Diktat Sensor dan Transduser Irwan Kurniawan, ST POLITEKNIK JAMBI BAB I Sensor dan Transduser Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dari masa ke masa berkembang cepat terutama dibidang otomasi industri. Perkembangan ini tampak jelas di industri pemabrikan, dimana sebelumnya banyak pekerjaan menggunakan tangan manusia, kemudian beralih menggunakan mesin, berikutnya dengan electro-mechanic (semi otomatis) dan sekarang sudah menggunakan robotic (full automatic) seperti penggunaan Flexible Manufacturing Systems (FMS) dan Computerized Integrated Manufacture (CIM) dan sebagainya. Model apapun yang digunakan dalam sistem otomasi pemabrikan sangat tergantung kepada keandalan sistem kendali yang dipakai. Hasil penelitian menunjukan secanggih apapun sistem kendali yang dipakai akan sangat tergantung kepada sensor maupun transduser yang digunakan. Sensor dan transduser merupakan peralatan atau komponen yang mempunyai peranan penting dalam sebuah sistem pengaturan otomatis. Ketepatan dan kesesuaian dalam memilih sebuah sensor akan sangat menentukan kinerja dari sistem pengaturan secara otomatis. Besaran masukan pada kebanyakan sistem kendali adalah bukan besaran listrik, seperti besaran fisika, kimia, mekanis dan sebagainya. Untuk memakaikan besaran listrik pada sistem pengukuran, atau sistem manipulasi atau sistem pengontrolan, maka biasanya besaran yang bukan listrik diubah terlebih dahulu menjadi suatu sinyal listrik melalui sebuah alat yang disebut transducer Sebelum lebih jauh kita mempelajari sensor dan transduser ada sebuah alat lagi yang selalu melengkapi dan mengiringi keberadaan sensor dan transduser dalam sebuah sistem pengukuran, atau sistem manipulasi, maupun sistem pengontrolan yaitu yang disebut alat ukur. Definisi-definisi - Sensor adalah suatu peralatan yang berfungsi untuk mendeteksi gejala-gejala atau sinyal-sinyal yang berasal dari perubahan suatu energi seperti energi listrik, energi fisika, energi kimia, energi biologi, energi mekanik dan sebagainya. Contoh; Camera sebagai sensor penglihatan, telinga sebagai sensor pendengaran, kulit sebagai sensor peraba, LDR (light dependent resistance) sebagai sensor cahaya, dan lainnya. - Transduser adalah sebuah alat yang bila digerakan oleh suatu energi di dalam sebuah sistem transmisi, akan menyalurkan energi tersebut dalam bentuk yang sama atau dalam bentuk yang berlainan ke sistem transmisi berikutnya”. Transmisi energi ini bisa berupa listrik, mekanik, kimia, optic (radiasi) atau thermal (panas - Alat Ukur adalah sesuatu alat yang berfungsi memberikan batasan nilai atau harga tertentu dari gejala-gejala atau sinyal yang berasal dari perubahan suatu energi. Contoh: voltmeter, ampermeter untuk sinyal listrik; tachometer, speedometer untuk kecepatan gerak mekanik, lux-meter untuk intensitas cahaya, dan sebagainya. Dalam memilih peralatan sensor dan transduser yang tepat dan sesuai dengan sistem yang akan disensor maka perlu diperhatikan persyaratan umum sensor berikut ini : 1. Linearitas Ada banyak sensor yang menghasilkan sinyal keluaran yang berubah secara kontinyu sebagai tanggapan terhadap masukan yang berubah secara kontinyu. Sebagai contoh, sebuah sensor panas dapat menghasilkan tegangan sesuai dengan panas yang dirasakannya. Dalam kasus seperti ini, biasanya dapat diketahui secara tepat bagaimana perubahan keluaran dibandingkan dengan masukannya berupa sebuah grafik. Gambar 1 memperlihatkan hubungan dari dua buah sensor panas yang berbeda. Garis lurus pada gambar 1(a). memperlihatkan tanggapan linier, sedangkan pada gambar 1(b). adalah tanggapan non-linier. Temperatur (masukan) Temperatur (masukan) 1 0 Tegangan (keluaran) (a) Tangapan linier 100 1 0 100 Tegangan (keluaran) (b) Tangapan non linier Gambar 1. Keluaran dari transduser panas (D