kingdom : Plantae, divisi : Spermatophyta

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tumbuhan
Sistematika tanaman nilam adalah
sebagai berikut : kingdom : Plantae,
divisi : Spermatophyta, subdivisi : Angiospermae,
ordo
:
Labiatales,
famili
:
Labiatae,
kelas : Dicotyledoneae,
genus
:
Pogostemon,
spesies : Pogostemon cablin Benth (Steenis, 2003).
Tanaman nilam adalah tanaman perdu wangi yang berakar serabut, apabila
diraba daunnya halus seperti beludru, dan agak membulat lonjong seperti jantung serta
warnanya agak pucat. Bagian bawah daun dan
rantingnya berbulu halus, batang
berkayu dengan diameter 10 – 20 mm relatif hampir membentuk segi empat, serta
sebagian besar daun yang melekat pada ranting hampir selalu berpasangan satu sama
lain. Jumlah cabang yang banyak dan bertingkat mengelilingi batang sekitar 3 – 5
cabang per tingkat (Mangun, 2008).
Berdasarkan sifat tumbuhnya, tanaman nilam adalah tanaman tahunan
(perennial). Tanaman ini merupakan tanaman semak yang tumbuh tegak, memiliki
banyak percabangan, bertingkat – tingkat, dan mempunyai aroma yang khas. Secara
alami,
tanaman
nilam
dapat
mencapai
ketinggian
antara
0,5 – 1,0 meter (Rukmana, 2004).
Daun tanaman berbentuk bulat telur sampai bulat panjang (lonjong) dengan
pertulangan daun menyirip. Secara visual, daun nilam mempunyai ukuran panjang
antara 5 – 11 cm, berwarna hijau tipis, tidak kaku, dan berbulu pada permukaan bagian
atas. Daun terletak duduk berhadap – hadapan. Permukaan daun kasar dengan tepi
bergerigi, ujung daun tumpul, dan urat daun menonjol keluar (Rukmana, 2004).
Universitas Sumatera Utara
Tanaman nilam sangat jarang berbunga. Apabila berbunga, bunga tumbuh di
ujung tangkai, bergerombol, dan memiliki karakteristik warna ungu kemerah –
merahan. Tangkai bunga berukuran panjang antara 2 – 8 cm dan diameter antara
1 - 1,5cm. Daun mahkota bunga berukuran panjang 8 mm (Rukmana, 2004).
Syarat Tumbuh
Iklim
Tanaman
nilam
dapat
ditanam
di
daerah
dengan
garis
lintang
20 º LS – 20 º LU. Ketinggian tempat optimum 200 – 600 m di atas permukaan laut.
Curah hujan 2.000 – 3.500 mm/thn. Bulan kering ( CH < 60 mm/bln) 3 bulan. Suhu
maksimum 30–32 ºC, minimum 18–21 ºC dengan suhu optimal 28 ºC.Kecepatan angin
sedang (Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur, 2013).
Tanaman nilam dapat tumbuh dan berproduksi baik pada daerah dengan
ketinggian tempat 0 – 1200 meter diatas permukaan laut (dpl). Tanaman ini
menghendaki suhu yang panas dan lembab, serta membutuhkan curah hujan yang
merata sepanjang tahun. Kelembaban di atas 75%. Intensitas penyinaran untuk produksi
minyak nilam optimal berkisar 75 – 100 (Pujiharti et al., 2008).
Nilam yang tumbuh di dataran rendah – sedang (0-700 m dpl) memiliki kadar
minyak lebih dari 2% lebih tinggi dibandingkan dengan yang tumbuh di dataran tinggi
(>700 m dpl). Intensitas matahari 75 – 100% akan sangat mempengaruhi kadar
Patchouli. Alkoholnya, di daerah yang ternaungi akan menghasilkan kadar minyak
yang rendah. Nilam sangat peka terhadap kekeringan, terutama pada musim kemarau
yang sangat panjang, setelah dipanen akan menyebabkan kematian (Amalia, 2013).
Universitas Sumatera Utara
Tanah
Nilam dapat tumbuh di berbagai jenis tanah (andosol, latosol, regosol, padsolik,
kambisol) akan tetapi akan tumbuh lebih baik pada tanah yang gembur dan banyak
mengandung humus, bertekstur lempung sampai liat berpasir dan pH 5,5 – 7.
Kemiringan tanah sebaiknya kurang dari 15o (Nuryani, 2006).
Tanah dengan pH 5 – 7 adalah tanah yang terbaik untuk penananaman nilam,
dengan tingkat kandungan unsur hara N, P dan K yang optimal sangat diharapkan. Ntotal sedang sampai tinggi adalah yang terbaik (berkisar antara0,21 – 0,75 %).
