Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013

advertisement
UNIVERSITAS INDONESIA
PENGARUH PEMBERIAN MADU TERHADAP PENURUNAN
SKOR NYERI AKIBAT TINDAKAN INVASIF PENGAMBILAN
DARAH INTRA VENA PADA ANAK DI RUANG UGD
RSUD KOTA CIREBON
TESIS
AYU YULIANI SEKRIPTINI
1006833571
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
PROGRAM MAGISTER KEPERAWATAN
DEPOK, JANUARI 2013
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
PENGARUH PEMBERIAN MADU TERHADAP PENURUNAN
SKOR NYERI AKIBAT TINDAKAN INVASIF PENGAMBILAN
DARAH INTRA VENA PADA ANAK DI RUANG UGD
RSUD KOTA CIREBON
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Ilmu Keperawatan
AYU YULIANI SEKRIPTINI
1006833571
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
PROGRAM MAGISTER KEPERAWATAN
PEMINATAN KEPERAWATAN ANAK
DEPOK, JANUARI 2013
ii
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
HALAMAN PENGESAHAN
Tesis ini diajukan oleh :
Nama
: Ayu Yuliani Sekriptini
NPM
: 1006833571
Program Studi : Magister Keperawatan
Judul Tesis
: Pengaruh pemberian madu terhadap penurunan skor nyeri
akibat tindakan invasif pengambilan darah intravena pada anak
di ruang UGD RSUD Kota Cirebon.
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima
sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar
Magister Keperawatan pada Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas
Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI
Pembimbing : Yeni Rustina, SKp., M.App.Sc, PhD
(………………………..)
Pembimbing : Nur Agustini, S.Kp., M.Si
(………………………..)
Penguji
: Elfi Syahreni, M.Kep.,Sp.An.
(………………………..)
Penguji
: Dessie Wanda, S.Kp.MN.
(………………………..)
Ditetapkan di
: Depok
Tanggal
: Januari 2013
iv
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan proposal tesis ini. Penulisan tesis ini
dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar
Magister Keperawatan Peminatan Keperawatan Anak pada Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai penyusunan tesis
ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan tesis ini. Oleh karena itu, saya
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Yeni Rustina, S.Kp., M.App.Sc, PhD., selaku dosen pembimbing I yang telah
dengan penuh kesabaran, menyediakan waktu, tenaga, pikiran dan motivasi
serta dukungan yang sangat besar untuk saya dalam penyusunan tesis ini.
2. Nur Agustini, S.Kp., M.Si., selaku dosen pembimbing II yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk penyusunan tesis ini.
3. Elfi Syahreni, Ners., M.Kep.,Sp.An., selaku penguji III, yang dengan sabar
dan tulus memberikan bimbingan, arahan dan perhatian yang besar dalam
penyusunan tesis ini.
4. Dessie Wanda, S.Kp., MN., selaku penguji IV, yang telah memberikan saran
guna perbaikan tesis ini.
5. Dewi Irawaty, M.A., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia.
6. Astuti Yuni Nursasi, S.Kp., M.N., selaku Ketua Program Studi Pascasarjana
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
7. Seluruh Staf pengajar Program Studi Magister Ilmu Keperawatan terutama
kekhususan Keperawatan Anak dan seluruh staf akademik yang telah
membantu peneliti.
8. Pihak RSUD Gunung Jati Kota Cirebon dan RSUD Arjawinangun Kabupaten
Cirebon yang telah banyak membantu dalam usaha memperoleh data dan
memberikan ijin untuk tempat penelitian.
9. Rekan-rekan perawat di ruang unit gawat darurat RSUD Gunung Jati dan
RSUD Arjawinangun yang telah memberikan bantuan dan dukungan selama
proses pengambilan data untuk menyelesaikan tesis ini.
vi
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
10. Suyami, Shinta Maharani, Yuliatin dan teman-teman di
Keilmuan
Keperawatan Anak, yang telah memberikan perhatian dan dukungan yang
sangat besar selama penyusunan tesis ini.
11. Eni Nuraeni Yunus, Ghaida Shafa Nabilah, Fadhli Dzil Ikram, dan keluarga
saya yang telah memberikan bantuan dan dukungan do’a bagi peneliti dalam
menyelesaikan penelitian ini.
Semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda untuk semua
kebaikan yang telah diberikan. Semoga tesis ini membawa manfaat bagi kemajuan
keperawaan, khususnya keperawatan anak di Indonesia.
Depok, Januari 2013
Penulis
vii
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
ABSTRAK
Nama
Program Studi
Judul
: Ayu Yuliani Sekriptini
: Magister Ilmu Keperawatan
: Pengaruh pemberian madu terhadap penurunan skor nyeri
akibat tindakan invasif pengambilan darah intravena pada
anak di ruang UGD RSUD Kota Cirebon
Pengambilan darah intravena dapat menimbulkan nyeri dan traumatik pada anak.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh madu terhadap skor
nyeri anak saat pengambilan darah. Desain penelitian ini adalah kuasi eksperimen.
Sampel diambil dengan consecutive sampling, terdiri dari kelompok intervensi
yang mendapatkan madu peroral (34 responden) dan kelompok kontrol
mendapatkan plasebo (34 responden), usia responden 1-6 tahun. Skor nyeri
dievaluasi dengan Children’s Hospital of Eastern Ontario Pain Scale (CHEOPS).
Hasil analisis menunjukkan terdapat perbedaan bermakna rata-rata skor nyeri
anak pada kelompok madu dan kelompok plasebo (p=0,001). Peneliti
menyimpulkan pemberian madu peroral dapat menurunkan skor nyeri pada anak
saat pengambilan darah intravena.
Kata kunci: madu, pengambilan darah intra vena, skor nyeri.
viii
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
ABSTRACT
Name
: Ayu Yuliani Sekriptini
Study Programme : University of Indonesia
Magister Program in Nursing Science
Specialisation Pediatric Nursing
Title
: The influence of giving honey on the score decreasing of
pain as the result of intravena blood taking action on child
at the emergency department of RSUD Cirebon City
The intravena blood taken can cause pains and be traumatic for child.This
research has the aims to identify The influence of giving honey on the score
decreasing of pain. The design of this research is quasi experiment. Samples were
taken by consecutive sampling which consists of the intervened group who
obtained honey per oral (34 respondents), and controlled group obtained plasebo
(34 respondents) respondents aged 1-6 years.The score of pains are evaluated with
Children’s Hospital of Eastern Ontario Pain Scale (CHEOPS). The result of
analysis shows there is a significant difference on the average score of pains
between the intervened and controlled group (p=0,001). The researcher
concluded that the giving of honey per oral can decrease the score of pains on
child when the intravena blood taken.
Key words: honey, the intravena blood taken, the score of pains
ix
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS …………………………...
LEMBAR PENGESAHAN …………………………………………………
KATA PENGANTAR ………………………………………………………
ABSTRAK …………………………………………………………………..
ABSTRACT …………………………………………………………………
DAFTAR ISI ………………………………………………………………...
DAFTAR TABEL …………………………………………………………...
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………..
DAFTAR SKEMA …………………………………………………………..
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………………
Hal
1. PENDAHULUAN ………………………………………………………...
1.1. Latar Belakang …………………………………………………………
1.2. Perumusan Masalah ……………………………………………………
1.3. Tujuan Penelitian ………………………………………………………
1.4. Manfaat Penelitian ……………………………………………………..
iii
iv
vi
viii
ix
x
xiii
xiv
xv
xvi
1
1
7
8
8
2. TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………………….. 10
2.1. Nyeri Pada Anak ………………………………………………………. 10
2.1.1. Pengertian Nyeri ………………………………………………... 10
2.1.2. Fisiologi Nyeri ………………………………………………….. 11
2.1.3. Klasifikasi Nyeri ………………………………………………... 13
2.1.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi Nyeri ……………………….. 16
2.1.5. Efek yang ditimbulkan oleh Nyeri ……………………………… 19
2.1.6. Penatalaksanaan Nyeri pada Anak ……………………………… 20
2.1.7. Pengendalian Nyeri di Unit Gawat Darurat …………………….. 26
2.1.8. Penilaian Nyeri ………………………………………………….. 25
2.2. Penggunaan Madu Dalam Penanganan Nyeri Pada Anak ………………35
2.2.2. Pengertian Madu ………………………………………………… 35
2.2.3. Komposisi Kimia dan Biologi Madu ……………………………. 35
2.2.4. Jenis-jenis Madu ………………………………………………... 37
2.2.5. Efek Terapeutik Madu ………………………………………….. 38
2.3. Pengaruh Madu Terhadap Penurunan Respon Nyeri …………………... 39
2.4. Teori Keperawatan “Comfort” Katherine C. Kolcaba …………………. 40
2.4.1. Konsep Teori “Comfort” Katherine C. Kolcaba ………………… 40
2.4.2. Aplikasi Comfort Theory pada Keperawatan Anak ……………... 43
2.5. Konsep Anak …………………………………………………………… 45
2.5.1. Pengertian Anak ………………………………………………… 45
2.5.2. Kelompok Anak Berdasarkan Fase Perkembangan ……………...46
2.6. Atraumatic Care ……………………………………………………….. 47
2.6.1. Pengertian Atraumatic Care ……………………………………. 47
2.6.2. Prinsip Atraumatic Care ………………………………………… 49
x
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
2.7. Kerangka Teori ………………………………………………………….50
3. KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN
DEFINISI OPERASIONAL ………………………………………………51
3.1. Kerangka Konsep Penelitian …………………………………………… 51
3.1.1. Variabel terikat (dependent) …………………………………….. 51
3.1.2. Variabel bebas (independent) …………………………………… 51
3.1.3. Variabel perancu (confounding) ………………………………… 52
3.2. Hipotesis ……………………………………………………………….. 53
3.2.1. Hipotesis Mayor ………………………………………………… 53
3.2.2. Hipotesis Minor …………………………………………………. 53
3.3. Definisi Oprasional …………………………………………………….. 53
4. METODE PENELITIAN ………………………………………………… 56
4.1. Desain Penelitian ………………………………………………………. 56
4.2. Populasi, Sampel dan Besar Sampel …………………………………… 56
4.2.1. Populasi …………………………………………………………. 56
4.2.2. Sampel ……………………………………………………………57
4.2.3. Besar Sampel ……………………………………………………. 58
4.3. Tempat Penelitian ……………………………………………………… 59
4.4. Waktu Penelitian ……………………………………………………….. 60
4.5. Etika Penelitian ………………………………………………………… 60
4.6. Alat Pengumpula Data …………………………………………………. 61
4.7. Validitas dan Reliabilitas Instrumen …………………………………… 62
4.8. Intervensi yang Dilakukan ………………………………………………64
4.9. Prosedur Pengumpul Data ……………………………………………… 64
4.10. Pengolahan Data ……………………………………………………….. 68
4.11. Prosedur Analisis Data …………………………………………………. 69
5. HASIL PENELITIAN ……………………………………………………. 71
5.1. Analisis Univariat ……………………………………………………… 71
5.1.1. Karakteristik Responden ………………………………………... 70
5.1.2. Skor Nyeri Kelompok Madu dan Kelompok Plasebo …………... 73
5.2. Uji Kesetaraan (Homogenity)…………………………………………. 73
5.3. Analisis Bivariat ……………………………………………………….. 74
5.3.1. Perbedaan Rata-rata Skor Nyeri pada Kelompok Intervensi dan
Kelompok Kontrol ……………………………………………… 74
5.3.2. Perbedaan Rata-rata Skor Nyeri antara Kelompok Intervensi dan
Kelompok Kontrol Berdasarkan Karakteristik Anak……………. 75
6. PEMBAHASAN…………………………………………………………… 78
6.1. Interpretasi dan Diskusi hasil…………………………………………… 78
6.1.1. Karaktristik Responen ……………………………………………78
6.1.2. Rata-rata skor nyeri pada kelompok madu dan kelompok
plasebo ………………………………………………………….. 85
6.2. Keterbatasan Penelitian ………………………………………………. 87
6.3. Implikasi Hasil Penelitian ……………………………………………... 88
xi
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
7. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Simpulan ………………………………………………………………. 90
7.2. Saran …………………………………………………………………… 90
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………….. 92
LAMPIRAN
xii
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1.
Tabel 2.2.
Tabel 2.3.
Tabel 2.4.
Tabel 3.1
Tabel 4.2.
Tabel 5.1.
Tabel 5.2.
Tabel 5.3.
Tabel 5.4.
Tabel 5.5.
Tabel 5.6
Tabel 5.7
Tabel 5.8
Penilaian Klinis Nyeri ……………………………………….......
Faces, Legs,Activity, Cry, dan Consolability ………………..…..
Children’s Hospital of Eastern Ontario Pain Scale (CHEOPS)
Kandungan Gizi Madu Perhutani ……………………………......
Definisi Operasional ……………………………………………..
Uji Statistik ……………………………………………………….
Distribusi responden berdasarkan usia, jenis kelamin, kehadiran
keluarga, dan pengalaman pengambilan darah di ruang UGD
RSUD Gunung Jati dan RSUD Arjawinangun Kota Cirebon……
Distribusi skor nyeri pada kelompok madu dan kelompok
plasebo di ruang UGD RSUD Gunung Jati dan RSUD
Arjawinangun Kota Cirebon……………………………………..
Uji homogenitas data responden berdasarkan jenis kelamin,usia,
pengalaman sebelumnya dan kehadiran orang tua di ruang UGD
RSUD Gunung Jati dan RSUD Arjawinangun Kota Cirebon……..
Distribusi perbedaan rata-rata skor nyeri pada anak kelompok
intervensi dan kelompok kontrol di ruang UGD RSUD Gunung
Jati dan RSUD Arjawinangun Kota Cirebon …………………….
Distribusi perbedaan rata-rata skor nyeri antara kelompok
intervensi dan kelompok kontrol berdasarkan usia anak di ruang
UGD RSUD Gunung Jati dan RSUD Arjawinangun Kota
Cirebon…………………………………………………………...
Distribusi perbedaan rata-rata skor nyeri antara kelompok
intervensi dan kelompok kontrol berdasarkan jenis kelamin di
ruang UGD RSUD Gunung Jati dan RSUD Arjawinangun Kota
Cirebon…………………………………………………………...
Distribusi perbedaan rata-rata skor nyeri antara kelompok
intervensi dan kelompok kontrol berdasarkan pengalaman nyeri
sebelumnya di ruang UGD RSUD Gunung Jati dan RSUD
Arjawinangun Kota Cirebon………………………………………
Distribusi perbedaan rata-rata skor nyeri antara kelompok
intervensi dan kelompok kontrol berdasarkan kehadiran orang
tua di ruang UGD RSUD Gunung Jati dan RSUD Arjawinangun
Kota Cirebon……………………………………………………..
xiii
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
Hal
27
31
32
36
52
67
68
69
70
71
72
76
76
77
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Perjalanan Nyeri………….……………………………...…….
Gambar 2.2. Wong Baker Faces Pain Rating Scale…………..…….….......
Gambar 2.3. Verbal Rating Scale……...………………………………………
Gambar 2.4. Numerical Rating Scale……….………………………...…….
Gambar 2.5. Visual Analogue Scale….…………………………………......
xiv
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
Hal
13
31
31
31
32
DAFTAR SKEMA
Skema 2.1.
Skema 2.2.
Skema 2.3.
Skema 3.1.
Aplikasi Comfort Theory dalam Keperawatan Anak …………
Aplikasi Comfort Theory dalam Tindakan Pemberian Madu …
Kerangka Teori …………………….…………………………..
Kerangaka Konsep Penelitian ……….…………………………
xv
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
Hal
43
45
49
51
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Lampiran 2.
Lampiran 3.
Lampiran 4.
Lampiran 5.
Lampiran 6.
Lampiran 7.
Penjelasan tentang Penelitian
Lembar Persetujuan Bersedia Menjadi Responden Penelitian
Kuesioner Data Demografi
Instrumen Skala Nyeri CHEOPS
Protokol Pemberian Madu Bagi Perawat
Jadual Pelaksanaan Penelitian
Daftar Riwayat Hidup
xvi
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Undang-undang perlindungan anak No. 23 tahun 2002 menyebutkan bahwa
Negara Kesatuan Republik Indonesia menjamin kesejahteraan tiap-tiap warga
negaranya, termasuk perlindungan terhadap hak anak yang merupakan hak
asasi manusia, salah satunya hak anak untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan. Hal tersebut didukung oleh Undang-undang No. 36 tahun 2009
tentang Kesehatan pasal 132 ayat 1 menyebutkan anak yang dilahirkan wajib
dibesarkan dan diasuh secara bertanggung jawab sehingga memungkinkan
anak tumbuh dan berkembang secara sehat dan optimal. Salah satu program
pemerintah terkait optimalisasi tumbuh kembang anak yaitu Program
Nasional Bagi Anak Indonesia 2015 (PNBAI). Tujuan Program Nasional
Bagi Anak Indonesia 2015 (PNBAI) adalah terwujudnya anak Indonesia yang
sehat, tumbuh dan berkembang, cerdas ceria, berakhlak mulia dan
terlindungi
dari diskriminasi, eksploitasi dan kekerasan serta dapat
mengalami peningkatan kesejahteraan.
Tumbuh kembang anak dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya keadaan
sakit dan hospitalisasi. Hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena
suatu alasan yang berencana atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal
di rumah sakit menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangan kembali
ke rumah. Keadaan anak yang tiba-tiba sakit atau terjadinya cedera
mengharuskan anak masuk ke ruang gawat darurat, dimana unit gawat
darurat merupakan suatu bentuk pelayanan keperawatan yang diberikan
kepada anak yang diperkirakan mengalami keadaan yang mengancam jiwa
dan terjadi secara mendadak dalam suatu lingkungan yang tidak dapat
dikendalikan (Zempsky & Schecter, 2005).
Salah satu tugas perawat gawat darurat adalah melakukan intervensi yang
cepat dan tepat kepada pasien dan menetapkan area yang tepat untuk
pengobatan selanjutnya. Proses gawat darurat dipengaruhi oleh beberapa
1
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
2
faktor diantaranya waktu yang terbatas, kondisi pasien yang memerlukan
bantuan segera, kebutuhan pelayanan definitif di unit lain, informasi yang
terbatas, peran tim medis, dan sumber daya yang ada. Oleh karena itu
diperlukan adanya tindakan secara cepat dan tepat untuk mencegah adanya
kecacatan ataupun ancaman jiwa pasien di instalasi gawat darurat.
Salah satu tindakan yang cepat dan tepat yang harus segera dilakukan di unit
gawat darurat untuk menentukan diagnosis suatu penyakit atau tindakan yang
lainnya adalah tindakan invasif pengambilan darah. Tindakan invasif
pengambilan darah merupakan tugas dari petugas laboratorium akan tetapi
dalam kenyataanya di unit gawat darurat pengambilan darah dilakukan oleh
perawat. Hal ini dikarenakan banyaknya pasien di unit gawat darurat yang
datang secara mendadak dan keterbatasan petugas.
Tindakan invasif yang didapat anak selama di unit gawat darurat dapat
menimbulkan trauma berkepanjangan. Tindakan pengambilan darah vena
merupakan prosedur yang menimbulkan kecemasan dan ketakutan serta rasa
tidak nyaman bagi anak akibat nyeri yang dirasakan saat prosedur tersebut
dilaksanakan (Zeltzer & Brown 2007). Penelitian Zempsky dan Cravero,
(2004) menyebutkan pengendalian nyeri dan kecemasan untuk anak yang
memasuki unit gawat darurat merupakan hal yang penting dan harus
diperhatikan karena dapat menyebabkan trauma pada anak.
Beberapa studi nyeri pada anak, didapatkan bahwa nyeri yang dikeluhkan
oleh anak selalu diabaikan sehingga penanganan yang diberikan tidak
adekuat (Zeltzer & Brown 2007; Weisan, Bernstein & Schechter, 2008).
Pengalaman nyeri selalu tidak menyenangkan, dan dapat terjadi pada anak
dengan keadaan sakit akut maupun yang sedang menjalani prosedur, salah
satunya adalah tindakan pengambilan darah vena (Meliala, 2001; Eichenfield,
et al. 2002; Weisman, Bernstein & Schechter, 2008).
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
3
Tindakan yang menyakitkan merupakan stresor bagi anak pada semua tingkat
usia. Anak yang mengalami kondisi sakit akan muncul tantangan-tantangan
yang harus dihadapinya seperti mengatasi suatu perpisahan, penyesuaian
dengan lingkungan yang asing baginya, penyesuaian dengan banyak orang
yang mengurusinya, dan sering harus berhubungan dan bergaul dengan anakanak yang sakit serta pengalaman mengikuti terapi yang menyakitkan. Hasil
penelitian Won, (2006) dan Cohen, et al. (2007), menjelaskan bahwa anak
yang masuk rumah sakit akan muncul perasaan ketakutan karena menghadapi
sesuatu yang baru dan belum pernah dialami sebelumnya, rasa tidak aman,
dan tidak nyaman, perasaan kehilangan sesuatu yang biasanya dialaminya,
dan sesuatu yang dirasakan menyakitkan. Salah satu mekanisme mengurangi
dampak perawatan adalah manajemen nyeri.
Anak dengan kondisi nyeri menunjukkan berbagai komplikasi seperti
timbulnya kecemasan, keputusasaan, gangguan prilaku, psikososial dan
fisiologi jangka panjang. Berbagai komplikasi ini dapat menurunkan kualias
hidup. Oleh karena itu penatalaksanaannya seharusnya dilakukan dengan
optimal dan rasional, sehingga dapat mengurangi dampak yang merugikan
baik bagi anak itu sendiri maupun bagi keluarganya (Kleiber, et al. 2002;
Zempsky & Schecter, 2005).
Hasil penelitian Petersen, Hagglof dan Bergstrom (2009), nyeri pada anak
dapat menyebabkan penurunan kualitas hidup,
dimana hasil penelitian
menunjukkan dua pertiga dari sampel yang dilaporkan pada anak yang
mengalami nyeri berulang mengalami penurunan kulias hidup empat kali di
bandingkan pada anak dengan tanpa nyeri. Aspek penilaian Health-Related
Quality Of Life (HRQOL) meliputi penilaian fisik, emosional, sosial, dan
sekolah berfungsi dan kesejahteraan.
Metode penurunan nyeri merupakan salah satu prinsip dasar keperawatan
anak yaitu prinsip atraumatic care atau pencegahan terhadap trauma.
Perawat bertanggung jawab secara komperhensif dalam memberikan asuhan
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
4
keperawatan anak untuk mesejahterakan anak. Prinsip atraumatic care adalah
perawatan yang tidak menimbulkan adanya trauma pada anak dan keluarga
(Wong & Hockenberry, 2003). Seorang perawat bertanggung jawab sedapat
mungkin untuk menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri pada anak yang
dilayaninya, disamping akan memberikan kenyamanan dan ketenangan
kepada orang tua atau pendamping anak yang dilayani (American Academy
Of Pediatrics American Pain Society, 2002; Morton 2008; Czarnecki, et al,
2011).
Pemeriksaan dan pengobatan nyeri pada anak adalah komponen penting
dalam praktek pelayanan kesehatan anak sehari-hari (Zempsky & Schecter,
2003). Penatalaksanaan nyeri yang adekuat, disamping bertujuan untuk
mengurangi kecemasan pada anak dan orang tua, juga akan meningkatkan
keeratan dan kerjasama antara pasien dengan perawat saat memberikan
intervensi sehingga dapat mengurangi beban perawat dalam memberikan
pelayanan. Intervensi untuk mengurangi nyeri dapat dilakukan secara
multidimensional melalui pendekatan pengobatan interdisipliner, yaitu suatu
gabungan
farmakologis,
kognitif,
psikologis
dan
pengobatan
non
farmakologis yang bertujuan untuk memberikan intervensi dengan penuh
kasih sayang, efektif dan tepat waktu (American Academy Of Pediatrics,
American Pain Society, 2002). Intervensi keperawatan untuk mencegah
terjadinya trauma karena nyeri pada anak dapat dilakukan berupa intervensi
farmakologi ataupun intervensi nonfarmakologi.
Sejumlah tehnik farmakologis dan non farmakologis dapat dilakukan untuk
mengurangi nyeri pada anak, seperti misalnya pemberian terapi analgesik,
krim anastesi, distraksi, relaksasi, guided imagery dan stimulasi kutan dapat
membantu mengurangi persepsi nyeri, membuat nyeri dapat lebih ditoleransi,
menurunkan kecemasan dan meningkatkan kefektifan analgesik atau
mengurangi dosis yang diperlukan (Czarnecki, et al, 2011).
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
5
Pendekatan intervensi untuk mengurangi nyeri akut biasanya lebih banyak
dilakukan dengan pendekatan farmakologi, berupa pemberian anastesi umum,
anastesi regional, anastesi local infiltrasi, dan krim anastesi topikal.
Pendekatan farmakologi pada anak tidak seluruhnya dapat dilaksanakan
karena kekhawatiran akan adanya efek samping yang ditimbulkan dari
pemberian obat-obatan tersebut (American Academy Of Pediatrics, 2000).
Pendekatan secara nonfarmakologi yang sering dilakukan berupa pendekatan
psikologis dengan cara memberikan penjelasan tentang prosedur yang akan
dilakukan. Pendekatan secara psikologis dapat dilakukan pada usia anak
tertentu saja dan membutuhkan waktu khusus pendekatan kepada anak
(Sikorova & Hrazdilova, 2011). Pendekatan dengan menggunakan intervensi
nonfarmakologi untuk mengurangi respon nyeri lainnya dilakukan oleh
beberapa peneliti dan telah membuktikan bahwa intervensi nonfarmakologi
dapat mengurangi nyeri karena tindakan invasif.
Penelitian yang dilakukan oleh Gradin et al., (2002) dan Crutis et al., (2011)
menjelaskan tentang pemberian oral sukrosa 20 % dapat menurunkan respon
nyeri pada bayi cukup bulan saat dilakukan pengambilan contoh darah vena.
Steven et al., (2005) melakukan penelitian meta-analisis tentang pemberian
sukrosa saru lahir. Hasil penelitian menunjukkan penggunaan larutan sukrosa
sebagai analgesik pada bayi baru lahir saat menjalani prosedur invasif minor
dapat menurunkan respon nyeri. Penelitian lain yang serupa dilakukan oleh
Devaera (2006) berupa pemberian oral larutan glukosa 30 % dapat
menurunkan respon nyeri pada bayi baru lahir saat dilakukan prosedur
pengambilan darah tumit. Penelitian meta-analis yang dilakukan oleh
Harrison, et al. (2011) menyebutkan pemberian rasa manis (sukrosa, glukosa,
dan permen karet manis) dapat mengurangi rasa nyeri pada anak usia satu
sampai enamanbelas tahun. Penelitian lain menunjukkan bahwa larutan manis
lain seperti glukosa, fruktosa, aspartan, dan sakarin memberikan efek yang
serupa (Bauer et al., 2005).
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
6
Fenomena pemberian intervensi non farmakologi di beberapa rumah sakit
sudah sebagian dilakukan berupa distraksi, relaksasi, dan guided imagery.
Pemberian rasa manis untuk mengurangi rasa manis seperti pemberian
sukrosa sudah pernah dilaksanakan di ruang bedah anak dan ruang Pediatric
Intensive Care Unit (PICU) di Rumah Sakit Umum Pendidikan Negri Dr.
Cipto Mangunkusumo dengan memberikan sukrosa 30% 2 ml pada anak dan
bayi sebelum tindakan invasif.
Larutan manis yang banyak mengandung sukrosa dan glukosa terdapat dalam
madu. Madu merupakan larutan yang memiliki rasa manis, yang dihasilkan
oleh lebah dari saripati beragam tanaman, dan madu telah mendapatkan
tempat yang istimewa dalam sejarah pengobatan tradisional serta mudah
diperoleh. Kandungan gizi utama madu adalah aneka senyawa karbohidrat
seperti gula fruktosa (41,0%), glukosa (35%), sukrosa (1,9%), dan dekstrin
(1,5%). Karbohidrat madu ikut menambah pasokan sebagian energi yang
diperlukan tubuh. Kadar protein dalam madu relatif kecil, sekitar 2,6%.
Kandungan asam amino pada madu cukup beragam, baik asam amino
esensial maupun non-esensial. Asam amino berfungsi sebagian metabolisme
protein tubuh. Madu juga mengandung berbagai macam enzim (amylase,
diastase, investase, katalase, peroksidase, lipase) yang memperlancar reaksi
kimia berbagai metabolisme di dalam tubuh, serta mengandung flavonoid
yaitu pinocrembin (Purabaya, 2002).
Madu banyak diteliti oleh beberapa ahli, beberapa penelitian memberikan
informasi tentang manfaat madu untuk tubuh. Departement of Biological
Sciences, University of Waikoto, di Hamilton, Selandia Baru membuktikan,
madu mengandung zat antibiotik yang aktif melawan serangan berbagai
patogen penyebab penyakit. Selain berfungsi sebagai antibiotik madu
memiliki khasiat untuk menyembuhkan luka. Hasil penelitian Geonarwo et
al., (2011) menyebutkan kandungan flavonoid yang terdapat dalam madu
dapat menghambat nyeri yaitu dengan mekanisme kerja menghambat
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
7
pembentukan prostaglandin melalui penghambatan enzim cyclooxygenase,
sama seperti obat-obat analgetik antipiretik lain (NSAIDs).
Pemberian madu belum pernah diberikan terkait dengan penurunan respon
nyeri pada anak. Sampai saat ini penulis belum mendapatkan adanya
penelitian yang meneliti tentang keefektifan madu dalam menurunkan respon
nyeri pada anak yang dilakukan tindakan pengambilan darah vena. Oleh
karena itu penulis tertarik untuk meneliti tentang pengaruh pemberian madu
terhadap penurunan respon nyeri akibat tindakan pengambilan darah vena
pada anak di ruang Unit Gawat Darurat.
Hasil observasi lapangan dan wawancara pada perawat yang dilakukan
peneliti di RSUD Gunung Jati
dan RSUD Arjawinangun Kota Cirebon
memberikan gambaran bahwa di ruangan perawatan anak ataupun di unit
gawat darurat intervensi non farmakologi untuk mengurangi respon nyeri
karena tindakan pengambilan darah belum dilakukan.
Intervensi non farmakologi untuk mengurangi nyeri yang dilakukan perawat
berupa informasi tentang penjelasan pada anak dan orang tua saat tindakan
akan dilakukan. RSUD Gunung Jati dan RSUD Arjawiangun Kota Cirebon
belum memiliki format skala nyeri yang digunakan baik untuk dewasa
ataupun anak.
