Penatalaksanaan Fisioterapi pada Kasus Cerebral Palsy Spastik

advertisement
Penatalaksanaan Fisioterapi pada Kasus
Cerebral Palsy Spastik Quadriplegi Berat
disusun oleh:
Andriani Putri Agustania
1006719734
Febie Karmani Putra
1006719936
Gina Fazrina
1006719961
Nurul Hikmah Purwaningtyas
1006720250
Putri Damayanti
1006778314
Tari Sarastuti
1006778402
PROGRAM STUDI FISIOTERAPI
BIDANG STUDI KEDOKTERAN
PROGRAM VOKASI UNIVERSITAS INDONESIA
OKTOBER 2012
1
LEMBAR PENGESAHAN
Makalah konferensi kasus telah dikoreksi, disetujui, dan diterima oleh
Pembimbing Praktek Klinik Program Vokasi Bidang Studi Kedokeran Program
Studi Fisioterapi untuk melengkapi tugas Praktek Klinik I, pada:
Hari
: Rabu
Tanggal
: 17 Oktober 2012
Nama Pembimbing
:
Sri Widayat Ismiati, S.Pd., SST.Ft.
(Tanda Tangan)
…………………..
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan segala rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah laporan kasus ini yang berjudul “Penatalaksanaan Fisioterapi pada Kasus
Cerebral Palsy Spastik Quadriplegi Berat”.
Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk melengkapi
tugas dalam Praktek Klinik I Semester V mahasiswa Universitas Indonesia
Program Vokasi Bidang Studi Kedokteran Program Studi Fisioterapi. dan sebagai
bahan pembelajaran mengenai kasus Cerebral Palsy Spastik Quadriplegi Berat di
Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto.
Pada kesempatan ini, penyusun mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada dosen pembimbing, staf, dan dokter di RSPAD Gatot
Soebroto yang telah membantu dalam memberikan kelengkapan materi makalah
ini dan kepada para instruktur fisioterapi di RSPAD Gatot Soebroto, juga pasien
yang telah bersedia memberikan waktu untuk menjadi objek dalam makalah ini,
kepada orang tua dan teman-teman Fisioterapi yang telah memberikan bantuan
baik material maupun spiritual sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan
sebaik-baiknya.
Dalam penyusunan makalah ini penyusun menyadari makalah ini
masih belum sempurna. Oleh sebab itu, penyusun berharap saran dan kritik
membangun dari pembaca guna penulisan makalah berikutnya yang lebih baik.
Jakarta, 17 Oktober 2012
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN............................................................i
KATA PENGANTAR.......................................................................................ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR.........................................................................................v
DAFTAR TABEL.............................................................................................vi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Permasalahan
B. Tujuan Penulisan
C. Rumusan Masalah
D. Manfaat Penulisan
E. Metode Penulian
F. Sistematika Penulisaan
BAB II PEMBAHASAN
A. Anatomi dan Fisiologi Otak
B. Definisi Cerebral Palsy
C. Epidemiologi Cerebral Palsy
D. Etiologi Cerebral Palsy
E. Patofisiologi Cerebral Palsy
F. Gambaran Klinis Cerebral Palsy
G. Diagnosa Fisioterapi
H. Prognosis Cerebral Palsy
I. Penatalaksanaan Fisioterapi
BAB III LEMBAR ASSESSMENT FISIOTERAPI
A. Pengumpulan Data Identitas Pasien
B. Pengumpulan Data Riwayat Penyakit
C. Pemeriksaan
iii
1. Pemeriksaan Umum
2. Pemeriksaan Khusus
D. Pengumpulan Data Tertulis Pemeriksaan Penunjang
E. Identifikasi Problematik Fisioterapi
F. Urutan Masalah Fisioterapi Berdasarkan Prioritas
G. Diagnosis Fisioterapi
H. Program Pelaksanaan Fisioterapi
I. Pengumpulan Data Program Fisioterapi dari Dokter Rehabilitasi
Medik
J. Tujuan
K. Metode Pemberian Fisioterapi
L. Uraian Tindakan
M. Program untuk di Rumah
N. Evaluasi
O. Prognosis
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................52
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Permasalahan
Cerebral
Palsy merupakan kondisi yang erat kaitanya dengan defisit
sistem saraf pusat yang bersifat tidak progresif. Masalah pada Cerebral Palsy
biasanya didapat pada awal kelahiran. Cerebral Palsy bersifat permanen tetapi
tidak mengubah kerusakan neurodevelomnetal yang disebabkan kecacatan atau
kerusakan yang bersifat tidak progresif dalam satu atau beberapa lokasi di otak
yang immature.
Dalam kasus ini dibutuhkan tim dari pelayanan kesehatan masyarakat
berupa Fisioterapi. Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan masyarakat
yang ditujukan kepada individu atau kelompok untuk mengembangkan,
memelihara, dan memulihkan gerak serta fungsi tubuh manusia sepanjang daur
kehidupan dengan pelaksanaan manual, modality, pelatihan fungsi, dan
komunikasi.
Berdasarkan keadaan di atas, maka perlu adanya suatu bahasan dan
intervensi Fisioterapi dalam menangani masalah yang dihadapi oleh pasien
dengan Cerebral Palsy. Oleh karena itu, sebagai calon Fisioterapis, penulis merasa
bertanggungjawab dan dituntut untuk membantu mempertahankan, memelihara,
dan meningkatkan kapasitas fungsional sesuai derajat cerebral palsy yang dimiliki
pasien.
B. Tujuan Penulisan
Tujuan Umum:
1. Makalah ini dibuat untuk memenuhi persyaratan kelulusan dalam
praktek klinik.
2. Untuk menerapkan pengetahuan penulis dalam penatalaksanaan
fisioterapi pada kasus Cerebral Palsy Spastik Quadriplegi Berat
1
Tujuan Khusus:
1.
Mengetahui anatomi otak dan sistem saraf pusat
2.
Mengetahui definisi dan epidemiologi dari Cerebral Palsy Spastik
Quadriplegi Berat
3.
Mengetahui patofisiologi dan etiologi Cerebral Palsy Spastik
Quadriplegi Berat
4.
Mengetahui manifestasi klinis dan prognosis Cerebral Palsy
Spastik Quadriplegi Berat
5.
Mengetahui anamnesa, problematik dan diagnosis, serta intervensi
Fisioterapi yang tepat dalam penatalaksanaan kasus Cerebral Palsy
Spastik Quadriplegi Berat.
C. Rumusan Masalah
1. Bagaimana penatalaksanaan Fisioterapi pada kasus Cerebral Palsy
Spastik Quadriplegi Berat ?
2. Apa saja kekhususan yang harus diperhatikan dalam penanganan
Fisioterapi pada kasus Cerebral Palsy Spastik Quadriplegi Berat ?
D. Manfaat Penulisan
1. Bagi Penulis:
Dengan penulisan makalah ini, akan menambah pengetahuan,
pengalaman, dan pemahaman bagi penulis dalam penatalaksanaan
Fisioterapi pada kondisi Cerebral Palsy Spastik Quadriplegi Berat.
2. Bagi Institusi:
Dapat digunakan sebagai bahan kajian dan laporan kasus, serta
menambah khasanah ilmu pengetahuan di bidang kesehatan.
3. Bagi Masyarakat Umum:
Menambah pengetahuan dikalangan masyarakat umum tentang
terapi yang bermanfaat bagi pasien dengan kasus Cerebral Palsy
Spastik Quadriplegi Berat .
2
E. Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan adalah Metode Penanganan
Langsung serta Metode Studi Pustaka dan Website.
F. Sistematika Penulisan
1.
Kata Pengantar
2.
Daftar Isi
3.
Bab 1 Pendahuluan
A. Latar Belakang Permasalahan
B. Tujuan Penulisan
C. Rumusan Masalah
D. Manfaat Penulisan
E. Metode Penulisan
4. Bab II Pembahasan Kasus
5. Bab III Laporan Kasus
6. Bab IV Penutup
7. Daftar Pustaka
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Anatomi dan Fisiologi Otak
Sistem saraf dibagi menjadi system saraf pusat, yang terdiri atas
jaras saraf di otak dan medula spinalis, dan system saraf perifer, yang terdiri
atas saraf yang mempersarafi bagian tubuh lainnya. Koordinasi system saraf
pusat dan perifer memungkinkan kita bergerak, berbicara, berpikir, dan
berespons.
1. KONSEP FISIOLOGIS
1) NEURON
Neuron, yang juga disebut dengan sel saraf , adalah unit fungsional
system saraf dan merupakan sel yang sangat khusus. Maturasi saraf terjadi
sebelum atau segera setelah lahir. Saat matur, neuron tidak menjalani
reproduksi sel dan tidak dapat diganti. Setiap neuron berfungsi untuk
menerima stimulus yang dating dari, dan mengirim stimulus yang keluar ke
saraf lain, otot, atau kelenjar. Neuron melewati dan menerima sinyal melalui
perubahan aliran ion bermuatan listrik bolak-balik melintasi membrane sel
neuron.
2) BAGIAN NEURON
Kebanyakan neuron memiliki empat bagian : dendrite, ujung aferen
yang menerima sinyal yang dating; badan sel, bagian tengah yang
mengandung nucleus; akson, pemanjangan tempat lewatnya sinyal; dan
terminal akson, yang bercabang dari akson dan menyampaikan sinyal ke sel
lain.
-
Dendrit
Dendrit adalah perluasan saraf dari badan sel. Dendrit adalah bagian neuron yang
menerima stimulasi dari saraf lain. Setiap neuron dapat memiliki cabang dendrite.
Eksitasi neuron biasanya berawal di dendrite. Dendrit membawa eksitasinya ke
segmen yang berdekatan, yaitu badan sel
3
-
Badan Sel
Badan sel mengandung organel tipikal sel manusia. Nukleus, yang
mengandung informasi genetic neuron, mengarahkan produksi protein, enzim, dan
neurotransmitter yang diperlukan oleh saraf untuk fungsi tepatnya. Badan sel
mengantarkan zat tersebut ke bagian neuron lainnya sesuai kebutuhan. Walaupun
eksitasi saraf biasanya berawal dengan eksitasi dendrite, badan sel kadangkala
dapat distimulasi secara langsung oleh stimulus yang dating dari neuron lain dan
oleh stimulus kimia dan listrik. Badan sel menyampaikan sinyal listrik ke segmen
berikutnya, yaitu akson.
-
Akson
Tonjolan dari badan sel adalah akson, bagian pangkalnya disebut segmen
inisial atau zona pemicu. Akson adalah serabut panjang tempat lewatnya sinyal
listrik yang dimulai di dendrite dan badan sel. Akson mentransmisikan sinyal awal
ke neuron lain atau ke otot atau kelenjar. Percabangan batang utama akson dapat
berupa serabut kolateral multiple. Serabut kolateral menyampaikan informasi ke
banyak sel saraf lain yang saling berhubungan, dengan meningkatkan pengaruh
neuron di sepanjang system saraf. Di sepanjang akson, protein kontraktil dan
mikrotubulus mengangkut zat yang dihasilkan di badan sel.
Akson juga disebut serabut saraf ; banyak serabut saraf yang melintas
bersama di suatu berkas disebut saraf. Pada beberapa saraf, akson ditutup oleh
lapisan lemak yang terisolasi yang disebut, myelin. Mielin diproduksi ketika sel
penyokong membungkus membrane plasmanya di sekitar akson. Pada system
saraf perifer, sel penyokong adalah sel Schwann. Pada system saraf pusat, myelin
dihasilkan oleh tipe sel khusus, oligodendrosit. Mielin meningkatkan kecepatan
sinyal listrik yang ditransmisikan melalui akson.
-
Terminal Akson
Di ujung setiap batang akson utama dan kolateral, percabangan meluas.
Percabangan akson yang terakhir ini disebut terminal akson. Melalui terminal
akson, sinyal listrik disampaikan ke dendrite atau badan sel neuron kedua. Di
system saraf perifer, sinyal juga dapat disampaikan ke sel otot atau kelenjar.
