UNIVERSITAS INDONESIA PENGARUH PEMBERIAN MADU TERHADAP PENURUNAN SKOR NYERI AKIBAT TINDAKAN INVASIF PENGAMBILAN DARAH INTRA VENA PADA ANAK DI RUANG UGD RSUD KOTA CIREBON TESIS AYU YULIANI SEKRIPTINI 1006833571 FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM MAGISTER KEPERAWATAN DEPOK, JANUARI 2013 Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 UNIVERSITAS INDONESIA PENGARUH PEMBERIAN MADU TERHADAP PENURUNAN SKOR NYERI AKIBAT TINDAKAN INVASIF PENGAMBILAN DARAH INTRA VENA PADA ANAK DI RUANG UGD RSUD KOTA CIREBON TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Ilmu Keperawatan AYU YULIANI SEKRIPTINI 1006833571 FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM MAGISTER KEPERAWATAN PEMINATAN KEPERAWATAN ANAK DEPOK, JANUARI 2013 ii Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 HALAMAN PENGESAHAN Tesis ini diajukan oleh : Nama : Ayu Yuliani Sekriptini NPM : 1006833571 Program Studi : Magister Keperawatan Judul Tesis : Pengaruh pemberian madu terhadap penurunan skor nyeri akibat tindakan invasif pengambilan darah intravena pada anak di ruang UGD RSUD Kota Cirebon. Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Keperawatan pada Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI Pembimbing : Yeni Rustina, SKp., M.App.Sc, PhD (………………………..) Pembimbing : Nur Agustini, S.Kp., M.Si (………………………..) Penguji : Elfi Syahreni, M.Kep.,Sp.An. (………………………..) Penguji : Dessie Wanda, S.Kp.MN. (………………………..) Ditetapkan di : Depok Tanggal : Januari 2013 iv Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 KATA PENGANTAR Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan proposal tesis ini. Penulisan tesis ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister Keperawatan Peminatan Keperawatan Anak pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai penyusunan tesis ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan tesis ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada : 1. Yeni Rustina, S.Kp., M.App.Sc, PhD., selaku dosen pembimbing I yang telah dengan penuh kesabaran, menyediakan waktu, tenaga, pikiran dan motivasi serta dukungan yang sangat besar untuk saya dalam penyusunan tesis ini. 2. Nur Agustini, S.Kp., M.Si., selaku dosen pembimbing II yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk penyusunan tesis ini. 3. Elfi Syahreni, Ners., M.Kep.,Sp.An., selaku penguji III, yang dengan sabar dan tulus memberikan bimbingan, arahan dan perhatian yang besar dalam penyusunan tesis ini. 4. Dessie Wanda, S.Kp., MN., selaku penguji IV, yang telah memberikan saran guna perbaikan tesis ini. 5. Dewi Irawaty, M.A., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. 6. Astuti Yuni Nursasi, S.Kp., M.N., selaku Ketua Program Studi Pascasarjana Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. 7. Seluruh Staf pengajar Program Studi Magister Ilmu Keperawatan terutama kekhususan Keperawatan Anak dan seluruh staf akademik yang telah membantu peneliti. 8. Pihak RSUD Gunung Jati Kota Cirebon dan RSUD Arjawinangun Kabupaten Cirebon yang telah banyak membantu dalam usaha memperoleh data dan memberikan ijin untuk tempat penelitian. 9. Rekan-rekan perawat di ruang unit gawat darurat RSUD Gunung Jati dan RSUD Arjawinangun yang telah memberikan bantuan dan dukungan selama proses pengambilan data untuk menyelesaikan tesis ini. vi Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 10. Suyami, Shinta Maharani, Yuliatin dan teman-teman di Keilmuan Keperawatan Anak, yang telah memberikan perhatian dan dukungan yang sangat besar selama penyusunan tesis ini. 11. Eni Nuraeni Yunus, Ghaida Shafa Nabilah, Fadhli Dzil Ikram, dan keluarga saya yang telah memberikan bantuan dan dukungan do’a bagi peneliti dalam menyelesaikan penelitian ini. Semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda untuk semua kebaikan yang telah diberikan. Semoga tesis ini membawa manfaat bagi kemajuan keperawaan, khususnya keperawatan anak di Indonesia. Depok, Januari 2013 Penulis vii Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 ABSTRAK Nama Program Studi Judul : Ayu Yuliani Sekriptini : Magister Ilmu Keperawatan : Pengaruh pemberian madu terhadap penurunan skor nyeri akibat tindakan invasif pengambilan darah intravena pada anak di ruang UGD RSUD Kota Cirebon Pengambilan darah intravena dapat menimbulkan nyeri dan traumatik pada anak. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh madu terhadap skor nyeri anak saat pengambilan darah. Desain penelitian ini adalah kuasi eksperimen. Sampel diambil dengan consecutive sampling, terdiri dari kelompok intervensi yang mendapatkan madu peroral (34 responden) dan kelompok kontrol mendapatkan plasebo (34 responden), usia responden 1-6 tahun. Skor nyeri dievaluasi dengan Children’s Hospital of Eastern Ontario Pain Scale (CHEOPS). Hasil analisis menunjukkan terdapat perbedaan bermakna rata-rata skor nyeri anak pada kelompok madu dan kelompok plasebo (p=0,001). Peneliti menyimpulkan pemberian madu peroral dapat menurunkan skor nyeri pada anak saat pengambilan darah intravena. Kata kunci: madu, pengambilan darah intra vena, skor nyeri. viii Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 ABSTRACT Name : Ayu Yuliani Sekriptini Study Programme : University of Indonesia Magister Program in Nursing Science Specialisation Pediatric Nursing Title : The influence of giving honey on the score decreasing of pain as the result of intravena blood taking action on child at the emergency department of RSUD Cirebon City The intravena blood taken can cause pains and be traumatic for child.This research has the aims to identify The influence of giving honey on the score decreasing of pain. The design of this research is quasi experiment. Samples were taken by consecutive sampling which consists of the intervened group who obtained honey per oral (34 respondents), and controlled group obtained plasebo (34 respondents) respondents aged 1-6 years.The score of pains are evaluated with Children’s Hospital of Eastern Ontario Pain Scale (CHEOPS). The result of analysis shows there is a significant difference on the average score of pains between the intervened and controlled group (p=0,001). The researcher concluded that the giving of honey per oral can decrease the score of pains on child when the intravena blood taken. Key words: honey, the intravena blood taken, the score of pains ix Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS …………………………... LEMBAR PENGESAHAN ………………………………………………… KATA PENGANTAR ……………………………………………………… ABSTRAK ………………………………………………………………….. ABSTRACT ………………………………………………………………… DAFTAR ISI ………………………………………………………………... DAFTAR TABEL …………………………………………………………... DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………….. DAFTAR SKEMA ………………………………………………………….. DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………… Hal 1. PENDAHULUAN ………………………………………………………... 1.1. Latar Belakang ………………………………………………………… 1.2. Perumusan Masalah …………………………………………………… 1.3. Tujuan Penelitian ……………………………………………………… 1.4. Manfaat Penelitian …………………………………………………….. iii iv vi viii ix x xiii xiv xv xvi 1 1 7 8 8 2. TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………………….. 10 2.1. Nyeri Pada Anak ………………………………………………………. 10 2.1.1. Pengertian Nyeri ………………………………………………... 10 2.1.2. Fisiologi Nyeri ………………………………………………….. 11 2.1.3. Klasifikasi Nyeri ………………………………………………... 13 2.1.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi Nyeri ……………………….. 16 2.1.5. Efek yang ditimbulkan oleh Nyeri ……………………………… 19 2.1.6. Penatalaksanaan Nyeri pada Anak ……………………………… 20 2.1.7. Pengendalian Nyeri di Unit Gawat Darurat …………………….. 26 2.1.8. Penilaian Nyeri ………………………………………………….. 25 2.2. Penggunaan Madu Dalam Penanganan Nyeri Pada Anak ………………35 2.2.2. Pengertian Madu ………………………………………………… 35 2.2.3. Komposisi Kimia dan Biologi Madu ……………………………. 35 2.2.4. Jenis-jenis Madu ………………………………………………... 37 2.2.5. Efek Terapeutik Madu ………………………………………….. 38 2.3. Pengaruh Madu Terhadap Penurunan Respon Nyeri …………………... 39 2.4. Teori Keperawatan “Comfort” Katherine C. Kolcaba …………………. 40 2.4.1. Konsep Teori “Comfort” Katherine C. Kolcaba ………………… 40 2.4.2. Aplikasi Comfort Theory pada Keperawatan Anak ……………... 43 2.5. Konsep Anak …………………………………………………………… 45 2.5.1. Pengertian Anak ………………………………………………… 45 2.5.2. Kelompok Anak Berdasarkan Fase Perkembangan ……………...46 2.6. Atraumatic Care ……………………………………………………….. 47 2.6.1. Pengertian Atraumatic Care ……………………………………. 47 2.6.2. Prinsip Atraumatic Care ………………………………………… 49 x Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 2.7. Kerangka Teori ………………………………………………………….50 3. KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL ………………………………………………51 3.1. Kerangka Konsep Penelitian …………………………………………… 51 3.1.1. Variabel terikat (dependent) …………………………………….. 51 3.1.2. Variabel bebas (independent) …………………………………… 51 3.1.3. Variabel perancu (confounding) ………………………………… 52 3.2. Hipotesis ……………………………………………………………….. 53 3.2.1. Hipotesis Mayor ………………………………………………… 53 3.2.2. Hipotesis Minor …………………………………………………. 53 3.3. Definisi Oprasional …………………………………………………….. 53 4. METODE PENELITIAN ………………………………………………… 56 4.1. Desain Penelitian ………………………………………………………. 56 4.2. Populasi, Sampel dan Besar Sampel …………………………………… 56 4.2.1. Populasi …………………………………………………………. 56 4.2.2. Sampel ……………………………………………………………57 4.2.3. Besar Sampel ……………………………………………………. 58 4.3. Tempat Penelitian ……………………………………………………… 59 4.4. Waktu Penelitian ……………………………………………………….. 60 4.5. Etika Penelitian ………………………………………………………… 60 4.6. Alat Pengumpula Data …………………………………………………. 61 4.7. Validitas dan Reliabilitas Instrumen …………………………………… 62 4.8. Intervensi yang Dilakukan ………………………………………………64 4.9. Prosedur Pengumpul Data ……………………………………………… 64 4.10. Pengolahan Data ……………………………………………………….. 68 4.11. Prosedur Analisis Data …………………………………………………. 69 5. HASIL PENELITIAN ……………………………………………………. 71 5.1. Analisis Univariat ……………………………………………………… 71 5.1.1. Karakteristik Responden ………………………………………... 70 5.1.2. Skor Nyeri Kelompok Madu dan Kelompok Plasebo …………... 73 5.2. Uji Kesetaraan (Homogenity)…………………………………………. 73 5.3. Analisis Bivariat ……………………………………………………….. 74 5.3.1. Perbedaan Rata-rata Skor Nyeri pada Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol ……………………………………………… 74 5.3.2. Perbedaan Rata-rata Skor Nyeri antara Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol Berdasarkan Karakteristik Anak……………. 75 6. PEMBAHASAN…………………………………………………………… 78 6.1. Interpretasi dan Diskusi hasil…………………………………………… 78 6.1.1. Karaktristik Responen ……………………………………………78 6.1.2. Rata-rata skor nyeri pada kelompok madu dan kelompok plasebo ………………………………………………………….. 85 6.2. Keterbatasan Penelitian ………………………………………………. 87 6.3. Implikasi Hasil Penelitian ……………………………………………... 88 xi Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 7. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Simpulan ………………………………………………………………. 90 7.2. Saran …………………………………………………………………… 90 DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………….. 92 LAMPIRAN xii Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Tabel 2.2. Tabel 2.3. Tabel 2.4. Tabel 3.1 Tabel 4.2. Tabel 5.1. Tabel 5.2. Tabel 5.3. Tabel 5.4. Tabel 5.5. Tabel 5.6 Tabel 5.7 Tabel 5.8 Penilaian Klinis Nyeri ………………………………………....... Faces, Legs,Activity, Cry, dan Consolability ………………..