Penatalaksanaan Fisioterapi pada Kasus Cerebral Palsy Spastik Quadriplegi Berat disusun oleh: Andriani Putri Agustania 1006719734 Febie Karmani Putra 1006719936 Gina Fazrina 1006719961 Nurul Hikmah Purwaningtyas 1006720250 Putri Damayanti 1006778314 Tari Sarastuti 1006778402 PROGRAM STUDI FISIOTERAPI BIDANG STUDI KEDOKTERAN PROGRAM VOKASI UNIVERSITAS INDONESIA OKTOBER 2012 1 LEMBAR PENGESAHAN Makalah konferensi kasus telah dikoreksi, disetujui, dan diterima oleh Pembimbing Praktek Klinik Program Vokasi Bidang Studi Kedokeran Program Studi Fisioterapi untuk melengkapi tugas Praktek Klinik I, pada: Hari : Rabu Tanggal : 17 Oktober 2012 Nama Pembimbing : Sri Widayat Ismiati, S.Pd., SST.Ft. (Tanda Tangan) ………………….. i KATA PENGANTAR Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan segala rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah laporan kasus ini yang berjudul “Penatalaksanaan Fisioterapi pada Kasus Cerebral Palsy Spastik Quadriplegi Berat”. Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk melengkapi tugas dalam Praktek Klinik I Semester V mahasiswa Universitas Indonesia Program Vokasi Bidang Studi Kedokteran Program Studi Fisioterapi. dan sebagai bahan pembelajaran mengenai kasus Cerebral Palsy Spastik Quadriplegi Berat di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto. Pada kesempatan ini, penyusun mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen pembimbing, staf, dan dokter di RSPAD Gatot Soebroto yang telah membantu dalam memberikan kelengkapan materi makalah ini dan kepada para instruktur fisioterapi di RSPAD Gatot Soebroto, juga pasien yang telah bersedia memberikan waktu untuk menjadi objek dalam makalah ini, kepada orang tua dan teman-teman Fisioterapi yang telah memberikan bantuan baik material maupun spiritual sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya. Dalam penyusunan makalah ini penyusun menyadari makalah ini masih belum sempurna. Oleh sebab itu, penyusun berharap saran dan kritik membangun dari pembaca guna penulisan makalah berikutnya yang lebih baik. Jakarta, 17 Oktober 2012 Penyusun ii DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN............................................................i KATA PENGANTAR.......................................................................................ii DAFTAR ISI.....................................................................................................iii DAFTAR GAMBAR.........................................................................................v DAFTAR TABEL.............................................................................................vi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan B. Tujuan Penulisan C. Rumusan Masalah D. Manfaat Penulisan E. Metode Penulian F. Sistematika Penulisaan BAB II PEMBAHASAN A. Anatomi dan Fisiologi Otak B. Definisi Cerebral Palsy C. Epidemiologi Cerebral Palsy D. Etiologi Cerebral Palsy E. Patofisiologi Cerebral Palsy F. Gambaran Klinis Cerebral Palsy G. Diagnosa Fisioterapi H. Prognosis Cerebral Palsy I. Penatalaksanaan Fisioterapi BAB III LEMBAR ASSESSMENT FISIOTERAPI A. Pengumpulan Data Identitas Pasien B. Pengumpulan Data Riwayat Penyakit C. Pemeriksaan iii 1. Pemeriksaan Umum 2. Pemeriksaan Khusus D. Pengumpulan Data Tertulis Pemeriksaan Penunjang E. Identifikasi Problematik Fisioterapi F. Urutan Masalah Fisioterapi Berdasarkan Prioritas G. Diagnosis Fisioterapi H. Program Pelaksanaan Fisioterapi I. Pengumpulan Data Program Fisioterapi dari Dokter Rehabilitasi Medik J. Tujuan K. Metode Pemberian Fisioterapi L. Uraian Tindakan M. Program untuk di Rumah N. Evaluasi O. Prognosis BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA............................................................................................52 iv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Cerebral Palsy merupakan kondisi yang erat kaitanya dengan defisit sistem saraf pusat yang bersifat tidak progresif. Masalah pada Cerebral Palsy biasanya didapat pada awal kelahiran. Cerebral Palsy bersifat permanen tetapi tidak mengubah kerusakan neurodevelomnetal yang disebabkan kecacatan atau kerusakan yang bersifat tidak progresif dalam satu atau beberapa lokasi di otak yang immature. Dalam kasus ini dibutuhkan tim dari pelayanan kesehatan masyarakat berupa Fisioterapi. Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan masyarakat yang ditujukan kepada individu atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara, dan memulihkan gerak serta fungsi tubuh manusia sepanjang daur kehidupan dengan pelaksanaan manual, modality, pelatihan fungsi, dan komunikasi. Berdasarkan keadaan di atas, maka perlu adanya suatu bahasan dan intervensi Fisioterapi dalam menangani masalah yang dihadapi oleh pasien dengan Cerebral Palsy. Oleh karena itu, sebagai calon Fisioterapis, penulis merasa bertanggungjawab dan dituntut untuk membantu mempertahankan, memelihara, dan meningkatkan kapasitas fungsional sesuai derajat cerebral palsy yang dimiliki pasien. B. Tujuan Penulisan Tujuan Umum: 1. Makalah ini dibuat untuk memenuhi persyaratan kelulusan dalam praktek klinik. 2. Untuk menerapkan pengetahuan penulis dalam penatalaksanaan fisioterapi pada kasus Cerebral Palsy Spastik Quadriplegi Berat 1 Tujuan Khusus: 1. Mengetahui anatomi otak dan sistem saraf pusat 2. Mengetahui definisi dan epidemiologi dari Cerebral Palsy Spastik Quadriplegi Berat 3. Mengetahui patofisiologi dan etiologi Cerebral Palsy Spastik Quadriplegi Berat 4. Mengetahui manifestasi klinis dan prognosis Cerebral Palsy Spastik Quadriplegi Berat 5. Mengetahui anamnesa, problematik dan diagnosis, serta intervensi Fisioterapi yang tepat dalam penatalaksanaan kasus Cerebral Palsy Spastik Quadriplegi Berat. C. Rumusan Masalah 1. Bagaimana penatalaksanaan Fisioterapi pada kasus Cerebral Palsy Spastik Quadriplegi Berat ? 2. Apa saja kekhususan yang harus diperhatikan dalam penanganan Fisioterapi pada kasus Cerebral Palsy Spastik Quadriplegi Berat ? D. Manfaat Penulisan 1. Bagi Penulis: Dengan penulisan makalah ini, akan menambah pengetahuan, pengalaman, dan pemahaman bagi penulis dalam penatalaksanaan Fisioterapi pada kondisi Cerebral Palsy Spastik Quadriplegi Berat. 2. Bagi Institusi: Dapat digunakan sebagai bahan kajian dan laporan kasus, serta menambah khasanah ilmu pengetahuan di bidang kesehatan. 3. Bagi Masyarakat Umum: Menambah pengetahuan dikalangan masyarakat umum tentang terapi yang bermanfaat bagi pasien dengan kasus Cerebral Palsy Spastik Quadriplegi Berat . 2 E. Metode Penulisan Metode penulisan yang digunakan adalah Metode Penanganan Langsung serta Metode Studi Pustaka dan Website. F. Sistematika Penulisan 1. Kata Pengantar 2. Daftar Isi 3. Bab 1 Pendahuluan A. Latar Belakang Permasalahan B. Tujuan Penulisan C. Rumusan Masalah D. Manfaat Penulisan E. Metode Penulisan 4. Bab II Pembahasan Kasus 5. Bab III Laporan Kasus 6. Bab IV Penutup 7. Daftar Pustaka 3 BAB II PEMBAHASAN A. Anatomi dan Fisiologi Otak Sistem saraf dibagi menjadi system saraf pusat, yang terdiri atas jaras saraf di otak dan medula spinalis, dan system saraf perifer, yang terdiri atas saraf yang mempersarafi bagian tubuh lainnya. Koordinasi system saraf pusat dan perifer memungkinkan kita bergerak, berbicara, berpikir, dan berespons. 1. KONSEP FISIOLOGIS 1) NEURON Neuron, yang juga disebut dengan sel saraf , adalah unit fungsional system saraf dan merupakan sel yang sangat khusus. Maturasi saraf terjadi sebelum atau segera setelah lahir. Saat matur, neuron tidak menjalani reproduksi sel dan tidak dapat diganti. Setiap neuron berfungsi untuk menerima stimulus yang dating dari, dan mengirim stimulus yang keluar ke saraf lain, otot, atau kelenjar. Neuron melewati dan menerima sinyal melalui perubahan aliran ion bermuatan listrik bolak-balik melintasi membrane sel neuron. 2) BAGIAN NEURON Kebanyakan neuron memiliki empat bagian : dendrite, ujung aferen yang menerima sinyal yang dating; badan sel, bagian tengah yang mengandung nucleus; akson, pemanjangan tempat lewatnya sinyal; dan terminal akson, yang bercabang dari akson dan menyampaikan sinyal ke sel lain. - Dendrit Dendrit adalah perluasan saraf dari badan sel. Dendrit adalah bagian neuron yang menerima stimulasi dari saraf lain. Setiap neuron dapat memiliki cabang dendrite. Eksitasi neuron biasanya berawal di dendrite. Dendrit membawa eksitasinya ke segmen yang berdekatan, yaitu badan sel 3 - Badan Sel Badan sel mengandung organel tipikal sel manusia. Nukleus, yang mengandung informasi genetic neuron, mengarahkan produksi protein, enzim, dan neurotransmitter yang diperlukan oleh saraf untuk fungsi tepatnya. Badan sel mengantarkan zat tersebut ke bagian neuron lainnya sesuai kebutuhan. Walaupun eksitasi saraf biasanya berawal dengan eksitasi dendrite, badan sel kadangkala dapat distimulasi secara langsung oleh stimulus yang dating dari neuron lain dan oleh stimulus kimia dan listrik. Badan sel menyampaikan sinyal listrik ke segmen berikutnya, yaitu akson. - Akson Tonjolan dari badan sel adalah akson, bagian pangkalnya disebut segmen inisial atau zona pemicu. Akson adalah serabut panjang tempat lewatnya sinyal listrik yang dimulai di dendrite dan badan sel. Akson mentransmisikan sinyal awal ke neuron lain atau ke otot atau kelenjar. Percabangan batang utama akson dapat berupa serabut kolateral multiple. Serabut kolateral menyampaikan informasi ke banyak sel saraf lain yang saling berhubungan, dengan meningkatkan pengaruh neuron di sepanjang system saraf. Di sepanjang akson, protein kontraktil dan mikrotubulus mengangkut zat yang dihasilkan di badan sel. Akson juga disebut serabut saraf ; banyak serabut saraf yang melintas bersama di suatu berkas disebut saraf. Pada beberapa saraf, akson ditutup oleh lapisan lemak yang terisolasi yang disebut, myelin. Mielin diproduksi ketika sel penyokong membungkus membrane plasmanya di sekitar akson. Pada system saraf perifer, sel penyokong adalah sel Schwann. Pada system saraf pusat, myelin dihasilkan oleh tipe sel khusus, oligodendrosit. Mielin meningkatkan kecepatan sinyal listrik yang ditransmisikan melalui akson. - Terminal Akson Di ujung setiap batang akson utama dan kolateral, percabangan meluas. Percabangan akson yang terakhir ini disebut terminal akson. Melalui terminal akson, sinyal listrik disampaikan ke dendrite atau badan sel neuron kedua. Di system saraf perifer, sinyal juga dapat disampaikan ke sel otot atau kelenjar. 