Kandungan P2O5 sedang sampai tinggi (10-25 ppm). K2O (lebih dari 0,3 me/100 g)
(Rosman, 2013).
Tanah yang subur dan gembur, kaya akan humus dan tidak tergenang merupakan
tanah yang sangat sesuai untuk tanaman nilam. Jenis tanah yang paling sesuai adalah
yang mempunyai tekstur remah, seperti andosol atau latosol. Untuk tanah – tanah liat,
diperlukan pengolahan yang lebih intensif agar diperoleh kondisi yang optimal. Pada
tanah-tanah yang kurang humus, pemberian pupuk kandang sangat dianjurkan
untukmemperbaiki kesuburan dan kegemburan tanah (Nuryani et al., 2007).
Perbanyakan Tanaman Secara Setek
Setek merupakan salah satu teknik perbanyakan vegetatif yang efisien dan
efektif untuk memenuhi kebutuhan bibit nilam dalam skala besar dalam waktu yang
cepat dan
mudah dibandingkan dengan cara cangkok. Pembuatan setek adalah
mengusahakan perakaran dari bagian cabang tanaman nilam yang mengandung mata
tunas dengan memotong dari batang induknya untuk disemai. Beberapa faktor seperti
media tanam setek, bahan setek dan lingkungan tempat tumbuh dapat mempengaruhi
keberhasilan penyetekan (Purdyaningsih, 2011).
Universitas Sumatera Utara
Amin (2006) menyatakan bahwa bibit tanaman nilam diperoleh dari
perbanyakan setek batang. Bahan setek yang diambil berasal dari tanaman induk yang
sudah berumur lebih dari 4 bulan. Ukuran setek yaitu 3 ruas dan panjangnya 15 cm serta
daun dipangkas lebih dahulu dengan menyisakan 2 – 4 helai daun muda
(Ningsih et al., 2010).
Perkembangbiakan tanaman dengan cara setek merupakan suatu cara pembiakan
vegetatif relatif mudah dan cepat.Pembentukan akar sangat berpengaruh terhadap
pertumbuhan setek. Perakaran pada setek dapat dipercepat dengan perlakuan khusus,
yaitu
dengan
penambahan
zat
pengatur
tumbuh
(ZPT)
golongan
auksin
(Suryanti et al., 2013).
Rahardjo dan Wiryanto (2003) menyatakan tanaman nilam jarang, bahkan
hampir tidak pernah berbunga sehingga perbanyakan secara generatif tidak dilakukan.
Pengembangan tanaman nilam dilakukan secara vegetatif dengan menggunakan setek
cabang yang sudah berkayu dan mempunyai ruas-ruas pendek. Untuk mendapatkan
setek yang baik, bahan setek berasal dari tanaman induk yang sehat, bebas dari hama
penyakit serta tanaman induk berumur 6 – 12 bulan (Ningsih et al., 2010).
Bagian tanaman nilam yang dapat digunakan untuk bahan setek adalah setek
pucuk, setek batang dan setek cabang. Keberhasilan setek dalam membentuk akar dan
tunas tergantung pada aktivitas auksin yang berasal dari tunas dan daun. Zat pengatur
tumbuh akar akan menginduksi dan menyebabkan produksi akar bertambah
(Purdyaningsih, 2011).
Untuk mendapatkan bibit nilam yang baik, maka harus diperhatikan beberapa
kriteria pembibitan maupun tempat persemaiannya. Agar diperoleh setek bibit yang baik
maka perlu diperhatikan yaitu tanaman induk harus sehat,bebas dari hama dan penyakit,
Universitas Sumatera Utara
tanaman induk harus berumur sekitar 6 – 12bulan, panjang setek antara 20 – 30 cm, dan
mempunyai 3 – 4 mata tunas, dan setek harus segera disemaikan sebelum layu dan
mengering (Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur, 2013).
Jenis tanaman memegang peranan dalam keberhasilan usaha penyetekan.
Kemampuan setek untuk membentuk akar tergantung pada spesiesnya. Ada spesies
tanaman yang mudah berakar dan ada pula yang sulit berakar, bahkan ada yang tidak
dapat berakar walaupun sudah diberikan perlakuan khusus. Bagi yang dapat berakar,
ada yang mudah berakar pada bagian ujungnya (setek pucuk) dan ada pula yang mudah
berakar pada ranting bagian pangkalnya (setek batang). (Arifin dan Nurhayati, 2005).