….. Children’s Hospital of Eastern Ontario Pain Scale (CHEOPS) Kandungan Gizi Madu Perhutani ……………………………...... Definisi Operasional …………………………………………….. Uji Statistik ………………………………………………………. Distribusi responden berdasarkan usia, jenis kelamin, kehadiran keluarga, dan pengalaman pengambilan darah di ruang UGD RSUD Gunung Jati dan RSUD Arjawinangun Kota Cirebon…… Distribusi skor nyeri pada kelompok madu dan kelompok plasebo di ruang UGD RSUD Gunung Jati dan RSUD Arjawinangun Kota Cirebon…………………………………….. Uji homogenitas data responden berdasarkan jenis kelamin,usia, pengalaman sebelumnya dan kehadiran orang tua di ruang UGD RSUD Gunung Jati dan RSUD Arjawinangun Kota Cirebon…….. Distribusi perbedaan rata-rata skor nyeri pada anak kelompok intervensi dan kelompok kontrol di ruang UGD RSUD Gunung Jati dan RSUD Arjawinangun Kota Cirebon ……………………. Distribusi perbedaan rata-rata skor nyeri antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol berdasarkan usia anak di ruang UGD RSUD Gunung Jati dan RSUD Arjawinangun Kota Cirebon…………………………………………………………... Distribusi perbedaan rata-rata skor nyeri antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol berdasarkan jenis kelamin di ruang UGD RSUD Gunung Jati dan RSUD Arjawinangun Kota Cirebon…………………………………………………………... Distribusi perbedaan rata-rata skor nyeri antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol berdasarkan pengalaman nyeri sebelumnya di ruang UGD RSUD Gunung Jati dan RSUD Arjawinangun Kota Cirebon……………………………………… Distribusi perbedaan rata-rata skor nyeri antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol berdasarkan kehadiran orang tua di ruang UGD RSUD Gunung Jati dan RSUD Arjawinangun Kota Cirebon…………………………………………………….. xiii Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 Hal 27 31 32 36 52 67 68 69 70 71 72 76 76 77 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Perjalanan Nyeri………….……………………………...……. Gambar 2.2. Wong Baker Faces Pain Rating Scale…………..…….…....... Gambar 2.3. Verbal Rating Scale……...……………………………………… Gambar 2.4. Numerical Rating Scale……….………………………...……. Gambar 2.5. Visual Analogue Scale….…………………………………...... xiv Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 Hal 13 31 31 31 32 DAFTAR SKEMA Skema 2.1. Skema 2.2. Skema 2.3. Skema 3.1. Aplikasi Comfort Theory dalam Keperawatan Anak ………… Aplikasi Comfort Theory dalam Tindakan Pemberian Madu … Kerangka Teori …………………….………………………….. Kerangaka Konsep Penelitian ……….………………………… xv Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 Hal 43 45 49 51 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 4. Lampiran 5. Lampiran 6. Lampiran 7. Penjelasan tentang Penelitian Lembar Persetujuan Bersedia Menjadi Responden Penelitian Kuesioner Data Demografi Instrumen Skala Nyeri CHEOPS Protokol Pemberian Madu Bagi Perawat Jadual Pelaksanaan Penelitian Daftar Riwayat Hidup xvi Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-undang perlindungan anak No. 23 tahun 2002 menyebutkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia menjamin kesejahteraan tiap-tiap warga negaranya, termasuk perlindungan terhadap hak anak yang merupakan hak asasi manusia, salah satunya hak anak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Hal tersebut didukung oleh Undang-undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 132 ayat 1 menyebutkan anak yang dilahirkan wajib dibesarkan dan diasuh secara bertanggung jawab sehingga memungkinkan anak tumbuh dan berkembang secara sehat dan optimal. Salah satu program pemerintah terkait optimalisasi tumbuh kembang anak yaitu Program Nasional Bagi Anak Indonesia 2015 (PNBAI). Tujuan Program Nasional Bagi Anak Indonesia 2015 (PNBAI) adalah terwujudnya anak Indonesia yang sehat, tumbuh dan berkembang, cerdas ceria, berakhlak mulia dan terlindungi dari diskriminasi, eksploitasi dan kekerasan serta dapat mengalami peningkatan kesejahteraan. Tumbuh kembang anak dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya keadaan sakit dan hospitalisasi. Hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena suatu alasan yang berencana atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangan kembali ke rumah. Keadaan anak yang tiba-tiba sakit atau terjadinya cedera mengharuskan anak masuk ke ruang gawat darurat, dimana unit gawat darurat merupakan suatu bentuk pelayanan keperawatan yang diberikan kepada anak yang diperkirakan mengalami keadaan yang mengancam jiwa dan terjadi secara mendadak dalam suatu lingkungan yang tidak dapat dikendalikan (Zempsky & Schecter, 2005). Salah satu tugas perawat gawat darurat adalah melakukan intervensi yang cepat dan tepat kepada pasien dan menetapkan area yang tepat untuk pengobatan selanjutnya. Proses gawat darurat dipengaruhi oleh beberapa 1 Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 2 faktor diantaranya waktu yang terbatas, kondisi pasien yang memerlukan bantuan segera, kebutuhan pelayanan definitif di unit lain, informasi yang terbatas, peran tim medis, dan sumber daya yang ada. Oleh karena itu diperlukan adanya tindakan secara cepat dan tepat untuk mencegah adanya kecacatan ataupun ancaman jiwa pasien di instalasi gawat darurat. Salah satu tindakan yang cepat dan tepat yang harus segera dilakukan di unit gawat darurat untuk menentukan diagnosis suatu penyakit atau tindakan yang lainnya adalah tindakan invasif pengambilan darah. Tindakan invasif pengambilan darah merupakan tugas dari petugas laboratorium akan tetapi dalam kenyataanya di unit gawat darurat pengambilan darah dilakukan oleh perawat. Hal ini dikarenakan banyaknya pasien di unit gawat darurat yang datang secara mendadak dan keterbatasan petugas. Tindakan invasif yang didapat anak selama di unit gawat darurat dapat menimbulkan trauma berkepanjangan. Tindakan pengambilan darah vena merupakan prosedur yang menimbulkan kecemasan dan ketakutan serta rasa tidak nyaman bagi anak akibat nyeri yang dirasakan saat prosedur tersebut dilaksanakan (Zeltzer & Brown 2007). Penelitian Zempsky dan Cravero, (2004) menyebutkan pengendalian nyeri dan kecemasan untuk anak yang memasuki unit gawat darurat merupakan hal yang penting dan harus diperhatikan karena dapat menyebabkan trauma pada anak. Beberapa studi nyeri pada anak, didapatkan bahwa nyeri yang dikeluhkan oleh anak selalu diabaikan sehingga penanganan yang diberikan tidak adekuat (Zeltzer & Brown 2007; Weisan, Bernstein & Schechter, 2008). Pengalaman nyeri selalu tidak menyenangkan, dan dapat terjadi pada anak dengan keadaan sakit akut maupun yang sedang menjalani prosedur, salah satunya adalah tindakan pengambilan darah vena (Meliala, 2001; Eichenfield, et al. 2002; Weisman, Bernstein & Schechter, 2008). Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 3 Tindakan yang menyakitkan merupakan stresor bagi anak pada semua tingkat usia. Anak yang mengalami kondisi sakit akan muncul tantangan-tantangan yang harus dihadapinya seperti mengatasi suatu perpisahan, penyesuaian dengan lingkungan yang asing baginya, penyesuaian dengan banyak orang yang mengurusinya, dan sering harus berhubungan dan bergaul dengan anakanak yang sakit serta pengalaman mengikuti terapi yang menyakitkan. Hasil penelitian Won, (2006) dan Cohen, et al. (2007), menjelaskan bahwa anak yang masuk rumah sakit akan muncul perasaan ketakutan karena menghadapi sesuatu yang baru dan belum pernah dialami sebelumnya, rasa tidak aman, dan tidak nyaman, perasaan kehilangan sesuatu yang biasanya dialaminya, dan sesuatu yang dirasakan menyakitkan. Salah satu mekanisme mengurangi dampak perawatan adalah manajemen nyeri. Anak dengan kondisi nyeri menunjukkan berbagai komplikasi seperti timbulnya kecemasan, keputusasaan, gangguan prilaku, psikososial dan fisiologi jangka panjang. Berbagai komplikasi ini dapat menurunkan kualias hidup. Oleh karena itu penatalaksanaannya seharusnya dilakukan dengan optimal dan rasional, sehingga dapat mengurangi dampak yang merugikan baik bagi anak itu sendiri maupun bagi keluarganya (Kleiber, et al. 2002; Zempsky & Schecter, 2005). Hasil penelitian Petersen, Hagglof dan Bergstrom (2009), nyeri pada anak dapat menyebabkan penurunan kualitas hidup, dimana hasil penelitian menunjukkan dua pertiga dari sampel yang dilaporkan pada anak yang mengalami nyeri berulang mengalami penurunan kulias hidup empat kali di bandingkan pada anak dengan tanpa nyeri. Aspek penilaian Health-Related Quality Of Life (HRQOL) meliputi penilaian fisik, emosional, sosial, dan sekolah berfungsi dan kesejahteraan. Metode penurunan nyeri merupakan salah satu prinsip dasar keperawatan anak yaitu prinsip atraumatic care atau pencegahan terhadap trauma. Perawat bertanggung jawab secara komperhensif dalam memberikan asuhan Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 4 keperawatan anak untuk mesejahterakan anak. Prinsip atraumatic care adalah perawatan yang tidak menimbulkan adanya trauma pada anak dan keluarga (Wong & Hockenberry, 2003). Seorang perawat bertanggung jawab sedapat mungkin untuk menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri pada anak yang dilayaninya, disamping akan memberikan kenyamanan dan ketenangan kepada orang tua atau pendamping anak yang dilayani (American Academy Of Pediatrics American Pain Society, 2002; Morton 2008; Czarnecki, et al, 2011). Pemeriksaan dan pengobatan nyeri pada anak adalah komponen penting dalam praktek pelayanan kesehatan anak sehari-hari (Zempsky & Schecter, 2003). Penatalaksanaan nyeri yang adekuat, disamping bertujuan untuk mengurangi kecemasan pada anak dan orang tua, juga akan meningkatkan keeratan dan kerjasama antara pasien dengan perawat saat memberikan intervensi sehingga dapat mengurangi beban perawat dalam memberikan pelayanan. Intervensi untuk mengurangi nyeri dapat dilakukan secara multidimensional melalui pendekatan pengobatan interdisipliner, yaitu suatu gabungan farmakologis, kognitif, psikologis dan pengobatan non farmakologis yang bertujuan untuk memberikan intervensi dengan penuh kasih sayang, efektif dan tepat waktu (American Academy Of Pediatrics, American Pain Society, 2002). Intervensi keperawatan untuk mencegah terjadinya trauma karena nyeri pada anak dapat dilakukan berupa intervensi farmakologi ataupun intervensi nonfarmakologi. Sejumlah tehnik farmakologis dan non farmakologis dapat dilakukan untuk mengurangi nyeri pada anak, seperti misalnya pemberian terapi analgesik, krim anastesi, distraksi, relaksasi, guided imagery dan stimulasi kutan dapat membantu mengurangi persepsi nyeri, membuat nyeri dapat lebih ditoleransi, menurunkan kecemasan dan meningkatkan kefektifan analgesik atau mengurangi dosis yang diperlukan (Czarnecki, et al, 2011). Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 5 Pendekatan intervensi untuk mengurangi nyeri akut biasanya lebih banyak dilakukan dengan pendekatan farmakologi, berupa pemberian anastesi umum, anastesi regional, anastesi local infiltrasi, dan krim anastesi topikal. Pendekatan farmakologi pada anak tidak seluruhnya dapat dilaksanakan karena kekhawatiran akan adanya efek samping yang ditimbulkan dari pemberian obat-obatan tersebut (American Academy Of Pediatrics, 2000). Pendekatan secara nonfarmakologi yang sering dilakukan berupa pendekatan psikologis dengan cara memberikan penjelasan tentang prosedur yang akan dilakukan. Pendekatan secara psikologis dapat dilakukan pada usia anak tertentu saja dan membutuhkan waktu khusus pendekatan kepada anak (Sikorova & Hrazdilova, 2011). Pendekatan dengan menggunakan intervensi nonfarmakologi untuk mengurangi respon nyeri lainnya dilakukan oleh beberapa peneliti dan telah membuktikan bahwa intervensi nonfarmakologi dapat mengurangi nyeri karena tindakan invasif. Penelitian yang dilakukan oleh Gradin et al., (2002) dan Crutis et al., (2011) menjelaskan tentang pemberian oral sukrosa 20 % dapat menurunkan respon nyeri pada bayi cukup bulan saat dilakukan pengambilan contoh darah vena. Steven et al., (2005) melakukan penelitian meta-analisis tentang pemberian sukrosa saru lahir. Hasil penelitian menunjukkan penggunaan larutan sukrosa sebagai analgesik pada bayi baru lahir saat menjalani prosedur invasif minor dapat menurunkan respon nyeri. Penelitian lain yang serupa dilakukan oleh Devaera (2006) berupa pemberian oral larutan glukosa 30 % dapat menurunkan respon nyeri pada bayi baru lahir saat dilakukan prosedur pengambilan darah tumit. Penelitian meta-analis yang dilakukan oleh Harrison, et al. (2011) menyebutkan pemberian rasa manis (sukrosa, glukosa, dan permen karet manis) dapat mengurangi rasa nyeri pada anak usia satu sampai enamanbelas tahun. Penelitian lain menunjukkan bahwa larutan manis lain seperti glukosa, fruktosa, aspartan, dan sakarin memberikan efek yang serupa (Bauer et al., 2005). Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 6 Fenomena pemberian intervensi non farmakologi di beberapa rumah sakit sudah sebagian dilakukan berupa distraksi, relaksasi, dan guided imagery. Pemberian rasa manis untuk mengurangi rasa manis seperti pemberian sukrosa sudah pernah dilaksanakan di ruang bedah anak dan ruang Pediatric Intensive Care Unit (PICU) di Rumah Sakit Umum Pendidikan Negri Dr. Cipto Mangunkusumo dengan memberikan sukrosa 30% 2 ml pada anak dan bayi sebelum tindakan invasif. Larutan manis yang banyak mengandung sukrosa dan glukosa terdapat dalam madu. Madu merupakan larutan yang memiliki rasa manis, yang dihasilkan oleh lebah dari saripati beragam tanaman, dan madu telah mendapatkan tempat yang istimewa dalam sejarah pengobatan tradisional serta mudah diperoleh. Kandungan gizi utama madu adalah aneka senyawa karbohidrat seperti gula fruktosa (41,0%), glukosa (35%), sukrosa (1,9%), dan dekstrin (1,5%). Karbohidrat madu ikut menambah pasokan sebagian energi yang diperlukan tubuh. Kadar protein dalam madu relatif kecil, sekitar 2,6%. Kandungan asam amino pada madu cukup beragam, baik asam amino esensial maupun non-esensial. Asam amino berfungsi sebagian metabolisme protein tubuh. Madu juga mengandung berbagai macam enzim (amylase, diastase, investase, katalase, peroksidase, lipase) yang memperlancar reaksi kimia berbagai metabolisme di dalam tubuh, serta mengandung flavonoid yaitu pinocrembin (Purabaya, 2002). Madu banyak diteliti oleh beberapa ahli, beberapa penelitian memberikan informasi tentang manfaat madu untuk tubuh. Departement of Biological Sciences, University of Waikoto, di Hamilton, Selandia Baru membuktikan, madu mengandung zat antibiotik yang aktif melawan serangan berbagai patogen penyebab penyakit. Selain berfungsi sebagai antibiotik madu memiliki khasiat untuk menyembuhkan luka. Hasil penelitian Geonarwo et al., (2011) menyebutkan kandungan flavonoid yang terdapat dalam madu dapat menghambat nyeri yaitu dengan mekanisme kerja menghambat Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 7 pembentukan prostaglandin melalui penghambatan enzim cyclooxygenase, sama seperti obat-obat analgetik antipiretik lain (NSAIDs). Pemberian madu belum pernah diberikan terkait dengan penurunan respon nyeri pada anak. Sampai saat ini penulis belum mendapatkan adanya penelitian yang meneliti tentang keefektifan madu dalam menurunkan respon nyeri pada anak yang dilakukan tindakan pengambilan darah vena. Oleh karena itu penulis tertarik untuk meneliti tentang pengaruh pemberian madu terhadap penurunan respon nyeri akibat tindakan pengambilan darah vena pada anak di ruang Unit Gawat Darurat. Hasil observasi lapangan dan wawancara pada perawat yang dilakukan peneliti di RSUD Gunung Jati dan RSUD Arjawinangun Kota Cirebon memberikan gambaran bahwa di ruangan perawatan anak ataupun di unit gawat darurat intervensi non farmakologi untuk mengurangi respon nyeri karena tindakan pengambilan darah belum dilakukan. Intervensi non farmakologi untuk mengurangi nyeri yang dilakukan perawat berupa informasi tentang penjelasan pada anak dan orang tua saat tindakan akan dilakukan. RSUD Gunung Jati dan RSUD Arjawiangun Kota Cirebon belum memiliki format skala nyeri yang digunakan baik untuk dewasa ataupun anak. Intervensi pengambilan darah pada anak lebih sering dilakukan di unit gawat darurat daripada di ruang perawatan anak. Jumlah kasus anak yang masuk ke ruang unit gawat darurat setahun terakhir ini ratarata per-bulan kurang lebih 300 orang anak dengan rata-rata usia 1-17 tahun. (Rekam Medik RSUD Gunung Jati dan RSUD Arjawiangun Kota Cirebon, 2011). 1.2. Perumusan Masalah Nyeri pada anak menimbulkan dampak negatif terhadap mutu kehidupan (quality of life). Nyeri menyebabkan anak menderita, tidak mampu bergerak bebas, cemas, gelisah, susah tidur, perasaan tidak akan tertolong dan putus Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 8 asa. Keadaan ini sangat mengganggu kehidupan normal anak sehari-hari sehingga penatalaksanaan nyeri yang efektif perlu dilakukan. Penatalaksanaan mengurangi nyeri pada anak dengan intervensi nonfarmakologis salah satunya adalah dengan memberikan sensasi rasa manis pada anak. Rasa manis yang sering diberikan dalam penelitian untuk mengurangi nyeri berupa pemberian sukrosa dan glukosa. Salah satu sunber rasa manis selain sukrosa dan glukosa adalah madu. Madu merupakan salah satu obat alami yang banyak memiliki khasiat mengobati dan memiliki rasa manis. Anak-anak pada umumnya menyukai rasa manis seperti gula, permen, sirup, dan aneka kue. Karenanya rasa manis pada madu mudah dapat diterima oleh anak-anak. Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka pertanyaan yang akan diteliti ”Adakah pengaruh pemberian madu terhadap penurunan skor nyeri akibat tindakan invasif pengambilan darah intravena pada anak di ruang UGD RSUD Kota Cirebon?” 1.3. Tujun Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Teridentifikasinya pengaruh pemberian madu terhadap penurunan skor nyeri akibat tindakan invasif pengambilan darah intra vena pada anak di ruang UGD RSUD Kota Cirebon. 1.3.2. Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penelitian adalah teridentifikasinya : a. Gambaran karakteristik anak (usia, jenis kelamin, pengalaman nyeri sebelumnya, pendampingan orang tua) saat dilakukan prosedur pengambilan darah di ruang unit gawat darurat. b. Rerata skor nyeri anak yang dilakukan pengambilan darah pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 9 c. Perbedaan rerata skor nyeri antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol. d. Perbedaan rerata skor nyeri pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol berdasarkan karakteristik anak (usia, jenis kelamin, pengalaman nyeri sebelumnya, pendampingan orang tua). 1.4. Mafaat Penelitian 1.4.1. Manfaat Aplikatif Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada anak saat dilakukan tindakan invasif pengambilan darah intra vena di ruang unit gawat darurat sehingga dapat mengurangi terjadinya dampak traumatik dan hospitalisasi. 1.4.2. Manfaat Keilmuan Memberi gambaran dan informasi tentang pengaruh pemberian madu terhadap penurunan respon nyeri akibat tindakan invasif pengambilan darah intra vena pada anak di ruang unit gawat darurat. 1.4.3. Manfaat Metodologi Penelitian ini dapat menambah jumlah penelitian tentang perawatan pengaruh pemberian madu terhadap penurunan respon nyeri akibat tindakan tindakan invasif pengambilan darah intra vena pada anak di ruang Unit Gawat Darurat dan dapat menjadi landasan penelitan selanjutnya. Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nyeri Pada Anak 2.1.1. Pengertian Nyeri Nyeri adalah suatu gejala dalam merasakan subyek dan pengalaman emosional serta termasuk suatu komponen sensori, komponen diskriminatori, respon-respon yang mengantarkan ataupun reaksi-reaksi yang ditimbulkan oleh stimulus dalam suatu kasus nyeri (Latief, 2001; Smatzler & Bare, 2002; Mathew & Dickenson, 2004). Nyeri adalah segala sesuatu yang dikatakan seseorang tentang nyeri tersebut dan terjadi kapan saja seseorang mengatakan bahwa ia merasa nyeri (McCaffery & Pasero 2010). Nyeri dan kecemasan dapat terjadi akibat suatu prosedur diagnostik atau terapi pada anak (Brusch & Zeltzer, 2004; Soyer et al., 2009). The Internaional Association for Study of Pain menyebutkan nyeri yaitu perasaan dan pengalaman emosi yang tidak menyenangkan yang berkaitan dengan kenyataan atau potensi terjadinya kerusakan jaringan atau gambaran yang berkaitan kerusakan jaringan tersebut (Drendel et al., 2006; Taddio et al., 2010). Nyeri sangat penting sebagai mekanisme proteksi tubuh yang timbul bilamana jaringan sedang dirusak dan menyebabkan individu bereaksi untuk menghilangkan rangsang nyeri ini. Nyeri pada anak menjadi masalah oleh karena anak memberikan respon nyeri yang berbeda sesuai dengan tingkat usia pada anak (Mathew, 2003). Nyeri mempunyai komponen sensori, emosi, kognitif dan behavior yang saling berhubungan dengan faktor lingkungan, sosio-kultur dan tumbuh kembang anak. Interpretasi nyeri sifatnya subjektif, dimana setiap orang akan mengeluarkan ekspresi yang berbeda dengan yang lainnya jika berhadapan dengan stimulus yang melukai. Nyeri pada anak, diinterpretasi dan diekspresikan melalui tingkah laku (menangis, wajah menyeringai, fleksi dan ekstensi alat gerak) dan perubahan fisiologis (perubahan laju 10 Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 11 denyut jantung, laju pernafasan, dan perubahan kimia darah), jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa nyeri merupakan pengalaman yang universal yang berfungsi sebagai tanda penting bahwa tubuh tidak berfungsi atau mengalami kerusakan, dari beberapa definisi tersebut nyeri merupakan kombinasi dari respon sensorik, afektif dan prikomotor, sehingga hubungan nyeri dengan kerusakan jaringan tidak sama dan tidak konsisten, dan nyeri itu bersifat subyektif, sehingga laporan atau keluhan dari pasien merupakan penilaian yang paling mempunyai arti dalam menegakkan diagnosa nyeri (Petersen et al., 2009; Srouji et al., 2010). 