4 Gambar 1- Serabut saraf dalam medulla. Akson atau silinder aksis berjalan dari sel ke ujung akhir serabut saraf, dilindungi sebuah sarung berlemak – sarung meduler yang diselingi nodus ranvier - Kategori Neuron Neuron yang membawa informasi dari system saraf perifer ke system saraf pusat disebut neuron sensorik atau neuron aferen. Neuron ini adalah satu-satunya tipe sel saraf yang tidak memiliki dendrite, tetapi memiliki reseptor di ujung distalnya yang mendekati stimulus kimia atau fisik. Neuron yang membawa informasi keluar dari system saraf ke berbagai organ target (sel otot, saraf lain, atau kelenjar) disebut neuron motorik atau neuron eferen. Kelompok neuron ketiga menyampaikan pesan antara neuron aferen dan neuron eferen. Neuron ini disebut interneuron. Hamper 99% dari semua neuron di tubuh adalah interneuron dan semua interneuron terletak di system saraf pusat Gambar 2 – Klasifikasi sel saraf sesuai dengan fungsinya ; aferen, interneuron, dan eferen - Sinaps 5 Sinaps adalah titik pertautan antara dua neuron. Neuron berkomunikasi satu sama lain dengan melepaskan zat kimia ke dalam celah kecil (celah sinaps) yang memisahkan satu neuron dengan neuron lainnya. Zat kimia yang dilepaskan neuron tertentu disebut neurotransmitter. Biasanya neurotransmitter dilepaskan dari terminal akson satu neuron, berdifusi melintasi celah sinaps, dan berikatan dengan reseptor pada dendrite atau badan sel neuron lain. Sel yang melepaskan neurotransmitter disebut neuron prasinaps. Neuron yang melengkapi sinaps disebut neuron pascasinaps. Gambar 3- Di sinaps, neuron prasinaps melepaskan zat kimia yang berdifusi melintasi celah sinaps dan berikatan dengan sel pasca sinaps. - Neurotransmitter dan Neuromodulator Kebanyakan neurotransmitter disintesis di badan sel dan disalukan mellui akson ke terinal akson. Seringkali neuromodulator, adalah tipe zat kotransmitter, yang disebut dengan kimia yang sedikit berbeda dengan neurotransmitter. Neuromodulator biasanya membutuhkan waktu yang lebih lama untuk bekerja dan dapat berfungsi untuk meningkatkan atau mengurangi transkripsi DNA dan sintesis protein. Neuron modulator sering mempengaruhi respon sel pascasinaps terhadap neurotransmitter, dan berkaitan dengan fungsi jangka panjang seperti belajar, mood, dan perkembangan. Contoh neurotransmitter dan neuromodulator adalah sebagai berikut : monoamine-norepinefrin, serotonin, dopamine, dan histamine; asam amino-asam gama-aminobutirat (gama-aminobutyric acid, GABA), glisin, glutamate, dan aspartat;asetilkolin; dan neuropeptida, yang meliputi endorphin, enkelfalin dan substansi P, peptide intestinal vasoaktif (vasoactive intestinal peptide, VIP) dan adenosine trifosfat (ATP). 6 Bahkan beberapa gas dapat berfungsi sebagai neurotransmitter, yang meliputi nitrogen monoksida dan karbon dioksida. Gas tidak berikatan dengan reseptor pascasinaps, namun berdifusi ke dalam sel pascasinaps untuk melakukan kerja. Beberapa neurotransmitter (mis., asetilkolin an norepinefrin) dapat merangsang atau menghambat sel pascasinaps. Akan tetapi, neurotransmitter seringkali memiliki efek yang sama (eksitasi atau inhibisi) pada semua sel yang diikatnya. Contoh neurotransmitter inhibisi adalah GABA, glisin , nitrogen, monoksida dan biasanya dopamine. Glutamin adalah contoh neurotransmitter eksitasi. 3) PELINDUNG OTAK Pelindung otak terdiri dari : • Rambut, kulit, tulang tengkorak (cranium) • Darah sinus venosus • Meninges , yang terbagi menjadi : • – Dura mater – Membran Araknoid – Pia mater Cairan Serebrospinal (CSS) Gambar 4- Bagian-bagian pelindung otak dan medulla spinalis - Meninges Otak dan sumsum tulang belakang diselimuti oleh membrane tipis yang disebut “meninges” yang melindungi struktur syaraf , membawa pembuluh darah, dan dengan sekresi sejenis cairan, yaitu cairan serebro-spinal yang berfungsi memperkecil benturan atau goncangan. Meninges/ meningia terdiri atas 3 lapis, yaitu; pia mater (“little mother”), yang terdapat tepat di atas otak, araknoid (“seperti laba-laba”) sebagai lapisan tengah, dan dura mater (“thick mother”) di bagian luar. 7 Ruangan di atas dura mater disebut epidural, dan ruangan di bawah dura mater tetapi di atas araknoid disebut subdural. Ruang epidural dan subdural berisi banyak pembuluh darah kecil. Kerusakan pada pembuluh darah tersebut menyebabkan penimbunan darah di ruang epidural atau subdural. CSS bersirkulasi di ruang subaraknoid (di bawah araknoid, di atas pia mater). Meningitis adalah radang pada meninges ,gejalanya berupa bertambahnya jumlah dan berubahnya susunan cairan serebro-spinal (CSS). Infeksi yang terjadi disebabkan oleh bakteri atau virus; dan diagnosis dapat dilakukan dengan memeriksa cairan serebro-spinal yang diambil melalui pungsi lumbal. - Pia mater Pia mater berada di dalam celah-celah pada otak dan sumsum tulang belakang. Karena letaknya sangat erat , pia mater berfungsi menyediakan darah pada otak dan sumsum tulang belakang. - Araknoid Merupakan selaput halus yang memisahkan pia mater dari dura mater. - Dura mater Duramater padat dan keras, terdiri atas dua lapisan. Lapisan luar yang melapisi tengkorak, dan lapisan dalam yang bersatu dengan lapisan luar, kecuali pada bagian tertentu, tempat sinus-sinus terbentuk, dan tempat dura mater membentuk bagian-bagian berikut : Falks serebri yang terletak diantara kedua hemisfer otak. Tepi atas falks serebri membentuk sinus longitudinalis superior atau sinus sagitalis superior yang menerima darah vena dari otak, dan tepi bawah falks serebri membentuk sinus longitudinalis inferior atau sinus sagitalis inferior yang menyalurkan darah keluar falks serebri. Tentorium serebeli memisahkan serebelum dari serebrum. Diafragma selae adalah sebuah lipatan berupa cincin dalam dura mater dan yang menutupi sela tursika, yaitu sebuah lekukan pada tulang sphenoid , yang berisi hipofisis. 4) CAIRAN SEREBROSPINAL DAN VENTRIKEL Cairan serebro-spinal bersifat alkali dan tidak berwarna. Walaupun CSS dibentuk dari plasma yang mengalir melalui otak, konsentrasi elektrolit dan 8 glukosanya berbeda dari konsentrasi plasma. Tekanannya adalah 60 sampai 140 mm air. Fungsi CSS yaitu bekerja sebagai buffer, melindungi otak dan sumsum tulang belakang dari getaran fisik, menghantarkan makanan ke jaringan sistem syaraf pusat. CSS dibentuk sebagi hasil filtrasi, difusi, dan transport aktif yang melintasi kapiler khusus ke dalam ventrikel (rongga) otak, terutama ventrikel lateral. Jaringan kapiler yang berperan dalam pembentukan CSS disebut pleksus koroideus. Pleksus koroid dibentuk jaringan pembuluh darah kapiler yang sangat halus dan ditutupi bagian pia mater yang membelok ke dalam ventrikel dan menyalurkan cairan serebro-spinal. Saat berada di dalam ventrikel, CSS mengalir ke arah batang otak. Melalui lubang kecil di batang otak, CSS bersirkulasi ke permukaan otak dan medulla spinalis. Di permukaan otak , CSS masuk ke system vena dan kembali ke jantung. Dengan demikian, CSS terus-menerus mengalami resirkulasi pada system saraf pusat. Apabila jalur konduksi ventrikel untuk CSS mengalami sumbatan, dapat terjadi penimbunan cairan, yang mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan di dalam dan permukaan otak. Gambar 5 - Arah aliran : Ventrikel lateral à Ventrikel III à Ventrikel IV à ruang subaraknoid yang mengelilingi seluruh otak dan medula spinalis à vili araknoid à vena à absorpsi 9 - Sistem ventrikuler Sistem ventrikel terdiri atas beberapa rongga dalam otak yang berhubungan satu sama lain. Ke dalam rongga-rongga itulah pleksus koroid menyalurkan cairan serebro-spinal. Kedua ventrikel lateral, masing-masing berada satu pada tiap hemisfer otak, bersambung dengan ventrikel ketiga yang terletak pada garis tengah antara kedua thalamus. Ventrikel ketiga bersambung dengan ventrikel keempat, yang terdapat diantara serebelum, pons, dan medulla oblongata, melalui saluran kecil, akuaduktus serebri. Celah-celah pada atap ventrikel keempat memungkinkan cairan serebro-spinal memasuki ruang subaraknoid yang mengelilingi keseluruhan otak dan sumsum tulang belakang. - Pungsi lumbal. Karena sumsum tulang belakang berakhir pada ketinggian vertebrae lumbalis pertama atau kedua dan ruang subarachnoid memanjang terus hingga ketinggian vertebrae sakralis kedua, contoh cairan serebro-spinal dapat disedot keluar dengan menyuntikkan jarum pungsi lumbal ke dalam ruang sub arakhnoid di antara titik-titik ini, dan tindakan ini disebut pungsi lumbal. Pemeriksaan cairan serebro-spinal yang dilakukan dengan cara tersebut dapat mengungkapkan keterangan penting tentang kemungkinan adanya meningitis dan perdarahan subaraknoid pada otak. 2. BAGIAN-BAGIAN OTAK Perkembangan otak terletak di dalam rongga cranium tengkorak. Otak berkembang dari sebuah tabung yang mulanya memperlihatkan tiga gejala pembesaran : otak awal, yang disebut otak depan, otak tengah, dan otak belakang. Otak depan, menjadi belahan otak (hemisferium serebri), korpus striatum dan talami (thalamus dan hipotalamus) Otak tengah, otak tengah (diensefalon) Otak belakang, pons Varoli medulla Oblongata ketiga bagian ini membentuk Batang otak serebelum 10 1) SEREBRUM Mengisi bagian depan dan atas rongga tengkorak, yang masing-masing disebut fosa kranialis anterior dan fosa kranialis tengah. Serebrum terdiri atas 2 belahan (hemisfer) besar sel saraf (substansi kelabu) dan serabut saraf (substansi putih). Lapisan luar substansi kelabu disebut korteks. Kedua hemisfer otak itu dipisahkan celah yang dalam, tetapi bersatu kembali pada bagian bawahnya melalui korpus kalosum , yaitu masa substansi putih yang terdiri atas serabut syaraf. Di sebelah bawahnya lagi terdapat kelompok-kelompok substansi kelabu atau ganglia basalis. Fungsi serebrum. Hal ini telah disinggung dalam berbagai hal yang telah diuraikan di atas. Singkatnya adalah : Korteks serebri mengandung pusat-pusat lebih tinggi yang berfungsi mengontrol mental, tingkah laku, pikiran, kesadaran, moral, kemauan, kecerdasan, kemampuan berbicara, bahasa, dan beberapa perasaan khusus. Berbagai daerah pada otak. Fisura-fisura dan ulkus-ulkus membagi hemisfer otak menjadi beberapa daerah. Korteks serebri bergulung-gulung dan terlipat secara tidak teratur, sehingga memungkinkan luas permukaan substansi kelabu