangan:
1. Sistem bank syariah dimulai dari kegiatan penghimpunan dana dari
masyarakat. Penghimpunan dana dapat dilakukan dengan skema
investasi maupun skema titipan. Dalam penghimpunan dana dengan
skema tersebut dari nasabah pemilik dana, bank syariah berperan
sebagai pengelola dana atau disebut mudharib. Adapun pada
17
penghimpunan dana dengan skema penitipan, bank syariah berperan
sebagai penerima titipan.
2. Dana yang diterima oleh bank syariah selanjutnya disalurkan kepada
berbagai pihak, antara lain mitra investasi, pengelola investasi,
pembelian barang dan penyewaan barang atau jasa yang disediakan
oleh pihak bank syariah. Pada saat dana yang disalurkan dalam bentuk
investasi, bank syariah berperan sebagai pemilik dana, pada saat
disalurkan dalam kegiatan jual beli, bank syariah berperan sebagai
penjual dan pada saat disalurkan dalam pengelolaan objek sewa
berperan sebagai pemberi sewa.
3. Dari penyalur dana berbagai pihak, bank syariah selanjutnya menerima
pendapatan berupa bagi hasil dari investasi, margin dari jual beli dan
fee dari sewa dan berbagai jenis pendapatan yang diperoleh dari
instrumen penyaluran dana lain yang di izinkan.
4. Pendapatan yang diterima dari kegiatan penyaluran dana selanjutnya
dibagikan kepada nasabah pemilik dana bersifat penitip dana.
Penyaluran dana kepada pemilik bersifat wajib sesuai porsi bagi hasil
yang disepakati. Adapun penyaluran dana kepada nasabah penitip dana
bersifat sukarela tanpa ditetapkan dimuka sebelumnya dan sering
disebut dengan istilah bonus.
5. Selain melaksanakan aktivitas penghimpunan dan penyaluran dana,
bank syariah dalam sistem operasionalnya juga memberikan layanan
18
jasa keuangan seperti jasa ATM, transfer, letter of credit, bank garansi
lain sebagainya.
Dengan
demikian
sistem
operasional
bank
syariah
dapat
disimpulkan terdiri atas sistem penghimpunan, sistem penyaluran dana
yang dihimpun, dan sistem penyediaan jasa keuangan. Jika dibandingkan
antara sistem bank syariah dengan bank konvensional, perbedaannya
terletak pada mekanisme perolehan keuntungan pada pihak-pihak yang
terlibat dalam kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana bank.
Mekanisme
pemerolehan
pendapatan
pada
bank
konvensional
menggunakan sistem bunga, yaitu sistem yang menjanjikan pihak
penyimpan uang atau menyalurkan dananya dengan presentase tertentu.
Berbeda dengan bank konvensional, mekanisme pemerolehan keuntungan
nasabah penabung dan penghimpun dana bank syariah terkait erat dengan
hasil pemerolehan pendapatan pada kegiatan penyaluran oleh bank
syariah. Hal ini disebabkan karena bank syariah menggunakan prinsip
penghimpunan yang berbeda dengan konvensional, demikian juga halnya,
dengan pemerolehan pendapatan bank dari kegiatan penyaluran dana
kepada nasabah yang dibiayai.
7. Perbedaan Bank Konvensional dengan Bank Syariah
Perbedaan
bank
konvensional
dan
bank
Sholahuddin dan Hakim (2008: 76) sebagai berikut:
syariah
menurut
19
Tabel 2.1 Perbedaan Bank Konvensional dengan Bank Syariah
Bank Konvensional
Bank Syariah
1. Invenstasi yang halal dan haram
1. Melakukan investasi yang halal
2. Memakai perangkat bunga
2. Berdasarkan pada prinsip bagi
hasil, jual-beli atau sewa
3. Profit oriented
4. Hubungan
3. Profit dan falah oriented
dengan
nasabah 4. Hubungan
dalam bentuk hubungan debitur-
dengan
nasabah
dalam bentuk kemitraan
debitur
5. Tidak terdapat dewan sejenis
5. Penghimpun dan penyalur dana
harus disesuaikan dengan fatwa
Dewan Pengawas Syariah (DPS)
Hubungan kreditur-kreditur dimana Hubungan investor-investor (mutual
kreditur
(termasuk
pengertian investment
relationship)
yang
deposan) telah ditetapkan besarnya berlandaskan kepada prinsip bagi
pendapatan yang menjadi haknya hasil
(profit
dalam bentuk bunga (interest atau transaksi
and loss
sharing)
perdagangan,
dan
riba), demikian juga sebaliknya pelayanan transaksi lainnya.
terhadap debitur
Semata-mata
berorientasi
kepada Tunduk kepada syariat Islam yang
rate of return dan kelayakan arus melarang investasi pada bisnis yang
kas. Jika ada pembatasan, terutama diharamkan dan harus berlandaskan
dikarenakan nilai-nilai etika yang kepada keadilan, produktivitas, dan
dapat berubah sesuai nilai yang kemanfaatan bagi umat manusia.
dianut pada masyarakat.
Terbatas hanya kepada mekanisme Lebih variatif dan luas, meliputi
pinjam-meminjam
instrument
bunga
dengan sistem
atau
bagi
hasil,
investment
riba. banking, jual-beli, sewa (leasing),
Beberapa transaksi financial lainnya anjak piutang, novasi dan jasa
adalah derifatif (option&exchange) lainnya yang tidak bertentangan
20
Bank Konvensional
Bank Syariah
dan investasi pada instrument surat dengan syariat Islam.
berharga dan saham.
Akuntansi dan penyajian laporan Akuntansi dan penyajian laporan
keuangan
berorientasi
kepada keuangan
berorientasi
kepentingan para pemegang saham, pertanggungjawaban
dan
tidak
dikenal
pertanggungjawaban
keadilan
sosial
konsep sosial,
kepada
bisnis
berlandaskan
dan
aspek
dan transparansi, akuntanbilitas kepada
seluruh
stidake
holders,
dan
keadilan. Sistem pencatatan dan
pelaporan mengacu pada standar
akuntansi sesuai dengan prinsip
syariah, di antaranya adalah PSAK
No. 59 dan PAPSI 2003 DAN
AAOIFI.
B. Definisi Bank Perkreditan Rakyat Syariah
1. Pengertian
Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPR-Syariah) adalah salah satu
lembaga keuangan perbankan syariah, yang pola operasionalnya mengikuti
prinsip-prinsip syariah ataupun muamalah Islam (Martono, 2002: 108).
BPRS berdiri berdasarkan UU No. 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan dan peraturan Pemerintah (PP) No. 72 Tahun 1992 tentang
Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil. Pada pasal 1 ayat 1 butir 4 UU No.
10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan, disebutkan bahwa BPRS adalah bank yang melaksanakan
21
kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
BPR yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah
selanjutnya diatur menurut surat keputusan direktur Bank Indonesia no.
31/36/KEP/1999 tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Perkreditan Rakyat
berdasarkan prinsip syariah. Dalam hal ini, secara teknis BPR Syariah bisa
diartikan sebagai lembaga keuangan sebagaimana BPR konvensional,
yang operasinya menggunakan prinsip-prinsip syariah terutama bagi hasil.
