8 BAB II TINJAUAN PUSTIDAKA A. Definisi Bank 1. Pengertian Bank Secara umum yang dimaksud dengan lembaga keuangan menurut Kasmir (2004:25) adalah setiap perusahaan yang bergerak dibidang keuangan, menghimpun dana, dan menyalurkannya. Artinya, kegiatan yang dilakukan oleh lembaga tersebut selalu berkaitan dengan masalah transaksi keuangan. Lembaga keuangan (financial Institution) merupakan suatu badan usaha yang aset utamanya berupa uang (financial assets) maupun tagihantagihan (claims) yang dapat berupa saham (stocks), obligasi (bonds), pinjaman (loands) berupa aktiva riil misalnya bangunan, perlengkapan (equipment) dan bahan baku ( Rose&Frasser dalam Martono, 2002: 2). Menurut UU RI No. 10/1998 tanggal 10 November 1998 tentang Perbankan, yang dimaksud dengan Bank ialah “badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentukbentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup orang banyak.‘’ Sesuai UU No. 10/1998 Bank Umum merupakan bank yang melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional atau berdasarkan 8 9 prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam aktivitas pembayarannya. Bank Konvensional yaitu bank yang aktivitasnya, baik dari penghimpunan dana maupun dalam rangka penyaluran dananya, memberikan dan mengenakan imbalan berupa bunga atau sejumlah imbalan dalam presentase tertentu dari dana untuk suatu periode tertentu. Presentase tertentu ini biasanya ditetapkan per tahun (Budisantoso dan Triandaru, 2006: 153). Keuntungan dari bisnis perbankan yang berdasarkan prinsip konvensional diperoleh dari selisih Bunga simpanan yang diberikan kepada penyimpanan dengan Bunga pinjaman atau kredit yang disalurkan. Keuntungan dari selisih bunga di bank dikenal dengan istilah spread based. Apabila suatu bank mengalami kerugian dan selisih bunga, dimana suku bunga simpanan lebih besar dari suku kredit, maka dikenal dengan istilah negative spread. Bank yang berdasarkan prinsip syariah tidak dikenal dengan istilah bunga dalam memberikan jasanya kepada penyimpan maupun peminjam, jasa yang diberikan bank syariah sesuai dengan prinsip syariah harus berdasarkan prinsip hukum Islam. Secara konsep, bank syariah adalah bank yang beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip syariah Islam, yaitu mengedepankan keadilan, kemitraan, keterbukaan, dan universalitas untuk seluruh kalangan (Al Arif, 2010: 2). 10 Pengertian bank syariah dikenal dengan bank Islam menurut Karim (2004: 1) adalah bank yang melaksanakan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip Islam, yaitu aturan perjanjian (akad) antar bank dengan pihak lain (nasabah) berdasakarkan hukum Islam. Sehingga perbedaan antara bank Islam (syariah) dengan bank konvensional terletak pada prinsip operasionalnya yang tidak menggunakan bunga, akan tetapi prinsip dasar operasionalnya dengan sistem bagi hasil, jual beli dan prinsip lain karena Bunga dilarang atau diharamkan didalam hukum Islam. 2. Fungsi Perbankan Menurut Budisantoso dan Triandaru (2006:9) secara lebih spesifik bank dapat berfungsi sebagai agent of trust, agent of development, dan agent of services. a. Agent of Trust Dasar utama kegiatan perbankan adalah kepercayaan (trust), baik dalam hal menghimpun dana maupun penyaluran dana. Masyarakat bersedia menitipkan simpanan uangnya di bank apabila dilandasi unsur kepercayaan kedua belah pihak. b. Agent of Development Kegiatan perekonomian masyarakat disektor moneter dan disektor riil tidak dapat dipisahkan. Kedua sektor tersebut selalu berinteraksi dan saling mempengaruhi. Sektor riil tidak akan dapat berkinerja dengan baik apabila sektor moneter tidak berkerja dengan 11 baik. Kegiatan bank berupa penghimpunan dan penyaluran dana sangat diperlukan bagi kelancaran sektor riil. Kegiatan bank tersebut memungkinkan masyarakat melakukan kegiatan investasi, distribusi, serta konsumsi barang dan jasa, mengingat bahwa kegiatan investasidistribusi-konsumsi tidak dapat terlepas dari penggunaan uang. c. Agent of Services Disamping melakukan kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana, bank juga memberikan penawaran jasa perbankan yang lain kepada masyarakat. Jasa yang ditawarkan antara lain dapat berupa jasa pengiriman uang, penitipan barang berharga, pemberian jaminan bank, dan penyelesaian tagihan. 3. Fungsi Perbankan Syariah Menurut Soemitra (2009: 18) fungsi perbankan syariah sebagai sistem keuangan ada lima yaitu: a. Sebagai tempat menghimpun dana dari masyarakat atau dunia usaha dalam bentuk tabungan (mudharabah), dan giro (wadhiah), serta menyalurkannya kepada yang membutuhkannya. b. Sebagai tempat investasi bagi dunia usaha baik modal maupun rekening investasi dengan menggunakan alat-alat investasi yang sesuai dengan syariah. Seperti Al-Murabahah (pembiayaan jual beli barang), Al-Mudharabbah (pembiayaan bagi hasil), (pembiayaan penyertaan modal), dan Al-Ijarah. Al-Musyarakah 12 c. Menawarkan berbagai jenis jasa keuangan berdasarkan upah dalam sebuah kontrak perwakilan atau penyewaan seperti garansi, transfer, L/C (Letter of Credit). d. Memberikan jasa sosial seperti pinjaman kebajikan, zakat, dan dana sosial lainnya yang sesuai dengan ajaran Islam. e. Memfasilitasi perdagangan, melindungi nilai, difersifikasi, dan penggabungan risiko. Karakteristik kelima dari sistem keuangan yang berfungsi dengan baik adalah kemampuan mendifersifikasikan risiko dengan baik. 4. Dasar Hukum Perbankan Syariah Bank syariah muncul di Indonesia dikarenakan oleh dorongan dan keinginan masyarakat Indonesia terutama yang beragama Islam dan berpandangan bahwa bunga dalam bank merupakan riba, sehingga dilarang oleh agama Islam. Di dalam hukum Islam di jelaskan pada AlQuran sebagai berikut: a. Q.S Al Baqarah Ayat 275 “Orang-orang yang memakan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Barang siapa yang mendapat peringatan dari Tuhan-Nya lalu ia berhenti, maka apa yang telah diperolehnya dahulu 13 menjadi milik-nya dan urusannya kepada Allah. Barang siapa yang mengulangi, maka mereka itu penghuni neraka, mereka kekal didalamnya” (Q.S Al Baqarah; Ayat 275). b. Q.S Ar Rum Ayat 39 “Dan suatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar harta manusia bertambah, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya)” (Q.S Ar Rum; Ayat 39). Prinsip perbankan ini dinyatakan secara tegas dalam UU No. 10/1998, yang kemudian diperbarui dengan UU No. 3/2004. Dengan demikian lembaga keuangan perbankan yang menggunakan prinsip syariah dimulai pada tahun 1992, kemudian diawali dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia (BMI) sebagai bank yang menggunakan prinsip syariah pertama kali di Indonesia. Beberapa peraturan bank Indonesia mengenai perbankan syariah sebagai berikut: 1) PBI No. 9/19/PBI/2007 tentang pelaksanaan prinsip syariah dalam kegiatan penghimpunan dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa bank syariah. 14 2) PBI No. 7/35/PBI/2005 tentang perubahan atas peraturan bank Indonesia No. 6/24/PBI/2004 tentang bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. 3) PBI No. 6/24/PBI/2004 tentang bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. 