bertambah. Lekukan diantara gulungan-gulungan itu disebut sulkus, dan sulkus yang paling dalam membentuk fisura longitudinal dan lateralis. Fisurafisura dan sulkus-sulkus ini membagi otak dalam beberapa daerah atau “lobus” yang letaknya sesuai dengan tulang yang berada di atasnya, seperti lobus frontalis, temporalis, parietalis, dan oksipitalis. Fisura longitudinalis adalah celah dalam pada bidang medial yang membagi serebrum menjadi hemisfer kanan dan kiri. Sekeping tipis dura mater yang disebut falks serebri menyelipkan dirinya ke dalam fisura itu. Dengan cara yang sama sebagian kecil dura mater, yang disebut falks serebeli, membagi serebelum menjadi hemisfer kanan dan kiri. Sulkus lateralis, atau fisura silvius , memisahkan lobus temporalis dari lobus frontalis (pada sebelah anterior) dan dari lobus parietalis pada sebelah posterior. Sulkus sentralis atau fisura Rolando memisahkan lobus frontalis dari lobus parietalis. Lobus oksipitalis terletak di belakang lobus parietalis dan 11 bersandar pada tentorium serebeli, yaitu sebuah lipatan dura mater yang memisahkan fosa kranialis tengah dan fosa kranialis posterior di bawahnya. Korteks serebri terdiri atas banyak lapisan sel saraf yang merupakan substansi kelabu serebrum. Korteks serebri ini tersusun dalam banyak gulungan-gulungan dan lipatan yang tidak teratur, dan dengan demikian menambah daerah permukaan korteks serebri, persis sama seperti melipat sebuah benda yang justru memperpanjang jarak sampai titik ujung yang sebenarnya. Substansi putih terletak agak lebih dalam dan terdiri atas serabut saraf milik selsel pada korteks. Substansi putih pada hemisfer otak terdiri atas serabut saraf yang bergerak ke dan dari korteks, dan menyambungkan berbagai “pusat” pada otak dengan sumsum tulang belakang. Korteks serebri dibagi menjadi beberapa daerah , sebagian memiliki fungsi motorik, dan sebagian lagi memiliki fungsi sensorik. Daerah motorik terletak persis di depan sulkus sentralis, dan memanjang terus hingga sulkus lateralis. Daerah motorik kort Gambar 6- Susunan substansia putih pada otak eks mengandung sel-sel besar yang merupakan awal jalur motorik yang mengendalikan gerakan pada sisi lain tubuh. Keseluruhan tubuh justru dilukiskan terbalik yaitu : berturut-turut dari atas ke bawah adalah daerah motorik yang mengendalikan anggota badan bawah, badan, anggota badan Gambar 7- Alur penerimaan impuls (input, proses, dan output) atas, leher, dan akhirnya kepala, seperti yang diperlihatkan dalam. 12 Pada orang-orang yang lazim menggunakan anggota badannya yang sebelah kanan, Daerah Broca terletak pada sisi kiri hemisfer, sebaliknya pada orang-orang kidal, Daerah Broca terletak pada sisi kanan hemisfer. Korteks sensorik terletak persis di belakang sulkus sentralis. Di sini berbagai sifat perasaan dirasakan dan lantas ditafsir. Daerah auditorik (pendengaran) terletak pada lobus temporalis, persis di bawah fisura longitudinalis. Di sini kesan atas suara diterima dan ditafsirkan. Daerah visual (penglihatan) terletak pada ujung lobus oksipitalis yang menerima bayangan serta kesan-kesan untuk ditafsirkan. Pusat pengecapan dan penciuman terletak agak di sebelah depan pada lobus temporalis. Gambar 8– Lobus-lobus pada otak memiliki fungsi yang berbeda-beda 2) TALAMUS Talamus menerima semua informasi sensorik yang datang (kecuali bau) dan secara berturut-turut menyampaikan informasi tersebut melalui berbagai traktus aferen ke bagian ain korteks serebri. Serabut desendens dari korteks serebri juga berjalan ke bawah menuju thalamus. Fugsi korteks serebri bergantung pada penyampaian thalamus. Talamus juga merupakan bagian dari system aktivasi reticular (RAS) , suatu kelompok neuron yang luas yang penting dalam membuat individu terjaga. Talamus menerima informasi nyeri dan menyampaikannya ke korteks serebri. 13 3) HIPOTALAMUS Hipotalamus membentuk dasar diensefalon. Hipotalamus merupakan organ saraf dan endokrin penting yang bertanggungjawab untuk mempertahankan homeostasis (kestabilan lingkungan internal). Hipotalamus mengintegrasikan dan mengarahkan informasi mengenai pengaturan suhu tubuh, lapar, dan haus, aktivitas system saraf otonom, dan status emosi. Pengaturan kadar beberapa hormone, termasuk hormone hipofisis. Gambar 9– Daerah pada hipotalamus yang berfungsi untuk mengatur suhu tubuh, lapar, dan haus, aktivitas system saraf otonom, dan status emosi 4) GANGLIA BASALIS Beberapa kelompok kecil substansi kelabu yang disebut ganglia atau nuclei basalis terbenam dalam massa substansi putih pada setiap hemisfer otak. Ganglia basalis tersusun dari beberapa struktur yang dapat dipisahkan secara anatomis atau fisiologis, yang mencakup nucleus kaudatus dan putamen, dan globus palidus. Struktur ini berhubungan erat dengan massa substansi kelabu yang lain, yaitu thalamus yang terletak ditengah–tengah struktur itu. Semua proyeksi ke dan dari ganglia basalis melalui thalamus. Ganglia basalis penting untuk menginhibisi gerakan yang tidak perlu, mengontrol gerakan yang sangat terampil yang memerlukan pola dan kecepatan respons tanpa pemikiran yang disengaja. Ada kemungkinan besar system nucleus dan serabut ini, yang merupakan bagian system ekstra-piramidal , mempengaruhi tonus dan sikap tubuh , menyatukan dan 14 menyesuaikan gerakan-gerakan otot-sadar utama, yang merupakan tugas jalur motorik desendens yang besar, atau system pyramidal. Gangguan pada daerah-daerah ini menyebabkan tremor atau gemetaran pada saat tidak bergerak; apabila bergerak, gerakan akan menjadi kaku. Contohnya pada penyakit Parkinson atau paralisis agitans, yaitu keadaan progresif yang bermula pada saat seseorang menginjak masa setengah umur. Gangguan itu tampak berupa kepala tegang dan kaku, badan membungkuk, lengan dengan jari-jemari yang kaku menggelantung di samping, jempol mendekati jari-jari lain seperti menggelintir pil secara ritmik. Paha kaku dan agak susah bergerak. Pasien yang menderita sakit ini hanya mampu melangkah dengan langkah-langkah pendek dan pelan. Gambar 10– Potongan melintang otak yang menunjukkan ganglia basalis Kapsula interna terbentuk oleh berkas-berkas serabut motorik dan sensorik yang menyambung korteks serebri dengan batang otak dan sumsum tulang belakang. Pada saat melintasi pulau-pulau substansi kelabu, berkas-berkas saraf ini berpadu satu sama lain dengan eratnya. Trombosis arteri yang melayani kapsula interna dapat menimbulkan kerusakan pada salah satu sisi tubuh (hemiplegia); kerusakan serebro-vaskuler seperti itu disebut “stroke”. 5) BATANG OTAK Batang otak terdiri atas otak tengah (diensefalon), pons Varoli dan medulla Oblongata. Otak tengah mengandung pusat-pusat yang mengendalikan 15 keseimbangan dan gerakan-gerakan mata. Pons Varoli memiliki banyak serabut yang berjalan menyilang pons untuk menghubungkan kedua lobus serebelum; dan menghubungkan ke korteks serebri. Medula oblongata mengandung nucleus atau badan sel dari berbagai saraf otak yang penting. Selin itu, medulla oblongata mengandung “pusat-pusat vital” yang berfungsi mengendalikan pernapasan dan system kardio-vaskuler. Gambar 11- Bagian-bagian batang otak 6) SEREBELUM Serebelum adalah bagian terbesar dari otak belakang. Serebelum mempunyai hubungan dengan berbagai bagian lain system persarafan. Tetapi hubungannya yang terutama adalah dengan hemisfer serebri pada sisi yang lain dengan batang otak. Selain itu, serebelum menerima serabut dari sumsum tulang beakang dan berhubungan dengan pusat-pusat reflex penglihatan pada atap otak tengah (diensefalon), dengan thalamus, dengan serabut-serabut saraf pendengaran. Fungsi serebelum adalah mengatur sikap dan aktivitas sikap badan. Serebelum berperan penting dalam koordinasi otot dan menjaga keseimbangan. Bila serabut kortiko-spinal yang melintas dari korteks serebri ke sumsum tulang belakang mengalami penyilangan, dan dengan demikian mengendalikan gerakan sisi lain tubuh , hemisfer, serebeli mengendalikan tonus otot dan sikap pada sisinya sendiri. 16 Gambar 12– Cerebellum Cedera unilateral pada serebelum mengakibatkan gangguan pada sikap dan tonus otot. Gerakan sangat tidak terkoordinasi. Seorang pasien yang mengalami gangguan tersebut mungkin tidak sanggup memasukkan makanan ke mulutnya ambing sendiri sewaktu , terombang- berjalan, dan cenderung jatuh ke arah sisi badan yang mendapat cedera. Semua gerakan sadar dan otot-otot anggota badan menjadi lemah, dan cara bicarapun lambat. Gambar 13– Lokasi cingulate gyrus, thalamus, hipocampus dan amygdala 7) SISTEM LIMBIK Sistem limbic adalah kelompok difus neuron dari area yang berbeda di otak. Neuron di system limbic meliputi serabut dari semua lobus otak depan dan hubungan yang luas dari hipotalamus dan thalamus. Area otak tengah dan otak belakang juga mengirimkan proyeksi yang membentuk system limbic. Hipokampus dianggap sebagai bagian system limbic dan berperan penting dalam member kode dan mengonsolidasi memori. Amigdala, yang juga dianggap sebagai bagian system limbic, terlibat dalam pembentukan emosi, agresi, dan 17 perilaku seksual. Belajar dan perilaku juga dipengaruhi oleh beberapa system limbic dan hubungan saraf-saraf otak. Penyakit atau kerusakan pada saraf otak menyebakan timbul gejala-gejala sebagai berikut : 1. Kehilangan daya penciuman 2. Penglihatan kabur atau hilang 3. Penglihatan rangkap , juling 4. Rasa sakit yang persisten (terus-menerus) pada wajah, atau rasa kaku pada wajah bila diadakan langkah-langkah pembedahan guna meringankan rasa sakit yang persisten itu, sakit gigi dan pengunyahan lemah. 