Sharon dkk, 1982), 2. Sensitivias Sensitivitas akan menunjukan seberapa jauh kepekaan sensor terhadap kuantitas yang diukur. Sensitivitas sering juga dinyatakan dengan bilangan yang menunjukan “perubahan keluaran dibandingkan unit perubahan masukan”. Beberepa sensor panas dapat memiliki kepekaan yang dinyatakan dengan “satu volt per derajat”, yang berarti perubahan satu derajat pada masukan akan menghasilkan perubahan satu volt pada keluarannya. Sensor panas lainnya dapat saja memiliki kepekaan “dua volt per derajat”, yang berarti memiliki kepakaan dua kali dari sensor yang pertama. Linieritas sensor juga mempengaruhi sensitivitas dari sensor. Apabila tanggapannya linier, maka sensitivitasnya juga akan sama untuk jangkauan pengukuran keseluruhan. Sensor dengan tanggapan pada gambar 1(b) akan lebih peka pada temperatur yang tinggi dari pada temperatur yang rendah. 3. Tanggapan Waktu Tanggapan waktu pada sensor menunjukan seberapa cepat tanggapannya terhadap perubahan masukan. Sebagai contoh, instrumen dengan tanggapan frekuensi yang jelek adalah sebuah termometer merkuri. Masukannya adalah temperatur dan keluarannya adalah posisi merkuri. Misalkan perubahan temperatur terjadi sedikit demi sedikit dan kontinyu terhadap waktu, seperti tampak pada gambar 1.2(a). Frekuensi adalah jumlah siklus dalam satu detik dan diberikan dalam satuan hertz (Hz). { 1 hertz berarti 1 siklus per detik, 1 kilohertz berarti 1000 siklus per detik]. Pada frekuensi rendah, yaitu pada saat temperatur berubah secara lambat, termometer akan mengikuti perubahan tersebut dengan “setia”. Tetapi apabila perubahan temperatur sangat cepat lihat gambar 1.2(b) maka tidak diharapkan akan melihat perubahan besar pada termometer merkuri, karena ia bersifat lamban dan Rata-rata Temperatur hanya akan menunjukan temperatur rata-rata. 50 40 Waktu 1 siklus 30 (a) Perubahan lambat 50 40 30 (b) Perubahan cepat Gambar 1.2 Temperatur berubah secara kontinyu (D. Sharon, dkk, 1982) Ada bermacam cara untuk menyatakan tanggapan frekuensi sebuah sensor. Misalnya “satu milivolt pada 500 hertz”. Tanggapan frekuensi dapat pula dinyatakan dengan “decibel (db)”, yaitu untuk membandingkan daya keluaran pada frekuensi tertentu dengan daya keluaran pada frekuensi referensi. Ketentuan lain yang perlu diperhatikan dalam memilih sensor yang tepat adalah dengan mengajukan beberapa pertanyaan berikut ini: a. Apakah ukuran fisik sensor cukup memenuhi untuk dipasang pada tempat yang diperlukan? b. Apakah ia cukup akurat? c. Apakah ia bekerja pada jangkauan yang sesuai? d. Apakah ia akan mempengaruhi kuantitas yang sedang diukur?. Sebagai contoh, bila sebuah sensor panas yang besar dicelupkan kedalam jumlah air air yang kecil, malah menimbulkan efek memanaskan air tersebut, bukan menyensornya. e. Apakah ia tidak mudah rusak dalam pemakaiannya?. f. Apakah ia dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya? g. Apakah biayanya terlalu mahal? BAB II SENSOR CAHAYA Pokok bahasan : - Photovoltaik - LDR - Photodioda dan Photo-transistor Elemen-elemen sensitive cahaya merupakan alat terandalkan untuk mendeteksi energi cahaya. Alat ini melebihi sensitivitas mata manusia terhadap semua spectrum warna dan juga bekerja dalam daerah-daerah ultraviolet dan infra merah. Energi cahaya bila diolah dengan cara yang tepat akan dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk teknik pengukuran, teknik pengontrolan dan teknik kompensasi. A. PHOTOVOLTAIK Efek sel photovoltaik terjadi akibat lepasnya elektron yang disebabkan adanya cahaya yang mengenai logam. Logam-logam yang tergolong golongan 1 pada sistem periodik unsurunsur seperti Lithium, Natrium, Kalium, dan Cessium sangat mudah melepaskan elektron valensinya. Selain karena reaksi redoks, elektron valensilogam-logam tersebut juga mudah