4
Gambar 1- Serabut saraf
dalam medulla. Akson atau
silinder aksis berjalan dari sel
ke ujung akhir serabut saraf,
dilindungi
sebuah
sarung
berlemak – sarung meduler
yang diselingi nodus ranvier
-
Kategori Neuron
Neuron yang membawa informasi dari system saraf perifer ke system saraf
pusat disebut neuron sensorik atau neuron aferen. Neuron ini adalah satu-satunya
tipe sel saraf yang tidak memiliki dendrite, tetapi memiliki reseptor di ujung
distalnya yang mendekati stimulus kimia atau fisik. Neuron yang membawa
informasi keluar dari system saraf ke berbagai organ target (sel otot, saraf lain,
atau kelenjar) disebut neuron motorik atau neuron eferen. Kelompok neuron
ketiga menyampaikan pesan antara neuron aferen dan neuron eferen. Neuron ini
disebut interneuron. Hamper 99% dari semua neuron di tubuh adalah interneuron
dan semua interneuron terletak di system saraf pusat
Gambar 2 – Klasifikasi sel saraf sesuai dengan fungsinya ;
aferen, interneuron, dan eferen
- Sinaps
5
Sinaps adalah titik pertautan antara dua neuron. Neuron berkomunikasi satu sama
lain dengan melepaskan zat kimia ke dalam celah kecil (celah sinaps) yang
memisahkan satu neuron dengan neuron lainnya. Zat kimia yang dilepaskan
neuron tertentu disebut neurotransmitter. Biasanya neurotransmitter dilepaskan
dari terminal akson satu neuron, berdifusi melintasi celah sinaps, dan berikatan
dengan reseptor pada dendrite atau badan sel neuron lain. Sel yang melepaskan
neurotransmitter disebut neuron prasinaps. Neuron yang melengkapi sinaps
disebut neuron pascasinaps.
Gambar 3- Di sinaps, neuron
prasinaps melepaskan zat kimia
yang berdifusi melintasi celah
sinaps dan berikatan dengan sel
pasca sinaps.
-
Neurotransmitter dan Neuromodulator
Kebanyakan neurotransmitter disintesis di badan sel dan disalukan mellui
akson ke terinal akson. Seringkali
neuromodulator,
adalah
tipe
zat
kotransmitter, yang disebut dengan
kimia
yang
sedikit
berbeda
dengan
neurotransmitter. Neuromodulator biasanya membutuhkan waktu yang lebih lama
untuk bekerja dan dapat berfungsi untuk meningkatkan atau mengurangi
transkripsi DNA dan sintesis protein. Neuron modulator sering mempengaruhi
respon sel pascasinaps terhadap neurotransmitter, dan berkaitan dengan fungsi
jangka panjang seperti belajar, mood, dan perkembangan.
Contoh neurotransmitter dan neuromodulator adalah sebagai berikut :
monoamine-norepinefrin, serotonin, dopamine, dan histamine; asam amino-asam
gama-aminobutirat (gama-aminobutyric acid, GABA), glisin, glutamate, dan
aspartat;asetilkolin; dan neuropeptida, yang meliputi endorphin, enkelfalin dan
substansi P, peptide intestinal vasoaktif (vasoactive intestinal peptide, VIP) dan
adenosine trifosfat (ATP).
6
Bahkan beberapa gas dapat berfungsi sebagai neurotransmitter, yang
meliputi nitrogen monoksida dan karbon dioksida. Gas tidak berikatan dengan
reseptor pascasinaps, namun berdifusi ke dalam sel pascasinaps untuk melakukan
kerja.
Beberapa neurotransmitter (mis., asetilkolin an norepinefrin) dapat
merangsang atau menghambat sel pascasinaps. Akan tetapi, neurotransmitter
seringkali memiliki efek yang sama (eksitasi atau inhibisi) pada semua sel yang
diikatnya. Contoh neurotransmitter inhibisi adalah GABA, glisin , nitrogen,
monoksida dan biasanya dopamine. Glutamin adalah contoh neurotransmitter
eksitasi.
3) PELINDUNG OTAK
Pelindung otak terdiri dari :
•
Rambut, kulit, tulang tengkorak
(cranium)
•
Darah sinus venosus
•
Meninges , yang terbagi menjadi :
•
–
Dura mater
–
Membran Araknoid
–
Pia mater
Cairan Serebrospinal (CSS)
Gambar 4- Bagian-bagian
pelindung otak dan medulla spinalis
-
Meninges
Otak dan sumsum tulang belakang diselimuti oleh membrane tipis yang
disebut “meninges” yang melindungi struktur syaraf , membawa pembuluh darah,
dan dengan sekresi sejenis cairan, yaitu cairan serebro-spinal yang berfungsi
memperkecil benturan atau goncangan. Meninges/ meningia terdiri atas 3 lapis,
yaitu; pia mater (“little mother”), yang terdapat tepat di atas otak, araknoid
(“seperti laba-laba”) sebagai lapisan tengah, dan dura mater (“thick mother”) di
bagian luar.
7
Ruangan di atas dura mater disebut epidural, dan ruangan di bawah dura
mater tetapi di atas araknoid disebut subdural. Ruang epidural dan subdural berisi
banyak pembuluh darah kecil. Kerusakan pada pembuluh darah tersebut
menyebabkan penimbunan darah di ruang epidural atau subdural. CSS
bersirkulasi di ruang subaraknoid (di bawah araknoid, di atas pia mater).
Meningitis adalah radang pada meninges ,gejalanya berupa bertambahnya
jumlah dan berubahnya susunan cairan serebro-spinal (CSS). Infeksi yang terjadi
disebabkan oleh bakteri atau virus; dan diagnosis dapat dilakukan dengan
memeriksa cairan serebro-spinal yang diambil melalui pungsi lumbal.
-
Pia mater
Pia mater berada di dalam celah-celah pada otak dan sumsum tulang
belakang. Karena letaknya sangat erat , pia mater berfungsi menyediakan darah
pada otak dan sumsum tulang belakang.
-
Araknoid
Merupakan selaput halus yang memisahkan pia mater dari dura mater.
-
Dura mater
Duramater padat dan keras, terdiri atas dua lapisan. Lapisan luar yang
melapisi tengkorak, dan lapisan dalam yang bersatu dengan lapisan luar, kecuali
pada bagian tertentu, tempat sinus-sinus terbentuk, dan tempat dura mater
membentuk bagian-bagian berikut : Falks serebri yang terletak diantara kedua
hemisfer otak. Tepi atas falks serebri membentuk sinus longitudinalis superior
atau sinus sagitalis superior yang menerima darah vena dari otak, dan tepi bawah
falks serebri membentuk sinus longitudinalis inferior atau sinus sagitalis inferior
yang menyalurkan darah keluar falks serebri. Tentorium serebeli memisahkan
serebelum dari serebrum. Diafragma selae adalah sebuah lipatan berupa cincin
dalam dura mater dan yang menutupi sela tursika, yaitu sebuah lekukan pada
tulang sphenoid , yang berisi hipofisis.
4) CAIRAN SEREBROSPINAL DAN VENTRIKEL
Cairan serebro-spinal bersifat alkali dan tidak berwarna. Walaupun CSS
dibentuk dari plasma
yang mengalir melalui otak, konsentrasi elektrolit dan
8
glukosanya berbeda dari konsentrasi plasma. Tekanannya adalah 60 sampai 140
mm air. Fungsi CSS yaitu bekerja sebagai buffer, melindungi otak dan sumsum
tulang belakang dari getaran fisik, menghantarkan makanan ke jaringan sistem
syaraf pusat. CSS dibentuk sebagi hasil filtrasi, difusi, dan transport aktif yang
melintasi kapiler khusus ke dalam ventrikel (rongga) otak, terutama ventrikel
lateral. Jaringan kapiler yang berperan dalam pembentukan CSS disebut pleksus
koroideus. Pleksus koroid dibentuk jaringan pembuluh darah kapiler yang sangat
halus dan ditutupi bagian pia mater yang membelok ke dalam ventrikel dan
menyalurkan cairan serebro-spinal.
Saat berada di dalam ventrikel, CSS mengalir ke arah batang otak. Melalui
lubang kecil di batang otak, CSS bersirkulasi ke permukaan otak dan medulla
spinalis. Di permukaan otak , CSS masuk ke system vena dan kembali ke jantung.
Dengan demikian, CSS terus-menerus mengalami resirkulasi pada system saraf
pusat. Apabila jalur konduksi ventrikel untuk CSS mengalami sumbatan, dapat
terjadi penimbunan cairan, yang mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan di
dalam dan permukaan otak.
Gambar 5 - Arah aliran :
Ventrikel lateral à
Ventrikel III à Ventrikel IV à ruang subaraknoid
yang mengelilingi seluruh otak dan medula spinalis
à vili araknoid à vena à absorpsi
9
-
Sistem ventrikuler
Sistem ventrikel terdiri atas beberapa rongga dalam otak yang
berhubungan satu sama lain. Ke dalam rongga-rongga itulah pleksus koroid
menyalurkan cairan serebro-spinal. Kedua
ventrikel
lateral,
masing-masing
berada satu pada tiap hemisfer otak, bersambung dengan ventrikel ketiga yang
terletak pada garis tengah antara kedua thalamus. Ventrikel ketiga bersambung
dengan ventrikel keempat, yang terdapat diantara serebelum, pons, dan medulla
oblongata, melalui saluran kecil, akuaduktus serebri. Celah-celah pada atap
ventrikel keempat memungkinkan cairan serebro-spinal memasuki ruang
subaraknoid yang mengelilingi keseluruhan otak dan sumsum tulang belakang.
-
Pungsi lumbal.
Karena sumsum tulang belakang berakhir pada ketinggian vertebrae
lumbalis pertama atau kedua dan ruang subarachnoid memanjang terus hingga
ketinggian vertebrae sakralis kedua, contoh cairan serebro-spinal dapat disedot
keluar dengan menyuntikkan jarum pungsi lumbal ke dalam ruang sub arakhnoid
di antara titik-titik ini, dan tindakan ini disebut pungsi lumbal.
Pemeriksaan cairan serebro-spinal yang dilakukan dengan cara tersebut
dapat mengungkapkan keterangan penting tentang kemungkinan adanya
meningitis dan perdarahan subaraknoid pada otak.
2. BAGIAN-BAGIAN OTAK
Perkembangan otak terletak di dalam rongga cranium tengkorak. Otak
berkembang dari sebuah tabung yang mulanya memperlihatkan tiga gejala
pembesaran : otak awal, yang disebut otak depan, otak tengah, dan otak belakang.
Otak depan,
menjadi belahan otak (hemisferium serebri), korpus
striatum dan talami (thalamus dan hipotalamus)
Otak tengah,
otak tengah (diensefalon)
Otak belakang,
pons Varoli
medulla Oblongata
ketiga bagian ini membentuk
Batang otak
serebelum
10
1) SEREBRUM
Mengisi bagian depan dan atas rongga tengkorak, yang masing-masing
disebut fosa kranialis anterior dan fosa kranialis tengah. Serebrum terdiri atas 2
belahan (hemisfer) besar sel saraf (substansi kelabu) dan serabut saraf (substansi
putih). Lapisan luar substansi kelabu disebut korteks. Kedua hemisfer otak itu
dipisahkan celah yang dalam, tetapi bersatu kembali pada bagian bawahnya
melalui korpus kalosum , yaitu masa substansi putih yang terdiri atas serabut
syaraf. Di sebelah bawahnya lagi terdapat kelompok-kelompok substansi kelabu
atau ganglia basalis.
Fungsi serebrum. Hal ini telah disinggung dalam berbagai hal yang telah
diuraikan di atas. Singkatnya adalah : Korteks serebri mengandung pusat-pusat
lebih tinggi yang berfungsi mengontrol mental, tingkah laku, pikiran, kesadaran,
moral, kemauan, kecerdasan, kemampuan berbicara, bahasa, dan beberapa
perasaan khusus.
Berbagai daerah pada otak. Fisura-fisura dan ulkus-ulkus membagi
hemisfer otak menjadi beberapa daerah. Korteks serebri bergulung-gulung dan
terlipat secara tidak teratur, sehingga memungkinkan luas permukaan substansi
kelabu bertambah. Lekukan diantara gulungan-gulungan itu disebut sulkus, dan
sulkus yang paling dalam membentuk fisura longitudinal dan lateralis. Fisurafisura dan sulkus-sulkus ini membagi otak dalam beberapa daerah atau “lobus”
yang letaknya sesuai dengan tulang yang berada di atasnya, seperti lobus frontalis,
temporalis, parietalis, dan oksipitalis.
Fisura longitudinalis adalah celah dalam pada bidang medial yang
membagi serebrum menjadi hemisfer kanan dan kiri. Sekeping tipis dura mater
yang disebut falks serebri menyelipkan dirinya ke dalam fisura itu. Dengan cara
yang sama sebagian kecil dura mater, yang disebut falks serebeli, membagi
serebelum menjadi hemisfer kanan dan kiri.