5. Lembaga Pembiayaan Syariah Bank syariah akan membiayai kebutuhan nasabahnya, apabila nasabah menginginkan pembelian, maka bank akan membiayai pembelian tersebut. Antar bank dan nasabah akan melakukan transaksi dengan akad jual beli dimana bank bertindak sebagai penjual dan nasabah bertindak sebagai pembeli yang akan membayarkannya secara angsuran. Menurut Yaya et al. (2005: 15) pinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antar bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan pembiayaan usaha, kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil, pembiayaan berdasarkan penyertaan modal atau prinsip jual beli dengan memperoleh keuntungan, pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan, atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank ke pihak lain. Pembiayaan atau finanching menurut Muhammad (2004: 21) yaitu pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak kepihak lain untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun 15 lembaga. Dengan demikian, pembiayaan adalah pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan. Menurut Sudarsono (2005: 103), pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak lain untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu yang telah ditentukan dengan imbalan atau bagi hasil. Alokasi dana (pembiayaan) mempunyai beberapa tujuan (Muhammad, 2004:28) yaitu: a. Mencapai tingkat profitabilitas yang cukup dan tigkat risiko yang rendah. b. Mempertahankan kepercayaan masyarakat dengan menjaga agar posisi likuiditas tetap aman. 6. Operasional Bank Syariah Operasional bank syariah baik dalam menghimpun dana maupun menyalurkan dana menggunakan prinsip syariah. Adanya ketentuan akad dalam menghimpun dana dan penyaluran dana tersebut maka bank syariah akan memberikan manfaat kepada semua pihak yang berkepentingan terutama dalam mewujudkan pengelolaan bank syariah yang sehat. Gambar operasional bank syariah menurut Yaya et al. (2009:80) sebagai berikut: 16 4. Menyalurkan pendapatan 3. Menerima pendapatan Bagi hasil, margin, fee • Nasabah mitra, 2. Penyaluran pengelola 1. Penghimpun dana Sebagai investasi, dana pengelola pembeli, dana/penerima penyewa dana titipan • Instrumen penyalura n dana Jasa lain yang 5. Penyedia administrasi dibolehka jasa tabungan, Sebagai pemilik ATM, dana/penjual/ transger, pemberi sewa kliring, letter of credit, bank Sumber:Yaya, Rizal, dkk. 2009. Akuntansi Perbankan Syariah Teori garansi, dan Praktik Sebagai penyedia Kontemporer.Jakarta: Salemba Empat transaksi Nasabah pemilik dan penitip dana BANK SYARIAH Gambar 2.1 Operasional Bank Syariah Sumber: Yaya,Rizal, et al.2009. Akuntansi Perbankan Syariah Teori dan Praktik Kontemporer. Jakarta: Salemba Empat Keterangan: 1. Sistem bank syariah dimulai dari kegiatan penghimpunan dana dari masyarakat. Penghimpunan dana dapat dilakukan dengan skema investasi maupun skema titipan. Dalam penghimpunan dana dengan skema tersebut dari nasabah pemilik dana, bank syariah berperan sebagai pengelola dana atau disebut mudharib. Adapun pada 17 penghimpunan dana dengan skema penitipan, bank syariah berperan sebagai penerima titipan. 2. Dana yang diterima oleh bank syariah selanjutnya disalurkan kepada berbagai pihak, antara lain mitra investasi, pengelola investasi, pembelian barang dan penyewaan barang atau jasa yang disediakan oleh pihak bank syariah. Pada saat dana yang disalurkan dalam bentuk investasi, bank syariah berperan sebagai pemilik dana, pada saat disalurkan dalam kegiatan jual beli, bank syariah berperan sebagai penjual dan pada saat disalurkan dalam pengelolaan objek sewa berperan sebagai pemberi sewa. 3. Dari penyalur dana berbagai pihak, bank syariah selanjutnya menerima pendapatan berupa bagi hasil dari investasi, margin dari jual beli dan fee dari sewa dan berbagai jenis pendapatan yang diperoleh dari instrumen penyaluran dana lain yang di izinkan. 4. Pendapatan yang diterima dari kegiatan penyaluran dana selanjutnya dibagikan kepada nasabah pemilik dana bersifat penitip dana. Penyaluran dana kepada pemilik bersifat wajib sesuai porsi bagi hasil yang disepakati. Adapun penyaluran dana kepada nasabah penitip dana bersifat sukarela tanpa ditetapkan dimuka sebelumnya dan sering disebut dengan istilah bonus. 5. Selain melaksanakan aktivitas penghimpunan dan penyaluran dana, bank syariah dalam sistem operasionalnya juga memberikan layanan 18 jasa keuangan seperti jasa ATM, transfer, letter of credit, bank garansi lain sebagainya. Dengan demikian sistem operasional bank syariah dapat disimpulkan terdiri atas sistem penghimpunan, sistem penyaluran dana yang dihimpun, dan sistem penyediaan jasa keuangan. Jika dibandingkan antara sistem bank syariah dengan bank konvensional, perbedaannya terletak pada mekanisme perolehan keuntungan pada pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana bank. Mekanisme pemerolehan pendapatan pada bank konvensional menggunakan sistem bunga, yaitu sistem yang menjanjikan pihak penyimpan uang atau menyalurkan dananya dengan presentase tertentu. Berbeda dengan bank konvensional, mekanisme pemerolehan keuntungan nasabah penabung dan penghimpun dana bank syariah terkait erat dengan hasil pemerolehan pendapatan pada kegiatan penyaluran oleh bank syariah. Hal ini disebabkan karena bank syariah menggunakan prinsip penghimpunan yang berbeda dengan konvensional, demikian juga halnya, dengan pemerolehan pendapatan bank dari kegiatan penyaluran dana kepada nasabah yang dibiayai. 7. Perbedaan Bank Konvensional dengan Bank Syariah Perbedaan bank konvensional dan bank Sholahuddin dan Hakim (2008: 76) sebagai berikut: syariah menurut 19 Tabel 2.1 Perbedaan Bank Konvensional dengan Bank Syariah Bank Konvensional Bank Syariah 1. Invenstasi yang halal dan haram 1. Melakukan investasi yang halal 2. Memakai perangkat bunga 2. Berdasarkan pada prinsip bagi hasil, jual-beli atau sewa 3. Profit oriented 4. Hubungan 3. Profit dan falah oriented dengan nasabah 4. Hubungan dalam bentuk hubungan debitur- dengan nasabah dalam bentuk kemitraan debitur 5. Tidak terdapat dewan sejenis 5. Penghimpun dan penyalur dana harus disesuaikan dengan fatwa Dewan Pengawas Syariah (DPS) Hubungan kreditur-kreditur dimana Hubungan investor-investor (mutual kreditur (termasuk pengertian investment relationship) yang deposan) telah ditetapkan besarnya berlandaskan kepada prinsip bagi pendapatan yang menjadi haknya hasil (profit dalam bentuk bunga (interest atau transaksi and loss sharing) perdagangan, dan riba), demikian juga sebaliknya pelayanan transaksi lainnya. terhadap debitur Semata-mata berorientasi kepada Tunduk kepada syariat Islam yang rate of return dan kelayakan arus melarang investasi pada bisnis yang kas. Jika ada pembatasan, terutama diharamkan dan harus berlandaskan dikarenakan nilai-nilai etika yang kepada keadilan, produktivitas, dan dapat berubah sesuai nilai yang kemanfaatan bagi umat manusia. dianut pada masyarakat. Terbatas hanya kepada mekanisme Lebih variatif dan luas, meliputi pinjam-meminjam instrument bunga dengan sistem atau bagi hasil, investment riba. banking, jual-beli, sewa (leasing), Beberapa transaksi financial lainnya anjak piutang, novasi dan jasa adalah derifatif (option&exchange) lainnya yang tidak