BAB V. KESIMPULAN, SARAN DAN RINGKASAN V.1

advertisement
BAB V. KESIMPULAN, SARAN DAN RINGKASAN
V.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, dapat diambil kesimpulan bahwa :
1. Ekspresi P-glycoprotein meningkat sebanyak 21% pada sel Raji/Dox dibandingkan
sel Raji Parental (0%).
2. miR-451 tidak terekspresi pada sel Raji/Dox dan sel Raji Parental.
3. Terdapat hubungan antara microRNA dan P-glycoprotein pada resistensi sel Raji
terhadap DOX. Hubungan P-glycopretein dengan resistensi sel Raji terhadap DOX
berkorelasi dengan kenaikan nilai IC50.
V.2 Saran
Saran untuk penelitian selanjutnya :
1. Penelitian lanjutan mengenai ekspresi miR-451 pada sel Raji dengan menggunakan
limfosit sebagai pembanding.
2. Perlu dilakukan penelitian mengenai ekspresi miR-451 pada sel lini yang resisten
terhadap agen kemoterapi yang tidak terinfeksi virus Epstein-Barr.
3. Perlu dilakukan penelitian mengenai ekspresi miRNA-miRNA lain pada sel Raji, e.g
miR-21 yang pada diketahui berhubungan dengan mekanisme resisten pada kanker
melalui PTEN sebagai targetnya.
V.3 Ringkasan
V.3.1.Latar Belakang
Limfoma merupakan suatu kelompok tumor padat ganas yang muncul pada sistem
limfatik (Nogai et al., 2011). Limfoma secara garis besar terbagi menjadi limfoma Hodgkin’s
(LH) dan non-Hodgkin’s (LNH). Etiologi LNH sebagian besar belum diketahui. Akan tetapi
terdapat beberapa faktor resiko yang menyebabkan dan mempengaruhi perkembangan LNH,
yaitu faktor genetik, kelainan sistem imun, lingkungan, dan infeksi patogen (Bilodeau &
Fessele, 1998). Salah satu patogen yang diketahui terlibat dalam perkembangan LNH adalah
Epstein Barr Virus (EBV) (Au et al., 2004).
Virus EB merupakan salah satu jenis virus yang banyak ditemukan pada penderita
kanker (Richardson, 2005). Virus EB mengkode beberapa protein yang mempengaruhi
perkembangan host cell. Selain itu, virus EB juga mengkode microRNA virus yang
mempengaruhi ekspresi beberapa protein pada host cell maupun microRNA selular. Limfosit
B merupakan sel target dari virus EB.
Kemoterapi kombinasi merupakan salah satu standar terapi yang diberikan pada
penderita kanker. Doxorubicin (DOX) merupakan salah satu obat kemoterapi kombinasi yang
biasanya diberikan bersamaan obat-obat kanker yang lain (Roschewski & Wilson, 2011).
DOX bekerja dengan cara mengikat enzim yang terikat pada DNA (e.g enzim topoisomerase
I dan II), menginterkalasi dirinya pada DNA (Tacar et al., 2012) dan membentuk suatu
kompleks yang dapat memicu pembentukan radikal bebas.
Kasus resistensi terhadap kemoterapi obat banyak ditemukan pada penderita kanker.
Adanya over ekspresi P-glycoprotein diketahui menjadi salah satu mekanisme resistensi sel
kanker terhadap DOX. Protein P-gp merupakan salah satu protein transporter pengeluaran
obat keluar sel. Salah satu faktor yang diketahui mempengaruhi regulasi ekpresi P-gp adalah
microRNA yang bekerja dengan mentarget gen MDR-1.
miRNA ditemukan terlibat pada fisiologi maupun proses patofisiologi seperti
apoptosis atau kanker. miRNA memiliki kemampuan memainkan peran fungsional yang
penting pada perkembangan kanker (Rodrigues et al., 2011). Salah satu miRNA seluler yang
mulai dikembangkan sebagai kandidat biomarker untuk kanker adalah microRNA-451 (miR451). Beberapa penelitian memperlihatkan adanya keterlibatan miR-451 pada perkembangan
kanker. Salah satunya adalah keterlibatan miR-451 terhadap mekanisme resistensi terhadap
kemoterapi obat antikanker Doxorubicin pada sel lini MCF-7.