lepas olehadanya cahaya yang mengenai permukaan logam tersebut. Diantara logam-logam diatas Cessium adalah logam yang paling mudah melepaskan elektronnya, sehingga lazim digunakan sebagai foto detektor. Tegangan yang dihasilan oleh sensor foto voltaik adalah sebanding dengan frekuensi gelombang cahaya (sesuai konstanta Plank E = h.f). Semakin kearah warna cahaya biru, makin tinggi tegangan yang dihasilkan. Tingginya intensitas listrik akan berpengaruh terhadap arus listrik. Bila foto voltaik diberi beban maka arus listrik dapat dihasilkan adalah tergantung dari intensitas cahaya yang mengenai permukaan semikonduktor. Katoda dari Selenium - Sinar datang Electron keluar dari permukaan Anoda dari Cessium + Tabung Hampa Tegangan keluaran Gambar 4.7. Pembangkitan tegangan pada Foto volatik Berikut karakteristik dari foto voltaik berdasarkan hubungan antara intensitas cahaya dengan arus dan tegangan yang dihasilkan. B. LDR (Light Dependent Resistor) PRINSIP KERJA LDR LDR (Light Dependent Resistor) adalah suatu komponen elektronik yang resistansinya berubah ubah tergantung pada intensitas cahaya. Jika intensitas cahaya semakin besar maka resistansi LDR semakin kecil, jika intensitas cahaya semakin kecil maka resistansi LDR semakin besar. LDR sering juga disebut dengan sensor cahaya. Cara merangkai LDR ada 2, tergantung dengan respon yang diinginkan. Rangkaian itu antara lain: +5V LDR Titik 1 R1 Cara kerja rangkaian 1 adalah pada saat intensitas cahaya disekitar LDR membesar, maka hambatan LDR akan mengecil. Hal ini menyebabkan tegangan pada Titik 1 semakin besar. Dan sebaliknya, jika intensitas cahaya disekitar LDR semakin kecil, maka hambatan LDR semakin besar. Hal ini menyebabkan tegangan pada Titik 1 semakin kecil. +5V R2 Titik 2 LDR Cara kerja rangkaian 2 adalah pada saat intensitas cahaya disekitar LDR mengecil, maka hambatan LDR akan membesar. Hal ini menyebabkan tegangan pada Titik 2 semakin membesar. Dan sebaliknya, jika intensitas cahaya disekitar LDR semakin besar, maka hambatan pada LDR semakin kecil. Hal ini menyebabkan tegangan pada Titik 2 semakin mengecil. LDR memanfaatkan bahan semikonduktor yang karakteristik listriknya berubah-ubah sesuai dengan cahaya yang diterima. Bahan yang digunakan adalah Kadmium Sulfida (CdS) dan Kadmium Selenida (CdSe). APLIKASI LDR UNTUK LAMPU JALAN Contoh penggunaannya adalah pada lampu taman dan lampu jalan yang bisa menyala di malam hari dan padam di siang hari secara otomatis AC 220 V Relay Resistor Variabel Saklar Relay Sumber Tegangan Lampu Jalan C B E LDR Pada dasarnya rangkaian diatas dirancang bagaimana supaya dengan adanya kenaikan resistansi pada LDR akan bisa memposisikan saklar relay ke posisi ON. Karena karakteristik dari LDR adalah naiknya tingkat kegelapan kondisi cahaya akan menaikkan nilai tahanan dari LDR tersebut dengan kata lain semakin terang atau semakin besar intensitas cahaya akan menurunkan nilai resistansinya. Jadi sesuai sifat LDR tadi maka LDR tersebut dihubungkan seri dengan tahanan VR (variable resistor) sehingga terjadi pembagian tegangan antara keduanya. Kemudian posisikan besarnya tegangan pada salah satu diantara keduanya untuk dijadikan sebagai pemicu pada basis transistor. Pada saat kondisi semakin gelap nilai tahanan LDR akan naik dan terjadi pula kenaikan nilai tegangan pada LDR (sesuai hukum pembagi tegangan) maka artinya tegangan pada LDR ini bisa kita jadikan sebagai supply tegangan untuk pemicu basis transistor sehingga akan mengaktifkan transistor dan rangkaian relay. Kemudian relay akan menarik saklar ke posisi ON dan arus dari sumber mengalir ke lampu sehingga lampu akan menyala. PHOTO DIODA dan PHOTO-TRANSISTOR Prinsip kerja, karena photodioda terbuat dari semikonduktor p-n junction maka cahaya yang diserap oleh photodioda akan