Intervensi pengambilan darah pada anak lebih sering
dilakukan di unit gawat darurat daripada di ruang perawatan anak. Jumlah
kasus anak yang masuk ke ruang unit gawat darurat setahun terakhir ini ratarata per-bulan kurang lebih 300 orang anak dengan rata-rata usia 1-17 tahun.
(Rekam Medik RSUD Gunung Jati dan RSUD Arjawiangun Kota Cirebon,
2011).
1.2. Perumusan Masalah
Nyeri pada anak menimbulkan dampak negatif terhadap mutu kehidupan
(quality of life). Nyeri menyebabkan anak menderita, tidak mampu bergerak
bebas, cemas, gelisah, susah tidur, perasaan tidak akan tertolong dan putus
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
8
asa. Keadaan ini sangat mengganggu kehidupan normal anak sehari-hari
sehingga penatalaksanaan nyeri yang efektif perlu dilakukan.
Penatalaksanaan
mengurangi
nyeri
pada
anak
dengan
intervensi
nonfarmakologis salah satunya adalah dengan memberikan sensasi rasa manis
pada anak.
Rasa manis yang sering diberikan dalam penelitian untuk
mengurangi nyeri berupa pemberian sukrosa dan glukosa. Salah satu sunber
rasa manis selain sukrosa dan glukosa adalah madu. Madu merupakan salah
satu obat alami yang banyak memiliki khasiat mengobati dan memiliki rasa
manis.
Anak-anak pada umumnya menyukai rasa manis seperti gula,
permen, sirup, dan aneka kue. Karenanya rasa manis pada madu mudah dapat
diterima oleh anak-anak.
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka pertanyaan yang akan
diteliti ”Adakah pengaruh pemberian madu terhadap penurunan skor nyeri
akibat tindakan invasif pengambilan darah intravena pada anak di ruang UGD
RSUD Kota Cirebon?”
1.3. Tujun Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Teridentifikasinya pengaruh pemberian madu terhadap penurunan skor
nyeri akibat tindakan invasif pengambilan darah intra vena pada anak di
ruang UGD RSUD Kota Cirebon.
1.3.2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian adalah teridentifikasinya :
a. Gambaran karakteristik anak (usia, jenis kelamin, pengalaman nyeri
sebelumnya, pendampingan orang tua) saat dilakukan prosedur
pengambilan darah di ruang unit gawat darurat.
b. Rerata skor nyeri anak yang dilakukan pengambilan darah pada
kelompok intervensi dan kelompok kontrol.
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
9
c. Perbedaan rerata skor nyeri antara kelompok intervensi dan kelompok
kontrol.
d. Perbedaan rerata skor nyeri pada kelompok intervensi dan kelompok
kontrol
berdasarkan
karakteristik
anak
(usia,
jenis
kelamin,
pengalaman nyeri sebelumnya, pendampingan orang tua).
1.4. Mafaat Penelitian
1.4.1. Manfaat Aplikatif
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam melaksanakan
asuhan keperawatan pada anak saat dilakukan tindakan invasif
pengambilan darah intra vena di ruang unit gawat darurat sehingga dapat
mengurangi terjadinya dampak traumatik dan hospitalisasi.
1.4.2. Manfaat Keilmuan
Memberi gambaran dan informasi tentang pengaruh
pemberian madu
terhadap penurunan respon nyeri akibat tindakan invasif pengambilan
darah intra vena pada anak di ruang unit gawat darurat.
1.4.3. Manfaat Metodologi
Penelitian ini dapat menambah jumlah penelitian tentang perawatan
pengaruh
pemberian madu terhadap penurunan respon nyeri akibat
tindakan tindakan invasif pengambilan darah intra vena pada anak di ruang
Unit Gawat Darurat dan dapat menjadi landasan penelitan selanjutnya.
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Nyeri Pada Anak
2.1.1. Pengertian Nyeri
Nyeri adalah suatu gejala dalam merasakan subyek dan pengalaman
emosional
serta
termasuk
suatu
komponen
sensori,
komponen
diskriminatori, respon-respon yang mengantarkan ataupun reaksi-reaksi
yang ditimbulkan oleh stimulus dalam suatu kasus nyeri (Latief, 2001;
Smatzler & Bare, 2002; Mathew & Dickenson, 2004). Nyeri adalah segala
sesuatu yang dikatakan seseorang tentang nyeri tersebut dan terjadi kapan
saja seseorang mengatakan bahwa ia merasa nyeri (McCaffery & Pasero
2010).
Nyeri dan kecemasan dapat terjadi akibat suatu prosedur diagnostik atau
terapi pada anak (Brusch & Zeltzer, 2004; Soyer et al., 2009). The
Internaional Association for Study of Pain menyebutkan nyeri yaitu
perasaan dan pengalaman emosi yang tidak menyenangkan yang berkaitan
dengan kenyataan atau potensi terjadinya kerusakan jaringan atau
gambaran yang berkaitan kerusakan jaringan tersebut
(Drendel et al.,
2006; Taddio et al., 2010). Nyeri sangat penting sebagai mekanisme
proteksi tubuh yang timbul bilamana jaringan sedang dirusak dan
menyebabkan individu bereaksi untuk menghilangkan rangsang nyeri ini.
Nyeri pada anak menjadi masalah oleh karena anak memberikan respon
nyeri yang berbeda sesuai dengan tingkat usia pada anak (Mathew, 2003).
Nyeri mempunyai komponen sensori, emosi, kognitif dan behavior yang
saling berhubungan dengan faktor lingkungan, sosio-kultur dan tumbuh
kembang anak. Interpretasi nyeri sifatnya subjektif, dimana setiap orang
akan mengeluarkan ekspresi yang berbeda dengan yang lainnya jika
berhadapan dengan stimulus yang melukai. Nyeri pada anak, diinterpretasi
dan diekspresikan melalui tingkah laku (menangis, wajah menyeringai,
fleksi dan ekstensi alat gerak) dan perubahan fisiologis (perubahan laju
10
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
11
denyut jantung, laju pernafasan, dan perubahan kimia darah), jadi dapat
ditarik kesimpulan bahwa nyeri merupakan pengalaman yang universal
yang berfungsi sebagai tanda penting bahwa tubuh tidak berfungsi atau
mengalami kerusakan, dari beberapa definisi tersebut nyeri merupakan
kombinasi dari respon sensorik, afektif dan prikomotor, sehingga
hubungan nyeri dengan kerusakan jaringan tidak sama dan tidak konsisten,
dan nyeri itu bersifat subyektif, sehingga laporan atau keluhan dari pasien
merupakan penilaian yang paling mempunyai arti dalam menegakkan
diagnosa nyeri (Petersen et al., 2009; Srouji et al., 2010).
2.1.2. Fisiologi Nyeri
Perjalanan nyeri termasuk suatu rangkaian proses neurofisiologis
kompleks
yang
disebut
sebagai
nosiseptif
(nociception)
yang
merefleksikan empat proses komponen yang nyata yaitu transduksi,
transmisi, modulasi dan persepsi, dimana terjadinya stimuli yang kuat
diperifer sampai dirasakannya nyeri di susunan saraf pusat (cortex cerebri)
(Uman et al., 2007; Breivik et al., 2008; Daniela et al., 2010). Rangkaian
proses perjalanan yang menyertai antara kerusakan jaringan sampai
dirasakan nyeri adalah suatu proses elektofisiologi. Menurut Latief (2001)
dan Daniela et al., (2010) ada 4 proses yang mengikuti suatu proses
nosisepsi yaitu :
a. Proses Transduksi
Proses dimana stimulus noksius diubah ke impuls elektrikal pada
ujung saraf. Suatu stimuli kuat (noxion stimuli) seperti tekanan fisik
kimia, suhu dirubah menjadi suatu aktifitas listrik yang akan diterima
ujung-ujung saraf perifer (nerve ending) atau organ-organ tubuh
(reseptor meisneri, merkel, corpusculum paccini, golgi mazoni).
Kerusakan jaringan karena trauma baik trauma pembedahan atau
trauma
lainnya
menyebabkan
sintesa
prostaglandin,
dimana
prostaglandin inilah yang akan menyebabkan sensitisasi dari reseptorreseptor nosiseptif dan dikeluarkannya zat-zat mediator nyeri seperti
histamin, serotonin yang akan menimbulkan sensasi nyeri. Keadaan ini
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
12
dikenal sebagai sensitisasi perifer (Breivik et al., 2008; Daniela et al.,
2010).
b. Proses Transmisi
Proses penyaluran impuls melalui saraf sensori sebagai lanjutan proses
transduksi melalui serabut A-delta dan serabut C dari perifer ke
medulla spinalis, dimana impuls tersebut mengalami modulasi sebelum
diteruskan ke thalamus oleh tractus spinothalamicus dan sebagian ke
traktus spinoretikularis. Traktus spinoretikularis terutama membawa
rangsangan dari organ-organ yang lebih dalam dan viseral serta
berhubungan dengan nyeri yang lebih ditekan dan melibatkan emosi.
Selain itu juga serabut-serabut saraf disini mempunyai sinaps
interneuron dengan saraf-saraf berdiameter besar dan bermielin.
Selanjutnya impuls disalurkan ke thalamus dan somatosensoris di
cortex cerebri dan dirasakan sebagai persepsi nyeri (Uman et al., 2007;
Daniela et al., 2010).
c. Proses Modulasi
Proses modulasi merupakan perubahan transmisi nyeri yang terjadi
pada susunan saraf pusat (medulla spinalis dan otak). Proses terjadinya
interaksi antara sistem analgesik endogen yang dihasilkan oleh tubuh
kita dengan input nyeri yang masuk ke kornu posterior medulla
spinalis merupakan proses ascenden yang dikontrol oleh otak.
Analgesik endogen (enkefalin, endorphin, serotonin, noradrenalin)
dapat menekan impuls nyeri pada kornu posterior medulla spinalis.
Kornu posterior sebagai pintu dapat terbuka dan tertutup untuk
menyalurkan impuls nyeri untuk analgesik endogen tersebut. Inilah
yang menyebabkan persepsi nyeri sangat subjektif pada setiap orang
(Uman et al., 2007; Breivik et al., 2008; Daniela et al., 2010).
d. Persepsi
Hasil akhir dari proses interaksi yang kompleks dari proses tranduksi,
transmisi dan modulasi yang pada akhirnya akan menghasilkan suatu
proses subjektif yang dikenal sebagai persepsi nyeri, yang diperkirakan
terjadi pada thalamus dengan korteks sebagai diskriminasi dari
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
13
sensorik (Uman et al., 2007; Breivik et al., 2008; Daniela et al., 2010).
Secara skematis, jaras persepsi nyeri seperti terlihat pada gambar 2.1.
Sumber : www.medscape.com
Gambar 2.1. Perjalanan Nyeri
2.1.3. Klasifikasi Nyeri
Respon individu yang berbeda-beda tentang nyeri membuat sulit
mengkategorikan jenis nyeri yang dirasakan dan mengatahui penyebab
nyeri itu sendiri. Nyeri memiliki sifat yang unik pada setiap individual
bahkan jika cedera fisik terjadi respon nyeri pada individu satu tidak sama
pada individual lainnya. Adanya takut, marah, kecemasan, depresi dan
kelelahan akan mempengaruhi bagaimana nyeri itu dirasakan. Salah satu
pendekatan yang dapat dilakukan untuk membedakan
nyeri adalah
berdasarkan durasi (akut, kronik), patofisiologi (nosiseptif, nyeri
neuropatik) dan etiologi (paska pembedahan, kanker) (Ratnapalan et al.,
2010; Daniela et al., 2010).
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
14
Klasifikasi nyeri terdiri dari :
a. Nyeri Akut dan Kronik
Nyeri akut merupakan nyeri yang terjadi secara tiba-tiba yang bisa
disebabkan oleh injuri, penyakit, ataupun pembedahan (McCaffrey, &
Pasero, 2010). Nyeri akut merupakan indikator terjadinya kerusakan
jaringan, yang memberitahukan individu untuk melindungi area yang
terkena dari injuri lebih lanjut. Karakteristik nyeri akut ini terdiri dari:
komunikasi tentang nyeri dideskripsikan, perilaku sangat berhati-hati,
memusatkan diri, fokus perhatian rendah (perubahan persepsi waktu,
menarik diri dari hubungan sosial, gangguan proses pikir), perilaku
distraksi (mengerang, menangis, dan lain-lain), raut wajah kesakitan,
perubahan tonus otot, respon autonom (diaforesis, perubahan tekanan
darah dan nadi, dilatasi pupil, penurunan atau peningkatan frekuensi
pernapasan). Nyeri kronik muncul jika masih dirasakan setelah
pengobatan terhadap injuri tidak ada kerangka waktu yang ditentukan.
Nyeri kronik juga tampak sebagai ketidakmampuan tubuh untuk
mencegah interpretasi sinyal dan gejala nyeri setelah injuri diatasi.
Nyeri ini berkembang lebih lambat dan terjadi dalam waktu lebih lama
dan pasien sering sulit mengingat sejak kapan nyeri mulai dirasakan,
karakteristik nyeri ini terdiri dari; individu melaporkan bahwa nyeri
telah ada lebih dari 6 bulan, ketidaknyaman, marah, frustasi, depresi
karena situasi, raut wajah kesakitan, anoreksia, penurunan berat badan,
insomnia, gerakan yang sangat berhati-hati dan spasme otot
(Ratnapalan et al., 2010).
b. Nosiseptif dan Nyeri Neuropatik
Nyeri organik bisa dibagi menjadi nosiseptif dan nyeri neuropatik.
Nyeri nosiseptif adalah nyeri inflamasi yang dihasilkan oleh
rangsangan kimia, mekanik dan suhu yang menyebabkan aktifasi
maupun sensitisasi pada nosiseptor perifer (saraf yang bertanggung
jawab terhadap rangsang nyeri). Nyeri nosiseptif
biasanya
memberikan respon terhadap analgesik opioid atau non opioid. Nyeri
nociceptive merupakan persepsi sensorik terhadap kerusakan atau
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
15
potensial kerusakan pada jaringan akibat trauma atau penyakit. Nyeri
ini terjadi sebagai akibat rangsangan reseptor dan dapat berupa nyeri
akut maupun kronis. Nyeri neuropati yang bisa berupa nyeri akut
maupun kronis, disebabkan oleh cedera atau penyakit yang secara
langsung mempengaruhi sistem saraf. Nyeri sentral juga merupakan
nyeri kronik yang terjadi lebih disebabkan oleh kerusakan saraf. Nyeri
neuropatik merupakan nyeri yang ditimbulkan akibat kerusakan neural
pada saraf perifer maupun pada sistem saraf pusat yang meliputi jalur
saraf aferen sentral dan perifer, biasanya digambarkan dengan rasa
terbakar dan menusuk. Pasien yang mengalami nyeri neuropatik sering
memberi respon yang kurang baik terhadap analgesik opioid (Potter &
Perry 2005; McCaffrey, & Pasero, 2010; Daniela et al., 2010).
c. Nyeri Viseral
Nyeri viseral biasanya menjalar dan mengarah ke daerah permukaan
tubuh jauh dari tempat nyeri namun berasal dari dermatom yang sama
dengan asal nyeri. Nyeri viseral terjadi karena kontraksi ritmis otot
polos. Penyebab nyeri viseral termasuk iskemia, peregangan ligamen,
spasme otot polos, distensi struktur lunak seperti kantung empedu,
saluran empedu, atau ureter. Distensi pada organ lunak menimbulkan
respon nyeri karena terjadinya peregangan jaringan dan dapat
menyebabkan iskemia daerah sekitarnya, adanya kompresi pembuluh
darah pada organ lunak tersebut dan menyebabkan distensi berlebih
dari jaringan yang dapat menimbulkan nyeri (McCaffrey, & Pasero,
2010; Daniela et al., 2010).
d. Nyeri Somatik
Nyeri somatis permukaan atau superfisial adalah akibat stimulasi
nociceptor di dalam kulit atau jaringan subkutan dan mukosa yang
mendasari. Hal ini ditandai dengan adanya sensasi atau rasa berdenyut,
panas atau tertusuk, kemungkinan berkaitan dengan rasa nyeri yang
disebabkan oleh stimulus yang secara normal tidak mengakibatkan
nyeri
dan hiperalgesia. Jenis nyeri ini biasanya konstan dan jelas
lokasinya. Nyeri superfisial biasanya terjadi sebagai respon terhadap
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
16
luka terpotong, luka gores dan luka bakar superfisial. Nyeri somatis
dalam diakibatkan oleh jejas pada struktur dinding tubuh (misalnya
otot rangka atau skelet). Berlawanan dengan nyeri tumpul yang
berkaitan dengan organ dalam, nyeri somatis dapat diketahui di mana
lokasi persisnya pada tubuh, beberapa menyebar ke daerah sekitarnya
(McCaffrey, & Pasero, 2010).
2.1.4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Nyeri
Nyeri merupakan hal yang kompleks, banyak faktor yang mempengaruhi
pengalaman
seseorang
terhadap
nyeri.
Faktor-faktor
ini
dapat
meningkatkan atau menurunkan persepsi nyeri pasien, toleransi terhadap
nyeri dan mempengaruhi reaksi terhadap nyeri (Le Mone & Burke, 2008;
Czarnecki et al., 2011). Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi reaksi
nyeri tersebut antara lain:
a. Usia
Usia dalam hal ini merupakan variabel yang penting yang
mempengaruhi nyeri terutama pada anak-anak (Potter & Perry, 2005).
Perbedaan tingkat perkembangan yang ditemukan antara kelompok
umur ini dapat mempengaruhi bagaimana anak bereaksi terhadap nyeri
(Daniela et al., 2010).
Penelitian Kenneth et al., (2006) menjelaskan bahwa perkembangan
usia anak mempengaruhi makna nyeri dan ekspresi yang dimunculkan.
Usia bayi memberikan respon nyeri dengan menangis dan lebih mudah
ditenangkan kembali dengan dipeluk oleh orang tuanya, usia
prasekolah memiliki sifat egosentris dalam pemikirannya dan percaya
bahwa semua kejadian dan sensasi berasal dari dunia internal mereka.
Anak prasekolah memiliki sedikit pemahaman tentang sebab nyeri
yang dirasakan, seringkali terjadi kesalahpahaman arti dan penyebab
sakit. Usia prasekolah membutuhkan penjelasan yang berulang kali
dan diyakinkan bahwa prosedur dan pengalaman yang menyakitkan
bukan merupakan hukuman untuk perilaku buruk. Respon nyeri pada
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
17
anak usia sekolah sering berupa penolakan dengan menggerakan
daerah yang menyakitkan. Anak usia sekolah memberikan respon fisik
berupa
tangan mengepal, gigi terkatup, dan dahi berkerut. Secara
bertahap, anak usia sekolah mampu berfikir lebih logis dan wajar,
dapat di ajak kerja sama dan cenderung berorientasi menjadi sebuah
prestasi bagi dirinya. Usia remaja mampu berpikir abstrak dan
memiliki pemahaman tentang hubungan sebab akibat. Bagaimana
proses sosialisasi remaja mempengaruhi pengalaman nyeri tetap
memahami dalam konsep nyeri, peran kelompok sangat berpengaruh.
Anak remaja kadang menyangkal rasa sakit di hadapan keluarga atau
teman sebaya.
b. Jenis Kelamin
Secara umum pria dan wanita tidak berbeda secara bermakna dalam
berespon terhadap nyeri. Toleransi terhadap nyeri dipengaruhi faktorfaktor biokimia dan merupakan hal yang unik pada individu tanpa
memperhatikan jenis kelamin (Potter & Perry, 2005).
Karakteristik
jenis
kelamin
dan
hubungannya
dengan
sifat
keterpaparan dan tingkat kerentanan memegang peranan tersendiri.
Anak-anak belajar bahwa terdapat perbedaan antara laki-laki dan
perempuan dalam mengekspresikan nyeri dimana anak perempuan
boleh pulang ke rumah sambil menangis ketika lututnya terluka,
sedangkan anak laki-laki diberitahu untuk berani dan tidak menangis
(Taylor et al., 2008).
Beberapa penelitian menjelaskan perbedaan antara anak laki-laki
dan perempuan tidak terlalu berpengaruh terhadap respon nyeri, dalam
penelian tersebut lebih menjelaskan perbedaan jenis kelamin hanya
karena sensitivitas, pengalaman ekspresi,
dan kondisi
situasional
yang mempengaruhi dan bagaimana anak menanggapi nyeri (Mathew,
2003).
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
18
Penelitian Logan et al., (2004) dan Loeser et al., (2008) pada usia
remaja menjelaskan
adanya perbedaan respon nyeri antara anak
remaja laki-laki dan perempuan dimana hasil penelitian tersebut
menyebutkan bahwa anak perempuan memiliki skor intensitas nyeri
tinggi, tetapi penelitian tersebut tidak menunjukkan perbedaan jenis
kelamin dalam penggunaan obat pereda nyeri sejenis opioid setelah
tindakan operasi.
c. Pengalaman Nyeri Sebelumnya
Pengalaman sebelumnya berpengaruh terhadap persepsi seseorang
tentang nyeri. Pengalarnan individu dengan nyeri yang dialami, makin
takut individu tersebut terhadap peristiwa menyakitkan yang akan
diakibatkan oleh nyeri tersebut. Umumnya, orang yang sering
mengalami
nyeri
dalam
hidupnya,
cenderung
mengantisipasi
terjadinya nyeri yang lebih hebat (Schmitz et al, 2012).
Penelitian Noel et al., (2012), meneliti pengaruh pengalaman anakanak untuk stimulus nyeri baru pada pengalaman nyeri berikutnya.
Penelitian melibatkan 110 anak yang sehat (60 anak laki-laki, 50
perempuan) berusia 8 sampai 12 tahun, dengan kriteria anak yang
mempunyai pengalaman operasi dan pernah dilakukan venipuncture,
pengalaman nyeri minimal 1 tahun yang lalu, kemudian dilakukan
wawancara pengalaman nyeri yang pernah dialami, dan diobservasi
ekspresi wajah yang muncul pada anak yang dilakukan wawancara.
Hasil menunjukkan pengalaman nyeri sebelumnya pada anak-anak
berhubungan dengan
rasa takut
dari
waktu ke waktu dan
mempengaruhi pengalaman nyeri yang baru.
d. Lingkungan dan Dukungan Orang Terdekat
Lingkungan
mempengaruhi
dan
kehadiran
nyeri
dukungan
seseorang.
Banyak
keluarga
orang
juga
yang
dapat
merasa
lingkungan pelayanan kesehatan yang asing, khususnya cahaya,
kebisingan, aktivitas yang sama di ruang perawatan intensif, dapat
menambah nyeri yang dirasakan (Craig et al., 2006).
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
19
Penelitian Ozcetin, et al. (2011). Melakukan penelitian pada 135 anak
dengan rentang usia 3-6 tahun akan dilakukan tindakan venipuncture
di klinik rawat jalan anak. Penelitian dilakukan secara acak menjadi
dua kelompok, kelompok pertama kelompok yang didampingi oleh
orang tua, dan kelompok kedua hanya didampingi oleh anggota staf
rumah sakit. Penilaian skor nyeri menggunakan Wong-Baker FACES.
Hasil penelitian diperoleh usia rata-rata kasus dengan didampingi
orang tua mereka adalah usia 4,19 sampai dengan 1,23 tahun. Usia
rata-rata kasus dengan didampingi petugas rumah sakit adalah 4,36
sampai dengan 1,41 tahun. Selama prosedur venipuncture dilakukan
pengukuran tanda vital; frekuensi pernafasan dan denyut jantung.
Selama prosedur venipuncture rata-rata nyeri anak pada kelompok 2
diperoleh Wong-Baker skor lebih tinggi 3 kali dari pada kelompok 1,
secara
statistik
signifikan
(p<0,05).
Kesimpulan
penelitian
menunjukkan bahwa kehadiran orangtua memiliki pengaruh efek yang
positif pada toleransi sakit anak.
2.1.5. Efek Yang Ditimbulkan Oleh Nyeri
Efek nyeri pada setiap individu hampir sama baik pada dewasa ataupun
pada anak-anak, efek yang ditimbulkan oleh nyeri terdiri dari :
a. Tanda dan gejala fisik
Tanda fisiologis dapat menunjukkan nyeri pada pasien yang berupaya
untuk tidak mengeluh atau mengakui ketidaknyamanan. Sangat
penting untuk mengkaji tanda-tanda vital dan pemeriksaan fisik
termasuk mengobservasi keterlibatan saraf otonom. Respon fisiologis
nyeri akut meliputi perubahan denyut jantung, tekanan darah, dan
ftekuensi pernapasan yang meningkat.
b. Efek perilaku
Pasien yang mengalami nyeri menunjukkan ekspresi wajah dan
gerakan tubuh yang khas dan berespon secara vokal serta mengalami
kerusakan dalam interaksi sosial. Pasien seringkali meringis,
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
20
mengernyitkan dahi, menggigit bibir, gelisah, imobilisasi, mengalami
ketegangan otot, melakukan gerakan melindungi bagian tubuh sampai
dengan menghinndari percakapan, menghindari kontak sosial dan
hanya fokus pada aktivitas menghilangkan nyeri.
c. Pengaruh Pada Aktivitas Sehari-hari
Pasien yang mengalami nyeri setiap hari kurang mampu berpartisipasi
dalam aktivitas rutin, seperti mengalami kesulitan dalam melakukan
tindakan higiene normal dan dapat menganggu aktivitas sosial.
2.1.6. Penatalaksanaan Nyeri Pada Anak
Penataksanaan nyeri sering tidak dilakukan secara adekuat pada anak oleh
karena anak diangap tidak dapat merasakan nyeri. Suatu studi retrospektif
menyatakan hanya 28% anak-anak yang masuk ke unit gawat darurat
memperoleh intervensi farmakologi untuk mengurangi nyeri yang adekuat
sedangkan pada dewasa mencapai 60% (Cohen, 2008). Kunci keberhasilan
penatalaksanaan nyeri pada anak adalah dengan pemeriksaan nyeri yang
baik (Herd et al., 2009).
Terdapat variasi yang luas dalam tatalaksana nyeri pada berbagai unit
gawat darurat dan pelayanan kesehatan profesional. Pada anak yang
mengalami prosedur invasif minor tanpa intervensi penurunkan nyeri
memiliki dampak yang panjang dalam respond dan persepsi anak terhadap
nyeri. Gangguan stress pasca trauma dapat timbul setelah pengalaman
prosedur yang tidak disertai denan pengendalian nyeri yang tepat (Larsson
et al., 2000; Ellis et al., 2004; Movahaedi 2006).
Nyeri yang tidak berkurang dapat menyebabkan konsekwensi pada
gangguan prilaku, psikososial dan fisiologi jangka panjang (Wanga et al.,
2008; Crowley et.al, 2010). Manajemen nyeri seharusnya menjadi prioritas
untuk mengatasi masalah tersebut. Nyeri seringkali dikaitkan dengan rasa
takut, cemas dan stres.
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
21
Tehnik farmakologi yang sering diberikan saat prosedur pengambilan
darah pada anak untuk mengurangi nyeri lebih sering menggunakan
pendekatan farmakologis berupa anastesi topikal berupa oles maupun
anastesi semprot (Arrowsmith & Campbell, 2000). Obat-obatan yang
disering digunakan misalnya LET (Lidokain, Epinefrin, dan Tetrakain),
EMLA (Eutectic Mixture of Local Anesthetics) sebagai salah satu anastesi
topical yang paling sering digunakan (Kelly, 2000; Soyer et al., 2009),
sedangkan sendekatan non farmakologik yang paling sering sering
digunakan di unit gawat darurat berupa mendatangkan orang tua saat
dilakukan intervensi.
Beberapa peneliti menyebutkan ada berbagai macam tehnik non
farmakologik yang dapat diberikan pada anak unuk mengurangi nyeri
seperti misalnya distraksi, relaksasi,
guided imagery dan stimulasi
memberikan strategi koping yang dapat membantu mengurangi persepsi
nyeri, membuat nyeri dapat lebih ditoleransi, menurunkan kecemasan dan
meningkatkan kefektifan analgesik atau mengurangi dosis yang diperlukan
(American Pain Society, 2003; Gimbler-Berglund et al., 2008; William &
Zempsky, 2008). Sebagai tambahan, tehnik-tehnik ini juga dapat
menurunkan
persepsi
ancaman
nyeri,
memberikan
kemampuan
mengontrol nyeri, meningkatkan rasa nyaman dan meningkatkan istirahat
dan tidur (Huether & Leo, 2002; Gimbler-Berglund, Lyon & Mackway,
2005).
Terdapat berbagai metode penelitian non farmakologi
yang dapat
digunakan untuk menurangi rasa nyeri, ketakutan dan kecemasan.
Pendekatan yang ada mempunyai efektivitas dan keamanan yang cukup
baik. Intervensi non farmakologis yang dapat diberikan diantaranya
(Zempsky, 2000; Amy et al., 2006; Wanga et al., 2008; Srouji, Pamella &
Macintyre, 2010) :
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
22
a. Pemberian Informasi
Informasi yang diberikan kepada anak dan anggota keluarga sehingga
mengerti kondisi sakit, prosedur yang akan dilakukan serta pengobatan
yang akan diberikan. Dengan demikian pasien juga dilibatkan dalam
menentukan cara untuk mengontrol nyeri.
b. Relaksasi
Tehnik relaksasi akan memberikan relaksasi otot dan mengurangi
kecemasan
yang
sering
menyertai
dan
meningkatkan
nyeri.
Pengontrolan pernafasan dan relaksasi otot merupakan metode yang
paling sering digunakan untuk anak usia pra-sekolah dan usia yang
lebih tua.
c. Pengalihan
Metode pengalihan dengan berbagai aktifitas membantu anak dari
berbagai usia untuk menghilangkan nyeri. Metode yang paling sering
digunakan antara lain : pengunaan gelembung sabun, musik, video
games, televise, telepon, dan permainan (Kelly, 2000; Loeser et al.,
2008).
Penelitian Wanga, Sunb, dan Chena (2008), menyebutkan intervensi
non farmakologis berupa metoda pengalihan dapat mengurangi nyeri
dan stress dalam prosedur invasif pada anak. Penelitian melibatkan 300
anak usia 8-9 tahun dilakukan tindakan penyuntikan akses vena,
masing-masing anak terbagi dalam 3 kelompok, kelompok pertama
diberi intervensi non farmakologis yang berbeda, kelopok anak kedua
di beri audiovisual dengan menonton film kartun saat penyuntikan, dan
kelompok anak ketiga menerima intervensi psikologis, penilaian nyeri
menggunakan skala Visual Analogue Scale (VAS) dan Cooperative
Behavior Scale of Children in Venepuncture (CBSCV). Hasil
penelitian
menunjukkan
intervensi
non
farmakologi
dengan
mengunakan audiovisiual lebih efektif dibandingkan intervensi
psikologis dan dapat mengurangi nyeri dan meningkatkan keberhasilan
penyuntikan ke vena.