V.3.2.Tinjauan Pustaka
1. Limfoma
Limfoma merupakan tumor padat yang muncul pada sistem limfatik (National Cancer
Institute, 2007). WHO mengkategorikan limfoma menjadi limfoma Hodgkins dan nonHodgkins (Sel B dan Sel T. Pada LNH, limfosit mengalami pembelahan yang lebih cepat
dibandingkan dengan limfosit normal. Akibatnya limfosit tidak memerankan perannya untuk
melindungi tubuh dari infeksi atau patogen. LNH dapat muncul dibeberapa bagian tubuh,
diantaranya pada kelenjar getah bening, sum-sum tulang, limpa, darah ataupun organ tubuh
yang lain.
Etiologi LNH sebagian besar belum diketahui. Akan tetapi terdapat beberapa faktor
resiko yang menyebabkan LNH, yaitu faktor genetik, penurunan sistem imun, infeksi
patogen, dan lingkungan (Bilodeau & Fessel 1998). Di beberapa negara, sejumlah LNH
perkembangannya lebih disebabkan oleh infeksi virus (Longo 2010). Beberapa virus yang
diketahui terlibat dalam perkembangan LNH adalah Human Immunodeficiency Virus (HIV),
Human T-cell Lymphotropic Virus (HTLV), Human Herpes Virus 8 (HHV8), dan Epstein
Barr Virus (EBV) (Au et al., 2004).
2. Virus Epstein-Barr (virus EB)
Virus EB merupakan suatu virus DNA dari genus Lymphocryptoviridae, subtipe
gamma-1 dari sub-famili Gammaherpesvirinae (McLaughlin-Drubin dan Munger 2008,
Ocheni et al., 2010). Virus EB terlibat pada perkembangan keganasan dari beberapa penyakit
(Ocheni et al., 2010). Salah satunya pada limfoma Burkitt. Potensi keganasan penyakit
ditingkatkan dengan adanya protein LMP-1 dan EBNA-1 virus EB. Adanya infeksi virus EB
juga diketahui mempengaruhi aktifitas dan ekspresi dari microRNAs selular yang terlibat
pada patogenesis beberapa penyakit. Selain limfoma Burkitt, beberapa penyakit yang terkait
dengan virus EB meliputi karsinoma nasofarings, Hodgkin disease, Lymphoproliverative
disease, dan Oral hairy leukoplakia.
Genom virus EB mengkode kurang lebih 80 protein (Straus et al., 1993), Virus EB
selain mengkode protein fungsional juga menkode 40 microRNA (Amoroso et al., 2011).
Fungsi dari kebanyakan miRNAs virus EB belum banyak diketahui. miRNA yang dikode oleh
virus dapat bekerja sebagai regulator ekpresi gen virus atau mengganggu ekpresi host gene
(Lagana et al., 2010). miRNAs virus mungkin mengkontrol proliferasi host cell melalui
mentarget siklus sel dan regulator apoptosis.
3. Raji-Burkitt’s Lymphoma cell line
Raji-Burkitt’s Lymphoma cell line (Sel Raji) adalah sel yang mirip dengan sel
limfoblast. Sel Raji merupakan sel yang terinfeksi EBV. Sel Raji merupakan tipe suspension
cell dengan bentuk spheric (bulat). Inti sel dari sel Raji memiliki bentuk irregular (Das et al.,
2002). Epstein et al. (1966) menjelaskan dari hasil penelitiannya menunjukkan sel Raji
memiliki karakteristik diferensiasi yang kurang yang diperlihatkan dengan pembentukan
agregasi yang besar yang berisi ratusan individu, diameter yang relatif besar, inti yang tidak
teratur, dan sitoplasma yang cukup besar dengan ribosom bebas yang cenderung menggumpal
4. MicroRNA
MicroRNA (miRNA) merupakan famili dari small RNA (RNAs) endogen yang
diturunan dari perkusor besar yang membentuk struktur stem-loop yang tidak sempurna.
miRNA memiliki panjang ~22 nukleotida dan berperan penting sebagai molekul pengatur gen
pada organisme multiseluler, kontrol stabilitas, translasi mRNA pengkode protein dan
mempengaruhi hasil protein yang dikode oleh mRNA (Bartel, 2004; Bueno dan Malumbers,
2011).