5. Paralisa otot wajah 6. Tinitus atau pekak, pusing vestibular, kehilangan keseimbangan 7. Kesulitan menelan 8. Lidah lemah, yang mengakibatkan sulit mengunyah dan bicara 3. SAWAR DARAH OTAK Sawar darah-otak adalah struktur unik system vascular otak yang mencegah lewatnya material dari darah ke cairan seebrospinal di otak. Sawar darah-otak terbentuk dari sel endotel yang berikatan erat di kapiler otak dan dari sel yang melapisi ventrikel yang membatasi difusi dan filtrasi. Fungsi transport khusus mengatur cairan yang keluar dari sirkulasi umum untuk membasahi sel otak.. Banyak obat dan zat kimia tidak dapat menembus sawar darah-otak. Gambar14 - Sawar darah otak 18 4. ALIRAN DARAH OTAK DAN METABOLISME OTAK Otak menerima sekitar 15% curah jantung. Tingginya kecepatan aliran darah ini diperlukan untuk memenuhi kebutuhan otak yang terus-menerus tinggi akan glukosa dan oksigen. Otak bersifat unik karena otak biasanya hanya menggunakan glukosa sebagai sumber untuk fosforilasi oksidatif dan produksi ATP. Tidak seperti sel yang lain, sel otak tidak menyimpan glukosa sebagai glikogen; dengan demikian, otak harus secara terus-menerus menerima oksigen dan glukosa melalui aliran darah otak. Deprivasi oksigen selama 5 menit dan deprivasi glukosa selama 15 menit, dapat menyebabkan kerusakan otak yang signifikan. Fungsi otak sangat bergantung pada aliran darah, sehingga mungkin untuk mengidentifikasi bagian otak mana yang melakukan tugas apa dengan mengukur aliran darah otak selama aktivitas otak yang spesifik. Penelitian memperlihatkan bahwa ketika melakukan banyak kerja mental, otak mula-mula memproduksi ATP melalui glikolisis anaerob, bukan melalui fosforilasi oksidatif. Glikolisis anaerob bergantung pada glukosa, tetapi tidak memerlukan oksigen. Otak tetap melakukan hal ini walaupun tersedia oksigen. Akibatnya adalah pemakaian dan deplesi glukosa yang cepat, disertai peningkatan kadar oksigen secara bersamaan. Dalam waktu singkat, otak mulai melakukan fosforilasi oksidatif. 5. TEKANAN INTRAKRANIAL Tekanan di dalam cranium disebut tekanan intracranial (TIK). TIK ditentukan oleh volume darah di otak, volume CSS, dan volume jaringan otak. Dalam keadaan normal, TIK berkisar dari 5 sampai 15 mmHg. 6. HEMISFER OTAK 1) Gangguan pada serebrum. Penyakit atau kerusakan yang timbul setelah cedera atau yang menyusul kecelakaan serebrovaskuler pada otak, tergantung daerah dan neuron yang terserang: bisa menjadi menyerang saraf motorik dan sensorik yang berjalan melalui kapsula interna dalam perjalanannya ke dan dari otak. 19 Paralisa motorik jenis spastic, dengan gejala kaku otot dan reflex meninggi, merupakan akibat dari neuron atas yang terkena cedera. Hemiplegia hanya dapat menyerang lengan dan tungkai sebelah saja, sedangkan otot wajah, kepala, leher, dan badan-kendati badan kering tidak terkena-mungkin terserang juga. Paralisa sensorik sebagai akibat cedera pada jalur sensorik. Gerak reflex tidak normal Ketidaknormalan ini melibatkan juga reflex organic pupil mata yang mengalami kontraksi atau tidak dapat berkontraksi, reflex kandung kemih yang terserang mrnyrbabkan paralisa sfingter, dan dinding kandung kemih mengalami retensi urin yang melebihi daya tampung sehingga meluap; selain itu rectum dapat terserang juga dengan akibat adanya gangguan reflex defekasi. Karena hemisfer serebri juga merupakan bagian otak, tempat terdapat fungsi-fungsi yang bernilai tinggi, seperti bicara, penglihatan, pengecapan, penciuman, dan ingatan, kerusakan pada bagian ini akan menimbulkan banyak gejala. 2) Spastisitas dan kekakuan. Pada saat keadaan paralisis berlalu, otot mendapat kembali tonusnya, kendati masih lemah. Anggota gerak yang terserang menjadi spastic dan kaku. Gerak reflex terjadi, khusunya pada bagian yang mempunyai hubungan dengan kelompok otot fleksor dan abductor, walaupun tidak terdapat pengendalian sadar atas gerakan ini. Kemampuan pengendalian sadar hilang. Pada tahap ini ada kemungkinan terjadi deformitas. 3) Ensefalitis Ensefalitis adalah peradangan pada jaringan otak, yang biasanya disebabkan infeksi virus. 4) Meningitis adalah peradangan pada selaput otak. 5) Kraniotomi Kraniotomi adalah melubangi tengkorak, yang umumnya dilaksanakan bila terdapat tumor, darah, atau gumpalan darah, ataupun fraktur yang dapat menekan otak. 20 B. Definisi Cerebral Palsy Cerebral Palsy merujuk kepada beberapa kondisi yang erat kaitanya dengan defisit sistem saraf pusat yang bersifat tidak progresif dan didapat pada awal kehidupan. 1 Cerebral Palsy Masalah pada Cerebral Palsy biasanya didapat pada awal kelahiran. bersifat permanen tetapi tidak mengubah kerusakan neurodevelomnetal yang disebabkan kecacatan atau kerusakan yang bersifat tidak progresif dalam satu atau beberapa lokasi di otak yang immature. 2. Di beberapa survey, tidak ada konsistensi hubungan antara kasus Cerebral Palsy yang kelainananya didapat setelah Periode Neonatal. Dibeberapa studi besar mengenai tanda neurologi pada anak, Nelsoon dan Elenberg (1982) mendeskripsikan dari 37 282 anak-anak dar umur 1 tahun sampi 7 tahun. (tabel 1.1.) Tabel 1.1 Anak yang hidup dengan Cerebral palsy Diagnosis pada umur 1 tahun Pasti Cerebral Palsy Diagnosis pada umur 7 tahun Tidak Curiga Pasti Cerebral Cerebral Cerebral Palsy Palsy Palsy Ringan 125 89 4 32 Sedang 71 28 3 40 Berat 33 1 0 32 229 118 7 104 Ada beberapa kecendrungan untuk melihat beberapa variasi kelaianan motorik, tidak hanya kaku atau lemah atau deformitas sendi. Cerebral Palsy bersifat tidak progresif dari defisit sistem motorik. Perubahan Klinis dari Cerebral Palsy mengubah secara individual, dengan mengubah dari kedewasaan, perkembangan serta kemungkinan untuk kembali sembuh. Definisi secara implisit 21 meliputi Kelainan Progresif sistem saraf pusat seperti tumor dan proses degeneratif. Cerebral Palsy melibatkan satu atau lebih dari ekstermitas dan sering sekali batang tubuh. Ini menyebabkan gangguan dari fungsi motor volunter dan mengakibatkan beberapa gejala. Oleh karena itu, Masalah anak-anak dengan CP harus dievaluasi dalam perspektif pertumbuhan dan perkembangan normal anakanak dengan penyakit, seperti infeksi telinga, yang membutuhkan tindakan medis pengobatan.3 Klasifikasi Cerebral Palsy Cerebral Palsy telah dikasifikasikan dalam beberapa cara oleh Liitle (1862) dan Ingram (1964), beberapa literatur mengkalsifikasikanya berdasarkan: a. Penemuan neuropathological pada autopsi b. Beberapa yang dianggap faktor c. Gejala klinik neurologi Beberapa praktisi sekarang mengkasifikasikan hal tersebut berdasarkan Gejala klinik neurologi. Gejala klinik dari Cerebral Palsy sangatlah kompleks dan susah untuk dikategorikan. Pemeriksaan pada pendertia Cerebral Plasy akan menghasilkan beberapa tanda variasi, tetapi beberapa refrensi dimana tanda itu muncul sangatlah bervariasi. Menurut Develompmental Medical Children Neurology, 2004, klasifikasi Cerebral Palsy didasarkan pada tabel 1.2. Tabel 1.2. Klasisfikasi Cerebral Palsy Bagian Tubuh yang terkena Ganguan Motorik yang terekna Hemiplegia/hemiparese Spastik Diplegia Ataksia/Hipotonia Tetraplegia/Quadriplegia Atetoid/Diskinetik 22 1) Spastik Cerebral palsy spastic sejauh ini merupakan jenis yang paling umum, terjadi pada 70% sampai 80% dari semua kasus. Selain itu, kejang Cerebral Palsy menyertai salah satu dari jenis lain dalam 30% dari semua kasus. Orang dengan tipe ini hipertonik dan memiliki kondisi neuromuskuler yang berasal dari kerusakan saluran kortikospinalis atau korteks motor yang mempengaruhi kemampuan sistem saraf untuk menerima asam gamma amino butirat oleh kecacatan. Cerebral Palsy spastik lebih lanjut diklasifikasikan oleh topografi tergantung pada daerah tubuh yang terkena, ini termasuk: - Spastik hemiplegia (satu sisi yang terkena). Umumnya, cedera otot-saraf dikendalikan oleh sisi kiri otak akan menyebabkan defisit kanan tubuh, dan sebaliknya. orang yang memiliki spastik hemiplegia adalah rawat jalan, meskipun mereka umumnya memiliki equinus dinamis pada sisi yang terkena dan terutama diresepkan pergelangan kaki orthoses untuk mencegah kata equinus. - Spastic diplegia (ekstremitas bawah yang terpengaruh dengan sedikit atau tidak ada kelenturan tubuh bagian atas). Bentuk paling umum dari bentuk kejang. Kebanyakan orang dengan kejang diplegia sepenuhnya rawat jalan dan memiliki gaya gunting. Lutut tertekuk dan pinggul untuk berbagai tingkat yang umum. Hip masalah, dislokasi, dan dalam tiga-perempat dari diplegics kejang, juga strabismus (mata juling), dapat hadir juga. Selain itu, orang-orang sering rabun dekat. Kecerdasan seseorang dengan spastic diplegia tidak terpengaruh oleh kondisi tersebut. - Spastic tetraplegia (semua empat anggota badan yang terkena dampak yang sama). Orang dengan quadriplegia kejang adalah yang paling mungkin untuk dapat berjalan, atau jika mereka bisa, ingin berjalan, karena otot-otot mereka terlalu ketat dan terlalu banyak usaha untuk melakukannya. Beberapa anak dengan quadriplegia juga memiliki tremor hemiparetic, sebuah gemetar tak terkendali yang mempengaruhi anggota badan pada satu sisi tubuh dan mengganggu pergerakan normal. 23 Kadang-kadang, istilah-istilah seperti monoplegia, paraplegia, triplegia, dan pentaplegia juga dapat digunakan untuk merujuk pada manifestasi spesifik dari kelenturan tersebut. 2) Ataksia Ataksia (ICD-10 G80.4) tipe gejala dapat disebabkan oleh kerusakan otak kecil. Bentuk ataksia kurang umum adalah jenis cerebral palsy, terjadi di paling banyak 10% dari semua kasus. Beberapa individu memiliki hypotonia dan tremor. Keterampilan motorik seperti menulis, mengetik, atau menggunakan gunting mungkin akan terpengaruh, serta keseimbangan, terutama saat berjalan. Hal ini umum bagi individu untuk memiliki kesulitan dengan visual dan / atau pengolahan pendengaran. 