2.1.2. Fisiologi Nyeri Perjalanan nyeri termasuk suatu rangkaian proses neurofisiologis kompleks yang disebut sebagai nosiseptif (nociception) yang merefleksikan empat proses komponen yang nyata yaitu transduksi, transmisi, modulasi dan persepsi, dimana terjadinya stimuli yang kuat diperifer sampai dirasakannya nyeri di susunan saraf pusat (cortex cerebri) (Uman et al., 2007; Breivik et al., 2008; Daniela et al., 2010). Rangkaian proses perjalanan yang menyertai antara kerusakan jaringan sampai dirasakan nyeri adalah suatu proses elektofisiologi. Menurut Latief (2001) dan Daniela et al., (2010) ada 4 proses yang mengikuti suatu proses nosisepsi yaitu : a. Proses Transduksi Proses dimana stimulus noksius diubah ke impuls elektrikal pada ujung saraf. Suatu stimuli kuat (noxion stimuli) seperti tekanan fisik kimia, suhu dirubah menjadi suatu aktifitas listrik yang akan diterima ujung-ujung saraf perifer (nerve ending) atau organ-organ tubuh (reseptor meisneri, merkel, corpusculum paccini, golgi mazoni). Kerusakan jaringan karena trauma baik trauma pembedahan atau trauma lainnya menyebabkan sintesa prostaglandin, dimana prostaglandin inilah yang akan menyebabkan sensitisasi dari reseptorreseptor nosiseptif dan dikeluarkannya zat-zat mediator nyeri seperti histamin, serotonin yang akan menimbulkan sensasi nyeri. Keadaan ini Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 12 dikenal sebagai sensitisasi perifer (Breivik et al., 2008; Daniela et al., 2010). b. Proses Transmisi Proses penyaluran impuls melalui saraf sensori sebagai lanjutan proses transduksi melalui serabut A-delta dan serabut C dari perifer ke medulla spinalis, dimana impuls tersebut mengalami modulasi sebelum diteruskan ke thalamus oleh tractus spinothalamicus dan sebagian ke traktus spinoretikularis. Traktus spinoretikularis terutama membawa rangsangan dari organ-organ yang lebih dalam dan viseral serta berhubungan dengan nyeri yang lebih ditekan dan melibatkan emosi. Selain itu juga serabut-serabut saraf disini mempunyai sinaps interneuron dengan saraf-saraf berdiameter besar dan bermielin. Selanjutnya impuls disalurkan ke thalamus dan somatosensoris di cortex cerebri dan dirasakan sebagai persepsi nyeri (Uman et al., 2007; Daniela et al., 2010). c. Proses Modulasi Proses modulasi merupakan perubahan transmisi nyeri yang terjadi pada susunan saraf pusat (medulla spinalis dan otak). Proses terjadinya interaksi antara sistem analgesik endogen yang dihasilkan oleh tubuh kita dengan input nyeri yang masuk ke kornu posterior medulla spinalis merupakan proses ascenden yang dikontrol oleh otak. Analgesik endogen (enkefalin, endorphin, serotonin, noradrenalin) dapat menekan impuls nyeri pada kornu posterior medulla spinalis. Kornu posterior sebagai pintu dapat terbuka dan tertutup untuk menyalurkan impuls nyeri untuk analgesik endogen tersebut. Inilah yang menyebabkan persepsi nyeri sangat subjektif pada setiap orang (Uman et al., 2007; Breivik et al., 2008; Daniela et al., 2010). d. Persepsi Hasil akhir dari proses interaksi yang kompleks dari proses tranduksi, transmisi dan modulasi yang pada akhirnya akan menghasilkan suatu proses subjektif yang dikenal sebagai persepsi nyeri, yang diperkirakan terjadi pada thalamus dengan korteks sebagai diskriminasi dari Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 13 sensorik (Uman et al., 2007; Breivik et al., 2008; Daniela et al., 2010). Secara skematis, jaras persepsi nyeri seperti terlihat pada gambar 2.1. Sumber : www.medscape.com Gambar 2.1. Perjalanan Nyeri 2.1.3. Klasifikasi Nyeri Respon individu yang berbeda-beda tentang nyeri membuat sulit mengkategorikan jenis nyeri yang dirasakan dan mengatahui penyebab nyeri itu sendiri. Nyeri memiliki sifat yang unik pada setiap individual bahkan jika cedera fisik terjadi respon nyeri pada individu satu tidak sama pada individual lainnya. Adanya takut, marah, kecemasan, depresi dan kelelahan akan mempengaruhi bagaimana nyeri itu dirasakan. Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan untuk membedakan nyeri adalah berdasarkan durasi (akut, kronik), patofisiologi (nosiseptif, nyeri neuropatik) dan etiologi (paska pembedahan, kanker) (Ratnapalan et al., 2010; Daniela et al., 2010). Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 14 Klasifikasi nyeri terdiri dari : a. Nyeri Akut dan Kronik Nyeri akut merupakan nyeri yang terjadi secara tiba-tiba yang bisa disebabkan oleh injuri, penyakit, ataupun pembedahan (McCaffrey, & Pasero, 2010). Nyeri akut merupakan indikator terjadinya kerusakan jaringan, yang memberitahukan individu untuk melindungi area yang terkena dari injuri lebih lanjut. Karakteristik nyeri akut ini terdiri dari: komunikasi tentang nyeri dideskripsikan, perilaku sangat berhati-hati, memusatkan diri, fokus perhatian rendah (perubahan persepsi waktu, menarik diri dari hubungan sosial, gangguan proses pikir), perilaku distraksi (mengerang, menangis, dan lain-lain), raut wajah kesakitan, perubahan tonus otot, respon autonom (diaforesis, perubahan tekanan darah dan nadi, dilatasi pupil, penurunan atau peningkatan frekuensi pernapasan). Nyeri kronik muncul jika masih dirasakan setelah pengobatan terhadap injuri tidak ada kerangka waktu yang ditentukan. Nyeri kronik juga tampak sebagai ketidakmampuan tubuh untuk mencegah interpretasi sinyal dan gejala nyeri setelah injuri diatasi. Nyeri ini berkembang lebih lambat dan terjadi dalam waktu lebih lama dan pasien sering sulit mengingat sejak kapan nyeri mulai dirasakan, karakteristik nyeri ini terdiri dari; individu melaporkan bahwa nyeri telah ada lebih dari 6 bulan, ketidaknyaman, marah, frustasi, depresi karena situasi, raut wajah kesakitan, anoreksia, penurunan berat badan, insomnia, gerakan yang sangat berhati-hati dan spasme otot (Ratnapalan et al., 2010). b. Nosiseptif dan Nyeri Neuropatik Nyeri organik bisa dibagi menjadi nosiseptif dan nyeri neuropatik. Nyeri nosiseptif adalah nyeri inflamasi yang dihasilkan oleh rangsangan kimia, mekanik dan suhu yang menyebabkan aktifasi maupun sensitisasi pada nosiseptor perifer (saraf yang bertanggung jawab terhadap rangsang nyeri). Nyeri nosiseptif biasanya memberikan respon terhadap analgesik opioid atau non opioid. Nyeri nociceptive merupakan persepsi sensorik terhadap kerusakan atau Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 15 potensial kerusakan pada jaringan akibat trauma atau penyakit. Nyeri ini terjadi sebagai akibat rangsangan reseptor dan dapat berupa nyeri akut maupun kronis. Nyeri neuropati yang bisa berupa nyeri akut maupun kronis, disebabkan oleh cedera atau penyakit yang secara langsung mempengaruhi sistem saraf. Nyeri sentral juga merupakan nyeri kronik yang terjadi lebih disebabkan oleh kerusakan saraf. Nyeri neuropatik merupakan nyeri yang ditimbulkan akibat kerusakan neural pada saraf perifer maupun pada sistem saraf pusat yang meliputi jalur saraf aferen sentral dan perifer, biasanya digambarkan dengan rasa terbakar dan menusuk. Pasien yang mengalami nyeri neuropatik sering memberi respon yang kurang baik terhadap analgesik opioid (Potter & Perry 2005; McCaffrey, & Pasero, 2010; Daniela et al., 2010). c. Nyeri Viseral Nyeri viseral biasanya menjalar dan mengarah ke daerah permukaan tubuh jauh dari tempat nyeri namun berasal dari dermatom yang sama dengan asal nyeri. Nyeri viseral terjadi karena kontraksi ritmis otot polos. Penyebab nyeri viseral termasuk iskemia, peregangan ligamen, spasme otot polos, distensi struktur lunak seperti kantung empedu, saluran empedu, atau ureter. Distensi pada organ lunak menimbulkan respon nyeri karena terjadinya peregangan jaringan dan dapat menyebabkan iskemia daerah sekitarnya, adanya kompresi pembuluh darah pada organ lunak tersebut dan menyebabkan distensi berlebih dari jaringan yang dapat menimbulkan nyeri (McCaffrey, & Pasero, 2010; Daniela et al., 2010). d. Nyeri Somatik Nyeri somatis permukaan atau superfisial adalah akibat stimulasi nociceptor di dalam kulit atau jaringan subkutan dan mukosa yang mendasari. Hal ini ditandai dengan adanya sensasi atau rasa berdenyut, panas atau tertusuk, kemungkinan berkaitan dengan rasa nyeri yang disebabkan oleh stimulus yang secara normal tidak mengakibatkan nyeri dan hiperalgesia. Jenis nyeri ini biasanya konstan dan jelas lokasinya. Nyeri superfisial biasanya terjadi sebagai respon terhadap Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 16 luka terpotong, luka gores dan luka bakar superfisial. Nyeri somatis dalam diakibatkan oleh jejas pada struktur dinding tubuh (misalnya otot rangka atau skelet). Berlawanan dengan nyeri tumpul yang berkaitan dengan organ dalam, nyeri somatis dapat diketahui di mana lokasi persisnya pada tubuh, beberapa menyebar ke daerah sekitarnya (McCaffrey, & Pasero, 2010). 2.1.4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Nyeri Nyeri merupakan hal yang kompleks, banyak faktor yang mempengaruhi pengalaman seseorang terhadap nyeri. Faktor-faktor ini dapat meningkatkan atau menurunkan persepsi nyeri pasien, toleransi terhadap nyeri dan mempengaruhi reaksi terhadap nyeri (Le Mone & Burke, 2008; Czarnecki et al., 2011). Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi reaksi nyeri tersebut antara lain: a. Usia Usia dalam hal ini merupakan variabel yang penting yang mempengaruhi nyeri terutama pada anak-anak (Potter & Perry, 2005). Perbedaan tingkat perkembangan yang ditemukan antara kelompok umur ini dapat mempengaruhi bagaimana anak bereaksi terhadap nyeri (Daniela et al., 2010). Penelitian Kenneth et al., (2006) menjelaskan bahwa perkembangan usia anak mempengaruhi makna nyeri dan ekspresi yang dimunculkan. Usia bayi memberikan respon nyeri dengan menangis dan lebih mudah ditenangkan kembali dengan dipeluk oleh orang tuanya, usia prasekolah memiliki sifat egosentris dalam pemikirannya dan percaya bahwa semua kejadian dan sensasi berasal dari dunia internal mereka. Anak prasekolah memiliki sedikit pemahaman tentang sebab nyeri yang dirasakan, seringkali terjadi kesalahpahaman arti dan penyebab sakit. Usia prasekolah membutuhkan penjelasan yang berulang kali dan diyakinkan bahwa prosedur dan pengalaman yang menyakitkan bukan merupakan hukuman untuk perilaku buruk. Respon nyeri pada Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 17 anak usia sekolah sering berupa penolakan dengan menggerakan daerah yang menyakitkan. Anak usia sekolah memberikan respon fisik berupa tangan mengepal, gigi terkatup, dan dahi berkerut. Secara bertahap, anak usia sekolah mampu berfikir lebih logis dan wajar, dapat di ajak kerja sama dan cenderung berorientasi menjadi sebuah prestasi bagi dirinya. Usia remaja mampu berpikir abstrak dan memiliki pemahaman tentang hubungan sebab akibat. Bagaimana proses sosialisasi remaja mempengaruhi pengalaman nyeri tetap memahami dalam konsep nyeri, peran kelompok sangat berpengaruh. Anak remaja kadang menyangkal rasa sakit di hadapan keluarga atau teman sebaya. b. Jenis Kelamin Secara umum pria dan wanita tidak berbeda secara bermakna dalam berespon terhadap nyeri. Toleransi terhadap nyeri dipengaruhi faktorfaktor biokimia dan merupakan hal yang unik pada individu tanpa memperhatikan jenis kelamin (Potter & Perry, 2005). Karakteristik jenis kelamin dan hubungannya dengan sifat keterpaparan dan tingkat kerentanan memegang peranan tersendiri. Anak-anak belajar bahwa terdapat perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam mengekspresikan nyeri dimana anak perempuan boleh pulang ke rumah sambil menangis ketika lututnya terluka, sedangkan anak laki-laki diberitahu untuk berani dan tidak menangis (Taylor et al., 2008). Beberapa penelitian menjelaskan perbedaan antara anak laki-laki dan perempuan tidak terlalu berpengaruh terhadap respon nyeri, dalam penelian tersebut lebih menjelaskan perbedaan jenis kelamin hanya karena sensitivitas, pengalaman ekspresi, dan kondisi situasional yang mempengaruhi dan bagaimana anak menanggapi nyeri (Mathew, 2003). Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 18 Penelitian Logan et al., (2004) dan Loeser et al., (2008) pada usia remaja menjelaskan adanya perbedaan respon nyeri antara anak remaja laki-laki dan perempuan dimana hasil penelitian tersebut menyebutkan bahwa anak perempuan memiliki skor intensitas nyeri tinggi, tetapi penelitian tersebut tidak menunjukkan perbedaan jenis kelamin dalam penggunaan obat pereda nyeri sejenis opioid setelah tindakan operasi. c. Pengalaman Nyeri Sebelumnya Pengalaman sebelumnya berpengaruh terhadap persepsi seseorang tentang nyeri. Pengalarnan individu dengan nyeri yang dialami, makin takut individu tersebut terhadap peristiwa menyakitkan yang akan diakibatkan oleh nyeri tersebut. Umumnya, orang yang sering mengalami nyeri dalam hidupnya, cenderung mengantisipasi terjadinya nyeri yang lebih hebat (Schmitz et al, 2012). Penelitian Noel et al., (2012), meneliti pengaruh pengalaman anakanak untuk stimulus nyeri baru pada pengalaman nyeri berikutnya. Penelitian melibatkan 110 anak yang sehat (60 anak laki-laki, 50 perempuan) berusia 8 sampai 12 tahun, dengan kriteria anak yang mempunyai pengalaman operasi dan pernah dilakukan venipuncture, pengalaman nyeri minimal 1 tahun yang lalu, kemudian dilakukan wawancara pengalaman nyeri yang pernah dialami, dan diobservasi ekspresi wajah yang muncul pada anak yang dilakukan wawancara. Hasil menunjukkan pengalaman nyeri sebelumnya pada anak-anak berhubungan dengan rasa takut dari waktu ke waktu dan mempengaruhi pengalaman nyeri yang baru. d. Lingkungan dan Dukungan Orang Terdekat Lingkungan mempengaruhi dan kehadiran nyeri dukungan seseorang. Banyak keluarga orang juga yang dapat merasa lingkungan pelayanan kesehatan yang asing, khususnya cahaya, kebisingan, aktivitas yang sama di ruang perawatan intensif, dapat menambah nyeri yang dirasakan (Craig et al., 2006). Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 19 Penelitian Ozcetin, et al. (2011). Melakukan penelitian pada 135 anak dengan rentang usia 3-6 tahun akan dilakukan tindakan venipuncture di klinik rawat jalan anak. Penelitian dilakukan secara acak menjadi dua kelompok, kelompok pertama kelompok yang didampingi oleh orang tua, dan kelompok kedua hanya didampingi oleh anggota staf rumah sakit. Penilaian skor nyeri menggunakan Wong-Baker FACES. Hasil penelitian diperoleh usia rata-rata kasus dengan didampingi orang tua mereka adalah usia 4,19 sampai dengan 1,23 tahun. Usia rata-rata kasus dengan didampingi petugas rumah sakit adalah 4,36 sampai dengan 1,41 tahun. Selama prosedur venipuncture dilakukan pengukuran tanda vital; frekuensi pernafasan dan denyut jantung. Selama prosedur venipuncture rata-rata nyeri anak pada kelompok 2 diperoleh Wong-Baker skor lebih tinggi 3 kali dari pada kelompok 1, secara statistik signifikan (p<0,05). Kesimpulan penelitian menunjukkan bahwa kehadiran orangtua memiliki pengaruh efek yang positif pada toleransi sakit anak. 2.1.5. Efek Yang Ditimbulkan Oleh Nyeri Efek nyeri pada setiap individu hampir sama baik pada dewasa ataupun pada anak-anak, efek yang ditimbulkan oleh nyeri terdiri dari : a. Tanda dan gejala fisik Tanda fisiologis dapat menunjukkan nyeri pada pasien yang berupaya untuk tidak mengeluh atau mengakui ketidaknyamanan. Sangat penting untuk mengkaji tanda-tanda vital dan pemeriksaan fisik termasuk mengobservasi keterlibatan saraf otonom. Respon fisiologis nyeri akut meliputi perubahan denyut jantung, tekanan darah, dan ftekuensi pernapasan yang meningkat. b. Efek perilaku Pasien yang mengalami nyeri menunjukkan ekspresi wajah dan gerakan tubuh yang khas dan berespon secara vokal serta mengalami kerusakan dalam interaksi sosial. Pasien seringkali meringis, Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 20 mengernyitkan dahi, menggigit bibir, gelisah, imobilisasi, mengalami ketegangan otot, melakukan gerakan melindungi bagian tubuh sampai dengan menghinndari percakapan, menghindari kontak sosial dan hanya fokus pada aktivitas menghilangkan nyeri. c. Pengaruh Pada Aktivitas Sehari-hari Pasien yang mengalami nyeri setiap hari kurang mampu berpartisipasi dalam aktivitas rutin, seperti mengalami kesulitan dalam melakukan tindakan higiene normal dan dapat menganggu aktivitas sosial. 2.1.6. Penatalaksanaan Nyeri Pada Anak Penataksanaan nyeri sering tidak dilakukan secara adekuat pada anak oleh karena anak diangap tidak dapat merasakan nyeri. Suatu studi retrospektif menyatakan hanya 28% anak-anak yang masuk ke unit gawat darurat memperoleh intervensi farmakologi untuk mengurangi nyeri yang adekuat sedangkan pada dewasa mencapai 60% (Cohen, 2008). Kunci keberhasilan penatalaksanaan nyeri pada anak adalah dengan pemeriksaan nyeri yang baik (Herd et al., 2009). Terdapat variasi yang luas dalam tatalaksana nyeri pada berbagai unit gawat darurat dan pelayanan kesehatan profesional. Pada anak yang mengalami prosedur invasif minor tanpa intervensi penurunkan nyeri memiliki dampak yang panjang dalam respond dan persepsi anak terhadap nyeri. Gangguan stress pasca trauma dapat timbul setelah pengalaman prosedur yang tidak disertai denan pengendalian nyeri yang tepat (Larsson et al., 2000; Ellis et al., 2004; Movahaedi 2006). Nyeri yang tidak berkurang dapat menyebabkan konsekwensi pada gangguan prilaku, psikososial dan fisiologi jangka panjang (Wanga et al., 2008; Crowley et.al, 2010). Manajemen nyeri seharusnya menjadi prioritas untuk mengatasi masalah tersebut. Nyeri seringkali dikaitkan dengan rasa takut, cemas dan stres. Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 21 Tehnik farmakologi yang sering diberikan saat prosedur pengambilan darah pada anak untuk mengurangi nyeri lebih sering menggunakan pendekatan farmakologis berupa anastesi topikal berupa oles maupun anastesi semprot (Arrowsmith & Campbell, 2000). Obat-obatan yang disering digunakan misalnya LET (Lidokain, Epinefrin, dan Tetrakain), EMLA (Eutectic Mixture of Local Anesthetics) sebagai salah satu anastesi topical yang paling sering digunakan (Kelly, 2000; Soyer et al., 2009), sedangkan sendekatan non farmakologik yang paling sering sering digunakan di unit gawat darurat berupa mendatangkan orang tua saat dilakukan intervensi. Beberapa peneliti menyebutkan ada berbagai macam tehnik non farmakologik yang dapat diberikan pada anak unuk mengurangi nyeri seperti misalnya distraksi, relaksasi, guided imagery dan stimulasi memberikan strategi koping yang dapat membantu mengurangi persepsi nyeri, membuat nyeri dapat lebih ditoleransi, menurunkan kecemasan dan meningkatkan kefektifan analgesik atau mengurangi dosis yang diperlukan (American Pain Society, 2003; Gimbler-Berglund et al., 2008; William & Zempsky, 2008). Sebagai tambahan, tehnik-tehnik ini juga dapat menurunkan persepsi ancaman nyeri, memberikan kemampuan mengontrol nyeri, meningkatkan rasa nyaman dan meningkatkan istirahat dan tidur (Huether & Leo, 2002; Gimbler-Berglund, Lyon & Mackway, 2005). Terdapat berbagai metode penelitian non farmakologi yang dapat digunakan untuk menurangi rasa nyeri, ketakutan dan kecemasan. Pendekatan yang ada mempunyai efektivitas dan keamanan yang cukup baik. Intervensi non farmakologis yang dapat diberikan diantaranya (Zempsky, 2000; Amy et al., 2006; Wanga et al., 2008; Srouji, Pamella & Macintyre, 2010) : Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 22 a. Pemberian Informasi Informasi yang diberikan kepada anak dan anggota keluarga sehingga mengerti kondisi sakit, prosedur yang akan dilakukan serta pengobatan yang akan diberikan. Dengan demikian pasien juga dilibatkan dalam menentukan cara untuk mengontrol nyeri. b. Relaksasi Tehnik relaksasi akan memberikan relaksasi otot dan mengurangi kecemasan yang sering menyertai dan meningkatkan nyeri. Pengontrolan pernafasan dan relaksasi otot merupakan metode yang paling sering digunakan untuk anak usia pra-sekolah dan usia yang lebih tua. c. Pengalihan Metode pengalihan dengan berbagai aktifitas membantu anak dari berbagai usia untuk menghilangkan nyeri. Metode yang paling sering digunakan antara lain : pengunaan gelembung sabun, musik, video games, televise, telepon, dan permainan (Kelly, 2000; Loeser et al., 2008). Penelitian Wanga, Sunb, dan Chena (2008), menyebutkan intervensi non farmakologis berupa metoda pengalihan dapat mengurangi nyeri dan stress dalam prosedur invasif pada anak. Penelitian melibatkan 300 anak usia 8-9 tahun dilakukan tindakan penyuntikan akses vena, masing-masing anak terbagi dalam 3 kelompok, kelompok pertama diberi intervensi non farmakologis yang berbeda, kelopok anak kedua di beri audiovisual dengan menonton film kartun saat penyuntikan, dan kelompok anak ketiga menerima intervensi psikologis, penilaian nyeri menggunakan skala Visual Analogue Scale (VAS) dan Cooperative Behavior Scale of Children in Venepuncture (CBSCV). Hasil penelitian menunjukkan intervensi non farmakologi dengan mengunakan audiovisiual lebih efektif dibandingkan intervensi psikologis dan dapat mengurangi nyeri dan meningkatkan keberhasilan penyuntikan ke vena. Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 23 d. Hipnoterapi Hipnoterapi membatu anak untuk membayangkan pengalaman yang menyenangkan yang pernah dialami. Peranan hipnoterapi adalah mengalihkan perhatian, mengurangi pengalaman sensoris serta membantu anak untuk mengontrol perasaannya. Intervensi ini baik untuk anak usia sekolah atau remaja (William et al., 2003). Penelitian Liossi, White dan Hatira (2006), membandingkan intervensi anstesi EMLA dan hinoptis dengan pemberian EMLA saat pengambilan darah pada anak, dengan responden 46 anak antara usia 6-16 tahun, memberikan hasil ada pengaruh yang signifikan intervensi hipnotis dengan EMLA di banding intervensi EMLA saja pada saat pengambilan darah pada anak dengan p < 0.001. e. Pemberian rasa manis Penelitian menyebutkan pemberian sukrosa atau glukosa untuk mengurangi nyeri sangat baik diberikan pada neonatus, dapat juga diberikan sampai usia 3 bulan. Sukrosa atau glukosa dapat menurunkan respon terhadap stimulus yang menimbulkan nyeri seperti saat pengambilan darah dari tumit dan injeksi pada neonatus. Pengaruh ini tampaknya paling kuat saat bayi baru lahir dan nenurun secara bertahap selama 6 bulan pertama kehidupan (Eichenfield et al., 2002; Gradin et al., 2002; Zempsky et al., 2004; Carbajal et al., 2009). Penelitian yang dilakukan oleh Taddio et al., (2008), menyebutkan sukrosa 25 % dapat memberikan efek analgesik pada bayi baru lahir saat dilakukan prosedur indakan invasif. Penelitian eksperiman di ruang NICU rumah sakit Mount Sinai Hospital, Toronto, Ontario dengan jumlah responden 240 bayi baru lahir. Dilakukan tiga (3) intervensi invasif diataranya penguntikan intra muskuler, tusuk tumit dan pengambilan contoh darah. Penerian sukrosa 25 % sebanyak 2 ml selama 60 detik dilakukan 2 menit sebelum tindakan invasif dengan 5 menit sebelumnya diukur denyut nadi dan nilai oksimetri bayi, Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 24 kemudian dilakukan tindakan intervensi dan di lakukan penilaian skala nyeri 30 detik setelah tindakan invasif dengan menggunakan skala nyeri Premature Infant Pain Profile (PPIP), setelah pengukuran skala nyeri bayi dinilai kembali denyut nadi dan nilai oksimetri. Hasil penelitian menunjukkan, bayi yang diberi sukrosa dengan tidakan pengambilan darah memiliki skor nyeri yang lebih rendah dibandingkan dengan penyuntikan intramuskuler vit K dan tusuk tumit dengan CI 95% p < 0,29. Penelitian Jatana, Dalal, dan Wilson (2003). Tentang efek analgesik pada pemberian glukosa pada neonatus. Penelitian dilakukan pada 125 bayi baru lahir normal yang akan di lakukan tusuk tumik dengan dibagi tiga kelompok perlakukan pemberian glukosa, kelompok pertama diberi glukosa 10 %, kelompok kedua diberi glukosa 25 % dan kelompok ke tiga diberi glukosa 50 %, sebelum penusukkann tumit masing-masing kelompok bayi di lakukan denyut jantung dan saturasi oksigen. Larutan glukosa diberikan 2 menit sebelum tindakan penusukkan tumit, kemudian dilakukan rekaman suara tangisan saat penusukkan dan di ukur rata-rata durasi menangis pada