2. Sejarah Berdirinya BPR Syariah
Istilah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dikenalkan pertama kali
oleh Bank Rakyat Indonesia (BRI) pada akhir tahun 1977, ketika BRI
mulai menjalankan tugasnya sebagai bank Pembina lumbung desa, bank
pasar, bank desa, bank pegawai, dan bank-bank sejenis lainnya. Pada masa
pembinaan yang dilakukan oleh BRI, seluruh bank tersebut diberi nama
Bank Perkreditan Rakyat (BPR).
Status hukum Bank Perkreditan Rakyat (BPR) pertama kali diakui
dalam pakto tanggal 22 Oktober 1988, sebagai bagian dari Paket
Kebijakan Keuangan, Moneter, dan Perbankan. Secara historis, BPR
adalah penjelmaan dari beberapa lembaga keuangan, seperti Bank Desa,
Lumbung Desa, Bank Pasar, Bank Pegawai Lumbung Pilih Negri (LPN),
Lembaga Perkreditan Desa (LPD), Badan Kredit Desa (BKD), Badan
Kredit Kecamatan (BKK), Kredit Usaha Rakyat Kecil (KURK), Lembaga
22
Perkreditan Kecamatan (LPK), Bank Karya Desa (BKPD) dan atau
lembaga lainnya yang dapat disamakan dengan itu. Sejak dikeluarkannya
UU No. 7 Tahun 1992 tentang Pokok Perbankan, keberadaan lembagalembaga keuangan tersebut status hukumnya diperjelas melalui izin dari
Menteri Keuangan.
Dalam perkembangan selanjutnya perkembangan BPR yang
tumbuh semakin banyak dengan menggunakan prosedur-prosedur hukum
Islam sebagai dasar pelaksanaannya serta diberi nama BPR Syariah. Latar
belakang didirikannya BPR Syariah adalah sebagai langkah aktif dalam
rangka restrukturasi perekonomian Indonesia yang dituangkan dalam
berbagai paket kebijakan keuangan, moneter, dan perbankan secara umum.
Keberadaan BPRS secara khusus dijabarkan dalam bentuk SK
Direksi BI No. 32/34/Kep/Dir, tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Umum
berdasarkan Prinsip Syariah dan SK Direksi BI No. 32/36/Kep/Dir,
tertanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Perkreditan Rakyat berdasarkan
prinsip Syariah.
3. Tujuan Didirikan BPR Syariah
Terdapat beberapa tujuan yang dikehendaki dari berdirinya Bank
Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS). Di bawah ini disampaikan tujuantujuan tersebut yakni (Sudarsono, 2005: 85) ;
a. Meningkatkan kesejahteraan ekonomi umat Islam terutama kelompok
masyarakat ekonomi lemah yang pada umumnya berada di daerah
23
pedesaan. Sasaran utama dari BPRS adalah umat Islam yang berada di
pedesaan dan di tingkat kecamatan. Masyarakat yang berada di
kawasan tersebut pada umumnya termasuk pada masyarakat golongan
ekonomi lemah.
b. Menambah lapangan kerja terutama di tingkat kecamatan, sehingga
dapat mengurangi arus urbanisasi. Kehadiran BPRS di kecamatankecamatan ikut memberikan kesempatan kerja bagi masyarakat yang
memiliki potensi perbankan, baik dalam permodalan maupun dalam
hal tenaga ahli. Sehingga semakin banyaknya BPRS di kecamatankecamatan maka akan semakin banyak pula tenaga yang terserap di
sektor perbankan. Selain itu, pembiayaan-pembiayaan yang disalurkan
BPRS bagi masyarakat membuka peluang usaha dan kerja yang
semakin luas, maka pada gilirannya kehadiran BPRS akan menjadi
penghambat bagi lajunya urbanisasi.
c. Membina ukhuwah Islamiyah melalui kegiatan ekonomi dalam rangka
peningkatan pendapatan per kapita menuju kualitas hidup yang
memadai. Hal ini mengandung makna bahwa dalam BPRS
ditumbuhkan nilai ta’awun (saling membantu) antara pemilik modal
dengan pengelola dana. Dengan nilai ta’awun inilah akan tumbuh
kebersamaan antara bank dan nasabah yang merupakan factor
terpenting
dalam
mewujudkan
ukhuwah
Islamiyah.
Melalui
kebersamaan tersebut usaha-usaha yang dilakukan masyarakat dengan
modal yang diberikan oleh BPRS bisa meningkatkan pendapatan
24
masyarakat, maka pada tingkat yang lebih tinggi akan pula
meningkatkan per kapita baik lokal maupun nasional.
4. Kegiatan Usaha Bank Syariah
Sebagai
lembaga
keuangan
syariah
pada
dasarnya
Bank
Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) dapat memberikan jasa-jasa keuangan
yang serupa dengan bank-bank umum syariah. Namun, sesuai UU
Perbankan No. 10 tahun 1998. Menurut Soemitra (2009: 72) kegiatan
usaha BPR Syariah hanya dapat melaksanakan usaha-usaha sebagai
berikut:
a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa
deposito berjangka berdasarkan prinsip mudharabah, tabungan
berdasarkan prinsip wadiah atau mudharabah, dan bentuk lainnya yang
dipersamakan dengan itu.
b. Melakukan penyaluran dana melalui transaksi jual beli berdasarkan
prinsip mudharabah, istisna, ijarah, salam, dan jual beli lainnya.
c. Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prinsip
syariah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
d. Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI),
deposito berjangka, sertifikat deposito, dan atau tabungan pada bank
lain.
25
5. Perbedaan Bank Syariah dan BPR Syariah
Berdasarkan Perwataatmaja dalam buku Sholahuddin (2008: 111)
perbedaan bank syariah dan BPR Syariah, diantaranya adalah:
a. Kegiatan usaha yang diperbolehkan oleh BPRS sangat terbatas jika
dibandingkan
dengan
bank
umum
syariah,
yaitu
meliputi
penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa
deposito berjangka, tabungan dan bentuk lainnya yang dipersamakan
dengan itu, memberikan pembiayaan serta menempatkan dana dalam
bentuk Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI), deposito berjangka,
sertifikat deposito dan tabungan pada bank lain. BPR tidak
diperkenankan untuk menerima simpanan berupa giro dan ikut serta
dalam lalu lintas pembayaran serta melakukan kegiatan usaha selain
yang diperkenankan. Selain itu BPRS tidak diperkenankan untuk
melakukan kegiatan usaha yang berbentuk valuta asing kecuali
digunakan sebagai pedagang valuta asing (dengan seizin Bank
Indonesia), melakukan berbagai penyertaan modal, dan melakukan
usaha perasuransian.
b. Kantor operasional BPRS dibatasi dalam 1 (satu) wilayah propinsi,
sedangkan Bank Umum Syariah wilayah kantor operasionalnya dapat
dilakukan di seluruh dunia. BPR merupakan lembaga intermediasi
yang sesuai dengan UU Perbankan.
26
c. BPRS berlokasi di tempat sekitar UKM dan masyarakat pedesaan,
serta memfokuskan pada pelayanannya yang sesuai dengan kebutuhan
dan keinginan masyarakat.
d. BPRS memiliki karakteristik operasional yang spesifik
yang
memungkinkan BPRS dapat menjangkau dan melayani UMK dan
masyarakat pedesaan.