3) Athetoid / dyskinetic Athetoid atau dyskinetic adalah campuran otot - dan kadang-kadang hipotonia (Hypotonia biasanya akan terjadi sebelum 1 tahun; nada otot akan meningkat dengan usia dan kemajuan Hypertonia). Orang dengan Cerebral Palsy athetoid mengalami kesulitan menahan diri dalam posisi, tegak mantap untuk duduk atau berjalan, dan sering menunjukkan gerakan disengaja. Untuk beberapa orang dengan Cerebral Palsy athetoid, butuh banyak kerja dan konsentrasi untuk mendapatkan tangan mereka ke tempat tertentu (seperti menggaruk hidung mereka atau meraih cangkir). Karena nada campuran mereka dan kesulitan menjaga posisi, mereka tidak mungkin dapat memegang benda-benda (seperti sikat gigi atau pensil). Sekitar seperempat dari semua orang dengan CP telah athetoid CP. Kerusakan terjadi pada sistem motor ekstrapiramidal dan / atau saluran piramidal dan ganglia basal. Ini terjadi pada 10% sampai 20% persen dari semua kasus. C. Epidemiologi Cerebral Palsy Begitu banyak penyebab cerep, jumlah pasti dari berbagai penelitian tidak sepenuhnya sama. Namun, ada kesamaan luar biasa dalam prevalensi di seluruh dunia, dari Swedia pada tahun 1980 dengan prevalensi 2,4 per 1000 dan 2,5 per 1000 di awal 1990-an, 2,3 per 1000 dari Atlanta, dan 1,6 per 1000 di Cina. 24 Mengingat kesulitan dalam membuat diagnosis yang spesifik, dan terutama menemukan kasus ringan, angka-angka mungkin mencerminkan lebih banyak variasi dalam menghitung daripada perbedaan jelas dalam prevalensi. Sebuah laporan dari Inggris, yang merupakan perwakilan dari banyak penelitian, menunjukkan bahwa belum ada banyak perubahan dalam prevalensi selama 40 terakhir tahun. Namun, pola cerebral palsy telah bergeser lebih ke arah diplegia dan spastik quadriplegia dan jauh dari hemiplegia dan perubahan athetosis.Hal ini mungkin mencerminkan perawatan medis meningkat dengan perawatan kebidanan yang lebih baik dan beberapa peningkatan kejadian dari korban yang selamat dari neonatal unit perawatan intensif. Juga, kelahiran kembar telah meningkat dengan meningkatnya umur maternal, dan ini kelahiran kembar memiliki risiko jauh lebih tinggi mengembangkan CP. Dilaporkan prevalensi per kehamilan untuk kelahiran tunggal adalah 0,2%, 1,5% untuk kembar, untuk kembar tiga 8,0%, dan untuk kembar empat 43%. Pada KONIKA V Medan (1981), R. Suhasim dan Titi Sularyo melaporkan 2,46% dari jumlah penduduk Indonesia menyandang gelar cacat, dan di antaranya ± 2 juta adalah anak. CP merupakan jenis cacat pada anak yang terbanyak dijumpai. Di Jaipur, Meenakshi Sharma dkk (1981) menyelidiki 219 CP, 150 di antaranya adalah laki-laki dan 69 perempuan. Terdiri dari 42 anak umur kurang 1 tahun, 113 antara 1 - 5 tahun, 52 antara 5 - 10 tahun dan 12 di atas 10 tahun. Angka kejadiannya sekitar 1 – 5 per 1000 anak. Laki-laki lebih banyak dari pada wanita. Sering terdapat pada anak pertama, mungkin anak pertama lebih sering mengalami kesulitan pad waktu dilahirkan. Angka kejadiannya lebih tinggi pada bayi BBLR dan anak kembar. Umur ibu sering lebih dari 40 tahun, lebihlebih pada multipara. Franky (1994) pada penelitiannya di RSUP Sanglah Denpasar, mendapatkan bahwa 58,3 % penderita cerebral palsy yang diteliti adalah laki-laki, 62,5 % anak pertama, umur ibu semua dibawah 30 tahun, 87,5 % berasal dari persalinan spontan letak kepala dan 75 % dari kehamilan cukup bulan. D. Etiologi Cerebral Palsy 25 Cerebral palsy terjadi akibat kerusakan otak saat periode prenatal, natal dan post natal. Sekitar 70-80% terjadi akibat kerusakan otak saat prenatal. Bayi lahir prematur dan gangguan pertumbuhan saat kehamilan baik pada bayi prematur maupun yang cukup bulan sebagai penyebab yang sering didapatkan saat prenatal. 4,6 Resiko terjadinya CP 25-31 kali lebih tinggi pada bayi berat lahir kurang dari 1500 gram dan didapatkan 1/3 bayi dengan gejala CP dengan berat lahir kurang dari 2500 gram. Bayi lahir prematur merupakan faktor tersering dan secara konsisten berhubungan dengan CP. Bayi kecil menurut usia kehamilan (intra uterine growth retardation) yang lahir setelah 32 minggu meningkatkan resiko menderita CP. Data terakhir diduga disebabkan oleh intrauterine undernutrisi dan hipoksia kronik, yang dapat dideteksi pada pemeriksaan darah fetal, menunjukkan asidosis atau peningkatan konsentrasi eritropoetin dan adanya redistribusi aliran darah fetal dengan pemeriksaan USG Doppler. 4,6 Beberapa penelitian menyebutkan faktor prenatal dan natal lebih berperan daripada faktor pascanatal. Studi oleh Nelson dkk (1986) menyebutkan bayi dengan berat lahir rendah, asfiksia saat lahir, iskemi prenatal, faktor genetik, malformasi kongenital, toksin, infeksi intrauterin merupakan faktor penyebab cerebral palsy. 4,5 Penyebab cerebral palsy dapat dibagi dalam tiga periode yaitu: 1. Prenatal Faktor prenatal dimulai saat masa gestasi sampai saat lahir. a. Malformasi kongenital. b. Infeksi dalam kandungan yang dapat menyebabkan kelainan janin (misalnya; rubela, toksoplamosis, sifilis, sitomegalovirus, atau infeksi virus lainnya). c. Radiasi. d. Toksik gravidarum. e. Asfiksia dalam kandungan (misalnya: solusio plasenta, plasenta previa, anoksi maternal, atau tali pusat yang abnormal). 26 2. Natal Faktor natal yaitu segala faktor yang menyebabkan cerebral palsy mulai dari lahir sampai satu bulan kehidupan. a. Anoksia / hipoksia. Brain injury. Terdapat pada keadaan presentasi bayi abnormal, CPD, partus lama, plasenta previa, infeksi plasenta, SC dan partus dengan menggunakan instrument tertentu. b. Perdarahan intra cranial (otak). − Pendarahan batang otak, terjadi gangguan pernapasan dan gangguan sirkulasi menyebabkan anoksia. − Pendarahan pada ruang subarachnoid, terjadi penyumbatan LCS menyebabkan hidrosefalus. − Pendarahan pada ruang subdural, terjadi tekanan pada korteks serebri menyebabkan kelumpuhan spastis. c. Ikterus. − Kerusakan jaringan otak karena bilirubin. − Gangguan pada ganglia basalis akibat masuknya bilirubin. − Pada inkompatibel golongan darah (pada RH). d. Prematuritas. Resiko perdarahan otak disebabkan faktor pembuluh darah, pembekuan, dan enzim terbentuk belum sempurna mengakibatakan pendarahan. Contohnya: 27 Gambar 15– Daerah pendarahan pada otak e. Meningitis Purulenta − Pada masa bayi. − Pengobatan tidak adekuat mengakibatkan sekuele. 3. Postnatal Post natal dimulai dari bulan pertama kehidupan sampai 2 tahun atau sampai 5 tahun kehidupan, atau sampai 16 tahun. Setiap kerusakan pada jaringan otak yang mengganggu perkembangan. Penyebab postnatal cerebral palsy mungkin tumpang tindih dengan prenatal dan neonatal. Berikut penyebab cerebral palsy post natal: a. Trauma kapitis. b. Infeksi misalnya : meningitis bakterial, abses serebri, tromboplebitis, ensefalomielitis. c. Kern icterus. Meskipun sulit untuk mengasimilasi data, antara 10% dan 25% dari kasus cerebral palsy terjadi pada postnatal. Kekerasan pada anak menyebabkan trauma non accidental pada otak yang belum matang karena trauma tumpul dengan patah tulang tengkorak atau jatuh ke dalam pola sindrom bayi terguncang. Sindrom bayi terguncang terjadi biasanya pada anak kurang dari 1 tahun. Ketika seorang penjaga bayi bolak-balik mengguncang bayi untuk menenangkan tangisan. Goncangan kuat ini menyebabkan peregangan, geser, dan merobek akson panjang dan kapiler di korteks otak . Gambar-15 Shaken baby. Ket: Shaken baby syndrome creates an injury in which axons are disrupted by the shear forces created from the violent shaking of the head. The brain of the baby is like an egg in which the liquid center is enclosed in a solid outer shell. By vigorous shaking, the egg yolk can be broken without breaking the shell of the egg. In the same way, vigorous shaking of a baby’s head can cause tissue disruption. This shearing stress disrupts brain tissue, especially the long migrating axons of the 28 cerebral cortex. The trauma of the shaken baby does not usually cause a skull fracture and may not even cause intracranial bleeding, but it often causes severe long-term neurologic impairment because of the cellular disruptions. Jika bayi bertahan hidup, mereka sering memiliki pola spastik quadriplegi berat. Bahkan anak-anak dengan keterlibatan motorik kurang parah sering memiliki keterbelakangan mental yang mendalam bersamaan. Trauma kepala tumpul juga dapat terjadi dari kekerasan terhadap anak, jatuh, atau kecelakaan kendaraan bermotor, dan ini melibatkan cedera langsung serta cedera sekunder dari pembengkakan otak. Sebagian besar anak dengan trauma tumpul pulih dan tidak memiliki cacat motorik.Namun, jika ada perdarahan unilateral, pada anak sering meninggalkan cacat motorik pola hemiplegia. Pola spastik quadriplegi banyak pada anak-anak dengan perdarahan hebat dan tidak mampu melakukan aktivitas sosial dalam masyarakat. Banyak anak dengan cedera kepala tertutup memiliki ataksia sebagai gangguan utama. Trauma kepala tumpul juga dapat terjadi dari kekerasan terhadap anak, jatuh, atau kendaraan bermotorkecelakaan, dan ini melibatkan cedera langsung serta cedera sekunder dari pembengkakan otak. E. Patofisiologi Cerebral Palsy Perkembangan susunan saraf dimulai dengan terbentuknya neural tube yaitu induksi dorsal yang terjadi pada minggu ke 3-4 masa gestasi dan induksi ventral, berlangsung pada minggu ke 56 masa gestasi. Setiap gangguan pada masa ini bisa mengakibatkan terjadinya kelainan kongenital seperti kranioskisis totalis, anensefali, hidrosefalus dan lain sebagainya. Gambar 16. Diferensiasi normal dan abnormal dari neural tube. Ket: In the earliest stage, the neural plate differentiates from the ectoderm, then enfolds to create a neural tube. Failure of this enfolding causes neural tube defects (16). During the embryonic stage, this neural tube develops complex folding 29 with the formation of flexures. During the period of 30 to 100 days of embryonic life, the brain demarcates and develops the cerebral hemispheres. During the rest of gestation, there is a large growth of mass and cell specialization (17). Fase selanjutnya terjadi proliferasi neuron, yang terjadi pada masa gestasi bulan ke 24. Gangguan pada fase ini bisa mengakibatkan mikrosefali, makrosefali. Stadium selanjutnya yaitu stadium migrasi yang terjadi pada masa gestasi bulan 35. Migrasi terjadi melalui dua Gambar 17- Perkembangan otak saat natal cara yaitu secara radial, berdiferensiasi dan daerah periventnikuler dan subventrikuler ke lapisan sebelah dalam korteks serebri; sedangkan migrasi secara tangensial sudah berdiferensiasi dan zone germinal menuju ke permukaan korteks serebri. Gangguan pada masa ini bisa mengakibatkan kelainan kongenital seperti polimikrogiri, agenesis korpus kalosum. Gambar 18– Proliferasi neuron pada otak Ket : As the brain matures, the cells proliferate centrally and migrate toward the cortex. During this migration, trailing connections remain to the deep layer. This migration is an important element in the formation of the gyri of the cerebral cortex. Defects in the migration lead to a smooth brain surface called lissencephaly. 