Diktat Sensor dan Transduser Irwan Kurniawan, ST POLITEKNIK

advertisement
Diktat
Sensor dan Transduser
Irwan Kurniawan, ST
POLITEKNIK JAMBI
BAB I
Sensor dan Transduser
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dari masa ke masa berkembang cepat
terutama dibidang otomasi industri. Perkembangan ini tampak jelas di industri pemabrikan,
dimana sebelumnya banyak pekerjaan menggunakan tangan manusia, kemudian beralih
menggunakan mesin, berikutnya dengan electro-mechanic (semi otomatis) dan sekarang
sudah menggunakan robotic (full automatic) seperti penggunaan Flexible Manufacturing
Systems (FMS) dan Computerized Integrated Manufacture (CIM) dan sebagainya.
Model apapun yang digunakan dalam sistem otomasi pemabrikan sangat tergantung
kepada keandalan sistem kendali yang dipakai. Hasil penelitian menunjukan
secanggih
apapun sistem kendali yang dipakai akan sangat tergantung kepada sensor maupun
transduser yang digunakan.
Sensor dan transduser merupakan peralatan atau komponen yang mempunyai
peranan penting dalam sebuah sistem pengaturan otomatis. Ketepatan dan kesesuaian
dalam memilih sebuah sensor akan sangat menentukan kinerja dari sistem pengaturan
secara otomatis.
Besaran masukan pada kebanyakan sistem kendali adalah bukan besaran listrik,
seperti besaran fisika, kimia, mekanis dan sebagainya. Untuk memakaikan besaran listrik
pada sistem pengukuran, atau sistem manipulasi atau sistem pengontrolan, maka biasanya
besaran yang bukan listrik diubah terlebih dahulu menjadi suatu sinyal listrik melalui sebuah
alat yang disebut transducer
Sebelum lebih jauh kita mempelajari sensor dan transduser ada sebuah alat lagi
yang selalu melengkapi dan mengiringi keberadaan sensor dan transduser dalam sebuah
sistem pengukuran, atau sistem manipulasi, maupun sistem pengontrolan yaitu yang disebut
alat ukur.
Definisi-definisi
-
Sensor adalah suatu peralatan yang berfungsi untuk mendeteksi gejala-gejala atau
sinyal-sinyal yang berasal dari perubahan suatu energi seperti energi listrik, energi
fisika, energi kimia, energi biologi, energi mekanik dan sebagainya.
Contoh; Camera sebagai sensor penglihatan, telinga sebagai sensor pendengaran,
kulit sebagai sensor peraba, LDR (light dependent resistance) sebagai sensor cahaya,
dan lainnya.
-
Transduser adalah sebuah alat yang bila digerakan oleh suatu energi di dalam
sebuah sistem transmisi, akan menyalurkan energi tersebut dalam bentuk yang sama
atau dalam bentuk yang berlainan ke sistem transmisi berikutnya”. Transmisi energi
ini bisa berupa listrik, mekanik, kimia, optic (radiasi) atau thermal (panas
-
Alat Ukur adalah sesuatu alat yang berfungsi memberikan batasan nilai atau harga
tertentu dari gejala-gejala atau sinyal yang berasal dari perubahan suatu energi.
Contoh: voltmeter, ampermeter untuk sinyal listrik; tachometer, speedometer untuk
kecepatan gerak mekanik, lux-meter untuk intensitas cahaya, dan sebagainya.
Dalam memilih peralatan sensor dan transduser yang tepat dan sesuai dengan sistem yang
akan disensor maka perlu diperhatikan persyaratan umum sensor berikut ini :
1. Linearitas
Ada banyak sensor yang menghasilkan sinyal keluaran yang berubah secara kontinyu
sebagai tanggapan terhadap masukan yang berubah secara kontinyu. Sebagai
contoh, sebuah sensor panas dapat menghasilkan tegangan sesuai dengan panas
yang dirasakannya. Dalam kasus seperti ini, biasanya dapat diketahui secara tepat
bagaimana perubahan keluaran dibandingkan dengan masukannya berupa sebuah
grafik.
Gambar 1 memperlihatkan hubungan dari dua buah sensor panas yang berbeda.
Garis lurus pada gambar 1(a). memperlihatkan tanggapan linier, sedangkan pada
gambar 1(b). adalah tanggapan non-linier.
Temperatur (masukan)
Temperatur (masukan)
1
0
Tegangan (keluaran)
(a) Tangapan linier
100
1
0
100
Tegangan (keluaran)
(b) Tangapan non linier
Gambar 1. Keluaran dari transduser panas (D Sharon dkk, 1982),
2. Sensitivias
Sensitivitas akan menunjukan seberapa jauh kepekaan sensor terhadap kuantitas
yang diukur. Sensitivitas sering juga dinyatakan dengan bilangan yang menunjukan
“perubahan keluaran dibandingkan unit perubahan
masukan”.