C. Manajemen Kredit
1. Pengertian Kredit
Menurut Undang-undang No. 7 Tahun 1992 sebagaimana telah
diubah menjadi Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan,
disebutkan bahwa:
“Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat
disamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan pinjam-meminjam antara
bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak pinjaman untuk melunasi
utangnya setelah jangka waktu dengan jumlah bunga, imbalan atau
pembagian hasil keuntungan”.
Pengertian kredit menurut Suyatno, dkk (1995: 12) adalah suatu
penyertaan uang atau tagihan atau dapat juga barang yang menimbulkan
tagihan tersebut pada pihak lain, atau memberi pinjaman pada orang lain
dengan harapan akan memperoleh suatu tambahan nilai dari pokok
pinjaman tersebut yaitu berupa bunga sebagai pendapatan bagi pihak yang
bersangkutan.
27
Menurut Muljono (1993: 58) pengertian kredit adalah kemampuan
untuk menjalankan pembelian atau melaksanakan suatu pinjaman dengan
perjanjian untuk membayar di waktu yang telah ditentukan. Sedangkan
menurut Supramono (2010: 126) menjelaskan bahwa dalam intisari dari
arti kredit sebenarnya adalah kepercayaan, suatu unsur yang dipegang
sebagai falsafah perkreditan dalam arti yang sebenarnya sebagaimana
bentuk macam dari mana asalnya serta kepada apapun yang diberikannya.
Berdasarkan beberapa pengertian yang telah dipaparkan dapat
disimpulkan bahwa kredit adalah pemberian uang atau barang kepada
pihak lain yang didasarkan atas kepercayaan disertai dengan balas jasa dan
jangka waktu tertentu.
2. Fungsi Kredit
Kredit memiliki suatu fungsi yang sangat luas. Menurut Kasmir
(2002: 106), fungsi kredit yang secara luas tersebut antara lain:
a. Untuk meningkatkan daya guna uang, maksudnya jika uang hanya
disimpan saja tidak akan menghasilkan sesuatu yang berguna. Dengan
diberikannya
kredit,
uang
tersebut
menjadi
berguna
untuk
menghasilkan barang atau jasa oleh si penerima kredit.
b. Untuk meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang, dalam hal ini uang
yang diberikan atau disalurkan akan beredar dari satu wilayah ke
wilayah lainnya. Sehingga, suatu daerah yang kekurangan uang dengan
memperoleh tambahan uang dari lainnya.
28
c. Uang meningkatkan daya guna barang, kredit yang diberikan oleh
bank akan dapat digunakan oleh debitur untuk mengelola barang yang
tidak berguna menjadi barang yang berguna dan bermanfaat.
d. Meningkatkan peredaran barang, kredit dapat pula menambah atau
memperlancar arus barang dari satu wilayah ke wilayah lainnya,
sehingga barang yang beredar dari satu wilayah ke wilayah lainnya
bertambah atau kredit dapat pula meningkatkan jumlah yang beredar.
e. Sebagai alat stabilitas ekonomi, dengan memberikan kredit dapat
dikatidakan sebagai stabilitas ekonomi karena dengan adanya kredit
yang diberikan akan menambah jumlah barang yang diperlukan oleh
masyarakat.
f. Untuk meningkatkan kegairahan berwirausaha, bagi si penerima kredit
tentu akan dapat meningkatkan kegairahan berwirausaha, apalagi bagi
nasabah yang kekurangan modal.
g. Untuk meningkatkan pemerataan pendapatan, semakin banyak kredit
yang disalurkan maka akan semakin baik, dalam hal meningkatkan
pendapatan.
h. Untuk meningkatkan hubungan internasional, dalam hal pinjaman
internasional akan dapat meningkatkan saling membutuhkan antara si
penerima kredit dengan si pemberi kredit. Pemberi kredit oleh Negara
lain akan meningkatkan kerjasama di bidang lainnya.
29
3. Tujuan Kredit
Pemberian suatu fasilitas kredit mempunyai tujuan tertentu.
Menurut Kasmir (2002: 105) ada beberapa tujuan umum pemberian kredit
antara lain:
a. Mencari keuntungan, yaitu bertujuan untuk memperoleh hasil dari
pemberian kredit tersebut. Hasil tersebut terutama dalam bentuk bunga
yang diterima oleh bank sebagai balas jasa biaya administrasi kerdit
yang dibebankan kepada nasabah.
b. Membantu usaha nasabah. Tujuan lainnya adalah untuk membantu
usaha nasabah yang memerlukan dana, baik dana investasi maupun
dana untuk modal kerja. Dengan dana tersebut, maka pihak debitur
akan dapat mengembangkan dan memperluas usahanya.
c. Membantu pemerintah, bagi pemerintah semakin banyak kredit yang
disalurkan oleh pihak perbankan, maka semakin baik, mengingat
semakin banyak kredit berarti adanya peningkatan pembangunan
diberbagai sektor. Keuntungan bagi pemerintah dengan menyebarkan
pemberian kredit adalah:
1) Penerimaan pajak, dari keuntungan yang diperoleh nasabah dan
bank.
2) Membuka kesempatan kerja, dalam hal ini untuk kredit
pembangunan usaha baru atau perluasan usaha akan membutuhkan
tenaga kerja baru sehingga dapat menyedot tenaga kerja yang
masih menganggur.
30
3) Meningkatkan jumlah barang dan jasa.
4) Menghemat devisa Negara, terutama untuk produk-produk yang
sebelumnya diimpor dan apabila sudah dapat diproduksi di dalam
negeri dengan fasilitas kredit yang ada jelas dan dapat menghemat
devisa Negara.
4. Unsur-unsur Kredit
Kredit yang diberikan oleh suatu lembaga kredit didasarkan atas
kepercayaan, sehingga dengan demikian pemberian kredit merupakan
pemberian kepercayaan. Pada proses persetujuan kredit, bank yang
berkedudukan sebagai pemberi pinjaman harus memiliki keyakinan dan
kepercayaan bahwa si penerima kredit dapat melunasi pinjamannya sesuai
dengan perjanjian yang telah disepakati. Dengan demikian bahwa unsurunsur dalam kredit adalah (Suyatno, dkk, 1995: 14) sebagai berikut:
a. Kepercayaan, yaitu keyakinan dari si pemberi kredit bahwa prestasi
yang diberikannya baik dalam bentuk uang, barang atau jasa akan
benar-benar diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu dimasa
yang akan datang.
b. Waktu, yaitu suatu masa yang memisahkan antara pemberian prestasi
dengan kontraprestasi yang akan diterimanya pada masa yang akan
datang. Dalam unsur waktu ini, terkandung pengertian nilai agio dari
uang yaitu uang yang ada sekarang lebih tinggi nilainya dari uang yang
akan diterima pada masa yang akan datang.
31
c. Degree of risk, yaitu suatu tingkat risikoyang akan dihadapi sebagai
akibat dari adanya jangka waktu yang memisahkan antara pemberian
prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima dikemudian hari.