Sulkus lateralis, atau fisura silvius , memisahkan lobus temporalis dari
lobus frontalis (pada sebelah anterior) dan dari lobus parietalis pada sebelah
posterior. Sulkus sentralis atau fisura Rolando memisahkan lobus frontalis dari
lobus parietalis. Lobus oksipitalis terletak di belakang lobus parietalis dan
11
bersandar pada tentorium serebeli, yaitu sebuah lipatan dura mater yang
memisahkan fosa kranialis tengah dan fosa kranialis posterior di bawahnya.
Korteks serebri terdiri atas banyak lapisan sel saraf yang merupakan substansi
kelabu serebrum. Korteks serebri ini tersusun dalam banyak gulungan-gulungan
dan lipatan yang tidak teratur, dan dengan demikian menambah daerah permukaan
korteks serebri, persis sama seperti melipat sebuah benda yang justru
memperpanjang jarak sampai titik ujung yang sebenarnya.
Substansi putih terletak agak lebih
dalam dan terdiri atas serabut saraf milik selsel pada korteks. Substansi putih pada
hemisfer otak terdiri atas serabut saraf yang
bergerak
ke
dan
dari
korteks,
dan
menyambungkan berbagai “pusat” pada otak
dengan sumsum tulang belakang.
Korteks
serebri
dibagi
menjadi
beberapa daerah , sebagian memiliki fungsi
motorik, dan sebagian lagi memiliki fungsi
sensorik.
Daerah motorik terletak persis di
depan sulkus sentralis, dan memanjang terus
hingga sulkus lateralis. Daerah motorik
kort
Gambar 6- Susunan substansia
putih pada otak
eks mengandung sel-sel besar yang
merupakan awal jalur motorik yang
mengendalikan gerakan pada sisi lain
tubuh.
Keseluruhan
tubuh
justru
dilukiskan terbalik yaitu : berturut-turut
dari atas ke bawah adalah daerah
motorik yang mengendalikan anggota
badan bawah, badan, anggota badan
Gambar 7- Alur penerimaan impuls
(input, proses, dan output)
atas, leher, dan akhirnya kepala, seperti
yang diperlihatkan dalam.
12
Pada orang-orang yang lazim menggunakan anggota badannya yang
sebelah kanan, Daerah Broca terletak pada sisi kiri hemisfer, sebaliknya pada
orang-orang kidal, Daerah Broca terletak pada sisi kanan hemisfer.
Korteks sensorik terletak persis di belakang sulkus sentralis. Di sini
berbagai sifat perasaan dirasakan dan lantas ditafsir. Daerah auditorik
(pendengaran) terletak pada lobus temporalis, persis di bawah fisura
longitudinalis. Di sini kesan atas suara diterima dan ditafsirkan. Daerah visual
(penglihatan) terletak pada ujung lobus oksipitalis yang menerima bayangan serta
kesan-kesan untuk ditafsirkan. Pusat pengecapan dan penciuman terletak agak di
sebelah depan pada lobus temporalis.
Gambar 8– Lobus-lobus pada otak memiliki fungsi yang
berbeda-beda
2) TALAMUS
Talamus menerima semua informasi sensorik yang datang (kecuali bau)
dan secara berturut-turut menyampaikan informasi tersebut melalui berbagai
traktus aferen ke bagian ain korteks serebri. Serabut desendens dari korteks
serebri juga berjalan ke bawah menuju thalamus. Fugsi korteks serebri bergantung
pada penyampaian thalamus. Talamus juga merupakan bagian dari system aktivasi
reticular (RAS) , suatu kelompok neuron yang luas yang penting dalam membuat
individu terjaga. Talamus menerima informasi nyeri dan menyampaikannya ke
korteks serebri.
13
3) HIPOTALAMUS
Hipotalamus membentuk dasar diensefalon. Hipotalamus merupakan organ saraf
dan
endokrin
penting
yang
bertanggungjawab
untuk
mempertahankan
homeostasis (kestabilan lingkungan internal). Hipotalamus mengintegrasikan dan
mengarahkan informasi mengenai
pengaturan suhu tubuh, lapar, dan haus,
aktivitas system saraf otonom, dan status emosi. Pengaturan kadar beberapa
hormone, termasuk hormone hipofisis.
Gambar 9– Daerah pada hipotalamus yang berfungsi untuk
mengatur suhu tubuh, lapar, dan haus, aktivitas system saraf
otonom, dan status emosi
4) GANGLIA BASALIS
Beberapa kelompok kecil substansi kelabu yang disebut ganglia atau
nuclei basalis terbenam dalam massa substansi putih pada setiap hemisfer otak.
Ganglia basalis tersusun dari beberapa struktur yang dapat dipisahkan secara
anatomis atau fisiologis, yang mencakup nucleus kaudatus dan putamen, dan
globus palidus. Struktur ini berhubungan erat dengan massa substansi kelabu yang
lain, yaitu thalamus yang terletak ditengah–tengah struktur itu. Semua proyeksi ke
dan dari ganglia basalis melalui thalamus. Ganglia basalis penting untuk
menginhibisi gerakan yang tidak perlu, mengontrol gerakan yang sangat terampil
yang memerlukan pola dan kecepatan respons tanpa pemikiran yang disengaja.
Ada kemungkinan besar system nucleus dan serabut ini, yang merupakan bagian
system ekstra-piramidal , mempengaruhi tonus dan sikap tubuh , menyatukan dan
14
menyesuaikan gerakan-gerakan otot-sadar utama, yang merupakan tugas jalur
motorik desendens yang besar, atau system pyramidal.
Gangguan pada daerah-daerah ini menyebabkan tremor atau gemetaran pada saat
tidak bergerak; apabila bergerak, gerakan akan menjadi kaku. Contohnya pada
penyakit Parkinson atau paralisis agitans, yaitu keadaan progresif yang bermula
pada saat seseorang menginjak masa setengah umur. Gangguan itu tampak berupa
kepala tegang dan kaku, badan membungkuk, lengan dengan jari-jemari yang
kaku menggelantung di samping, jempol mendekati jari-jari lain seperti
menggelintir pil secara ritmik. Paha kaku dan agak susah bergerak. Pasien yang
menderita sakit ini hanya mampu melangkah dengan langkah-langkah pendek dan
pelan.
Gambar 10– Potongan melintang otak yang menunjukkan ganglia
basalis
Kapsula interna terbentuk oleh berkas-berkas serabut motorik dan sensorik yang
menyambung korteks serebri dengan batang otak dan sumsum tulang belakang.
Pada saat melintasi pulau-pulau substansi kelabu, berkas-berkas saraf ini berpadu
satu sama lain dengan eratnya.
Trombosis arteri yang melayani kapsula interna dapat menimbulkan
kerusakan pada salah satu sisi tubuh (hemiplegia); kerusakan serebro-vaskuler
seperti itu disebut “stroke”.
5) BATANG OTAK
Batang otak terdiri atas otak tengah (diensefalon), pons Varoli dan medulla
Oblongata.
Otak
tengah
mengandung
pusat-pusat
yang
mengendalikan
15
keseimbangan dan gerakan-gerakan mata. Pons Varoli memiliki banyak serabut
yang berjalan menyilang pons untuk menghubungkan kedua lobus serebelum; dan
menghubungkan ke korteks serebri. Medula oblongata mengandung nucleus atau
badan sel dari berbagai saraf otak yang penting. Selin itu, medulla oblongata
mengandung “pusat-pusat vital” yang berfungsi mengendalikan pernapasan dan
system kardio-vaskuler.
Gambar 11- Bagian-bagian batang
otak
6) SEREBELUM
Serebelum adalah bagian terbesar dari otak belakang. Serebelum
mempunyai hubungan dengan berbagai bagian lain system persarafan. Tetapi
hubungannya yang terutama adalah dengan hemisfer serebri pada sisi yang lain
dengan batang otak. Selain itu, serebelum menerima serabut dari sumsum tulang
beakang dan berhubungan dengan pusat-pusat reflex penglihatan pada atap otak
tengah (diensefalon), dengan thalamus, dengan serabut-serabut saraf pendengaran.
Fungsi serebelum adalah mengatur sikap dan aktivitas sikap badan.
Serebelum berperan penting dalam koordinasi otot dan menjaga keseimbangan.
Bila serabut kortiko-spinal yang melintas dari korteks serebri ke sumsum tulang
belakang mengalami penyilangan, dan dengan demikian mengendalikan gerakan
sisi lain tubuh , hemisfer, serebeli mengendalikan tonus otot dan sikap pada
sisinya sendiri.
16
Gambar 12– Cerebellum
Cedera unilateral pada serebelum mengakibatkan gangguan pada sikap dan
tonus otot. Gerakan sangat tidak terkoordinasi. Seorang pasien yang mengalami
gangguan tersebut mungkin tidak
sanggup memasukkan makanan ke
mulutnya
ambing
sendiri
sewaktu
,
terombang-
berjalan,
dan
cenderung jatuh ke arah sisi badan
yang
mendapat
cedera.
Semua
gerakan sadar dan otot-otot anggota
badan menjadi lemah, dan cara
bicarapun lambat.
Gambar 13– Lokasi cingulate gyrus,
thalamus, hipocampus dan amygdala
7) SISTEM LIMBIK
Sistem limbic adalah kelompok difus neuron dari area yang berbeda di otak.
Neuron di system limbic meliputi serabut dari semua lobus otak depan dan
hubungan yang luas dari hipotalamus dan thalamus. Area otak tengah dan otak
belakang juga mengirimkan proyeksi yang membentuk system limbic.
Hipokampus dianggap sebagai bagian system limbic dan berperan penting dalam
member kode dan mengonsolidasi memori. Amigdala, yang juga dianggap
sebagai bagian system limbic, terlibat dalam pembentukan emosi, agresi, dan
17
perilaku seksual. Belajar dan perilaku juga dipengaruhi oleh beberapa system
limbic dan hubungan saraf-saraf otak.
Penyakit atau kerusakan pada saraf otak menyebakan timbul gejala-gejala sebagai
berikut :
1.
Kehilangan daya penciuman
2.
Penglihatan kabur atau hilang
3.
Penglihatan rangkap , juling
4.
Rasa sakit yang persisten (terus-menerus) pada wajah, atau rasa kaku pada
wajah bila diadakan langkah-langkah pembedahan guna meringankan rasa
sakit yang persisten itu, sakit gigi dan pengunyahan lemah.
5.
Paralisa otot wajah
6.
Tinitus atau pekak, pusing vestibular, kehilangan keseimbangan
7.
Kesulitan menelan
8.
Lidah lemah, yang mengakibatkan sulit mengunyah dan bicara
3. SAWAR DARAH OTAK
Sawar darah-otak adalah struktur unik system vascular otak yang
mencegah lewatnya material dari darah ke cairan seebrospinal di otak. Sawar
darah-otak terbentuk dari sel endotel yang berikatan erat di kapiler otak dan dari
sel yang melapisi ventrikel yang membatasi difusi dan filtrasi. Fungsi transport
khusus mengatur cairan yang keluar dari sirkulasi umum untuk membasahi sel
otak.. Banyak obat dan zat kimia tidak dapat menembus sawar darah-otak.
Gambar14 - Sawar darah otak
18
4. ALIRAN DARAH OTAK DAN METABOLISME OTAK
Otak menerima sekitar 15% curah jantung. Tingginya kecepatan aliran
darah ini diperlukan untuk memenuhi kebutuhan otak yang terus-menerus tinggi
akan glukosa dan oksigen.
Otak bersifat unik karena otak biasanya hanya menggunakan glukosa
sebagai sumber untuk fosforilasi oksidatif dan produksi ATP. Tidak seperti sel
yang lain, sel otak tidak menyimpan glukosa sebagai glikogen; dengan demikian,
otak harus secara terus-menerus menerima oksigen dan glukosa melalui aliran
darah otak. Deprivasi oksigen selama 5 menit dan deprivasi glukosa selama 15
menit, dapat menyebabkan kerusakan otak yang signifikan. Fungsi otak sangat
bergantung pada aliran darah, sehingga mungkin untuk mengidentifikasi bagian
otak mana yang melakukan tugas apa dengan mengukur aliran darah otak selama
aktivitas otak yang spesifik.
Penelitian memperlihatkan bahwa ketika melakukan banyak kerja mental,
otak mula-mula memproduksi ATP melalui glikolisis anaerob, bukan melalui
fosforilasi oksidatif. Glikolisis anaerob bergantung pada glukosa, tetapi tidak
memerlukan oksigen. Otak tetap melakukan hal ini walaupun tersedia oksigen.
Akibatnya adalah pemakaian dan deplesi glukosa yang cepat, disertai peningkatan
kadar oksigen secara bersamaan. Dalam waktu singkat, otak mulai melakukan
fosforilasi oksidatif.