Pertumbuhan setek dipengaruhi oleh
interaksi faktor genetik dan faktor
lingkungan (Hartmann et al., 1997). Faktor genetik terutama meliputi kandungan
cadangan makanan dalam jaringan setek, ketersediaan air, umur tanaman(pohon induk),
hormon endogen dalam jaringan setek, dan jenis tanaman. Faktor lingkungan yang
mempengaruhi keberhasilan penyetekan antara lain media perakaran, kelembaban, suhu,
intensitas cahaya dan teknik penyetekan (Danu et al., 2011).
Pemberian Zat Pengatur Tumbuh IBA
Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) adalah senyawa organik yang bukan merupakan zat
hara, dan dalam jumlah sedikit mendorong, menghambat , atau mengatur proses
fisiologis di dalam tanaman. ZPT hanya efektif pada jumlah tertentu,sehingga
konsentrasi yang terlalu tinggi justru dapat merusak bagian yang terluka. Bentuk
kerusakannya berupa pembelahan sel dan kalus yang berlebihan dan mencegah
tumbuhnya tunas dan akar, sedang konsentrasi dibawah optimum menjadi tidak efektif
(Purdyaningsih, 2011).
Universitas Sumatera Utara
Zat pengatur tumbuh yang sering digunakan untuk merangsang pertumbuhan
adalah IndoleButyric Acid (IBA), IndoleAcetic Acid (IAA) dan Naphthalene Acetic Acid
(NAA). IBA dan NAA lebih efektif daripada IAA, sebab keduanya lebih stabil
digunakan dalam penyetekan. IBA dan NAA lebih stabil terhadap oksidasi dan cahaya.
IBA lazim digunakan untuk memacu perakaran dibandingkan dengan NAA atau auksin
lainnya IBA bersifat aktif (Nurzaman, 2005).
IBA merupakan hormon yang dapat memacu pembelahan sel pada bagian ujung
meristematik sehingga dapat mendorong pertumbuhan perakaran pada setek. Semakin
cepat dan banyak akar terbentuk akan diperoleh bibit yang kuat serta lebih tahan
terhadap faktor lingkungan yang kurang menguntungkan (Sudarmi, 2008).
Dalam menggunakan zat pengatur tumbuh untuk setek dikenal dua cara untuk
merangsang pertumbuhan akar, yaitu pertama membiarkan bagian setek dalam larutan
dengan cara mencelupkan atau merendamnya (cara basah) dan kedua dengan mengolesi
bagian dasar setek dengan bubuk ZPT (cara kering). Perlakuan basah memudahkan
setek menyerap zat dalam ZPT perangsang. Tinggi rendahnya hasil dari penggunaan
ZPT tergantung pada beberapa faktor, salah satudiantaranya adalah lamanya setek
direndam dalam larutan. Semakin lama setek berada dalam larutan semakin meningkat
larutan dalam setek (Sulastri, 2004).
Dalam penelitian Budiantoet al., (2013) tentang kombinasi macam ZPT dengan
lama perendaman yang berbeda terhadap keberhasilan pembibitan sirih merah
(Piper crocatum Ruiz & Pav), hasil penelitian tersebut menjelaskan bahwa perlakuan
lama perendaman dengan ZPT berpengaruh sangat nyata terhadap parameter panjang
akar. Pemberian hormon IBA dengan lama perendaman 3 jam menghasilkan akar yang
Universitas Sumatera Utara
lebih panjang daripada perlakuan tanpa perendaman, perendaman 1 jam dan
perendaman 2 jam pada umur 4 MST dan 12 MST.
Hasil penelitian Sudarmi (2008) tentang kajian konsentrasi IBA terhadap
pertumbuhan stek jarak pagar (Jatropha curcas L.) menunjukkan bahwa konsentrasi
IBA berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan setek jarak pagar pada konsentrasi 100
ppm dimana diperoleh kemunculan tunas tercepat yaitu 22,917 hari; tunas terpanjang
yaitu 78,583 cm; akar terpanjang yaitu 3,917; daun terluas yaitu 185,373 cm dan berat
brangkasan segar terbesar yaitu 203,583 g.
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis pengujian statistik ternyata perlakuan
hormon IBA pada stek pucuk Meranti Putih (Shorea montigena) efektif untuk
meningkatkan persentasi jadi setek yang berakar. Pada tingkat konsentrasi
100 ppm, setek yang berakar dapat mencapai 83,33 persen. Ini berarti hormon IBA
berpengaruh positif dalam merangsang perakaran setek pucuk Meranti Putih (Shorea
montigena), sehingga proses perakaran menjadi lebih cepat dan mantap. Dengan
perakaran yang mantap setek dapat menyerap unsur hara dan air untuk mempertahankan
kondisinya agar tidak menjadi layu dan mati (Irwanto, 2001).
Universitas Sumatera Utara
Download