Beberepa sensor
panas dapat memiliki kepekaan yang dinyatakan dengan “satu volt per derajat”,
yang berarti perubahan satu derajat pada masukan akan menghasilkan perubahan
satu volt pada keluarannya. Sensor panas lainnya dapat saja memiliki kepekaan “dua
volt per derajat”, yang berarti memiliki kepakaan dua kali dari sensor yang pertama.
Linieritas sensor juga mempengaruhi sensitivitas dari sensor. Apabila tanggapannya
linier, maka sensitivitasnya juga akan sama untuk jangkauan pengukuran
keseluruhan. Sensor dengan tanggapan pada gambar 1(b) akan lebih peka pada
temperatur yang tinggi dari pada temperatur yang rendah.
3. Tanggapan Waktu
Tanggapan waktu pada sensor menunjukan seberapa cepat tanggapannya terhadap
perubahan masukan. Sebagai contoh, instrumen dengan tanggapan frekuensi yang
jelek adalah sebuah termometer merkuri. Masukannya adalah temperatur dan
keluarannya adalah posisi merkuri. Misalkan perubahan temperatur terjadi sedikit
demi sedikit dan kontinyu terhadap waktu, seperti tampak pada gambar 1.2(a).
Frekuensi adalah jumlah siklus dalam satu detik dan diberikan dalam satuan hertz
(Hz). { 1 hertz berarti 1 siklus per detik, 1 kilohertz berarti 1000 siklus per detik].
Pada frekuensi rendah, yaitu pada saat temperatur berubah secara lambat,
termometer akan mengikuti perubahan tersebut dengan “setia”. Tetapi apabila
perubahan temperatur sangat cepat lihat gambar 1.2(b) maka tidak diharapkan akan
melihat perubahan besar pada termometer merkuri, karena ia bersifat lamban dan
Rata-rata
Temperatur
hanya akan menunjukan temperatur rata-rata.
50
40
Waktu
1 siklus
30
(a) Perubahan lambat
50
40
30
(b) Perubahan cepat
Gambar 1.2 Temperatur berubah secara kontinyu (D. Sharon, dkk,
1982)
Ada bermacam cara untuk menyatakan tanggapan frekuensi sebuah sensor. Misalnya
“satu milivolt pada 500 hertz”. Tanggapan frekuensi dapat pula dinyatakan dengan
“decibel (db)”, yaitu untuk membandingkan daya keluaran pada frekuensi tertentu
dengan daya keluaran pada frekuensi referensi.
Ketentuan lain yang perlu diperhatikan dalam memilih sensor yang tepat adalah dengan
mengajukan beberapa pertanyaan berikut ini:
a. Apakah ukuran fisik sensor cukup memenuhi untuk dipasang pada tempat yang
diperlukan?
b. Apakah ia cukup akurat?
c. Apakah ia bekerja pada jangkauan yang sesuai?
d. Apakah ia akan mempengaruhi kuantitas yang sedang diukur?.
Sebagai contoh, bila sebuah sensor panas yang besar dicelupkan kedalam jumlah
air air yang kecil, malah menimbulkan efek memanaskan air tersebut, bukan
menyensornya.
e. Apakah ia tidak mudah rusak dalam pemakaiannya?.
f. Apakah ia dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya?
g. Apakah biayanya terlalu mahal?
BAB II
SENSOR CAHAYA
Pokok bahasan :
-
Photovoltaik
-
LDR
-
Photodioda dan Photo-transistor
Elemen-elemen sensitive cahaya merupakan alat terandalkan untuk mendeteksi energi
cahaya. Alat ini melebihi sensitivitas mata manusia terhadap semua spectrum warna dan
juga bekerja dalam daerah-daerah ultraviolet dan infra merah. Energi cahaya bila diolah
dengan cara yang tepat akan dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk teknik
pengukuran, teknik pengontrolan dan teknik kompensasi.
A. PHOTOVOLTAIK
Efek sel photovoltaik terjadi akibat lepasnya elektron yang disebabkan adanya cahaya yang
mengenai logam. Logam-logam yang tergolong golongan 1 pada sistem periodik unsurunsur seperti Lithium, Natrium, Kalium, dan Cessium sangat mudah melepaskan elektron
valensinya. Selain karena reaksi redoks, elektron valensilogam-logam tersebut juga mudah
lepas olehadanya cahaya yang mengenai permukaan logam tersebut. Diantara logam-logam
diatas Cessium adalah logam yang paling mudah melepaskan elektronnya, sehingga lazim
digunakan sebagai foto detektor.