mengakibatkan terjadinya pergeseran foton yang akan menghasilkan pasangan electron-hole dikedua sisi dari sambungan. Ketika elektron-elektron yang dihasilkan itu masuk ke pita konduksi maka elektron-elektron itu akan mengalir ke arah positif sumber tegangan sedangkan hole yang dihasilkan mengalir ke arah negatif sumber tegangan sehingga arus akan mengalir di dalam rangkaian. Besarnya pasangan elektron ataupun hole yang dihasilkan tergantung dari besarnya intensitas cahaya yang diserap oleh photodioda. Photodiodes dibuat dari semikonduktor dengan bahan yang populer adalah silicon ( Si) atau galium arsenida ( GaAs), dan yang lain meliputi InSb, InAs, PbSe. Material ini menyerap cahaya dengan karakteristik panjang gelombang mencakup: 2500 Å 11000 Å untuk silicon, 8000 Å – 20,000 Å untuk GaAs. Ketika sebuah photon (satu satuan energi dalam cahaya) dari sumber cahaya diserap, hal tersebut membangkitkan suatu elektron dan menghasilkan sepasang pembawa muatan tunggal, sebuah elektron dan sebuah hole, di mana suatu hole adalah bagian dari kisi-kisi semikonduktor yang kehilangan elektron. Arah Arus yang melalui sebuah semikonduktor adalah kebalikan dengan gerak muatan pembawa. cara tersebut didalam sebuah photodiode digunakan untuk mengumpulkan photon - menyebabkan pembawa muatan (seperti arus atau tegangan) mengalir/terbentuk di bagian-bagian elektroda. Photodioda digunakan sebagai penangkap gelombang cahaya yang dipancarkan oleh Infrared. Besarnya tegangan atau arus listrik yang dihasilkan oleh photodioda tergantung besar kecilnya radiasi yang dipancarkan oleh infrared. Gambar : panjang gelombang yang dihasilkan oleh bahan photodioda yang berbeda terhadap pengliatan mata Photo dioda digunakan sebagai komponen pendeteksi ada tidaknya cahaya maupun dapat digunakan untuk membentuk sebuah alat ukur akurat yang dapat mendeteksi intensitas cahaya dibawah 1pW/cm2 sampai intensitas diatas 10mW/cm2. Photo dioda mempunyai resistansi yang rendah pada kondisi forward bias, kita dapat memanfaatkan photo dioda ini pada kondisi reverse bias dimana resistansi dari photo dioda akan turun seiring dengan intensitas cahaya yang masuk. Jika photo dioda tidak terkena cahaya, maka tidak ada arus yang mengalir ke rangkaian pembanding, jika photo dioda terkena cahaya maka photodiode akan bersifat sebagai tegangan, sehingga Vcc dan photo dioda tersusun seri, akibatnya terdapat arus yang mengalir ke rangkaian pembanding. i Gambar: simbol photodioda Sifat dari Photodioda adalah : 1. Jika terkena cahaya maka resistansi nya berkurang 2. Jika tidak terkena cahaya maka resistansi nya meningkat. Kenapa Photodioda dipasang bias mundur ?? Berdasarkan teori mengenai dioda. Pada saat dioda dipasang bias mundur, maka arus tidak akan mengalir karena hambatan yg sangat besar sekali. Jadi bisa dikatakan ini dioda sebagai kondisi Open Circuit jika dianalogikan seperti sakelar. namun pada photodioda, hambatan yang besar tadi bisa menjadi kecil karena pengaruh cahaya yang masuk. Hal seperti ini bisa menyebabkan arus mengalir sehingga kondisi seperti ini bisa dikatakan sebagai Close Circuit jika dianalogikan seperti sakelar Menunjukkan hasil bahwa tegangan keluaran (Vout) sebanding dengan LUX (Intensitas cahaya ) yang diterima oleh photodioda. Hal ini menunjukkan bahwa pada saat photodioda dibias reverse, resistansi photodioda akan turun seiring dengan intensitas caha yang diterima photodioda naik. Sehingga, resistansi yang turun menyebabkan tegangan Vout akan naik. Pada saat intensitas cahaya yang diterima photodioda rendah, photodioda memiliki resistansi yang tinggi sehingga menyebabkan nilai tegangan keluarannya juga rendah. Hal ini dikarenakan nilai arus yang mengalir pada photodioda kecil. Alarm Otomatis Dengan Sensor Infrared Dan Photodioda AC 220 V VCC Relay