Bartel (2004) mengungkapkan bahwa setiap miRNA melakukan fungsi molekularnya
dengan mengarahkan komplek RISC (RNA-induced silencing complex) ke arah mRNA target
yang menyebabkan penghambatan translasi atau degradasi mRNA target. Oleh karena itu
penurunan atau penghambatan miRNA umumnya memicu peningkatan ekspresi dari mRNA
target. miRNA banyak ditemukan terlibat dalam perkembangan beberapa kanker (Ferracin et
al., 2011). miRNA mempengaruhi proses yang berkaitan dengan perkembangan kanker
seperti proliferasi, kontrol siklus sel, apoptosis, diferensiasi, migrasi dan metabolisme.
5. MicroRNA-451
MikroRNA-451 (miR-451) merupakan salah satu jenis miRNA yang ditemukan
terlibat pada beberapa perkembangan kanker. Berdasarkan pada alignment dari sekuens miR451 yang mature dengan sekuens genomiknya, miR-451 dipetakan pada kromosom 17q11.2
dengan koordinat genomik (GRCh37): 17:27,188,386 - 27,188,457. miR-451 mengatur
pengaktifan dari beberapa ekspresi gen dan proses yang berhubungan dengan apoptosis,
pengaturan migrasi serta proliferasi sel (Godlewski et al. 2010), mekanisme resistensi
terhadap obat anti kanker (Kovalchuk et al., 2008), mempengaruhi sinyal, regulasi jalur
beberapa gen serta memungkinkan adanya adaptasi terhadap stress metabolik (Gao, 2011).
6. Doxorubicin
Doxorubicin (DOX) termasuk kelompok obat antrasiklin kemoterapi yang paling
banyak digunakan dalam pengobatan penyakit kanker. Bodley et al. (1989) menjelaskan
bahwa DOX memiliki kemampuan untuk berinterkalasi di antara pasangan basa double-helix
DNA di dalam inti sel sehingga merusak fungsi dari DNA, dan mengikat enzim yang
berhubungan dengan DNA (e.g topoisomerase I dan II). DOX dapat memicu adanya radikal
bebas yang menyebabkan kerusakan DNA lebih lanjut, penghambatan, produksi
makromolekul, unwinding / pemisahan DNA dan peningkatan alkilasi. Radikal bebas yang
terbentuk memungkinkan terjadinya peningkatan efek samping toksisitas dari penggunaan
obat.
7. Multidrug Resistance (MDR) pada Kanker
Resistensi sel kanker terhadap pengobatan dengan obat-obatan antikanker dipengaruhi
oleh beberapa faktor, yaitu penurunan uptake obat, peningkatan perbaikan kerusakan DNA,
penurunan apoptosis, perubahan metabolisme obat,
perubahan membran lipid, induksi
respon berbahaya pada gen, peningkatan atau perubahan target obat dan peningkatan pompa
pengeluaran obat (Szakacs et al., (2006), Gottesman (2002)).
Sel kanker yang resisten terhadap pengobatan membuat tumor kurang sensitif
terhadap efek sitotoksik atau sitostatika obat-obat anti kanker sehingga memungkinkan
perkembangan tumor yang lebih ganas (Wiemer, 2010). Resistensi terhadap pengobatan
menyebabkan sel kanker mampu bertahan dan menghindari pengobatan kemoterapi (Gao
2011).
V.3.3 Landasan Teori
Limfoma merupakan salah satu tumor ganas yang muncul pada sistem limfatik.
Limfoma terjadi akibat dikategorikan menjadi limfoma non-Hodgkins dan limfoma Hodkins.
Dibandingkan limfoma Hodgkins, limfoma non-Hodgkins lebih banyak ditemukan
kejadiannya di beberapa negara di dunia. Limfoma non-Hodgkins merupakan jenis kanker
padat. Perkembangannya
dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah faktor
genetik, gangguan sistem imun, infeksi patogen dan lingkungan. Salah satu faktor yang
ditemukan pada pasien LNH adalah adanya infeksi dari virus Epstein-Barr (virusEB). Virus
EB mengkode beberapa protein seperti EBNA, EBER, LMP dan microRNA virusyang
mempengaruhi host cell. Virus EB menyerang limfosit B. Limfoma Burkitt merupakan salah
satu limfoma sel B yang perkembangannya dipengaruhi oleh virus EB.