Tegangan yang dihasilan oleh sensor foto voltaik adalah sebanding dengan frekuensi
gelombang cahaya (sesuai konstanta Plank E = h.f). Semakin kearah warna cahaya biru,
makin tinggi tegangan yang dihasilkan. Tingginya intensitas listrik akan berpengaruh
terhadap arus listrik. Bila foto voltaik diberi beban maka arus listrik dapat dihasilkan adalah
tergantung dari intensitas cahaya yang mengenai permukaan semikonduktor.
Katoda dari
Selenium
-
Sinar datang
Electron keluar
dari permukaan
Anoda dari
Cessium
+
Tabung
Hampa
Tegangan keluaran
Gambar 4.7. Pembangkitan tegangan pada Foto volatik
Berikut karakteristik dari foto voltaik berdasarkan hubungan antara intensitas cahaya
dengan arus dan tegangan yang dihasilkan.
B. LDR (Light Dependent Resistor)
PRINSIP KERJA LDR
LDR
(Light
Dependent
Resistor)
adalah
suatu
komponen
elektronik
yang
resistansinya berubah ubah tergantung pada intensitas cahaya. Jika intensitas cahaya
semakin besar maka resistansi LDR semakin kecil, jika intensitas cahaya semakin kecil maka
resistansi LDR semakin besar. LDR sering juga disebut dengan sensor cahaya.
Cara merangkai LDR ada 2, tergantung dengan respon yang diinginkan. Rangkaian
itu antara lain:
+5V
LDR
Titik 1
R1
Cara kerja rangkaian 1 adalah pada saat intensitas cahaya disekitar LDR membesar,
maka hambatan LDR akan mengecil. Hal ini menyebabkan tegangan pada Titik 1 semakin
besar. Dan sebaliknya, jika intensitas cahaya disekitar LDR semakin kecil, maka hambatan
LDR semakin besar. Hal ini menyebabkan tegangan pada Titik 1 semakin kecil.
+5V
R2
Titik 2
LDR
Cara kerja rangkaian 2 adalah pada saat intensitas cahaya disekitar LDR mengecil,
maka hambatan LDR akan membesar. Hal ini menyebabkan tegangan pada Titik 2 semakin
membesar. Dan sebaliknya, jika intensitas cahaya disekitar LDR semakin besar, maka
hambatan pada LDR semakin kecil. Hal ini menyebabkan tegangan pada Titik 2 semakin
mengecil.
LDR memanfaatkan bahan semikonduktor yang karakteristik listriknya berubah-ubah
sesuai dengan cahaya yang diterima. Bahan yang digunakan adalah Kadmium Sulfida (CdS)
dan Kadmium Selenida (CdSe).
APLIKASI LDR UNTUK LAMPU JALAN
Contoh penggunaannya adalah pada lampu taman dan lampu jalan yang bisa
menyala di malam hari dan padam di siang hari secara otomatis
AC
220 V
Relay
Resistor
Variabel
Saklar
Relay
Sumber
Tegangan
Lampu
Jalan
C
B
E
LDR
Pada dasarnya rangkaian
diatas dirancang bagaimana supaya dengan adanya
kenaikan resistansi pada LDR akan bisa memposisikan saklar relay ke posisi ON. Karena
karakteristik dari LDR adalah naiknya tingkat kegelapan kondisi cahaya akan menaikkan nilai
tahanan dari LDR tersebut dengan kata lain semakin terang atau semakin besar intensitas
cahaya akan menurunkan nilai resistansinya.
Jadi sesuai sifat LDR tadi maka LDR tersebut dihubungkan seri dengan tahanan VR
(variable resistor) sehingga terjadi
pembagian tegangan antara keduanya. Kemudian
posisikan besarnya tegangan pada salah satu diantara keduanya untuk dijadikan sebagai
pemicu pada basis transistor.
Pada saat kondisi semakin gelap nilai tahanan LDR akan naik dan terjadi pula
kenaikan nilai tegangan pada LDR (sesuai hukum pembagi tegangan) maka artinya
tegangan pada LDR ini bisa kita jadikan sebagai supply tegangan untuk pemicu basis
transistor
sehingga akan
mengaktifkan transistor dan rangkaian relay. Kemudian relay
akan menarik saklar ke posisi ON dan arus dari sumber mengalir ke lampu sehingga lampu
akan menyala.