Infrared Photo Dioda Saklar Relay Alarm i C B C TR2 E B TR1 E Ketika cahaya infrared terpotong maka arus (i) tidak mengalir pada photodiode sehingga menon-aktifkan TR1 dan sebaliknya TR2 akan menjadi aktif dan rangkaian relay pun ikut menjadi aktif. Karena relay aktif maka akan menarik saklar ke posisi ON sehingga tegangan sumber dapat mengalir ke alarm. Sehingga alarm akan berbunyi. Photo Transistor Sama halnya dioda foto, maka transistor foto juga dapat dibuat sebagai sensor cahaya. Teknis yang baik adalah dengan menggabungkan dioda foto dengan transistor foto dalam satu rangkain. – Karakteristik transistor foto yaitu hubungan arus, tegangan dan intensitas foto – Kombinasi dioda foto dan transistor dalam satu chip – Transistor sebagai penguat arus – Linieritas dan respons frekuensi tidak sebaik dioda foto Collector Current (mA) 28 Intensity (W/m2) 20 40 12 30 8 20 4 10 2 4 6 8 10 12 Collector-Emitter Voltage 14 16 Karakteristik transistor foto, (a) sampai (d) rangkaian uji transistor foto Alarm Otomatis Dengan Sensor Infrared Dan Photodioda AC 220 V VCC Relay Saklar Relay Alarm C B TR2 i In fra re d E TR1 PhotoTransistor Ketika cahaya infrared terpotong maka TR1 (phototransistor) tidak aktif dan sebaliknya TR2 akan menjadi aktif dan rangkaian relay pun ikut menjadi aktif. Karena relay aktif maka akan menarik saklar ke posisi ON sehingga tegangan sumber dapat mengalir ke alarm. Sehingga alarm akan berbunyi. BAB III SENSOR THERMAL AC. Srivastava, (1987), mengatakan temperatur merupakan salah satu dari empat besaran dasar yang diakui oleh Sistem Pengukuran Internasional ( The International Measuring System). Lord Kelvin pada tahun 1848 mengusulkan skala temperature termodinamika pada suatu titik tetap triple point, dimana fase padat, cair dan uap berada bersama dalam equilibrium, angka ini adalah 273,16 oK ( derajat Kelvin) yang juga merupakan titik es. Skala lain adalah Celcius, Fahrenheit dan Rankine dengan hubungan sebagai berikut: o F = 9/5 oC + 32 atau o C = 5/9 (oF-32) atau o R = oF + 459,69 Yayan I.B, (1998), mengatakan temperatur adalah kondisi penting dari suatu substrat. Sedangkan “panas adalah salah satu bentuk energi yang diasosiasikan dengan aktifitas molekul-molekul dari suatu substrat”. Partikel dari suatu substrat diasumsikan selalu bergerak. Pergerakan partikel inilah yang kemudian dirasakan sebagai panas. Sedangkan temperatur adalah ukuran perbandingan dari panas tersebut. Pergerakan partikel substrat dapat terjadi pada tiga dimensi benda yaitu: 1. Benda padat, 2. Benda cair dan 3. Benda gas (udara) Aliran kalor substrat pada dimensi padat, cair dan gas dapat terjadi secara : 1. Konduksi, yaitu pengaliran panas melalui benda padat (penghantar) secara kontak langsung 2. Konveksi, yaitu pengaliran panas melalui media cair secara kontak langsung 3. Radiasi, yaitu pengaliran panas melalui media udara/gas secara kontak tidak langsung Pada aplikasi pendeteksian atau pengukuran tertentu, dapat dipilih salah satu tipe sensor dengan pertimbangan : 1. Penampilan (Performance) 2. Kehandalan (Reliable) dan 3. Faktor ekonomis ( Economic) Pemilihan Jenis Sensor Suhu Hal-hal yang perlu diperhatikan sehubungan dengan pemilihan jenis sensor suhu adalah: (Yayan I.B, 1998) 1. Level suhu maksimum dan minimum dari suatu substrat yang diukur. 