bertentangan 20 Bank Konvensional Bank Syariah dan investasi pada instrument surat dengan syariat Islam. berharga dan saham. Akuntansi dan penyajian laporan Akuntansi dan penyajian laporan keuangan berorientasi kepada keuangan berorientasi kepentingan para pemegang saham, pertanggungjawaban dan tidak dikenal pertanggungjawaban keadilan sosial konsep sosial, kepada bisnis berlandaskan dan aspek dan transparansi, akuntanbilitas kepada seluruh stidake holders, dan keadilan. Sistem pencatatan dan pelaporan mengacu pada standar akuntansi sesuai dengan prinsip syariah, di antaranya adalah PSAK No. 59 dan PAPSI 2003 DAN AAOIFI. B. Definisi Bank Perkreditan Rakyat Syariah 1. Pengertian Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPR-Syariah) adalah salah satu lembaga keuangan perbankan syariah, yang pola operasionalnya mengikuti prinsip-prinsip syariah ataupun muamalah Islam (Martono, 2002: 108). BPRS berdiri berdasarkan UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan peraturan Pemerintah (PP) No. 72 Tahun 1992 tentang Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil. Pada pasal 1 ayat 1 butir 4 UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, disebutkan bahwa BPRS adalah bank yang melaksanakan 21 kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. BPR yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah selanjutnya diatur menurut surat keputusan direktur Bank Indonesia no. 31/36/KEP/1999 tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Perkreditan Rakyat berdasarkan prinsip syariah. Dalam hal ini, secara teknis BPR Syariah bisa diartikan sebagai lembaga keuangan sebagaimana BPR konvensional, yang operasinya menggunakan prinsip-prinsip syariah terutama bagi hasil. 2. Sejarah Berdirinya BPR Syariah Istilah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dikenalkan pertama kali oleh Bank Rakyat Indonesia (BRI) pada akhir tahun 1977, ketika BRI mulai menjalankan tugasnya sebagai bank Pembina lumbung desa, bank pasar, bank desa, bank pegawai, dan bank-bank sejenis lainnya. Pada masa pembinaan yang dilakukan oleh BRI, seluruh bank tersebut diberi nama Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Status hukum Bank Perkreditan Rakyat (BPR) pertama kali diakui dalam pakto tanggal 22 Oktober 1988, sebagai bagian dari Paket Kebijakan Keuangan, Moneter, dan Perbankan. Secara historis, BPR adalah penjelmaan dari beberapa lembaga keuangan, seperti Bank Desa, Lumbung Desa, Bank Pasar, Bank Pegawai Lumbung Pilih Negri (LPN), Lembaga Perkreditan Desa (LPD), Badan Kredit Desa (BKD), Badan Kredit Kecamatan (BKK), Kredit Usaha Rakyat Kecil (KURK), Lembaga 22 Perkreditan Kecamatan (LPK), Bank Karya Desa (BKPD) dan atau lembaga lainnya yang dapat disamakan dengan itu. Sejak dikeluarkannya UU No. 7 Tahun 1992 tentang Pokok Perbankan, keberadaan lembagalembaga keuangan tersebut status hukumnya diperjelas melalui izin dari Menteri Keuangan. Dalam perkembangan selanjutnya perkembangan BPR yang tumbuh semakin banyak dengan menggunakan prosedur-prosedur hukum Islam sebagai dasar pelaksanaannya serta diberi nama BPR Syariah. Latar belakang didirikannya BPR Syariah adalah sebagai langkah aktif dalam rangka restrukturasi perekonomian Indonesia yang dituangkan dalam berbagai paket kebijakan keuangan, moneter, dan perbankan secara umum. Keberadaan BPRS secara khusus dijabarkan dalam bentuk SK Direksi BI No. 32/34/Kep/Dir, tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Umum berdasarkan Prinsip Syariah dan SK Direksi BI No. 32/36/Kep/Dir, tertanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Perkreditan Rakyat berdasarkan prinsip Syariah. 3. Tujuan Didirikan BPR Syariah Terdapat beberapa tujuan yang dikehendaki dari berdirinya Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS). Di bawah ini disampaikan tujuantujuan tersebut yakni (Sudarsono, 2005: 85) ; a. Meningkatkan kesejahteraan ekonomi umat Islam terutama kelompok masyarakat ekonomi lemah yang pada umumnya berada di daerah 23 pedesaan. Sasaran utama dari BPRS adalah umat Islam yang berada di pedesaan dan di tingkat kecamatan. Masyarakat yang berada di kawasan tersebut pada umumnya termasuk pada masyarakat golongan ekonomi lemah. b. Menambah lapangan kerja terutama di tingkat kecamatan, sehingga dapat mengurangi arus urbanisasi. Kehadiran BPRS di kecamatankecamatan ikut memberikan kesempatan kerja bagi masyarakat yang memiliki potensi perbankan, baik dalam permodalan maupun dalam hal tenaga ahli. Sehingga semakin banyaknya BPRS di kecamatankecamatan maka akan semakin banyak pula tenaga yang terserap di sektor perbankan. Selain itu, pembiayaan-pembiayaan yang disalurkan BPRS bagi masyarakat membuka peluang usaha dan kerja yang semakin luas, maka pada gilirannya kehadiran BPRS akan menjadi penghambat bagi lajunya urbanisasi. c. Membina ukhuwah Islamiyah melalui kegiatan ekonomi dalam rangka peningkatan pendapatan per kapita menuju kualitas hidup yang memadai. Hal ini mengandung makna bahwa dalam BPRS ditumbuhkan nilai ta’awun (saling membantu) antara pemilik modal dengan pengelola dana. Dengan nilai ta’awun inilah akan tumbuh kebersamaan antara bank dan nasabah yang merupakan factor terpenting dalam mewujudkan ukhuwah Islamiyah. Melalui kebersamaan tersebut usaha-usaha yang dilakukan masyarakat dengan modal yang diberikan oleh BPRS bisa meningkatkan pendapatan 24 masyarakat, maka pada tingkat yang lebih tinggi akan pula meningkatkan per kapita baik lokal maupun nasional. 4. Kegiatan Usaha Bank Syariah Sebagai lembaga keuangan syariah pada dasarnya Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) dapat memberikan jasa-jasa keuangan yang serupa dengan bank-bank umum syariah. Namun, sesuai UU Perbankan No. 10 tahun 1998. Menurut Soemitra (2009: 72) kegiatan usaha BPR Syariah hanya dapat melaksanakan usaha-usaha sebagai berikut: a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka berdasarkan prinsip mudharabah, tabungan berdasarkan prinsip wadiah atau mudharabah, dan bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. b. Melakukan penyaluran dana melalui transaksi jual beli berdasarkan prinsip mudharabah, istisna, ijarah, salam, dan jual beli lainnya. c. Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prinsip syariah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. d. Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito berjangka, sertifikat deposito, dan atau tabungan pada bank lain. 25 5. Perbedaan Bank Syariah dan BPR Syariah Berdasarkan Perwataatmaja dalam buku Sholahuddin (2008: 111) perbedaan bank syariah dan BPR Syariah, diantaranya adalah: a. Kegiatan usaha yang diperbolehkan oleh BPRS sangat terbatas jika dibandingkan dengan bank umum syariah, yaitu meliputi penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan dan bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu, memberikan pembiayaan serta menempatkan dana dalam bentuk Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI), deposito berjangka, sertifikat deposito dan tabungan pada bank lain. BPR tidak diperkenankan untuk menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran serta melakukan kegiatan usaha selain yang diperkenankan. Selain itu BPRS tidak diperkenankan untuk melakukan kegiatan usaha yang berbentuk valuta asing kecuali digunakan sebagai pedagang valuta asing (dengan seizin Bank Indonesia), melakukan berbagai penyertaan modal, dan melakukan usaha perasuransian. b. Kantor operasional BPRS dibatasi dalam 1 (satu) wilayah propinsi, sedangkan Bank Umum Syariah wilayah kantor operasionalnya dapat dilakukan di seluruh dunia. BPR merupakan lembaga intermediasi yang sesuai dengan UU Perbankan. 