30 Stadium organisasi terjadi pada masa gestasi bulan ke 6 sampai beberapa tahun pascanatal. Gangguan pada stadium ini akan mengakibatkan translokasi genetik, gangguan metabolisme. Stadium mielinisasi terjadi pada saat lahir sampai beberapa tahun pasca natal. Pada stadium ini terjadi proliferasi sd neuron, dan pembentukan selubung mialin. Kelainan neuropatologik yang terjadi tergantung pada berat dan ringannya kerusakan. Jadi kelainan neuropatologik yang terjadi sangat kompleks dan difus yang bisa mengenai korteks motorik traktus piramidalis daerah paraventrikuler ganglia basalis, batang otak dan serebelum. Anoksia serebri sering merupakan komplikasi perdarahan intraventrikuler dan subependim Asfiksia perinatal sering berkombinasi dengan iskemi yang bisa menyebabkan nekrosis. Kern ikterus secara klinis memberikan gambaran kuning pada seluruh tubuh dan akan menempati ganglia basalis, hipokampus, sel-sel nukleus batang otak; bisa menyebabkan cerebral palsy tipe atetoid, gangguan pendengaran dan mental retardasi. Infeksi otak dapat mengakibatkan perlengketan meningen, sehingga terjadi obstruksi ruangan subaraknoid dan timbul hidrosefalus. Perdarahan dalam otak bisa meninggalkan rongga yang berhubungan dengan ventrikel. Trauma lahir akan menimbulkan kompresi serebral atau perobekan sekunder. Trauma lahir ini menimbulkan gejala yang ireversibel. Lesi ireversibel lainnya akibat trauma adalah terjadi sikatriks pada sel-sel hipokampus yaitu pada kornu ammonis, yang akan bisa mengakibatkan bangkitan epilepsi. F. Gambaran Klinis Cerebral Palsy Gambaran klinis cerebral palsy tergantung dari bagian dan luasnya jaringan otak yang mengalami kerusakan, yaitu : a. Paralisis. Dapat berbentuk hemiplegia, kuadriplegia, diplegia, monoplegia, triplegia. Kelumpuhan ini mungkin bersifat flaksid, spastik atau campuran. b. Gerakan involunter. Dapat berbentuk atetosis, khoreoatetosis, tremor dengan tonus yang dapat bersifat flaksid, rigiditas, atau campuran. 31 c. Ataksia. Gangguan koordinasi ini timbul karena kerusakan serebelum. Penderita biasanya memperlihatkan tonus yang menurun (hipotoni), dan menunjukkan perkembangan motorik yang terlambat. Mulai berjalan sangat lambat, dan semua pergerakan serba canggung. d. Kejang. Dapat bersifat umum atau fokal. e. Retardasi mental. Ditemukan kira-kira pada 1/3 dari anak dengan cerebral palsy terutama pada grup tetraparesis, diparesis spastik dan ataksia. Cerebral palsy yang disertai dengan retardasi mental pada umumnya disebabkan oleh anoksia serebri yang cukup lama, sehingga terjadi atrofi serebri yang menyeluruh. Retardasi mental masih dapat diperbaiki bila korteks serebri tidak mengalami kerusakan menyeluruh dan masih ada anggota gerak yang dapat digerakkan secara volunter. Dengan dikembangkannya gerakan-gerakan tangkas oleh anggota gerak, perkembangan mental akan dapat dipengaruhi secara positif. f. Gangguan penglihatan (misalnya: hemianopsia, strabismus, atau kelainan refraksi), gangguan bicara, gangguan sensibilitas. g. Problem emosional terutama pada saat remaja. Selain gangguan-gangguan yang telah disebutkan di atas, terdapat pula gangguan motorik, self care, productivity, dan leisure. a. Gangguan motorik. Hipertonus muncul pada kelompok otot, tonus dapat terjadi secara berubah-ubah yang dapat menyebabkan terjadinya gerakan yang tidak disadari. Refleks primitif masih tetap muncul, seperti: - Asymmetrical tonic neck reflex (ATNR) - Ket. The asymmetric tonic neck reflex is activated by turning the child’s head. The side to which the face turns causes the shoulder to abduct with elbow and hand extension. The leg on the same side also develops full extension. On the opposite side, the shoulder is also abducted but the elbow and hand are fully Gambar 19– Asymmetrical Tonic neck Reflex 32 flexed and the leg is flexed at the hip, knee, and ankle. By turning the head to the opposite side, the pattern reverses. - Symmetrical Tonic Neck Reflex (STNR), - Tonic Labyrinthine Reflex (TLR) Ket: The tonic labyrinth reflex shows the baby with abducted shoulders, flexed elbows, adducted extended hips, and extended knees and ankles. This posture primarily occurs with the baby in the supine position. Gambar 20 – Tonic Labyrinth Reflex - Moro Reflek Ket : The Moro reflex is initiated with a loud noise, such as a hand clap, that causes the child to have full extension of the head, neck, and back. The shoulders abduct and the elbows extend. The legs also have full extension. After a short time, the pattern reverses and the head, neck, and spine flex; the arms are brought to the midline; and the legs flex. Gambar 21– Moro Reflex - Positive Supporting Reflex Ket : The parachute reaction is initiated by holding the child at the pelvis and tipping him head down. As the child 33 Gambar 22– Positif Supporting reflex is lowered toward the floor, he should extend the arms as if he were going to catch himself with his arms. This self-protection response should be present by 11 months of age. If the child has hemiplegia he will often only reach out with the extremity that is not affected. The affected extremity may remain flexed, or will extend at the shoulder and elbow but with the hand kept fisted b. Self Care Pasien pada umumnya mengalami kesulitan dalam melakukan aktifitas sehari-hari, seperti makan, berpakaian, dan berhias. Pasien juga membutuhkan bantuan untuk mencapai kemandirian. c. Productivitas Pasien pada umumnya membutuhkan bantuan untuk melaksanakan tanggung jawab melakukan pekerjaan rumah. Pada usia sekolah, pasien sering mengalami kesulitan dengan pekerjaan di sekolah seperti membaca dan menulis. Pada usia dewasa mungkin membutuhkan bantuan untuk memilih pilihan pekerjaan. G. Diagnosa Fisioterapi Diagnosa fisioterapi diperoleh dari anamnesis lengkap mengenai riwayat perjalanan penyakit, riwayat kehamilan, imunisasi, tumbuh kembang, pemeriksaan-pemeriksaan khusus termasuki kemampuan motorik anak dengan memperhatikan faktor resiko. Apabila anamnesis dilakukan secara benar dan tepat maka akan menentukan ketepatan dari diagnosa yang akan di tegakkan. H. Prognosis Cerebral Palsy Beberapa faktor berpengaruh terhadap prognosis penderita cerebral palsy seperti tipe klinis, keterlambatan dicapainya milestones, adanya reflek patologik dan adanya defisit intelegensi, sensoris dan gangguan emosional. Anak dengan hemiplegi sebagian besar dapat berjalan sekitar umur 2 tahun, kadang diperlukan short leg brace, yang sifatnya sementara. Didapatkannya tangan dengan ukuran lebih kecil pada bagian yang hemiplegi, bisa disebabkan adanya disfungsi sensoris 34 di parietal dan bisa menyebabkan gangguan motorik halus pada tangan tersebut. Lebih dari 50% anak tipe diplegi belajar berjalan pada usia sekitar 3 tahun, tetapi cara berjalan sering tidak normal dan sebagian anak memerlukan alat bantu. Aktifitas tangan biasanya ikut terganggu, meskipun tidak tampak nyata. Anak dengan tipe kuadriplegi, 25% memerlukan perawatan total, sekitar 33% dapat berjalan, biasanya setelah umur 3 tahun. Gangguan fungsi intelegensi paling sering didapatkan dan menyertai terjadinya keterbatasan dalam aktifitas. Keterlibatan otot-otot bulber, akan menambah gangguan yang terjadi pada tipe ini. 6 Sebagian besar anak yang dapat duduk pada umur 2 tahun dapat belajar berjalan, sebaliknya anak yang tetap didapatkan reflek moro, asimetri tonic neck reflex, ekstensor thrust dan tidak munculnya reflek parasut biasanya tidak dapat belajar berjalan. Hanya sedikit anak yang tidak dapat duduk pada umur 4 tahun akan belajar berjalan. 7 I. Penatalaksanaan Fisioterapi Penanganan fisioterapi pada kasus Cerebral Palsy yaitu dengan mengejar suatu keterlambatan tahap perkembangan motorik kasar sesuai usia anak, guna mencapai manfaat yang maksimal dan menguntungkan untuk tahap perkembangan yang berkelanjutan. Tujuan dari fisioterapi disini adalah membantu anak mencapai perkembangan terpenting secara maksimal bagi sang anak, yang berarti bukan untuk menyembuhkan penyakit Cerebral Palsy. Hal ini harus dikomunikasikan sejak dari awal antara fisioterapis dengan pengasuhnya agar tujuan terapi tercapai. Fisioterapi juga membantu anak belajar untuk menggerakkan tubuhnya dengan cara/gerakan yang tepat (appropriate ways). Misalnya hypertonus pada anak dengan Cerebral Palsy dapat menyebabkan pasien berjalan dengan cara yang salah yang dapat mengganggu posturnya, hal ini disebut sebagai kompensasi. Tanpa fisioterapi sebagian banyak anak dengan Cerebral Palsy menyesuaikan gerakannya untuk mengkompensasi pola spastisitas yang dimilikinya, jika berkelanjutan akan timbul nyeri atau salah postur. 35 Tujuan fisioterapi adalah untuk mengajarkan pada anak gerakan fisik yang tepat. Untuk itu diperlukan seorang fisioterapis yang ahli dan berpengetahuan dalam masalah yang sering terjadi pada anak Cerebral Palsy seperti spastisitas, keterbatasan gerak pada sendinya, gerak involunter, serta pemahamam mengenai pola dan posisi gerak anak; seperti pada saat terlentang, berguling, telungkup, merayap, duduk, ke duduk, merangkak, berlutut, berdiri, ke berdiri, dan berjalan. 36 Fisioterapi dapat dilakukan dua minggu sekali untuk terapi, tetapi terlebih dahulu fisioterapi melakukan pemeriksaan dan menyesuaikan dengan kebutuhan yang dibutuhkan anak dalam seminggu. Di sini peran orangtua sangat diperlukan karena merekalah yang nantinya paling berperan dalam melakukan latihan dirumah selepas diberikan terapi. Untuk itu sangat dianjurkan untuk orangtua atau pengasuh mendampingi anak selama sesi terapi agar mereka mengetahui jenis komponen terapi apa yang harus dilakukan dirumah. 1. Teknologi Intervensi Fisioterapi Metode yang digunakan untuk melakukan intervensi fisioterapi dalam kasus Cerebral Palsy adalah metode Bobath. 1. a. Bobath Bobath atau Neuro Development Treatment (NDT) yaitu suatu teknik yang dikembangkan oleh Karel dan Bertha Bobath pada tahun 1997. Metode ini khususnya ditujukan untuk menangani gangguan sistem saraf pusat pada bayi dan anak-anak. Metode NDT mempunyai beberapa teknik, yaitu Inhibisi, Key Point of Control, Fasilitasi, dan Stimulasi Propriosepsi.8 Tujuan konsep NDT: 1) Memperbaiki dan mencegah postur dan pola gerakan abnormal 2) Mengajarkan postur dan pola gerak yang normal Prinsip terapi dan penanganan: 1) Simetris dalam sikap dan gerakan 2) Seaktif mungkin mengikuti sertakan sisi yang sakit pada segala kegiatan 3) Pemakaian gerakan-gerakan ADL dalam terapi 4) Konsekuensi selama penanganan (ada tahap-tahap dalam terapi) 5) Pembelajaran bukan diarahkan pada gerakannya, tetapi pada perasaan gerakan 6) Terapi dilakukan secara individu 1. b. Teknik terapi: Metode ini dimulai dengan mula-mula menekankan reflek-reflek abnormal yang patologis menjadi penghambat terjadinya gerakan-gerakan normal. Pada teknik Inhibisi, anak harus ditempatkan dalam sikap tertentu yang dinamakan 36 Reflek Inhibiting Posture (RIP) yang bertujuan untuk menghambat aktivitas refleks yang abnormal, reaksi asosiasi, dan tonus yang abnormal. Fasilitasi bertujuan untuk memperkuat pola postur yang normal sebagai dasar gerakan, mengembangkan reaksi keseimbangan, mengembangakan dan membentuk pola gerakan dasar yang tepat. Stimulasi digunakan untuk mempengaruhi tonus postural, mengatur koordinasi, dan memfasilitasi respon otomatis normal. Teknik dalam stimulasi dapat berupa tapping dan/atau pressure. Tapping akan memberikan stimulus berkelanjutan yang nantinya dapat memudahkan anak mengatur posisinya. Key Point of Control yaitu titik yang digunakan terapis dalam inhibisi dan fasilitasi. KPoC harus dimulai dari proksimal ke distal atau bergerak mulai dari kepala-leher-trunk-kaki dan jari kaki. Dengan bantuan KPoC, pola inhibisi dapat dilakukan pada penderita cerebral palsy dengan mengarahkan pada pola kebalikannya.8 2. Rencana Pengkajian Fisioterapi Sebelum melakukan intervensi terhadap pasien dengan kasus Cerebral Palsy, seorang fisioterapi harus melakukan proses fisioterapi sebagai berikut: 2. a. Anamnesis Anamnesis adalah pengumpulan data dengan cara melakukan tanya jawab kepada pasien maupun dengan keluarga pasien. Anamnesis dapat dikelompokkan menjadi: 1. Anamnesis umum Data yang dapat diperoleh dari anamnesis umum berupa keterangan tentang nama, umur, jenis kelamin, agama, hobi, pekerjaan, pendidikan terakhir, dan alamat pasien. 