Semakin lama kredit yang diberikan semakin tinggi pula tingkat
risikonya, karena sejauh kemampuan manusia yang menerobos baru
kedepan, maka masih selalu terdapat unsur ketidak tentuan yang tidak
dapat diperhitungkan. Inilah yang menyebabkan timbulnya unsur
risiko, dengan adanya unsur risiko demikian maka timbulah jaminan
dalam pemberian kredit.
d. Prestasi, objek kredit tidak saja diberikan dalam bentuk uang, tetapi
juga dapat bentuk barang atau jasa. Namun karena kehidupan yang
modern saat ini didasarkan kepada uang, maka transaksi-transaksi
kredit yang menyangkut uanglah yang sering dijumpai dalam praktek
prekreditan.
5. Jenis-jenis Kredit
Kredit yang diberikan bank umum dan bank perkreditan rakyat
untuk masyarakat terdiri dari berbagai jenis, (Kasmir, 2008: 90) antara
lain:
a. Dilihat dari segi kegunaannya
1) Kredit investasi
32
Kredit investasi biasanya digunakan untuk keperluan perluasan
usaha atau membangun proyek atau pabrik baru atau untuk
keperluan rehabilitasi.
2) Kredit modal kerja
Kredit ini digunakan untuk keperluan meningkatkan produksi
dalam operasionalnya.
b. Dilihat dari segi tujuan kredit
1) Kredit produktif
Kredit yang digunakan untuk peningkatan usaha atau produksi atau
investasi. Kredit ini diberikan untuk menghasilkan barang atau
jasa.
2) Kredit konsumtif
Kredit yang digunakan untuk dikonsumsi secara pribadi, dalam
kredit ini tidak ada pertambahan barang atau jasa yang dihasilkan,
karena memang untuk digunakan oleh seseorang atau badan usaha.
3) Kredit perdagangan
Kredit yang digunakan untuk perdagangan, biasanya untuk
membeli barang dagangan yang pembayarannya diharapkan dari
hasil penjualan barang dagangan tersebut. Kredit ini sering kali
diberikan kepada agen-agen (supplier) perdagangan yang akan
membeli barang dalam jumlah besar.
c. Dilihat dari segi jangka waktu
1) Kredit jangka pendek
33
Merupakan kredit yang memiliki jangka waktu kurang dari 1 tahun
atau paling lama 1 tahun dan biasanya digunakan untuk keperluan
modal kerja.
2) Kredit jangka menengah
Jangka waktu kreditnya berkisar 1 tahun sampai dengan 3 tahun,
biasanya untuk investasi.
3) Kredit jangka panjang
Merupakan kredit yang masa pengembaliannya paling panjang,
yakni di atas 3 tahun atau 5 tahun, biasanya kredit ini untuk
investasi jangka panjang.
d. Dilihat dari segi jaminan
1) Kredit dengan jaminan
Kredit yang diberikan dengan suatu jaminan, jaminan tersebut
dapat berbentuk barang berwujud atau tidak berwujud atau jaminan
orang.
2) Kredit tanpa jaminan
Merupakan kredit yang diberikan tanpa jaminan barang atau orang
tertentu. Kredit jenis ini diberikan dengan melihat proyek usaha
dan karakter serta loyalitas serta nama baik calon debitur selama
ini.
e. Dilihat dari segi sektor usaha
1) Kredit pertanian
Merupakan kredit yang dibiayai untuk sektor pertanian dan
perkebunan rakyat.
34
2) Kredit perternakan
Dalam hal ini untuk jangka pendek, misalnya peternakan ayam,
kambing, sapi, dsb.
3) Kredit industri
Kredit untuk membiayai industri kecil, menengah, atau besar.
4) Kredit pertambangan
Jenis usaha tambang yang dibiayainya seperti tambang emas,
minyak atau timah.
5) Kredit pendidikan
Merupakan kredit yang diberikan untuk membangun sarana dan
prasarana pendidikan.
6) Kredit profesi
Kredit yang diberikan kepada para professional seperti dosen,
dokter, atau pengacara.
7) Kredit perumahan
Kredit untuk membiayai pembangunan atau pembelian rumah.
8) Dan sektor-sektor lainnya
6. Manfaat Kredit
Kredit memiliki beberapa manfaat dalam berbagai sektor antara
lain sebagai berikut:
a. Debitur
1) Meningkatkan usahanya dengan pengadaan sejumlah sektor
produksi.
35
2) Kredit bank relative mudah didapatkan jika usaha debitur diterima
untuk dilayani.
3) Memudahkan calon debitur untuk memilih bank yang dengan
usahanya.
4) Rahasia keuangan debitur terlindungi.
5) Beraneka macam jenis kredit bisa disesuaikan dengan calon
debitur.
b. Pemerintah
1) Sebagai pemacu pertumbuhan ekonomi secara umum.
2) Sebagai pengendali kegiatan moneter.
3) Untuk menciptidakan lapangan usaha.
4) Dapat meningkatkan pendapatan Negara.
5) Untuk menciptidakan dan memperluas pasar.
c. Bank
1) Pemberian kredit untuk mempertahankan dan mengembangkan
usaha bank.
2) Membantu memasarkan produk atau jasa perbankan lainnya.
3) Memperoleh pendapatan bunga yang diterima dari debitur.
4) Dapat rentabilitas bank membaik dan memperoleh laba meningkat.
5) Untuk merebut pangsa pasar dalam industri perbankan.
d. Masyarakat
1) Dapat mendorong pertumbuhan dan perluasan perekonomian.
2) Mampu mengurangi tingkat pengangguran.
36
3) Memberikan rasa aman kepada masyarakat untuk menyimpan
uangnya di bank.
4) Dapat meningkatkan pendapatan dari masyarakat.
7. Prinsip-prinsip Pemberian Kredit
Sebelum suatu fasilitas kredit diberikan, bank harus merasa yakin
bahwa kredit yang diberikan benar-benar akan kembali. Keyakinan
tersebut diperoleh dari hasil penilaian kredit tersebut disalurkan. Kriteria
penilaian yang harus dilakukan oleh bank untuk mendapatkan nasabah
yang benar-benar menguntungkan dilakukan dengan analisis 5C dan 7P.
Menurut Kasmir (2008: 95) untuk menganalisis dengan 5C kredit
adalah sebagai berikut:
a. Character (kepribadian / watidak)
Kepribadian adalah sifat atau watidak pribadi dari debitur untuk
mendapatkan kredit, seperti kejujuran, sikap motivasi usaha, keadaan
keluarga, gaya hidup yang dianut dan lain sebagainya. Ini semua
merupakan ukuran “kemauan” untuk membayar.
b. Capacity (kemampuan)
Untuk melihat nasabah dalam kemampuannya dalam bidang bisnis
yang
dihubungkan
dengan
pendidikannya,
kemampuan
dalam
memahami tentang ketentuan-ketentuan pemerintah, begitu pula
dengan kemampuannya dalam menjalankan usaha selama ini. Pada
37
akhirnya akan terlihat kemampuannya dalam mengembalikan kredit
yang disalurkan.
c. Capital (modal)
Untuk melihat penggunaan modal apakah efektif, dilihat dari laporan
keuangan (neraca, laporan laba rugi) dengan melakukan pengukuran
seperti
dari
segi
likuiditas,
rentabilitas,
solvabilitas,
dan
soliditasnya.Capital juga harus dilihat dari sumber mana saja modal
yang ada sekarang ini.
d. Collateral (jaminan)
Jaminan yang diberikan oleh calon nasabah baik yang bersifat fisik
maupun non fisik. Jaminan hendaknya melebihi jumlah kredit yang
diberikan.
e. Conditional of economic (kondisi ekonomi)
Kondisi ekonomi adalah keadaan ekonomi suatu Negara secara
menyeluruh dan memberikan dampak kebijakan pemerintah di bidang
moneter, terutama berhubungan dengan kredit perbankan.