masing-masing kelompok. Hasil penelitian menunjukkan adanya efek analgesik pada pemberian glokosa 25 % dan 50 % (p<0,05). Penelitian Laxmikant, Deshmukh, dan Udani (2002). melakukan penelitian untuk mengevaluasi pengaruh perbedaan konsentrasi glukosa pada pengukuran nyeri neonatal selama venipuncture. Menggunakan metoda random, double-blind, dengan pemberian placebo pada kelompok kontrol. Penelitian dilakukan di unit perawatan intensif neonatal di Raja Edward Memorial Hospital. Enam puluh bayi prematur yang sehat usia kehamilan 28-37 minggu dan usia 2-28 hari setelah kelahiran secara acak diberi 2 ml salah satu dari tiga solusi (air steril, 10 % glukosa dan 25 % glukosa ) per-oral 2 menit sebelum venipuncture. Hasil memberikan gambaran ada penurunan yang Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 25 signifikan dalam durasi tangisan pertama pada bayi yang diberikan 25 % glukosa dibandingkan dengan kontrol dan diberikan 10 % glukosa. Tidak ada efek yang signifikan pada detak jantung, laju pernapasan atau saturasi oksigen. Dengan kesimpulan bahwa larutan glukosa terkonsentrasi dapat mengurangi rasa sakit dan memiliki efek analgesik serta aman untuk prosedur minor pada neonatus. f. Lingkungan ruangan Menciptakan suatu lingkungan yang tepat merupakan hal yang esensial untuk mengurangi nyeri dan kecamasan pada seorang anak di unit gawat darurat, idealnya masing-masing anak ditempatkan pada satu kamar pribadi. Kamar ini sebaiknya telah menyediakan lingkungan yang bersahabat dan menenangkan. Dinding yang berwarna bergambar serta kumpulan mainan akan mengurani ketakutan yang ditimbulkan oleh lingkungan yang asing. Penatakalsanaan non farmakologik ini yang disertai oleh adanya dukungan emosional merupakan hal utama untuk memberikan lingkungan yang nyaman bagi anak (Zempsky & Cravero, 2004; Brusch & Zeltzer, 2004). Perawat di ruang unit gawat darurat mempunyai peranan penting untuk mengurangi kecemasan dan persepsi nyeri pada anak dengan cara mengajarkan tehnik sederhana da mendukung keterlibatan keluarga. Mengijinkan tetapi bukan mengharuskan kehadiran keluarga saat prosedur invasif yang menimbulkan nyeri dilakukan, akan memberi manfaat bagi anak. Meskipun tidak terdapat bukti bahwa kehadiran keluarga dapat ngurangi nyeri, namun kehadiran mereka mengurangi kecemasan orang tua dan anak (American Academy of Pediaric, 2001; Zempsky & Cravero, 2004; Bursch & Zeltzer, 2004). 2.1.7. Pengendalian nyeri di unit gawat darurat Penelitian menyebutkan hampir 90% pasien yang masuk ke unit gawat darurat mendapatkan intervensi medis berhubungan dengan prosedur jarum suntik (Zempsky et al., 2004). Penelitian yang dilakukan oleh Ellis Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 26 et al., (2004) selama 23 hari di rumah sakit Kanada memberikan gambaran bahwa terdapat 387 prosedur rumah sakit berhubungan dengan jarum suntik terdiri dari, pengambilan darah vena 63%, infus 13%, pengambilan darah kapiler 11%, Port-a-cath access 7%, injeksi intramuscular 5%, pemberian terapi atau anastesi lumbal 1% dan penyuntikan insulin 0,5%, dan seluruh prosedur tersebut menimbulkan respon nyeri yang bervariasi pada anak (CI 95% p < 0,01). Pengambilan darah vena merupakan prosedur pemeriksaan yang sering dikerjakan pada pasien anak di unit gawat darurat dan prosedur ini merupakan sumber nyeri yang paling sering dirasakan bagi anak (Eichenfield et al., 2002). Penelitian menyebutkan pengendalian nyeri di emergensi dapat dilakukan dengan farmakologi dan non farmakologi (Zempsky, Joseph & Cravero, 2004), Pengendalian rasa sakit dan kecemasan pada anak, di mulai dari arena pra-rumah sakit saat pertama kali anak masuk ke gawat darurat. Frekuensi mengurangi nyeri dengan farmakologis di Amerika Serikat untuk pengambilan darah adalah 40% sedangkan menggunakan non farmakologis hanya mencapai 10% (Acharya et al., 2008). Pengambilan darah sering dilakukan di unit gawat darurat untuk mentukan jenis penyakit yang diderita oleh pasien. Beberapa hambatan secara umum yang terjadi di unit gawat darurat dapat muncul secara intrinsik yaitu tidak memadainya obat-obatan analgesia khususnya pada anak (Soyer et al., 2009), masih ada tenaga kesehatan yang beranggapan bahwa anak-anak tidak merasa sakit yang sama dilakukan oleh orang dewasa dan rasa sakit yang tidak memiliki konsekuensi yang tak diinginkan pada anak-anak, tidak terdapatnya penilaian skala nyeri pada anak. Nyeri anak diremehkan karena kurangnya alat penilaian yang memadai dan ketidakmampuan untuk menjelaskan berbagai tahap perkembangan anak-anak. Nyeri sering undermedicated karena kekhawatiran terjadinya oversedation, depresi pernafasan, Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 27 kecanduan, dan ketidakbiasaan dengan penggunaan obat penenang dan analgesik agen pada anak-anak (Breau et al., 2000; Beisang, 2007). Dalam ruang gawat darurat, anak-anak sering masuk dengan gejala yang tidak jelas yang berdampak kesulitan dalam mentukan diagnosa medis (Craig, Lilley, & Gilbert, 2006). Faktor-faktor tersebut membuat penilaian petugas kesehatan merasa kesuitan, selain itu, kondisi ruang gawat darurat yang sibuk, dituntut intervensi yang lebih cepat, jumlah pasien yang tidak dapat diperkirakan, skala penilaian belum memadai, dan kecemasan orangtua (Zempsky, 2000). Unit gawat darurat lebih cenderung menggunakan intervensi farmakologis dari pada non farmakologis (Crowley et al., 2010), pemberian intervensi farmakologi biasanya digunakan untuk nyeri dalam, penggunaan anestesi topikal jarang diberikan karena kekhawatiran tentang keterlambatan dalam pengobatan, biaya, atau kurangnya ketersediaan. Intervensi non farmakologis mengalami hambatan kurangnya pengetahuan petugas tentang skala nyeri pada anak, tidak adanya ruangan khusus (Twycross, 2000). Manajemen nyeri yang optimal memerlukan pemahaman yang menyeluruh tentang penilaian nyeri dan manajemen strategis ruangan yang baik (Zempsky, 2000; Dowling, 2004). 2.1.8. Penilaian Nyeri Penilaian nyeri berdasarkan 3 komponen penting yaitu; kognitif (self report), tingkah laku (behavioral), dan fisiologik (Desparment-Sheridan, 2003). Komponen kognitif biasanya diukur dengan cara kuesioner, wawancara, skala deskriptif kualitatif taupun kuntitatif, yang dibuat untuk mengetahui intensitas nyeri pada anak. Komponen tingkah laku biasanya diukur dengan suatu chek list tingkah laku yang dijumpai sewaktu anak mengalami rasa nyeri, misalnya menangis, menyeringai, dan memberontak. Komponen tingkah laku ini digunakan pada bayi atau anak yang belum biasa berkomunikasi secara verbal. Komponen fisiologis Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 28 diukur dengan cara menilai frekuensi denyut jantung, frekuensi pernafasan, kadar oksigen, kadar kortisol, dan kadar endorphin dalam darah (Desparment-Sheridan, 2003; Taddio et al., 2010; Srouji, Ratnapalan, & Schneeweiss, 2010). Beberapa hasil penelitian menyebutkan bahwa parameter psikologis dan pengamatan orang tua dapat membantu pemeriksaan nyeri pada anak, namun pada dasarnya komponen kognitif anak sendiri yang dapat menentukan tentang apa yang sedang dirasakannya (Bulloch & Tenenbein, 2002; Zempsky & Schecter, 2005). Pada bayi hal tersebut tidak dapat dilakukan oleh karena bayi tidak dapat menyampaikan secara verbal apa yang sedang dirasakannya (Curtis et al., 2007; Srouji, Ratnapalan, & Schneeweiss, 2010). Anak-anak usia lebih dari 8 tahun umumnya sudah dapat melaporkan sendiri intensitas, lokasi dan kualitas nyeri (William, et al. 2003), sehingga dapat menggukan Visual Analog Scale (VAS) dengan ketentuan yang selalu digunakan pada anak lebih besar dan melibatkan garis 10 cm yang telah ditentukan kedua ujungnya (“tidak sakit” dan “sangat sakit”). Anak usia 3-8 tahun diperiksa dengan alat yang sesuai yang sudah mengalami perkembangan, misalnya Color Analogue Scale (CAS), Oucher Scale dan Faces Scale (Desparment-Sheridan, 2003; Zempsky & Schecter, 2003). Berbagai skala menggunakan pengukuran gabungan nyeri telah elemen-elemen dikembangkan fisiologis dan dengan perilaku (behavioral), seperti yang tertera dalam tabel 2.1 berikut (Zempsky & Schecter, 2003; Srouji, Ratnapalan, & Schneeweiss, 2010). Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 29 Tabel 2.1. Penilaian Klinis Nyeri Physiologic Frekuesi pernafasan Fekuansi nadi Tekanan darah Kadar kortisol Behavioral Gerakan tubuh Gerakan wajah Menangis Postur tubuh Pola nafas Self Report Usia 3-8 tahun: Oucher Scale Faces Scale FLACC CFCS Faces Pain Scale Poker Chip Toll Colored analogue Scale Usia lebih dari 9 tahun : Visual Analogue Sacale McGil Pain Pediatric Pain Questionnaire Composite Infant CRIES Neonatal Facial action Coding System NAPI MAX NIPS PPIP SUN OPS DAN Usia 2-7 tahun : CHEOPS COMFORT OSBD OPS TPPPS AUCHER Usia 8 tahun lebih Adolescent Pediatric Pain Tool VarniThompson Pediatric Pain Questionnare The McGill Pain Questionnaire Sumber : Zempsky W.T., Schecter, N.L., What’s New in The Management of Pain in Childrens Skala untuk pemeriksaan nyeri pada anak sebagaimana telah disebutkan di atas telah diteliti secara ektensif, tetapi masih sangat sedikit diteliti untuk menentukan validitas alat-alat tersebut pada nak di Negara berkembang. Newman, et al. (2005), di Thailan telah meneliti validitas tiga skala nyeri yang sering digunakan yaitu Visual analog Scale (VAS), Wong-Baker Faces Pain Ratting (WBFPS), dan Face Pain Scale-Revised (FPS-R), pada 122 anak-anak Thailan usia 4-15 tahun. Ketiga alat tersebut ternyata mempunyai korelasi yang baik pada anak usia diatas 4 tahun dan validitas yang cukup konvergen (Newman et al., 2005). Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 30 Penelitian Bulloch dan Tenenbein (2002), yang dilakukan di unit gawat darurat menggunkan dua skala nyeri yaitu Color Analog Scale (CAS) dan 7 poin Faces Pain Scale (FPS) pada 60 anak dengan rata-rata usia 3-9 tahun. Kedua alat tersebut ternyata mempunyai korelasi yang baik dan validitas yang cukup konvergen untuk di gunakan di unit emergensi. Penelitian Suraseranivongse, et al. (2001), menguji validitas empat skala nyeri antara Children’s Hospital of Eastern Ontario Pain Scale (CHEOP), Objective Pain Scale (OPS), Toddler Preschool Postoperative Pain Scale (TPPPS), dan Face, Legs, Activity, Cry, Consolability (FLACC), penelitian dilakukan di Thailan dengan 167 anak antara usia 1-5,5 tahun yang akan dilakukan tindakan pembedahan. Perilaku anak-anak di rekam sebelum dan setelah operasi, hasil penelitian memnunjukkan dari ke-empat skala tersebut skala CHEOP lebih valid, reliabel dan praktis digunakan pada anak dengan prosedural operasi. Skala penilaian nyeri dan keterangan pasien digunakan untuk menilai derajat nyeri. Intensitas nyeri harus dinilai sedini mungkin selama pasien dapat berkomunikasi dan menunjukkan ekspresi nyeri yang dirasakan. Ada beberapa skala penilaian nyeri pada pasien sekarang ini (McLean et al., 2005; Petersen et al., 2009; McCaffrey & Pasero, 2010). a. Wong-Baker Faces Pain Rating Scale Skala dengan enam gambar wajah dengan ekspresi yang berbeda, dimulai dari senyuman sampai menangis karena kesakitan. Skala ini berguna pada pasien dengan gangguan komunikasi, seperti anak-anak, orang tua, pasien yang kebingungan atau pada pasien yang tidak mengerti dengan bahasa lokal setempat. Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 31 Gambar 2.2. Wong Baker Faces Pain Rating Scale b. Verbal Rating Scale (VRS) Pasien ditanyakan tentang derajat nyeri yang dirasakan berdasarkan skala lima poin ; tidak nyeri, ringan, sedang, berat dan sangat berat. Gambar 2.3. Verbal Rating Scale c. Numerical Rating Scale (NRS) Pertama sekali dikemukakan oleh Downie dkk pada tahun 1978, dimana pasien ditanyakan tentang derajat nyeri yang dirasakan dengan menunjukkan angka 0 – 5 atau 0 – 10, dimana angka 0 menunjukkan tidak ada nyeri dan angka 5 atau 10 menunjukkan nyeri yang hebat. Gambar 2.4. Numerical Rating Scale d. Visual Analogue Scale (VAS) Verbal Rating Scale terdiri dari beberapa nomor yang menggambarkan tingkat nyeri pada pasien. Pasien ditanya bagaimana sifat dari nyeri Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 32 yang dirasakannya. Peneliti memilih nomor dari skor tingkat nyeri tersebut dari apa yang dirasakan pasien. Skor tersebut terdiri dari empat poin yaitu : Poin 0 = Tidak ada nyeri atau perasaan tidak enak ketika ditanya Poin 1 = Nyeri yang ringan yang dilaporkan pasien ketika ditanya Poin 2 = Nyeri sedang yang dilaporkan pasien ketika ditanya Poin 3 = Nyeri dihubungkan dengan respon suara, tangan atau lengan tangan, wajah merintih atau menangis Keempat poin ini secara luas digunakan oleh klinisi untuk menentukan tingkat kebenaran dan keandalan. Untuk pasien yang memiliki gangguan kognitif, skala nyeri verbal ini sulit digunakan. Visual Analog Scale (VAS) dilihat berupa suatu garis lurus yang panjangnya biasaya 10 cm (atau 100 mm), dengan penggambaran verbal pada masing-masing ujungnya, seperti angka 0 (tanpa nyeri) sampai angka 10 (nyeri terberat). Nilai VAS 0 - <4 = nyeri ringan, 4 <7 = nyeri sedang dan 7-10 = nyeri berat Gambar 2.5. Visual Analogue Scale e. Faces, Legs,Activity, Cry, dan Consolability (FLAAC) Skala ini merupakan skala perilaku yang telah dicoba pada anak usia 3-7 tahun. Setiap kategori (Faces, Legs,Activity, Cry, & Consolability) diberi nilai 0-2 dan dijumlahkan untuk mendapatkan total 0-10. Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 33 Tabel 2.2. Faces, Legs,Activity, Cry, dan Consolability Criteria Face Legs Activity Cry Score -0 No particular expression or smile Normal position or relaxed Lying quietly, normal position, moves easily No cry (awake or asleep) Consolability Content, relaxed Score -1 Occasional grimace or frown, withdrawn, disinterested Uneasy, restless, tense Squimin, shiting back and forh, tense Score -2 Freuent to constant quivering chin, cleched jaw Moans or whimpers; occasional complaint Crying steadily, sreams or sobs, frequent complaints Difficult to console or comfort Reassured by accosional al touching, hugging or being talked to, distractible Sumber : National Health and Medical Research massgeneral.org/ painrelief/pcs pain files/app_d_flacc.pdf Kicking, or legs draw up Arched, rigid or jerkig Council http://www2. f. Children’s Hospital of Eastern Ontario Pain Scale (CHEOPS) Skala penilaian CEOPS berupa penilaian yang mencakup perilaku nyeri anak dan keluhan yang rasakan. Skala penilaian CHEOP digunakan untuk anak usia 1-7 tahun. Di dalam skala ini terdapat enam kategori dari perilaku nyeri: menangis, ekspresi muka, verbal, torso, sentuhan, dan kaki. Penilaian skor nyeri diperoleh berdasarkan hasil penilaian keseluruhan. Skor 4 mengindikasikan awitan nyeri, skor maksimal nyeri adalah 13. Tabel 2.3. Children’s Hospital of Eastern Ontario Pain Scale (CHEOPS) Item Cry Behavioral No cry Moaning Crying Scream Definition 1 Child is not crying. 2 Child is moaning or quietly vocalizing silent cry. 2 Child is crying, but the cry is gentle or whimpering. 3 Cild is in a full-lunged cry; sobbing; may be scored complaint or without complaint. Score Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 34 Item Facial Behavioral Composed Grimace 1 2 Smiling 0 Child None Verbal Other complaints 1 1 Torso Touch Legh Pain complaints Both complaints 2 2 Positive 0 Neutral 1 Shifting 2 Tense Shevering 2 2 Upright 2 Restrained Not touching 2 1 Reach 2 Touch 2 Grab 2 Restrained Neutral 2 1 Squirm/kicking 2 Drawn up/tensed 2 Standing Restrained 2 2 Definition Neutral facial expression Score only if definite negative facial expression score only if definite positive facial expression Child not talking Child complains, but not about pain, e.g., “I want to see mommy” of “I am thirsty” Child complains I about pain. Child complains about pain and about other, e.g., “It hurts; I want my mommy”. Chid makes any positive statement or talks about things without complaint. Body (not limbs) is at rest; torso is inactive. Body is in motion in shifting or serpentine fashion. Body is arcehed or rigid. Body is shuddering or shaking involuntarily. Child is a vertical or upright position. Body s restrained. Child is not touching or grabbing at wound. Child is reaching for but not touching wound. Child is gently touching wound or wound area. Child is grabbing vigorously at wound. Child’s arms are restrained. Legh may be in any position but are relaxed; include gentle swinning or separate-like movements. Definitive uneasy or restless movement in the legh/or striking out with foot or feet. Legs tensed and/or pulled up tightyly to body kept there. Standing, crouching or kneeling. Child’s legs are being held down. Score Sumber : McGrath, P.J., Johnson, G., Goodman, J.T., et al, CHEOPS: A behavioral scale for rating postoperative pain in children. In Field, H.L., et al (editors) Advances in pian Resesrcn and Therapy, 9, New York, Raven Press. Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 35 2.2. Penggunaan Madu Dalam Penanganan Nyeri Pada Anak 2.2.2. Pengertian Madu Madu merupakan cairan alami yang umumnya mempunyai rasa manis, dihasilkan oleh lebah madu dari sari bunga tanaman (floral nectar) atau bagian lain dari tanaman (extra floral nectar) atau ekskresi serangga (SNI, 2004). Madu merupakan zat pemanis alami yang diproduksi oleh lebah madu dari nektar tanaman atau sekresi bagian lain dari tanaman atau ekskresi dari insekta pengisap tanaman, yang dikumpulkan, diubah dan dikombinasikan dengan zat tertentu dari lebah kemudian ditempatkan, dikeringkan, lalu disimpan di dalam sarang hingga matang (Hamad, 2004; Akanmu et al., 2011; Cornelia & Chis, 2011). 2.2.3. Komposisi Kimia dan Biologis Madu Menurut hasil pengkajian dari para ahli, lebih dari 181 macam senyawa atau unsur dan zat nutrisi yang ada, terkandung di dalam madu alami. Jenis gula atau karbohidrat yang terdapat di dalam madu alami yakni fruktosa, yang memiliki kadar yang tertinggi, yaitu sedikitnya bisa mencapai 38,5 gram per 100 gram madu alami. Sementara untuk kadar glukosa, maltosa, dan sukrosanya rendah. Fruktosa atau yang sering disebut Levulosa merupakan gula murni atau alami yang berasal dari saripati buah-buahan. (Goenarwo et al., 2011; Scheiner et al., 2002; Akanmu et al., 2011). Komposisi kimia madu hasil ekstraksi terdiri dari air (17,10%), fruktosa (38,50%), glukosa (31%), maltosa (7,20%), sukrosa (1,31%), asam organik (0,57%), protein (0,7%), dan abu (0,17%). Komposisi kimiawi utama dalam madu total karbohidrat (78,90 g), kadar air (78,00 g), protein (1,20 g), lemak (0 g), serat kasar (0 g), abu (0,20 g), kalori (295,00 kal), kalsium (2 mg), posfor (12 mg), zat besi ( 0,8 mg%), natrium (10 mg), thiamin (0,1 mg), flavonoid (0,02 mg), dan niacin (0,02 mg) (Alzubier & Okechukwu, 2011; Suarez et al., 2010). Madu mengandung monosakarida yang mudah diserap dalam usus tanpa membutuhkan proses pemecahan yaitu fruktosa (38%) dan glukosa (31%). Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 36 Madu juga mengandung berbagai mineral seperti Ca, Na, K, Mg, Fe, Cl, P, S, garam Iodium, dan asam organik (asam malat, tartrat, sitrat, laktat, oksalat) (Purabaya, 2002). Selain itu, madu juga mengandung berbagai macam enzim (amylase, diastase, investase, katalase, peroksidase, lipase) yang memperlancar reaksi kimia berbagai metabolisme di dalam tubuh, serta mengandung flavonoid yaitu pinocrembin (Puspitasari, 2007; Truchado et al., 2009; Alzubier & Okechukwu, 2011). Madu mengandung beberapa senyawa organik yang telah terindetifikasi antara lain seperti polyphenol, flavoid, dan glikosida. Selain itu didalam madu juga terdapat berbagai jenis enzim, antara lain enzim glukosa oksidase dan enzim invertase yang dapat membantu proses pengolahan sukrosa untuk diubah menjadi glukosa dan fruktosa yang kedunya mudah diserap dan dicerna oleh tubuh. Madu mengandung berbagai macam enzim, salah satunya adalah enzim katalase yang mampu memberikan efek pemulihan. Selain itu madu mengandung enzim amilase, enzim lipase, dan minyak volatil, seperti hidroksi metal furfural. Madu memiliki kandungan antibiotika sebagai antibakteri pada luka dan mengandung dekstrosa, lilin, gen pembiakan, dan asam formik (Puspitasari, 2007). Komponen tambahan yang terkandung didalam madu seperti lisozim, asam fenolik dan flavonoid juga terdapat dalam madu yang berfungsi sebagai antioksidan dan anti radang. Kandungan flavonoid diduga menghambat produksi cyclooxygenase, sehingga dapat digunakan untuk menghilangkan rasa nyeri (Almada, 2000; Goenarwo, 2003). 2.2.4. Jenis-jenis Madu Jenis-jenis madu beraneka ragam tergantung nektar tanamannya. Beberapa jenis madu di Indonesia antara lain madu kapuk, karet, kopi, klengkeng, sonokeling, durian, rambutan, apel, jambu air, mangga, kaliandra, multiflora, hutan, jambu mente, mahoni, bunga matahari dan madu royal jelly. Jenis-jenis madu lain yang terdapat di negara sub tropis menurut Puspitasari (2007) antara lain; alfalfa, aster, athel, bamboo, basswood, Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 37 bergamot, blackberry, bluberry, blue curls, bluevine, boneset, buckwheat, cantaloupe, cape vine, coralvine, cranberry, galiberry, goldenrod, holly, horsemint, locust, manzanita, marigold, mesquite, mountain laurel, mustard, palmatto dan pepperbush. Setiap madu mempunyai karakteristik yang berbeda baik berdasarkan komposisi, rasa maupun penampilan fisik. Jenis madu dibagi menjadi tiga macam yaitu, a) Madu flora yaitu madu yang dihasilkan dari nektar bunga, b) Madu ekstra flora yaitu madu yang dihasilkan dari nektar yang terdapat diluar bunga yaitu berasal dari bagian tanaman yang lain seperti daun, cabang atau batang tanaman, c) Madu embun yaitu madu yang dihasilkan dari cairan suksesi serangga yang kemudian eksudatnya diletakkan pada bagian-bagian tanaman, cairan ini kemudian dihisap dan dikumpulkan oleh lebah madu (Puspitasari, 2007). Di Indonesia jenis madu yang dipasarkan sering diberi nama menurut daerah asalnya, misalnya madu Sumbawa, madu Kalimantan, dan Madu Sulawesi. Kualitas madu ditentukan oleh waktu pemanenan madu, kadar air, warna madu, rasa dan aroma madu. Madu yang memiliki kandungan enzim diastase sebagai salah satu acuan yang digunakan Sandar Nasional Indonesia (SNI) untuk menentukan madu tersebut asli atau tidak, karena enzim diastase hanya dihasilkan dari kelenjar ludah lebah (Hamad, 2004; Puspitasari, 2007). Jenis madu yang sering digunakan pada beberapa pengobatan adalah madu PERUM PERHUTANI ber-Standar Nasional Indonesia (SNI) atau disebut sebagai madu perhutani. Penelitian yang dilakukan oleh Nurhidayah, (2011) tentang pengaruh madu dalam perawan oral care terhadap pasien anak mukolitis akibat mukolitis pada anak menggunakan madu PERUM PERHUTANI. Madu yang digunakan adalah jenis madu hutan multiflora dan telah diuji kualitasnya oleh Pusat Perlebahan Nasional Perhutani (PPNP). Berikut ini