PHOTO DIODA dan PHOTO-TRANSISTOR
Prinsip kerja, karena photodioda terbuat dari semikonduktor p-n junction
maka cahaya yang diserap oleh photodioda akan mengakibatkan terjadinya
pergeseran foton yang akan menghasilkan pasangan electron-hole dikedua sisi dari
sambungan. Ketika elektron-elektron yang dihasilkan itu masuk ke pita konduksi
maka elektron-elektron itu akan mengalir ke arah positif sumber tegangan
sedangkan hole yang dihasilkan mengalir ke arah negatif sumber tegangan sehingga
arus akan mengalir di dalam rangkaian. Besarnya pasangan elektron ataupun hole
yang dihasilkan tergantung dari besarnya intensitas cahaya yang diserap oleh
photodioda.
Photodiodes dibuat dari semikonduktor dengan bahan yang populer adalah silicon (
Si) atau galium arsenida ( GaAs), dan yang lain meliputi InSb, InAs, PbSe. Material
ini menyerap cahaya dengan karakteristik panjang gelombang mencakup: 2500 Å 11000 Å untuk silicon, 8000 Å – 20,000 Å untuk GaAs. Ketika sebuah photon (satu
satuan
energi
dalam
cahaya)
dari
sumber
cahaya
diserap,
hal
tersebut
membangkitkan suatu elektron dan menghasilkan sepasang pembawa muatan
tunggal, sebuah elektron dan sebuah hole, di mana suatu hole adalah bagian dari
kisi-kisi semikonduktor yang kehilangan elektron. Arah Arus yang melalui sebuah
semikonduktor adalah kebalikan dengan gerak muatan pembawa. cara tersebut
didalam sebuah photodiode digunakan untuk mengumpulkan photon - menyebabkan
pembawa muatan (seperti arus atau tegangan) mengalir/terbentuk di bagian-bagian
elektroda.
Photodioda digunakan sebagai penangkap gelombang cahaya yang
dipancarkan oleh Infrared. Besarnya tegangan atau arus listrik yang dihasilkan oleh
photodioda tergantung besar kecilnya radiasi yang dipancarkan oleh infrared.
Gambar : panjang gelombang yang dihasilkan oleh bahan photodioda yang berbeda
terhadap pengliatan mata
Photo dioda digunakan sebagai
komponen pendeteksi
ada tidaknya
cahaya maupun dapat digunakan untuk membentuk sebuah alat ukur akurat yang
dapat mendeteksi intensitas cahaya dibawah 1pW/cm2 sampai intensitas diatas
10mW/cm2. Photo dioda mempunyai resistansi yang rendah pada kondisi forward
bias, kita dapat memanfaatkan photo dioda ini pada kondisi reverse bias dimana
resistansi dari photo dioda akan turun seiring dengan intensitas cahaya yang masuk.
Jika photo dioda tidak terkena cahaya, maka tidak ada arus yang mengalir ke
rangkaian pembanding, jika photo dioda terkena cahaya maka photodiode akan
bersifat sebagai tegangan, sehingga Vcc dan photo dioda tersusun seri, akibatnya
terdapat arus yang mengalir ke rangkaian pembanding.
i
Gambar: simbol photodioda
Sifat dari Photodioda adalah :
1. Jika terkena cahaya maka resistansi nya berkurang
2. Jika tidak terkena cahaya maka resistansi nya meningkat.
Kenapa Photodioda dipasang bias mundur ?? Berdasarkan teori mengenai
dioda. Pada saat dioda dipasang bias mundur, maka arus tidak akan mengalir
karena hambatan yg sangat besar sekali. Jadi bisa dikatakan ini dioda sebagai
kondisi Open Circuit jika dianalogikan seperti sakelar. namun pada photodioda,
hambatan yang besar tadi bisa menjadi kecil karena pengaruh cahaya yang masuk.
Hal seperti ini bisa menyebabkan arus mengalir sehingga kondisi seperti ini bisa
dikatakan sebagai Close Circuit jika dianalogikan seperti sakelar
Menunjukkan hasil bahwa tegangan keluaran (Vout) sebanding dengan LUX
(Intensitas cahaya ) yang diterima oleh photodioda. Hal ini menunjukkan bahwa
pada saat photodioda dibias reverse, resistansi photodioda akan turun seiring
dengan intensitas caha yang diterima photodioda naik. Sehingga, resistansi yang
turun menyebabkan tegangan Vout akan naik.
Pada saat intensitas cahaya yang diterima photodioda rendah, photodioda
memiliki resistansi yang tinggi sehingga menyebabkan nilai tegangan keluarannya
juga rendah. Hal ini dikarenakan nilai arus yang mengalir pada photodioda kecil.