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
23
d. Hipnoterapi
Hipnoterapi membatu anak untuk membayangkan pengalaman yang
menyenangkan yang pernah dialami. Peranan hipnoterapi adalah
mengalihkan perhatian, mengurangi pengalaman sensoris serta
membantu anak untuk mengontrol perasaannya. Intervensi ini baik
untuk anak usia sekolah atau remaja (William et al., 2003).
Penelitian Liossi, White dan Hatira (2006), membandingkan
intervensi anstesi EMLA dan hinoptis dengan pemberian EMLA saat
pengambilan darah pada anak, dengan responden 46 anak antara usia
6-16 tahun, memberikan hasil ada pengaruh yang signifikan intervensi
hipnotis dengan EMLA di banding intervensi EMLA saja pada saat
pengambilan darah pada anak dengan p < 0.001.
e. Pemberian rasa manis
Penelitian menyebutkan pemberian sukrosa atau glukosa untuk
mengurangi nyeri sangat baik diberikan pada neonatus, dapat juga
diberikan sampai usia 3 bulan. Sukrosa atau glukosa dapat
menurunkan respon terhadap stimulus yang menimbulkan nyeri seperti
saat pengambilan darah dari tumit dan injeksi pada neonatus. Pengaruh
ini tampaknya paling kuat saat bayi baru lahir dan nenurun secara
bertahap selama 6 bulan pertama kehidupan (Eichenfield et al., 2002;
Gradin et al., 2002; Zempsky et al., 2004; Carbajal et al., 2009).
Penelitian yang dilakukan oleh Taddio et al., (2008), menyebutkan
sukrosa 25 % dapat memberikan efek analgesik pada bayi baru lahir
saat dilakukan prosedur indakan invasif. Penelitian eksperiman di
ruang NICU rumah sakit Mount Sinai Hospital, Toronto, Ontario
dengan jumlah responden 240 bayi baru lahir. Dilakukan tiga (3)
intervensi invasif diataranya penguntikan intra muskuler, tusuk tumit
dan pengambilan contoh darah. Penerian sukrosa 25 % sebanyak 2 ml
selama 60 detik dilakukan 2 menit sebelum tindakan invasif dengan 5
menit sebelumnya diukur denyut nadi dan nilai oksimetri bayi,
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
24
kemudian dilakukan tindakan intervensi dan di lakukan penilaian skala
nyeri 30 detik setelah tindakan invasif dengan menggunakan skala
nyeri Premature Infant Pain Profile (PPIP), setelah pengukuran skala
nyeri bayi dinilai kembali denyut nadi dan nilai oksimetri. Hasil
penelitian menunjukkan, bayi yang diberi sukrosa dengan tidakan
pengambilan
darah
memiliki
skor
nyeri
yang
lebih
rendah
dibandingkan dengan penyuntikan intramuskuler vit K dan tusuk tumit
dengan CI 95% p < 0,29.
Penelitian Jatana, Dalal, dan Wilson (2003). Tentang efek analgesik
pada pemberian glukosa pada neonatus. Penelitian dilakukan pada 125
bayi baru lahir normal yang akan di lakukan tusuk tumik dengan
dibagi tiga kelompok perlakukan pemberian glukosa, kelompok
pertama diberi glukosa 10 %, kelompok kedua diberi glukosa 25 %
dan kelompok ke tiga diberi glukosa 50 %, sebelum penusukkann
tumit masing-masing kelompok bayi di lakukan denyut jantung dan
saturasi oksigen. Larutan glukosa diberikan 2 menit sebelum tindakan
penusukkan tumit, kemudian dilakukan rekaman suara tangisan saat
penusukkan dan di ukur rata-rata durasi menangis pada masing-masing
kelompok. Hasil penelitian menunjukkan adanya efek analgesik pada
pemberian glokosa 25 % dan 50 % (p<0,05).
Penelitian Laxmikant, Deshmukh,
dan Udani (2002). melakukan
penelitian untuk mengevaluasi pengaruh perbedaan konsentrasi
glukosa pada pengukuran nyeri neonatal selama venipuncture.
Menggunakan metoda random, double-blind, dengan pemberian
placebo pada kelompok kontrol. Penelitian dilakukan di unit perawatan
intensif neonatal di Raja Edward Memorial Hospital. Enam puluh bayi
prematur yang sehat usia kehamilan 28-37 minggu dan usia 2-28 hari
setelah kelahiran secara acak diberi 2 ml salah satu dari tiga solusi (air
steril, 10 % glukosa dan 25 % glukosa ) per-oral 2 menit sebelum
venipuncture. Hasil memberikan gambaran ada penurunan yang
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
25
signifikan dalam durasi tangisan pertama pada bayi yang diberikan 25
% glukosa dibandingkan dengan kontrol dan diberikan 10 % glukosa.
Tidak ada efek yang signifikan pada detak jantung, laju pernapasan
atau saturasi oksigen. Dengan kesimpulan
bahwa larutan glukosa
terkonsentrasi dapat mengurangi rasa sakit dan memiliki efek
analgesik serta aman untuk prosedur minor pada neonatus.
f. Lingkungan ruangan
Menciptakan suatu lingkungan yang tepat merupakan hal yang esensial
untuk mengurangi nyeri dan kecamasan pada seorang anak di unit
gawat darurat, idealnya masing-masing anak ditempatkan pada satu
kamar pribadi. Kamar ini sebaiknya telah menyediakan lingkungan
yang bersahabat dan menenangkan. Dinding yang berwarna bergambar
serta kumpulan mainan akan mengurani ketakutan yang ditimbulkan
oleh lingkungan yang asing. Penatakalsanaan non farmakologik ini
yang disertai oleh adanya dukungan emosional merupakan hal utama
untuk memberikan lingkungan yang nyaman bagi anak (Zempsky &
Cravero, 2004; Brusch & Zeltzer, 2004).
Perawat di ruang unit gawat darurat mempunyai peranan penting untuk
mengurangi kecemasan dan persepsi nyeri pada anak dengan cara
mengajarkan tehnik sederhana da mendukung keterlibatan keluarga.
Mengijinkan tetapi bukan mengharuskan kehadiran keluarga saat
prosedur invasif yang menimbulkan nyeri dilakukan, akan memberi
manfaat bagi anak. Meskipun tidak terdapat bukti bahwa kehadiran
keluarga dapat ngurangi nyeri, namun kehadiran mereka mengurangi
kecemasan orang tua dan anak (American Academy of Pediaric, 2001;
Zempsky & Cravero, 2004; Bursch & Zeltzer, 2004).
2.1.7. Pengendalian nyeri di unit gawat darurat
Penelitian menyebutkan hampir 90% pasien yang masuk ke unit gawat
darurat mendapatkan intervensi medis berhubungan dengan prosedur
jarum suntik (Zempsky et al., 2004). Penelitian yang dilakukan oleh Ellis
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
26
et al., (2004) selama 23 hari di rumah sakit Kanada memberikan gambaran
bahwa terdapat 387 prosedur rumah sakit berhubungan dengan jarum
suntik terdiri dari, pengambilan darah vena 63%, infus 13%, pengambilan
darah kapiler 11%, Port-a-cath access 7%,
injeksi intramuscular 5%,
pemberian terapi atau anastesi lumbal 1% dan penyuntikan insulin 0,5%,
dan seluruh prosedur tersebut menimbulkan respon nyeri yang bervariasi
pada anak (CI 95% p < 0,01).
Pengambilan darah vena merupakan prosedur pemeriksaan yang sering
dikerjakan pada pasien anak di unit gawat darurat dan prosedur ini
merupakan sumber nyeri yang paling sering dirasakan bagi anak
(Eichenfield et al., 2002). Penelitian menyebutkan pengendalian nyeri di
emergensi dapat dilakukan dengan farmakologi dan non farmakologi
(Zempsky, Joseph & Cravero, 2004), Pengendalian rasa sakit dan
kecemasan pada anak, di mulai dari arena pra-rumah sakit saat pertama
kali anak masuk ke gawat darurat. Frekuensi mengurangi nyeri dengan
farmakologis di Amerika Serikat untuk pengambilan darah adalah 40%
sedangkan menggunakan non farmakologis hanya mencapai 10%
(Acharya et al., 2008). Pengambilan darah sering dilakukan di unit gawat
darurat untuk mentukan jenis penyakit yang diderita oleh pasien.
Beberapa hambatan secara umum yang terjadi di unit gawat darurat dapat
muncul secara intrinsik yaitu tidak memadainya obat-obatan analgesia
khususnya pada anak (Soyer et al., 2009), masih ada tenaga kesehatan
yang beranggapan bahwa anak-anak tidak merasa sakit yang sama
dilakukan oleh orang dewasa dan rasa sakit yang tidak memiliki
konsekuensi yang tak diinginkan pada anak-anak, tidak terdapatnya
penilaian skala nyeri pada anak. Nyeri anak diremehkan karena kurangnya
alat penilaian yang memadai dan ketidakmampuan untuk menjelaskan
berbagai tahap perkembangan anak-anak. Nyeri sering undermedicated
karena
kekhawatiran
terjadinya
oversedation,
depresi
pernafasan,
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
27
kecanduan, dan ketidakbiasaan dengan penggunaan obat penenang dan
analgesik agen pada anak-anak (Breau et al., 2000; Beisang, 2007).
Dalam ruang gawat darurat, anak-anak sering masuk dengan gejala yang
tidak jelas yang berdampak kesulitan dalam mentukan diagnosa medis
(Craig, Lilley, &
Gilbert, 2006).
Faktor-faktor tersebut membuat
penilaian petugas kesehatan merasa kesuitan, selain itu, kondisi ruang
gawat darurat yang sibuk, dituntut intervensi yang lebih cepat, jumlah
pasien yang tidak dapat diperkirakan, skala penilaian belum memadai, dan
kecemasan orangtua (Zempsky, 2000).
Unit gawat darurat lebih cenderung menggunakan intervensi farmakologis
dari pada non farmakologis (Crowley et al., 2010), pemberian intervensi
farmakologi biasanya digunakan untuk nyeri dalam, penggunaan anestesi
topikal jarang diberikan karena kekhawatiran tentang keterlambatan dalam
pengobatan,
biaya,
atau
kurangnya
ketersediaan.
Intervensi
non
farmakologis mengalami hambatan kurangnya pengetahuan petugas
tentang skala nyeri pada anak, tidak adanya ruangan khusus (Twycross,
2000). Manajemen nyeri yang optimal memerlukan pemahaman yang
menyeluruh tentang penilaian nyeri dan manajemen strategis ruangan yang
baik (Zempsky, 2000; Dowling, 2004).
2.1.8. Penilaian Nyeri
Penilaian nyeri berdasarkan 3 komponen penting yaitu; kognitif (self
report), tingkah laku (behavioral), dan fisiologik (Desparment-Sheridan,
2003). Komponen kognitif biasanya diukur dengan cara kuesioner,
wawancara, skala deskriptif kualitatif taupun kuntitatif, yang dibuat untuk
mengetahui intensitas nyeri pada anak. Komponen tingkah laku biasanya
diukur dengan suatu chek list tingkah laku yang dijumpai sewaktu anak
mengalami
rasa
nyeri,
misalnya
menangis,
menyeringai,
dan
memberontak. Komponen tingkah laku ini digunakan pada bayi atau anak
yang belum biasa berkomunikasi secara verbal. Komponen fisiologis
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
28
diukur dengan cara menilai frekuensi denyut jantung, frekuensi
pernafasan, kadar oksigen, kadar kortisol, dan kadar endorphin dalam
darah (Desparment-Sheridan, 2003; Taddio
et al., 2010;
Srouji,
Ratnapalan, & Schneeweiss, 2010).
Beberapa hasil penelitian menyebutkan bahwa parameter psikologis dan
pengamatan orang tua dapat membantu pemeriksaan nyeri pada anak,
namun pada dasarnya komponen kognitif anak sendiri yang dapat
menentukan tentang apa yang sedang dirasakannya (Bulloch & Tenenbein,
2002; Zempsky & Schecter, 2005). Pada bayi hal tersebut tidak dapat
dilakukan oleh karena bayi tidak dapat menyampaikan secara verbal apa
yang sedang dirasakannya (Curtis et al., 2007; Srouji, Ratnapalan, &
Schneeweiss, 2010). Anak-anak usia lebih dari 8 tahun umumnya sudah
dapat melaporkan sendiri intensitas, lokasi dan kualitas nyeri (William, et
al. 2003), sehingga dapat menggukan Visual Analog Scale (VAS) dengan
ketentuan yang selalu digunakan pada anak lebih besar dan melibatkan
garis 10 cm yang telah ditentukan kedua ujungnya (“tidak sakit” dan
“sangat sakit”). Anak usia 3-8 tahun diperiksa dengan alat yang sesuai
yang sudah mengalami perkembangan, misalnya Color Analogue Scale
(CAS), Oucher Scale dan Faces Scale (Desparment-Sheridan, 2003;
Zempsky & Schecter, 2003).
Berbagai
skala
menggunakan
pengukuran
gabungan
nyeri
telah
elemen-elemen
dikembangkan
fisiologis
dan
dengan
perilaku
(behavioral), seperti yang tertera dalam tabel 2.1 berikut (Zempsky &
Schecter, 2003; Srouji, Ratnapalan, & Schneeweiss, 2010).
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
29
Tabel 2.1. Penilaian Klinis Nyeri
Physiologic
 Frekuesi
pernafasan
 Fekuansi nadi
 Tekanan
darah
 Kadar
kortisol





Behavioral
Gerakan tubuh
Gerakan wajah
Menangis
Postur tubuh
Pola nafas
Self Report
Usia 3-8 tahun:
 Oucher Scale
 Faces Scale
 FLACC
 CFCS
 Faces Pain Scale
 Poker Chip Toll
 Colored
analogue Scale
Usia lebih dari 9
tahun :
 Visual Analogue
Sacale
 McGil Pain
 Pediatric Pain
Questionnaire
Composite
Infant
 CRIES
 Neonatal Facial
action Coding
System
 NAPI
 MAX
 NIPS
 PPIP
 SUN
 OPS
 DAN
Usia 2-7 tahun :
 CHEOPS
 COMFORT
 OSBD
 OPS
 TPPPS
 AUCHER
Usia 8 tahun lebih
 Adolescent
Pediatric Pain
Tool
 VarniThompson
Pediatric Pain
Questionnare
 The McGill Pain
Questionnaire
Sumber : Zempsky W.T., Schecter, N.L., What’s New in The Management of Pain in Childrens
Skala untuk pemeriksaan nyeri pada anak sebagaimana telah disebutkan di
atas telah diteliti secara ektensif, tetapi masih sangat sedikit diteliti untuk
menentukan validitas alat-alat tersebut pada nak di Negara berkembang.
Newman, et al. (2005), di Thailan telah meneliti validitas tiga skala nyeri
yang sering digunakan yaitu Visual analog Scale (VAS), Wong-Baker
Faces Pain Ratting (WBFPS), dan Face Pain Scale-Revised (FPS-R),
pada 122 anak-anak Thailan usia 4-15 tahun. Ketiga alat tersebut ternyata
mempunyai korelasi yang baik pada anak usia diatas 4 tahun dan validitas
yang cukup konvergen (Newman et al., 2005).
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
30
Penelitian Bulloch dan Tenenbein (2002), yang dilakukan di unit gawat
darurat menggunkan dua skala nyeri yaitu Color Analog Scale (CAS) dan
7 poin Faces Pain Scale (FPS) pada 60 anak dengan rata-rata usia 3-9
tahun. Kedua alat tersebut ternyata mempunyai korelasi yang baik dan
validitas yang cukup konvergen untuk di gunakan di unit emergensi.
Penelitian Suraseranivongse, et al. (2001), menguji validitas empat skala
nyeri antara Children’s Hospital of Eastern Ontario Pain Scale (CHEOP),
Objective Pain Scale (OPS), Toddler Preschool Postoperative Pain Scale
(TPPPS), dan Face, Legs, Activity, Cry, Consolability (FLACC),
penelitian dilakukan di Thailan dengan 167 anak antara usia 1-5,5 tahun
yang akan dilakukan tindakan pembedahan. Perilaku anak-anak di rekam
sebelum dan setelah operasi, hasil penelitian memnunjukkan dari ke-empat
skala tersebut skala CHEOP lebih valid, reliabel dan praktis digunakan
pada anak dengan prosedural operasi.
Skala penilaian nyeri dan keterangan pasien digunakan untuk menilai
derajat nyeri. Intensitas nyeri harus dinilai sedini mungkin selama pasien
dapat berkomunikasi dan menunjukkan ekspresi nyeri yang dirasakan. Ada
beberapa skala penilaian nyeri pada pasien sekarang ini (McLean et al.,
2005; Petersen et al., 2009; McCaffrey & Pasero, 2010).
a. Wong-Baker Faces Pain Rating Scale
Skala dengan enam gambar wajah dengan ekspresi yang berbeda,
dimulai dari senyuman sampai menangis karena kesakitan. Skala ini
berguna pada pasien dengan gangguan komunikasi, seperti anak-anak,
orang tua, pasien yang kebingungan atau pada pasien yang tidak
mengerti dengan bahasa lokal setempat.
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
31
Gambar 2.2. Wong Baker Faces Pain Rating Scale
b. Verbal Rating Scale (VRS)
Pasien ditanyakan tentang derajat nyeri yang dirasakan berdasarkan
skala lima poin ; tidak nyeri, ringan, sedang, berat dan sangat berat.
Gambar 2.3. Verbal Rating Scale
c. Numerical Rating Scale (NRS)
Pertama sekali dikemukakan oleh Downie dkk pada tahun 1978,
dimana pasien ditanyakan tentang derajat nyeri yang dirasakan dengan
menunjukkan angka 0 – 5 atau 0 – 10, dimana angka 0 menunjukkan
tidak ada nyeri dan angka 5 atau 10 menunjukkan nyeri yang hebat.
Gambar 2.4. Numerical Rating Scale
d. Visual Analogue Scale (VAS)
Verbal Rating Scale terdiri dari beberapa nomor yang menggambarkan
tingkat nyeri pada pasien. Pasien ditanya bagaimana sifat dari nyeri
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
32
yang dirasakannya. Peneliti memilih nomor dari skor tingkat nyeri
tersebut dari apa yang dirasakan pasien. Skor tersebut terdiri dari
empat poin yaitu :
Poin 0 = Tidak ada nyeri atau perasaan tidak enak ketika ditanya
Poin 1 = Nyeri yang ringan yang dilaporkan pasien ketika ditanya
Poin 2 = Nyeri sedang yang dilaporkan pasien ketika ditanya
Poin 3 = Nyeri dihubungkan dengan respon suara, tangan atau lengan
tangan, wajah merintih atau menangis
Keempat poin ini secara luas digunakan oleh klinisi untuk menentukan
tingkat kebenaran dan keandalan. Untuk pasien yang memiliki
gangguan kognitif, skala nyeri verbal ini sulit digunakan.
Visual Analog Scale (VAS) dilihat berupa suatu garis lurus yang
panjangnya biasaya 10 cm (atau 100 mm), dengan penggambaran
verbal pada masing-masing ujungnya, seperti angka 0 (tanpa nyeri)
sampai angka 10 (nyeri terberat). Nilai VAS 0 - <4 = nyeri ringan, 4 <7 = nyeri sedang dan 7-10 = nyeri berat
Gambar 2.5. Visual Analogue Scale
e. Faces, Legs,Activity, Cry, dan Consolability (FLAAC)
Skala ini merupakan skala perilaku yang telah dicoba pada anak usia
3-7 tahun. Setiap kategori (Faces, Legs,Activity, Cry, & Consolability)
diberi nilai 0-2 dan dijumlahkan untuk mendapatkan total 0-10.
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
33
Tabel 2.2. Faces, Legs,Activity, Cry, dan Consolability
Criteria
Face
Legs
Activity
Cry
Score -0
No particular
expression or
smile
Normal position
or relaxed
Lying quietly,
normal position,
moves easily
No cry (awake
or asleep)
Consolability Content, relaxed
Score -1
Occasional grimace
or frown,
withdrawn,
disinterested
Uneasy, restless,
tense
Squimin, shiting
back and forh, tense
Score -2
Freuent to
constant quivering
chin, cleched jaw
Moans or whimpers;
occasional
complaint
Crying steadily,
sreams or sobs,
frequent
complaints
Difficult to
console or comfort
Reassured by
accosional al
touching, hugging or
being talked to,
distractible
Sumber : National Health and Medical Research
massgeneral.org/ painrelief/pcs pain files/app_d_flacc.pdf
Kicking, or legs
draw up
Arched, rigid or
jerkig
Council
http://www2.
f. Children’s Hospital of Eastern Ontario Pain Scale (CHEOPS)
Skala penilaian CEOPS berupa penilaian yang mencakup perilaku
nyeri anak dan keluhan yang rasakan. Skala penilaian CHEOP
digunakan untuk anak usia 1-7 tahun. Di dalam skala ini terdapat
enam kategori dari perilaku nyeri: menangis, ekspresi muka, verbal,
torso, sentuhan, dan kaki. Penilaian skor nyeri diperoleh berdasarkan
hasil penilaian keseluruhan. Skor 4 mengindikasikan awitan nyeri, skor
maksimal nyeri adalah 13.
Tabel 2.3. Children’s Hospital of Eastern Ontario Pain Scale
(CHEOPS)
Item
Cry
Behavioral
No cry
Moaning
Crying
Scream
Definition
1 Child is not crying.
2 Child is moaning or quietly
vocalizing silent cry.
2 Child is crying, but the cry is
gentle or whimpering.
3 Cild is in a full-lunged cry;
sobbing; may be scored
complaint or without complaint.
Score
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
34
Item
Facial
Behavioral
Composed
Grimace
1
2
Smiling
0
Child None
Verbal Other complaints
1
1
Torso
Touch
Legh
Pain complaints
Both complaints
2
2
Positive
0
Neutral
1
Shifting
2
Tense
Shevering
2
2
Upright
2
Restrained
Not touching
2
1
Reach
2
Touch
2
Grab
2
Restrained
Neutral
2
1
Squirm/kicking
2
Drawn up/tensed
2
Standing
Restrained
2
2
Definition
Neutral facial expression
Score only if definite negative
facial expression
score only if definite positive
facial expression
Child not talking
Child complains, but not about
pain, e.g., “I want to see
mommy” of “I am thirsty”
Child complains I about pain.
Child complains about pain and
about other, e.g., “It hurts; I want
my mommy”.
Chid makes any positive
statement or talks about things
without complaint.
Body (not limbs) is at rest; torso
is inactive.
Body is in motion in shifting or
serpentine fashion.
Body is arcehed or rigid.
Body is shuddering or shaking
involuntarily.
Child is a vertical or upright
position.
Body s restrained.
Child is not touching or grabbing
at wound.
Child is reaching for but not
touching wound.
Child is gently touching wound
or wound area.
Child is grabbing vigorously at
wound.
Child’s arms are restrained.
Legh may be in any position but
are relaxed; include gentle
swinning or separate-like
movements.
Definitive uneasy or restless
movement in the legh/or striking
out with foot or feet.
Legs tensed and/or pulled up
tightyly to body kept there.
Standing, crouching or kneeling.
Child’s legs are being held down.
Score
Sumber : McGrath, P.J., Johnson, G., Goodman, J.T., et al, CHEOPS: A behavioral
scale for rating postoperative pain in children. In Field, H.L., et al (editors) Advances
in pian Resesrcn and Therapy, 9, New York, Raven Press.
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
35
2.2.
Penggunaan Madu Dalam Penanganan Nyeri Pada Anak
2.2.2. Pengertian Madu
Madu merupakan cairan alami yang umumnya mempunyai rasa manis,
dihasilkan oleh lebah madu dari sari bunga tanaman (floral nectar) atau
bagian lain dari tanaman (extra floral nectar) atau ekskresi serangga (SNI,
2004). Madu merupakan zat pemanis alami yang diproduksi oleh lebah
madu dari nektar tanaman atau sekresi bagian lain dari tanaman atau
ekskresi dari insekta pengisap tanaman, yang dikumpulkan, diubah dan
dikombinasikan dengan zat tertentu dari lebah kemudian ditempatkan,
dikeringkan, lalu disimpan di dalam sarang hingga matang (Hamad, 2004;
Akanmu et al., 2011; Cornelia & Chis, 2011).
2.2.3. Komposisi Kimia dan Biologis Madu
Menurut hasil pengkajian dari para ahli, lebih dari 181 macam senyawa
atau unsur dan zat nutrisi yang ada, terkandung di dalam madu alami. Jenis
gula atau karbohidrat yang terdapat di dalam madu alami yakni fruktosa,
yang memiliki kadar yang tertinggi, yaitu sedikitnya bisa mencapai 38,5
gram per 100 gram madu alami. Sementara untuk kadar glukosa, maltosa,
dan sukrosanya rendah. Fruktosa atau yang sering disebut Levulosa
merupakan gula murni atau alami yang berasal dari saripati buah-buahan.
(Goenarwo et al., 2011; Scheiner et al., 2002; Akanmu et al., 2011).
Komposisi kimia madu hasil ekstraksi terdiri dari air (17,10%), fruktosa
(38,50%), glukosa (31%), maltosa (7,20%), sukrosa (1,31%), asam
organik (0,57%), protein (0,7%), dan abu (0,17%). Komposisi kimiawi
utama dalam madu total karbohidrat (78,90 g), kadar air (78,00 g), protein
(1,20 g), lemak (0 g), serat kasar (0 g), abu (0,20 g), kalori (295,00 kal),
kalsium (2 mg), posfor (12 mg), zat besi ( 0,8 mg%), natrium (10 mg),
thiamin (0,1 mg), flavonoid (0,02 mg), dan niacin (0,02 mg) (Alzubier &
Okechukwu, 2011; Suarez et al., 2010).
Madu mengandung monosakarida yang mudah diserap dalam usus tanpa
membutuhkan proses pemecahan yaitu fruktosa (38%) dan glukosa (31%).
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
36
Madu juga mengandung berbagai mineral seperti Ca, Na, K, Mg, Fe, Cl, P,
S, garam Iodium, dan asam organik (asam malat, tartrat, sitrat, laktat,
oksalat) (Purabaya, 2002). Selain itu, madu juga mengandung berbagai
macam enzim (amylase, diastase, investase, katalase, peroksidase, lipase)
yang memperlancar reaksi kimia berbagai metabolisme di dalam tubuh,
serta mengandung flavonoid yaitu pinocrembin (Puspitasari, 2007;
Truchado et al., 2009; Alzubier & Okechukwu, 2011).
Madu mengandung beberapa senyawa organik yang telah terindetifikasi
antara lain seperti polyphenol, flavoid, dan glikosida. Selain itu didalam
madu juga terdapat berbagai jenis enzim, antara lain enzim glukosa
oksidase dan enzim invertase yang dapat membantu proses pengolahan
sukrosa untuk diubah menjadi glukosa dan fruktosa yang kedunya mudah
diserap dan dicerna oleh tubuh. Madu mengandung berbagai macam
enzim, salah satunya adalah enzim katalase yang mampu memberikan efek
pemulihan. Selain itu madu mengandung enzim amilase, enzim lipase, dan
minyak volatil, seperti hidroksi metal furfural. Madu memiliki kandungan
antibiotika sebagai antibakteri pada luka dan mengandung dekstrosa, lilin,
gen pembiakan, dan asam formik (Puspitasari, 2007).
Komponen tambahan yang terkandung didalam madu seperti lisozim,
asam fenolik dan flavonoid juga terdapat dalam madu yang berfungsi
sebagai antioksidan dan anti radang. Kandungan flavonoid diduga
menghambat produksi cyclooxygenase, sehingga dapat digunakan untuk
menghilangkan rasa nyeri (Almada, 2000; Goenarwo, 2003).
2.2.4. Jenis-jenis Madu
Jenis-jenis madu beraneka ragam tergantung nektar tanamannya. Beberapa
jenis madu di Indonesia antara lain madu kapuk, karet, kopi, klengkeng,
sonokeling, durian, rambutan, apel, jambu air, mangga, kaliandra,
multiflora, hutan, jambu mente, mahoni, bunga matahari dan madu royal
jelly. Jenis-jenis madu lain yang terdapat di negara sub tropis menurut
Puspitasari (2007) antara lain; alfalfa, aster, athel, bamboo, basswood,
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
37
bergamot, blackberry, bluberry, blue curls, bluevine, boneset, buckwheat,
cantaloupe, cape vine, coralvine, cranberry, galiberry, goldenrod, holly,
horsemint, locust, manzanita, marigold, mesquite, mountain laurel,
mustard, palmatto dan pepperbush. Setiap madu mempunyai karakteristik
yang berbeda baik berdasarkan komposisi, rasa maupun penampilan fisik.
Jenis madu dibagi menjadi tiga macam yaitu, a) Madu flora yaitu madu
yang dihasilkan dari nektar bunga, b) Madu ekstra flora yaitu madu yang
dihasilkan dari nektar yang terdapat diluar bunga yaitu berasal dari bagian
tanaman yang lain seperti daun, cabang atau batang tanaman, c) Madu
embun yaitu madu yang dihasilkan dari cairan suksesi serangga yang
kemudian eksudatnya diletakkan pada bagian-bagian tanaman, cairan ini
kemudian dihisap dan dikumpulkan oleh lebah madu (Puspitasari, 2007).
Di Indonesia jenis madu yang dipasarkan sering diberi nama menurut
daerah asalnya, misalnya madu Sumbawa, madu Kalimantan, dan Madu
Sulawesi.
Kualitas madu ditentukan oleh waktu pemanenan madu, kadar air, warna
madu, rasa dan aroma madu. Madu yang memiliki kandungan enzim
diastase sebagai salah satu acuan yang digunakan Sandar Nasional
Indonesia (SNI) untuk menentukan madu tersebut asli atau tidak, karena
enzim diastase hanya dihasilkan dari kelenjar ludah lebah (Hamad, 2004;
Puspitasari, 2007).