Kemoterapi kombinasi dengan menggunakan obat-obat anti kanker banyak
dimanfaatkan dalam pengobatan kanker, salah satunya adalah dengan menggunakan obat
doxorubicin (DOX). DOX merupakan obat antrasiklin yang memiliki kemampuan melawan
sel-sel yang membelah secara cepat. Terapi kombinasi DOX banyak digunakan pada pasien
kanker termasuk limfoma non-Hodgkins dengan mengkombinasikannya dengan obat yang
lain.
Meskipun DOX sangat efektif digunakan untuk kemoterapi, pada beberapa kasus
ditemukan adanya resistensi terhadap kemorapi yang diberikan pada penderita kanker. Salah
satu faktor yang diketahui memperngaruhi resistensi terhadap DOX adalah adanya
peningkatan protein transporter pengeluaran obat keluar sel, P-glycoprotein (P-gp).
MicroRNA (miRNA) merupakan famili dari small RNA (RNAs) yang memiliki panjang ~22
nukleotida dan berperan penting sebagai molekul pengatur gen pada organisme multiseluler,
kontrol stabilitas, translasi mRNA pengkode protein dan mempengaruhi hasil protein yang
dikode oleh mRNA. miRNA mampu mempengaruhi stabilitas mRNA targetnya dan bereaksi
sebagai regulator post-transkripsi melalui mekanisme penghambatan translasi mRNA,
peningkatan degradasi mRNA, atau peningkatan translasi mRNA pada kondisi stress.
MicroRNA (miRNA) banyak ditemukan terlibat pada perkembangan kanker.
Deregulasi miRNA juga terlibat dalam mekanisme resistensi obat doxorubicin pada beberapa
sel kanker melalui pengaturannya terhadap gen targetnya. Salah satu miRNA yang diketahui
terlibat pada MDR adalah miR-451. Melalui pengaturannya terhadap gen targetnya (MDR-1),
miR-451 mempengaruhi ekspresi dari P-gp (protein transporter obat). Deregulasi miR-451
menyebabkan peningkatan ekspresi dari MDR-1 dan protein P-gp. Doxorubicin merupakan
substrat dari P-gp, apabila terjadi peningkatan ekpresi P-gp maka akan menyebabkan
peningkatan jumlah Doxorubicin yang dikeluarkan dari dalam sel sehingga sel kanker
menjadi resisten terhadap kemoterapi yang diberikan.
V.3.3.Cara Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian ekperimental murni, dengan “Post test with
control group design”. Subyek penelitian berupa dua jenis sel Raji, yaitu sel Raji Parental
dan sel Raji/Dox. Kedua sel dikulturkan pada media komplit RPMI 1640 tanpa doxorubicin
dan diinkubasi pada suhu 37oC dengan CO2 5%. Resistensi sel terhadap doxorubicin
dianalisis dengan menggunakan uji MTT dengan melihat nilai IC50. Ekpresi P-gp pada kedua
sel dideteksi dengan metode imunositokimiawi sedangkan jumlah sel yang terekspresi
dihitung pada 10 lapang pandang dengan jumlah sel minimal 20 sel/lapang pandang. Analisis
microRNA 451 dilakukan dengan menggunakan quantitative Real Time-PCR.
V.3.4. Hasil Penelitian dan Pembahasan
1. Pengamatan Morfologi Sel Raji
Hasil pengamatan pertumbuhan pada sel Raji Parental dan sel Raji/Dox di bawah
mikroskop memperlihatkan bahwa sel Raji merupakan tipe suspension cell dengan bentuk
spheric (bulat). Hasil pengamatan pertumbuhan memperlihatkan karakteristik morfologi dari
sel Raji, yaitu sel Raji yang hidup terlihat tembus cahaya. Sedangkan sel Raji yang mati
terlihat memiliki bentuk membulat dengan ukuran yang lebih kecil dan tampak lebih gelap
jika dibandingkan dengan sel Raji Parentalnya.
Aktivitas proliferasi pada sel Raji/DOx menurun dibandingkan sel Raji Parental.
Penurunan aktifitas proliferasi pada sel yang memperlihatkan fenotip resisten terhadap obat
disebabkan oleh adanya perubahan ekspresi pada beberap protein yang mengkontrol siklus
sel (Lukyanova et al., 2009). Pop et al., (2008) mengemukakan bahwa pada sel yang resisten
terjadi proliferasi yang lebih lambat sebagai mekanisme adaptasi terhadap lingkungan.