26 c. BPRS berlokasi di tempat sekitar UKM dan masyarakat pedesaan, serta memfokuskan pada pelayanannya yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat. d. BPRS memiliki karakteristik operasional yang spesifik yang memungkinkan BPRS dapat menjangkau dan melayani UMK dan masyarakat pedesaan. C. Manajemen Kredit 1. Pengertian Kredit Menurut Undang-undang No. 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah menjadi Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, disebutkan bahwa: “Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat disamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak pinjaman untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan”. Pengertian kredit menurut Suyatno, dkk (1995: 12) adalah suatu penyertaan uang atau tagihan atau dapat juga barang yang menimbulkan tagihan tersebut pada pihak lain, atau memberi pinjaman pada orang lain dengan harapan akan memperoleh suatu tambahan nilai dari pokok pinjaman tersebut yaitu berupa bunga sebagai pendapatan bagi pihak yang bersangkutan. 27 Menurut Muljono (1993: 58) pengertian kredit adalah kemampuan untuk menjalankan pembelian atau melaksanakan suatu pinjaman dengan perjanjian untuk membayar di waktu yang telah ditentukan. Sedangkan menurut Supramono (2010: 126) menjelaskan bahwa dalam intisari dari arti kredit sebenarnya adalah kepercayaan, suatu unsur yang dipegang sebagai falsafah perkreditan dalam arti yang sebenarnya sebagaimana bentuk macam dari mana asalnya serta kepada apapun yang diberikannya. Berdasarkan beberapa pengertian yang telah dipaparkan dapat disimpulkan bahwa kredit adalah pemberian uang atau barang kepada pihak lain yang didasarkan atas kepercayaan disertai dengan balas jasa dan jangka waktu tertentu. 2. Fungsi Kredit Kredit memiliki suatu fungsi yang sangat luas. Menurut Kasmir (2002: 106), fungsi kredit yang secara luas tersebut antara lain: a. Untuk meningkatkan daya guna uang, maksudnya jika uang hanya disimpan saja tidak akan menghasilkan sesuatu yang berguna. Dengan diberikannya kredit, uang tersebut menjadi berguna untuk menghasilkan barang atau jasa oleh si penerima kredit. b. Untuk meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang, dalam hal ini uang yang diberikan atau disalurkan akan beredar dari satu wilayah ke wilayah lainnya. Sehingga, suatu daerah yang kekurangan uang dengan memperoleh tambahan uang dari lainnya. 28 c. Uang meningkatkan daya guna barang, kredit yang diberikan oleh bank akan dapat digunakan oleh debitur untuk mengelola barang yang tidak berguna menjadi barang yang berguna dan bermanfaat. d. Meningkatkan peredaran barang, kredit dapat pula menambah atau memperlancar arus barang dari satu wilayah ke wilayah lainnya, sehingga barang yang beredar dari satu wilayah ke wilayah lainnya bertambah atau kredit dapat pula meningkatkan jumlah yang beredar. e. Sebagai alat stabilitas ekonomi, dengan memberikan kredit dapat dikatidakan sebagai stabilitas ekonomi karena dengan adanya kredit yang diberikan akan menambah jumlah barang yang diperlukan oleh masyarakat. f. Untuk meningkatkan kegairahan berwirausaha, bagi si penerima kredit tentu akan dapat meningkatkan kegairahan berwirausaha, apalagi bagi nasabah yang kekurangan modal. g. Untuk meningkatkan pemerataan pendapatan, semakin banyak kredit yang disalurkan maka akan semakin baik, dalam hal meningkatkan pendapatan. h. Untuk meningkatkan hubungan internasional, dalam hal pinjaman internasional akan dapat meningkatkan saling membutuhkan antara si penerima kredit dengan si pemberi kredit. Pemberi kredit oleh Negara lain akan meningkatkan kerjasama di bidang lainnya. 29 3. Tujuan Kredit Pemberian suatu fasilitas kredit mempunyai tujuan tertentu. Menurut Kasmir (2002: 105) ada beberapa tujuan umum pemberian kredit antara lain: a. Mencari keuntungan, yaitu bertujuan untuk memperoleh hasil dari pemberian kredit tersebut. Hasil tersebut terutama dalam bentuk bunga yang diterima oleh bank sebagai balas jasa biaya administrasi kerdit yang dibebankan kepada nasabah. b. Membantu usaha nasabah. Tujuan lainnya adalah untuk membantu usaha nasabah yang memerlukan dana, baik dana investasi maupun dana untuk modal kerja. Dengan dana tersebut, maka pihak debitur akan dapat mengembangkan dan memperluas usahanya. c. Membantu pemerintah, bagi pemerintah semakin banyak kredit yang disalurkan oleh pihak perbankan, maka semakin baik, mengingat semakin banyak kredit berarti adanya peningkatan pembangunan diberbagai sektor. Keuntungan bagi pemerintah dengan menyebarkan pemberian kredit adalah: 1) Penerimaan pajak, dari keuntungan yang diperoleh nasabah dan bank. 2) Membuka kesempatan kerja, dalam hal ini untuk kredit pembangunan usaha baru atau perluasan usaha akan membutuhkan tenaga kerja baru sehingga dapat menyedot tenaga kerja yang masih menganggur. 30 3) Meningkatkan jumlah barang dan jasa. 4) Menghemat devisa Negara, terutama untuk produk-produk yang sebelumnya diimpor dan apabila sudah dapat diproduksi di dalam negeri dengan fasilitas kredit yang ada jelas dan dapat menghemat devisa Negara. 4. Unsur-unsur Kredit Kredit yang diberikan oleh suatu lembaga kredit didasarkan atas kepercayaan, sehingga dengan demikian pemberian kredit merupakan pemberian kepercayaan. Pada proses persetujuan kredit, bank yang berkedudukan sebagai pemberi pinjaman harus memiliki keyakinan dan kepercayaan bahwa si penerima kredit dapat melunasi pinjamannya sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati. Dengan demikian bahwa unsurunsur dalam kredit adalah (Suyatno, dkk, 1995: 14) sebagai berikut: a. Kepercayaan, yaitu keyakinan dari si pemberi kredit bahwa prestasi yang diberikannya baik dalam bentuk uang, barang atau jasa akan benar-benar diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu dimasa yang akan datang. b. Waktu, yaitu suatu masa yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterimanya pada masa yang akan datang. Dalam unsur waktu ini, terkandung pengertian nilai agio dari uang yaitu uang yang ada sekarang lebih tinggi nilainya dari uang yang akan diterima pada masa yang akan datang. 31 c. Degree of risk, yaitu suatu tingkat risikoyang akan dihadapi sebagai akibat dari adanya jangka waktu yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima dikemudian hari. Semakin lama kredit yang diberikan semakin tinggi pula tingkat risikonya, karena sejauh kemampuan manusia yang menerobos baru kedepan, maka masih selalu terdapat unsur ketidak tentuan yang tidak dapat diperhitungkan. Inilah yang menyebabkan timbulnya unsur risiko, dengan adanya unsur risiko demikian maka timbulah jaminan dalam pemberian kredit. d. Prestasi, objek kredit tidak saja diberikan dalam bentuk uang, tetapi juga dapat bentuk barang atau jasa. Namun karena kehidupan yang modern saat ini didasarkan kepada uang, maka transaksi-transaksi kredit yang menyangkut uanglah yang sering dijumpai dalam praktek prekreditan. 