2. Anamnesis khusus a) Keluhan utama Untuk mengetahui keluhan yang paling diprioritaskan. b) Riwayat penyakit sekarang Mencakup tentang keluhan pasien sehinggga berupaya mencari pelayanan ke fisioterapi, tempat keluhan, kapan terjadinya, bagaimana kualitasnya, faktor yang memperberat atau memperingan, dan riwayat pengobatan. 37 c) Riwayat penyakit dulu Berisikan tentang riwayat penyakit yang pernah dialami sebelum penyakit sekarang. d) Riwayat keluarga Meliputi adakah anggota keluarga yang pernah mengalami riwayat penyakit serupa atau lainnya. e) Riwayat psikososial Menjelaskan kondisi sosial, ekonomi pasien dan keluarga. f) Riwayat imunisasi Mengenai kelengkapan imunisasi berdasarkan lima imunisasi utama, yaitu: Campak, DPT, Polio, BCG, dan Hepatitis. g) Riwayat kelahiran Meliputi: - Pre natal (lama kehamilan, umur ibu hamil, riwayat jatuh saat kehamilan, konsumsi obat-obatan, rokok/minuman beralkohol, dsb) - Natal (proses kelahiran, kondisi bayi ketika dilahirkan, pecah ketuban dini, dsb) - Post natal (riwayat kejang, jatuh, dsb) h) Riwayat tumbuh kembang Mencakup pencapaian kemampuan motorik kasar anak pada umur yang spesifik. 2. b. Pemeriksaan Pemeriksaan meliputi: a. Pemeriksaan umum Cara datang, kesadaran, kooperatif, berat badan, tinggi badan, status gizi, suhu badan, lingkar kepala. b. Pemeriksaan khusus 1. Inspeksi Inspeksi adalah suatu tindakan pemeriksa dengan menggunakan indera penglihatan untuk mendeteksi karakteristik normal atau tanda tertentu dari bagian tubuh atau fungsi tubuh pasien. Inspeksi digunakan untuk mendeteksi bentuk, warna, posisi, ukuran, tumor dan lainnya dari tubuh pasien. 38 2. Palpasi Palpasi adalah suatu tindakan pemeriksaan yang dilakukan dengan perabaan dan penekanan bagian tubuh dengan menggunakan jari atau tangan. Palpasi dapat digunakan untuk mendeteksi suhu tubuh, adanya getaran, pergerakan, bentuk, kosistensi dan ukuran. Rasa nyeri tekan dan kelainan dari jaringan/organ tubuh. Dengan kata lain bahwa palpasi merupakan tindakan penegasan dari hasil inspeksi, disamping untuk menemukan yang tidak terlihat. 3. Move - Melihat komponen-komponen yang ada ketika pasien di posisikan terlentang, telungkup, merayap, duduk, berlutut, merangkak, berdiri dan berjalan 4. - Pemeriksaan tonus postural - Pemeriksaan 7 refleks primitif - Pemeriksaan fungsi bermain Pemeriksaan Biopsikososial - Kognitif : Batasan fungsi kognitif meliputi memori, konsentrasi, atensi, orientasi ruang dan waktu. - Intrapersonal : Interpersonal dapat dilihat dari kondisi pasien dalam menerima keadaannya dan semangat serta keinginan pasien dalam menerima keadaannya dan semangat serta keinginan pasien dalam melakukan program terapi. - Interpersonal : Interpersonal adalah untuk mengetahui hubungan interaksi dan komunikasi antara pasien dengan terapis atau tim medis lainnya. 5. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan penunjang adalah pemeriksaan yang digunakan untuk menuatkan diagnosa medik. 3. Problematik Fisioterapi 39 Pencatatan Problematik Fisioterapi disusun berurutan berdasarkan prioritas masalah. 4. Diagnosa Fisioterapi Meliputi gangguan gerak dan fungsi, jaringan spesifik yang terkena dan patologi. 5. Program Fisioterapi - Tujuan: 1) Tujuan jangka pendek 2) Tujuan jangka panjang - Modalitas: 1) Alternatif 2) Terpilih - Intervensi Fisioterapi: 1) Uraian tindakan 2) Dosis (Intensitas, frekuensi, durasi, repetisi) 6. Home Program: Dapat berupa : 1. Anjuran 2. Larangan 3. Hal-hal apa yang harus dilakukan 4. Hal-hal apa yang harus dihindari 7. Evaluasi Dilakukan sebelum dan setelah intervensi. 40 BAB III LEMBAR ASSESMENT FISIOTERAPI RSPAD Gatot Soebroto Nama Fisioterapi : Sri Widayat Nama Dokter Peminatan : dr.Aminudin, Sp.KFR Ruangan Nomer Registrasi : 31.41.28 : Pediatri : Poli Tgl Pemeriksaan: 15 Oktober 2012 A. PENGUMPULAN DATA IDENTITAS PASIEN Nama Jelas : An.M A Tempat & tgl lahir : Jakarta, 19 November 2008 (3 tahun 11 bulan) Alamat : Jl. Menteng Rawa Panjang RT 009/07 Pendidikan terakhir : Ayah : SMA Ibu Pekerjaan : SMA : Ayah : Paspampres Ibu : Ibu Rumah Tangga Hobi :- Diagnosa Medik : CP Spastik Quadriplegi Berat 41 B. PENGUMPULAN DATA RIWAYAT PASIEN (Alloananmnesa) KU : Belum bisa tengkurap RPS : Os datang belum bisa tengkurap. Pada saat dalam kandungan usia 8 bulan Os sudah diketahui menderita hidrochephalus. Os mendapat penanganan RSPAD sejak lahir tanggal 19 November 2008. Os dirawat di inkubator selama 12 hari dan diberi infus. Hari ke-3 dirawat diketahui dari hasil tes laboratorium Os mempunyai bilirubin yang tinggi. Setelah dirawat 12 hari, Os pulang dan 1 minggu kemudian Os dipanggil untuk melakukan operasi pemasangan VP shunt. Sebelum operasi Os melakukan tes darah dan puasa. Kemudian esoknya tanggal 10 Desember 2008 Os melakukan operasi pemasangan VP Shunt di sebelah kanan kepala. Setelah 5 hari dirawat Os pulang. Dirumah orangtua Os membawanya ke tukang pijat bayi setiap minggu selama 2 bulan karena Os belum bisa apa-apa. Ternyata pijat yang dilakukan membuat VP Shunt pindah ke usus dan ujungnya keluar ke anus. Akhirnya Os melakukan operasi pengangkatan VP Shunt tanggal 7 Februari 2009, VP shunt diangkat dan tidak dipasang selama 1 bulan. Os kembali melakukan operasi pemasangan VP Shunt tanggal 20 Maret 2009, VP Shunt dipasang di sebelah kiri kepala. Os dirawat selama 8 hari, setelah itu Os pulang. 26 Desember 2009 Os datang ke RSPAD untuk melakukan kontrol VP Shunt ke dr.bedah syaraf. Dari dr. Bedah syaraf Os dirujuk ke dr. Rehab Medik untuk dilakukan fisioterapi dengan keluhan belum bisa tengkurap. RPD : Kejang (+), Demam (+), pemasangan VP Shunt RPK :- 42 R.Psi : Anak ke-2 dari 2 bersaudara, saudara perempuan (7 tahun) normal, diasuh oleh keluarga besar, usia ibu 28 tahun, usia ayah 32 tahun. R.Imunisasi: lengkap R.Kelahiran Prenatal : hamil usia 28 tahun, kehamilan yang kedua, tahu kehamilan saat usia kandungan 1 bulan, rutin periksa ke bidan puskesmas tiap bulan, sakit (-), jatuh (-), pendarahan (-) Natal : lahir usia kehamilan 34 minggu, spontan di RSPAD dibantu oleh dokter, proses kehamilan 12 jam, ketuban pecah saat melahirkan berwarna hijau encer, biru(+), BBL: 3,4 kg, PL : 55 cm, lingkar kepala 37 cm (normal 34cm) Postnatal : operasi pemasangan VP Shunt R.Tumbang: - umur 1 tahun angkat kepala, - belum pernah tengkurap, - belum pernah berguling, - belum pernah merayap, - belum pernah duduk, - belum pernah merangkak, - belum pernah berdiri, - belum pernah berjalan 43 C. PEMERIKSAAN (O) 1. Pemeriksaan Umum a. Cara Datang : digendong b. Kesadaran : compos mentis c. Kooperatif / tidak kooperatif d. Berat badan : 13 kg e. Tinggi Badan : 106 cm f. Lingkar Kepala : 50,5 cm g. Status Gizi : Indeks Masa Tubuh = = = 11,57 Ket :Berdasarkan IMT termasuk dalam kategori Kurang Berat Badan h. Suhu 2. : Afebris Pemeriksaan Khusus a. Inspeksi (pada posisi terlentang di matras) - Bentuk fisik : kepala nampak besar tidak sesuai dengan proporsi tubuh, retraksi shoulder, pectus karinatum, elbow fleksi, tangan menggenggam, hip semifleksi dan adduksi, knee semifleksi dan ankle plantar fleksi. 44 - Pola gerakan : lambat tetapi tiba-tiba cepat dan ada gerakan berulang dipengaruhi oleh spastisitas. b. Palpasi Tonus Postural : tinggi c. Auskultasi Letak Sputum Lobus kanan Lobus kiri Upper (-) Upper (-) Middle (-) Lower (-) d. Movement • Terlentang (diposisikan terlentang) Lower (-) - Kepala cenderung menoleh ke arah kanan - Retraksi shoulder - Kedua elbow fleksi - Jari-jari tangan menggenggam - Hiperekstensi trunk - Kedua hip semifleksi dan adduksi - Kedua knee semifleksi - Kedua ankle plantar fleksi 45 • • • Jari-jari kaki fleksi Telungkup (tidak bisa telungkup sendiri, diposisikan telungkup) - Head lifting (-) - Head control (-) - Forearm support (-) - Hand support (-) - Hiperekstensi trunk - Kedua Hip semifleksi - Kedua knee semifleksi - Kedua ankle plantar fleksi Berguling (tidak bisa berguling, dibantu berguling) - Dibantu berguling via shoulder - tidak ada reaksi pada upper dan lower ekstremitas - rotasi trunk (-) - ada gerakan involunteer (tremor pada kaki sebelah kanan) Duduk (tidak bisa duduk, diposisikan duduk bersila) - Fiksasi pada trunk dan kedua tangan - Head lifting (-) - Head control (-) - Trunk control (-) - Hand support (-) - Weight bearing (-) 46 • • - Balance (-) - Protektive reaction (-) Merangkak (tidak bisa merangkak, diposisikan merangkak) - Fiksasi pada kedua elbow dan pelvic - Head lifting (-) - Head control (-) - Rotasi trunk (-) - Transfer weight bearing (-) - Stabilisasi hip (-) - Hand support (-) - Tangan menggenggam - Hip adduksi - Ankle plantar fleksi Berdiri (tidak bisa berdiri, diposisikan berdiri) - Fiksasi pada hip - Head control (-) - Shoulder retraksi - Elbow fleksi - Jari-jari tangan menggenggam - Trunk control (-) - Weight bearing (-) - Balance (-) 47 • e. - Hip adduksi dan semifleksi - Knee semifleksi - Ankle plantar fleksi Berjalan (tidak bisa berjalan, diposisikan berjalan) - Fiksasi pada hip - Stimulasi pada hip namun tidak ada reaksi melangkah MMT Kelompok MMT Dexter Otot Sinister Shoulder muscle group Elbow muscle group Hip muscle group Knee muscle group Kesan 3 - Kesan 