2. Jangkauan (range) maksimum pengukuran 3. Konduktivitas kalor dari substrat 4. Respon waktu perubahan suhu dari substrat 5. Linieritas sensor 6. Jangkauan temperatur kerja Selain dari ketentuan diatas, perlu juga diperhatikan aspek phisik dan kimia dari sensor seperti ketahanan terhadap korosi (karat), ketahanan terhadap guncangan, pengkabelan (instalasi), keamanan dan lain-lain. SENSOR BIMETAL Bimetal adalah sensor temperatur yang sangat populer digunakan karena kesederhanaan yang dimilikinya. Bimetal biasa dijumpai pada alat strika listrik dan lampu kelap-kelip (dimmer). Bimetal adalah sensor suhu yang terbuat dari dua buah lempengan logam yang berbeda koefisien muainya (α) yang direkatkan menjadi satu. Bila suatu logam dipanaskan maka akan terjadi pemuaian, besarnya pemuaian tergantung dari jenis logam dan tingginya temperatur kerja logam tersebut. Bila dua lempeng logam saling direkatkan dan dipanaskan, maka logam yang memiliki koefisien muai lebih tinggi akan memuai lebih panjang sedangkan yang memiliki koefisien muai lebih rendah memuai lebih pendek. Oleh karena perbedaan reaksi muai tersebut maka bimetal akan melengkung kearah logam yang muainya lebih rendah. Dalam aplikasinya bimetal dapat dibentuk menjadi saklar Normally Closed (NC) atau Normally Open (NO). Logam A Logam B Bimetal sebelum dipanaskan Bimetal sesudah dipanaskan Kontruksi Bimetal ( Yayan I.B, 1998) Sistem Tanda Belok dengan Flasher Tipe Bimetal Sistem tanda belok tipe ini yaitu dengan mengandalkan kerja dari dua keping/bilah (strip) bimetal untuk mengontrol kedipannya. Bimetal terdiri dari dua logam yang berbeda (biasanya kuningan dan baja) yang digabung menjadi satu. Jika ada panas dari aliran listrik yang masuk ke bimetal, maka akan terjadi pengembangan/pemuaian dari logam yang berbeda tersebut dengan kecepatan yang berbeda pula. Hal ini akan menyebabkan bimetal cenderung menjadi bengkok ke salah satu sisi. Dalam flasher tipe bimetal terdapat dua keping bimetal yang dipasang berdekatan dan masing-masing mempunyai plat kontak pada salah satu ujungnya. Cara kerja sistem tanda belok dengan flasher tipe bimetal Pada saat saklar lampu sein digerakan (ke kiri atau kanan), arus mengalir ke voltage coil (kumparan) yang akan membuat kumparan tersebut memanas dan bengkok. Setelah kebengkokannya sampai menghubungkan kedua plat kontak di bagian ujungnya, arus kemudian mengalir ke current coil (kumparan arus) terus ke lampu sein/tanda belok dan akhirnya ke massa (gambar dibawah ). Saat ini lampu sein menyala dan current coil akan mulai bengkok menjauhi voltage coil. Setelah kebengkokan current coil membuat plat kontak terpisah/terbuka, maka lampu sein mati. Selanjutnya current coil akan menjadi dingin setelah arus yang mengalir hilang dan akhirnya bimatalnya akan lurus kembali posisinya sehingga plat kontak menempel kembali dengan plat kontak yang dari voltage coil. Arus akan mengalir kembali untuk menghidupkan lampu sein. Begitu seterusnya proses ini berulang sehingga lampu tanda belok berkedip. THERMISTOR Thermistor atau tahanan thermal adalah alat semikonduktor yang berkelakuan sebagai tahanan dengan koefisien tahanan temperatur yang tinggi, yang biasanya negatif. Umumnya tahanan Thermistor pada temperatur ruang dapat berkurang 6% untuk setiap kenaikan temperatur sebesar 1oC. Kepekaan yang tinggi terhadap perubahan temperatur ini membuat Thermistor sangat sesuai untuk pengukuran, pengontrolan dan kompensasi temperatur secara presisi. Thermistor terbuat dari campuran oksida-oksida logam yang diendapkan seperti: mangan (Mn), nikel (Ni), cobalt (Co), tembaga (Cu), besi (Fe) dan uranium (U). Rangkuman tahanannya adalah dari 0,5 sampai 75 dan tersedia dalam berbagai bentuk dan ukuran. Ukuran paling kecil berbentuk mani-manik (beads) dengan diameter 0,15 mm sampai 1,25 mm, bentuk piringan (disk) atau cincin (washer) dengan ukuran 2,5 mm sampai 25 mm. Cincin-cincin dapat ditumpukan dan di tempatkan secara seri atau paralel guna memperbesar disipasi daya. Dalam operasinya Thermistor memanfaatkan perubahan resistivitas terhadap temperatur, dan umumnya nilai tahanannya turun terhadap temperatur secara eksponensial untuk jenis NTC ( Negative Thermal Coeffisien) RT R A e T (2.3) Koefisien temperatur α didefinisikan pada temperature