5. Jenis-jenis Kredit Kredit yang diberikan bank umum dan bank perkreditan rakyat untuk masyarakat terdiri dari berbagai jenis, (Kasmir, 2008: 90) antara lain: a. Dilihat dari segi kegunaannya 1) Kredit investasi 32 Kredit investasi biasanya digunakan untuk keperluan perluasan usaha atau membangun proyek atau pabrik baru atau untuk keperluan rehabilitasi. 2) Kredit modal kerja Kredit ini digunakan untuk keperluan meningkatkan produksi dalam operasionalnya. b. Dilihat dari segi tujuan kredit 1) Kredit produktif Kredit yang digunakan untuk peningkatan usaha atau produksi atau investasi. Kredit ini diberikan untuk menghasilkan barang atau jasa. 2) Kredit konsumtif Kredit yang digunakan untuk dikonsumsi secara pribadi, dalam kredit ini tidak ada pertambahan barang atau jasa yang dihasilkan, karena memang untuk digunakan oleh seseorang atau badan usaha. 3) Kredit perdagangan Kredit yang digunakan untuk perdagangan, biasanya untuk membeli barang dagangan yang pembayarannya diharapkan dari hasil penjualan barang dagangan tersebut. Kredit ini sering kali diberikan kepada agen-agen (supplier) perdagangan yang akan membeli barang dalam jumlah besar. c. Dilihat dari segi jangka waktu 1) Kredit jangka pendek 33 Merupakan kredit yang memiliki jangka waktu kurang dari 1 tahun atau paling lama 1 tahun dan biasanya digunakan untuk keperluan modal kerja. 2) Kredit jangka menengah Jangka waktu kreditnya berkisar 1 tahun sampai dengan 3 tahun, biasanya untuk investasi. 3) Kredit jangka panjang Merupakan kredit yang masa pengembaliannya paling panjang, yakni di atas 3 tahun atau 5 tahun, biasanya kredit ini untuk investasi jangka panjang. d. Dilihat dari segi jaminan 1) Kredit dengan jaminan Kredit yang diberikan dengan suatu jaminan, jaminan tersebut dapat berbentuk barang berwujud atau tidak berwujud atau jaminan orang. 2) Kredit tanpa jaminan Merupakan kredit yang diberikan tanpa jaminan barang atau orang tertentu. Kredit jenis ini diberikan dengan melihat proyek usaha dan karakter serta loyalitas serta nama baik calon debitur selama ini. e. Dilihat dari segi sektor usaha 1) Kredit pertanian Merupakan kredit yang dibiayai untuk sektor pertanian dan perkebunan rakyat. 34 2) Kredit perternakan Dalam hal ini untuk jangka pendek, misalnya peternakan ayam, kambing, sapi, dsb. 3) Kredit industri Kredit untuk membiayai industri kecil, menengah, atau besar. 4) Kredit pertambangan Jenis usaha tambang yang dibiayainya seperti tambang emas, minyak atau timah. 5) Kredit pendidikan Merupakan kredit yang diberikan untuk membangun sarana dan prasarana pendidikan. 6) Kredit profesi Kredit yang diberikan kepada para professional seperti dosen, dokter, atau pengacara. 7) Kredit perumahan Kredit untuk membiayai pembangunan atau pembelian rumah. 8) Dan sektor-sektor lainnya 6. Manfaat Kredit Kredit memiliki beberapa manfaat dalam berbagai sektor antara lain sebagai berikut: a. Debitur 1) Meningkatkan usahanya dengan pengadaan sejumlah sektor produksi. 35 2) Kredit bank relative mudah didapatkan jika usaha debitur diterima untuk dilayani. 3) Memudahkan calon debitur untuk memilih bank yang dengan usahanya. 4) Rahasia keuangan debitur terlindungi. 5) Beraneka macam jenis kredit bisa disesuaikan dengan calon debitur. b. Pemerintah 1) Sebagai pemacu pertumbuhan ekonomi secara umum. 2) Sebagai pengendali kegiatan moneter. 3) Untuk menciptidakan lapangan usaha. 4) Dapat meningkatkan pendapatan Negara. 5) Untuk menciptidakan dan memperluas pasar. c. Bank 1) Pemberian kredit untuk mempertahankan dan mengembangkan usaha bank. 2) Membantu memasarkan produk atau jasa perbankan lainnya. 3) Memperoleh pendapatan bunga yang diterima dari debitur. 4) Dapat rentabilitas bank membaik dan memperoleh laba meningkat. 5) Untuk merebut pangsa pasar dalam industri perbankan. d. Masyarakat 1) Dapat mendorong pertumbuhan dan perluasan perekonomian. 2) Mampu mengurangi tingkat pengangguran. 36 3) Memberikan rasa aman kepada masyarakat untuk menyimpan uangnya di bank. 4) Dapat meningkatkan pendapatan dari masyarakat. 7. Prinsip-prinsip Pemberian Kredit Sebelum suatu fasilitas kredit diberikan, bank harus merasa yakin bahwa kredit yang diberikan benar-benar akan kembali. Keyakinan tersebut diperoleh dari hasil penilaian kredit tersebut disalurkan. Kriteria penilaian yang harus dilakukan oleh bank untuk mendapatkan nasabah yang benar-benar menguntungkan dilakukan dengan analisis 5C dan 7P. Menurut Kasmir (2008: 95) untuk menganalisis dengan 5C kredit adalah sebagai berikut: a. Character (kepribadian / watidak) Kepribadian adalah sifat atau watidak pribadi dari debitur untuk mendapatkan kredit, seperti kejujuran, sikap motivasi usaha, keadaan keluarga, gaya hidup yang dianut dan lain sebagainya. Ini semua merupakan ukuran “kemauan” untuk membayar. b. Capacity (kemampuan) Untuk melihat nasabah dalam kemampuannya dalam bidang bisnis yang dihubungkan dengan pendidikannya, kemampuan dalam memahami tentang ketentuan-ketentuan pemerintah, begitu pula dengan kemampuannya dalam menjalankan usaha selama ini. Pada 37 akhirnya akan terlihat kemampuannya dalam mengembalikan kredit yang disalurkan. c. Capital (modal) Untuk melihat penggunaan modal apakah efektif, dilihat dari laporan keuangan (neraca, laporan laba rugi) dengan melakukan pengukuran seperti dari segi likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan soliditasnya.Capital juga harus dilihat dari sumber mana saja modal yang ada sekarang ini. d. Collateral (jaminan) Jaminan yang diberikan oleh calon nasabah baik yang bersifat fisik maupun non fisik. Jaminan hendaknya melebihi jumlah kredit yang diberikan. e. Conditional of economic (kondisi ekonomi) Kondisi ekonomi adalah keadaan ekonomi suatu Negara secara menyeluruh dan memberikan dampak kebijakan pemerintah di bidang moneter, terutama berhubungan dengan kredit perbankan. Kemudian penilaian kredit dengan metode analisis 7P adalah sebagai berikut: a. Personality Personality adalah penilaian bank mengenai kepribadian peminjam, personality juga mencakup sikap, emosi, tingkah laku, dan tindakan nasabah dalam menghadapi suatu masalah. 38 b. Party Yaitu mengklasifikasi nasabah ke dalam klasifikasi tertentu atau golongan-golongan tertentu berdasarkan modal, loyalitas, serta karakternya. c. Purpose Yaitu untuk mengetahui tujuan nasabah dalam mengambil kredit, termasuk jenis kredit yang di inginkan nasabah. d. Prospect Yaitu untuk menilai usaha nasabah dimasa yang akan datang menguntungkan atau tidak. Hal ini penting mengingat jika suatu fasilitas kredit yang dibiayai tidak memiliki prospek yang baik, bukan tidak mungkin bank akan rugi. e. Payment Yaitu menilai bagaimana nasabah mengembalikan kredit yang telah diambil atau dari sumber mana saja dana untuk mengembalikan kredit tersebut. f. Profitability Yaitu menilai bagaimana kemampuan nasabah dalam mencari laba. Hal ini dapat diukur dari periode ke periode apakah akan tetap sama atau akan semakin meningkat dengan tambahan kredit yang akan diperoleh. 