Jenis madu yang sering digunakan pada beberapa pengobatan adalah madu
PERUM PERHUTANI ber-Standar Nasional Indonesia (SNI) atau disebut
sebagai madu perhutani. Penelitian yang dilakukan oleh Nurhidayah,
(2011) tentang pengaruh madu dalam perawan oral care terhadap pasien
anak mukolitis akibat mukolitis pada anak menggunakan madu PERUM
PERHUTANI. Madu yang digunakan adalah jenis madu hutan multiflora
dan telah diuji kualitasnya oleh Pusat Perlebahan Nasional Perhutani
(PPNP). Berikut ini kandungan gizi madu perhutani :
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
38
Tabel 2.4. Kandungan gizi madu perhutani
Parameter
Kalori
Lemak
Asam lemak jenuh
Kolesterol
Total Karbohidrat
Serat makanan
Protein
Kalsium (Ca)
Natrium (Na)
Besi (Fe)
Kalium (K)
Vitamin A
Vitamin C
Satuan
Kal/100 gram
%
%
mg/100 gram
%
%
%
mg/100 gram
mg/100 gram
mg/100 gram
mg/100 gram
UI/100 gran
mg/100 gram
Hasil
320
0
0
<0
79,3
0,73
0,63
9,84
12,8
0,63
102
< 0,5
3,52
Sumber : Pusat Perlebahan Nasional Perum Perhutani 2008
2.2.5. Efek Terapeutik Madu
Madu merupakan bahan makanan yang mengandung nilai gizi tinggi
tinggi mengandung banyak komponen gula sederhana (monosakarida dan
disakarida) dan gula rantai panjang (polisakarida), selain itu madu
mengandung enzim untuk mencerna gula, vitamin, mineral dan lain-lain
(Bognadov et al., 2008).
Penelitian yang dilakukan oleh Alzubier dan Okechukwu (2011)
menyebutkan
madu
memiliki
efek
terapeutik
anti-inflammatory,
antipyretic, dan analgesic. Penelitian dilakukan pada tikus dengan
disuntikkan asam asetat pada peritoneum tikus dengan sebelumnya dikasih
madu per oral, hasil menunjukkan pemberian madu mengurangi ambang
nociception dan mengurangi rangsang
saraf terminal dari serat
nociceptive.
Suarez et al., (2010), menyebutkan madu asli 100% murni mengandung
zat antibiotik yang dapat menyembuhkan penyakit dari berbagai patogen
penyebab penyakit. Terdapat empat faktor yang mempengaruhi aktivitas
antibakteri pada madu asli 100% murni; pertama, kadar gula madu yang
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
39
tinggi akan menghalang pertumbuhan bakteri sehingga bakteri tersebut
tidak dapat hidup dan berkembang. kedua, tingkat kemanisan madu yang
tinggi (pH 3.65) akan mengurangi pertumbuhan dan daya hidupnya
sehingga bakteri tersebut mati,
ketiga, adanya pertumbuhan radikal
hidrogen peroksida yang bersifat membunuh mikroorganisme patogen,
dan keempat adanya senyawa organik yang bersifat antibakteri antara lain
seperti polyphenol, flavonoid, dan glikosida.
2.3. Pengaruh Madu Terhadap Penurunan Respon Nyeri
Madu mengandung berbagai mineral seperti Ca, Na, K, Mg, Fe, Cl, P, S,
garam Iodium, dan asam organik (asam malat, tartrat, sitrat, laktat, oksalat)
(Purabaya, 2002). Selain itu, madu juga mengandung berbagai macam
enzim (amylase, diastase, investase, katalase peroksidase, lipase) yang
memperlancar reaksi kimia berbagai metabolisme di dalam tubuh, serta
mengandung flavonoid yaitu pinocrembin yang memiliki efek anti nyeri.
Puspitasari
(2007)
dalam
penelitiannya
menyebutkan
madu
dapat
memberikan efek analgesik. Flavonoid dalam madu dapat menghambat
produksi cyclooxygenase, sehingga dapat digunakan untuk menghilangkan
nyeri.
Geonarwo, Chodidjah, dan Susanto (2011) melakukan eksperimental dengan
pendekatan post test only control group design. Penelitian dilakukan dengan
menggunakan hewan uji tikus putih jantan galur wistar 25 ekor, dibagi
dalam 5 kelompok secara random, kelompok I (kontrol negatif) diberi
aquadest, kelompok II diberi madu 25%, kelompok III diberi madu 50%,
kelompok IV diberi madu 100% dan kelompok V (kontrol positif) diberi
parasetamol 4,5 mg/kgBB. Setelah 5 menit semua kelompok disuntik
dengan asam asetat 1% (0,1 ml) intra peritoneum, kemudian dihitung jumlah
geliat setiap 5 menit selama 1 jam. Hasil penelitian menunjukkan madu
dengan konsentrasi madu 50% memiliki efek analgetik yang meningkat,
sedangkan madu dengan konsentrasi 25% dan 100% menunjukkan efek
analgetik yang menurun.
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
40
2.4. Teori Keperawatan “Comfort” Katharine C. Kolcaba
2.4.1. Konsep Umum Teori “Comfort” Katharine C. Kolcaba
Kolcaba mendefinisikan salah satu intervensi perawatan kesehatan sebagai
kebutuhan tentang kenyamanan, peningkatan dari kondisi penuh tekanan
dalam situasi perawatan kesehatan, yang tidak dapat ditemui pada
penerima pelayanan tradisional. Kebutuhan ini meliputi kebutuhan fisik,
psikospiritual, sosial dan kebutuhan lingkungan yang memfasilitasinya
seperti alat monitor dan laporan verbal atau non verbal, kebutuhan yang
berhubungan dengan ukuran secara patofisiologi, kebutuhan pendidikan
dan dukungan, dan kebutuhan akan konseling financial dan intervensi
(Tomey & Alligood, 2006).
Kolcaba (2003), menilai kenyaman dengan membuat struktur taksonomi
yang bersumber pada tiga tipe kenyamanan yaitu reliefe, ease, dan
transcendence. Kolcaba mengaitkan ketiga tipe kenyamanan tersebut
dengan
empat
pengalaman
kenyaman
yaitu
fisik,
psikospiritual,
lingkungan, dan sosial. Relief yaitu status ketidaknyamanan yang dimiliki
menjadi berkurang atau status terpenuhinya kebutuhan kenyaman spesifik.
Ease adalah tidak adanya ketidaknyamanan spesifik. Sedangkan
transcendence yaitu kemampuan untuk bangkit diatas ketidaknyamanan
ketika ketidaknyamanan yang ada tidak dapat dihindari atau dihilangkan.
Empat konsep sentral dalam paradigma keperawatan yaitu manusia atau
pasien, kesehatan, lingkungan dan keperawatan. Teori kenyamanan
memandang keperawatan adalah pengkajian yang inten tentang kebutuhan
kenyamanan untuk mengatasi kebutuhan tersebut, dan menilai kembali
kenyamanan pasien setelah pelaksanaan tindakan kenyamanan kemudian
dibandingkan denan keadaan sebelumnya. Manusia atau pasien adalah
individu atau keluarga yang membutuhkan perawatan kesehatan.
Lingkungan adalah pengaruh eksternal yang dapat dimanipulasi untuk
meningkatkan kenyamanan. Kesehatan adalah fungsi optimal dari
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
41
komunitas, pasien, keluarga yang dapat dicapai dengan memperhatikan
kebutuhan kenyamanan.
Konsep teori kenyamanan adalah kebutuhan kenyaman, intervensi
keyamanan (comfort care), intervening variables, peningkatan kenyaman,
healt seeking behavior (HSBs) dan intergritas institusional. Seluruh
konsep tersebut terkait dengan pasien dan keluarga. Comfort atau
kenyamanan adalah pengalaman langsung yang diperkuat dengan
kebutuhan relief, ease, dan trascendece terkait dengan empat pengalaman
yaitu fisikal psikospiritual, lingkungan dan sosiokultural (Kolcaba, 2003).
Comfort care adalah filosofi perawatan kesehatan yang berdasarkan fisik,
psikospiritual, sosiokultural, dan lingkungan yang nyaman bagi pasien.
Comfort care mempunyai 3 komponen yaitu intervensi yang sesuai dan
tepat waktu, model keperawatan yang perhatian adan empati, berfokus
pada kenyaman pasien. Comfort measures adalah intervensi yang sengaja
dirancang untuk meningkatkan kenyamanan pasien atau keluarga. Comfort
needs adalah kebutuhan akan rasa nyaman relief, ease, dan transcenden
dalam
konteks
pengalaman
manusia
secara
fisik,
psikospiritual,
sosiokultural dan lingkungan. HSBs adalah perilaku pasien atau keluarga
yang terlibat secara sadar atau tidak sadar, menggerakkan mereka ke arah
kesejahteraan. HSBs dapat ekternal, internal atau kematian yang damai.
Integritas institusional adalah kondisi sarana perawatan kesehatan yang
menyeluruh, jujur, professional dan beretika. Intervening variabel adalah
faktor positif taupun negatif yang sedikit sekali dapat dikontrol oleh
perawat atau institusi tetapi berpengaruh langsung kesuksesan rencana
intervensi kenyamanan (Kolcaba & DiMarco, 2005; Kolcaba, 2003).
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
42
Sumber : Kolcaba 2003
Gambar 2.6. Kerangka konseptual teori kenyamanan
Kerangka konsep diatas mejelaskan proposition adalah pernyataan yang
menghubungkan antar konsep. Berikut ini adalah proposition teori
kenyamanan; 1) perawat mengidentifikasi kebutuhan kenyamanan pasien
dan anggota keluarga, khususnya kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi
oleh suppor system eksternal, 2) perawat menyusun rencana keperawatan
untuk memenuhi kebutuhan kenyamanan, 3) intervening variables
diperhitungkan dalammerancang intervensi, 4) intervensi yan efektif dan
dilakukan dengan penuh caring yang hasilnya akan langsung terlihat
sebagai pengingkatan rasa nyaman. Intervensi ini disebut comfort
measures. Sedangkan comfort care akan mengkaitkan semua komponen,
5) pasien dan perawat sepakat tentang HSBs yang diinginkan, 6) bila
kenyamanan tercapai, pasien dan anggota keluarga terikat oleh HSBs yang
akan meningkatkan kenyamanan lebih lanjut, 7) bila pasien dan keluarga
telah memiliki HSBs yang kuat sebagai hasil dari comfort care, perawat
dan keluarga akan lebih puas dengan pelayanan kesehatan, dan 8) bila
perawat dengan pelayanan puas terhadap institusi pelayanan, masyarakat
akan mengetahui kontribusi institusi tersebut terhadap program kesehatan
pemerintah. Institusi menjadi lebih baik terpandang dan berkembang
(Kolcaba, 2003).
2.4.2. Aplikasi comfort theory pada keperawatan anak
Comfort theory diterapkan dalam beberapa kondisi pasien seperti pasien
penderia kanker payudara stadium awal, pasien dengan kondisi
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
43
inkontinensia urin, pada perawatan peri dan intra operatif, unit luka bakar,
kondisi individu dengan keterbelakang mental dan keperawatan pada bayi
baru lahir (Kolcaba & DiMarco). Kolcaba menyatakan teori kenyamanan
meliputi tiga alasan logis yang terdiri dari induction, deduction, dan
retroduction, lebih jelas dapat dilihat pada kerangka konsep Kolcaba 2. 2
berikut ini :
Skema 2.1 Aplikasi Comfort Theory pada Keperawatan Anak
Sumber: Kolcba & DiMarco (2005)
Skema di atas menggambarkan hubungan antara konsep-konsep penting
dalam teori comfort. Baris 1 menggambarkan konsep teori secara umum
dan merupakan tingkat tertinggi yang bersifat abstrak dan setiap baris
berikutnya lebih bersifat konkret. Baris 2 adalah tingkat praktik comfort
pada kasus perawatan anak. Baris 3 adalah cara dimana masing-masing
konsep dilaksanakan.
Aplikasi comfort theory dalam penanganan nyeri akibat tindakan invasif
pengambilan darah pada anak dapat diuraikan bahwa aspek health care
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
44
need yaitu anak memiliki kebutuhan rasa nyaman selama prosedur invasif
dilakukan. Aspek nursing intervention yaitu pemberian intervensi non
farmakologis berupa pemberian madu yang merupakan bagian intervensi
keperawatan
untuk
memenuhi
kebutuhan
rasa
nyaman.
Tahap
perkembangan dan kehadiran orang tua merupakan interventing variabel
yang perlu diperhatikan dalam upaya untuk mencapai rasa nyaman pada
semua aspek (kenyamanan fisik, psikospiritual, sosiokultural, dan
lingkungan). Pemenuhan rasa nyaman yang adekuat pada semua aspek
dengan tingkat relief hingga transcendence akan mendorong pada
penentuan intervensi berikutnya, penurunan kebutuhan akan tindakan
medis yang lain dan peningkatan kepuasan anak dan keluarga. Hal tersebut
merupakan keluaran yang positif yang membawa manfaat besar baik
rumah sakit. Dengan demikian pemenuhan rasa nyaman yang optimal pada
anak akan disesuaikan dengan karakteristik tumbuh kembang akan
membawa manfaat bagi anak, keluarga dan rumah sakit. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada skema 2.2 dibawah ini.
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
45
Jalur 1
Health care
need
+
Nursing
Interventions
+
Atraumatic
Care
+
Intervening
variables
Enhanced
Comfort
Health
seeking
behaviour
Institusional
itnegrity
Internal,
eksternal,
meninggal
dengan
tenang
Kepuasan
keluarga,
segera diatasi,
tindakan
medis
berkurang
Percaya
denga
perawat,
anak
tidak
menangis
saat
tindakan,
dan tidak
merasa
nyeri
LOS
minimal,
analgetik
kurang,
keluarga puas
dengan
pelayanan RS
Jalur 2
Kebutuhan
rasa nyaman
bagi anak
dan keluarga
+
Usia, jenis
kelamin,
pengalaman
nyeri
sebelumnya,
lingkungan
dan
dukungan
orang
terdekat
Rasa nyaman
fisik,
psikospiritual
sosokulturall,
lingkungan
Mencatat
usia, jenis
kelamin
anak
dan
kehadiran
keluarga
Rasa nyeri
diukur
dengan
checklist
CHEOPS
Jalur 3
Tidak nyeri,
tidak
menimbulkan trauma
saat anak
masuk RS
Prosedur
tetap dalam
perawatan
pengambilan
darah dengan
memberikan
madu sebelum
diberikan
intervensi
invasif
Skema 2.2. Aplikasi Comfort Theory dalam Tindakan Pemberian Madu
2.5. Konsep Anak
2.5.1. Pengertian Anak
Anak adalah seseorang yang belum berusia delapan belas (18) tahun,
termasuk
anak
yang
masih
dalam
kandungan
(Undang-undang
Perlindungan Anak No. 23 pasal 1 tahun 2003). Dalam keperawatan anak
yang dimaksud anak adalah seseorang yang berusia kurang dari delapan
belas tahun, anak berada pada masa tumbuh kembang dengan kebutuhan
khusus baik kebutuhan fisik, psikologis, sosial dan spiritual.
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
46
2.5.2. Kelompok anak Berdasarkan Fase Perkembangan
Pada anak terdapat rentang perubahan pertumbuhan dan perkembangan
yaitu rentang cepat dan lambat. Dalam proses perkembangan anak
memiliki ciri fisik, kognitif, konsep diri, pola koping dan perilaku sosial
(Supartini, 2004). Fase perkembangan anak terdiri dari fase prenatal, fase
neonatal, fase infant, fase toddler, fase prasekolah, fase sekolah dan fase
remaja. Fase prenatal mencakup masa kehamilan sampai anak dilahirkan.
Fase neonatal merupakan masa saat bayi lahir sampai usia 28 hari. Fase
infant adalah fase saat bayi berusia 1 bulan sampai 12 bulan. Fase toddler
merupakan saat anak berusia 1-3 tahun. Setelah fase ini anak memasuki
fase pra sekolah yaitu saat anak memasuki usia 3-6 tahun. Fase sekolah
merupakan fase anak berusia 6 sampai 12 tahun, dan terakhir fase remaja
yaitu saat anak memasuki usia 13-18 tahun (Hockenberry & Wilson,
2007).
Perkembangan usia toddler merupakan kelompok usia antara 1 sampai 3
tahun. Perkembangan biologis anak usia toddler mengalami fase toilet
training dan perkembangan motorik merupakan proses tumbuh kembang
sistem gerak seorang anak setiap gerakan yang dilakukan anak merupakan
sistem interaksi yang kompleks dari berbagai bagian dan sistem dalam
tubuh yang dikontrol oleh otak. Ditinaju dari kemampuan berbahasa anak
usia toddler secara umum mengalami kesulitan dalam pengucapan dalam
menyampaikan suatu keinginan. Ditinjau dari perkembangan sosial belum
memiliki toleransi yang lebih baik dalam hal perpisahan dengan orang tua.
Repon anak toddler terhadap nyeri, respon tubuh terlokalisasi secara
sengaja menarik diri dari area yang terstimulis, menangis keras, ekspresi
wajah menunjukan nyeri, mendorong stimulus menjauh setelah terjadi
nyeri (Hokenberry & Wilson, 2007).
Perkembangan usia prasekolah merupakan kelompok usia antara 3 sampai
5 tahun. Perkembangan biologis anak usia prasekolah ditandai dengan
kematangan sistem organ dan penyempurnaan perilaku motorik halus dan
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
47
kasar. Ditinjuau dari perkembangan sosial anak usia prasekolah, kelompok
usia ini memiliki toleransi yang lebih baik dalam hal perpisahan dengan
orang tua dibandingkan usia toddler. Anak usia ini dapat berhubungan
secara mudah dengan orang asing dan toleran terhadap perpisahan dengan
orang tua hanya sedikit atau tanpa protes. Namun demikian mereka masih
membutuhkan pengamanan dari orang tua, jaminan, bimbingan dan
persetujuan, terutama ketika memasuki usia sekolah. Perpisahan yang
panjang dengan orang tua merupakan hal yang sulit bagi anak usia
prasekolah, akan tetapi mereka dapat berespon dengan baik terhadap bila
ada perpisahan dan penjelasan yang konkrit, misalnya perpisahan yang
disebabkan oleh penyakit dan Hospitalisasi (Hokenberry & Wilson, 2007).
Terkait dengan respon nyeri yang disebabkan oleh prosedur invasif yang
menyakitkan bagi anak tergantung pada usia anak, tingkat perkembangan
anak, dan faktor situasi lainnya. Usia toddler masih belum mampu
menggambarkan dengan spesifik nyeri yang dirasakan karena keterbatasan
kosakata dan pengalaman nyeri, sedangkan pada usia prasekolah dalam
berespon terhadap nyeri diantaranya dengan menanis keras atau berteriak,
memukul tangan atau kaki, mendorong hal yang menyebabkan nyeri,
meminta untuk mengakhiri tindakan yang menyebabkan nyeri, menempel
dan memegang orang tua, membutuhakan dukungan emosi seperti pelukan
dan memberikan antisipasi secara aktual (Hockenbarry & Wilson, 2007).
2.6. Atraumatic care
2.6.1. Pengertian Atraumatic care
Atraumatic care adalah suatu tindakan perawatan terapeutik yang
dilakukan oleh seseorang dengan menggunakan intervensi melalui cara
mengeliminasi atau meminimalisasi stress psikologi dan fisik yang dialami
oleh anak dan keluarganya dalam sistem pelayanan kesehatan (Supartini,
2004). Wong dan Hockenberry (2003) menyebutkan bahwa atraumatic
care berhubungan dengan siapa, apa, kapan, dimana, mengapa, bagaimana
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
48
dari setiap prosedur tindakan yang ditujukan pada anak bertujuan untuk
mencegah atau mengurangi stres psikologi dan fisik.
Azis (2005), mengatakan untuk mencapai perawatan tersebut beberapa
prinsip yang dapat dilakukan perawat antara lain, menurunkan atau
mencegah dampak perpisahan dari keluarga, meningkatkan kemampuan
orangtua dalam mengontrol perawatan anak, mencegah atau mengurangi
cedera (injury) dan nyeri (dampak psikologis), tidak melakukan kekerasan
pada anak, dan modifikasi lingkungan fisik.
Wong dan Hockenberry (2003) menyebutkan tujuan mencapai perawatan
atraumatic care adalah jangan menyakiti. Terdapat tiga prinsip kerangka
kerja untuk mencapai tujuan tersebut, yaitu, mencegah atau meminimalkan
perpisahan anak dari orangtua, meningkatkan kontrol diri, mencegah atau
meminimalkan
cedera
tubuh. Contoh
dari
peningkatan
tindakan
atraumatic care menyangkut mengorganisir hubungan orangtua dengan
anak selama perawatan, persiapan anak sebelum tindakan atau prosedur
yang tidak menyenangkan, mengontrol rasa nyeri, mengijinkan privasi
anak, alihkan dengan bermain untuk menghindarkan rasa takut. Karena
anak stress dan gelisah serta tidak tenang berada di rumah sakit tanpa
orangtua di sampingnya, orangtua pun merasa semakin stress. Stress
psikologi pada orangtua dapat berupa perhatian terhadap nasib anak
mereka, lamanya tinggal di rumah sakit, ketidak mampuan berkomunikasi
secara efektif dengan profesional kesehatan, dan tidak adekuatnya
pengetahuan dan pemahaman tentang situasi kondisi penyakit (Zempsky,
& Cravero, 2004; Sparks et al., 2007).
American Pain Society (2000) menyebutkan kondisi nyeri terdapat lima
tanda vital yang harus diperhatin. Kondisi tersebut menjadi perhatian dan
tanggung jawab dari seorang perawat kesehatan profesional.
Terkait
dangan hal tersebut nyeri akan berhubungan dengan peningkatan tandatanda vital sehingga prinsip dari tindakan perawatan nyeri adalah
memeriksa tanda-tanda vital pasien setiap saat, misalnya nadi, tekanan
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
49
darah, suhu, dan pernafasan (Soyer et al., 2009; Manchikanti et al., 2010).
Karena nyeri berhubungan dengan sensori dan emosional, maka
digunakanlah strategi penilaian kualitatif dan kuantitatif. Istilah yang
digunakan untuk menanyakan nyeri pada anak dengan menggunakan
pertanyaan, seperti menanyakan anak, gunakan skala nyeri, evaluasi
perubahan psikologi dan tingkah laku, libatkan orangtua, cari penyebab
nyeri, dan ambil tindakan dan evaluasi hasil nyeri (Wong & Hockenberry,
2003).
2.6.2. Prinsip Atraumatic care
Prinsip utama dari pelayanan yang tidak menimbulkan trauma (atraumatic
care) pada anak adalah bahwa tidak ada yang tersakiti. Prinsip yang
dilaksanakan untuk mencapai tujuan tersebut adalah mencegah dan
meminimalkan perpisahan anak dengan keluarganya, meningkatkan
kontrol diri anak, dan mencegah terjadinya nyeri serta cedera tubuh
(Hockenberry & Wilson, 2007) :
a. Menurunkan atau mencegah dampak perpisahan dari keluarga
Dampak perpisahan dari keluarga akan menyebabkan kecemasan pada
anak
sehingga
menghambat
proses
penyembuhan
dan
dapat
mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak.
b. Meningkatkan kemampuan orang tua dalam mengontrol perawatan
pada anak. Kemampuan orang tua dalam mengontrol perawatan pada
anak dapat meningkatkan kemandirian anak dan anak akan bersikap
waspada dalam segala hal.
c. Mencegah atau mengurangi cedera (injuri) dan nyeri (dampak
psikologis). Proses pengurangan rasa nyeri sering tidak bisa
dihilangkan secara cepat akan tetapi dapat dikurangi melalui berbagai
tenik misalnya distraksi, relaksasi dan imaginary. Apabila tindakan
pencegahan tidak dilakukan maka cedera dan nyeri akan berlangsung
lama pada anak sehingga dapat mengganggu pertumbuhan dan
perkembangan anak.
d. Tidak melakukan kekerasan pada anak. Kekerasan pada anak akan
menimbulkan gangguan psikologis yang sangat berarti dalam
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
50
kehidupan anak, yang dapat menghambat proses kematangan dan
tumbuh kembang anak.
e. Modifikasi lingkungan. Melalui modifikasi lingkungan yang bernuansa
anak dapat meningkatkan keceriaan dan nyaman bagi lingkungan anak
sehingga anak selalu berkembang dan merasa nyaman dilingkungan.
2.7. Kerangka Teori
Dari uraian diatas maka peneliti mencoba menggambarkan kerangka konsep
teori yang dapat mempengaruhi terjadinya nyeri. Adapaun kerangka teori
dalam penelitian ini seperti pada skema 2.3. berikut :
Skema 2.3. Kerangka Teori
Faktor yang
mempengaruhi
nyeri:
- Usia
- Jenis kelamin
- Pengalaman
nyeri
sebelumnya
- Lingkungan dan
dukungan orang
terdekat
Anak sakit
Dibawa ke unit
Gawat Darurat
Tindakan invasif
pengambilan
darah
Nyeri saat
prosedur
Comfort Theory:
- Relief
- Ease
- Transcendence
Pengukuran Nyeri
CHEOPS
Atraumatic Care
Pemberian madu
per-oral
Tidak Nyeri
Kebutuhan nyaman
anak terpenuhi
Dikutip dari: Kolcaba & DiMarco (2005), Tommey & Alligood (2006)
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
BAB 3
KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS
DAN DEFINISI OPERASIONAL PENELITIAN
Pada bab ini akan dijelaskan kerangka konsep penelitian, hipotesis penelitian, dan
definisi operasional. Kerangka konsep penelitian diperlukan sebagai landasan
berpikir dalam melaksanakan suatu penelitian yang dikembangkan dari tinjauan
teori yang telah dibahas sebelumnya,
sehingga mudah dipahami dan dapat
menjadi acuan peneliti. Gambaran mengenai variabel-variabel yang akan diteliti
dapat diperoleh melalui kerangka konsep. Hipotesis penelitian merupakan
pernyataan sementara yang akan diuji kebenarannya yang dinyatakan dalam
hipotesis alternatif, sebagai suatu petunjuk dalam mengidentifikasi dan
menginterpretasi suatu hasil. Definisi operasional adalah definisi berdasarkan
karakteristik yang diamati dari variabel yang diteliti untuk memperjelas maksud
dari suatu penelitian yang dilakukan.
3.1. Kerangka Konsep Penelitian
Kerangka konseptual merupakan kerangka hubungan antara konsep-konsep
yang ingin diamati atau diukur ketika penelitian dilakukan. Kerangka konsep
menggambarkan ada tidaknya pengaruh pemberian madu terhadap penurunan
skor nyeri pada anak saat dilakukan tindakan pengambilan darah di ruang
unit gawat darurat. Kerangka konnsep penelitian ini menjelaskan tentang
variabel-variabel yang dapat diukur dalam penelitian ini. Variabel-variabel
tersebut adalah sebagai berikut :
3.1.1. Varibel Terikat (dependent variabel)
Variabel terikat (dependent) adalah variabel yang berubah akibat
perubahan variabel bebas (independent) (Sastroasmoro & Ismael, 2011).
Variabel terikat (dependent) penelitian ini yaitu skor nyeri pada anak.
3.1.2. Varibel Bebas (independent)
Variabel bebas (independent) adalah variabel yang bila ia berubah akan
mengakibatkan perubahan variabel lain (Sastroasmoro & Ismael, 2011).
Variabel bebas (independent) dalam penelitian ini tindakan pemberian
51
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
52
madu pada anak yang dilakukan tindakan invasif pengambilan darah dan
kelompok kontrol mendapatkan intervensi pemberian placebo (air
matang). Variabel bebas
(independent) akan mempengaruhi variabel
terikat (dependent).
3.1.3. Variabel Perancu (confounding)
Variabel perancu (confounding) adalah jenis variabel yang berhubungan
dengan variabel bebas (independent) dan variabel terikat (dependent),
tetapi bukan merupakan variabel antara (Sastroasmoro & Ismael, 2011).
Identifikasi variabel confounding penting agar peneliti tidak salah dalam
melakukan pengambilan keputusan. Beberapa faktor yang termasuk
variabel confounding dalam penelitian ini adalah usia, jenis kelamin,
pengalaman nyeri sebelumnya, pendampingan orang tua.
Hubungan antar variabel dalam penelitian ini dapat dilihat pada skema 3.1
berikut ini
Skema 3.1. Kerangka Konsep Penelitian
Variabel bebas
Variabel terikat
Kelompok Intervensi:
Mendapatkan
intervensi madu
Kelompok kontrol:
Mendapatkan
intervensi placebo
(air matang)
Skor nyeri
Variabel perancu:
a. Usia
b. Jenis kelamin
c. Pengalaman nyeri
sebelumnya
d. Pendampingan orang
tua
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
53
3.2.Hipotesis
Hipotesis adalah pernyataan sebagai jawaban sementara atas pertanyaan
penelitian yang harus diuji validitasnya secara empiris (Sastroasmoro &
Ismael, 2011). Hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
3.2.1. Hipotesis Mayor
Pemberian madu berpengaruh terhadap penurunan skor nyeri pada anak
yang dilakukan tindakan invasif pengambilan darah di ruang unit gawat
darurat.
3.2.2. Hipotesis Minor
a. Ada perbedaan rerata skor nyeri pada kelompok intervensi dengan
kelompok kontrol.
b. Ada perbedaan rerata skor nyeri antara kelompok intervensi dan
kelompok kontrol berdasarkan karakteristik anak (usia, jenis kelamin,
pengalaman nyeri sebelumnya, pendampingan orang tua).
3.3.Definisi Operasional
Tabel. 3.1. Definisi Operasional
Variabel
Penelitian
Bebas
Tindakan
pemberian
madu oral
Definisi
Operasional
Cara
ukur
Hasil Ukur
Skala
Tindakan pemberian
madu peroral
Observasi
(chek list)
0 = diberi
placebo
(air putih)
sebelum
pengambil
-an darah
1 = diberi
madu
sebelum
pengambil
-an darah
Nominal
Madu diberikan
2 menit sebelum
intervensi
pengambilan darah
Jika pengambilan
darah tidak berhasil
prosedur pemberian
madu di ulang
seperti semula
dengan menunggu 5
menit untuk istirahat
terlebih dahulu
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
54
Variabel
Penelitian
Terikat
Skor nyeri
Definisi
Operasional
Madu yang
digunakan dalam
penelitian ini
adalah madu murni
kosentrasi 50%,
dengan Standar
Nasional Indonesia
(SNI) dan diuji
oleh Pusat
Perlebahan
Nasional
Perhutani.