Alarm Otomatis Dengan Sensor Infrared Dan Photodioda
AC
220 V
VCC
Relay
Infrared
Photo
Dioda
Saklar
Relay
Alarm
i
C
B
C
TR2
E
B
TR1
E
Ketika cahaya infrared terpotong maka arus (i) tidak mengalir pada photodiode
sehingga menon-aktifkan TR1 dan sebaliknya TR2 akan menjadi aktif dan rangkaian
relay pun ikut menjadi aktif. Karena relay aktif maka akan menarik saklar ke posisi
ON sehingga tegangan sumber dapat mengalir ke alarm. Sehingga alarm akan
berbunyi.
Photo Transistor
Sama halnya dioda foto, maka transistor foto juga dapat dibuat sebagai
sensor cahaya. Teknis yang baik adalah dengan menggabungkan dioda foto dengan
transistor foto dalam satu rangkain.
– Karakteristik transistor foto yaitu hubungan arus, tegangan dan intensitas foto
– Kombinasi dioda foto dan transistor dalam satu chip
– Transistor sebagai penguat arus
– Linieritas dan respons frekuensi tidak sebaik dioda foto
Collector Current (mA)
28
Intensity
(W/m2)
20
40
12
30
8
20
4
10
2
4
6
8
10 12
Collector-Emitter Voltage
14
16
Karakteristik transistor foto, (a) sampai (d) rangkaian uji transistor foto
Alarm Otomatis Dengan Sensor Infrared Dan Photodioda
AC
220 V
VCC
Relay
Saklar
Relay
Alarm
C
B
TR2
i
In
fra
re
d
E
TR1
PhotoTransistor
Ketika cahaya infrared terpotong maka TR1 (phototransistor) tidak aktif dan
sebaliknya TR2 akan menjadi aktif dan rangkaian relay pun ikut menjadi aktif.
Karena relay aktif maka akan menarik saklar ke posisi ON sehingga tegangan sumber
dapat mengalir ke alarm. Sehingga alarm akan berbunyi.
BAB III
SENSOR THERMAL
AC. Srivastava, (1987), mengatakan temperatur merupakan salah satu dari empat
besaran dasar yang diakui oleh Sistem Pengukuran Internasional ( The International
Measuring System). Lord Kelvin pada tahun 1848 mengusulkan skala temperature
termodinamika pada suatu titik tetap triple point, dimana fase padat, cair dan uap
berada bersama dalam equilibrium, angka ini adalah 273,16 oK ( derajat Kelvin) yang
juga merupakan titik es. Skala lain adalah Celcius, Fahrenheit dan Rankine dengan
hubungan sebagai berikut:
o
F = 9/5 oC + 32 atau
o
C = 5/9 (oF-32) atau
o
R = oF + 459,69
Yayan I.B, (1998), mengatakan temperatur adalah kondisi penting dari suatu
substrat. Sedangkan
“panas adalah salah satu bentuk energi yang diasosiasikan
dengan aktifitas molekul-molekul dari suatu substrat”. Partikel dari suatu substrat
diasumsikan selalu bergerak. Pergerakan partikel inilah yang kemudian dirasakan
sebagai panas. Sedangkan temperatur adalah ukuran perbandingan dari panas
tersebut.
Pergerakan partikel substrat dapat terjadi pada tiga dimensi benda yaitu:
1. Benda padat,
2. Benda cair dan
3. Benda gas (udara)
Aliran kalor substrat pada dimensi padat, cair dan gas dapat terjadi secara :
1. Konduksi, yaitu pengaliran panas melalui
benda padat (penghantar) secara
kontak langsung
2. Konveksi, yaitu pengaliran panas melalui media cair secara kontak langsung
3. Radiasi, yaitu pengaliran panas melalui media udara/gas secara kontak tidak
langsung
Pada aplikasi pendeteksian atau pengukuran tertentu, dapat dipilih salah satu
tipe sensor dengan pertimbangan :
1. Penampilan (Performance)
2. Kehandalan (Reliable) dan
3. Faktor ekonomis ( Economic)
Pemilihan Jenis Sensor Suhu
Hal-hal yang perlu diperhatikan sehubungan dengan pemilihan jenis sensor
suhu adalah: (Yayan I.B, 1998)
1. Level suhu maksimum dan minimum dari suatu substrat yang diukur.
2. Jangkauan (range) maksimum pengukuran
3. Konduktivitas kalor dari substrat
4. Respon waktu perubahan suhu dari substrat
5. Linieritas sensor
6. Jangkauan temperatur kerja
Selain dari ketentuan diatas, perlu juga diperhatikan aspek phisik dan kimia
dari sensor seperti ketahanan terhadap korosi (karat), ketahanan terhadap
guncangan, pengkabelan (instalasi), keamanan dan lain-lain.