2. Uji Aktivitas Sitotoksik Doxorubicin
Hasil uji resistensi sel terhadap DOX dengan uji MTT memeperlihatkan bahwa sel
Raji/Dox memiliki nilai IC50 dua kali lebih besar dibandingkan sel Raji Parental. Nilai IC50
untuk sel Raji Parental sebesar 8.82 μg/mL dan sel Raji/Dox sebesar 17.15 μg/mL.
Peningkatan nilai IC50 pada sel yang resisten terhap DOX terjadi karena adanya peningkatan
kemampuan sel untuk beradaptasi terhadap dosis DOX yang diberikan. Selain itu adanya
peningkatan protein P-glycoprotein yang menyebabkan pemompaan keluar obat dari dalam
ke luar sel sehingga akumulasi obat di dalam sel menurun (Shen et al., 2007). DOX juga
dapat mengaktifkan pengikatan DNA dengan p53, dimana p53 memerankan peran penting
dalam sitotoksisitas terhadap DOX (Minotti et al., 2004). Zhang et al. (1995) mengemukakan
bahwa aktifasi p53 oleh DOX berkontribusi terhadap resistensi melalui induksi produk gen
WAF1/CIP1 p21.
100
90
Raji Sensitif
Viabilitas sel (%)
80
Raji/DOX
70
60
50
40
30
20
10
0
0
10
20
30
40
50
60
Konsentrasi (ug/mL)
Grafik viabilitas sel Raji. Viabilitas sel Raji parental dan Raji/Dox setelah diberi perlakuan
doxorubicin konsentrasi bertingkat dengan metode MTT assay. Nilai IC50 untuk
sel Raji Parental sebesar 8.824092 μg/mL dan sel Raji/Dox sebesar 17.15686
μg/mL
3. Ekpresi Protein P-glycoprotein (P-gp) pada Sel Raji
Hasil analisis ekpresi P-glycoprotein pada kedua sel memperlihatkan bahwa ekpresi
P-glycoprotein hanya ditemukan pada sel Raji/Dox. Sedangkan pada sel Raji Parental tidak
ditemukan adanya ekpresi P-glycoprotein. Hasil perhitungan memperlihatkan bahwa pada Sel
Raji Parental tidak ditemukan sel yang mengekspresikan P-gp (persentase 0%), sedangkan
pada sel Raji/Dox 1% terlihat adanya ekspresi P-gp (21%).
Ekspresi P-gp pada sel Raji Parental. Sel Raji Parental tidak mengekspresikan P-gp,
ditandai dengan tidak terbentuknya warna cokelat pada membran
sitoplasmanya, (x 400).
Ekspresi P-gp pada sel Raji/Dox. Sel Raji/Dox mengekspresikan P-gp, ditandai dengan
terbentuknya warna cokelat pada membran sitoplasmanya (panah warna
merah), (x 400 dan x 1000).
Broxterman et al. (2009) menjelaskan bahwa P-gp merupakan salah satu transporter
pengeluaran obat antikanker yang berperan dalam mekanisme resistensi kemoterapi pada
pasien kanker. Salah satu fenotip yang menunjukkan adanya resistensi terhadap obat
kemoterapi adalah adanya penurunan akumulasi obat dan overekspresi dari P-glycoprotein
(P-gp). Adanya overekpresi P-gp banyak ditemukan pada sel-sel yang resisten terhadap
kemoterapi (Zhang et al., 2009).
Penelitian oleh Fardel et al. (1997) menyebutkan bahwa pada sel yang diberikan
perlakuan doxorubicin memperlihatkan adanya overekspresi P-glycoprotein melalui
peningkatan ekspresi gen MDR1. Terjadinya overekspresi P-gp dapat dipengaruhi oleh
adanya perubahan pada jumlah gen atau transkripsi. Sedangkan pada sel-sel kultur, terjadinya
overekpresi P-gp dapat disebabkan oleh beberapa stimulus seperti radiasi UV, heat shock,
serta agen-agen kemoterapi (Martinez et al., 2007). McCubrey et al., (2006) menjelaskan
bahwa DOX dapat menghasilkan ROS yang memicu stress oksidatif yang berperan dalam
efek antitumor. Peningkatan P-gp terjadi akibat ROS memicu perubahan fungsi enzim
fosfatase yang berperan dalam penghambatan p53 sehingga menyebabkan terganggunya
regulasi ekpresi protein Raf yang dapat mempengaruhi ekspresi dari gen MDR1.