Cara ukur
Hasil Ukur
Skala
Obersevasi
dengan
Children’s
Hospital of
Eastern Ontario
Pain Scale
(CHEOPS)
Nilai skala
nyeri
Berkisar dari
4-13
Interval
Jenis madu
multiflora yang
diproduksi oleh
Perum Perhutani
Skor nyeri yang
dirasakan anak
akibat tindakan
invasif
pengambilan darah
Penilaian
dilakukan setelah
intervensi
pengambilan darah
dengan melihat
hasil rekaman
video
4 = skor
tidak
nyeri
Skala nyeri
13= skor
CHEOPS terdiri
nyeri
dari 6
tertinggi
parameter;
tangisan,
ekspresi wajah,
ekspresi verbal,
posis badan,
sentuhan dan
posisi kaki.
Skor nyeri
berdasarkan
penjumlahan
skor pada setiap
parameter
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
55
Variabel
Penelitian
Perancu
Usia
Definisi
Operasional
Usia responden
dihitung dari
tanggal lahir
sampai dengan
bulan dilakukan
penelitian. Umur
dihitung dalam
tahun
Jenis kelamin Jenis sex : lakilaki dan
perempuan
Pengalaman
Pengalaman anak
sebelumnya
yang pernah
mengalami nyeri
dengan jenis yang
sama
Pendampingan Kehadiran orang
orang tua
tua saat tindakan
invasif
dilaksanakan
Cara ukur
Hasil Ukur
Skala
Kuesioner
0 : 1-3 tahun
(toddlers)
1 : >3-6 tahun
(preschool)
(Hockenberry
& Wilson,
2009)
Nominal
Kuesioner
0 : laki-laki
1 : perempuan
Nominal
Kuesioner
0 : ada riwayat
pengambilan darah
sebelumnya
1 : pertama kali
0 : hadir
1 : tidak hadir
Nominal
Observasi
Nominal
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
56
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan berupa quasi eksperiment dengan jenis
nonequivalent control group, after only design (Dharma, 2011). Penelitian quasi
eksperiment adalah penelitian yang mengujicoba suatu intervensi pada kelompok
subjek dengan kelompok pembanding namun tidak melakukan rendomisasi untuk
memasukkan subjek ke dalam kelompok perlakuan atau kontrol (Polit & Beck,
2008). Desain penelitian yang dipilih jenis nonequivalent control group, after only
design, pemilihan kelompok intervensi dan kelompok kontrol tidak diacak. After
only design karena penelitian ini tidak melakukan pengukuran sebelum intervensi,
pengukuran hanya dilakukan setelah selesai intervensi. Penelitian ini melibatkan
dua kelompok yaitu; kelompok anak yang diberikan madu sebelum tindakan
pengambilan darah sebagai kelompok intervensi dan kelompok anak yang diberi
intervensi placebo (air putih)
sebelum tindakan pengambilan darah sebagai
kelompok kontrol. Pemberian madu dan placebo (air putih) pada kelompok
intrevensi ataupun kelompok kontrol dilakukan oleh peneliti dan asisten peneliti
(perawat ruangan), peneliti dan asisten ahli sebelumnya melakukan inter-observer
reliability
dengan
tujuan
menghasilkan
suatu
skor
kesepakatan
antar
observer/penilai dalam pengukuran suatu instrumen. Pada pelaksanaan penelitian,
perlakuan kelompok intervensi dan kelompok kontrol disamakan yaitu dilakukan
menghitungan denyut nadi lima menit sebelum tindakan dan dua menit kemudian
diberikan madu untuk kelompok intervensi dan placebo untuk kelompok kontrol,
penilaian nyeri dilakukan saat pengambilan darah.
4.2.Populasi, Sampel dan Besar Sampel
4.2.1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian yang akan diteliti
(Sastroasmoro & Ismael, 2011). Populasi dalam penelitian ini adalah
responden anak usia 1-6 tahun yang masuk ke ruang unit gawat darurat
RSUD Gunung Jati dan RSUD Arjawinangun Kota Cirebon. Hasil studi
pendahuluan didapatkan rata-rata jumlah kasus anak yang masuk ke ruang
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
57
unit gawat darurat RSUD Gunung Jati dan RSUD Arjawianagun Kota
Cirebon dalam setahun terakhir ini rata-rata per-bulan sebanyak 300 orang
anak dengan rata-rata usia 1-17 tahun. Jenis penyakit yang sering terjadi
sangat beragam, rata-rata anak masuk ke unit gawat darurat dengan
penyakit diare dan panas.
4.2.2. Sampel
Dalam penelitian ini teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah
dengan menggunakan nonprobability sampling jenis consecutive sampling.
Pada consecutive sampling semua subyek yang dating secara berurutan dan
memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah
subyek yang diperlukan terpenuhi (Sastroasmoro & Ismael, 2011).
Pertimbangan yang dilakukan oleh peneliti adalah dengan menentukan
kriteria inklusi dan kriteria eksklusi.
Kriteria inklusi merupakan persyaratan umum yang harus dipenuhi oleh
subyek agar dapat diikutsertakan ke dalam penelitian; sedangkan kriteria
ekslusi adalah keadaan yang menyebabkan subyek yang telah memenuhi
kriteria inklusi tidak dapat diikutsertakan dalam penelitian (Sastroasmoro &
Ismael 2011).
Kriteria inklusi pada sampel penelitian ini adalah:
a. Anak usia 1-6 tahun.
b. Akan dilakukan pengambilan darah intra vena.
c. Anak mampu berkomunikasi secara verbal dan non verbal.
d. Ibu/keluarga bersedia apabila anak menjadi responden penelitian.
Kriteria ekslusi pada sampel penelitian ini adalah:
a. Kondisi anak sangat lemah dan mengalami gangguan kesadaran.
b. Ibu/keluarga tidak kooperatif.
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
58
4.2.3. Besar Sampel
Perhitungan sampel penelitian ini mengunakan uji hipotesis beda rata-rata
dua kelompok independent, dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
=
=2
(
)
Keterangan :
n = jumlah sampel
s = standar deviasi kedua kelompok
x1 – x2 = perbedaan klinis yang diinginkan (clinical judgment)
 = serajat kemaknaan (ditetapkan oleh peneliti  = 0,05 atau 1,96)
 = nilai Z pada kekuatan uji (power) (ditetapkan oleh peneliti sebesar 80%
atau 0,84)
Perhitungan besar sampel minimal diperoleh berdasarkan hasil penilitian
yang
dilakukan
sebelumnya,
pada
penelitian
terdahulu
peneliti
menggunakan penelitian yang dilakukan oleh Lewkowski et al., (2003)
tentang pemberian permen manis untuk mengurangi nyeri saat prosedur
penusukan jarum pada anak usia sekolah. Pada penelitian tersebut diperoleh
rata-rata nyeri kelompok kontrol 8,7 dengan standar deviasi 3,4 dan jumlah
sampel adalah 23 orang. Pada kelompok intervensi rata-rata skala nyeri
adalah 4,1 dengan standar deviasi 0,9 dan jumlah sampel 19 orang. Rerata
standar deviasi kedua kelompok dapat diperoleh dengan mencari varian
kedua populasi dengan rumus sebagai
( ) =
( ) =
[
×(
− 1) +
× (
+ − 2
berikut :
− 1)]
[3,4 × ( 23 − 1) + 0,9 × (19 − 1)]
23 + 19 − 2
= 2,3,
= 1,5
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
59
Berdasarkan penelitian tersebut, peneliti memperoleh nilai standar deviasi
rata-rata sebesar 1,5. Perhitungan sampel penelitian ini menggunakan
derajat kepercayaan 95% dan kekuatan uji 80%, maka besar sampel yang
diperoleh adalah :
(1,96 + 0,84) 1,5
(8,7 – 4,1)
=
=2
=
= 29,4 = 30
Hasil perhitungan diperoleh sampel yang diperlukan sebanyak 30
responden, untuk menguragi terjadinya bias pada hasil penelitian, peneliti
membagi jumlah sampel menjadi 15 responden usia 1-3 tahun dan 15
responden usia >3-6 tahun.
Besar sampel kemudian ditambah untuk menganisipasi kemungkinan drop
out, atau kesalahan teknik dalam pemberian madu, maka besar sampel
ditambah 10%, dengan rumus sebagai berikut :
′=
n
1−f
Keterangan :
n’ = jumlah sampel
f = estimasi drop out = 10 %
Maka hasil perhitungan n’ = n1 = n2 = 34 responden
Dengan demikian, berdasarkan hasil perhitungan didapatkan jumlah sampel
keseluruhan setelah ditambah drop out adalah 68 responden yang terdiri
dari 34 responden untuk kelompok intervensi dan 34 responden kelompok
kontrol.
4.3. Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di ruang unit gawat darurat RSUD Gunung Jati dan
RSUD Arjawinangun Kota Cirebon. RSUD Gunung Jati Kota Cirebon dan
RSUD Arjawinangun Kabupaten Cirebon merupakan rumah sakit tipe B
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
60
yang menjadi pusat rujukan untuk wilayah kota dan kabupaten Cirebon.
Ruangan yang digunakan adalah ruang unit gawat darurat, ruangan ini dipilih
karena intervensi pengambilan darah sering dilakukan di unit gawat darurat
baik pasien baru atau pasien lama, dan dibutuhkan segera untuk menentukan
intervensi selanjutnya.
4.4. Waktu Penelitian
Pengumpulan data dilaksanakan selama 20 hari dari tanggal 27 November
sampai dengan 24 Desember 2012. Proses penelitian dimulai dari pembuatan
proposal sampai menyusun laporan penelitian berlangsung selama 4 bulan.
Secara lengkap waktu dan tahapan penelitian dapat dilihat pada lampiran 6.
4.5. Etika Penelitian
Penelitian dilakukan setelah dinyatakan lolos oleh Komite Etik FIK UI serta
mendapatkan persetujuan dari Direktur RSUD Gunung Jati dan RSUD
Arjawinangun Kota Cirebon.
Sebelum pengambilan data, responden diberikan informasi tentang tujuan
dan manfaat penelitian. Setiap responden diberikan kebebasan untuk
memberikan persetujuan atau menolak untuk menjadi subjek penelitian
dengan cara menandatangani lembar persetujuan atau surat pernyataan
kesediaan yang telah disiapkan oleh peneliti. Pengambilan gambar rekaman
vidio dilakukan oleh peneliti; sedangkan tindakan pengambilan darah
dilakukan oleh perawat ruangan unit gawat darurat.
Beberapa prinsip etika penelitian yang menjadi dasar yaitu :
a. Right self determination
Sebelum penelitian dilakukan responden dan keluarga yang menjadi
responden penelitian diberikan informasi. Informasi yang diberikan
meliputi manfaat, intervensi, rencana, dan tujuan penelitian. Penjelasan
dilakukan secara resmi tertulis dengan responden dan keluarga. Sebagai
responden atau subjek penelitian diberi kebebasan dalam menentukan hak
kesediaanya untuk terlibat dalam penelitian ini secara sukarela dengan
menandatangani lembar persetujuan yang disediakan dapat dilihat pada
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
61
lampiran
1.
Apabila
terjadi
hal-hal
yang
memberatkan
maka
diperbolehkan untuk mengundurkan diri.
b. Right to privacy and dignity
Peneliti tidak mencatumkan nama responden dalam format kuesioner dan
diganti dengan nomor kode dengan tujuan melindungi privasi dan
martabat responden, selama penelitian kerahasiaan responden dijaga
dengan cara saat dilakukan penjelasan dan persetujuan pengambilan data
responden hanya didampingi oleh keluarga responden saja.
c. Right to anonymity and confidentially
Data penelitian yang berasal dari responden tidak disertai dengan identitas
responden, tetapi cukup dengan menggunakan kode responden. Data yang
diperoleh hanya diketahui oleh peneliti dan orang tua responden yang
bersangkutan. Selama pengolahan data, analisis, dan publikasi dari hasil
penelitian tidak mencantumkan identitas responden.
d. Right to fair treatmen
Responden kelompok intervensi mendapatkan madu sebelum tindakan
pengambilan darah
dan kelompok kontrol
penelitian mendapatkan
placebo (air putih). Kelompok kontrol mendapatkan madu yang sama
setelah tindakan pengambilan darah selesai.
e. Right to protection from discomfort and harm
Peneliti sebelumnya menjelaskan kepada orang tua dan responden serta
menekankan bahwa penelitian ini tidak menimbulkan kerugian, baik
secara psikologis maupun sosial. Peneliti berusaha memenuhi kebutuhan
responden, menerima masukan dan mempertahankan sikap empati,
membuat kontrak kerja dan waktu yang jelas, tepat waktu, menciptakan
suasana santai sehingga tidak ada respon negatif yang terjadi dari
responden.
4.6. Alat Pengumpulan Data
4.6.1. Data Karakteristik Responden
Data karakteristik responden diperoleh dari wawancara pada responden
atau orang tua responden. Wawancara berfokus pada karakteristik jenis
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
62
kelamin, usia anak, dan riwayat pernah dilakukan pengambilan darah atau
tidak dan didampingi oleh keluarga atau tidak.
4.6.2. Data Nyeri
Nyeri diukur dengan mengunakan kuesioner Children’s Hospital of Eastern
Ontario Pain Scale (CHEOPS), yang dirancang oleh McGrath et al.,
(1985). Alat instrumen CHEOPS merupakan alat ukur yang dirancang
untuk digunakan oleh petugas kesehatan (dokter, ahli anastesi dan perawat)
dan direkomendasikan oleh berbagai ahli (Suraseranivongse et al., 2001).
Children’s Hospital of Eastern Ontario Pain Scale (CHEOPS) merupakan
skala nyeri yang terdiri dari enam parameter pengkajian, yaitu tangisan,
ekspresi wajah, ekspresi verbal, posisi badan, sentuhan, dan posisi kaki.
Masing-masing parameter memiliki skor nilai yang berbeda, tangisan
memiliki skor 1-3, ekspresi wajah dengan skor 0-2, ekspresi verbal 0-2,
posisi badan 1-2, sentuhan 1-2 dan posisi kaki 1-2. Skor nyeri didapatkan
berdasarkan penjumlahan skor pada setiap parameter dengan nilai skala
nyeri 4 sampai dengan 13, skor 4 untuk tidak nyeri, skor 5 awaitan nyeri
dan skor 13 untuk skala nyeri yang tertinggi. Penilaian skor nyeri dilihat
dari hasil rekaman video saat dilakukan tindakan pengambilan darah.
4.7. Validitas dan Reliabilitas Instrumen
Kualitas data ditentukan oleh skor validitas dan realibilias alat ukur. Validitas
merupakan suatu kesahihan, yaitu seberapa tepat alat ukur mengatakan apa
yang seharusnya diukur (Sastroasmoro & Ismael, 2011). Uji validitas
instumen bertujuan untuk mengukur ketepatan suatu instrumen data (Polit &
Beck 2012). Uji validitas instrumen dalam penelitian ini adalah konten dan
isi. Validitas isi adalah kemampuan instrumen menggambarkan secara tepat
teori dan konsep dari veriabel yang akan diteliti (Burns & Grove, 2009).
Validitas konten mengandung arti bahwa instrumen penelitian menunjukkan
kemampuan item pertanyaan dalam istrumen mewakili semua unsur dimensi
konsep yang sedang diteliti (Dharma, 2011). Uji konten penelitian ini
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
63
dilakukan pada 15 responden yang sesuai dengan kriteria inklusi yang
memiliki karakteristik hampir sama dengan responden penelitian dan
dilakukan di tempat yang berbeda yaitu di RS Swasta Kota Cirebon. Hasil uji
validitas konten instrumen CHEOPS diperoleh nilai, taraf signifikan
r product moment dengan jumlah responden 15 adalah 0,514 dengan tingkat
kepercayaan 95% hasil tersebut menunjukkan bahwa instrumen CHEOPS
valid.
Reliabilitas adalah skor konsistensi dari suatu pengukuran. Reliabilitas
menunjukkan apakah pengukuran menghasilkan data yang konsisten jika
instrumen digunakan kembali secara berulang. Reliabilitas juga dapat
didefinisikan sebagai derajat suatu pengukuran bebas dari random error
sehingga menghasilkan suatu pemikiran yang konsisten (Dharma, 2011).
Relibilitas dipengaruhi oleh random error yang bersumber dari variasi
observer, variasi subyek dan variasi instrumen.
Reliability diantara
pengambil
data
juga
harus
menggunakan pengukuran inter-observer reliability.
dilakukan
dengan
Pada penelitan ini
peneliti melakukan uji inter-observer reliability menggunakan jenis uji skala
numerik. Pengujian inter-observer reliability untuk data numerik dapat
menggunakan uji inter-reliability Pearson’s coefficient correlation for two
judge. Jika p value kurang dari alpa () maka koefisien reliabilitas (r) lebih
dari 0,80 maka dianggap terdapat kesepakatan yang kuat/sempurna diantara
peneliti dan numerator secara signifikan (Polit & Beck. 2008). Uji interobserver reliability direncakan dilakukan antara peneliti dan 2 orang asisten
peneliti
(numerator). Hasil
cronbach’s
alfa
0,894,
penghitungan reliability
yang berarti
terdapat
diperoleh nilai
kesepakatan
yang
kuat/sempurna diantara numerator secara signifikan.
Peneliti telah melakukan proses back translation pada Instrumen CHEOPS
dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia setelah diterjemahkan hasil
terjemahan berbahasa Indonesia diterjemahkan kembali ke bahasa Inggris,
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
64
oleh peneliti di review dengan kualifikasi tiga orang sarjana terdiri dari
perawat dan guru bahasa Inggris yang salah satunya mengajar di pendidikan
bahasa Inggris di English Study Centre.
Hal tersebut bertujuan agar
instrumen yang digunakan dalam penelitian sesuai dengan instrumen asli
yang sebenarnya. Kemudian instrumen tersebut ditelaah oleh pembimbing
untuk menjamin bahwa alih bahasa yang dibuat oleh peneliti sudah sesuai
dengan instrument dan digunakan pada saat penelitian. Hasil telaahan
pembimbing instrumen CHEOPS dapat digunakan saat penelitian.
4.8. Intervensi yang Dilakukan
Responden pada kelompok intervensi emdapatkan madu dengan konsentrasi
50% dan pada kelompok kontrol diberikan air putih (plasebo).
Cara dan dosis:
a. Madu yang diberikan madu PERHUTANI jenis multiflora. Peneliti
mencampurkan madu dan air aqua dengan perbandingan 1:1, sehingga
menghasilkan konsentrasi madu 50%.
b. Pelaksanaan pemberian madu pada kelompok intervensi dan kelompok
kontrol pada kelompok kontrol diberikan peroral dilakukan oleh asisten
teknis peneliti.
c. Madu yang diberikan untuk usia anak 1-3 tahun sebanyak 3 ml dan usia
>3-6 tahun sebanyak 5 ml.
Pemberian madu berdasarkan dosis
pemberian obat pada anak-anak (menggunakan rumus Young). Pemberian
plasebo jumlah yang diberikan pada anak sama dengan jumlah ml pada
madu.
4.9. Prosedur Pengumpulan Data
Sebelum melakukan pengumpulan data, ada beberapa tahap yang peneliti lalui :
4.9.1. Persiapan
a. Prosedur administrasi
Tahap persiapan penelitian, peneliti
melakukan pengurusan ijin
penelitian dan kaji etika penelitian. Setelah penelitian dinyatakan lulus
uji etik dari Komite Etik Fakultas Keperawatan Universitas Indonesia,
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
65
selanjutnya surat tersebut disampaikan pada Badan Penelitian Komisi
Etik Penelitian dan Direktur RSUD Gunung Jati dan RSUD
Arjawinangun Kota Cirebon.
b. Prosedur Teknis
Pada tahap persiapan penelitian, peneliti terlebih dahulu melakukan
sosialisasi rencana penelitian ke dokter, kepala ruangan, dan perawat
ruangan yang bertugas di ruangan tempat penelitian. Sosialisasi ini
bertujuan untuk menjelaskan tujuan,
prosedur pelaksanaan, dan
manfaat penelitian. Sosialisasi dilakukan pada tanggal 14 November
2012 di RSUD Gunung Jati dan tanggal 8 Desember 2012 di RSUD
Arjawinagun Kota Cirebon, peneliti menjelaskan proses pemberian
madu, jumlah madu yang diberikan dan bagaimana cara pemberiannya
kepada calon asisten teknis peneliti, kemudian peneliti memilih perawat
yang dilibatkan sebagai
asisten
teknis
penelitian ini
dengan
pertimbangan dari Kepala Ruangan Unit Gawat Darurat RSUD Gunung
Jati dan RSUD Arjawinangun Kota Cirebon.
Peneliti melibatkan delapan orang perawat untuk menjadi pelaksana
teknis pengambilan darah saat penelitian dengan latar belakang D III
perawatan, dan dua dengan latar belakang pendidikan magister
keperawatan menjadi asisten penelitian untuk menilai skor nyeri pada
hasil rekaman video. Setelah perawat pelaksana teknis penelitian dipilih
sesuai dengan kriteria yang ditentukan, peneliti mengajarkan kepada
perawat pelaksana teknis penelitian cara pengisian data responden, cara
pemberian madu, banyaknya madu yang akan diberikan, perekaman
video dilakukan oleh peneliti sendiri.
Peneliti melakukan persamaan persepsi instrumen skor nyeri CHOEPS
dengan asisten peneliti dengan melakukan pengukuran inter-observer
reliability diantara pengambil data. Uji inter-observer reliability
dilakukan oleh dua atau lebih observer dengan cara melakukan
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
66
pengukuran suatu kejadian secara simultan dan kemudian masingmasing observer mencatat parameter kejadian tersebut sesuai koding
pada instrumen secara independen (Polit & Back, 2012). Pengujian ini
bertujuan untuk menyamakan persepsi dan asumsi antar pengambil
data, sehingga semua pengambilan data memilki interpretasi yang sama
terhadap parameter yang akan diobservasi. Hasil uji Uji inter-observer
reliability diperoleh nilai cronbach’s alfa 0,894, yang berarti terdapat
kesepakatan yang kuat/sempurna diantara numerator secara signifikan.
4.9.2. Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan penelitian ini melalui tahap-tahap sebagai berikut :
a. Peneliti dan asisten tehknik peneliti memilih responden yang
memenuhi kriteria inklusi untuk dijadikan responden, selanjutnya
meminta kesediaan calon responden untuk berpartisipasi setelah
mendapatkan penjelasan tentang maksud, tujuan, manfaat, prosedur
penelitian, serta hak dan kewajiban menjadi responden. Peneliti
memberikan kesempatan calon responden dan keluarga untuk
bertanya. Bagi calon responden yang bersedia diminta menandatangani
lembar persetujuan.
b. Pengambilan responden kelompok kontrol di RSUD Gunung Jati dan
responden kelompok intervensi di RSUD
Arjawinangun Kota
Cirebon.
c. Orang tua kelompok intervensi diberi penjelasan mengenai alasan
pemberian, kegunaan, dan cara pemberian madu. Pada orang tua
kelompok kontrol diberikan penjelasan alasan pemberian plasebo (air),
serta pemberian madu setelah tindakan pengambilan darah.
d. Peneliti dan asisten teknis peneliti melakukan pengambilan data
dengan mengisi lembar kuesioner karateristik responden dengan
merujuk pada catatan medis responden, sebelumnya peneliti dan
asisten teknis peneliti mengukur dan mencatat tanda vital (denyut nadi)
pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol 5 menit sebelum
pengambilan darah. Penghitungan denyut nadi sebelum dan sesudah
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
67
pengambilan darah hanya untuk mengetahui respon fisiologis nyeri
bukan untuk dianalis.
e. Peneliti dan asisten teknis peneliti memberikan madu peroral 2 menit
dengan menggunakan gelas kecil sebelum dilakukan tindakan invasif
pengambilan darah, saat setelah penusukan peneliti melakukan
perekaman video, respon yang muncul pada anak saat penusukan
jarum dan kemudian mengukur kembali denyut nadi setelah intervensi
pengambilan darah.
f. Pada kelompok kontrol melakukan hal yang sama dengan memberikan
plasebo (air) peroral dengan menggunakan gelas kecil 2 menit sebelum
tindakan invasif pengambilan darah dilakukan dan saat setelah
penusukan
peneliti
penelitian
melakukan
perekaman
dengan
menggunakan video dan mengukur kembali denyut nadi kelompok
kontrol setelah intervensi pengambilan darah, kemudian kelompok
kontrol diberi madu sesuai dengan takaran yang telah ditentukan.
g. Jika pengambilan darah tidak berhasil pada responden pada kelompok
intervensi dan kelompok kontrol,
sebelum dilakukan pengulangan
penusukan responden diistirahatkan dulu selama 5 menit kemudian
dilakukan pemberian ulang madu pada kelompok intervensi dan
plasebo pada kelompok kontrol 2 menit sebelum pengambilan darah
dengan terlebih dahulu diukur kembali denyut nadi responden,
kemudian direkam ulang kembali,
jika pengulangan pengambilan
darah dilakukan kurang dari 5 menit responden dianggap drop out
tidak dijadikan responden penelitian. Pada penelitian ini tidak
ditemukan responden yang drop out.
h. Peneliti dan asisten teknis peneliti mengucapkan terimakasih pada
orang tua dan responden dari kelompok kontrol dan kelompok
intervensi atas keterlibatan dalam penelitian ini.
i. Hasil rekaman video di berikan kepada asisten peneliti, kemudian
dilakukan penilaian terhadap skor nyeri.
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
68
4.10. Pengolahan Data
Sebelum menganalisis data yang telah terkumpul, dilakukan hal-hal sebagai
berikut :
4.10.1. Editing
Editing data dilakukan untuk memastikan bahwa data yang diperoleh
sudah lengkap. Peneliti mengoreksi data yang telah diperoleh,
meliputi: kebenaran tentang pengisian dan kelengkapan jawaban
lembar pengkajian.
4.10.2. Coding
Memberi kode pada setiap variabel untuk mempermudah peneliti
dalam melakukan analisis dan tabulasi data yaitu memberikan kode
untuk nama responden, kelompok kontrol dengan kode 0, dan
kelompok intervensi dengan kode 1.
4.10.3. Tabulating
Data dikelompokkan menurut katagori yang telah ditentukan dan
selanjutnya data ditabulasi dengan menggunakan program statistik
dalam computer.
4.10.4. Processing
Merupakan suatu proses memasukkan data ke dalam komputer untuk
selanjutnya dilakukan analisis data dengan menggunakan program
statistik dalam komputer. Data dimasukkan sesuai nomor responden
pada kuesioner dan nomor pada lembar observasi dan jawaban
responden diajukan ke dalam komputer dalam bentuk angka sesuai
dengan skor jawaban yang telah ditentukan ketika melakukan koding.
4.10.5. Cleaning
Merupakan proses akhir dalam pengolahan data, dengan melakukan
pemeriksaan kembali data yang sudah di entry data untuk melihat ada
tidaknya kesalahan dalam entry data.
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
69
4.11. Prosedur Analisis Data
Data dianalisis dalam bentuk analisis univariat dan bivariat, yaitu sebagai
berikut :
4.11.1. Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan terhadap karakteristik responden, variabel
bebas, dan variabel terikat. Hasil analisis data berupa distribusi frekuensi
dan persentase dari masing-masing variabel termasuk mean, median, dan
standar deviasi. Analisis univariat digunakan untuk menggambarkan
karakteristik usia, jenis kelamin, kehadiran keluarga selama prosedur
pengambilan darah, pengalaman responden dalam prosedur pengambilan
darah sebelumnya, tindakan pemberian madu yang diberikan, serta skor
nyeri responden. Pada analisis univariat, disajikan dalam distribusi
frekuensi dan prosentase atau proporsi.
4.11.2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk membuktikan hipotesa yang telah
dirumuskan yaitu apakah ada perbedaan rata-rata skor nyeri antara pasien
anak dengan pemberian madu (kelompok intervensi) dengan yang diberi
placebo (air putih) (kelompok kontrol) dan apakah ada selisih perbedaan
skor nyeri yang bermakna terhadap kedua kelompok tersebut.
Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui perbedaan antara kedua
variabel. Pada penelitian ini uji bivariat dilakukan untuk mengetahui
perbedaan skor nyeri pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Uji
yang dipergunakan adalah uji beda 2 mean independen (independent
sample t test), yaitu uji statistik untuk mengetahui beda mean pada dua
kelompok data independen (Hastono, 2007).
Tabel 4.2. Uji Statistik
Variabel
independen
Pemberian
madu
Skala
Variabel
dependen
Skala
Uji
Statistik
Kategorik
Skor nyeri
Numerik
Uji T
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
70
Variabel
Skala
independen
Variabel konfonding
Usia
Kategorik
Jenis kelamin
Kategorik
Pengalaman
Kategorik
sebelumnya
Pendampingan
Kategorik
orang tua
Variabel
dependen
Skala
Uji
Statistik
Skor nyeri
Skor nyeri
Skor nyeri
Numerik
Numerik
Numerik
Uji T
Uji T
Uji T
Skor nyeri
Numerik
Uji T
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
BAB 5
HASIL PENELITIAN
Bab ini secara khusus menyajikan dan menjelaskan hasil penelitian dan analisis
data. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian madu
terhadap menurunan skor nyeri pada anak. Data deskriptif, uji hipotesis dan
penyajian hal-hal lain yang akan diuraikan dalam bab ini.
Penelitian ini dilakukan di dua rumah sakit di ruang unit gawat darurat RSUD
Gunung Jati dan RSUD Arjawinangun Cirebon. Pengambilan data dilakukan pada
tanggal 27 November – 24 Desember 2012 dengan total sampel 34 responden
sebagai kelompok kontrol dan 34 sebagai kelompok intervensi. Hasil penelitian
disajikan dalam bentuk tabel dan narasi yang didasarkan pada hasil analisis
univariat dan bivariat.
5.1. Analisis Univariat
Hasil analisis univariat menggambarkan karakteristik responden berdasarkan
usia, jenis kelamin, kehadiran keluarga, dan pengalaman pengambilan darah
serta menggambarkan rata-rata, median, standar deviasi, nilai terendah dan
tertinggi tingkat nyeri kelompok kontrol dan intervensi.
5.1.1. Karakteristik Responden
Karakteritik pada reponden penelitian ini meliputi usia, jenis kelamin,
kehadiran keluarga, dan pengalaman pengambilan darah, dapat dilihat
pada tabel 5.1. berikut ini.