5. TEKANAN INTRAKRANIAL
Tekanan di dalam cranium disebut tekanan intracranial (TIK). TIK ditentukan
oleh volume darah di otak, volume CSS, dan volume jaringan otak. Dalam
keadaan normal, TIK berkisar dari 5 sampai 15 mmHg.
6. HEMISFER OTAK
1) Gangguan pada serebrum.
Penyakit atau kerusakan yang timbul setelah cedera atau yang menyusul
kecelakaan serebrovaskuler pada otak, tergantung daerah dan neuron yang
terserang: bisa menjadi menyerang saraf motorik dan sensorik yang berjalan
melalui kapsula interna dalam perjalanannya ke dan dari otak.
19
Paralisa motorik jenis spastic, dengan gejala kaku otot dan reflex
meninggi, merupakan akibat dari neuron atas yang terkena cedera. Hemiplegia
hanya dapat menyerang lengan dan tungkai sebelah saja, sedangkan otot wajah,
kepala, leher, dan badan-kendati badan kering tidak terkena-mungkin terserang
juga.
Paralisa sensorik sebagai akibat cedera pada jalur sensorik. Gerak reflex
tidak normal Ketidaknormalan ini melibatkan juga reflex organic pupil mata yang
mengalami kontraksi atau tidak dapat berkontraksi, reflex kandung kemih yang
terserang mrnyrbabkan paralisa sfingter, dan dinding kandung kemih mengalami
retensi urin yang melebihi daya tampung sehingga meluap; selain itu rectum dapat
terserang juga dengan akibat adanya gangguan reflex defekasi.
Karena hemisfer serebri juga merupakan bagian otak, tempat terdapat
fungsi-fungsi yang bernilai tinggi, seperti bicara, penglihatan, pengecapan,
penciuman, dan ingatan, kerusakan pada bagian ini akan menimbulkan banyak
gejala.
2) Spastisitas dan kekakuan.
Pada saat keadaan paralisis berlalu, otot mendapat kembali tonusnya, kendati
masih lemah. Anggota gerak yang terserang menjadi spastic dan kaku. Gerak
reflex terjadi, khusunya pada bagian yang mempunyai hubungan dengan
kelompok otot fleksor dan abductor, walaupun tidak terdapat pengendalian sadar
atas gerakan ini. Kemampuan pengendalian sadar hilang. Pada tahap ini ada
kemungkinan terjadi deformitas.
3) Ensefalitis
Ensefalitis adalah peradangan pada jaringan otak, yang biasanya disebabkan
infeksi virus.
4) Meningitis adalah peradangan pada selaput otak.
5) Kraniotomi
Kraniotomi adalah melubangi tengkorak, yang umumnya dilaksanakan bila
terdapat tumor, darah, atau gumpalan darah, ataupun fraktur yang dapat menekan
otak.
20
B. Definisi Cerebral Palsy
Cerebral Palsy merujuk kepada beberapa kondisi yang erat kaitanya dengan
defisit sistem saraf pusat yang bersifat tidak progresif dan didapat pada awal
kehidupan.
1
Cerebral
Palsy
Masalah pada Cerebral Palsy biasanya didapat pada awal kelahiran.
bersifat
permanen
tetapi
tidak
mengubah
kerusakan
neurodevelomnetal yang disebabkan kecacatan atau kerusakan yang bersifat tidak
progresif dalam satu atau beberapa lokasi di otak yang immature. 2. Di beberapa
survey, tidak ada konsistensi hubungan antara kasus Cerebral Palsy yang
kelainananya didapat setelah Periode Neonatal. Dibeberapa studi besar mengenai
tanda neurologi pada anak, Nelsoon dan Elenberg (1982) mendeskripsikan dari 37
282 anak-anak dar umur 1 tahun sampi 7 tahun. (tabel 1.1.)
Tabel 1.1 Anak yang hidup dengan Cerebral palsy
Diagnosis pada umur 1
tahun
Pasti Cerebral Palsy
Diagnosis pada umur 7 tahun
Tidak
Curiga
Pasti
Cerebral
Cerebral
Cerebral
Palsy
Palsy
Palsy
Ringan
125
89
4
32
Sedang
71
28
3
40
Berat
33
1
0
32
229
118
7
104
Ada beberapa kecendrungan untuk melihat beberapa variasi kelaianan
motorik, tidak hanya kaku atau lemah atau deformitas sendi. Cerebral Palsy
bersifat tidak progresif dari defisit sistem motorik. Perubahan Klinis dari Cerebral
Palsy mengubah secara individual, dengan mengubah dari kedewasaan,
perkembangan serta kemungkinan untuk kembali sembuh. Definisi secara implisit
21
meliputi Kelainan Progresif sistem saraf pusat seperti tumor dan proses
degeneratif. Cerebral Palsy melibatkan satu atau lebih dari ekstermitas dan sering
sekali batang tubuh. Ini menyebabkan gangguan dari fungsi motor volunter dan
mengakibatkan beberapa gejala. Oleh karena itu, Masalah anak-anak dengan CP
harus dievaluasi dalam perspektif pertumbuhan dan perkembangan normal anakanak dengan penyakit, seperti infeksi telinga, yang membutuhkan tindakan medis
pengobatan.3
Klasifikasi Cerebral Palsy
Cerebral Palsy telah dikasifikasikan dalam beberapa cara oleh Liitle (1862)
dan Ingram (1964), beberapa literatur mengkalsifikasikanya berdasarkan:
a. Penemuan neuropathological pada autopsi
b. Beberapa yang dianggap faktor
c. Gejala klinik neurologi
Beberapa praktisi sekarang mengkasifikasikan hal tersebut berdasarkan Gejala
klinik neurologi. Gejala klinik dari Cerebral Palsy sangatlah kompleks dan susah
untuk dikategorikan. Pemeriksaan pada pendertia Cerebral Plasy akan
menghasilkan beberapa tanda variasi, tetapi beberapa refrensi dimana tanda itu
muncul sangatlah bervariasi. Menurut Develompmental Medical Children
Neurology, 2004, klasifikasi Cerebral Palsy didasarkan pada tabel 1.2.
Tabel 1.2. Klasisfikasi Cerebral Palsy
Bagian Tubuh yang terkena
Ganguan Motorik yang terekna
Hemiplegia/hemiparese
Spastik
Diplegia
Ataksia/Hipotonia
Tetraplegia/Quadriplegia
Atetoid/Diskinetik
22
1) Spastik
Cerebral palsy spastic sejauh ini merupakan jenis yang paling umum,
terjadi pada 70% sampai 80% dari semua kasus. Selain itu, kejang Cerebral
Palsy menyertai salah satu dari jenis lain dalam 30% dari semua kasus. Orang
dengan tipe ini hipertonik dan memiliki kondisi neuromuskuler yang berasal
dari kerusakan saluran kortikospinalis atau korteks motor yang mempengaruhi
kemampuan sistem saraf untuk menerima asam gamma amino butirat oleh
kecacatan. Cerebral Palsy spastik lebih lanjut diklasifikasikan oleh topografi
tergantung pada daerah tubuh yang terkena, ini termasuk:
-
Spastik hemiplegia (satu sisi yang terkena).
Umumnya, cedera otot-saraf dikendalikan oleh sisi kiri otak akan
menyebabkan defisit kanan tubuh, dan sebaliknya. orang yang memiliki
spastik hemiplegia adalah rawat jalan, meskipun mereka umumnya
memiliki equinus dinamis pada sisi yang terkena dan terutama diresepkan
pergelangan kaki orthoses untuk mencegah kata equinus.
-
Spastic diplegia (ekstremitas bawah yang terpengaruh dengan sedikit atau
tidak ada kelenturan tubuh bagian atas).
Bentuk paling umum dari bentuk kejang. Kebanyakan orang dengan
kejang diplegia sepenuhnya rawat jalan dan memiliki gaya gunting. Lutut
tertekuk dan pinggul untuk berbagai tingkat yang umum. Hip masalah,
dislokasi, dan dalam tiga-perempat dari diplegics kejang, juga strabismus
(mata juling), dapat hadir juga. Selain itu, orang-orang sering rabun dekat.
Kecerdasan seseorang dengan spastic diplegia tidak terpengaruh oleh
kondisi tersebut.
-
Spastic tetraplegia (semua empat anggota badan yang terkena dampak
yang sama).
Orang dengan quadriplegia kejang adalah yang paling mungkin untuk
dapat berjalan, atau jika mereka bisa, ingin berjalan, karena otot-otot
mereka terlalu ketat dan terlalu banyak usaha untuk melakukannya.
Beberapa anak dengan quadriplegia juga memiliki tremor hemiparetic,
sebuah gemetar tak terkendali yang mempengaruhi anggota badan pada
satu sisi tubuh dan mengganggu pergerakan normal.
23
Kadang-kadang, istilah-istilah seperti monoplegia, paraplegia, triplegia, dan
pentaplegia juga dapat digunakan untuk merujuk pada manifestasi spesifik dari
kelenturan tersebut.
2) Ataksia
Ataksia (ICD-10 G80.4) tipe gejala dapat disebabkan oleh kerusakan otak
kecil. Bentuk ataksia kurang umum adalah jenis cerebral palsy, terjadi di paling
banyak 10% dari semua kasus. Beberapa individu memiliki hypotonia dan
tremor. Keterampilan motorik seperti menulis, mengetik, atau menggunakan
gunting mungkin akan terpengaruh, serta keseimbangan, terutama saat
berjalan. Hal ini umum bagi individu untuk memiliki kesulitan dengan visual
dan / atau pengolahan pendengaran.
3) Athetoid / dyskinetic
Athetoid atau dyskinetic adalah campuran otot - dan kadang-kadang hipotonia
(Hypotonia biasanya akan terjadi sebelum 1 tahun; nada otot akan meningkat
dengan usia dan kemajuan Hypertonia). Orang dengan Cerebral Palsy athetoid
mengalami kesulitan menahan diri dalam posisi, tegak mantap untuk duduk
atau berjalan, dan sering menunjukkan gerakan disengaja. Untuk beberapa
orang dengan Cerebral Palsy athetoid, butuh banyak kerja dan konsentrasi
untuk mendapatkan tangan mereka ke tempat tertentu (seperti menggaruk
hidung mereka atau meraih cangkir). Karena nada campuran mereka dan
kesulitan menjaga posisi, mereka tidak mungkin dapat memegang benda-benda
(seperti sikat gigi atau pensil). Sekitar seperempat dari semua orang dengan CP
telah athetoid CP. Kerusakan terjadi pada sistem motor ekstrapiramidal dan /
atau saluran piramidal dan ganglia basal. Ini terjadi pada 10% sampai 20%
persen dari semua kasus.
C. Epidemiologi Cerebral Palsy
Begitu banyak penyebab cerep, jumlah pasti dari berbagai penelitian tidak
sepenuhnya sama. Namun, ada kesamaan luar biasa dalam prevalensi di seluruh
dunia, dari Swedia pada tahun 1980 dengan prevalensi 2,4 per 1000 dan 2,5 per
1000 di awal 1990-an, 2,3 per 1000 dari Atlanta, dan 1,6 per 1000 di Cina.
24
Mengingat kesulitan dalam membuat diagnosis yang spesifik, dan terutama
menemukan kasus ringan, angka-angka mungkin mencerminkan lebih banyak
variasi dalam menghitung daripada perbedaan jelas dalam prevalensi. Sebuah
laporan dari Inggris, yang merupakan perwakilan dari banyak penelitian,
menunjukkan bahwa belum ada banyak perubahan dalam prevalensi selama 40
terakhir tahun. Namun, pola cerebral palsy telah bergeser lebih ke arah diplegia
dan spastik quadriplegia dan jauh dari hemiplegia dan perubahan athetosis.Hal ini
mungkin mencerminkan perawatan medis meningkat dengan perawatan kebidanan
yang lebih baik dan beberapa peningkatan kejadian dari korban yang selamat dari
neonatal unit perawatan intensif. Juga, kelahiran kembar telah meningkat dengan
meningkatnya umur maternal, dan ini kelahiran kembar memiliki risiko jauh lebih
tinggi mengembangkan CP. Dilaporkan prevalensi per kehamilan untuk kelahiran
tunggal adalah 0,2%, 1,5% untuk kembar, untuk kembar tiga 8,0%, dan untuk
kembar empat 43%.
Pada KONIKA V Medan (1981), R. Suhasim dan Titi Sularyo melaporkan
2,46% dari jumlah penduduk Indonesia menyandang gelar cacat, dan di antaranya
± 2 juta adalah anak. CP merupakan jenis cacat pada anak yang terbanyak
dijumpai. Di Jaipur, Meenakshi Sharma dkk (1981) menyelidiki 219 CP, 150 di
antaranya adalah laki-laki dan 69 perempuan. Terdiri dari 42 anak umur kurang 1
tahun, 113 antara 1 - 5 tahun, 52 antara 5 - 10 tahun dan 12 di atas 10 tahun.