SENSOR BIMETAL
Bimetal adalah sensor temperatur yang sangat populer digunakan karena kesederhanaan
yang dimilikinya. Bimetal biasa dijumpai pada alat strika listrik dan lampu kelap-kelip
(dimmer). Bimetal adalah sensor suhu yang terbuat dari dua buah lempengan logam yang
berbeda koefisien muainya (α) yang direkatkan menjadi satu.
Bila suatu logam dipanaskan maka akan terjadi pemuaian, besarnya pemuaian
tergantung dari jenis logam dan tingginya temperatur kerja logam tersebut. Bila dua
lempeng logam saling direkatkan dan dipanaskan, maka logam yang memiliki koefisien muai
lebih tinggi akan memuai lebih panjang sedangkan yang memiliki koefisien muai lebih
rendah memuai lebih pendek. Oleh karena perbedaan reaksi muai tersebut maka bimetal
akan melengkung kearah logam yang muainya lebih rendah. Dalam aplikasinya bimetal
dapat dibentuk menjadi saklar Normally Closed (NC) atau Normally Open (NO).
Logam A
Logam B
Bimetal sebelum
dipanaskan
Bimetal sesudah
dipanaskan
Kontruksi Bimetal ( Yayan I.B, 1998)
Sistem Tanda Belok dengan Flasher Tipe Bimetal
Sistem tanda belok tipe ini yaitu dengan mengandalkan kerja dari dua keping/bilah (strip)
bimetal untuk mengontrol kedipannya. Bimetal terdiri dari dua logam yang berbeda
(biasanya kuningan dan baja) yang digabung menjadi satu. Jika ada panas dari aliran listrik
yang masuk ke bimetal, maka akan terjadi pengembangan/pemuaian dari logam yang
berbeda tersebut dengan kecepatan yang berbeda pula. Hal ini akan menyebabkan bimetal
cenderung menjadi bengkok ke salah satu sisi. Dalam flasher tipe bimetal terdapat dua
keping bimetal yang dipasang berdekatan dan masing-masing mempunyai plat kontak pada
salah satu ujungnya.
Cara kerja sistem tanda belok dengan flasher tipe bimetal Pada saat saklar lampu sein
digerakan (ke kiri atau kanan), arus mengalir ke voltage coil (kumparan) yang akan
membuat kumparan tersebut memanas dan bengkok. Setelah kebengkokannya sampai
menghubungkan kedua plat kontak di bagian ujungnya, arus kemudian mengalir ke current
coil (kumparan arus) terus ke lampu sein/tanda belok dan akhirnya ke massa (gambar
dibawah ). Saat ini lampu sein menyala dan current coil akan mulai bengkok menjauhi
voltage coil.
Setelah kebengkokan current coil membuat plat kontak terpisah/terbuka, maka lampu sein
mati. Selanjutnya current coil akan menjadi dingin setelah arus yang mengalir hilang dan
akhirnya bimatalnya akan lurus kembali posisinya sehingga plat kontak menempel kembali
dengan plat kontak yang dari voltage coil. Arus akan mengalir kembali untuk menghidupkan
lampu sein. Begitu seterusnya proses ini berulang sehingga lampu tanda belok berkedip.
THERMISTOR
Thermistor atau tahanan thermal adalah alat semikonduktor yang berkelakuan sebagai
tahanan dengan koefisien tahanan temperatur yang tinggi, yang biasanya negatif.
Umumnya tahanan Thermistor pada temperatur ruang dapat berkurang 6% untuk setiap
kenaikan temperatur sebesar 1oC. Kepekaan yang tinggi terhadap perubahan temperatur ini
membuat Thermistor sangat sesuai untuk pengukuran, pengontrolan dan kompensasi
temperatur secara presisi.
Thermistor terbuat dari campuran oksida-oksida logam yang diendapkan seperti:
mangan (Mn), nikel (Ni), cobalt (Co), tembaga (Cu), besi (Fe) dan uranium (U). Rangkuman
tahanannya adalah dari 0,5  sampai 75  dan tersedia dalam berbagai bentuk dan ukuran.
Ukuran paling kecil berbentuk mani-manik (beads) dengan diameter 0,15 mm sampai 1,25
mm, bentuk piringan (disk) atau cincin (washer) dengan ukuran 2,5 mm sampai 25 mm.
Cincin-cincin dapat ditumpukan dan di tempatkan secara seri atau paralel guna
memperbesar disipasi daya.