Kemudian penilaian kredit dengan metode analisis 7P adalah
sebagai berikut:
a. Personality
Personality adalah penilaian bank mengenai kepribadian peminjam,
personality juga mencakup sikap, emosi, tingkah laku, dan tindakan
nasabah dalam menghadapi suatu masalah.
38
b. Party
Yaitu mengklasifikasi nasabah ke dalam klasifikasi tertentu atau
golongan-golongan tertentu berdasarkan modal, loyalitas, serta
karakternya.
c. Purpose
Yaitu untuk mengetahui tujuan nasabah dalam mengambil kredit,
termasuk jenis kredit yang di inginkan nasabah.
d. Prospect
Yaitu untuk menilai usaha nasabah dimasa yang akan datang
menguntungkan atau tidak. Hal ini penting mengingat jika suatu
fasilitas kredit yang dibiayai tidak memiliki prospek yang baik, bukan
tidak mungkin bank akan rugi.
e. Payment
Yaitu menilai bagaimana nasabah mengembalikan kredit yang telah
diambil atau dari sumber mana saja dana untuk mengembalikan kredit
tersebut.
f. Profitability
Yaitu menilai bagaimana kemampuan nasabah dalam mencari laba.
Hal ini dapat diukur dari periode ke periode apakah akan tetap sama
atau akan semakin meningkat dengan tambahan kredit yang akan
diperoleh.
39
g. Protection
Yaitu untuk menjaga agar usaha dan jaminan mendapat perlindungan.
Perlindungan yang dimaksud adalah jaminan barang atau orang atau
jaminan asuransi.
8. Kolektabilitas Kredit
Kolektibilitas
bank
dinilai
berdasarkan
kualitas
aktiva
produktifnya, aktiva produktif adalah semua aktiva dalam rupiah dan
valuta asing yang dimiliki bank dengan maksud untuk memperoleh
penghasilan sesuai dengan fungsinya, sehingga kredit merupakan salah
satu bentuk dari aktiva produktif. Setiap fasilitas kredit mempunyai tingkat
kemungkinan realisasi pembayaran bunga dan pokok oleh debitur yang
berbeda-beda atau tingkat kolektibilitas yang berbeda-beda. Disamping
menggunakan unsur-unsur kuantitatif, penentuan kolektibilitas juga
dilakukan atas dasar pertimbangan subjektif (judgement), serta sesuai
Surat Edaran Bank Indonesia No.7/3/DPNP tanggal 31 Januari 2005
kepada semua bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional di Indonesia, maka kualitas kredit digolongkan menjadi
lancar, dalam perhatian khusus, kurang lancar, dan macet menurut kriteria
sebagai berikut:
a. Indikator hari
40
Bank menggolongkan pinjaman masuk dalam kategori aman atau
berbahaya dengan istilah collect. Berikut tabel tingkat kolektabilitas
kredit dalam indikator hari (Budisantoso dan Triandaru, 2006: 118).
Tabel 2.2 Tingkat Kolektabilitas Kredit dalam Indikator Hari
Indikator
Deskripsi
Tunggakan Hari
Collect 1
Lancar
0 – 30
Collect 2
Dalam Perhatian Khusus
Collect 3
Kurang Lancar
91 – 180 hari
Collect 4
Diragukan
181 – 360 hari
Collect 5
Macet
31 - 90 hari
> 361 hari
b. Prospek Usaha
1) Potensi pertumbuhan usaha
a) Lancar
Kegiatan usaha memiliki potensi pertumbuhan yang baik.
b) Dalam Perhatian Khusus
Kegiatan usaha memiliki potensi pertumbuhan yang terbatas.
c) Kurang Lancar
Kegiatan usaha berpotensi tumbuh sangat terbatas atau tidak
tumbuh.
d) Diragukan
Kegiatan usaha menurun.
e) Macet
41
i. Kelangsungan sangat diragukan dan sulit pulih.
ii. Kemungkinan besar terhenti.
2) Kondisi pasar dan posisi debitor dalam persaingan
a) Lancar
i. Pasar stabil dan tidak terpengaruh perekonomian.
ii. Persaingan terbatas (posisi kuat di pasar).
iii. Kapasitas optimum.
b) Dalam Perhatian Khusus
i. Posisi
di
pasar
baik
(tidak
banyak
dipengaruhi
perekonomian).
ii. Pangsa sebanding pesaing.
iii. Kapasitas hampir optimum.
c) Kurang Lancar
i. Pasar dipengaruhi perekonomian.
ii. Posisi di pasar cukup baik tapi banyak pesaing (pulih jika
punya strategi baru).
iii. Kapasitas tidak optimum.
d) Diragukan
i. Pasar sangat dipengaruhi perekonomian.
ii. Persaingan sangat ketat dan operasional bermasalah
serius.
iii. Kapasitas tidak mendukung operasional.
42
e) Macet
i. Kehilangan pasar sejalan perekonomian yang menurun.
ii. Operasional tidak berkelanjutan.
3) Kualitas manajemen dan permasalahan tenaga kerja
a) Lancar
i. Manajemen sangat baik.
ii. Tenaga
kerja
memadai
dan
belum
pernah
ada
perselisihan/pemogokan atau pernah ada tetapi ringan
dan selesai dengan baik.
b) Dalam Perhatian Khusus
i. Manajemen baik.
ii. Tenaga kerja umumnya memadai, pernah terjadi
perselisihan/pemogokan yang selesai dengan baik namun
bisa terulang.
c) Kurang Lancar
i. Manajemen cukup baik.
ii. Tenaga
kerja
berlebihan
dan
ada
perselisihan/
pemogokan dengan dampak cukup material.
d) Diragukan
i. Manajemen kurang pengalaman.
ii. Tenaga kerja berlebih cukup besar, dapat timbul
keresahan
dan
ada
perselisihan/pemogokan
berdampak cukup material.
yang
43
e) Macet
i. Manajemen sangat lemah.
ii. Tenaga kerja berlebih berjumlah besar, timbulkan
keresahan dan ada perselisihan/ pemogokan yang
berdampak material.
4) Dukungan dari grup atau afiliasi
a) Lancar
Afiliasi/grup stabil dan mendukung.
b) Dalam Perhatian Khusus
Afiliasi/grup stabil dan tidak memberatkan.
c) Kurang Lancar
Afiliasi/grup mulai memberatkan.
d) Diragukan
Afiliasi/grup berdampak memberatkan.
e) Macet
Afiliasi sangat merugikan.