Angka kejadiannya sekitar 1 – 5 per 1000 anak. Laki-laki lebih banyak dari
pada wanita. Sering terdapat pada anak pertama, mungkin anak pertama lebih
sering mengalami kesulitan pad waktu dilahirkan. Angka kejadiannya lebih tinggi
pada bayi BBLR dan anak kembar. Umur ibu sering lebih dari 40 tahun, lebihlebih pada multipara.
Franky (1994) pada penelitiannya di RSUP Sanglah Denpasar, mendapatkan
bahwa 58,3 % penderita cerebral palsy yang diteliti adalah laki-laki, 62,5 % anak
pertama, umur ibu semua dibawah 30 tahun, 87,5 % berasal dari persalinan
spontan letak kepala dan 75 % dari kehamilan cukup bulan.
D. Etiologi Cerebral Palsy
25
Cerebral palsy terjadi akibat kerusakan otak saat periode prenatal, natal dan
post natal. Sekitar 70-80% terjadi akibat kerusakan otak saat prenatal. Bayi lahir
prematur dan gangguan pertumbuhan saat kehamilan baik pada bayi prematur
maupun yang cukup bulan sebagai penyebab yang sering didapatkan saat prenatal.
4,6
Resiko terjadinya CP 25-31 kali lebih tinggi pada bayi berat lahir kurang
dari 1500 gram dan didapatkan 1/3 bayi dengan gejala CP dengan berat lahir
kurang dari 2500 gram. Bayi lahir prematur merupakan faktor tersering dan secara
konsisten berhubungan dengan CP. Bayi kecil menurut usia kehamilan (intra
uterine growth retardation) yang lahir setelah 32 minggu meningkatkan resiko
menderita CP. Data terakhir diduga disebabkan oleh intrauterine undernutrisi dan
hipoksia kronik, yang dapat dideteksi pada pemeriksaan darah fetal, menunjukkan
asidosis atau peningkatan konsentrasi eritropoetin dan adanya redistribusi aliran
darah fetal dengan pemeriksaan USG Doppler. 4,6
Beberapa penelitian menyebutkan faktor prenatal dan natal lebih berperan
daripada faktor pascanatal. Studi oleh Nelson dkk (1986) menyebutkan bayi
dengan berat lahir rendah, asfiksia saat lahir, iskemi prenatal, faktor genetik,
malformasi kongenital, toksin, infeksi intrauterin merupakan faktor penyebab
cerebral palsy. 4,5
Penyebab cerebral palsy dapat dibagi dalam tiga periode yaitu:
1.
Prenatal
Faktor prenatal dimulai saat masa gestasi sampai saat lahir.
a. Malformasi kongenital.
b. Infeksi dalam kandungan yang dapat menyebabkan kelainan janin
(misalnya; rubela, toksoplamosis, sifilis, sitomegalovirus, atau infeksi
virus lainnya).
c. Radiasi.
d. Toksik gravidarum.
e. Asfiksia dalam kandungan (misalnya: solusio plasenta, plasenta previa,
anoksi maternal, atau tali pusat yang abnormal).
26
2.
Natal
Faktor natal yaitu segala faktor yang menyebabkan cerebral palsy mulai dari lahir
sampai satu bulan kehidupan.
a. Anoksia / hipoksia.
Brain injury. Terdapat pada keadaan presentasi bayi abnormal, CPD,
partus lama, plasenta previa, infeksi plasenta, SC dan partus dengan
menggunakan instrument tertentu.
b. Perdarahan intra cranial (otak).
− Pendarahan batang otak, terjadi gangguan pernapasan dan gangguan
sirkulasi menyebabkan anoksia.
− Pendarahan pada ruang subarachnoid, terjadi penyumbatan LCS
menyebabkan hidrosefalus.
− Pendarahan pada ruang subdural, terjadi tekanan pada korteks serebri
menyebabkan kelumpuhan spastis.
c. Ikterus.
− Kerusakan jaringan otak karena bilirubin.
− Gangguan pada ganglia basalis akibat masuknya bilirubin.
− Pada inkompatibel golongan darah (pada RH).
d. Prematuritas.
Resiko perdarahan otak disebabkan faktor pembuluh darah, pembekuan, dan
enzim terbentuk belum sempurna mengakibatakan pendarahan.
Contohnya:
27
Gambar 15– Daerah pendarahan
pada otak
e. Meningitis Purulenta
− Pada masa bayi.
− Pengobatan tidak adekuat mengakibatkan sekuele.
3.
Postnatal
Post natal dimulai dari bulan pertama kehidupan sampai 2 tahun atau sampai
5 tahun kehidupan, atau sampai 16 tahun. Setiap kerusakan pada jaringan otak
yang mengganggu perkembangan. Penyebab postnatal cerebral palsy mungkin
tumpang tindih dengan prenatal dan neonatal.
Berikut penyebab cerebral palsy post natal:
a. Trauma kapitis.
b. Infeksi misalnya : meningitis bakterial, abses serebri, tromboplebitis,
ensefalomielitis.
c. Kern icterus.
Meskipun sulit untuk mengasimilasi data, antara 10% dan 25% dari
kasus cerebral palsy terjadi pada postnatal. Kekerasan pada anak
menyebabkan trauma non accidental pada otak yang belum matang karena
trauma tumpul dengan patah tulang tengkorak atau jatuh ke dalam pola
sindrom bayi terguncang. Sindrom bayi terguncang terjadi biasanya pada
anak kurang dari 1 tahun. Ketika seorang penjaga bayi bolak-balik
mengguncang bayi untuk menenangkan tangisan. Goncangan kuat ini
menyebabkan peregangan, geser, dan merobek akson panjang dan kapiler
di korteks otak .
Gambar-15 Shaken baby.
Ket: Shaken baby syndrome
creates an injury in which axons
are disrupted by the shear forces
created from the violent shaking
of the head. The brain of the baby
is like an egg in which the liquid
center is enclosed in a solid outer
shell. By vigorous shaking, the
egg yolk can be broken without
breaking the shell of the egg. In
the same way, vigorous shaking of
a baby’s head can cause tissue
disruption. This shearing stress
disrupts brain tissue, especially the
long migrating axons of the
28
cerebral cortex. The trauma of the shaken baby does not usually cause a skull fracture and may not even cause
intracranial bleeding, but it often causes severe long-term neurologic impairment because of the cellular
disruptions.
Jika bayi bertahan hidup, mereka sering memiliki pola spastik quadriplegi
berat. Bahkan anak-anak dengan keterlibatan motorik kurang parah sering
memiliki keterbelakangan mental yang mendalam bersamaan. Trauma kepala
tumpul juga dapat terjadi dari kekerasan terhadap anak, jatuh, atau kecelakaan
kendaraan bermotor, dan ini melibatkan cedera langsung serta cedera sekunder
dari pembengkakan otak. Sebagian besar anak dengan trauma tumpul pulih dan
tidak memiliki cacat motorik.Namun, jika ada perdarahan unilateral, pada anak
sering meninggalkan cacat motorik pola hemiplegia. Pola spastik quadriplegi
banyak pada anak-anak dengan perdarahan hebat dan tidak mampu melakukan
aktivitas sosial dalam masyarakat. Banyak anak dengan cedera kepala tertutup
memiliki ataksia sebagai gangguan utama. Trauma kepala tumpul juga dapat
terjadi dari kekerasan terhadap anak, jatuh, atau kendaraan bermotorkecelakaan,
dan ini melibatkan cedera langsung serta cedera sekunder dari pembengkakan
otak.
E. Patofisiologi Cerebral Palsy
Perkembangan susunan saraf dimulai dengan terbentuknya neural tube yaitu
induksi dorsal yang terjadi pada minggu ke 3-4 masa gestasi dan induksi ventral,
berlangsung pada minggu ke 56 masa gestasi. Setiap gangguan pada masa ini bisa
mengakibatkan terjadinya kelainan kongenital seperti kranioskisis totalis,
anensefali, hidrosefalus dan lain sebagainya.
Gambar 16. Diferensiasi
normal dan abnormal dari
neural tube.
Ket: In the earliest stage,
the
neural
plate
differentiates from the
ectoderm, then enfolds to
create a neural tube. Failure
of this enfolding causes
neural tube defects (16).
During the embryonic
stage, this neural tube
develops complex folding
29
with the formation of flexures. During the period of 30 to 100 days of embryonic life,
the brain demarcates and develops the cerebral hemispheres. During the rest of
gestation, there is a large growth of mass and cell specialization (17).
Fase
selanjutnya
terjadi
proliferasi
neuron, yang terjadi pada masa gestasi
bulan ke 24. Gangguan pada fase ini
bisa
mengakibatkan
mikrosefali,
makrosefali. Stadium selanjutnya yaitu
stadium migrasi yang terjadi pada masa
gestasi bulan 35. Migrasi terjadi melalui
dua
Gambar 17- Perkembangan otak saat
natal
cara
yaitu
secara
radial,
berdiferensiasi dan daerah
periventnikuler dan subventrikuler ke lapisan sebelah dalam korteks serebri;
sedangkan migrasi secara tangensial sudah berdiferensiasi dan zone germinal
menuju ke permukaan korteks serebri. Gangguan pada masa ini bisa
mengakibatkan kelainan kongenital seperti polimikrogiri, agenesis korpus
kalosum.
Gambar 18– Proliferasi neuron pada otak
Ket : As the brain matures, the cells proliferate centrally and migrate toward the cortex. During
this migration, trailing connections remain to the deep layer. This migration is an important
element in the formation of the gyri of the cerebral cortex. Defects in the migration lead to a
smooth brain surface called lissencephaly.
30
Stadium organisasi terjadi pada masa gestasi bulan ke 6 sampai beberapa
tahun pascanatal. Gangguan pada stadium ini akan mengakibatkan translokasi
genetik, gangguan metabolisme. Stadium mielinisasi terjadi pada saat lahir sampai
beberapa tahun pasca natal. Pada stadium ini terjadi proliferasi sd neuron, dan
pembentukan selubung mialin. Kelainan neuropatologik yang terjadi tergantung
pada berat dan ringannya kerusakan.
Jadi kelainan neuropatologik yang terjadi sangat kompleks dan difus yang
bisa mengenai korteks motorik traktus piramidalis daerah paraventrikuler ganglia
basalis, batang otak dan serebelum. Anoksia serebri sering merupakan komplikasi
perdarahan
intraventrikuler
dan
subependim
Asfiksia
perinatal
sering
berkombinasi dengan iskemi yang bisa menyebabkan nekrosis.
Kern ikterus secara klinis memberikan gambaran kuning pada seluruh
tubuh dan akan menempati ganglia basalis, hipokampus, sel-sel nukleus batang
otak; bisa menyebabkan cerebral palsy tipe atetoid, gangguan pendengaran dan
mental retardasi. Infeksi otak dapat mengakibatkan perlengketan meningen,
sehingga terjadi obstruksi ruangan subaraknoid dan timbul hidrosefalus.
Perdarahan dalam otak bisa meninggalkan rongga yang berhubungan
dengan ventrikel. Trauma lahir akan menimbulkan kompresi serebral atau
perobekan sekunder. Trauma lahir ini menimbulkan gejala yang ireversibel. Lesi
ireversibel lainnya akibat trauma adalah terjadi sikatriks pada sel-sel hipokampus
yaitu pada kornu ammonis, yang akan bisa mengakibatkan bangkitan epilepsi.
F. Gambaran Klinis Cerebral Palsy
Gambaran klinis cerebral palsy tergantung dari bagian dan luasnya jaringan
otak yang mengalami kerusakan, yaitu :
a. Paralisis. Dapat berbentuk hemiplegia, kuadriplegia, diplegia, monoplegia,
triplegia. Kelumpuhan ini mungkin bersifat flaksid, spastik atau campuran.
b. Gerakan involunter. Dapat berbentuk atetosis, khoreoatetosis, tremor
dengan tonus yang dapat bersifat flaksid, rigiditas, atau campuran.
31
c. Ataksia. Gangguan koordinasi ini timbul karena kerusakan serebelum.
Penderita biasanya memperlihatkan tonus yang menurun (hipotoni), dan
menunjukkan perkembangan motorik yang terlambat. Mulai berjalan
sangat lambat, dan semua pergerakan serba canggung.
d. Kejang. Dapat bersifat umum atau fokal.
e. Retardasi mental. Ditemukan kira-kira pada 1/3 dari anak dengan cerebral
palsy terutama pada grup tetraparesis, diparesis spastik dan ataksia.