39 g. Protection Yaitu untuk menjaga agar usaha dan jaminan mendapat perlindungan. Perlindungan yang dimaksud adalah jaminan barang atau orang atau jaminan asuransi. 8. Kolektabilitas Kredit Kolektibilitas bank dinilai berdasarkan kualitas aktiva produktifnya, aktiva produktif adalah semua aktiva dalam rupiah dan valuta asing yang dimiliki bank dengan maksud untuk memperoleh penghasilan sesuai dengan fungsinya, sehingga kredit merupakan salah satu bentuk dari aktiva produktif. Setiap fasilitas kredit mempunyai tingkat kemungkinan realisasi pembayaran bunga dan pokok oleh debitur yang berbeda-beda atau tingkat kolektibilitas yang berbeda-beda. Disamping menggunakan unsur-unsur kuantitatif, penentuan kolektibilitas juga dilakukan atas dasar pertimbangan subjektif (judgement), serta sesuai Surat Edaran Bank Indonesia No.7/3/DPNP tanggal 31 Januari 2005 kepada semua bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional di Indonesia, maka kualitas kredit digolongkan menjadi lancar, dalam perhatian khusus, kurang lancar, dan macet menurut kriteria sebagai berikut: a. Indikator hari 40 Bank menggolongkan pinjaman masuk dalam kategori aman atau berbahaya dengan istilah collect. Berikut tabel tingkat kolektabilitas kredit dalam indikator hari (Budisantoso dan Triandaru, 2006: 118). Tabel 2.2 Tingkat Kolektabilitas Kredit dalam Indikator Hari Indikator Deskripsi Tunggakan Hari Collect 1 Lancar 0 – 30 Collect 2 Dalam Perhatian Khusus Collect 3 Kurang Lancar 91 – 180 hari Collect 4 Diragukan 181 – 360 hari Collect 5 Macet 31 - 90 hari > 361 hari b. Prospek Usaha 1) Potensi pertumbuhan usaha a) Lancar Kegiatan usaha memiliki potensi pertumbuhan yang baik. b) Dalam Perhatian Khusus Kegiatan usaha memiliki potensi pertumbuhan yang terbatas. c) Kurang Lancar Kegiatan usaha berpotensi tumbuh sangat terbatas atau tidak tumbuh. d) Diragukan Kegiatan usaha menurun. e) Macet 41 i. Kelangsungan sangat diragukan dan sulit pulih. ii. Kemungkinan besar terhenti. 2) Kondisi pasar dan posisi debitor dalam persaingan a) Lancar i. Pasar stabil dan tidak terpengaruh perekonomian. ii. Persaingan terbatas (posisi kuat di pasar). iii. Kapasitas optimum. b) Dalam Perhatian Khusus i. Posisi di pasar baik (tidak banyak dipengaruhi perekonomian). ii. Pangsa sebanding pesaing. iii. Kapasitas hampir optimum. c) Kurang Lancar i. Pasar dipengaruhi perekonomian. ii. Posisi di pasar cukup baik tapi banyak pesaing (pulih jika punya strategi baru). iii. Kapasitas tidak optimum. d) Diragukan i. Pasar sangat dipengaruhi perekonomian. ii. Persaingan sangat ketat dan operasional bermasalah serius. iii. Kapasitas tidak mendukung operasional. 42 e) Macet i. Kehilangan pasar sejalan perekonomian yang menurun. ii. Operasional tidak berkelanjutan. 3) Kualitas manajemen dan permasalahan tenaga kerja a) Lancar i. Manajemen sangat baik. ii. Tenaga kerja memadai dan belum pernah ada perselisihan/pemogokan atau pernah ada tetapi ringan dan selesai dengan baik. b) Dalam Perhatian Khusus i. Manajemen baik. ii. Tenaga kerja umumnya memadai, pernah terjadi perselisihan/pemogokan yang selesai dengan baik namun bisa terulang. c) Kurang Lancar i. Manajemen cukup baik. ii. Tenaga kerja berlebihan dan ada perselisihan/ pemogokan dengan dampak cukup material. d) Diragukan i. Manajemen kurang pengalaman. ii. Tenaga kerja berlebih cukup besar, dapat timbul keresahan dan ada perselisihan/pemogokan berdampak cukup material. yang 43 e) Macet i. Manajemen sangat lemah. ii. Tenaga kerja berlebih berjumlah besar, timbulkan keresahan dan ada perselisihan/ pemogokan yang berdampak material. 4) Dukungan dari grup atau afiliasi a) Lancar Afiliasi/grup stabil dan mendukung. b) Dalam Perhatian Khusus Afiliasi/grup stabil dan tidak memberatkan. c) Kurang Lancar Afiliasi/grup mulai memberatkan. d) Diragukan Afiliasi/grup berdampak memberatkan. e) Macet Afiliasi sangat merugikan. 5) Upaya debitor memelihara lingkungan hidup (bagi debitor berskala besar yang berdampak penting terhadap lingkungan) a) Lancar Pengelolaan lingkungan hidup baik dan dampaknya minimum sesuai syarat minimum peraturan. b) Dalam Perhatian Khusus 44 Pengelolaan lingkungan hidup kurang baik dan belum sesuai syarat minimum peraturan. c) Kurang Lancar Pengelolaan lingkungan hidup kurang baik dan belum sesuai syarat minimum peraturan dengan penyimpangan material. d) Diragukan Belum mengelola lingkungan hidup atau ada upaya namun belum sesuai peraturan dengan penyimpangan material. e) Macet Belum mengelola lingkungan hidup atau telah ada upaya namun belum sesuai peraturan dan mungkin dituntut di pengadilan. c. Kinerja (Performance) Debitur 1) Perolehan laba a) Lancar Laba tinggi dan stabil. b) Dalam Perhatian Khusus Laba cukup baik tetapi berpotensi turun. c) Kurang Lancar Laba rendah. d) Diragukan Laba sangat kecil/negative rugi operasional dibiayai penjualan asset. 45 e) Macet Rugi besar tidak mampu memenuhi seluruh kewajiban dan usaha tidak dapat dipertahankan. 2) Struktur permodalan a) Lancar Permodalan kuat. b) Dalam Perhatian Khusus Permodalan cukup dan mampu tambah modal bila perlu. c) Kurang Lancar Rasio utang terhadap modal cukup tinggi. d) Diragukan Rasio utang terhadap modal tinggi. e) Macet Rasio utang terhadap modal sangat tinggi. 3) Arus kas a) Lancar i. Likuiditas dan modal kerja kuat. ii. Analisis arus kas menunjukkan bahwa debitur mampu membayar pokok dan bunga tanpa sumber dana tambahan. b) Dalam Perhatian Khusus i. Likuiditas dan modal kerja umumnya baik. 46 ii. Analisis arus kas: mampu membayar pokok dan bunga tapi ada indikasi masalah, bila tidak diatasi akan memengaruhi pembayaran. c) Kurang Lancar i. Likuiditas kurang dan modal kerja terbatas. ii. Analisis arus kas menunjukkan bahwa debitur hanya mampu membayar bunga dan sebagian pokok. d) Diragukan i. Likuiditas sangat rendah. ii. Analisis arus kas menunjukkan ketidak mampuan untuk membayar pokok dan bunga. iii. Tambahan pinjaman untuk membayar kewajiban jatuh tempo. e) Macet i. Kesulitan likuiditas. ii. Analisis arus kas tidak mampu tutup biaya produksi. iii. Tambahan pinjaman untuk memenuhi kewajiban jatuh tempo secara material. 4) Sensitivitas terhadap risiko pasar a) Lancar Portofolio sensitive kurs valas dan bunga relatif sedikit atau di hedging dengan baik. b) Dalam Perhatian Khusus 47 Beberapa portofolio sensitif kurs valas dan bunga tapi masih terkendali. c) Kurang Lancar Beberapa portofolio sensitif kurs valas dan bunga tapi masih terkendali. d) Diragukan Kegiatan usaha terancam kurs valas dan bunga. e) Macet Kegiatan usaha terancam fluktuasi kurs valas dan bunga. d. Kemampuan Membayar 1) Ketepatanpembayaran pokok dan bunga a) Lancar Pembayaran tepat waktu, perkembangan rekening baik dan tidak ada tunggakan serta sesuai syarat kredit. b) Dalam Perhatian Khusus i. Tunggakan pokok/bunga sampai 90 hari. ii. Jarang mengalami cerukan. c) Kurang Lancar i. Tunggakan pokok/bunga di atas 90 hari s.d. 120 hari. ii. Cerukan berulang kali khususnya untuk menutupi rugi operasional dan arus kas. d) Diragukan i. Tunggakan pokok/bunga diatas 120 s.d. 180 hari. 48 ii. Cerukan permanen khususnya untuk menutupi rugi dan kekurangan arus kas. e) Macet Tunggakan pokok/bunga lebih dari 180 hari. 2) Ketersediaan dan keakuratan informasi keuangan debitur a) Lancar i. Hubungan debitor-bank baik, debitor selalu memberikan informasi keuangan teratur dan akurat. ii. Ada laporan keuangan terkini dan hasil analisis bank atas laporan/ informasi keuangan dari debitur. b) Dalam Perhatian Khusus i. Hubungan debitur-bank cukup baik, debitur selalu memberikan informasi keuangan teratur dan masih akurat. ii. Ada laporan keuangan terkini dan hasil analisis bank atas laporan/ informasi keuangan dari debitur. c) Kurang Lancar Hubungan Debitur-bank memburuk, dan informasi keuangan tidak dapat dipercaya atau tidak ada hasil analisis bank atas laporan/ informasi keuangan dari debitur. d) Diragukan Hubungan debitur dan bank semakin memburuk dan informasi keuangan tidak tersedia atau tidak dapat 49 dipercaya. e) Macet Hubungan debitur dan bank sangat buruk dan informasi keuangan tidak tersedia atau tidak dapat dipercaya. 