71
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
72
Tabel 5.1
Distribusi responden berdasarkan usia, jenis kelamin, kehadiran keluarga,
dan pengalaman pengambilan darah di ruang UGD RSUD Gunung Jati
dan RSUD Arjawinangun Kota Cirebon
November-Desember 2012
Variabel
Usia
1 – 3 tahun
>3 – 6 tahun
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Pengalaman sebelumnya
Ada riwayat
Pertaman kali
Kehadiran orang tua
Hadir
Tidak hadir
Kontrol
(n=34)
F
%
Intervensi
(n=34)
F
%
17
17
50
50
17
17
18
16
52,9
47,1
17
17
17
17
50
50
19
15
55,9
44,1
36
32
52,9
47,1
31
3
91,2
8,8
33
1
97,1
2,9
64
4
94,1
5,9
Total
f
%
50
50
34
34
50
50
50
50
35
33
51,5
48,5
Hasil tabel 5.1 diatas, menunjukkan bahwa jumlah karakteristik usia
toddlers dan prasekolah untuk masing-masing responden pada kelompok
intervensi dan kelompok kontrol memiliki jumlah yang sama (50%).
Berdasarkan karakteristik jenis kelamin kelompok intervensi sebagian
besar memikili jenis kelamin laki-laki (52,9%) dan karakteristik jenis
kelamin kelompok kontrol memiliki jumlah yang sama (50%). Dilihat dari
karakteristik pengalaman sebelumnya kelompok intervensi memiliki
jumlah yang sama (50%) dan pada kelompok kontrol sebagian besar
memiliki riwayat diambil darah sebelumnya (55,9%). Dilihat dari
karakteristik kehadiran orang tua secara keseluruhan kelompok intervensi
(97,1%) dan kelompok kontrol (91,2%) didampingi oleh orang tua selama
proses pengambilan darah.
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
73
5.1.2. Skor Nyeri Kelompok Madu dan Kelompok Plasebo
Skor nyeri responden yang dinilai dengan skala nyeri Children’s Hospital
of Eastern Ontario Pain Scale (CHOEPS) ditunjukkan pada tabel 5.2
berikut ini:
Tabel 5.2
Distribusi skor nyeri pada kelompok madu dan kelompok plasebo
di ruang UGD RSUD Gunung Jati dan RSUD Arjawinangun Kota Cirebon
November-Desember 2012
Variabel
Kelompok
Skor
Nyeri
Madu
Plasebo
Mean Median
n
8,8
10,5
34
34
8
11
MininalMaksimal
5-13
6-13
95% CI
8,20-9,49
9,78-11,33
Hasil analisis tabel 5.2 diperoleh rata-rata skor nyeri pada kelompok
intervensi adalah 8,8 dengan skor nyeri terendah
adalah 5 dan skor
tertinggi adalah 13. Sedangkan rata-rata skor nyeri pada kelompok kontrol
adalah 11 dengan skor nyeri terendah 6 dan skor tertinggi 13. Dari
estimasi diyakini bahwa rata-rata skor nyeri kelompok madu berada
diantara 8,20 sampai dengan 9,49 dan diyakini rata-rata skor nyeri pada
kelompok plasebo berada diantara 9,78 sampai dengan 11,33.
5.2. Uji Kesetaraan (Homogenity)
Uji Homogenitas bertujuan untuk membuktikan bahwa perubahan skor nyeri
yang terjadi bukan karena variasi responden tetapi karena pengaruh dari
pemberian madu dalam tindakan pengambilan darah. Uji homogenitas
dilakukan dengan uji beda proporsi menggunakan Uji F. Berikut ini disajikan
hasil uji kesetaraan pada variabel jenis kelamin, usia, pengalaman nyeri
sebelumnya dan kehadiran orang tua pada kelompok kontrol dan kelompok
intervensi dapat dilihat pada tabel 5.3 berikut ini:
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
74
Tabel 5.3
Uji homogenitas data responden berdasarkan jenis kelamin, usia,
pengalaman sebelumnya dan kehadiran orang tua di ruang UGD RSUD
Gunung Jati dan RSUD Arjawinangun Kota Cirebon
November-Desember 2012
No
Variabel
1
Jenis kelamin
Laki-laki
Perempuan
Usia
1–3
>3 – 6
Pengalaman
sebelumnya
Pernah
Tidak pernah
Kehadiran orang tua
Hadir
Tidak hadir
2
3
4
Kontrol
(n=34)
F
%
Intervensi
(n=34)
F
%
18
16
52,9
47,1
17
17
17
17
50
50
17
17
50
50
1,00
17
17
50
50
19
15
55,9
44,1
0,88
31
3
91,2
8,8
33
1
97,1
2,9
0,61
50
50
p value
1,00
Hasil uji homogenitas diperoleh hasil bahwa berdasarkan karakteristik jenis
kelamin, usia, pengalaman nyeri sebelumnya dan karakteristik kehadiran
keluarga pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi memiliki varian
sama dengan nilai p value > 0,05.
5.3. Analisis Bivariat
5.3.1. Perbedaan rata-rata skor nyeri pada kelompok intervensi dan kelompok
kontrol
Tabel 5.4
Distribusi perbedaan rata-rata skor nyeri pada anak kelompok intervensi
dan kelompok kontrol di ruang UGD RSUD Gunung Jati dan
RSUD Arjawinangun Kota Cirebon
November-Desember 2012
Variabel
Skor
Nyeri
Kelompok Mean Median
Madu
Plasebo
8,8
10,5
8
11
SD
n
1,8
2,2
34
34
MininalMaksimal
5-13
6-13
p value
0,001
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
75
Hasil analisis tabel 5.4 menunjukkan bahwa rata-rata skor nyeri kelompok
intervensi memiliki rata-rata skor nyeri sebesar 8,8 dengan standar deviasi
1,8
dan rata-rata skor nyeri kelompok kontrol sebesar 10,5
dengan
standar deviasi 2,2 ( p value 0,001). Hasil menunjukkan rata-rata skor
nyeri kelompok intervensi lebih rendah dari pada rata-rata kelompok
kontrol. Hasil uji statistik disimpulkan bahwa ada perbedaan yang
signifikan rata-rata skor nyeri pada kelompok intervensi dan rata-rata skor
nyeri pada kelompok kontrol saat prosedur pengambilan darah, p value
0,001 dengan  < 0,05.
5.3.2. Perbedaan rerata skor nyeri antara kelompok intervensi dan kelompok
kontrol berdasarkan karakteristik anak.
a. Perbedaan rerata skor nyeri antara kelompok intervensi dan kelompok
kontrol berdasarkan karakteristik usia responden.
Tabel 5.5
Distribusi perbedaan rata-rata skor nyeri antara kelompok intervensi dan
kelompok kontrol berdasarkan usia anak di ruang UGD
RSUD Gunung Jati dan RSUD Arjawinangun Kota Cirebon
November-Desember 2012
Variabel
Usia
Toddlers
Prasekolah
n
17
17
Skor Nyeri
Madu
Plasebo
9,1
11,5
8,5
9,7
p value
0,002*
0,140
Hasil analisis tabel 5.5 menunjukkan bahwa rata-rata skor nyeri pada
karakterisik anak usia toddlers untuk kelompok intervensi memiliki ratarata skor nyeri sebesar 9,1 dan kelompok kontrol memiliki rata-rata skor
nyeri 11,5,
kelompok
(p value 0,002) sedangkan pada usia prasekolah untuk
intervensi memiliki rata-rata skor nyeri sebesar
8,5, dan
kelompok kontrol memiliki rata-rata skor nyeri 9,7, (p value 0,140). Hasil
uji statistik disimpulkan bahwa ada perbedaan yang signifikan rata-rata
skor nyeri usia toddlers antara kelompok kontrol dan kelompok intervensi
sedangkan rata-rata skor nyeri pada usia prasekolah tidak ada perbedaan
yang signifikan antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol.
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
76
b. Perbedaan rerata skor nyeri antara kelompok intervensi dan kelompok
kontrol berdasarkan karakteristik jenis kelamin responden.
Tabel 5.6
Distribusi perbedaan rata-rata skor nyeri antara kelompok intervensi dan
kelompok kontrol berdasarkan jenis kelamin di ruang UGD
RSUD Gunung Jati dan RSUD Arjawinangun Kota Cirebon
November-Desember 2012
Variabel
Jenis kelamin
Laki-laki
Perempuan
n
35
33
Skor Nyeri
Madu
Plasebo
9,5
10,7
8,1
10,3
p value
0,045*
0,002*
Hasil analisis tabel 5.6 menunjukkan bahwa rata-rata skor nyeri pada
karakterisik jenis kelamin laki-laki untuk kelompok intervensi memiliki
rata-rata skor nyeri sebesar 9,5 dan kelompok kontrol memiliki rata-rata
skor nyeri 10,7, (p value 0,045) sedangkan pada jenis kelamin perempuan
untuk kelompok intervensi memiliki rata-rata skor nyeri sebesar 8,1, dan
kelompok kontrol memiliki rata-rata skor nyeri 10,3 (p value 0,002). Hasil
uji statistik disimpulkan bahwa ada perbedaan yang signifikan rata-rata
skor nyeri laki-laki dan perempuan antara kelompok kontrol dan kelompok
intervensi.
c. Perbedaan rerata skor nyeri antara kelompok intervensi dan kelompok
kontrol berdasarkan pengalaman nyeri sebelumnya.
Tabel 5.7
Distribusi perbedaan rata-rata skor nyeri antara kelompok intervensi dan
kelompok kontrol berdasarkan pengalaman nyeri sebelumnya di ruang
UGD RSUD Gunung Jati dan RSUD Arjawinangun Kota Cirebon
November-Desember 2012
Variabel
Pengalaman
nyeri
Pernah
Tidak pernah
n
36
32
Skor Nyeri
Madu
Plasebo
9,1
10,8
8,5
10,2
p value
0,016*
0,029*
Hasil analisis tabel 5.7 menunjukkan bahwa rata-rata skor nyeri pada
responden yang pernah mengalami nyeri sebelumnya untuk kelompok
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
77
intervensi memiliki rata-rata skor nyeri sebesar 9,1 dan kelompok kontrol
memiliki rata-rata skor nyeri 10,8,
(p value 0,016) sedangkan pada
responden yang belum memiliki penalaman nyeri untuk kelompok
intervensi memiliki rata-rata skor nyeri sebesar
8,5, dan kelompok
kontrol memiliki rata-rata skor nyeri 10,2 (p value 0,029). Hasil uji
statistik disimpulkan bahwa ada perbedaan yang signifikan rata-rata skor
nyeri memiliki pengalaman nyeri sebelumnya dan yang tidak memiliki
pengalaman antara kelompok kontrol dan kelompok intervensi.
d. Perbedaan rerata skor nyeri antara kelompok intervensi dan kelompok
kontrol berdasarkan kehadiran orang tua.
Tabel 5.8
Distribusi perbedaan rata-rata skor nyeri antara kelompok intervensi dan
kelompok kontrol berdasarkan kehadiran orang tua di ruang UGD
RSUD Gunung Jati dan RSUD Arjawinangun Kota Cirebon
November-Desember 2012
Variabel
Kehadiran
orang tua
n
Hadir
Tidak hadir
64
4
Skor Nyeri
Madu
Plasebo
8,9
10,8
7
7,7
p value
0,000*
1,000
Hasil analisis tabel 5.8 menunjukkan bahwa rata-rata skor nyeri pada
kehadiran orang tua untuk kelompok intervensi memiliki rata-rata skor
nyeri sebesar 8,9 dan kelompok kontrol memiliki rata-rata skor nyeri 10,8,
(p value 0,000) sedangkan orang tua yang tidak hadir untuk kelompok
intervensi memiliki rata-rata skor nyeri sebesar 7 dan kelompok kontrol
memiliki rata-rata skor nyeri 7,7, (p value 1,000). Hasil uji statistik
disimpulkan bahwa ada perbedaan yang signifikan rata-rata skor nyeri
pada kelompok yang dihadir orang tua antara kelompok kontrol dan
kelompok intervensi sedangkan rata-rata skor nyeri pada kelompok yang
tidak dihadiri orang tua
tidak ada perbedaan yang signifikan antara
kelompok intervensi dan kelompok kontrol.
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
78
BAB 6
PEMBAHASAN
Bab ini akan menjelaskan tentang pembahasan dan diskusi hasil penelitian ini,
perbandingan hasil penelitian dengan hasil penelitian sebelumnya atau dengan
teori-teori yang mendukung dan berlawanan dengan temuan penelitian ini.
Pembahasan diawali dengan interpretasi dan diskusi hasil penelitian mengenai
karakteristik responden yang meliputi jenis kelamin, usia, pengalaman nyeri
sebelumnya dan kehadiran orang tua. Pada bagian berikutnya akan dibahas hasil
uji beda rata-rata skor nyeri pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol
sesudah intervensi pada tiap kelompok dan perbedaan rerata skor nyeri antara
kelompok intervensi dan kelompok kontrol dengan karakteristik anak. Bagian
akhir dari bab ini akan membahas keterbatasan penelitian dan implikasi serta
tindak lanjut hasil penelitian yang dapat diterapkan dan diaplikasikan pada praktik
keperawatan dalam rangka meningkatkan kualitas asuhan keperawatan pada
pasien anak yang mengalami nyeri karena tindakan invasif pengambilan darah.
6.1. Interpretasi dan Diskusi Hasil
Penelitian ini bertujuan menidentifikasi gamabran karakteristik responden,
perbedaan skor nyeri anak saat pengambilan darah intravena. Pembahasan
dan diskusi hasil penelitian selengkapnya akan diperjelas sebagai berikut:
6.1.1. Karakteristik Responden dan Hubungan Karakteristik dengan Skor Nyeri
a. Usia
Dari hasil penelitian ini diperoleh bahwa usia responden pada
penelitian ini 1-6 tahun berada pada rentang usia 1-3 (toddler) dan >36 (prasekolah). Pemilihan usia responden pemberian madu berdasarkan
rekomendasi
Badan Madu Nasional (The National Honey Board),
menyebutkan pemberian madu di atas usia 1 tahun, karena mencegah
terjadinya keracunan botulismus dari bakteri clostridium botulinum.
Dari Hasil analisis perbedaan rata-rata skor nyeri pada usia anak,
peneliti mendapatkan bahwa rata-rata skor nyeri ini menunjukkan ada
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
79
perbedaan skor nyeri pada tingkat usia, skor nyeri usia toddler lebih
tinggi
(kelopok
intervensi
9,1
dan
kelompok
kontrol
11,5)
dibandingkann skor nyeri usia prasekolah (kelopok intervensi 8,5 dan
kelompok kontrol 9,7). Hasil uji statistik karakteristik usia
menunjukkan ada perbedaan signifikan rata-rata skor nyeri pada
responden usia toddler (p value 0,002), sementara pada usia
prasekolah tidak ada perbedaan yang signifikan (p value 0,140).
Kenneth et al., (2006) dalam penelitiannnya menjelaskan bahwa
perkembangan usia anak mempengaruhi makna nyeri dan ekspresi
yang dimunculkan, usia toddler belum mampu mengendalikan respon
nyeri dibandingkan kelompok usia usia prasekolah. Perbedaan tingkat
usia dan perkembangan yang ditemukan antara kelompok usia ini
dapat mempengaruhi bagaimana anak bereaksi terhadap nyeri (Daniela
et al., 2010).
Hasil penelitian Mediani, Mardhiyah, dan Rakhmawati (2003)
menyatakan bahwa terdapat perbedaan respon nyeri yang signifikan
baik untuk kelompok toddler dan anak usia prasekolah dilakukan
pemasangan infus. Usia toddler menunjukkan adanya respon nyeri
dengan indikator verbal dan perubahan aktifitas perilaku yang berlebih
dibandingkan
anak
usia
pra
sekolah.
Penilaian
skor
nyeri
menggunakan skala nyeri CHEOPS. Hal ini didukung oleh penelitian
Brusch dan Zelter (2004) bahwasannya respon nyeri pada anak
terhadap prosedur tindakan tertentu ditentukan oleh tingkatan usia.
Hasil penelitian kelompok toddler dan anak usia prasekolah
menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna.
Penelitian Young (2005) menjelaskan bahwa anak yang usianya lebih
muda merasakan nyeri yang lebih besar dan memilki toleransi nyeri
rendah daripada usia yang lebih tua. Toleransi terhadap nyeri akan
terus meningkat sesuai dengan pertambahan usia, semakin bertambah
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
80
usia anak maka makin bertambah pemahaman tentang nyeri dan usaha
untuk pencegahan terhadap nyeri.
Pernyataan tersebut didukung oleh konsep teori Hockenberry dan
Wilson, (2007) menyebutan bahwa respon nyeri pada anak berubah
sejalan dengan pertambahan usia. Pada usia toddler respon nyeri yang
dimunculkan lebih ekspresif di bandingkan dengan usai prasekolah
dimana usia toddler masih belum mampu menggambarkan dengan
spesifik nyeri yang dirasakan karena keterbatasan kosakata dan reason
motorik yang muncul anak toddler baru mampu mendorong stimulus
menjauh setelah terjadi nyeri pengalaman nyeri dan sedangkan usia
prsekolah
telah
meminta
untuk
mengakhiri
tindakan
yang
menyebabkan nyeri dan anak mampu mendorong hal
yang
menyebabkan nyeri.
b. Jenis Kelamin
Hasil penelitian menunjukkan menunjukkan bahwa sebagain besar
responden pada kelompok kontrol berjenis kelamin laki-laki (52,9%),
sedangkan pada kelompok intervensi, jenis kelamin responden
seimbang antara laki-laki dan perempuan (50%). Dari total sampel
secara keseluruhan, diperoleh bahwa reponden jenis kelamin laki-laki,
lebih banyak daripada perempuan.
Dari hasil analisis antara jenis kelamin dengan skor nyeri pada saat
pengambilan darah, peneliti mendapatkan bahwa skor nyeri pada
kelompok intervensi laki-laki sedikit lebih tinggi dari pada perempuan
sedangkan pada kelompok kontrol skor nyeri antara laki-laki dan
perempuan hampir sama. Peneliti berasumsi bahwa hal ini mungkin
dipengaruhi oleh perbedaan kelompok usia anak yang diteliti, tetapi
berdasarkan hasil uji statistik karakteristik jenis kelamin menunjukkan
ada perbedaan signifikan rata-rata skor nyeri pada kerakeristik jenis
kelamin laki-laki dan perempuan (laki-laki p value 0,045 dan
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
81
perempuan p value 0,002) pada kelompok internesi dan kelompok
kontrol.
Terkait dengan hal tersebut, hasil penelitian Schmitz, Vierhaus, dan
Lohaus (2012) menjelaskan toleransi nyeri perempuan dan laki-laki
sama dan akan berkembang pada usia pubertas. Hal ini didukung oleh
pendapat Potter dan Perry (2005) menjelaskan bahwa toleransi
terhadap nyeri dipengaruhi faktor-faktor biokimia dan merupakan hal
yang unik pada setiap individu tanpa memperhatikan jenis kelamin.
Guinsburg et al., (2000) melakukan penelitian tentang perbedaan
dalam ekspresi nyeri antara bayi baru lahir laki-laki dan perempuan
saat dilakukan penusukan tumit, hasil penelitian menyebutkan tidak
ada perbedaan yang signifikan ekspresi nyeri antara laki-laki dan
perempuan.
Penelitian McGrath & Howard (2003)
antara anak laki-laki dan perempuan
menjelaskan
perbedaan
tidak terlalu berpengaruh
terhadap respon nyeri, dalam penelian tersebut lebih menjelaskan
perbedaan jenis kelamin hanya karena sensitivitas, pengalaman
ekspresi, dan kondisi situasional yang mempengaruhi dan bagaimana
anak menanggapi nyeri.
Penelitian Zuibieta et al., (2002) berpendapat berbeda sebaliknya.
Perbedaan jenis kelamin sangat mempengaruhi nyeri. Penelitian ini
menghubungkan neurotrasmiter opioid endogen, ditemukan bahwa
opiod endogen laki-laki lebih tinggi dari pada opiod endogen pada
perempuan, hal ini disebabkan adanya perbedaan hormon antara lakilaki
dan
perempuan.
Wanita
mengalami
perubahan
hormon
progesteron dan estrogen saat menstruasi yang dapat mempengaruhi
opiod endogen pada wanita. Peneliti berasumsi bahwa hal ini tidak
terjadi pada penelitian ini karena perbedaan usia responden.
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
82
c. Pengalaman Nyeri Sebelumnya
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden pada
kelompok intervensi memiliki pengalaman nyeri sebelumnya (55,9%),
sedangkan pada kelompok kontrol pengalaman nyeri sebelumnya
seimbang antara yang pernah dan yang pertama kali (50%). Dari total
sampel keseluruhan, diperoleh bahwa reponden dengan pengalaman
sebelumnya lebih banyak dari pada yang baru pertama kali.
Hal ini menujukkan bahwa hampir sebagian responden memiliki
pengalaman nyeri sebelumnya, peneliti mengasumsikan pengalaman
sebelumnya berhubungan dengan usia responden dimana usia
responden berada pada rentang usia toddler dan prasekolah. Usia
tersebut merupakan usia sangat rentan terhadap krisis penyakit dan
hospitalisasi (Hockenberry & Wilson, 2007). Riwayat sakit atau
hospitalisasi sebelumnya dimungkinan dapat menyebabkan adanya
pengalaman nyeri sebelumnya pada anak.
Dilihat dari uji statisik rata-rata skor nyeri terhadap pengalaman nyeri
antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol, didapatkan bahwa
ada perbedaan yang bermakna pada yang tidak pernah mengalami
nyeri sebelumnya dan yang pernah mengalami nyeri sebelemnya
(pernah p value 0,016 dan tidak pernah p value 0,029). Terkait hasil
penelitian Smeltzer dan Bare (2001) mengatakan bahwa pengalaman
sebelumnya berpengaruh terhadap persepsi seseorang tentang nyeri,
dimana pengalarnan individu dengan nyeri yang dialami sebelumnya
akan menyebabkan perasaan takut pada individu ketika menghadapi
peristiwa menyakitkan berikutnya.
Penelitian Noel et al., (2012), melakukan penelitian pengaruh
pengalaman anak-anak untuk stimulus nyeri baru pada pengalaman
nyeri
berikutnya.
Responden
dengan
anak
yang
mempunyai
pengalaman operasi dan pernah dilakukan venipuncture, pengalaman
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
83
nyeri minimal 1 tahun yang lalu, kemudian dilakukan wawancara
pengalaman nyeri yang pernah dialami, dan diobservasi ekspresi wajah
yang muncul pada anak saat dilakukan wawancara. Hasil menunjukkan
pengalaman nyeri sebelumnya pada anak-anak berhubungan dengan
rasa takut dari waktu ke waktu akan mempengaruhi pengalaman nyeri
yang baru.
d. Kehadiran Orang Tua
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok intervensi (97,1%),
dan kelompok kontrol (91,2%) hampir seluruh responden didampingi
oleh orang tua. Hal ini menunjukkan bahwa kehadiran orang tua pada
saat anak mengalami hospitalisasi memegang peranan penting.
Hockenberry dan Wilson (2007) menjelaskan bahwa kehadiran orang
tua sangat penting bagi anak-anak yang sedang mengalami nyeri.
Kehadiran anggota keluarga mampu memberikan dukungan
dan
kenyamanan pada anak, sehingga anak merasa lebih tenang dan nyeri
berkurang.
Hasil uji statistik menunjukkan ada perbedaan signifikan rata-rata skor
nyeri dengan kehadiran orang tua (p value 0,000) sementara tidak ada
perbedaan yang signifikan pada ketidakhadiran orang tua (p value
1,000). Hal ini didukung konsep teori Potter dan Perry (2005)
menyebutkan kehadiran orang tua sangat penting bagi anak-anak yang
sedang mengalami nyeri. Individu yang mengalami nyeri seringkali
bergantung kepada anggota keluarga untuk memperoleh dukungan,
bantuan atau perlindungan.
Penelitian Ozcetin, et al. (2011) menjelaskan kehadiran
keluarga
sangat mempengaruhi respon nyeri pada anak. Hasil penelitian
nyebutkan rata-rata skor nyeri pada anak yang didampingi oleh orang
tua lebih rendah dari pada yang didampingi oleh petugas kesehatan.
Dengan kesimpulan penelitian menunjukkan bahwa kehadiran
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
84
orangtua memiliki pengaruh efek yang positif pada toleransi nyeri
anak. Penilaian skor nyeri menggunakan Wong-Baker FACES.
Hal ini sesuai dengan penerapan prinsip asuhan berpusat pada keluarga
dan aplikasi comfort theory pada keperawatan anak, pelibatan orangtua
dapat memenuhi kebutuhan rasa nyaman psikososial dan sekaligus
kenyamanan lingkungan bagi anak, karena orangtua merupakan
individu yang dikenal, bukan merupakan orang asing bagi anak,
sehingga dapat menurunkan kecemasan dan memberi dampak positf
terhadap pemenuhan kenyamanan fisik bagi anak (Kolcaba &
Dimarco, 2005).
Dari jumlah seluruh responden ada 4 responden tidak didampingi oleh
orang tua dengan rata-rata skor nyeri lebih tingggi (skor nyeri
kelompok intervensi 7 dan skor nyeri kelompok kontrol 7,7)
dibandingkan responden yang didampingi orang tua (skor nyeri
kelompok intervensi 10,8 dan kelompok kontrol 8,9). Hal ini
disebabkan karena responden yang tidak dihadiri orang tua pada
rentang usia prasekolah (2 orang berusia 5 tahun dan 2 orang berusia 6
tahun). Saat dilakukan tindakan pengambilan darah responden mampu
menerima penjelasan yang diberikan dan bersedia didampingi oleh
perawat. Dalam hal ini sesuai dengan konsep Hockenberry dan Wilson
(2007) pada usia prasekolah kemapuan kognitif dan komunikasi anak
sudah mulai berkembang dengan baik dan mulai mampu menerima
penjelasan dari orang tua atau petugas kesehatan.
Aplikasi comfort theory Kolcaba (2003) menyebutkan bahwa tahap
perkembangan dan kehadiran orang tua merupakan interventing
variabel yang perlu diperhatikan dalam upaya untuk mencapai rasa
nyaman pada semua aspek (kenyamanan fisik, psikospiritual,
sosiokultural, dan lingkungan). Pemenuhan rasa nyaman yang adekuat
pada semua aspek dengan tingkat relief hingga transcendence akan
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
85
mendorong
pada
penentuan
intervensi
berikutnya,
penurunan
kebutuhan akan tindakan medis yang lain dan peningkatan kepuasan
anak dan keluarga.
6.1.2. Rata-rata skor nyeri pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol.
Penelitian ini menggambarkan terdapat perbedaan rata-rata skor nyeri
antara kelompok intervensi pada saat prosedur pengambilan darah dengan
kelompok kontrol, nilai p value 0,001 (<0,05). Hal ini kemungkinan
disebabkan oleh beberapa faktor yaitu; rasa manis pada madu, kandungan
glukosa dan sukrosa dalam madu kemungkinan dapat memberikan efek
menyenangkan yang dapat menurunkan nyeri atau disebabkan oleh
kandungan enzim flavonoid pada madu.
Penelitian Curtis el al., (2007) membandingkan pemberian sukrosa 44% 2
ml per oral dibandingkan dengan pemberian empeng (dot) pada bayi usia
0-6 bulan di ruang unit gawat darurat anak pada prosedur venipuncture.
Hasil penelitian menyebutkan sukrosa signifikan mengurangi skor nyeri,
waktu menangis dan denyut jantung. Penilaian skor nyeri menggunakan
Face, Legs, Activity, Cry, and Consolability Pain Scale (FLACC).
Penelitian lain tentang sukrosa yang dilakukan oleh Taddio et al., (2010)
menyebutkan bahwa sukrosa dapat meningkatkan kadar -endorfin
sehingga dapat menurunkan respon nyeri. Hal ini dikarenakan pemberian
rasa manis akan meningkatnya -endorfin pada kelenjar hypophyse yang
dapat menginhibisi trasmisi nyeri.
Penelitian tentang glukosa dijelaskan oleh Bauer et al., (2004) bahwa
pemberian larutan glukosa 30% sebanyak 2 ml dapat mengurangi respon
nyeri pada bayi sebelum dilakukan pengambian sampel darah vena.
Penelitian Gradin, Finnstrom, dan Schollin (2004) membandingkan efek
mengurangi rasa sakit dari glukosa 30% per oral dengan pemberian ASI
sesaat sebelum venipuncture pada bayi baru lahir. Hasil penelitian skor
nyeri pada kelompok glukosa secara signifikan lebih rendah dan durasi
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
86
menangis pendek dibandingkan dengan kelompok penerima ASI sesaat.
Penilaian skor nyeri menggunakan Premature Bayi Pain Profile (PIPP).
Penelitian lain tentang pemberian glukosa 30 % pada bayi dengan tindakan
venipuncture di lakukan oleh Gradin, Eriksson, Holmqvist, Holstein dan
Schollin (2006) menunjukkan bahwa skor nyeri pada kelompok glukosa
lebih rendah (rata-rata 4,6) dibandingkan dengan kelompok EMLA (ratarata 5,7). Penilainan lamanya menangis dalam 3 menit pertama secara
signifikan lebih rendah kelompok glukosa (median: 1 detik) daripada
kelompok EMLA (median: 18 detik). Hasil penelitian menyebutkan bahwa
glukosa efektif dalam mengurangi gejala yang berhubungan dengan rasa
sakit dari venipuncture pada bayi baru lahir dan lebih baik daripada local
anestesi krim EMLA. Penilaian skor nyeri menggunakan Premature Bayi
Pain Profile (PIPP). Sedangkan penelitian Carbajal et al., (2009),
menyebutkan bahwa pemberian glukosa 30% sebanyak 3 ml, 2 menit
sebelum suntikan subkutan dapat penurunan skor nyeri pada bayi. Hal ini
disebabkan oleh efek analgesik glukosa diduga mampu menginhibisi
trasmini nyeri setinggkat spinal dan pemberian glukosa per oral dapat
merangsang -endorphin di hipotalamus.
Penelitian tentang madu per oral sebagai analgesik dilakukan Goenarto, et
al (2011) pada tikus putih, hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan
flavonoid pada madu dapat menghilangkan rasa nyeri. Hal ini dukung
dengan penjelasan Almada (2000) bahwa flavonoid dapat mencegah
produksi enzim cyklooxygenase (COX), flavonoid memiliki dua efek
sebagai analgesia dan antiinflamasi. Enzim cyklooxygenase (COX) adalah
suatu enzim yang mengkatalisis sintesis prostaglandin dari asam
arakhidonat. Flavonoid memblok aksi dari enzim COX yang menurunkan
produksi mediator prostaglandin, prostaglandin inilah yang akan
menyebabkan
sensitisasi
dari
reseptor-reseptor
nosiseptif
dan
dikeluarkannya zat-zat mediator nyeri seperti histamin, serotonin yang
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
87
akan menimbulkan sensasi nyeri. Keadaan ini dikenal sebagai sensitisasi
perifer (Breivik, 2008; Daniela et al., 2010).