Cerebral palsy yang disertai dengan retardasi mental pada umumnya
disebabkan oleh anoksia serebri yang cukup lama, sehingga terjadi atrofi
serebri yang menyeluruh. Retardasi mental masih dapat diperbaiki bila
korteks serebri tidak mengalami kerusakan menyeluruh dan masih ada
anggota gerak yang dapat digerakkan secara volunter. Dengan
dikembangkannya
gerakan-gerakan
tangkas
oleh
anggota
gerak,
perkembangan mental akan dapat dipengaruhi secara positif.
f. Gangguan penglihatan (misalnya: hemianopsia, strabismus, atau kelainan
refraksi), gangguan bicara, gangguan sensibilitas.
g. Problem emosional terutama pada saat remaja.
Selain gangguan-gangguan yang telah disebutkan di atas, terdapat pula gangguan
motorik, self care, productivity, dan leisure.
a. Gangguan motorik.
Hipertonus muncul pada kelompok otot, tonus dapat terjadi secara
berubah-ubah yang dapat menyebabkan terjadinya gerakan yang tidak disadari.
Refleks primitif masih tetap muncul, seperti:
-
Asymmetrical tonic neck reflex (ATNR)
-
Ket. The asymmetric tonic neck reflex is
activated by turning the child’s head. The side
to which the face turns causes the shoulder to
abduct with elbow and hand extension. The leg
on the same side also develops full extension.
On the opposite side, the shoulder is also
abducted but the elbow and hand are fully
Gambar 19– Asymmetrical Tonic neck
Reflex
32
flexed and the leg is flexed at the hip, knee, and ankle. By turning the head to the opposite
side, the pattern reverses.
-
Symmetrical Tonic Neck Reflex (STNR),
-
Tonic Labyrinthine Reflex (TLR)
Ket: The tonic labyrinth
reflex shows the baby with
abducted shoulders, flexed
elbows, adducted extended
hips, and extended knees and
ankles.
This
posture
primarily occurs with the
baby in the supine position.
Gambar 20 – Tonic Labyrinth Reflex
-
Moro Reflek
Ket : The Moro reflex is
initiated with a loud noise,
such as a hand clap, that
causes the child to have
full extension of the head,
neck,
and
back.
The
shoulders abduct and the
elbows extend. The legs
also have full extension.
After a short time, the
pattern reverses and the
head, neck, and spine flex;
the arms are brought to the midline; and the legs flex.
Gambar 21– Moro Reflex
-
Positive Supporting Reflex
Ket : The parachute reaction
is initiated by holding the
child at the pelvis and tipping
him head down. As the child
33
Gambar 22– Positif Supporting reflex
is lowered toward the floor, he should extend the arms as if he were going to catch
himself with his arms. This self-protection response should be present by 11 months of
age. If the child has hemiplegia he will often only reach out with the extremity that is
not affected. The affected extremity may remain flexed, or will extend at the shoulder
and elbow but with the hand kept fisted
b. Self Care
Pasien pada umumnya mengalami kesulitan dalam melakukan aktifitas
sehari-hari, seperti makan, berpakaian, dan berhias. Pasien juga membutuhkan
bantuan untuk mencapai kemandirian.
c. Productivitas
Pasien pada umumnya membutuhkan bantuan untuk melaksanakan
tanggung jawab melakukan pekerjaan rumah. Pada usia sekolah, pasien sering
mengalami kesulitan dengan pekerjaan di sekolah seperti membaca dan menulis.
Pada usia dewasa mungkin membutuhkan bantuan untuk memilih pilihan
pekerjaan.
G. Diagnosa Fisioterapi
Diagnosa fisioterapi diperoleh dari anamnesis lengkap mengenai riwayat
perjalanan
penyakit,
riwayat
kehamilan,
imunisasi,
tumbuh
kembang,
pemeriksaan-pemeriksaan khusus termasuki kemampuan motorik anak dengan
memperhatikan faktor resiko. Apabila anamnesis dilakukan secara benar dan tepat
maka akan menentukan ketepatan dari diagnosa yang akan di tegakkan.
H. Prognosis Cerebral Palsy
Beberapa faktor berpengaruh terhadap prognosis penderita cerebral palsy
seperti tipe klinis, keterlambatan dicapainya milestones, adanya reflek patologik
dan adanya defisit intelegensi, sensoris dan gangguan emosional. Anak dengan
hemiplegi sebagian besar dapat berjalan sekitar umur 2 tahun, kadang diperlukan
short leg brace, yang sifatnya sementara. Didapatkannya tangan dengan ukuran
lebih kecil pada bagian yang hemiplegi, bisa disebabkan adanya disfungsi sensoris
34
di parietal dan bisa menyebabkan gangguan motorik halus pada tangan tersebut.
Lebih dari 50% anak tipe diplegi belajar berjalan pada usia sekitar 3 tahun, tetapi
cara berjalan sering tidak normal dan sebagian anak memerlukan alat bantu.
Aktifitas tangan biasanya ikut terganggu, meskipun tidak tampak nyata. Anak
dengan tipe kuadriplegi, 25% memerlukan perawatan total, sekitar 33% dapat
berjalan, biasanya setelah umur 3 tahun. Gangguan fungsi intelegensi paling
sering didapatkan dan menyertai terjadinya keterbatasan dalam aktifitas.
Keterlibatan otot-otot bulber, akan menambah gangguan yang terjadi pada tipe ini.
6
Sebagian besar anak yang dapat duduk pada umur 2 tahun dapat belajar
berjalan, sebaliknya anak yang tetap didapatkan reflek moro, asimetri tonic neck
reflex, ekstensor thrust dan tidak munculnya reflek parasut biasanya tidak dapat
belajar berjalan. Hanya sedikit anak yang tidak dapat duduk pada umur 4 tahun
akan belajar berjalan. 7
I.
Penatalaksanaan Fisioterapi
Penanganan fisioterapi pada kasus Cerebral Palsy yaitu dengan mengejar
suatu keterlambatan tahap perkembangan motorik kasar sesuai usia anak, guna
mencapai
manfaat
yang
maksimal
dan
menguntungkan
untuk
tahap
perkembangan yang berkelanjutan. Tujuan dari fisioterapi disini adalah membantu
anak mencapai perkembangan terpenting secara maksimal bagi sang anak, yang
berarti bukan untuk menyembuhkan penyakit Cerebral Palsy. Hal ini harus
dikomunikasikan sejak dari awal antara fisioterapis dengan pengasuhnya agar
tujuan terapi tercapai.
Fisioterapi juga membantu anak belajar untuk menggerakkan tubuhnya
dengan cara/gerakan yang tepat (appropriate ways). Misalnya hypertonus pada
anak dengan Cerebral Palsy dapat menyebabkan pasien berjalan dengan cara yang
salah yang dapat mengganggu posturnya, hal ini disebut sebagai kompensasi.
Tanpa fisioterapi sebagian banyak anak dengan Cerebral Palsy menyesuaikan
gerakannya untuk mengkompensasi pola spastisitas yang dimilikinya, jika
berkelanjutan akan timbul nyeri atau salah postur.
35
Tujuan fisioterapi adalah untuk mengajarkan pada anak gerakan fisik yang
tepat. Untuk itu diperlukan seorang fisioterapis yang ahli dan berpengetahuan
dalam masalah yang sering terjadi pada anak Cerebral Palsy seperti spastisitas,
keterbatasan gerak pada sendinya, gerak involunter, serta pemahamam mengenai
pola dan posisi gerak anak; seperti pada saat terlentang, berguling, telungkup,
merayap, duduk, ke duduk, merangkak, berlutut, berdiri, ke berdiri, dan berjalan.
36
Fisioterapi dapat dilakukan dua minggu sekali untuk terapi, tetapi terlebih
dahulu fisioterapi melakukan pemeriksaan dan menyesuaikan dengan kebutuhan
yang dibutuhkan anak dalam seminggu. Di sini peran orangtua sangat diperlukan
karena merekalah yang nantinya paling berperan dalam melakukan latihan
dirumah selepas diberikan terapi. Untuk itu sangat dianjurkan untuk orangtua atau
pengasuh mendampingi anak selama sesi terapi agar mereka mengetahui jenis
komponen terapi apa yang harus dilakukan dirumah.
1.
Teknologi Intervensi Fisioterapi
Metode yang digunakan untuk melakukan intervensi fisioterapi dalam kasus
Cerebral Palsy adalah metode Bobath.
1. a. Bobath
Bobath atau Neuro Development Treatment (NDT) yaitu suatu teknik yang
dikembangkan oleh Karel dan Bertha Bobath pada tahun 1997. Metode ini
khususnya ditujukan untuk menangani gangguan sistem saraf pusat pada bayi dan
anak-anak. Metode NDT mempunyai beberapa teknik, yaitu Inhibisi, Key Point of
Control, Fasilitasi, dan Stimulasi Propriosepsi.8
Tujuan konsep NDT:
1) Memperbaiki dan mencegah postur dan pola gerakan abnormal
2) Mengajarkan postur dan pola gerak yang normal
Prinsip terapi dan penanganan:
1) Simetris dalam sikap dan gerakan
2) Seaktif mungkin mengikuti sertakan sisi yang sakit pada segala kegiatan
3) Pemakaian gerakan-gerakan ADL dalam terapi
4) Konsekuensi selama penanganan (ada tahap-tahap dalam terapi)
5) Pembelajaran bukan diarahkan pada gerakannya, tetapi pada perasaan
gerakan
6) Terapi dilakukan secara individu
1. b. Teknik terapi:
Metode ini dimulai dengan mula-mula menekankan reflek-reflek abnormal
yang patologis menjadi penghambat terjadinya gerakan-gerakan normal. Pada
teknik Inhibisi, anak harus ditempatkan dalam sikap tertentu yang dinamakan
36
Reflek Inhibiting Posture (RIP) yang bertujuan untuk menghambat aktivitas
refleks yang abnormal, reaksi asosiasi, dan tonus yang abnormal. Fasilitasi
bertujuan untuk memperkuat pola postur yang normal sebagai dasar gerakan,
mengembangkan reaksi keseimbangan, mengembangakan dan membentuk pola
gerakan dasar yang tepat.
Stimulasi digunakan untuk mempengaruhi tonus
postural, mengatur koordinasi, dan memfasilitasi respon otomatis normal. Teknik
dalam stimulasi dapat berupa tapping dan/atau pressure. Tapping akan
memberikan stimulus berkelanjutan
yang nantinya dapat memudahkan anak
mengatur posisinya. Key Point of Control yaitu titik yang digunakan terapis
dalam inhibisi dan fasilitasi. KPoC harus dimulai dari proksimal ke distal atau
bergerak mulai dari kepala-leher-trunk-kaki dan jari kaki. Dengan bantuan KPoC,
pola inhibisi dapat dilakukan pada penderita cerebral palsy dengan mengarahkan
pada pola kebalikannya.8
2.
Rencana Pengkajian Fisioterapi
Sebelum melakukan intervensi terhadap pasien dengan kasus Cerebral Palsy,
seorang fisioterapi harus melakukan proses fisioterapi sebagai berikut:
2. a. Anamnesis
Anamnesis adalah pengumpulan data dengan cara melakukan tanya jawab
kepada pasien maupun dengan keluarga pasien. Anamnesis dapat dikelompokkan
menjadi:
1.
Anamnesis umum
Data yang dapat diperoleh dari anamnesis umum berupa keterangan tentang
nama, umur, jenis kelamin, agama, hobi, pekerjaan, pendidikan terakhir, dan
alamat pasien.
2.
Anamnesis khusus
a) Keluhan utama
Untuk mengetahui keluhan yang paling diprioritaskan.
b) Riwayat penyakit sekarang
Mencakup tentang keluhan pasien sehinggga berupaya mencari pelayanan
ke fisioterapi, tempat keluhan, kapan terjadinya, bagaimana kualitasnya,
faktor yang memperberat atau memperingan, dan riwayat pengobatan.
37
c) Riwayat penyakit dulu
Berisikan tentang riwayat penyakit yang pernah dialami sebelum penyakit
sekarang.
d) Riwayat keluarga
Meliputi adakah anggota keluarga yang pernah mengalami riwayat
penyakit serupa atau lainnya.
e) Riwayat psikososial
Menjelaskan kondisi sosial, ekonomi pasien dan keluarga.
f) Riwayat imunisasi
Mengenai kelengkapan imunisasi berdasarkan lima imunisasi utama, yaitu:
Campak, DPT, Polio, BCG, dan Hepatitis.
g) Riwayat kelahiran
Meliputi:
- Pre natal (lama kehamilan, umur ibu hamil, riwayat jatuh saat kehamilan,
konsumsi obat-obatan, rokok/minuman beralkohol, dsb)
- Natal (proses kelahiran, kondisi bayi ketika dilahirkan, pecah ketuban dini,
dsb)
- Post natal (riwayat kejang, jatuh, dsb)
h) Riwayat tumbuh kembang
Mencakup pencapaian kemampuan motorik kasar anak pada umur yang
spesifik.