5) Upaya debitor memelihara lingkungan hidup (bagi debitor berskala
besar yang berdampak penting terhadap lingkungan)
a) Lancar
Pengelolaan lingkungan hidup baik dan dampaknya minimum
sesuai syarat minimum peraturan.
b) Dalam Perhatian Khusus
44
Pengelolaan lingkungan hidup kurang baik dan belum sesuai
syarat minimum peraturan.
c) Kurang Lancar
Pengelolaan lingkungan hidup kurang baik dan belum sesuai
syarat minimum peraturan dengan penyimpangan material.
d) Diragukan
Belum mengelola lingkungan hidup atau ada upaya namun
belum sesuai peraturan dengan penyimpangan material.
e) Macet
Belum mengelola lingkungan hidup atau telah ada upaya
namun belum sesuai peraturan dan mungkin dituntut di
pengadilan.
c. Kinerja (Performance) Debitur
1) Perolehan laba
a) Lancar
Laba tinggi dan stabil.
b) Dalam Perhatian Khusus
Laba cukup baik tetapi berpotensi turun.
c) Kurang Lancar
Laba rendah.
d) Diragukan
Laba sangat kecil/negative rugi operasional dibiayai
penjualan asset.
45
e) Macet
Rugi besar tidak mampu memenuhi seluruh kewajiban dan
usaha tidak dapat dipertahankan.
2) Struktur permodalan
a) Lancar
Permodalan kuat.
b) Dalam Perhatian Khusus
Permodalan cukup dan mampu tambah modal bila perlu.
c) Kurang Lancar
Rasio utang terhadap modal cukup tinggi.
d) Diragukan
Rasio utang terhadap modal tinggi.
e) Macet
Rasio utang terhadap modal sangat tinggi.
3) Arus kas
a) Lancar
i. Likuiditas dan modal kerja kuat.
ii. Analisis arus kas menunjukkan bahwa debitur mampu
membayar pokok dan bunga tanpa sumber dana
tambahan.
b) Dalam Perhatian Khusus
i. Likuiditas dan modal kerja umumnya baik.
46
ii. Analisis arus kas: mampu membayar pokok dan bunga
tapi ada indikasi masalah, bila tidak diatasi akan
memengaruhi pembayaran.
c) Kurang Lancar
i. Likuiditas kurang dan modal kerja terbatas.
ii. Analisis arus kas menunjukkan bahwa debitur hanya
mampu membayar bunga dan sebagian pokok.
d) Diragukan
i. Likuiditas sangat rendah.
ii. Analisis arus kas menunjukkan ketidak mampuan untuk
membayar pokok dan bunga.
iii. Tambahan pinjaman untuk membayar kewajiban jatuh
tempo.
e) Macet
i. Kesulitan likuiditas.
ii. Analisis arus kas tidak mampu tutup biaya produksi.
iii. Tambahan pinjaman untuk memenuhi kewajiban jatuh
tempo secara material.
4) Sensitivitas terhadap risiko pasar
a) Lancar
Portofolio sensitive kurs valas dan bunga relatif sedikit
atau di hedging dengan baik.
b) Dalam Perhatian Khusus
47
Beberapa portofolio sensitif kurs valas dan bunga tapi
masih terkendali.
c) Kurang Lancar
Beberapa portofolio sensitif kurs valas dan bunga tapi
masih terkendali.
d) Diragukan
Kegiatan usaha terancam kurs valas dan bunga.
e) Macet
Kegiatan usaha terancam fluktuasi kurs valas dan bunga.
d. Kemampuan Membayar
1) Ketepatanpembayaran pokok dan bunga
a) Lancar
Pembayaran tepat waktu, perkembangan rekening baik dan
tidak ada tunggakan serta sesuai syarat kredit.
b) Dalam Perhatian Khusus
i. Tunggakan pokok/bunga sampai 90 hari.
ii. Jarang mengalami cerukan.
c) Kurang Lancar
i. Tunggakan pokok/bunga di atas 90 hari s.d. 120 hari.
ii. Cerukan berulang kali khususnya untuk menutupi rugi
operasional dan arus kas.
d) Diragukan
i. Tunggakan pokok/bunga diatas 120 s.d. 180 hari.
48
ii. Cerukan permanen khususnya untuk menutupi rugi dan
kekurangan arus kas.
e) Macet
Tunggakan pokok/bunga lebih dari 180 hari.
2) Ketersediaan dan keakuratan informasi keuangan debitur
a) Lancar
i. Hubungan debitor-bank baik, debitor selalu memberikan
informasi keuangan teratur dan akurat.
ii. Ada laporan keuangan terkini dan hasil analisis bank atas
laporan/ informasi keuangan dari debitur.
b) Dalam Perhatian Khusus
i. Hubungan debitur-bank cukup baik, debitur selalu
memberikan informasi keuangan teratur dan masih
akurat.
ii. Ada laporan keuangan terkini dan hasil analisis bank atas
laporan/ informasi keuangan dari debitur.
c) Kurang Lancar
Hubungan
Debitur-bank
memburuk,
dan
informasi
keuangan tidak dapat dipercaya atau tidak ada hasil analisis
bank atas laporan/ informasi keuangan dari debitur.
d) Diragukan
Hubungan debitur dan bank semakin memburuk dan
informasi keuangan tidak tersedia atau tidak dapat
49
dipercaya.
e) Macet
Hubungan debitur dan bank sangat buruk dan informasi
keuangan tidak tersedia atau tidak dapat dipercaya.
3) Kelengkapan dokumen kredit
a) Lancar
Dokumentasi kredit lengkap.
b) Dalam Perhatian Khusus
Dokumentasi kredit lengkap.
c) Kurang lancar
Dokumentasi kredit kurang lengkap.
d) Dirugakan
Dokumentasi kredit tidak lengkap.
e) Macet
Tidak ada dokumentasi kredit.
4) Kepatuhan terhadap perjanjian kredit
a) Lancar
Tidak ada pelanggaran perjanjian kredit.
b) Dalam Perhatian Khusus
Pelanggaran perjanjian kredit yang tidak prinsipil.
c) Kurang Lancar
Pelanggaran syarat pokok kredit yang cukup prinsipil.
d) Diragukan
50
Pelanggaran prinsipil terhadap syarat pokok perjanjian.
e) Macet
Pelanggaran sangat prinsipil terhadap syarat pokok
perjanjian.
5) Kesesuaian penggunaan dana
a) Lancar
i. Penggunaan dana sesuai permohonan.
ii. Jumlah dan jenisfasilitas sesuai kebutuhan.
iii. Perpanjangan kredit sesuai analisis kebutuhan debitur.
b) Dalam Perhatian Khusus
i. Penggunaan dana kurang sesuai permohonan, namun
jumlahnya tidak material.
ii. Jumlah dan fasilitas diberikan lebih dari kebutuhan,
namun jumlahnya tidak material.
iii. Perpanjangan kurang sesuai analisis kebutuhan.
c) Kurang Lancar
i. Penggunaan dana kurang sesuai permohonan dengan
jumlah cukup material.
ii. Penggunaan dana kurang sesuai permohonan dengan
jumlah cukup material.
iii. Perpanjangan
tidak
sesuai
(sembunyikan kesulitan keuangan).
d) Diragukan
analisis
kebutuhan
51
i. Penggunaan dana kurang sesuai (jumlah material).
ii. Jumlah dan fasilitas kebutuhan, jumlahnya material.
iii. Perpanjangan
tidak
sesuai
analisis
kebutuhan
(sembunyikan kesulitan keuangan), penyimpangan cukup
material.
e) Macet
i. Sebagian
besar
penggunaan
dana
tidak
sesuai
permohonan.
ii. Jumlah dan jenis fasilitas diberikan lebih besar dari
kebutuhan dengan jumlah sangat material.
iii. Perpanjangan kredit tanpa analisis kebutuhan debitur.