Dalam operasinya Thermistor memanfaatkan perubahan resistivitas terhadap
temperatur, dan umumnya nilai tahanannya turun terhadap temperatur secara eksponensial
untuk jenis NTC ( Negative Thermal Coeffisien)
RT  R A e
T
(2.3)
Koefisien temperatur α didefinisikan pada temperature tertentu, misalnya 25oC sbb.:
(2.4)
Gambar berikut memperlihatkan simbol thermistor dan beberapa contoh thermistor di
pasaran.
.
Termistor ditemukan oleh Samuel Ruben pada tahun 1930, dan mendapat hak paten di
Amerika Serikat dengan nomor #2.021.491. Ada dua macam termistor secara umum:
Posistor atau PTC (Positive Temperature Coefficient), dan NTC (Negative Temperature
Coefficient). Nilai tahanan pada PTC akan naik jika perubahan suhunya naik, dengan
kenaikan resistansi linier terhadap temperature. Sementara sifat NTC justru kebalikannya,
dengan kenaikan resistansi secara exponential terhadap temperature..
Aplikasi Thermistor
Ada banyak aplikasi thermistor, misalnya dalam bidang automotive, militer, kedokteran,
telekomunikasi, space, dll. Dalam automotive bisa menggunakan NTC thermistor untuk
memonitor temperatur radiator/mesin yang dihubungkan ke electronic control unit (ECU)
dan kemudian ditampilakan dalam dashboard mobil. Dalam bidang kedokteran digunakan
untuk memonitor temperatur pasien pada saat operasi berlangsung. Dalam bidang space
untuk memonitor temperatur baterai, modul-modul satelit, memonitor ruangan dalam
satelit, dll.
Contoh Aplikasi Thermistor
Pada contoh aplikasi ini digunakan thermistor jenis NTC untuk mengukur temperatur
ruangan. Pertama kali dilakukan karakterisasi thermistor NTC tersebut yaitu dengan cara
memasukkan ke dalam air es untuk temperatur dingin dan mendekatkan pada alat pemanas
untuk temperatur panas, kemudian mencatat besar resistansinya. Gambar berikut hasil
karakterisasi thermistor NTC.
Hasil dari karakterisasi thermistor NTC tersebut kemudian diplot dalam software mathematic
versi 5.1. Dari software tersebut diperoleh persamaan perubahan resistansi terhadap
temperatur.
dimana:
R
: Resistansi Thermistor (Kohm)
T
: Temperatur ruangan (oC)
Persamaan di atas merupakan persamaan resistansi terhadap perubahan temperatur.
Thermistor tersebut rencananya akan dihubungkan dengan data acquisition system supaya
dapat dibaca besar temperatutnya. Untuk itu perlu adanya rangkaian tambahan, yaitu
rangkaian pengkondisi sinyal untuk mengubah besaran resistansi menjadi tegangan analog.
Rangkaian pengkondisi sinyal diperlihatkan dalam gambar berikut.
Dalam Gambar tersebut, thermistor dihubungkan dengan sebuah resistor 10Kohm sehingga
rangkaian tersebut berfungsi sebagai pembagi tegangan. Tegangan Vout dapat dicari
menggunakan persamaan:
dimana:
Vout
: Tegangan output yang merepresentasikan temperatur.
R2
: Thermistor.
R3
: Resistansi pembagi.
Vcc
: Tegangan sumber.
Setelah dilakukan percobaan didapatkan hubungan antara temperatur ruangan terhadap
tegangan output, hasilnya dapat dilihat dalam gambar berikut.
Dari gambar tersebut didapatkan persamaan hubungan antara temperatur dengan tegangan
output dari rangkaian sinyal kondisioning.
dimana:
T
: Temperatur ruangan.
V
: Tegangan output yang merepresentasikan temperatur.
Dari keluaran tegangan tersebut bisa langsung dihubungkan dengan data acquisition system
untuk menampilkan hasil pengukuran temperatur ke dalam display
AC
220 V
Relay
Resistor
Variabel
Saklar
Relay
Sumber
Tegangan
C
B
Panas
E
Thermistor
NTC
Contoh rangkaian aplikasi thermistor pada alarm panas otomatis
RTD (Resistansi Thermal Detektor)
RTD adalah salah satu dari beberapa jenis sensor suhu yang sering digunakan. RTD dibuat
dari bahan kawat tahan korosi, kawat tersebut dililitkan pada bahan keramik isolator. Bahan
tersebut antara lain; platina, emas, perak, nikel dan tembaga, dan yang terbaik adalah
bahan platina karena dapat digunakan menyensor suhu sampai 1500o C. Tembaga dapat
digunakan untuk sensor suhu yang lebih rendah dan lebih murah, tetapi tembaga mudah
terserang korosi.