Analisis peneliti, madu dapat menurunkan respon nyeri pada anak,
kemungkinan disebabkan komposisi kimia madu mengandung glukosa
(31%) dan sukrosa (1,31%) dan flavonoid. Efek analgesik glukosa atau
sukrosa ini diduga akibat pelepasan beta endorphin (merupakan hormon
opiat endogen yang diproduksi sendiri oleh tubuh dan mirip sifatnya
dengan morfin) dan mekanisme preabsorpsi dari rasa manis. Rasa manis
yang dapat merangsang neurotransmiter yang berperan dalam supresi nyeri
dan mengeluarkan opiat endogen di kelenjar hipopyse seperti -endorpin,
begitu juga dengan serotonin dan GABA (gama amino butiryc acid) yang
berfungsi menurunkan sensasi nyeri, sedangkan kandungan
flavonoid
pada madu memblok aksi dari enzim cyklooxygenase yang menghambat
pelepasan subtansi prostaglandin.
Intervensi keperawatan sangat penting dalam mengurangi nyeri pada anak
yang dilakukan tindakan invasif pengabilan darah salah satunya adalah
pemberian madu. Aplikasi comfort theory dalam penanganan nyeri akibat
tindakan invasif pengambilan darah pada anak dapat diuraikan bahwa
aspek health care need yaitu anak memiliki kebutuhan rasa nyaman
selama prosedur invasif dilakukan. Aspek nursing intervention yaitu
pemberian intervensi non farmakologis berupa pemberian madu yang
merupakan bagian intervensi keperawatan untuk memenuhi kebutuhan
rasa nyaman.
6.2.Keterbatasan Penelitian
Tempat sampel pada awalnya peneliti akan melakukan penelitian di satu
rumah sakit (RSUD Gunung Jati), tetapi pada minggu ke dua penelitian
jumlah responden yang didapatkan belum memenuhi target yang ditentukan,
sehingga peneliti menambah tempat penelitian (RSUD Arjawinanun).
Ketersediaan madu di masing-masing rumah sakit belum ada.
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
88
6.3.Implikasi Hasil Penelitian
Pengambilan darah intra vena merupakan salah tindakan invasif yang
meyebabkan nyeri pada anak. Respon nyeri yang tidak ditangani dengan baik
dapat menyebabkan trauma pada anak yang berkepanjangan. Penanganan
nyeri pada anak dapat dilakukan dengan berbagai intervensi. Hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa salah satu intervensi mengurangi nyeri yang mudah
dan murah, tetapi terbukti efektif adalah tindakan pemberian madu per oral.
Selama ini implementasi mengurangi nyeri pada anak cenderung kurang
diperhatikan. Padahal berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa nyeri
pada anak akan menyebabkan kualitas hidup anak terganggu.
Perhatian terhadap intervensi
mudah yang dapat digunakan dalam
mengurangi nyeri masih kurang tersosialisasi dengan baik bagi perawat dan
orangtua. Selama ini digunakan berbagai macam obat analgesik untuk
mengurangi nyeri pada anak seperti paracetamol, ibuprofen dan lain-lain,
berbagai penelitian tidak menyarankan penggunaan obat-obatan
tersebut
dalam jangka waktu yang lama karena berisiko iritasi lambung, dan kerusakan
hepar serta alergi. Madu juga merupakan zat yang sangat dikenal oleh
keluarga dan mudah didapat.
Pencegahan atraumatik care merupakan tanggung jawab perawat spesialis
anak bertanggung jawab untuk memberikan asuhan keperawatan yang
berkualitas dengan mencegah terjadinya nyeri pada anak, sehingga diharapkan
keadaan trauma pada anak dapat diminimalkan dan anak dapat hidup sejahtera
dan berkualitas.
Perawat khususnya perawat spesialis anak bertanggung jawab untuk
melakukan inovasi selama pemberian asuhan pada anak. Pemberian asuhan
keperawatan yang dilakukan oleh perawat spesialis anak harus ilmiah dan
inovatif. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu inovasi dalam
asuhan keperawatan untuk mengurangi nyeri pada tindakan invasif lainnya.
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
89
Penelitian ini perlu ditindaklanjuti dengan penelitian lain untuk mendapatkan
evidence based yang akan diterapkan dalam layanan keperawatan pada anak.
Perawat khususnya perawat spesialis anak, mahasiswa keperawatan dan
peneliti keperawatan harus bersama-sama mencari bukti-bukti ilmiah
berdasarkan penelitian terkini terkait upaya meminimalisasi efek nyeri dan
mengkaji serta menerapkannya dalam layanan keperawatan pada anak untuk
meningkatkan kualitas hidup anak.
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
BAB 7
SIMPULAN DAN SARAN
7.1. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang pengaruh madu untuk
mengurangi nyeri pada anak saat diberikan tindakan invasif pengambilan
darah di RSUD Gunung Jati dan RSUD Arjawinangun Cirebon dapat
disimpulkan sebagai berikut :
a. Usia responden ada pada rentang 1-3 tahun (toddler) dan >3-6 tahun
(preschool) dengan proporsi sama, sebagian besar berjenis kelamin lakilaki, didampingi oleh orang tua,
dan memiliki pengalaman nyeri
sebelumnya.
b. Rata-rata skor nyeri pada kelompok anak yang diberikan madu saat
dilakukan pengambilan darah adalah 8,8 dan rata-rata skor nyeri pada
kelompok anak yang diberi plasebo saat dilakukan pengambilan darah
adalah 10,5.
c. Ada perbedaan yang berbeda pada rata-rata skor nyeri antara kelompok
intervensi dan kelompok kontrol dengan nilai p value 0,001.
d. Ada
perbedaan rata-rata skor nyeri pada kelompok intervensi dan
kelompok kontrol dengan karakteristik anak khususnya karakteristik usia
dan kehadiran orang tua.
7.2. Saran
7.2.1 Pelayanan keperawatan dan institusi rumah sakit
a. Mempertimbangkan hasil penelitian sebagai acuan dalam terapi
nonfarmakologi pada anak yang mendapatkan tindakan invasif untuk
meminimalkan nyeri.
b. Mengembangkan program seminar dan pelatihan terkait tentang terapi
nonfarmakologi yang dapat diterapkan pada anak sesuai dengan
tahapan tumbuh kembangnya, yang digunakan sebagai manajemen
nyeri.
90
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
91
c. Menerapkan tehnik-tehnik nonfarmakologis dalam manajemen nyeri
akibat indakan invasif pada anak disesuaikan dengan tahap tumbuh
kembang anak
7.2.2. Bagi ilmu Keperawatan
a. Mensosialisasikan
informasi
dan
pengetahuan
tentang
tehnik
nonfarmakologis yang efektif dalam menejemen nyeri akibat tindakan
invasif pada anak, melalui seminar, symposium dan konferensi
keperawatan.
b. Memasukkan materi tentang tehnik-tehnik nonfarmakologis dari hasi
penelitian yang telah banyak diujicobakan dan dapat diterapkan dalam
menejemen nyeri akibat tindakan infavif pada anak, dalam kurikulum
pendidikan sarjana keperawatan dan magister keperawatan.
c. Membangun hubungan dan kerjasama yang baik dengan institusi
pelayanan
kesehatan
untuk mengembangkan
peenerapan
hasil
penelitian terkai tindakan mandiri perawat dalam manajemen nyeri
akibat tindakan invasif.
7.2.3. Penelitian Selanjutnya
a. Perlu dilakukan suatu penelitian untuk mengatahui efektivitas madu
peroral terhadap prosedur invasif minor lain seperti injeksi
intramuscular, injeksi sub cutan, pemasangan infus, dan lain-lain.
b. Perlu penelitian lebih lanjut tentang pengaruh madu terhadap respon
nyeri pada anak dengan usia yang sama atau berbeda dengan jumlah
sampel yang lebih banyak, tempat penelitian yang berbeda dan
istrumen skor nyeri yang berbeda.
c. Perlu penelitian lebih lanjut tentang pengaruh madu pada kelompok
usia tertentu, terhadap nyeri kronik.
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
DAFTAR PUSTAKA
Acharya, A.B., Bustani, P.C., Taub, N.A., & Beattie, R.M. (2008). Randomised
controlled trial eutectic mixture of local anasthetics cream for venepunture in
healthy pretrm infant. Arch Dis Child Fetal Neonatal, 78(6), 138-142.
Akanmu, M.A., Olowookere, T.A., Atunwa, S.A., Ibrahim, B.O., Lamidi, O.F.,
Adams, P.A., et al. (2011). Neuropharmacoloical effects of Nigerian honey
in mice. Department of Pharmacology, Faculty of Pharmacy. NCBI 8(3), 230245. Diunduh tanggal 20 Oktober 2012. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/
pmc/articles
Almada, (2000). Natural COX-2 inhibitor the future of pain relief. International
Chiropractic Pediatric Association. Pain News, 10(2), 112-118. Diunduh
tanggal 26 Juli 2012. http://www.naturalnews.com/pain.html
Alzubier, A.A., & Okechukwu, P.N. (2011). Investigation of anti-anflammatory,
antipyretic and analgesic effect of Yemeni Sidr honey. World Academy of
Science, Engineering and Technology, 47(5), 52-58.
Amy, L., Drendel, D.O., David, C., Brousseau, M.D., Marc, H., & Gorelick,
M.D. (2006). Pain assessment for pediatric patients in the emergency
departmet. Pediatrics, 117(5), 1511-1517. Diunduh tanggal 30 Desember
2012. http://pediatrics.aappublications.org/content/117/5/1511.full.pdf.
American Academy Of Pediatrics, American Pain Society. (2002). The
assessment and management of acute pain in infants, children, and
adolescents. Pediatrics, 17(7), 108-793.
American Academy of Pediatrics, Canadian Pediatric Society. (2000). Prevention
and management of pain and stress in the neonate. Pediatrics, 61(3), 105-454.
Diunduh tanggal 12 Agsutus 2012. http://pediatrics.aappublications.org/
content/105/2/454.full.
American Pain Society. (2000). Pain assessment and treatment in the managed
care environment.
Diunduh
tanggal 27 Juli 2012. http://:www.
ampainsooc.org/cgi-bin/print/pl.
_________________. (2003). Pediatric chronic pain: A position statement from
the American pain society.
Diunduh
tanggal 28 Juli
2012.
http://:www.ampainsooc.org/cgi-bin/ print/pl.
Arrowsmith, J., & Campbell, C.A. (2000). A comparation of local anaesthectics
for venepucture. Arch dis Child, 82(6), 309-310. Diunduh tanggal 7 Aguatus
2012. http://adc.bmj.com/content/82/4/309.full
92
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
93
Aziz A.H.A. (2005). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 2. Jakarta : Salemba.
Badan Standarisasi Nasional Indonesia. (2004). Madu. Badan Standarisasi
Nasional Indonesia, Jakarta.
Bauer K., Ketteler, J., Hellwing, M., Laurenz, M., & Versmold, H. (2005). Oral
glucose before venepuncture relieves neonates of pain, but stress is still
evidenced by increased ini oxygen consumption, emergency expenditure and
heart rate. Pediart Res, 55(4), 695-700.
Beisang, A. (2007). Assessing pain in children with severe neurocognitive
impairments. A Peditric Perspective, 16(6), 120-128. Diunduh tanggal 14
Agustus 2012. http://www. gillettechildrens.org/…/vol16No5.pdf.
Bognadov, S. (2010). Honey as nutrient and function food. Bee product science
Januari 28(2) 145-147. Diunduh
tanggal 25 Agustus 2012.
http://www.beehexagon.netfles/fil/file./HealthHoney/HoneyNutrition.JACN.
Bogdanov, S., Jurendic, T., Sieber, R., & Gallmann, P. (2008). Honey for
nutrition and health: a Review. American Journal of the College of Nutrition
27(7),
677-689.
Diunduh
tanggal
28
Juli
2012.
http://:ww.beehexagon.net/files /file/fileE/HealthHoney/Nutriti JAC.pdf.
Breau, L.M., McGrath, P.J., Camfield, C.S., & Finley, G.A. (2000). Psychometric
properties of the non-communicating Children’s Pain Checklist-revised, Pain,
99(7), 349-357.
Breivik, H., Borchgrevink, P.C., Allen, S.M., Rosseland, L., Romundstad, L.,
Hals, E.K.B., et al. (2008). Assessment of pain. British Journal of Anaesthesia
101(1),
17–24.
Diunduh
tanggal
8
Agustus
2012.
http://bja.oxfordjournals.org/ content/101/1/17.full.pdf
Brusch, B., & Zeltzer, L.K. (2004). Pediatric pain management, dalam R.E.,
Behman, , R.M., Kliegman, H.B., Jenson, (Eds). Neston Nursing Pediatrics,
edisi ke-17, hlm 66-358. Philadelphia: Saunders.
Buckle, K.A., Edwards, R.A., Fleet, G.H., & Wooton, M. (2000). Ilmu Pangan.
Terjemahan: Purnomo, H & Adiono. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.
Bulloch, B., & Tenenbein, M. (2002). Assessment of clinically significant
changes in acute pain in children. Acad Emerg Med, 29(9), 199-202.
_________________________ . (2002). Validation of 2 pain scales for use in the
pediatric emergency department. Pediatrics, 110(3), 1-6.
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
94
Burns, N., & Grove, S.K. (2009). The practice of nursing resesrch: appraisal,
synthesis, and generation of evidence, 6th ed. Missouri: Saunders Elsevier.
Carbajal, R., Chauvet, X., Couders, S., Oliver-Martin, M. (2009). Randomised
analgesic effects of sucrose, glucose, and pacifiers in term neonates. BMJ,
47(7),
319-1393.
Diunduh
tanggal
14
Agustus
2012.
http://www.bmj.com/content/319/7222/1393.
Cohen, L.L. (2008). Behavioral approaches to anxiety and pain management for
pediatric venous access. Pediatric, 45(7), 122-134, Diunduh tanggal 20
September
2012.
http://pediatrics.aappublications.org/content/122/
Supplement3/S134.full.pdf
Cornelia P., & Chis, A. (2011). Chemical and biochemical caraterization of three
disserent types honey from Bihor country. Faculty for Environmental
Protection, 25(1), 313-318. Diunduh
tanggal 25 Juli 2012.
http://notulaebotanicae.ro/nbha/article/viewFile/4780/4516
Craig, K.D , Lilley, C.M., & Gilbert, C.A. (2006). Social barriers to optimal
pain management in infants and children. Clin J Pain,12(4), 232–242.
Czarnecki, M.L., Turner, H.N., Collins, P.M., Doellman, D., Darcy., Wrona, S., &
Reynolds, J. (2011). Procedural pain management: A position statement with
clinical practice recommendations. Pain Management Nursing, 21(11), 1-17.
Crowley, M.A., Storer, A., Heaton, K., Naccrato, M.K., Proehl, J.A., & Moretz,
J.D. (2010). Emergency nursing resource: Needle-related procedural pain in
pediatric patient in the emergency departement. Pediatric Emergency Care.
27(2),
126-129.
Diunduh
tanggal
8
Juli
2012.
http://www.ena.org/IENR/ENR/ Documents/PedPainManagementENR.pdf
Curtis, S.J., Jou, H., Ali, S., Vandermeer, B., & Klassen T. (2007). A
randomized controlled trial of sucrose and/or pacifier as analgesia for infants
receiving venipuncture in a pediatric emergency department. BMC Pediatrics,
77(7),
1471-1476.
Diunduh
tanggal
27
Juli
2012.
http://www.biomedcentral.com/1471-2431/7/27/pdf.
Daniela, M., Clarisa, N., Virgil, V., Elisabeta, V., & Schneider, F. (2010).
Physiology of pain – general mechanisms and individual differences. Jurnal
Medical Aradean, 8(4), 19-23. Diunduh tanggal 2 Oktober 2012.
www.jmedar.ro
Davaera, Y. (2006). Larutan glukosa oral sebagai analgesik pada prosedur
pengambilan darah tumit bayi baru lahir: Suatu uji klinik acak tersamar
ganda. Fakultas Ilmu Kedokteran Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
95
Dharma, K. (2011). Metodologi penelitian keperawatan: pedoman melaksanakan
san menerapkan hasil penelitian. Jakarta: Trans Info Media.
Dilen, B., & Elseviers, M. (2010). Oral glucose solution as pain relief in newborn:
Result a clinical trial. Birth issue in perinatal Care, 37(2), 99-105.
Dowling, M. (2004). Pain assessment in children with neurological impairment,
Pediatric Nursing, 5(4), 37-38. Diunduh
tanggal
27 Juli 2012.
www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15116686.
Drendel, A., Brousseau, D., & Gorelick, M.H. (2006). Pain assessment for
pediatric patients in the Emergency Department. Pediatrics, 117(5), 15111518. Diunduh tanggal 12 Juli 2012. http://pediatrics.aappublications.org.
Eichenfield, L.F., Funk, A., Fallon-Friedlander, S., Cunningham, B.B. (2002). A
clinical study to evaluate the efficacy of ELA-Max (4% liposomal lidocaine)
as compaired with eutectic mixture of local anasthetics cresm for reduction of
venipuctue in children. Pediatrics, 19(9), 109-1093.
Eldridge, C., & Kennedy, R. (2009). Non pharmacological techniques for stress
reduction during emergency medical care: A review. Pediatrics, 11(4), 244250. Diunduh tanggal 12 Juli 2012. http://cdn.intechopen.com/pdfs/.pdf
Ellis,J.A., Sharp, D., Newhook, K., & Cohen, J. (2004). Selling comfort: A survey
of interventions for needle procedures in a Pediatric Hospital. Pain
Management Nursing, 5(4), 144-152.
Fein, J.A., Zempsky, W., Cravero, J.P. (2012). Relief of pain and anxiety in
pediatric patients in emergency medical systems. Pediatrics, 130(5), 13911405.
Fenicia, L., & Anniballi, F. (2004). Infant botulism. Ann Ist Super Sanita. 45(2),
134-146.
Gimbler-Berglund, I., Ljusegren, J., & Enskar, K. (2008). Factors influencing
pain management in children. Pediatrics Nursing, 20(10), 21-24. Diunduh
tanggal 20 Juli 2012. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19119745
Goenarwo, E., Chodidjah, & Susanto, H. (2011). Uji efektifitas analgetik madu
pada tikus dengan metoda geliat asetat. Semarang: Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sultan Agung.
Gottschalk, A., & Smith, D.S. (2001). New concepts in acue pain therapy:
Prepentive analgesia. Am Fam Phys, 63(84), 190-197. Diunduh tanggal 25
Juli 2012. http://www.aafp.org/afp/2001/0515/p1979.html.
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
96
Gardner, F., & Shaw, D.S. (2008). Behavioral Problems of Infancy and Preschool
Children. ISBN, 978(1), 4051-4549.
Gradin, M., Eriksson, M., Holmqvst, G., & Schollin, J. (2002). Pain reduction at
venipucture in newborn: Oral glucose compared with local anesthetic cream.
Pediatrics, 57(9), 110-153. Diunduh
tanggal 20 Agustus 2012.
http://peditrics.aappublication.org/conten/110/6/1053.full.html.
Gradin, M., Eriksson, M., Holmqvst, G., Holstien, R.N., & Schollin, J. (2006).
Pain reduction at venipucture in newborn: Oral glucose compared with local
anesthetic cream review. Pediatrics, 6(10), 1053-1057. tanggal 28 Juli 2012.
http://www.pediatricsdigest.mobi/content/110/6/1053.full.
Green R.S., & MacIntyre, J.K. (2009). Critical care in the Emergency
Department: An assessment of the length of stay and invasive procedures
performed on critically ill ED. Scandinavian Journal of Trauma, Resuscitation
and Emergency Medicine, 17(8), 43-47. Diunduh tanggal 8 Agustus 2012.
http://www.sjtrem.com/content/17/1/47.
Hagglof, B.L., & Bergstrom, L.L. (2009). Impaired health-related quality of life
in children with recurrent pain. Pediatrics, 124(4), 759-760. Diunduh tanggal
7 Agustus 2012. http://pediatrics.aappublications.org/content/full.htm
Harrison, D., Yamada, J., Webber, A.T., Ohlsson, A., Beyene, J., & Steven, B.
(2011). Sweet tasting solution for reduction of needle-related procedural in
children aged one to 16 years review. The Cochrane Library, 19(8), 156-159.
Hamad, S. (2004). Terapi Madu. Jakarta. Pustaka Imam, h. 30.
Herd, D.w., Franz, E., Gilhotra, Y., & Huckson, S. (2009). Pain management
practices in paediatric emergency departments in Australia and New Zealand:
A clinical and organizational audit by National Health and Medical Research
Council’s National Institute of Clinical Studies and Paediatric Research in
Emergency Departments International Collaborative. Emergency Medicine
Australasia, 21(2), 210-221.
Hockenberry, M. J., & Wilson, D. (2007). Wong’s nursing care of infants and
children. (8th ed.). St. Louis: Mosby Elsevier.
Huether, S.E., & Leo, J. (2002). Pain, tempetarure regulation, sleep, and sensory
fuction. In K.I., McCance & S.E., Heuether (Eds), Pathophysiology: The
biologic basis for disease in adults and children (4th ed), pp. 401-410.
St.Louis. MO: Mosby-Year Book.
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
97
Jatana, L. J., Dalal, J.L., & Wilson, G.C. (2003). Analgesic effect of oral
glucose in neonates. MJAFI, 59(2), 100-104. Diunduh tanggal 24 September
2012. medind.nic.in/maa/ t03/i2/maat03i2p100.pdf
Kelly, A.M. (2000). A process approach to improving pain management in the
emergency department development and evaluation. J Accid Emerg Med. 17,
(7), 185-187.
Kenneth, D.C., Lilley, Christine M., Gilbert, & Cheryl A. (2006). Barriers to
optimal pain management in infants, children, and adolescents social barriers
to optimal pain management in infants and children. Clinical Journal of Pain,
12(3), 232-242.
Kleiber, C., Sorenson, M., Whiteside, K., Gronstal, B.A., & Tannous, R. (2002)
Topikal anasthetics for intravenous insertion in children: A randomized
equivalency study. Pediatrics, 61(7), 110-758. Diunduh
tanggal 20
September 2012. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/12359791
Kolcaba, K. (2003). Comfort theory and practice: A vision for holistic health care
and research. New York, NY: Springer Publishing Company.
Kolcaba & Di Marco. (2005). Comfort theory and its application to pediatric
nursing. Diunduh 20 Juni 2012. http://www.thecomfortline.com/comfort
theory.
Larsson, B.A., Tannfeldt, G., Lacercrantz, H., Olsson, G.L. (2000). Venipuncture
is more affective and less painfull than heel lancinf for blood tests in neonates.
Pediatrics, 16(5), 101-882. Diunduh
tanggal 12 Agustus 2012.
http://pediatrics.aappublications.org/content/101/5/882.full.
Latief, S.A., (2001). Petunjuk praktis anatesiologi, edisi III, Bag Anastesiologi
dan Terapi Intensif FK UI, Jakarta.
Laxmikant, S., Deshmukh & Udani, R.H. (2002). Analgesic effect of oral glucose
in preterm infants during venipuncture: A double-blind, randomized,
controlled trial. Jurnal of Tropical Pediatric, 48(3), 138-141.
Le Mone, P., & Burke, K. (2008). Medical surgical nursing: Critical thinking in
client care. (3rd ed.). A. Pearson Education Company.
Loeser, J. D., & Treede, R. D. (2008). The Kyoto protocol of IASP basic pain
terminology. Pain , 137(3), 473–477.
Logan, D. E., & Rose, J. B. (2004). Gender differences in postoperative pain and
patient controlled analgesia use among adolescent surgical patients. Pain , 109
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
98
(3),
481–487.
Diunduh
tanggal
12
http://www.sciencedirect.com/science/ article/pii.
September
2012.
Loissi, C., White, P., & Hatira, P. (2006). Randomized clinical trial of local
anesthetic versus a combination of local anesthetic with self-hypnosis in the
management of pediatric procedure-related pain. NCBI, 25(3), 307-312.
Lewkowski, M.D., Barr, R.G., Sherrard, A., Lessard, J., Harris, A.R., & Young
S.N. (2003). Effects of chewing gum on responses to routine painful
procedures in children. Physiology & Behavior, 79(2), 257–265
Lyon,F., Boyd, R., & Mackway-Jones, K. (2005). The convergent validity of the
Manchester pain scale. Emergency Nurse, 13(1), 3-38. Diunduh tanggal 13
Agustus 2012. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15861613.
MacLean, S., Obispo, J., & Young, K.D. (2007). The gap between pediatric
emergency department procedural pain management treatment available and
actual practice. Pediatric Emergency Care. 23(2), 87-93.
Manchikanti, L., Datta, S., Gupta, S., Munqlani, R., Bryce, D.A., Ward, S.P., et al.
(2010). Critical review of the American Pain Society Clinical Practice
Guidelines for interventional techniques: Part 1. Diagnostic interventions.
Pain Physician, 13(3), 141-174.
Mathew, P.J. (2003). Assessment and management of pain in children review.
BJM, 45(5), 256-260. Diunduh tanggal 9 July 2012. http://pmj.bmj.com
Mathew, P.J., & Mathew, J.L. (2003). Assessment and management of pain in
infant. PostgradMed, 2(48), 430-438. Diunduh tanggal 7 Agustus 2012.
http://pmj.bmj.com/content/79/934/438
Matthews, E.A., & Dickenson, A.H. (2004). Pain patohysiology. Dalam: S.J.,
Dolin, N.L., Patfield. (Eds). Pain medicine manual. Edisi ke-2, h. 11-19.
London: Butterworth Heineman.
McCaffrey, D., & Pasero, R. (2010). Pain assessment and management in children
and adolescent. Pediatrics, 108(3), 793-797. Diunduh tanggal 25 Juli 2012.
http://pediatrics.aappublications.org/content/108/3/793.full
Mediani, H.S., Mardhiyah, A., dan Rakhmawati, W. (2003). Respon nyeri infant
dan anak yang mengalami hospitalisasi saat pemasangan infuse di RSUD
Sumedang. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran
Meliala, L. (2001). Patofisiologi nyeri. Dalam: K.L., Meliala, A., Suryamiharja,
J.S., Purna, H.A., Sadeli. (Ed). Nyeri neuropatik. patofisiologi dan
penatalaksanaan, h 1-2, Kelompok Studi Nyeri, PERDOSSI.
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
99
Morton, N.S. (2008). Prevention and control of pain in children. Br J Anaesth, 29,
(8124),
118-.
Diunduh
tanggal
20
September
2012.
http://bja.oxfordjournals.org/content/ 83/1/118.full.pdf
Movahaedi, A. F. (2006). Effect of local refrigeration prior to venipuncture on
pain related responses in school age children. Pediatrics, Diunduh tanggal 20
Juli 2012. http://www.ajan.com.au/Vol24/Vol24.2- 8.pdf
National Honey Board. (2010). A Refernce Guide from National Board. I’am to
tell you the facts about honey. Diunduh tanggal 5 Januari 2013.
http://www.pointernet.pds.hu/honey/techbroch.pdf
Newman, C.l., Lolekha, R., Limtifikul, K., Luangxay, K., Chopitayasunondh, T.,
Chanthavanich, P. (2005). A Comparasion of pain scales in Thai children.
Arch Dis Child, 990(70) 269-275.
Nurhidayah, I. (2011). Pengaruh pemberian madu dalam tindakan keperawatan
oral care terhadap mukositis akibat kemoterapi pada anak di RSUPN Dr.
Cipto Mangunkusumo Jakarta. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia.
Noel, M., Chambers, C.T., McGrath, P.J., Klein, R.M., & Stewart, S.H. (2012).
The influence of children’s pain memories on subsequent pain experience.
PAIN, 115(16), 1563–1572.
O'Malley, P.J., Brown, K., & Krug, S.E. (2008). Patient and Family-Centered
care of children in the emergency department. Pediatrics, 112(19), e511-e521.
O'Rourke, D. (2004). The measurement of pain in infants, children, and
adolescents: From policy to practice. Diunduh tanggal 20 Juni 2012.
http://ptjournal.apta.org
Ozcetin, M., Suren, M., Karaaslan, E., Colak, E., Kaya, Z., & Guner, O. (2011).
effects of parent's presence on pain tolerance in children during venipuncture:
A randomised controlled trial. HK J Paediatr, 67(16), 247-252.
Petersen, S., Hagglof, B.L., & Bergstrom, E.I. (2009) Impaired health related
quality of life in children with recurrent pain. Pediatrics, 124(4), 759-767.
Polit, D.F., & Beck, C.T. (2012). Nursing research: generating and assessing
evidence for nursing practice, 9th ed. Philadelpia: Lippincott.
Polit, D.F., & Hungler, B.P. (1999). Nursing research: Principles and methods,
6th ed. Philadelpia: Lippincott
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
100
Potter, A.G., & Perry, P.A. (2005). Buku ajar fundamental keperawatan: Konsep,
proses, dan praktik, Edisi 4. Jakarta: EGC.
Purabaya, J.R. (2002). Mengenal dan memanfaatkan khasiat madu alami. hal 182,
Bandung, CV.Pionir Jaya.
Puspitasari, I. (2007). Rahasia sehat mmadu, hal 57. Yogyakarta, PT.Bentang
Pustaka.
Ratnapalan, S., Mason, K.P,. & Mace, S.E. (2010). Pediatric pain management
and sedation. International Journal of Pediatrics. 2(5), 512-515.
Sastroasmoro, S., & Ismael, S. (2011). Dasar-dasar metodelogi penelitian klinis,
edisi 4. Jakarta: Sagung Seto.
Schechter, N.L., Zempsky, W.T., Cohen, L.L., McGrath, P.J., McMurtry, C.M., &
Bright, N.S. (2007). Pain reduction during pediatric immunizations: evidencebased review and recommendations. Pediatrics. 28(9), 156-159.
Scheiner, R., Pluckhahn, S.,
O’ney, B., Blenau , B., & Erber, J. (2002).
Behavioural pharmacology of octopamine, tyramine and dopamine in honey
bees. Behavioral Brain Resesrch, 136(12), 545-553.
Schmitz, A.K., Vierhaus, M., & Lohaus, A. (2012). Pain tolerance in children and
adolescents: Sex differences and psychosocial influences on pain threshold
and endurance. European Journal of Pain. 10(2), 153-157.
Sikorova, L., & Hrazdilova, P. (2011). The effect of psyhchological intervention
on perceived pain in children undergoing venipuncture. Biomed Pap Med,
155(20), 218-203.