tertentu, misalnya 25oC sbb.: (2.4) Gambar berikut memperlihatkan simbol thermistor dan beberapa contoh thermistor di pasaran. . Termistor ditemukan oleh Samuel Ruben pada tahun 1930, dan mendapat hak paten di Amerika Serikat dengan nomor #2.021.491. Ada dua macam termistor secara umum: Posistor atau PTC (Positive Temperature Coefficient), dan NTC (Negative Temperature Coefficient). Nilai tahanan pada PTC akan naik jika perubahan suhunya naik, dengan kenaikan resistansi linier terhadap temperature. Sementara sifat NTC justru kebalikannya, dengan kenaikan resistansi secara exponential terhadap temperature.. Aplikasi Thermistor Ada banyak aplikasi thermistor, misalnya dalam bidang automotive, militer, kedokteran, telekomunikasi, space, dll. Dalam automotive bisa menggunakan NTC thermistor untuk memonitor temperatur radiator/mesin yang dihubungkan ke electronic control unit (ECU) dan kemudian ditampilakan dalam dashboard mobil. Dalam bidang kedokteran digunakan untuk memonitor temperatur pasien pada saat operasi berlangsung. Dalam bidang space untuk memonitor temperatur baterai, modul-modul satelit, memonitor ruangan dalam satelit, dll. Contoh Aplikasi Thermistor Pada contoh aplikasi ini digunakan thermistor jenis NTC untuk mengukur temperatur ruangan. Pertama kali dilakukan karakterisasi thermistor NTC tersebut yaitu dengan cara memasukkan ke dalam air es untuk temperatur dingin dan mendekatkan pada alat pemanas untuk temperatur panas, kemudian mencatat besar resistansinya. Gambar berikut hasil karakterisasi thermistor NTC. Hasil dari karakterisasi thermistor NTC tersebut kemudian diplot dalam software mathematic versi 5.1. Dari software tersebut diperoleh persamaan perubahan resistansi terhadap temperatur. dimana: R : Resistansi Thermistor (Kohm) T : Temperatur ruangan (oC) Persamaan di atas merupakan persamaan resistansi terhadap perubahan temperatur. Thermistor tersebut rencananya akan dihubungkan dengan data acquisition system supaya dapat dibaca besar temperatutnya. Untuk itu perlu adanya rangkaian tambahan, yaitu rangkaian pengkondisi sinyal untuk mengubah besaran resistansi menjadi tegangan analog. Rangkaian pengkondisi sinyal diperlihatkan dalam gambar berikut. Dalam Gambar tersebut, thermistor dihubungkan dengan sebuah resistor 10Kohm sehingga rangkaian tersebut berfungsi sebagai pembagi tegangan. Tegangan Vout dapat dicari menggunakan persamaan: dimana: Vout : Tegangan output yang merepresentasikan temperatur. R2 : Thermistor. R3 : Resistansi pembagi. Vcc : Tegangan sumber. Setelah dilakukan percobaan didapatkan hubungan antara temperatur ruangan terhadap tegangan output, hasilnya dapat dilihat dalam gambar berikut. Dari gambar tersebut didapatkan persamaan hubungan antara temperatur dengan tegangan output dari rangkaian sinyal kondisioning. dimana: T : Temperatur ruangan. V : Tegangan output yang merepresentasikan temperatur. Dari keluaran tegangan tersebut bisa langsung dihubungkan dengan data acquisition system untuk menampilkan hasil pengukuran temperatur ke dalam display AC 220 V Relay Resistor Variabel Saklar Relay Sumber Tegangan C B Panas E Thermistor NTC Contoh rangkaian aplikasi thermistor pada alarm panas otomatis RTD (Resistansi Thermal Detektor) RTD adalah salah satu dari beberapa jenis sensor suhu yang sering digunakan. RTD dibuat dari bahan kawat tahan korosi, kawat tersebut dililitkan pada bahan keramik isolator. Bahan tersebut antara lain; platina, emas, perak, nikel dan tembaga, dan yang terbaik adalah bahan platina karena dapat digunakan menyensor suhu sampai 1500o C. Tembaga dapat digunakan untuk sensor suhu yang lebih rendah dan lebih murah, tetapi tembaga mudah terserang korosi. Kumparan kawat platina Inti dari Quartz Terminal sambungan Kabel keluaran Gambar 2.9. Konstruksi RTD RTD memiliki keunggulan dibanding termokopel yaitu: 1. Tidak diperlukan suhu referensi 2. Sensitivitasnya cukup tinggi, yaitu dapat dilakukan dengan cara mem-perpanjang kawat yang digunakan dan memperbesar tegangan eksitasi. 