3) Kelengkapan dokumen kredit a) Lancar Dokumentasi kredit lengkap. b) Dalam Perhatian Khusus Dokumentasi kredit lengkap. c) Kurang lancar Dokumentasi kredit kurang lengkap. d) Dirugakan Dokumentasi kredit tidak lengkap. e) Macet Tidak ada dokumentasi kredit. 4) Kepatuhan terhadap perjanjian kredit a) Lancar Tidak ada pelanggaran perjanjian kredit. b) Dalam Perhatian Khusus Pelanggaran perjanjian kredit yang tidak prinsipil. c) Kurang Lancar Pelanggaran syarat pokok kredit yang cukup prinsipil. d) Diragukan 50 Pelanggaran prinsipil terhadap syarat pokok perjanjian. e) Macet Pelanggaran sangat prinsipil terhadap syarat pokok perjanjian. 5) Kesesuaian penggunaan dana a) Lancar i. Penggunaan dana sesuai permohonan. ii. Jumlah dan jenisfasilitas sesuai kebutuhan. iii. Perpanjangan kredit sesuai analisis kebutuhan debitur. b) Dalam Perhatian Khusus i. Penggunaan dana kurang sesuai permohonan, namun jumlahnya tidak material. ii. Jumlah dan fasilitas diberikan lebih dari kebutuhan, namun jumlahnya tidak material. iii. Perpanjangan kurang sesuai analisis kebutuhan. c) Kurang Lancar i. Penggunaan dana kurang sesuai permohonan dengan jumlah cukup material. ii. Penggunaan dana kurang sesuai permohonan dengan jumlah cukup material. iii. Perpanjangan tidak sesuai (sembunyikan kesulitan keuangan). d) Diragukan analisis kebutuhan 51 i. Penggunaan dana kurang sesuai (jumlah material). ii. Jumlah dan fasilitas kebutuhan, jumlahnya material. iii. Perpanjangan tidak sesuai analisis kebutuhan (sembunyikan kesulitan keuangan), penyimpangan cukup material. e) Macet i. Sebagian besar penggunaan dana tidak sesuai permohonan. ii. Jumlah dan jenis fasilitas diberikan lebih besar dari kebutuhan dengan jumlah sangat material. iii. Perpanjangan kredit tanpa analisis kebutuhan debitur. 6) Kewajaran sumber pembayaran kewajiban a) Lancar i. Sumber pembayaran dapat diidentifikasi dengan jelas dan disepakati oleh bank dan debitur. ii. Sumber pembayaran sesuai struktur/jenis pinjaman. iii. Skema pembayaran yang wajar (termasuk dalam pemberian grace periode). iv. Pendapatan valas mencukupi pengembalian kredit valas. b) Dalam Perhatian Khusus i. Sumber pembayaran dapat diidentifikasi dan disepakati oleh bank dan debitur. ii. Sumber pembayaran kurang sesuai struktur/jenis 52 pinjaman. iii. Skema pembayaran yang cukup wajar (termasuk dalam pemberian grace periode). iv. Pendapatan valas kurang mencukupi pengembalian kredit valas. c) Kurang lancar i. Sumber pembayaran tidak sesuai kesepakatan. ii. Sumber pembayaran kurang sesuai struktur/jenis pinjaman secara cukup material. iii. Skema pembayaran yang kurang wajar dan grace period tidak sesuai jenis kredit. iv. Pendapatan valas tidak mencukupi pengembalian kredit valas, secara cukup material. d) Diragukan i. Sumber pembayaran tidak diketahui dan sumber yang disepakati tidak mungkin. ii. Sumber pembayaran kurang sesuai struktur/jenis pinjaman secara material. iii. Skema pembayaran kurang wajar dan grace periode tidak sesuai jenis kredit (waktu cukup panjang). iv. Pendapatan valas tidak mencukupi pengembalian kredit valas, secara material. e) Macet 53 i. Tidak ada sumber pembayaran yang mungkin. ii. Sumber pembayaran tidak sesuai struktur/jenis pinjaman. iii. Skema pembayaran yang tidak wajar dan ada pemberian grace periode yang tidak sesuai jenis kredit dengan kurun waktu yang cukup panjang. iv. Tidak ada penerimaan valas untuk pengembalian kredit valas. 9. Risiko Kredit Fahmi (2010: 67) mendefinisikan risiko yang mungkin ditimbulkan dalam pemberian kredit adalah sebagai berikut: a. Risiko moral adalah risiko yang timbul sebagai akibat pengurusan keuangan yang kurang wajar mungkin dengan melihat kondisi moral dari orang yang menerima kredit dan adapun hubungan dengan sikap atau tingkah laku baik dari penerima kredit sehingga dapat menimbulkan pelayanan yang kurang wajar. b. Risiko usaha adalah risiko yang berkaitan erat dengan masalah modal, dapat terjadi karena kurangnya modal usaha sehingga dapat menimbulkan usahanya kurang lancar sebagai akibat kepengurusan keuangan yang kurang wajar. c. Risiko keuangan adalah risiko yang timbul sebagai akibat kurang lancarnya kepengurusan keuangan sehingga dapat menimbulkan usaha tidak lancar dan bisa terjadi kegiatan usahanya mengalami kerugian. 54 D. Sistem Informasi Debitur 1. Pengertian SID Sistem Informasi Debitur (SID) adalah sistem yang mempertukarkan informasi debitur dan fasilitas kredit dari bank dan lembaga pembiayaan. SID dikelolah oleh salah satu bagian di Bank Indonesia yaitu Biro Informasi Kredit (BIK). Kebijakan pengembangan industri perbankan dimasa datang diarahkan untuk mencapai suatu sistem perbankan yang sehat, kuat, dan efisien guna menciptakan kestabilan sistem keuangan yang pada gilirannya akan membantu mendorong perekonomian nasional secara berkesinambungan. Bertitik tolak dari hal tersebut, dalam upaya mendorong pertumbuhan ekonomi yang tinggi melalui penyaluran kredit, sejak tahun 2006 Bank Indonesia merasa perlu untuk mendukung pelaksanaan fungsi intermediasi perbankan melalui pembentukan Biro Informasi Kredit. Tugas utama Biro Informasi Kredit adalah menghimpun dan menyimpan data penyediaan dana atau pembiayaan, dan pada akhirnya mendistribusikannya sebagai informasi kredit yang selanjutnya disebut dengan Informasi Debitur Individual (IDI) Historis. IDI Historis dapat dimanfaatkan oleh lembaga keuangan anggota Biro Informasi Kredit (perbankan dan lembaga keuanga non bank), serta masyarakat baik perorangan maupun badan usaha. Berikut manfaat Sistem Informasi Debitur: 55 1) Bagi penerima kredit (Debitur) a. Mempermudah dan mempercepat proses persetujuan kredit. b. Terciptanya reputasi kredit yang baik yang mempermudah debitur memperluas cakupan akses kredit dari lembaga pemberi kredit. c. Sebagai alat kontrol terhadap kebenaran data kredit yang dilaporkan oleh lembaga pemberi kredit. 2) Bagi lembaga pemberi kredit (Kreditur) a. Sebagai informasi pendukung untuk melakukan analisa kredit. b. Mempermudah dan mempercepat proses analisa dan pengambilan keputusan persetujuan kredit. c. Membantu menurunkan risiko kredit bermasalah d. Meningkatkan efisiensi penyaluran kredit. 