30 BAB V PEMBAHASAN Karakteristik pada ibu dengan hipertensi

advertisement
BAB V
PEMBAHASAN
Karakteristik pada ibu dengan hipertensi gestasional terbanyak merupakan
primigravida atau nullipara yaitu sebanyak 26 ibu (29,8%). Hal ini sesuai dengan
teori yang dikemukakan oleh International Society for the Study of Hypertension
in Pregnancy (ISSHP) tahun 2014, bahwa faktor risiko terjadinya hipertensi
gestasional adalah riwayat preeklampsia, riwayat penyakit kronik (diabetes
melitus,
hipertensi
kronik,
atau
penyakit
ginjal),
kehamilan
multipel,
primigravida, obesitas, dan usia ibu (Shiozaki et al., 2013; Brown et al., 2014).
Angka kejadian hipertensi gestasional meningkat pada primigravida 3 sampai 5
kali lipat (Wolf et al., 2005; Manuaba, 2007; Mustafa et al., 2012) diperkirakan
karena faktor imunologi (Magee et al., 2014). Sebuah penelitian menunjukkan
terdapat perbedaan peningkatan kadar sFlt-1 antara ibu nullipara dengan ibu
primipara maupun multipara yang mengalami hipertensi gestasional dan
preeklampsia. Peningkatan kadar sFlt-1 pada ibu nullipara lebih besar daripada
kadar sFlt-1 pada ibu primipara maupun multipara (Wolf et al., 2005). Selain itu,
diperkirakan terjadi intoleransi imunologi antara feto-plasenta dan jaringan
maternal pada ibu nullipara yang mengakibatkan peningkatan tensi ibu (Kintiraki
et al., 2015). Pada penelitian ini hubungan antara paritas dengan angka kelahiran
preterm tidak diteliti.
Tabel 4.3 menunjukkan bahwa dari 31 ibu dengan hipertensi gestasional
yang tingkat hipertensinya ringan menyebabkan 8 kelahiran preterm (25,8%),
30
31
sedangkan dari 25 ibu dengan hipertensi gestasional yang tingkat hipertensinya
sedang menyebabkan 15 kelahiran preterm (60%), dan dari 31 ibu dengan
hipertensi gestasional yang tingkat hipertensinya berat menyebabkan 12 kelahiran
preterm (38,7%).
Hasil uji statistik dengan menggunakan uji korelasi Spearman didapatkan
nilai p = 0,306 dan koefisien korelasi (r) = -0,111 sehingga dapat ditarik
kesimpulan bahwa hubungan antara ibu penderita hipertensi gestasional dengan
angka kelahiran preterm di RSUD Dr. Moewardi tidak signifikan. Koefisien
korelasi menunjukkan korelasi negatif sangat lemah (0,00-0,199). Penelitian yang
menghasilkan kekuatan korelasi yang sangat lemah menunjukkan bahwa variabel
bebas bukan satu-satunya faktor yang mempengaruhi variabel terikat (Priyatno,
2011).
Pada penelitian Breen (2006), diketahui bahwa aspek emosional dan faktor
spiritual ibu dengan hipertensi gestasional dapat berpengaruh juga pada kelahiran
preterm. Ibu yang mengerti bahaya hipertensi gestasional sebagian besar
mengalami masalah emosional dan kekhawatiran jika komplikasi kehamilannya
itu akan berpengaruh kepada janinnya. Stres fisik maupun psikologi pada ibu
menyebabkan aktivasi prematur dari aksis Hypothalamus-Pituitary-Adrenal
(HPA).
Aksis
HPA
ini
menyebabkan
insufisiensi
uteroplasenta
dan
mengakibatkan kondisi stres pada janin (Offiah et al, 2012).Namun diungkapkan
lagi oleh Breen (2006) bahwa ibu yang memilki kepercayaan spiritual tertentu
dapat mengurangi efek stres tersebut dan menjadi lebih optimis sehingga memiliki
pengharapan positif. Berbeda dengan penelitian ini yang menggunakan data
32
sekunder secara retrospektif sebagai sampel, peneliti tidak dapat bertemu
langsung dengan pasien dan mengukur tingkat stres dan faktor spiritual masingmasing ibu.