3. Tegangan output yang dihasilkan 500 kali lebih besar dari termokopel 4. Dapat digunakan kawat penghantar yang lebih panjang karena noise tidak jadi masalah 5. Tegangan keluaran yang tinggi, maka bagian elektronik pengolah sinyal menjadi sederhana dan murah. Resistance Thermal Detector (RTD) perubahan tahanannya lebih linear terhadap temperatur uji tetapi koefisien lebih rendah dari thermistor dan model matematis linier adalah: R T R 0 (1 t ) dimana : Ro = tahanan konduktor pada temperature awal ( biasanya 0oC) RT = tahanan konduktor pada temperatur toC α = koefisien temperatur tahanan Δt = selisih antara temperatur kerja dengan temperatur awal Sedangkan model matematis nonliner kuadratik adalah: THERMOCOUPLE Pembuatan termokopel didasarkan atas sifat thermal bahan logam. Jika sebuah batang logam dipanaskan pada salah satu ujungnya maka pada ujung tersebut elektron-elektron dalam logam akan bergerak semakin aktif dan akan menempati ruang yang semakin luas, elektron-elektron saling desak dan bergerak ke arah ujung batang yang tidak dipanaskan. Dengan demikian pada ujung batang yang dipanaskan akan terjadi muatan positif. Thermocouple adalah salah satu dari beberapa jenis sensor temperatur yang menggunakan metode secara elektrik dan sensor ini adalah sensor yang paling luas digunakan pada dunia penindsutrian . Sensor ini terdiri dari dua kawat dari logam-logam yang berbeda yang kemudian dilas (dikonneksikan) menjadi satu sama lain pada salah satu ujungnya. thermocouple memiliki paling sedikit dua atau lebih hubungan yang berfungsi sebagai hubungan pertama sebagai variable pengukuran (Hot Junction) dan hubungan yang kedua sebagai referensi variable (Cold Junction) yang nantinya akan digunakan sebagai pembanding antar element. + Ujung panas VR Vs - Beda potensial yang terjadi pada kedua ujung logam yang berbeda panas jenisnya Ujung dingin Beda potensial pada Termokopel Vout V S V R Prinsip Kerja Prinsip kerja dari thermocouple menggunakan efek seebeck ( Efek Seebeck adalah konversi energi panas menjadi energi listrik). Arus listrik mengalir pada rangkaian tertutup dari 2 konduktor berbeda, apabila kedua sambungan mengalami beda temperatur. Bila rangkaian dibuka maka akan muncul tegangan Seebeck pada kedua terminal. jadi menurut efek seebeck ketika dua konduktor yang berbeda menerima panas maka akan menimbulkan emf (Electricmotive Force ) yang akan menimbulkan tegangan kecil dengan kisaran range 1 hingga 70 microvolt untuk setiap derajat kenaikan suhu. Dan kemudian akan dikonversikan sesuai dengan reference table yang telah ada (table ini sesuai dengan tipe dari thermocoupe yang dipakai). Tentunya thermocouple memiliki kelebihan dan kekurangan sehingga dalam pemakaiannya perlu ditempatkan sesuai dengan penggunaannya sehingga bisa mendapatkan hasil yang lebih baik. berikut kelebihan dan kekurangan dari thermocouple yang saya dapatkan dari beberapa sumber referensi saya. Kelebihan · Biaya pengadaan awal : rendah · Tidak ada bagian yang bergerak (No moving parts) · Range pengukuran : lebar (0 ~ 5000°F) · Response time singkat / pendek · Repeatability : cukup baik Kekurangan · Hubungan temperature dan tegangan tidak linear penuh · Sensitivitas rendah, umumnya 50 μV/°C (28 μV/°F) atau lebih rendah (tegangan rendah rentan dengan noise). · Accuracy pada umumnya tidak lebih baik dari pada 0.5 °C (0.9°F), tidak cukup tinggi untuk beberapa aplikasi .·Memerlukan suatu acuan temperatur yang dikenal, umumnya temperature air es 0°C (32°F). Modern thermocouple mengacu pada suatu acuan yang dihasilkan secara elektris.