6) Kewajaran sumber pembayaran kewajiban
a) Lancar
i. Sumber pembayaran dapat diidentifikasi dengan jelas
dan disepakati oleh bank dan debitur.
ii. Sumber pembayaran sesuai struktur/jenis pinjaman.
iii. Skema pembayaran yang wajar (termasuk dalam
pemberian grace periode).
iv. Pendapatan valas mencukupi pengembalian kredit valas.
b) Dalam Perhatian Khusus
i. Sumber pembayaran dapat diidentifikasi dan disepakati
oleh bank dan debitur.
ii. Sumber
pembayaran
kurang
sesuai
struktur/jenis
52
pinjaman.
iii. Skema pembayaran yang cukup wajar (termasuk dalam
pemberian grace periode).
iv. Pendapatan valas kurang mencukupi pengembalian
kredit valas.
c) Kurang lancar
i. Sumber pembayaran tidak sesuai kesepakatan.
ii. Sumber
pembayaran
kurang
sesuai
struktur/jenis
pinjaman secara cukup material.
iii. Skema pembayaran yang kurang wajar dan grace period
tidak sesuai jenis kredit.
iv. Pendapatan valas tidak mencukupi pengembalian kredit
valas, secara cukup material.
d) Diragukan
i. Sumber pembayaran tidak diketahui dan sumber yang
disepakati tidak mungkin.
ii. Sumber
pembayaran
kurang
sesuai
struktur/jenis
pinjaman secara material.
iii. Skema pembayaran kurang wajar dan grace periode
tidak sesuai jenis kredit (waktu cukup panjang).
iv. Pendapatan valas tidak mencukupi pengembalian kredit
valas, secara material.
e) Macet
53
i. Tidak ada sumber pembayaran yang mungkin.
ii. Sumber pembayaran tidak sesuai struktur/jenis pinjaman.
iii. Skema pembayaran yang tidak wajar dan ada pemberian
grace periode yang tidak sesuai jenis kredit dengan
kurun waktu yang cukup panjang.
iv. Tidak ada penerimaan valas untuk pengembalian kredit
valas.
9. Risiko Kredit
Fahmi (2010: 67) mendefinisikan risiko yang mungkin ditimbulkan
dalam pemberian kredit adalah sebagai berikut:
a. Risiko moral adalah risiko yang timbul sebagai akibat pengurusan
keuangan yang kurang wajar mungkin dengan melihat kondisi moral
dari orang yang menerima kredit dan adapun hubungan dengan sikap
atau tingkah laku baik dari penerima kredit sehingga dapat
menimbulkan pelayanan yang kurang wajar.
b. Risiko usaha adalah risiko yang berkaitan erat dengan masalah modal,
dapat terjadi karena kurangnya modal usaha sehingga dapat
menimbulkan usahanya kurang lancar sebagai akibat kepengurusan
keuangan yang kurang wajar.
c. Risiko keuangan adalah risiko yang timbul sebagai akibat kurang
lancarnya kepengurusan keuangan sehingga dapat menimbulkan usaha
tidak lancar dan bisa terjadi kegiatan usahanya mengalami kerugian.
54
D. Sistem Informasi Debitur
1. Pengertian SID
Sistem
Informasi
Debitur
(SID)
adalah
sistem
yang
mempertukarkan informasi debitur dan fasilitas kredit dari bank dan
lembaga pembiayaan. SID dikelolah oleh salah satu bagian di Bank
Indonesia yaitu Biro Informasi Kredit (BIK).
Kebijakan pengembangan industri perbankan dimasa datang
diarahkan untuk mencapai suatu sistem perbankan yang sehat, kuat, dan
efisien guna menciptakan kestabilan sistem keuangan yang pada gilirannya
akan
membantu
mendorong
perekonomian
nasional
secara
berkesinambungan.
Bertitik tolak dari hal tersebut, dalam upaya mendorong
pertumbuhan ekonomi yang tinggi melalui penyaluran kredit, sejak tahun
2006 Bank Indonesia merasa perlu untuk mendukung pelaksanaan fungsi
intermediasi perbankan melalui pembentukan Biro Informasi Kredit.
Tugas utama Biro Informasi Kredit adalah menghimpun dan menyimpan
data
penyediaan
dana
atau
pembiayaan,
dan
pada
akhirnya
mendistribusikannya sebagai informasi kredit yang selanjutnya disebut
dengan Informasi Debitur Individual (IDI) Historis. IDI Historis dapat
dimanfaatkan oleh lembaga keuangan anggota Biro Informasi Kredit
(perbankan dan lembaga keuanga non bank), serta masyarakat baik
perorangan maupun badan usaha. Berikut manfaat Sistem Informasi
Debitur:
55
1) Bagi penerima kredit (Debitur)
a. Mempermudah dan mempercepat proses persetujuan kredit.
b. Terciptanya reputasi kredit yang baik yang mempermudah
debitur memperluas cakupan akses kredit dari lembaga pemberi
kredit.
c. Sebagai alat kontrol terhadap kebenaran data kredit yang
dilaporkan oleh lembaga pemberi kredit.
2) Bagi lembaga pemberi kredit (Kreditur)
a. Sebagai informasi pendukung untuk melakukan analisa kredit.
b. Mempermudah
dan
mempercepat
proses
analisa
dan
pengambilan keputusan persetujuan kredit.
c. Membantu menurunkan risiko kredit bermasalah
d. Meningkatkan efisiensi penyaluran kredit.
3) Bagi Pemerintah dan masyarakat
a. Mendorong terciptanya suatu industri perkreditan yang sehat.
b. Memperluas dan mempermudah akses pengusaha golongan
mikro, kecil dan menengah (UKM) terhadap sistem perbankan.
Bagi lembaga keuangan, IDI Historis yang diperoleh diharapkan
dapat dimanfaatkan antara lain untuk mengetahui kredibilitas (kelayakan)
calon penerima fasilitas penyediaan dana (debitur) dan untuk mengetahui
calon debitur dimaksud sedang menerima penyediaan dana dari lembaga
lain atau tidak. Informasi tesebut akan membantu lembaga keuangan
dalam:
56
a. Mempermudah analisa untuk pemberian kredit/pembiayaan, sehingga
dapat memperlancar proses penyediaan dana; dan
b. Penerapan manajemen risiko antara lain untuk menghindari kegagalan
membayar pinjaman yang telah diberikan dan mencegah penipuan.
Sistem
dipergunakan
Informasi
untuk
Debitur
menghimpun
merupakan
dan
suatu
menyimpan
sistem
data
yang
fasilitas
penyediaan dana/ pembiayaan yang disampaikan oleh seluruh anggota
Biro Informasi Kredit secara rutin setiap bulan kepada Bank Indonesia.
Data tersebut kemudian diolah untuk menghasilkan output berupa IDI
Historis. Lembaga keuangan anggota Biro Informasi Kredit selanjutnya
dapat mengakses SID selama 24 jam setiap hari untuk melihat data-data
debitur yang disajikan secara individual dengan lengkap.