Smeltzer, S.C., & Bare, B.G. (2001). Buku ajar keperawatan medikal bedah.
Brunner & Suddarth, Edisi 8. Jakarta: EGC.
Soyer, T., Deniz, T., Akman, H., Hancerliogullari, O., Turkmen, F., & Cesur, O.
(2009). The impact of pediatric trauma score on burden of trauma in
emergency room care. The Turkish Journal of Pediatric, 51(7), 367-370.
Sparks, L.A., Setlik, J., & Luhman, J. (2007). Parental holding and positioning
to decrease IV stress in young children: A randomized controlled trial.
Journal of Pediatric Nursing, 22(6), 257-263.
Srouji, R,. Ratnapalan, S., & Schneeweiss, S. (2010). Pain in children: assessment
and nonpharmacological management. International Journal of Pediatrics,
474(11), 838-842.
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
101
Steven, B., Yamada, J., & Ohlsson, A. (2005). A Sucrose for analgesia in
newborn infant undergoing painful procedures. NICHD, 56(2), 105-112.
Diunduh tanggal 23 September 2012. http://www.nichd.nih.gov
/cochraneneonatal/stevens/ stevens.html.
Suarez, J.A., Tulipani, S., Romandini, S., Bertoli, E., & Battino, M. (2010).
Contribution of honey in nutrition and human health: a review. J. Mediterr
Nutr Me-tab, 5(2), 15-23. Diunduh tanggal 28 Juni 2012. http://www.springerlink.com/content/g1771u466wvr2h26/fulltext.pdf.
Supartini, Y. (2004) Konsep dasar keperawatan anak. Jakarta: EGC
Suraseranivonges, S., Santawat, U.K., Kraiprasit, K.S., Pectharatana, S.S.
Prakkammodom, S., & Muntraporn, N. (2001). Cross-validation of composite
pain scale for preschool children within 24 houe of surgery. British Journal,
87(3), 400-408.
Taddio, A., Appleton, M., Bortolussi, R., Chambers, C., Dubey, V., Halperin, S.,
et al. (2010). Reducing the pain of childhood vaccination: an evidence-based
clinical practice guideline. CMAJ, 182(8), 843-855. Diunduh tanggal 12
September 2012. http://www.cmaj.ca/content/182/18/1989.full.
Taylor, C.R., Lillis, G., LeMone, P., & Lynn, P. (2008). Fundamental of nursing :
The art and science of nursing care. (6th ed.). Philadelphia: Nazareth
Hospital.
Tomey, A.M., & Alligood, R.M. (2006). Nursing science and their works. (6th
ed.). St. Louis; Mosby Elsevier.
Truchado, P., Izquierdo, G.A., Barberan, T.F., & Allende, A. (2009). Inhibition by
chesnut honey of N-Acyl-L homoserine lactones and biofilm formation in
erwinia carotovora, yersinia enterocolitica, and aeromonas hydrophila.
Agricultural and Food Chemistry, 57(23), 11186-11193. Diunduh tanggal 12
Agustus 2012. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19950997
Twycross, A. (2000). Education about pain: A neglected area?. Nurse Educ
Today.20(5), 244–253. Diunduh tanggal 20 September 2012.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/ pubmed/10820579.
Uman, L.S., Chambers, C.T., McGrath, P.J., & Kisely, S. (2007). Psychological
interventions for needle-related procedural pain and distress in children and
adolescents. Cochrane Database of Systematic Reviews, 4, 2. Agustus 20,
2012. http://udini. proquest.com/view/psychological-interventions-for-pqid:
1968185 001/
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
102
Wanga, Z., Sunb, L., & Chena, A. (2008). The efficacy of non-pharmacological
methods of pain management in school age children receiving venepuncture in
a paediatric department: a randomized controlled trial of audiovisual
distraction and routine psychological intervention. Swiss Med Wkly,138 (39).
79-584.
Weisman, S.J., Bernstein, B., & Schechter, N.L. (2008). Consequences of
inadequate analgesia during painful procedures in children. Arch Pediatr
Adolesc Med, 9, 147-152. Agustus 28, 2012. http://archpedi.jamanetwork.com
/article.aspx?articleid=189261.
William, T., Zempsky, M.D., Neil, L., & Schechter, M.D. (2003). What’s new
in the management of pain in children. Pediatrics in Review, 24, 10, 377-348.
September 25(5), 2012. http://pedsinreview.aappublications.org/content
/24/10/337.extract
William, T., & Zempsky, M.D. (2008). Optimizing the management of peripheral
venous access Pain in children: Evidence, impact, and implementation.
Pediatrics, 122, (3), 121-124.
Won, D. (2006). Effect of programmed information on coping behavior and
emotions of mother of young children undergoing IV procedures. Jurnal of
Korean Academy of Nursing, 36(8), 1301-1307.
Wong. D.L., & Hockenberry, M. J. (2003). Nursing care of infants and children,
(7th ed.), St. Louis: Mosby.
Young, K.D. (2005) Pediatric procedural pain. Ann Emerg Med, 57, 1071, 74.
Januari 1, 2012. http://web.unife.it/utenti/giampaolo.garani/SedazioneFarmaci/AnnEmergMed2005.Pediatric%20procedural%20pain.pdf.
Zeltzer, L., & Brown, M.A. (2007). Pre treating pain associated with venous
access procedures. US Paediatrics, 1(2), 78-80.
Zempsky, W.T. (2000). Developing the painless emergency department: A
systematic approach to change. Clin Pediatr Emerg Med, 56(1), 253–259.
Zempsky, W.T., & Cravero, J.P. (2004). Relief of pain and anxiety in pediatric
patients in emergency medical systems. Journal of Pediatric, 5, (5), 114-117.
Zempsky, W.T., & Schecter, N.L. (2005). What’s new in the management of pain
in children. Pediatric in Review, 24(8), 337-340.
Zubieta, J.K., Yolanda, R., Smith,.Bueller, J.A., Xu, Y., Kilbourn, M.R., et al.
(2002) Opioid receptor-mediated antinociceptive responses differ in men and
women. The Journal of Neuroscience, 22(12), 5100–5107.
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
Lampiran 1
PENJELASAN TENTANG PENELITIAN
Pengaruh Pemberian Madu Terhadap Penurunan Skor Nyeri
Akibat Tindakan Invasif Pengambilan Darah Intra Vena Pada Anak di UGD
RSUD. Kota Cirebon
Anda sebagai orang tua/wali diminta untuk berpartisiasi dalam penelitian.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui lebih jauh tentang pengaruh pemberian
madu terhadap penurunan skor nyeri akibat tindakan invasif pengambilan darah
intra vena pada anak di ruang UGD RSUD Gunung Jati dan RSUD Arjawinangun
Cirebon. Peneliti (Saya) akan memberikan lembar persetujuan ini, dan
menjelaskan bahwa keterlibatan anada di dalam penelitian ini atas dasar sukarela.
Nama saya/peneliti adalah Ayu Yuliani Sekriptini. Saya pengajar di
POLTEKKES Tasikmalaya, Progam Studi Keperawatan Cirebon, dan sekarang
sedang melanjutkan studi S2 di Faklutas Keperawatan Universitas Indonesia, yang
beralamat di Faklutas Keperawatan Universitas Indonesia kampus Depok, 16424.
Saya dapat dihubungi di nomor telepon 0816646216. Penelitian ini mendapat
dukungan dana dari PUSDIKNAKES. Penelitian ini merupakan bagian dari
persyaratan untuk Program Pendidikan Magister saya di Universitas Indonesia.
Pembimbing saya adalah Yeni Rustina, SKp., M.App.Sc, PhD., dari Faklutas
Keperawatan Universitas Indonesia.
Penelitian ini melibatkan anak yang berusia 1sampai 6 tahun, yang masuk ke
ruang unit gawat darurat dan akan dilakukan tindakan invasif pengambilan darah.
Keputusan diwakilkan kepada orang tua/wali anak untuk ikut ataupun tidak dalam
penelitian ini. Dan apabila orang tua/wali memutuskan berpartisipasi, orang
tua/wali bebas untuk mengundurkan diri dari penelitian kapanpun.
Sekitar 68 anak akan terlibat dalam penelitian ini dari satu rumah sakit yang
berada di Cirebon, Indonesia. Penelitian ini akan dilakukan di RSUD Gunung Jati
RSUD. Arjawinangun Cirebon.
Kuesioner yang akan saya berikan terdiri dari dua bagian. Bagian pertama berisi
tentang demografi seperti usia, jenis kelamin, tanda vital, pengalaman diambil
darah sebelumnya, pengalaman nyeri sebeumnya, dan saat penambilan darah
pasien didampingi atau tidak. Bagian kedua berisi penilaian skor nyeri dengan
menggunakan skala nyeri Children’s Hospital of Eastern Ontario Pain Scale
(CHEOPS). Pengisian kuesioner data demografi dan penilaian skor nyeri
dilakukan oleh peneliti dan asisten peneliti.
Saya akan menjaga kerahasiaan anak anda dan keterlibatan anak anda dalam
penelitian ini. Nama anak anda tidak akan dicatat dimanapun. Semua kuesioner
yang telah terisi hanya diberi nomor kode yang tidak bisa digunakan untuk
mengidentifikasi identitas anak anda. Apabila hasil penelitian ini diplubikasikan,
tidak ada satu identifikasi yang berkaitan dengan anda akan di tampilkan dalam
publikasi tersebut. Siapa pun yang bertanya tentang keterlibatan anda dan apa
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
Lampiran 2
yang anda jawab dalam penelitian ini, anda berhak untuk tidak menjawabnya.
Namun, jika diperlukan catatan penelitian ini dapat dijadikan barang bukti apabila
pengadilan memintanya. Keterlibatan anda dalam penelitian ini, sejauh saya
ketahui, tidak menyebabkan risiko yang lebih besar dari pada risiko yang biasa
anda hadapi sehari-hari.
Walaupun keterlibatan dalam penelitian ini tidak memberikan keuntungan
langsung pada anda, manun hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat untuk
mengetahui lebih jauh tentang pengaruh pemberian madu terhadap penurunan
skor nyeri pada anak dengan tindakan invasif pengambilan darah intra vena di
ruang unit gawat darurat. Apabila setelah terlibat penelitian ini anda masih
memiliki petanyaan, anda dapat menghubuni saya di nomer telepon 0816646216.
Setelah membaca informasi di atas dan memahami tentang tujuan penelitian dan
peranyang diharapkan dari saya di dalam penelitian ini, saya setuju untuk
berpartisipasi dalam penelitian ini.
……………………2012
_________________
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
Lampiran 3
LEMBAR PERSETUJUAN BERSEDIA
MENJADI RESPONDEN PENELITIAN
Saya, yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama
: ___________________________________________
Umur
: ___________________________________________
Bapak/Ibu/Wali Anak : ___________________________________________
Menyatakan bahwa :
1. Telah mendapatkan penjelasan tentang penelitian “Pengaruh Pemberian
Madu Terhadap Penurunan Skor Nyeri Akibat Tindakan Invasif
Pengambilan Darah Intra Vena Pada Anak di Ruang UGD RSUD Kota
Cirebon”.
2. Telah diberikan kesempatan untuk bertanya dan mendapatkan jawaban yang
tepat dan sesuai dari peneliti.
3. Memahami prosedur penelitian yang akan dilakukan, tujuan, manfaat, dan
kemungkinan efek samping yang terjadi dari penelitian yang dilakukan.
Dengan pertimbangan di atas, dengan ini saya sebagai Bapak/Ibu/Wali dari anak
saya mengijinkan/tidak mengijinkan anak saya berpartisipasi menjadi
responden dalam penelitian ini.
Demikian surat pernyataan ini saya buat agar dapat dipergunakan sebaik-baiknya.
Cirebon,…………………2012
Yang Membuat Pernyataan,
(___________________)
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
Lampiran 4
KUESIONER DATA DEMOGRAFI
Judul penelitian : Pengaruh Pemberian Madu Terhadap Penurunan Tingkat Nyeri
Akibat Tindakan Invasif Pengambilan Darah Intra Vena Pada
Anak di Ruang UGD RSUD Kota Cirebon
Kelompok
:
0
Inisial
: _______________________
No. kuesioner
: _______________________
Hari/tanggal
: _______________________
Jenis Kelamin
: Laki-laki / Perempuan
Tanggal lahir
: _____/_______/______
Umur
: _____________Bulan
1
Tanda-tanda vital : Nadi = _____________x/menit
Petujuk : Berilah tanda cek list (√) sesuai jawaban yang diberikan.
1. Apakah pasien pernah mengalami pengambilan darah sebelumnya ?
Pernah
Tidak Pernah
2. Saat pengambilan darah pasien di damping oleh keluarga ?
Ya
Tidak
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
Lampiran 5
INSTRUMEN SKALA NYERI
Children’s Hospital of Eastern Ontario Pain Scale (CHEOPS)
Kelompok
: Treatment
Inisial : ________
Kontrol
No. kuesioner : ___
Item
Tangisan
Perilaku
Tidak menangis
Merintih
Menangis
Menjerit/teriak
Ekspresi
wajah
Biasa
Merengut
1
2
Tersenyum
0
Tidak ada
Anak mengeluh
1
1
Keluhan nyeri
Kedua keluhan
2
2
Ungkapan positif
0
Netral
Gelisah
Tegang
Gemetar
1
2
2
2
Tegak lurus
Menahan
Tidak menyentuh
Berusaha menggapai
2
2
1
2
Menyentuh
Merebut
Direstrain
Netral
Menendang2
Ditarik
2
2
2
1
2
2
Berdiri
Direstrain
2
2
Ekspresi
verbal
Posisi
badan
Sentuhan
Posisi
kaki
Point
1
2
2
3
Hari/tanggal : ___________
Definisi/pengertian/interpretasi
Anak tidak menangis
Anak merintih/menangis lirih
Anak menangis tapi tidak keras
Anak menangis dengan kuat, dapat disertai
keluhan/tidak
Ekpresi wajah netral
Terdapat ekspresi wajah menunjukkan
negatif/tidak nyaman
Terdapat ekspresi wajah menunjukkan positif/
nyaman
Anak tidak berbicara
Anak mengeluh tapi tidak berkaitan dengan
nyeri, contoh “mana ibu saya” atau “saya
haus”
Anak mengeluhkan nyeri
Anak mengeuh nyeri yang lain, contoh “saya
sakit saya ingin melihat ibu saya”
Anak memberikan statment positif atau
membicarakan hal2 lain yang bukan berupa
keluhan
Badan dalam posisi rileks/isitrahat
Posis tubuh bergerakgerak (gelisah)
Badan tertekuk/melingkar atau kaku
Badan tampak tidak nyaman atau
memberontak
Badan dalam posisi tegak
Badan direstrain
Anak tidak menyentuh/memegang luka
Anak memberi reaksi tetapi tidak menyentuh
luka
Anak mencoba memegangi luka
Anak menyentuh area yang nyeri
Tangan anak direstrain
Kaki dalam posisi rileks, atau bergerak Gerak
tapi masih rileks
Gerakan2 yang menunjukkan kegelisahan,
menendang
Berdiri, kaki tertekuk dan tegang
Kaki anak direstrain
JUMLAH SKOR
Sumber : McGrath, P.J., Jhonson, G., Goodman, J.T., et al. CHEOPS: A behavioral scale for rating
postoperative pain in children. In Fields, H.L., et al. (editor) Advances in Pain Research and
Therapy, (vol 9). New York, Reven Press.
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
Skor
Lampiran 6
PROTOKOL PEMBERIAN MADU BAGI PERAWAT
1. Persiapan Alat
a. Sendok makan
b. Spuit 5 ml
c. Cairan madu
d. Alas perlak atau handuk pengalas
e. Kertas tissue
f. Air minum (jika tersedia)
2. Prosedur Pelaksanaan
a. Siapkan alat-alat yang dibutuhkan pada tempat yang telah ditentukan.
b. Lakukan mengukuran tanda vital pada anak.
c. Jelaskan pada anak, orang tua/wali akan di beri madu sebelum
pengambilan darah.
d. Letakkan alas di dada atau dipangkuan anak.
e. Berikan madu per-oral pada anak dengan menggunakan sendok atau spuit
(usia anak 1-3 tahun sebanyak 3 ml dan usia >3-6 tahun sebanyak 5 ml)
f. Anjurkan anak untuk menghabiskan madu yang diberikan.
g. Beri minum jika anak menginginkan.
h. Lap bersih mulut anak
i. Rapikan peralatan
j. Dokumentasikan tindakan (waktu pelaksanaan, paraf perawat, respon
pasien).
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
Lampiran 7
JADUAL PELAKSANAAN PENELITIAN
No
Kegiatan
1
Penyusunan
proposal
Ujian proposal
Pengumpulan data
Analisis dan
penafsiran data
Ujian hasil
penelitian
Penulisan dan draf
publikasi
Siding tesis
Penulisan tesis
Perbaikan tesis
Jilid hard cover
Pengumpulan tesis
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
September
1
2
3
4
Oktober
1
2
3
4
Bulan
November
Minggu
1 2 3 4
Desember
1
2
3
Januari
4
1
2
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
3
4
Lampiran 8
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: Ayu Yuliani Sekriptini
Tempat Tanggal Lahir : Ciamis, 25 Juli 1971
Agama
: Islam
Almat Rumah
: Jalan Sultan Ageng Tirtayasa, Perumahan Kedung Jaya
Indah Blok C No. 6 Kabupaten Cirebon
Institusi
: Poltekkes Tasikmalaya, Program Studi Keperawatan
Cirebon
Alamat Instansi
: Jalan Pemuda no 32 Kota Cirebon
1. Riwayat Pendidikan
No
1
2
3
4
5
Pendidikan
SD Negri Banjar I Kota Banjar
SMP Negri I Kota Banjar
SMA PGRI Kota Banjar
Akademi Keperawatan Depkes
Bandung
S1 Keperawatan Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas
Indonesia
Jurusan
Keperawatan
Tahun Lulus
1983
1986
1989
1992
Keperawatan
2003
Jabatan
Perawat Pelaksana
Tahun
1992-1998
Guru
Dosen
1998-2001
2001-Sekarang
2. Riwayat Pekerjaan
No
Tempat Kerja
1 Rumah Sakit Hasan Sadikin
Bandung
2 SPK Depkes Cirebon
3 Politehnik Kesehatan Tasikmalaya
Program Studi Keperawatan
Cirebon
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
Lampiran 1
PENJELASAN TENTANG PENELITIAN
Pengaruh Pemberian Madu Terhadap Penurunan Skor Nyeri
Akibat Tindakan Invasif Pengambilan Darah Intra Vena Pada Anak di UGD
RSUD. Kota Cirebon
Anda sebagai orang tua/wali diminta untuk berpartisiasi dalam penelitian.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui lebih jauh tentang pengaruh pemberian
madu terhadap penurunan skor nyeri akibat tindakan invasif pengambilan darah
intra vena pada anak di ruang UGD RSUD Gunung Jati dan RSUD Arjawinangun
Cirebon. Peneliti (Saya) akan memberikan lembar persetujuan ini, dan
menjelaskan bahwa keterlibatan anada di dalam penelitian ini atas dasar sukarela.
Nama saya/peneliti adalah Ayu Yuliani Sekriptini. Saya pengajar di
POLTEKKES Tasikmalaya, Progam Studi Keperawatan Cirebon, dan sekarang
sedang melanjutkan studi S2 di Faklutas Keperawatan Universitas Indonesia, yang
beralamat di Faklutas Keperawatan Universitas Indonesia kampus Depok, 16424.
Saya dapat dihubungi di nomor telepon 0816646216. Penelitian ini mendapat
dukungan dana dari PUSDIKNAKES. Penelitian ini merupakan bagian dari
persyaratan untuk Program Pendidikan Magister saya di Universitas Indonesia.
Pembimbing saya adalah Yeni Rustina, SKp., M.App.Sc, PhD., dari Faklutas
Keperawatan Universitas Indonesia.
Penelitian ini melibatkan anak yang berusia 1sampai 6 tahun, yang masuk ke
ruang unit gawat darurat dan akan dilakukan tindakan invasif pengambilan darah.
Keputusan diwakilkan kepada orang tua/wali anak untuk ikut ataupun tidak dalam
penelitian ini. Dan apabila orang tua/wali memutuskan berpartisipasi, orang
tua/wali bebas untuk mengundurkan diri dari penelitian kapanpun.
Sekitar 68 anak akan terlibat dalam penelitian ini dari satu rumah sakit yang
berada di Cirebon, Indonesia. Penelitian ini akan dilakukan di RSUD Gunung Jati
RSUD. Arjawinangun Cirebon.
Kuesioner yang akan saya berikan terdiri dari dua bagian. Bagian pertama berisi
tentang demografi seperti usia, jenis kelamin, tanda vital, pengalaman diambil
darah sebelumnya, pengalaman nyeri sebeumnya, dan saat penambilan darah
pasien didampingi atau tidak. Bagian kedua berisi penilaian skor nyeri dengan
menggunakan skala nyeri Children’s Hospital of Eastern Ontario Pain Scale
(CHEOPS). Pengisian kuesioner data demografi dan penilaian skor nyeri
dilakukan oleh peneliti dan asisten peneliti.
Saya akan menjaga kerahasiaan anak anda dan keterlibatan anak anda dalam
penelitian ini. Nama anak anda tidak akan dicatat dimanapun. Semua kuesioner
yang telah terisi hanya diberi nomor kode yang tidak bisa digunakan untuk
mengidentifikasi identitas anak anda. Apabila hasil penelitian ini diplubikasikan,
tidak ada satu identifikasi yang berkaitan dengan anda akan di tampilkan dalam
publikasi tersebut. Siapa pun yang bertanya tentang keterlibatan anda dan apa
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
Lampiran 2
yang anda jawab dalam penelitian ini, anda berhak untuk tidak menjawabnya.
Namun, jika diperlukan catatan penelitian ini dapat dijadikan barang bukti apabila
pengadilan memintanya. Keterlibatan anda dalam penelitian ini, sejauh saya
ketahui, tidak menyebabkan risiko yang lebih besar dari pada risiko yang biasa
anda hadapi sehari-hari.
Walaupun keterlibatan dalam penelitian ini tidak memberikan keuntungan
langsung pada anda, manun hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat untuk
mengetahui lebih jauh tentang pengaruh pemberian madu terhadap penurunan
skor nyeri pada anak dengan tindakan invasif pengambilan darah intra vena di
ruang unit gawat darurat. Apabila setelah terlibat penelitian ini anda masih
memiliki petanyaan, anda dapat menghubuni saya di nomer telepon 0816646216.
Setelah membaca informasi di atas dan memahami tentang tujuan penelitian dan
peranyang diharapkan dari saya di dalam penelitian ini, saya setuju untuk
berpartisipasi dalam penelitian ini.
……………………2012
_________________
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
Lampiran 3
LEMBAR PERSETUJUAN BERSEDIA
MENJADI RESPONDEN PENELITIAN
Saya, yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama
: ___________________________________________
Umur
: ___________________________________________
Bapak/Ibu/Wali Anak : ___________________________________________
Menyatakan bahwa :
1. Telah mendapatkan penjelasan tentang penelitian “Pengaruh Pemberian
Madu Terhadap Penurunan Skor Nyeri Akibat Tindakan Invasif
Pengambilan Darah Intra Vena Pada Anak di Ruang UGD RSUD Kota
Cirebon”.
2. Telah diberikan kesempatan untuk bertanya dan mendapatkan jawaban yang
tepat dan sesuai dari peneliti.
3. Memahami prosedur penelitian yang akan dilakukan, tujuan, manfaat, dan
kemungkinan efek samping yang terjadi dari penelitian yang dilakukan.
Dengan pertimbangan di atas, dengan ini saya sebagai Bapak/Ibu/Wali dari anak
saya mengijinkan/tidak mengijinkan anak saya berpartisipasi menjadi
responden dalam penelitian ini.
Demikian surat pernyataan ini saya buat agar dapat dipergunakan sebaik-baiknya.
Cirebon,…………………2012
Yang Membuat Pernyataan,
(___________________)
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
Lampiran 4
KUESIONER DATA DEMOGRAFI
Judul penelitian : Pengaruh Pemberian Madu Terhadap Penurunan Tingkat Nyeri
Akibat Tindakan Invasif Pengambilan Darah Intra Vena Pada
Anak di Ruang UGD RSUD Kota Cirebon
Kelompok
:
0
Inisial
: _______________________
No. kuesioner
: _______________________
Hari/tanggal
: _______________________
Jenis Kelamin
: Laki-laki / Perempuan
Tanggal lahir
: _____/_______/______
Umur
: _____________Bulan
1
Tanda-tanda vital : Nadi = _____________x/menit
Petujuk : Berilah tanda cek list (√) sesuai jawaban yang diberikan.
1. Apakah pasien pernah mengalami pengambilan darah sebelumnya ?
Pernah
Tidak Pernah
2. Saat pengambilan darah pasien di damping oleh keluarga ?
Ya
Tidak
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
Lampiran 5
INSTRUMEN SKALA NYERI
Children’s Hospital of Eastern Ontario Pain Scale (CHEOPS)
Kelompok
: Treatment
Inisial : ________
Kontrol
No. kuesioner : ___
Item
Tangisan
Perilaku
Tidak menangis
Merintih
Menangis
Menjerit/teriak
Ekspresi
wajah
Biasa
Merengut
1
2
Tersenyum
0
Tidak ada
Anak mengeluh
1
1
Keluhan nyeri
Kedua keluhan
2
2
Ungkapan positif
0
Netral
Gelisah
Tegang
Gemetar
1
2
2
2
Tegak lurus
Menahan
Tidak menyentuh
Berusaha menggapai
2
2
1
2
Menyentuh
Merebut
Direstrain
Netral
Menendang2
Ditarik
2
2
2
1
2
2
Berdiri
Direstrain
2
2
Ekspresi
verbal
Posisi
badan
Sentuhan
Posisi
kaki
Point
1
2
2
3
Hari/tanggal : ___________
Definisi/pengertian/interpretasi
Anak tidak menangis
Anak merintih/menangis lirih
Anak menangis tapi tidak keras
Anak menangis dengan kuat, dapat disertai
keluhan/tidak
Ekpresi wajah netral
Terdapat ekspresi wajah menunjukkan
negatif/tidak nyaman
Terdapat ekspresi wajah menunjukkan positif/
nyaman
Anak tidak berbicara
Anak mengeluh tapi tidak berkaitan dengan
nyeri, contoh “mana ibu saya” atau “saya
haus”
Anak mengeluhkan nyeri
Anak mengeuh nyeri yang lain, contoh “saya
sakit saya ingin melihat ibu saya”
Anak memberikan statment positif atau
membicarakan hal2 lain yang bukan berupa
keluhan
Badan dalam posisi rileks/isitrahat
Posis tubuh bergerakgerak (gelisah)
Badan tertekuk/melingkar atau kaku
Badan tampak tidak nyaman atau
memberontak
Badan dalam posisi tegak
Badan direstrain
Anak tidak menyentuh/memegang luka
Anak memberi reaksi tetapi tidak menyentuh
luka
Anak mencoba memegangi luka
Anak menyentuh area yang nyeri
Tangan anak direstrain
Kaki dalam posisi rileks, atau bergerak Gerak
tapi masih rileks
Gerakan2 yang menunjukkan kegelisahan,
menendang
Berdiri, kaki tertekuk dan tegang
Kaki anak direstrain
JUMLAH SKOR
Sumber : McGrath, P.J., Jhonson, G., Goodman, J.T., et al. CHEOPS: A behavioral scale for rating
postoperative pain in children. In Fields, H.L., et al. (editor) Advances in Pain Research and
Therapy, (vol 9). New York, Reven Press.
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
Skor
Lampiran 6
PROTOKOL PEMBERIAN MADU BAGI PERAWAT
1. Persiapan Alat
a. Sendok makan
b. Spuit 5 ml
c. Cairan madu
d. Alas perlak atau handuk pengalas
e. Kertas tissue
f. Air minum (jika tersedia)
2. Prosedur Pelaksanaan
a. Siapkan alat-alat yang dibutuhkan pada tempat yang telah ditentukan.
b. Lakukan mengukuran tanda vital pada anak.
c. Jelaskan pada anak, orang tua/wali akan di beri madu sebelum
pengambilan darah.
d. Letakkan alas di dada atau dipangkuan anak.
e. Berikan madu per-oral pada anak dengan menggunakan sendok atau spuit
(usia anak 1-3 tahun sebanyak 3 ml dan usia >3-6 tahun sebanyak 5 ml)
f. Anjurkan anak untuk menghabiskan madu yang diberikan.
g. Beri minum jika anak menginginkan.
h. Lap bersih mulut anak
i. Rapikan peralatan
j. Dokumentasikan tindakan (waktu pelaksanaan, paraf perawat, respon
pasien).
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
Lampiran 7
JADUAL PELAKSANAAN PENELITIAN
No
Kegiatan
1
Penyusunan
proposal
Ujian proposal
Pengumpulan data
Analisis dan
penafsiran data
Ujian hasil
penelitian
Penulisan dan draf
publikasi
Siding tesis
Penulisan tesis
Perbaikan tesis
Jilid hard cover
Pengumpulan tesis
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
September
1
2
3
4
Oktober
1
2
3
4
Bulan
November
Minggu
1 2 3 4
Desember
1
2
3
Januari
4
1
2
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
3
4
Lampiran 8
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: Ayu Yuliani Sekriptini
Tempat Tanggal Lahir : Ciamis, 25 Juli 1971
Agama
: Islam
Almat Rumah
: Jalan Sultan Ageng Tirtayasa, Perumahan Kedung Jaya
Indah Blok C No. 6 Kabupaten Cirebon
Institusi
: Poltekkes Tasikmalaya, Program Studi Keperawatan
Cirebon
Alamat Instansi
: Jalan Pemuda no 32 Kota Cirebon
1. Riwayat Pendidikan
No
1
2
3
4
5
Pendidikan
SD Negri Banjar I Kota Banjar
SMP Negri I Kota Banjar
SMA PGRI Kota Banjar
Akademi Keperawatan Depkes
Bandung
S1 Keperawatan Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas
Indonesia
Jurusan
Keperawatan
Tahun Lulus
1983
1986
1989
1992
Keperawatan
2003
Jabatan
Perawat Pelaksana
Tahun
1992-1998
Guru
Dosen
1998-2001
2001-Sekarang
2. Riwayat Pekerjaan
No
Tempat Kerja
1 Rumah Sakit Hasan Sadikin
Bandung
2 SPK Depkes Cirebon
3 Politehnik Kesehatan Tasikmalaya
Program Studi Keperawatan
Cirebon
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013
Download