2. b. Pemeriksaan
Pemeriksaan meliputi:
a.
Pemeriksaan umum
Cara datang, kesadaran, kooperatif, berat badan, tinggi badan, status gizi,
suhu badan, lingkar kepala.
b.
Pemeriksaan khusus
1.
Inspeksi
Inspeksi adalah suatu tindakan pemeriksa dengan menggunakan indera
penglihatan untuk mendeteksi karakteristik normal atau tanda tertentu dari bagian
tubuh atau fungsi tubuh pasien. Inspeksi digunakan untuk mendeteksi bentuk,
warna, posisi, ukuran, tumor dan lainnya dari tubuh pasien.
38
2.
Palpasi
Palpasi adalah suatu tindakan pemeriksaan yang dilakukan dengan
perabaan dan penekanan bagian tubuh dengan menggunakan jari atau tangan.
Palpasi dapat digunakan untuk mendeteksi suhu tubuh, adanya getaran,
pergerakan, bentuk, kosistensi dan ukuran. Rasa nyeri tekan dan kelainan dari
jaringan/organ tubuh. Dengan kata lain bahwa palpasi merupakan tindakan
penegasan dari hasil inspeksi, disamping untuk menemukan yang tidak terlihat.
3.
Move
- Melihat komponen-komponen yang ada ketika pasien di posisikan
terlentang, telungkup, merayap, duduk, berlutut, merangkak, berdiri dan
berjalan
4.
-
Pemeriksaan tonus postural
-
Pemeriksaan 7 refleks primitif
-
Pemeriksaan fungsi bermain
Pemeriksaan Biopsikososial
- Kognitif : Batasan fungsi kognitif meliputi memori, konsentrasi, atensi,
orientasi ruang dan waktu.
- Intrapersonal : Interpersonal dapat dilihat dari kondisi pasien dalam
menerima keadaannya dan semangat serta keinginan pasien dalam
menerima keadaannya dan semangat serta keinginan pasien dalam
melakukan program terapi.
- Interpersonal : Interpersonal adalah untuk mengetahui hubungan interaksi
dan komunikasi antara pasien dengan terapis atau tim medis lainnya.
5.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang adalah pemeriksaan yang digunakan untuk
menuatkan diagnosa medik.
3.
Problematik Fisioterapi
39
Pencatatan Problematik Fisioterapi disusun berurutan berdasarkan
prioritas masalah.
4.
Diagnosa Fisioterapi
Meliputi gangguan gerak dan fungsi, jaringan spesifik yang terkena dan
patologi.
5.
Program Fisioterapi
-
Tujuan:
1) Tujuan jangka pendek
2) Tujuan jangka panjang
-
Modalitas:
1) Alternatif
2) Terpilih
-
Intervensi Fisioterapi:
1) Uraian tindakan
2) Dosis (Intensitas, frekuensi, durasi, repetisi)
6.
Home Program:
Dapat berupa :
1. Anjuran
2. Larangan
3. Hal-hal apa yang harus dilakukan
4. Hal-hal apa yang harus dihindari
7.
Evaluasi
Dilakukan sebelum dan setelah intervensi.
40
BAB III
LEMBAR ASSESMENT FISIOTERAPI
RSPAD Gatot Soebroto
Nama Fisioterapi : Sri Widayat
Nama Dokter
Peminatan
: dr.Aminudin, Sp.KFR Ruangan
Nomer Registrasi : 31.41.28
: Pediatri
: Poli
Tgl Pemeriksaan: 15 Oktober 2012
A. PENGUMPULAN DATA IDENTITAS PASIEN
Nama Jelas
: An.M A
Tempat & tgl lahir : Jakarta, 19 November 2008 (3 tahun 11 bulan)
Alamat
: Jl. Menteng Rawa Panjang RT 009/07
Pendidikan terakhir : Ayah : SMA
Ibu
Pekerjaan
: SMA
: Ayah : Paspampres
Ibu
: Ibu Rumah Tangga
Hobi
:-
Diagnosa Medik
: CP Spastik Quadriplegi Berat
41
B. PENGUMPULAN DATA RIWAYAT PASIEN (Alloananmnesa)
KU
: Belum bisa tengkurap
RPS
: Os datang belum bisa tengkurap. Pada saat dalam kandungan
usia 8 bulan Os sudah diketahui menderita hidrochephalus. Os
mendapat penanganan RSPAD sejak lahir tanggal 19
November 2008. Os dirawat di inkubator selama 12 hari dan
diberi infus. Hari ke-3 dirawat diketahui dari hasil tes
laboratorium Os mempunyai bilirubin yang tinggi. Setelah
dirawat 12 hari, Os pulang dan 1 minggu kemudian Os
dipanggil untuk melakukan operasi pemasangan VP shunt.
Sebelum operasi Os melakukan tes darah dan puasa. Kemudian
esoknya tanggal 10 Desember 2008 Os melakukan operasi
pemasangan VP Shunt di sebelah kanan kepala. Setelah 5 hari
dirawat Os pulang. Dirumah orangtua Os membawanya ke
tukang pijat bayi setiap minggu selama 2 bulan karena Os
belum bisa apa-apa. Ternyata pijat yang dilakukan membuat
VP Shunt pindah ke usus dan ujungnya keluar ke anus.
Akhirnya Os melakukan operasi pengangkatan VP Shunt
tanggal 7 Februari 2009, VP shunt diangkat dan tidak dipasang
selama 1 bulan. Os kembali melakukan operasi pemasangan
VP Shunt tanggal 20 Maret 2009, VP Shunt dipasang di
sebelah kiri kepala. Os dirawat selama 8 hari, setelah itu Os
pulang. 26 Desember 2009 Os datang ke RSPAD untuk
melakukan kontrol VP Shunt ke dr.bedah syaraf. Dari dr.
Bedah syaraf Os dirujuk ke dr. Rehab Medik untuk dilakukan
fisioterapi dengan keluhan belum bisa tengkurap.
RPD
: Kejang (+), Demam (+), pemasangan VP Shunt
RPK
:-
42
R.Psi
: Anak ke-2 dari 2 bersaudara, saudara perempuan (7 tahun)
normal, diasuh oleh keluarga besar, usia ibu 28 tahun, usia ayah
32 tahun.
R.Imunisasi: lengkap
R.Kelahiran
Prenatal
: hamil usia 28 tahun, kehamilan yang kedua, tahu kehamilan
saat usia kandungan 1 bulan, rutin periksa ke bidan puskesmas
tiap bulan, sakit (-), jatuh (-), pendarahan (-)
Natal
: lahir usia kehamilan 34 minggu, spontan di RSPAD dibantu
oleh dokter, proses kehamilan 12 jam, ketuban pecah saat
melahirkan berwarna hijau encer, biru(+), BBL: 3,4 kg, PL : 55
cm, lingkar kepala 37 cm (normal 34cm)
Postnatal
: operasi pemasangan VP Shunt
R.Tumbang:
-
umur 1 tahun angkat kepala,
-
belum pernah tengkurap,
-
belum pernah berguling,
-
belum pernah merayap,
-
belum pernah duduk,
-
belum pernah merangkak,
-
belum pernah berdiri,
-
belum pernah berjalan
43
C.
PEMERIKSAAN (O)
1.
Pemeriksaan Umum
a. Cara Datang
: digendong
b. Kesadaran
: compos mentis
c. Kooperatif / tidak kooperatif
d. Berat badan
: 13 kg
e. Tinggi Badan
: 106 cm
f. Lingkar Kepala
: 50,5 cm
g. Status Gizi
: Indeks Masa Tubuh
=
=
= 11,57
Ket :Berdasarkan IMT termasuk dalam kategori Kurang Berat Badan
h. Suhu
2.
: Afebris
Pemeriksaan Khusus
a. Inspeksi (pada posisi terlentang di matras)
-
Bentuk fisik : kepala nampak besar tidak sesuai dengan
proporsi tubuh, retraksi shoulder, pectus karinatum, elbow
fleksi, tangan menggenggam, hip semifleksi dan adduksi,
knee semifleksi dan ankle plantar fleksi.
44
-
Pola gerakan : lambat tetapi tiba-tiba cepat dan ada gerakan
berulang dipengaruhi oleh spastisitas.
b.
Palpasi
Tonus Postural : tinggi
c.
Auskultasi
Letak Sputum
Lobus kanan
Lobus kiri
Upper (-)
Upper (-)
Middle (-)
Lower (-)
d.
Movement
•
Terlentang (diposisikan terlentang)
Lower (-)
-
Kepala cenderung menoleh ke arah kanan
-
Retraksi shoulder
-
Kedua elbow fleksi
-
Jari-jari tangan menggenggam
-
Hiperekstensi trunk
-
Kedua hip semifleksi dan adduksi
-
Kedua knee semifleksi
-
Kedua ankle plantar fleksi
45
•
•
•
Jari-jari kaki fleksi
Telungkup (tidak bisa telungkup sendiri, diposisikan telungkup)
-
Head lifting (-)
-
Head control (-)
-
Forearm support (-)
-
Hand support (-)
-
Hiperekstensi trunk
-
Kedua Hip semifleksi
-
Kedua knee semifleksi
-
Kedua ankle plantar fleksi
Berguling (tidak bisa berguling, dibantu berguling)
-
Dibantu berguling via shoulder
-
tidak ada reaksi pada upper dan lower ekstremitas
-
rotasi trunk (-)
-
ada gerakan involunteer (tremor pada kaki sebelah kanan)
Duduk (tidak bisa duduk, diposisikan duduk bersila)
-
Fiksasi pada trunk dan kedua tangan
-
Head lifting (-)
-
Head control (-)
-
Trunk control (-)
-
Hand support (-)
-
Weight bearing (-)
46
•
•
-
Balance (-)
-
Protektive reaction (-)
Merangkak (tidak bisa merangkak, diposisikan merangkak)
-
Fiksasi pada kedua elbow dan pelvic
-
Head lifting (-)
-
Head control (-)
-
Rotasi trunk (-)
-
Transfer weight bearing (-)
-
Stabilisasi hip (-)
-
Hand support (-)
-
Tangan menggenggam
-
Hip adduksi
-
Ankle plantar fleksi
Berdiri (tidak bisa berdiri, diposisikan berdiri)
-
Fiksasi pada hip
-
Head control (-)
-
Shoulder retraksi
-
Elbow fleksi
-
Jari-jari tangan menggenggam
-
Trunk control (-)
-
Weight bearing (-)
-
Balance (-)
47
•
e.
-
Hip adduksi dan semifleksi
-
Knee semifleksi
-
Ankle plantar fleksi
Berjalan (tidak bisa berjalan, diposisikan berjalan)
-
Fiksasi pada hip
-
Stimulasi pada hip namun tidak ada reaksi melangkah
MMT
Kelompok
MMT
Dexter
Otot
Sinister
Shoulder muscle group
Elbow muscle group
Hip muscle group
Knee muscle group
Kesan 3 -
Kesan 3 -
Wirst muscle group
Ankle muscle group
f.
ROM (Pasif)
Grup otot
Shoulder
Dextra
Sinistra
Flexi
Abduksi
Full ROM
Adduksi
Full ROM
Ekstensi
48
Endorotasi
Eksorotasi
Elbow
Fleksi
Full
Hip
Full
Ekstensi
ROM
Fleksi
ROM
Wrist
Full ROM
Full ROM
Ekstensi
Fleksi
Ekstensi
Abduksi
Full ROM
Full ROM
Adduksi
Endorotasi
Eksorotasi
g.
Full ROM
Plantar Fleksi
Full
Dorso fleksi
Full ROM
Ankle
Full
Ekstensi
ROM
Fleksi
ROM
Knee
Pemeriksaan Tonus
•
Inspeksi
: (posisi terlentang) anak terlihat spastis dengan ciri-
ciri elbow flexi, plantar flexi wrist, tangan mengenggam, hip
semifleksi,adduksi,dan endorotasi, lutut semifleksi, ankle plantar
fleksi dan saat melakukan gerakan ada tremor di tungkai kanan.