3) Bagi Pemerintah dan masyarakat a. Mendorong terciptanya suatu industri perkreditan yang sehat. b. Memperluas dan mempermudah akses pengusaha golongan mikro, kecil dan menengah (UKM) terhadap sistem perbankan. Bagi lembaga keuangan, IDI Historis yang diperoleh diharapkan dapat dimanfaatkan antara lain untuk mengetahui kredibilitas (kelayakan) calon penerima fasilitas penyediaan dana (debitur) dan untuk mengetahui calon debitur dimaksud sedang menerima penyediaan dana dari lembaga lain atau tidak. Informasi tesebut akan membantu lembaga keuangan dalam: 56 a. Mempermudah analisa untuk pemberian kredit/pembiayaan, sehingga dapat memperlancar proses penyediaan dana; dan b. Penerapan manajemen risiko antara lain untuk menghindari kegagalan membayar pinjaman yang telah diberikan dan mencegah penipuan. Sistem dipergunakan Informasi untuk Debitur menghimpun merupakan dan suatu menyimpan sistem data yang fasilitas penyediaan dana/ pembiayaan yang disampaikan oleh seluruh anggota Biro Informasi Kredit secara rutin setiap bulan kepada Bank Indonesia. Data tersebut kemudian diolah untuk menghasilkan output berupa IDI Historis. Lembaga keuangan anggota Biro Informasi Kredit selanjutnya dapat mengakses SID selama 24 jam setiap hari untuk melihat data-data debitur yang disajikan secara individual dengan lengkap. Data-data debitur yang dihimpun oleh Bank Indonesia bersumber dari laporan yang disampaikan oleh anggota Biro Informasi Kredit. Terdapat 2 (dua) jenis kepesertaan dalam Biro Informasi Kredit,yaitu: a. Wajib Lembaga keuangan yang wajib menjadi anggota Biro Informasi Kredit meliputi: 1) Bank Umum 2) Bank Perkreditan Rakyat dengan total asset Rp. 10 milyar ke atas selama 6 (enam) bulan berturut-turut, dan 3) Penyelenggara kartu kredit selain bank yaitu perusahaan pembiayaan yang melakukan kegiatan usaha kartu kredit. 57 b. Sukarela Lembaga keuangan yang dapat menjadi anggota Biro Informasi Kredit meliputi: 1) BPR yang total asetnya belum sesuai dengan persyaratan menjadi anggota wajib namun telah mendapat persetujuan dari Bank Indonesia. 2) Lembaga keuangan non bank (meliputi asuransi, dana pensiun, sekuritas, modal ventura dan perusahaan pembiayaan), serta badan-badan lainnya yang menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat, dan 3) Koperasi simpan pinjam. Persyaratan yang wajib dipenuhi oleh calon anggota Biro Informasi Kredit adalah: a. Memiliki infrastruktur yang memadai. b. Memiliki kesesuaian struktur data dengan yang dipersyaratkan dalam SID. c. Memperoleh persetujuan dari Bank Indoensia, dan d. Menandatangani perjanjian keikutsertaan dalam sistem informasi debitur (khusus untuk lembaga keuangan non bank dan koperasi simpan pinjam). 58 2. Proses Sistem Informasi Debitur (SID) Gambar 2.2 Ilustrasi Proses SID Sumber:Website BI Keterangan: 1.a Calon Debitur mengajukan permohonan penyediaan dana atau pembiayaan 2.a Lembaga keuangan anggota Biro Informasi Kredit melakukan penilaian debitur salah satunya dengan mencari informasi mengenai data fasilitas yang dimiliki oleh calon debitur yang terdapat dalam IDI Historis (BI Cheking) 3.a Hasil permintaan IDI berupa IDI historis yang berisi data fasilitas yang dimiliki oleh calon debitur 4.a/5.a Apabila permohonan penyediaan dana/pembiayaan disetujui, lembaga keuangan melaporkan pemberian fasilitas penyediaan dana/ pembiayaan kepada Bank Indonesia. 59 3. Permintaan IDI Historis Masyarakat dapat memperoleh IDI Historis atas nama dirinya sendiri melalui lembaga keuangan anggota Biro Informasi Kredit yang memberikan fasilitas penyediaan dana atau pembiayaan kepada masyarakat tersebut. Selain itu, permintaan IDI historis juga dapat disampaikan kepada Bank Indonesia dengan cara mengunjungi gerai info Bank Indonesia atau kantor Bank Indonesia setempat. Permintaan juga dapat disampaikan secara online melalui website Bank Indonesia dengan melengkapi formulir yang telah disediakan, setelah mendapat jawaban melalui email, hasil cetakannya dapat diambil di gerai info Bank Indonesia atau kantor Bank Indonesia setempat. Masyarakat baik perorangan maupun badan usaha dapat meminta IDI historis atas nama dirinya sendiri dengan syarat-syarat sebagai berikut (melalui Bank Indonesia) : a. Bagi perorangan Menyerahkan fotokopi identitas diri dengan menunjukkan indentitas diri asli antara lain Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau Kartu Izin Tinggal Sementara (KITAS). b. Bagi badan usaha 1) Menyerakan fotokopi identitas badan usaha (akta pendirian perusahaan dan perubahan anggaran dasar terakhir yang memuat susunan dan kewenangan pengurus) dan fotokopi identitas diri (KTP atau KITAS) dari pengurus yang mengajukan permintaan 60 IDI Historis, dengan menunjukkan identitas asli badan usaha dimaksud atau fotokopi identitas badan usaha yang telah dilegalisir, dan identitas asli diri dari pengurus yang mengajukan permintaan IDI historis. 2) Permintaan IDI historis atas nama perusahaan dapat dikuasakan kepada pejabat atau pegawai perusahaan. Penerima kuasa menyerahkan surat kuasa asli, fotokopi identitas badan usaha dan identitas diri pemberi kuasa dan penerima kuasa, dengan menunjukkan identitas asli badan usaha dimaksud atau fotokopi identitas badan usaha yang telah dilegalisir, serta identitas diri asli dari pemberi kuasa dan penerima kuasa. 3) Dalam hal terdapat perbedaan antara susunan pengurus yang berwenang sesuai anggaran dasar perusahaan dengan data yang terdapat dalam SID, maka permintaan IDI Historis tidak dapat dipenuhi. Berikut proses permintaan IDI Historis melalui beberapa subyek ; 61 Gambar 2.3 Proses Permintaan IDI Historis Sumber:Website BI Keterangan: a. Permintaan IDI historis melalui lembaga keuangan: 1.a Masyarakat mengajukan permohonan untuk melihat data IDI historis kepada lembaga keuangan, tempat debitur tersebut mengajukan permohonan penyediaan dana/pembiayaan. 2.a Lembaga keuangan anggota Biro Informasi Kredit mencari informasi mengenai data fasilitas (BI Cheking). 3.a Hasil permintaan IDI berupa IDI historis yang berisi data fasilitas yang dimiliki oleh masyarakat tersebut. 4.a Lembaga keuangan memberikan IDI Historis dalam bentuk hardcopy kepada masyarakat yang meminta. b. Permintaan IDI Historis melalui Gerai Info 62 1.b Masyarakat mengajukan permohonan untuk melihat data IDI historis kepada BI melalui gerai info 2.b Petugas gerai info melakukan BI Cheking 3.b Hasil permintaan IDI berupa IDI Historis yang berisi data fasilitas yang dimiliki oleh masyarakat tersebut 4.b Petugas gerai info memberikan IDI Historis dalam bentuk hard copy kepada masyarakat yang meminta c. Permintaan IDI Historis secara online 1.c Masyarakat mengajukan permohonan untuk melihat data IDI Historis dengan mengisi formulir dalam website BI (secara online). BI akan melakukan pengecekan data debitur. Apabila yang diisi tidak ada yang cocok dengan data yang dilaporkan lembaga keuangan, maka BI akan mengirimkan jawaban kepada pemohon melalui email bahwa data yang bersangkutan tidak ada. Apabila data yang diisi sesuai dengan data yang dilaporkan lembaga keuangan, maka BI akan mengirimkan jawaban kepada pemohon melalui email bahwa data yang bersangkutan ada dan dapat diambil di gerai info Bank Indonesia pada hari dan jam tertentu dengan membawa persyaratan yang diperlukan.