Geelhoed et al. (2010) mengatakan bahwa kekuatan pada penelitiannya
terdapat pada desain penelitian prospektifnya karena ia dapat menentukan banyak
kovariat untuk mengendalikan variabel yang mempengaruhi kelahiran preterm
antara lain: indeks massa tubuh (IMT) maternal sebelum kehamilan dan riwayat
antenatal care (ANC). IMT sebelum kehamilan sangat berhubungan dengan
angka kelahiran preterm spontan maupun yang terindikasi induksi. Biasanya ibu
dengan IMT rendah sebelum kehamilan erat kaitannya dengan kelahiran preterm
spontan, sedangkan ibu dengan IMT obesitas erat kaitannya dengan kelahiran
preterm terindikasi induksi. (Torloni et al., 2009). IMT rendah bisa menjadi tanda
cadangan nutrisi yang minim di jaringan tubuh. Selain itu, ibu dengan IMT rendah
memiliki kapasitas yang kecil untuk ekspansi cairan selama kehamilan. Peneliti
juga menemukan adanya peningkatan ketonurea yang dapat menjadi indikator
defisiensi nutrisi pada wanita yang mengalami kontraksi di minggu ke-32
kehamilan, bila dibandingkan dengan subjek kontrol. IMT dapat mempengaruhi
kelahiran preterm juga karena faktor kekebalan tubuh dan proses inflamasi, hal ini
dibuktikan dengan adanya peningkatan pH vagina dan neutrofil pada ibu yang
berbanding lurus dengan peningkatan frekuensi kelahiran preterm (Al-Salami et
al., 2009).
Riwayat ANC pada ibu juga berpengaruh pada kelahiran preterm (Geelhoed
et al., 2010). ANC yang rutin memiliki pengaruh positif dalam mendeteksi
33
komplikasi yang mungkin terjadi selama kehamilan sehingga dapat melakukan
pencegahan lebih dini untuk prognosis yang lebih baik (Beeckman et al., 2012).
Analisis univariat yang dilakukan Huang et al. (2015) menunjukkan 6 dari 12
faktor risiko berhubungan dengan kelahiran preterm antara lain hipertensi
gestasional, IMT ibu yang rendah, riwayat ANC, dan diet seimbang.
Penelitian ini tidak menunjukkan hubungan yang signifikan kemungkinan
karena peneliti tidak memasukkan data IMT ibu dalam penelitian sehingga
berbeda dengan hasil yang diperoleh Torloni et al. (2009) dan Al-Salami et al.
(2009). Peneliti juga tidak dapat mengetahui rutinitas ANC sampel karena sampel
yang datang bersalin ke RSUD Dr. Moewardi sebagian besar melakukan ANC di
tempat layanan kesehatan lainnya. Sedangkan pada penelitian Huang et al. (2015),
konsep pelayanan kesehatan ibu hamil di Beijing adalah sejak ibu memilih rumah
sakit tertentu untuk tempat bersalin, maka seluruh pelayanan kesehatan selama
awal kehamilan hingga bersalin akan dilakukan di rumah sakit pilihannya
tersebut, sehingga riwayat ANC dapat diketahui dengan baik.
Faktor lain yang dapat mempengaruhi hasil penelitian ini adalah tidak
diketahuinya onset gejala hipertensi gestasional secara pasti. Sampel sebagian
besar datang ke RSUD Dr. Moewardi untuk bersalin, sehingga hanya tercatat data
tekanan darah saat mendekat persalinan. Penelitian Melamed et al. (2014)
mengemukakan bahwa terdapat perbedaan luaran janin dari ibu yang terdiagnosis
hipertensi gestasional sebelum 34 minggu kehamilan dan setelah 34 minggu
kehamilan. Hipertensi gestasional yang terdiagnosis lebih awal (<34 minggu
kehamilan) menyebabkan lebih banyak luaran yang lebih buruk (36% - 42%)
34
daripada hipertensi gestasional yang terdiagnosis setelah 34 minggu kehamilan
(7% - 20%) (p < 0,01). Pada penelitian serupa, Barton et al. (2001) menemukan
risiko terjadinya komplikasi kehamilan yang lebih buruk dapat meningkat pada
ibu penderita hipertensi gestasional yang terdiagnosis kurang dari 34 minggu
kehamilan.
Penelitian ini dilakukan di RSUD Dr. Moewardi yang tergolong rumah sakit
tipe A dengan fasilitas lengkap dan tenaga profesional yang cukup ahli menangani
kasus hipertensi gestasional sehingga komplikasi seperti kelahiran preterm dapat
dicegah dan dipertahankan sampai aterm. Oleh karena itu jumlah kelahiran
preterm dari ibu penderita hipertensi gestasional tidak cukup dominan.
Penelitian ini telah diusahakan dan dilaksanakan sesuai prosedur ilmiah,
namun demikian masih memiliki keterbatasan antara lain:
1. Faktor-faktor perancu yang tidak dapat dikendalikan dan dapat
mempengaruhi kelahiran preterm dalam penelitian ini hanya terdiri
dari tingkat stres ibu dan riwayat penyakit dahulu yang
kemungkinan tidak disebutkan oleh ibu saat pemeriksaan. Padahal
masih banyak faktor perancu lain yang dapat mempengaruhi
kelahiran preterm.
2. Sebagian besar faktor perancu hanya bisa diperoleh dengan bertemu
sampel langsung, namun pada penelitian ini peneliti mengambil data
sekunder secara retrospektif.
Download