Kumparan
kawat platina
Inti dari Quartz
Terminal
sambungan
Kabel keluaran
Gambar 2.9. Konstruksi RTD
RTD memiliki keunggulan dibanding termokopel yaitu:
1. Tidak diperlukan suhu referensi
2. Sensitivitasnya cukup tinggi, yaitu dapat dilakukan dengan cara mem-perpanjang kawat
yang digunakan dan memperbesar tegangan eksitasi.
3. Tegangan output yang dihasilkan 500 kali lebih besar dari termokopel
4. Dapat digunakan kawat penghantar yang lebih panjang karena noise tidak jadi masalah
5. Tegangan keluaran yang tinggi, maka bagian elektronik pengolah sinyal menjadi
sederhana dan murah.
Resistance Thermal Detector (RTD) perubahan tahanannya lebih linear terhadap temperatur
uji tetapi koefisien lebih rendah dari thermistor dan model matematis linier adalah:
R T  R 0 (1    t )
dimana : Ro = tahanan konduktor pada temperature awal ( biasanya 0oC)
RT = tahanan konduktor pada temperatur toC
α = koefisien temperatur tahanan
Δt = selisih antara temperatur kerja dengan temperatur awal
Sedangkan model matematis nonliner kuadratik adalah:
THERMOCOUPLE
Pembuatan termokopel didasarkan atas sifat thermal bahan logam. Jika sebuah batang
logam dipanaskan pada salah satu ujungnya maka pada ujung tersebut elektron-elektron
dalam logam akan bergerak semakin aktif dan akan menempati ruang yang semakin luas,
elektron-elektron saling desak dan bergerak ke arah ujung batang yang tidak dipanaskan.
Dengan demikian pada ujung batang yang dipanaskan akan terjadi muatan positif.
Thermocouple adalah salah satu dari beberapa jenis sensor temperatur yang menggunakan
metode secara elektrik dan sensor ini adalah sensor yang paling luas digunakan pada dunia
penindsutrian . Sensor ini terdiri dari dua kawat dari logam-logam yang berbeda yang
kemudian dilas (dikonneksikan) menjadi satu sama lain pada salah satu ujungnya.
thermocouple memiliki paling sedikit dua atau lebih hubungan yang berfungsi sebagai
hubungan pertama sebagai variable pengukuran (Hot Junction) dan hubungan yang kedua
sebagai referensi variable (Cold Junction) yang nantinya akan digunakan sebagai
pembanding antar element.
+
Ujung panas
VR
Vs
-
Beda potensial
yang terjadi
pada kedua
ujung logam
yang berbeda
panas jenisnya
Ujung dingin
Beda potensial pada Termokopel
Vout  V S  V R
Prinsip Kerja
Prinsip kerja dari thermocouple menggunakan efek seebeck ( Efek Seebeck adalah konversi
energi panas menjadi energi listrik). Arus listrik mengalir pada rangkaian tertutup dari 2
konduktor berbeda, apabila kedua sambungan mengalami beda temperatur. Bila rangkaian
dibuka maka akan muncul tegangan Seebeck pada kedua terminal. jadi menurut efek
seebeck ketika dua konduktor yang berbeda menerima panas maka akan menimbulkan emf
(Electricmotive Force ) yang akan menimbulkan tegangan kecil dengan kisaran range 1
hingga 70 microvolt untuk setiap derajat kenaikan suhu. Dan kemudian akan dikonversikan
sesuai dengan
reference table yang telah ada (table ini sesuai dengan tipe dari
thermocoupe yang dipakai).
Tentunya thermocouple memiliki kelebihan dan kekurangan sehingga dalam pemakaiannya
perlu ditempatkan sesuai dengan penggunaannya sehingga bisa mendapatkan hasil yang
lebih baik. berikut kelebihan dan kekurangan dari thermocouple yang saya dapatkan dari
beberapa sumber referensi saya.
Kelebihan
· Biaya pengadaan awal : rendah
· Tidak ada bagian yang bergerak (No moving parts)
· Range pengukuran : lebar (0 ~ 5000°F)
· Response time singkat / pendek
· Repeatability : cukup baik
Kekurangan
· Hubungan temperature dan tegangan tidak linear penuh
· Sensitivitas rendah, umumnya 50 μV/°C (28 μV/°F) atau lebih rendah (tegangan rendah
rentan dengan noise).
· Accuracy pada umumnya tidak lebih baik dari pada 0.5 °C (0.9°F), tidak cukup tinggi untuk
beberapa aplikasi
.·Memerlukan suatu acuan temperatur yang dikenal, umumnya temperature air es 0°C
(32°F). Modern thermocouple mengacu pada suatu acuan yang dihasilkan secara elektris.
Download