3 - Wirst muscle group Ankle muscle group f. ROM (Pasif) Grup otot Shoulder Dextra Sinistra Flexi Abduksi Full ROM Adduksi Full ROM Ekstensi 48 Endorotasi Eksorotasi Elbow Fleksi Full Hip Full Ekstensi ROM Fleksi ROM Wrist Full ROM Full ROM Ekstensi Fleksi Ekstensi Abduksi Full ROM Full ROM Adduksi Endorotasi Eksorotasi g. Full ROM Plantar Fleksi Full Dorso fleksi Full ROM Ankle Full Ekstensi ROM Fleksi ROM Knee Pemeriksaan Tonus • Inspeksi : (posisi terlentang) anak terlihat spastis dengan ciri- ciri elbow flexi, plantar flexi wrist, tangan mengenggam, hip semifleksi,adduksi,dan endorotasi, lutut semifleksi, ankle plantar fleksi dan saat melakukan gerakan ada tremor di tungkai kanan. • Palpasi : tonus postural tinggi pada ekstremitas atas dan bawah 49 • Movement : Pemeriksaan Spastisitas: Asworth Scale Sendi elbow dextra dan sinistra : nilai 2 Sendi knee dextra dan sinistra : nilai 2 Keterangan : nilai 2 artinya peningkatan tonus hampir nyata di seluruh LGS, ada tahanan saat awal hingga akhir gerakan, masih bisa digerakkan , full ROM. h. Tes Khusus 1. Pemeriksaan 7 Refleks Primitif - ATNR(+) = 1 (abnormal) - STNR(-) = 0 (normal) - Moro(+) = 1 (abnormal) - Ekstensor Thrust(-) = 0 (normal) - Neck Righting(-) = 0 (normal) - Parachute(-) = 1 (abnormal) - Foot Placement(-) = 1 (abnormal) Total Score 4 Keterangan : total score 4 (abnormal>2) Prognosis berjalan 2. : Tidak bisa berjalan Pemeriksaan Fungsi bermain 50 - Visus : melihat mainan (+) - Auditory : mengikuti sumber bunyi (+) - meraih mainan (-) - menggenggam mainan (-) - melepas mainan (-) - memainkan mainan (-) 3. Pemeriksaan Biopsikososial • Kognitif :Os belum mampu berkomunikasi • Interpersonal :Os mampu berinteraksi dengan terapis dan mampu berinteraksi dengan ibunya • Intrapersonal D. :Os mampu berinteraksi dengan lingkungan PENGUMPULAN DATA TERTULIS PEMERIKSAAN PENUNJANG - USG kepala (20/11/08) : kesan : hidrochepalus - MRI kepala (26/11/08) :congenital malformation of brain (hydranenchepaly) - E. Lab. Bilirubin (21/11/08) : bilirubin total (7,4 mg/dL) IDENTIFIKASI PROBLEMATIK FISIOTERAPI 51 1. URUTAN MASALAH FISIOTERAPI BERDASARKAN PRIORITAS 1. Tonus postural tinggi 2. Head lifting (-) 3. Head control (-) 4. Hand support (-) 5. Trunk Control (-) 6. Belum bisa telungkup 7. Belum bisa berguling 8. Belum bisa merayap 9. Belum bisa duduk 10. Belum bisa merangkak 11. Fungsi bermain tidak sesuai usia 2. DIAGNOSA FISIOTERAPI Gangguan tumbuh kembang belum bisa telungkup, berguling, merayap, duduk, merangkak, berdiri, dan berjalan sehubungan dengan adanya spastisitas karena hidrochephalus yang mengakibatkan cerebral palsy. F. PROGRAM PELAKSANAAN FISIOTERAPI (P) 1. Pengumpulan data program fisioterapi dari dokter Rehabilitasi Medik 52 Tanggal : 03/12/2009 - Bobath 2x/minggu - Inhibisi spastik 2. Tujuan a. Tujuan Jangka Pendek 1. Menurunkan Spastisitas 2. Meningkatkan Head Lifting 3. Meningkatkan Head control 4. Meningkatkan Hand support 5. Meningkatkan Trunk Control 6. Mampu telungkup 7. Mampu berguling 8. Mampu merayap 9. Mampu duduk 10. Mampu merangkak. 11. Dapat bermain (menggenggam, meraih, memainkan mainan) b. Tujuan Jangka Panjang 1. Meningkatkan tujuan jangka pendek 2. Maintenance agar tidak terjadi komplikasi 53 c. Modalitas − Alternatif : Bobath, Massage, AFR (Aktivitas Fungsional Rekreasi), Hidroterapi, IRR (Infra Red Radiation) − Terpilih : Bobath dan AFR 3. Metoda Pemberian Fisioterapi No Jenis Metoda Dosis F: 2 x seminggu I : Toleransi Pasien D: 5 menit/10x F : 2 x seminggu 1. Terapi Latihan I : Toleransi pasien Bobath D: 5 menit/10x Keterangan Elongasi trunk - Mengurangi spastisitas - Mempermudah berguling Fasilitasi Berguling - Mengurangi spastisitas - Mengenalkan/mengajarkan cara berguling - Meningkatkan rotasi trunk Di posisikan duduk bersila F : 2 x seminggu I : Toleransi pasien D: 10 menit - Mengenalkan posisi duduk - Meningkatkan head lifting, head control, trunk control, balance, weight bearing, hand support F : 2 x seminggu - Menurunkan spastisitas Diposisikan merangkak I : Toleransi pasien - Mengenalkan posisi merangkak 54 - Meningkatkan head lifting, D: 5-10 menit head control, trunk control, hand support, weight bearing. 2 AFR F: 2 x seminggu - meningkatkan fungsi bermain I: Toleransi Pasien - meningkatkan komunikasi D: 5-10 menit antara pasien dan terapis 4. Uraian Tindakan Fisioterapi a) Posisi duduk Posisi anak : diposisikan duduk bersila Posisi terapis : duduk dibelakang anak Tindakan - : Inhibisi Spastik dan Hand Support Terapis memposisikan anak duduk bersila untuk melawan pola spastik pada kaki yaitu fleksi dan adduksi hip, tangan anak diletakan di depan tubuhnya dengan posisi ekstensi. Terapis membantu memfiksasi elbow anak untuk melawan pola spastiknya yaitu fleksi elbow dan jari-jari yang menggenggam. - Head Control Terapis memposisikan tegak kepala anak, kemudian anak di stimulasi dengan mainan agar tetap mempertahankan posisinya. - Trunk Control 55 Terapis memposisikan tegak tubuh anak dengan bantuan kaki terapis yang menyangga punggung anak. Bahu anak di tegakkan agar tidak round back. - Balance duduk Terapis memposisikan anak duduk bersila lalu tubuh anak digerakkan ke depan dengan tangan terapis memegang dada pasien, digerakkan ke belakang dengan tangan terapis memegang punggung pasien dan digerakkan ke kanan dan ke kiri dengan kedua tangan terapis memegang kedua tangan anak. - Weight Bearing saat duduk Terapis memposisikan anak duduk bersila dengan memberikan fiksasi pada hip. b) Elongasi Trunk Posisi anak : diposisikan tidur miring Posisi terapis : disebelah kanan anak Tindakan : Inhibisi Spastik dan Fasilitasi Berguling Terapis memberikan fiksasi pada bahu anak dengan tangan kiri dan pada hip anak dengan tangan kanan. Terapis menggerakkan hip anak ke depan dan menggerakkan bahu anak ke belakang. Gerakan dilakukan secara perlahan dan bergantian. c) Fasilitasi Berguling Via Shoulder Posisi anak : diposisikan terlentang Posisi terapis : di atas kepala anak Tindakan : 56 Terapis meletakkan tangan kiri anak di atas kepala , lalu terapis menggerakkan tangan kanan hingga tubuhnya miring. Terapis memberi stimulasi taktil di dekat axilla anak agar anak menggerakkan tubuhnya ke posisi telungkup. d) Diposisikan Merangkak Posisi anak : diposisikan merangkak Posisi terapis : satu terapis di belakang anak dan satu terapis di depan anak Tindakan - : Head Control Kepala anak diposisikan tegak, kemudian anak di stimulasi dengan mainan agar tetap mempertahankan posisinya - Hand support Terapis memfiksasi kedua elbow anak - Balance dalam posisi merangkak Terapi memfiksasi pelvic anak lalu menggerakkan pelvic ke kanan dan ke kiri. 5. Program untuk di rumah a. Anak jangan terlalu sering ditidurkan. b. Anak diposisikan duduk bersila tiga kali sehari. c. Anak sering diajak komunikasi. d. Orang tua mengulang terapi di rumah seperti yang diajarkan oleh terapis. 57 G. EVALUASI Setelah 2x terapi No Problem Sebelum ( 8 Oktober Sesudah (15 2012) Oktober2012) Tinggi Tinggi 1 Tonus Postural 2 Head Lifting - - 3 Head Control - - 4 Hand Support - - 5 Trunk Control - - 6 Telungkup - - 7 Berguling - - 8 Merayap - - 9 Duduk - - 10 Merangkak - - 11 Fungsi Bermain - - Ket : (-) Tidak ada perbaikan sebelum dan sesudah terapi. H. PROGNOSA - Quo ad Vitam : Bonam - Quo ad Sanam : Malam - Quo ad Fungsionam : Malam - Quo ad Cosmeticam : Malam 58 BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Cerebral Palsy merujuk kepada beberapa kondisi yang erat kaitanya dengan defisit sistem saraf pusat yang bersifat tidak progresif dan didapat pada awal kehidupan. Masalah pada Cerebral Palsy biasanya didapat pada awal kelahiran. Cerebral Palsy bersifat permanen tetapi tidak mengubah kerusakan neurodevelomnetal yang disebabkan kecacatan atau kerusakan yang bersifat tidak progresif dalam satu atau beberapa lokasi di otak yang immature. Penanganan fisioterapi pada kasus Cerebral Palsy yaitu dengan mengejar suatu keterlambatan tahap perkembangan motorik kasar sesuai usia anak, guna mencapai manfaat yang maksimal dan menguntungkan untuk tahap perkembangan yang berkelanjutan. Tujuan dari fisioterapi disini adalah membantu anak mencapai perkembangan terpenting secara maksimal bagi sang anak, yang berarti bukan untuk menyembuhkan penyakit Cerebral Palsy. Hal ini harus dikomunikasikan sejak dari awal antara fisioterapis dengan pengasuhnya agar tujuan terapi tercapai. Metoda yang diberikan untuk kasus Cerebral Palsy adalah metode Bobath atau Neuro Development Treatment (NDT) yaitu suatu teknik yang dikembangkan oleh Karel dan Bertha Bobath pada tahun 1997. Metode ini khususnya ditujukan untuk menangani gangguan sistem saraf pusat pada bayi dan anak-anak. Metode Bobath pada kasus Cerebral Palsy mempunyai beberapa teknik, yaitu Inhibisi, Key Point of Control, Fasilitasi, dan Stimulasi Propriosepsi. 59 B. Saran Untuk mengurangi angka kejadian Cerebral Palsy diharapkan kepada orang tua untuk menghindari faktor-faktor resiko yang berkaitan dengan Cerebral Palsy, diantaranya: 1) Mengontrol kehamilan secara rutin untuk mencegah infeksi dalam kandungan yang dapat menyebabkan kelainan janin dan mengawasi perkembangan janin. 2) Menghindari cedera saat kehamilan, kelahiran, dan pasca kelahiran 3) Menjaga asupan gizi ibu hamil. 60 DAFTAR PUSTAKA 1. Cogher L, Savage E, Smith, Michael. Cerebral Palsy The Child and Young Person. London. Chapman and Hall Medical. 1992 2. Levitt, Sophie. Treatment of Cerebral Palsy and Motor Delay. London. Blackwell Science. 1995 3. Campbell S, Linden DWV, Palisano RJ. Physical Therapy for Children. Philadelphia. 1999 4. Adyana Oka I M. Cerebral Palsy Ditinjau dari Aspek Neurologi. Cermin Dunia Kedokteran. 1995; 104; 37 – 40 5. P Nigel, Korzeniewski S et al. The Role of the Intrauterine and Perinatal Environment in Cerebral Palsy. Neoreviews 2005;6;e133-e140 6. Taft T L, Cerebral Palsy. Pediatrics in Review. Pediatrics’ in Review. 1995; 16 (11) : 35 – 45 7. Sala A D, Grant A D. PROGNOSIS FOR AMBULATION IN CEREBRAL PALSY. Developmental Medicine and Child Neurology.1995; 37: 1020 – 1026 8. Eckersley Pamea M., Elements of Paediatric Physiotherapy.1993; 4 (18): 335-339 9. (ebook/ miller, freeman. Physical therapy of cerebral palsy.New York) 10. (http://nadhiefsblog.blogspot.com/2009/07/asuhan-keperawatanpada-anak-dengan.html) diunduh sabtu 13oktober 2012 pukul 20.53