Data-data debitur yang dihimpun oleh Bank Indonesia bersumber
dari laporan yang disampaikan oleh anggota Biro Informasi Kredit.
Terdapat 2 (dua) jenis kepesertaan dalam Biro Informasi Kredit,yaitu:
a. Wajib
Lembaga keuangan yang wajib menjadi anggota Biro Informasi Kredit
meliputi:
1) Bank Umum
2) Bank Perkreditan Rakyat dengan total asset Rp. 10 milyar ke atas
selama 6 (enam) bulan berturut-turut, dan
3) Penyelenggara kartu
kredit
selain
bank
yaitu
perusahaan
pembiayaan yang melakukan kegiatan usaha kartu kredit.
57
b. Sukarela
Lembaga keuangan yang dapat menjadi anggota Biro Informasi Kredit
meliputi:
1) BPR yang total asetnya belum sesuai dengan persyaratan menjadi
anggota wajib namun telah mendapat persetujuan dari Bank
Indonesia.
2) Lembaga keuangan non bank (meliputi asuransi, dana pensiun,
sekuritas, modal ventura dan perusahaan
pembiayaan), serta
badan-badan lainnya yang menyelenggarakan pengelolaan dana
masyarakat, dan
3) Koperasi simpan pinjam.
Persyaratan yang wajib dipenuhi oleh calon anggota Biro Informasi Kredit
adalah:
a. Memiliki infrastruktur yang memadai.
b. Memiliki kesesuaian struktur data dengan yang dipersyaratkan dalam
SID.
c. Memperoleh persetujuan dari Bank Indoensia, dan
d. Menandatangani perjanjian keikutsertaan dalam sistem informasi
debitur (khusus untuk lembaga keuangan non bank dan koperasi
simpan pinjam).
58
2. Proses Sistem Informasi Debitur (SID)
Gambar 2.2 Ilustrasi Proses SID
Sumber:Website BI
Keterangan:
1.a Calon Debitur mengajukan permohonan penyediaan dana atau
pembiayaan
2.a Lembaga keuangan anggota Biro Informasi Kredit melakukan
penilaian debitur salah satunya dengan mencari informasi mengenai
data fasilitas yang dimiliki oleh calon debitur yang terdapat dalam IDI
Historis (BI Cheking)
3.a Hasil permintaan IDI berupa IDI historis yang berisi data fasilitas
yang dimiliki oleh calon debitur
4.a/5.a Apabila permohonan penyediaan dana/pembiayaan disetujui,
lembaga keuangan melaporkan pemberian fasilitas penyediaan dana/
pembiayaan kepada Bank Indonesia.
59
3. Permintaan IDI Historis
Masyarakat dapat memperoleh IDI Historis atas nama dirinya
sendiri melalui lembaga keuangan anggota Biro Informasi Kredit yang
memberikan
fasilitas
penyediaan
dana
atau
pembiayaan
kepada
masyarakat tersebut. Selain itu, permintaan IDI historis juga dapat
disampaikan kepada Bank Indonesia dengan cara mengunjungi gerai info
Bank Indonesia atau kantor Bank Indonesia setempat. Permintaan juga
dapat disampaikan secara online melalui website Bank Indonesia dengan
melengkapi formulir yang telah disediakan, setelah mendapat jawaban
melalui email, hasil cetakannya dapat diambil di gerai info Bank Indonesia
atau kantor Bank Indonesia setempat.
Masyarakat baik perorangan maupun badan usaha dapat meminta
IDI historis atas nama dirinya sendiri dengan syarat-syarat sebagai berikut
(melalui Bank Indonesia) :
a. Bagi perorangan
Menyerahkan fotokopi identitas diri dengan menunjukkan indentitas
diri asli antara lain Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau Kartu Izin
Tinggal Sementara (KITAS).
b. Bagi badan usaha
1) Menyerakan fotokopi identitas badan usaha (akta pendirian
perusahaan dan perubahan anggaran dasar terakhir yang memuat
susunan dan kewenangan pengurus) dan fotokopi identitas diri
(KTP atau KITAS) dari pengurus yang mengajukan permintaan
60
IDI Historis, dengan menunjukkan identitas asli badan usaha
dimaksud atau fotokopi identitas badan usaha yang telah
dilegalisir, dan identitas asli diri dari pengurus yang mengajukan
permintaan IDI historis.
2) Permintaan IDI historis atas nama perusahaan dapat dikuasakan
kepada pejabat atau pegawai perusahaan. Penerima kuasa
menyerahkan surat kuasa asli, fotokopi identitas badan usaha dan
identitas diri pemberi kuasa dan penerima kuasa, dengan
menunjukkan identitas asli badan usaha dimaksud atau fotokopi
identitas badan usaha yang telah dilegalisir, serta identitas diri asli
dari pemberi kuasa dan penerima kuasa.
3) Dalam hal terdapat perbedaan antara susunan pengurus yang
berwenang sesuai anggaran dasar perusahaan dengan data yang
terdapat dalam SID, maka permintaan IDI Historis tidak dapat
dipenuhi. Berikut proses permintaan IDI Historis melalui beberapa
subyek ;
61
Gambar 2.3 Proses Permintaan IDI Historis
Sumber:Website BI
Keterangan:
a. Permintaan IDI historis melalui lembaga keuangan:
1.a Masyarakat mengajukan permohonan untuk melihat data IDI
historis kepada lembaga keuangan, tempat debitur tersebut
mengajukan permohonan penyediaan dana/pembiayaan.
2.a Lembaga keuangan anggota Biro Informasi Kredit mencari
informasi mengenai data fasilitas (BI Cheking).
3.a Hasil permintaan IDI berupa IDI historis yang berisi data fasilitas
yang dimiliki oleh masyarakat tersebut.
4.a Lembaga keuangan memberikan IDI Historis dalam bentuk
hardcopy kepada masyarakat yang meminta.
b. Permintaan IDI Historis melalui Gerai Info
62
1.b Masyarakat mengajukan permohonan untuk melihat data IDI
historis kepada BI melalui gerai info
2.b Petugas gerai info melakukan BI Cheking
3.b Hasil permintaan IDI berupa IDI Historis yang berisi data fasilitas
yang dimiliki oleh masyarakat tersebut
4.b Petugas gerai info memberikan IDI Historis dalam bentuk hard
copy kepada masyarakat yang meminta
c. Permintaan IDI Historis secara online
1.c Masyarakat mengajukan permohonan untuk melihat data IDI
Historis dengan mengisi formulir dalam website BI (secara
online). BI akan melakukan pengecekan data debitur. Apabila
yang diisi tidak ada yang cocok dengan data yang dilaporkan
lembaga keuangan, maka BI akan mengirimkan jawaban kepada
pemohon melalui email bahwa data yang bersangkutan tidak ada.
Apabila data yang diisi sesuai dengan data yang dilaporkan
lembaga keuangan, maka BI akan mengirimkan jawaban kepada
pemohon melalui email bahwa data yang bersangkutan ada dan
dapat diambil di gerai info Bank Indonesia pada hari dan jam
tertentu dengan membawa persyaratan yang diperlukan.
Download