4. Ekpresi microRNA 451 (miR 451) pada Sel Raji
Hasil isolasi sel Raji Parental dan sel Raji/Dox dari frozen cell menunjukkan nilai
konsentrasi RNA yang dihasilkan sebesar 119.4 μg dan 114.7 μg tiap mL sampel sel dan
terbentuk dua pita pada gel agarose 2%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak
ditemukan adanya ekspresi miR 451 baik pada sel Raji Parental maupun sel Raji/Dox. Grafik
amplifikasi dan kurva hasil qRT-PCR memperlihatkan amplifikasi hanya terjadi pada U6
SnRNA dan UniSp6 di kedua sampel sel Raji. Selain itu, hasil elektroforegram pada gel
agarose 2% juga menunjukkan tidak ditemukannya pita miR 451 baik pada sampel H2O, Raji
Parental, maupun Raji/Dox.
Kurva amplifikasi dengan Biorad CFX ManagerTM Software. Adanya amplifikasi pada U6
SnRNA dan UniSp6 ditandai dengan terbentuknya kurva berbentuk geometri,
sedangkan miR451 tidak teramplifikasi terlihat dari bentuk kurva berupa
plateau.
Tidak terekpresinya microRNA 451 pada hasil penelitian kemungkinan dikarenakan
karena adanya pengaruh dari virus Epstein-Barr. Adanya infeksi virus Epstein-Barr diketahui
dapat mempengaruhi ekpresi microRNA seluler dari sel yang terinfeksi virus (Skalsky dan
Cullen, 2010). Virus Epstein-Barr secara aktif meregulasi ekspresi microRNA selular dari
host cell untuk menciptakan lingkungan yang sesuai untuk virus.
Cullen (2013) mengemukakan bahwa virus dapat mempengaruhi biogenesis
microRNA seluler. Meskipun mekanisme interaksi secara langsung antara virus dengan
microRNA seluler belum diketahui secara jelas, namun beberapa penelitian memberikan
gambaran bagaimana virus dapat menurunkan ekpresi microRNA selular. Skalsky dan Cullen
(2010) menjelaskan virus dapat mempengaruhi ekspresi microRNA seluler melalui kompetisi
dengan pre-miRNAs seluler terhadap Exportin-5 di nukleus dan menghambat fungsi Dicer
pada sitoplasma, overekspresi microRNA virus, menghasilkan protein atau RNA yang secara
selektif menghambat fungsi dari microRNA selular.
Selain adanya pengaruh dari virus, tidak terekspresinya miRNA 451 mungkin
dikarenakan adanya downregulasi ekspresi miRNA 451. Jannson dan Lund (2012)
menjelaskan bahwa downregulasi ekspresi microRNAs dapat dipengaruhi oleh adanya
deregulasi dari transkripsi gen microRNA melalui mekanisme genetik, epigenetic, dan faktor
transkripsi. Adanya mutasi atau downregulasi dari protein-protein yang berperan dalam
biogenesis microRNA (i.e Dicer, Drosha, XPO5, P53) juga dapat mempengaruhi deregulasi
dari microRNA. Martello et al., (2010) menjelaskan bahwa adanya downregulasi ekspresi
microRNA juga dapat dipengaruhi oleh microRNA yang lain. Salah satunya pada miRNA103/107 family yang memperlihatkan mentarget Dicer yang menyebabkan penurunan jumlah
microRNA.
V.3.5. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, dapat diambil kesimpulan bahwa :
1. Ekspresi P-glycoprotein meningkat sebanyak 21% pada sel Raji/Dox dibandingkan
sel Raji Parental (0%).
2. miR-451 tidak terekspresi pada sel Raji/Dox dan sel Raji Parental.
3. Terdapat hubungan antara microRNA dan P-glycoprotein pada resistensi sel Raji
terhadap DOX. Hubungan P-glycopretein dengan resistensi sel Raji terhadap DOX
berkorelasi dengan kenaikan nilai IC50.
Download