•
Palpasi
:
tonus
postural
tinggi
pada
ekstremitas atas dan bawah
49
•
Movement
:
Pemeriksaan Spastisitas: Asworth Scale
Sendi elbow dextra dan sinistra : nilai 2
Sendi knee dextra dan sinistra : nilai 2
Keterangan : nilai 2 artinya peningkatan tonus hampir nyata di
seluruh LGS, ada tahanan saat awal hingga akhir gerakan, masih
bisa digerakkan , full ROM.
h.
Tes Khusus
1.
Pemeriksaan 7 Refleks Primitif
-
ATNR(+)
= 1 (abnormal)
-
STNR(-)
= 0 (normal)
-
Moro(+)
= 1 (abnormal)
-
Ekstensor Thrust(-)
= 0 (normal)
-
Neck Righting(-)
= 0 (normal)
-
Parachute(-)
= 1 (abnormal)
-
Foot Placement(-)
= 1 (abnormal)
Total Score
4
Keterangan : total score 4 (abnormal>2)
Prognosis berjalan
2.
: Tidak bisa berjalan
Pemeriksaan Fungsi bermain
50
-
Visus
: melihat mainan (+)
-
Auditory : mengikuti sumber bunyi (+)
-
meraih mainan (-)
-
menggenggam mainan (-)
-
melepas mainan (-)
-
memainkan mainan (-)
3.
Pemeriksaan Biopsikososial
• Kognitif
:Os belum mampu berkomunikasi
•
Interpersonal :Os
mampu
berinteraksi
dengan
terapis dan mampu berinteraksi dengan ibunya
• Intrapersonal
D.
:Os mampu berinteraksi dengan lingkungan
PENGUMPULAN DATA TERTULIS PEMERIKSAAN PENUNJANG
-
USG kepala (20/11/08) : kesan : hidrochepalus
-
MRI kepala (26/11/08)
:congenital
malformation
of
brain
(hydranenchepaly)
-
E.
Lab. Bilirubin (21/11/08) : bilirubin total (7,4 mg/dL)
IDENTIFIKASI PROBLEMATIK FISIOTERAPI
51
1.
URUTAN
MASALAH
FISIOTERAPI
BERDASARKAN
PRIORITAS
1. Tonus postural tinggi
2. Head lifting (-)
3. Head control (-)
4. Hand support (-)
5. Trunk Control (-)
6. Belum bisa telungkup
7. Belum bisa berguling
8. Belum bisa merayap
9. Belum bisa duduk
10. Belum bisa merangkak
11. Fungsi bermain tidak sesuai usia
2. DIAGNOSA FISIOTERAPI
Gangguan tumbuh kembang belum bisa telungkup, berguling,
merayap, duduk, merangkak, berdiri, dan berjalan sehubungan dengan
adanya spastisitas karena hidrochephalus yang mengakibatkan cerebral
palsy.
F.
PROGRAM PELAKSANAAN FISIOTERAPI (P)
1.
Pengumpulan data program fisioterapi dari dokter Rehabilitasi Medik
52
Tanggal : 03/12/2009
-
Bobath 2x/minggu
-
Inhibisi spastik
2. Tujuan
a. Tujuan Jangka Pendek
1. Menurunkan Spastisitas
2. Meningkatkan Head Lifting
3. Meningkatkan Head control
4. Meningkatkan Hand support
5. Meningkatkan Trunk Control
6. Mampu telungkup
7. Mampu berguling
8. Mampu merayap
9. Mampu duduk
10. Mampu merangkak.
11. Dapat
bermain
(menggenggam,
meraih,
memainkan
mainan)
b. Tujuan Jangka Panjang
1. Meningkatkan tujuan jangka pendek
2. Maintenance agar tidak terjadi komplikasi
53
c. Modalitas
−
Alternatif
: Bobath, Massage, AFR (Aktivitas Fungsional
Rekreasi), Hidroterapi, IRR (Infra Red Radiation)
−
Terpilih
: Bobath dan AFR
3. Metoda Pemberian Fisioterapi
No
Jenis
Metoda
Dosis
F: 2 x seminggu
I : Toleransi Pasien
D: 5 menit/10x
F : 2 x seminggu
1.
Terapi
Latihan
I : Toleransi pasien
Bobath
D: 5 menit/10x
Keterangan
Elongasi trunk
- Mengurangi spastisitas
- Mempermudah berguling
Fasilitasi Berguling
- Mengurangi spastisitas
- Mengenalkan/mengajarkan
cara berguling
- Meningkatkan rotasi trunk
Di posisikan duduk bersila
F : 2 x seminggu
I : Toleransi pasien
D: 10 menit
- Mengenalkan posisi duduk
- Meningkatkan head lifting,
head control, trunk control,
balance, weight bearing, hand
support
F : 2 x seminggu
- Menurunkan spastisitas
Diposisikan merangkak
I : Toleransi pasien
- Mengenalkan posisi
merangkak
54
- Meningkatkan head lifting,
D: 5-10 menit
head control, trunk control,
hand support, weight bearing.
2
AFR
F: 2 x seminggu
- meningkatkan fungsi bermain
I: Toleransi Pasien
- meningkatkan komunikasi
D: 5-10 menit
antara pasien dan terapis
4. Uraian Tindakan Fisioterapi
a) Posisi duduk
Posisi anak
: diposisikan duduk bersila
Posisi terapis : duduk dibelakang anak
Tindakan
-
:
Inhibisi Spastik dan Hand Support
Terapis memposisikan anak duduk bersila untuk melawan
pola spastik pada kaki yaitu fleksi dan adduksi hip, tangan
anak diletakan di depan tubuhnya dengan posisi ekstensi.
Terapis membantu memfiksasi elbow anak untuk melawan
pola spastiknya yaitu fleksi elbow dan jari-jari yang
menggenggam.
-
Head Control
Terapis memposisikan tegak kepala anak, kemudian anak di
stimulasi dengan mainan agar tetap mempertahankan
posisinya.
-
Trunk Control
55
Terapis memposisikan tegak tubuh anak dengan bantuan
kaki terapis yang menyangga punggung anak. Bahu anak di
tegakkan agar tidak round back.
-
Balance duduk
Terapis memposisikan anak duduk bersila lalu tubuh anak
digerakkan ke depan dengan tangan terapis memegang dada
pasien, digerakkan ke belakang dengan tangan terapis
memegang punggung pasien dan digerakkan ke kanan dan
ke kiri dengan kedua tangan terapis memegang kedua tangan
anak.
-
Weight Bearing saat duduk
Terapis
memposisikan
anak
duduk
bersila
dengan
memberikan fiksasi pada hip.
b) Elongasi Trunk
Posisi anak
: diposisikan tidur miring
Posisi terapis : disebelah kanan anak
Tindakan
: Inhibisi Spastik dan Fasilitasi Berguling
Terapis memberikan fiksasi pada bahu anak dengan tangan
kiri dan pada hip anak dengan tangan kanan. Terapis
menggerakkan hip anak ke depan dan menggerakkan bahu
anak ke belakang. Gerakan dilakukan secara perlahan dan
bergantian.
c) Fasilitasi Berguling Via Shoulder
Posisi anak
: diposisikan terlentang
Posisi terapis : di atas kepala anak
Tindakan
:
56
Terapis meletakkan tangan kiri anak di atas kepala , lalu
terapis menggerakkan tangan kanan hingga tubuhnya miring.
Terapis memberi stimulasi taktil di dekat axilla anak agar
anak menggerakkan tubuhnya ke posisi telungkup.
d) Diposisikan Merangkak
Posisi anak
: diposisikan merangkak
Posisi terapis : satu terapis di belakang anak dan satu terapis di
depan anak
Tindakan
-
:
Head Control
Kepala anak diposisikan tegak, kemudian anak di stimulasi
dengan mainan agar tetap mempertahankan posisinya
-
Hand support
Terapis memfiksasi kedua elbow anak
-
Balance dalam posisi merangkak
Terapi memfiksasi pelvic anak lalu menggerakkan pelvic ke
kanan dan ke kiri.
5. Program untuk di rumah
a. Anak jangan terlalu sering ditidurkan.
b. Anak diposisikan duduk bersila tiga kali sehari.
c. Anak sering diajak komunikasi.
d. Orang tua mengulang terapi di rumah seperti yang diajarkan oleh
terapis.
57
G.
EVALUASI
Setelah 2x terapi
No
Problem
Sebelum ( 8 Oktober
Sesudah (15
2012)
Oktober2012)
Tinggi
Tinggi
1
Tonus Postural
2
Head Lifting
-
-
3
Head Control
-
-
4
Hand Support
-
-
5
Trunk Control
-
-
6
Telungkup
-
-
7
Berguling
-
-
8
Merayap
-
-
9
Duduk
-
-
10
Merangkak
-
-
11
Fungsi Bermain
-
-
Ket : (-) Tidak ada perbaikan sebelum dan sesudah terapi.
H. PROGNOSA
-
Quo ad Vitam
: Bonam
-
Quo ad Sanam
: Malam
-
Quo ad Fungsionam
: Malam
-
Quo ad Cosmeticam
: Malam
58
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Cerebral Palsy merujuk kepada beberapa kondisi yang erat kaitanya
dengan defisit sistem saraf pusat yang bersifat tidak progresif dan didapat pada
awal kehidupan. Masalah pada Cerebral Palsy biasanya didapat pada awal
kelahiran. Cerebral Palsy bersifat permanen tetapi tidak mengubah kerusakan
neurodevelomnetal yang disebabkan kecacatan atau kerusakan yang bersifat tidak
progresif dalam satu atau beberapa lokasi di otak yang immature.
Penanganan fisioterapi pada kasus Cerebral Palsy yaitu dengan mengejar
suatu keterlambatan tahap perkembangan motorik kasar sesuai usia anak, guna
mencapai
manfaat
yang
maksimal
dan
menguntungkan
untuk
tahap
perkembangan yang berkelanjutan. Tujuan dari fisioterapi disini adalah membantu
anak mencapai perkembangan terpenting secara maksimal bagi sang anak, yang
berarti bukan untuk menyembuhkan penyakit Cerebral Palsy. Hal ini harus
dikomunikasikan sejak dari awal antara fisioterapis dengan pengasuhnya agar
tujuan terapi tercapai.
Metoda yang diberikan untuk kasus Cerebral Palsy adalah metode Bobath
atau Neuro Development Treatment (NDT) yaitu suatu teknik yang dikembangkan
oleh Karel dan Bertha Bobath pada tahun 1997. Metode ini khususnya ditujukan
untuk menangani gangguan sistem saraf pusat pada bayi dan anak-anak. Metode
Bobath pada kasus Cerebral Palsy mempunyai beberapa teknik, yaitu Inhibisi,
Key Point of Control, Fasilitasi, dan Stimulasi Propriosepsi.
59
B. Saran
Untuk mengurangi angka kejadian Cerebral Palsy diharapkan kepada
orang tua untuk menghindari faktor-faktor resiko yang berkaitan dengan Cerebral
Palsy, diantaranya:
1) Mengontrol kehamilan secara rutin untuk mencegah infeksi dalam
kandungan yang dapat menyebabkan kelainan janin dan mengawasi
perkembangan janin.
2) Menghindari cedera saat kehamilan, kelahiran, dan pasca kelahiran
3) Menjaga asupan gizi ibu hamil.
60
DAFTAR PUSTAKA
1.
Cogher L, Savage E, Smith, Michael. Cerebral Palsy The Child and
Young Person. London. Chapman and Hall Medical. 1992
2.
Levitt, Sophie. Treatment of Cerebral Palsy and Motor Delay.
London. Blackwell Science. 1995
3.
Campbell S, Linden DWV, Palisano RJ. Physical Therapy for
Children. Philadelphia. 1999
4.
Adyana Oka I M. Cerebral Palsy Ditinjau dari Aspek Neurologi.
Cermin Dunia Kedokteran. 1995; 104; 37 – 40
5.
P Nigel, Korzeniewski S et al. The Role of the Intrauterine and
Perinatal Environment in Cerebral Palsy. Neoreviews 2005;6;e133-e140
6.
Taft T L, Cerebral Palsy. Pediatrics in Review. Pediatrics’ in
Review. 1995; 16 (11) : 35 – 45
7.
Sala A D, Grant A D. PROGNOSIS FOR AMBULATION IN
CEREBRAL PALSY. Developmental Medicine and Child Neurology.1995;
37: 1020 – 1026
8.
Eckersley Pamea M., Elements of Paediatric Physiotherapy.1993; 4
(18): 335-339
9.
(ebook/ miller, freeman. Physical therapy of cerebral palsy.New
York)
10.
(http://nadhiefsblog.blogspot.com/2009/07/asuhan-keperawatanpada-anak-dengan.html) diunduh sabtu 13oktober 2012 pukul 20.53
Download