kandungan gizi madu perhutani : Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 38 Tabel 2.4. Kandungan gizi madu perhutani Parameter Kalori Lemak Asam lemak jenuh Kolesterol Total Karbohidrat Serat makanan Protein Kalsium (Ca) Natrium (Na) Besi (Fe) Kalium (K) Vitamin A Vitamin C Satuan Kal/100 gram % % mg/100 gram % % % mg/100 gram mg/100 gram mg/100 gram mg/100 gram UI/100 gran mg/100 gram Hasil 320 0 0 <0 79,3 0,73 0,63 9,84 12,8 0,63 102 < 0,5 3,52 Sumber : Pusat Perlebahan Nasional Perum Perhutani 2008 2.2.5. Efek Terapeutik Madu Madu merupakan bahan makanan yang mengandung nilai gizi tinggi tinggi mengandung banyak komponen gula sederhana (monosakarida dan disakarida) dan gula rantai panjang (polisakarida), selain itu madu mengandung enzim untuk mencerna gula, vitamin, mineral dan lain-lain (Bognadov et al., 2008). Penelitian yang dilakukan oleh Alzubier dan Okechukwu (2011) menyebutkan madu memiliki efek terapeutik anti-inflammatory, antipyretic, dan analgesic. Penelitian dilakukan pada tikus dengan disuntikkan asam asetat pada peritoneum tikus dengan sebelumnya dikasih madu per oral, hasil menunjukkan pemberian madu mengurangi ambang nociception dan mengurangi rangsang saraf terminal dari serat nociceptive. Suarez et al., (2010), menyebutkan madu asli 100% murni mengandung zat antibiotik yang dapat menyembuhkan penyakit dari berbagai patogen penyebab penyakit. Terdapat empat faktor yang mempengaruhi aktivitas antibakteri pada madu asli 100% murni; pertama, kadar gula madu yang Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 39 tinggi akan menghalang pertumbuhan bakteri sehingga bakteri tersebut tidak dapat hidup dan berkembang. kedua, tingkat kemanisan madu yang tinggi (pH 3.65) akan mengurangi pertumbuhan dan daya hidupnya sehingga bakteri tersebut mati, ketiga, adanya pertumbuhan radikal hidrogen peroksida yang bersifat membunuh mikroorganisme patogen, dan keempat adanya senyawa organik yang bersifat antibakteri antara lain seperti polyphenol, flavonoid, dan glikosida. 2.3. Pengaruh Madu Terhadap Penurunan Respon Nyeri Madu mengandung berbagai mineral seperti Ca, Na, K, Mg, Fe, Cl, P, S, garam Iodium, dan asam organik (asam malat, tartrat, sitrat, laktat, oksalat) (Purabaya, 2002). Selain itu, madu juga mengandung berbagai macam enzim (amylase, diastase, investase, katalase peroksidase, lipase) yang memperlancar reaksi kimia berbagai metabolisme di dalam tubuh, serta mengandung flavonoid yaitu pinocrembin yang memiliki efek anti nyeri. Puspitasari (2007) dalam penelitiannya menyebutkan madu dapat memberikan efek analgesik. Flavonoid dalam madu dapat menghambat produksi cyclooxygenase, sehingga dapat digunakan untuk menghilangkan nyeri. Geonarwo, Chodidjah, dan Susanto (2011) melakukan eksperimental dengan pendekatan post test only control group design. Penelitian dilakukan dengan menggunakan hewan uji tikus putih jantan galur wistar 25 ekor, dibagi dalam 5 kelompok secara random, kelompok I (kontrol negatif) diberi aquadest, kelompok II diberi madu 25%, kelompok III diberi madu 50%, kelompok IV diberi madu 100% dan kelompok V (kontrol positif) diberi parasetamol 4,5 mg/kgBB. Setelah 5 menit semua kelompok disuntik dengan asam asetat 1% (0,1 ml) intra peritoneum, kemudian dihitung jumlah geliat setiap 5 menit selama 1 jam. Hasil penelitian menunjukkan madu dengan konsentrasi madu 50% memiliki efek analgetik yang meningkat, sedangkan madu dengan konsentrasi 25% dan 100% menunjukkan efek analgetik yang menurun. Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 40 2.4. Teori Keperawatan “Comfort” Katharine C. Kolcaba 2.4.1. Konsep Umum Teori “Comfort” Katharine C. Kolcaba Kolcaba mendefinisikan salah satu intervensi perawatan kesehatan sebagai kebutuhan tentang kenyamanan, peningkatan dari kondisi penuh tekanan dalam situasi perawatan kesehatan, yang tidak dapat ditemui pada penerima pelayanan tradisional. Kebutuhan ini meliputi kebutuhan fisik, psikospiritual, sosial dan kebutuhan lingkungan yang memfasilitasinya seperti alat monitor dan laporan verbal atau non verbal, kebutuhan yang berhubungan dengan ukuran secara patofisiologi, kebutuhan pendidikan dan dukungan, dan kebutuhan akan konseling financial dan intervensi (Tomey & Alligood, 2006). Kolcaba (2003), menilai kenyaman dengan membuat struktur taksonomi yang bersumber pada tiga tipe kenyamanan yaitu reliefe, ease, dan transcendence. Kolcaba mengaitkan ketiga tipe kenyamanan tersebut dengan empat pengalaman kenyaman yaitu fisik, psikospiritual, lingkungan, dan sosial. Relief yaitu status ketidaknyamanan yang dimiliki menjadi berkurang atau status terpenuhinya kebutuhan kenyaman spesifik. Ease adalah tidak adanya ketidaknyamanan spesifik. Sedangkan transcendence yaitu kemampuan untuk bangkit diatas ketidaknyamanan ketika ketidaknyamanan yang ada tidak dapat dihindari atau dihilangkan. Empat konsep sentral dalam paradigma keperawatan yaitu manusia atau pasien, kesehatan, lingkungan dan keperawatan. Teori kenyamanan memandang keperawatan adalah pengkajian yang inten tentang kebutuhan kenyamanan untuk mengatasi kebutuhan tersebut, dan menilai kembali kenyamanan pasien setelah pelaksanaan tindakan kenyamanan kemudian dibandingkan denan keadaan sebelumnya. Manusia atau pasien adalah individu atau keluarga yang membutuhkan perawatan kesehatan. Lingkungan adalah pengaruh eksternal yang dapat dimanipulasi untuk meningkatkan kenyamanan. Kesehatan adalah fungsi optimal dari Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 41 komunitas, pasien, keluarga yang dapat dicapai dengan memperhatikan kebutuhan kenyamanan. Konsep teori kenyamanan adalah kebutuhan kenyaman, intervensi keyamanan (comfort care), intervening variables, peningkatan kenyaman, healt seeking behavior (HSBs) dan intergritas institusional. Seluruh konsep tersebut terkait dengan pasien dan keluarga. Comfort atau kenyamanan adalah pengalaman langsung yang diperkuat dengan kebutuhan relief, ease, dan trascendece terkait dengan empat pengalaman yaitu fisikal psikospiritual, lingkungan dan sosiokultural (Kolcaba, 2003). Comfort care adalah filosofi perawatan kesehatan yang berdasarkan fisik, psikospiritual, sosiokultural, dan lingkungan yang nyaman bagi pasien. Comfort care mempunyai 3 komponen yaitu intervensi yang sesuai dan tepat waktu, model keperawatan yang perhatian adan empati, berfokus pada kenyaman pasien. Comfort measures adalah intervensi yang sengaja dirancang untuk meningkatkan kenyamanan pasien atau keluarga. Comfort needs adalah kebutuhan akan rasa nyaman relief, ease, dan transcenden dalam konteks pengalaman manusia secara fisik, psikospiritual, sosiokultural dan lingkungan. HSBs adalah perilaku pasien atau keluarga yang terlibat secara sadar atau tidak sadar, menggerakkan mereka ke arah kesejahteraan. HSBs dapat ekternal, internal atau kematian yang damai. Integritas institusional adalah kondisi sarana perawatan kesehatan yang menyeluruh, jujur, professional dan beretika. Intervening variabel adalah faktor positif taupun negatif yang sedikit sekali dapat dikontrol oleh perawat atau institusi tetapi berpengaruh langsung kesuksesan rencana intervensi kenyamanan (Kolcaba & DiMarco, 2005; Kolcaba, 2003). Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 42 Sumber : Kolcaba 2003 Gambar 2.6. Kerangka konseptual teori kenyamanan Kerangka konsep diatas mejelaskan proposition adalah pernyataan yang menghubungkan antar konsep. Berikut ini adalah proposition teori kenyamanan; 1) perawat mengidentifikasi kebutuhan kenyamanan pasien dan anggota keluarga, khususnya kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi oleh suppor system eksternal, 2) perawat menyusun rencana keperawatan untuk memenuhi kebutuhan kenyamanan, 3) intervening variables diperhitungkan dalammerancang intervensi, 4) intervensi yan efektif dan dilakukan dengan penuh caring yang hasilnya akan langsung terlihat sebagai pengingkatan rasa nyaman. Intervensi ini disebut comfort measures. Sedangkan comfort care akan mengkaitkan semua komponen, 5) pasien dan perawat sepakat tentang HSBs yang diinginkan, 6) bila kenyamanan tercapai, pasien dan anggota keluarga terikat oleh HSBs yang akan meningkatkan kenyamanan lebih lanjut, 7) bila pasien dan keluarga telah memiliki HSBs yang kuat sebagai hasil dari comfort care, perawat dan keluarga akan lebih puas dengan pelayanan kesehatan, dan 8) bila perawat dengan pelayanan puas terhadap institusi pelayanan, masyarakat akan mengetahui kontribusi institusi tersebut terhadap program kesehatan pemerintah. Institusi menjadi lebih baik terpandang dan berkembang (Kolcaba, 2003). 2.4.2. Aplikasi comfort theory pada keperawatan anak Comfort theory diterapkan dalam beberapa kondisi pasien seperti pasien penderia kanker payudara stadium awal, pasien dengan kondisi Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 43 inkontinensia urin, pada perawatan peri dan intra operatif, unit luka bakar, kondisi individu dengan keterbelakang mental dan keperawatan pada bayi baru lahir (Kolcaba & DiMarco). Kolcaba menyatakan teori kenyamanan meliputi tiga alasan logis yang terdiri dari induction, deduction, dan retroduction, lebih jelas dapat dilihat pada kerangka konsep Kolcaba 2. 2 berikut ini : Skema 2.1 Aplikasi Comfort Theory pada Keperawatan Anak Sumber: Kolcba & DiMarco (2005) Skema di atas menggambarkan hubungan antara konsep-konsep penting dalam teori comfort. Baris 1 menggambarkan konsep teori secara umum dan merupakan tingkat tertinggi yang bersifat abstrak dan setiap baris berikutnya lebih bersifat konkret. Baris 2 adalah tingkat praktik comfort pada kasus perawatan anak. Baris 3 adalah cara dimana masing-masing konsep dilaksanakan. Aplikasi comfort theory dalam penanganan nyeri akibat tindakan invasif pengambilan darah pada anak dapat diuraikan bahwa aspek health care Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 44 need yaitu anak memiliki kebutuhan rasa nyaman selama prosedur invasif dilakukan. Aspek nursing intervention yaitu pemberian intervensi non farmakologis berupa pemberian madu yang merupakan bagian intervensi keperawatan untuk memenuhi kebutuhan rasa nyaman. Tahap perkembangan dan kehadiran orang tua merupakan interventing variabel yang perlu diperhatikan dalam upaya untuk mencapai rasa nyaman pada semua aspek (kenyamanan fisik, psikospiritual, sosiokultural, dan lingkungan). Pemenuhan rasa nyaman yang adekuat pada semua aspek dengan tingkat relief hingga transcendence akan mendorong pada penentuan intervensi berikutnya, penurunan kebutuhan akan tindakan medis yang lain dan peningkatan kepuasan anak dan keluarga. Hal tersebut merupakan keluaran yang positif yang membawa manfaat besar baik rumah sakit. Dengan demikian pemenuhan rasa nyaman yang optimal pada anak akan disesuaikan dengan karakteristik tumbuh kembang akan membawa manfaat bagi anak, keluarga dan rumah sakit. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada skema 2.2 dibawah ini. Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 45 Jalur 1 Health care need + Nursing Interventions + Atraumatic Care + Intervening variables Enhanced Comfort Health seeking behaviour Institusional itnegrity Internal, eksternal, meninggal dengan tenang Kepuasan keluarga, segera diatasi, tindakan medis berkurang Percaya denga perawat, anak tidak menangis saat tindakan, dan tidak merasa nyeri LOS minimal, analgetik kurang, keluarga puas dengan pelayanan RS Jalur 2 Kebutuhan rasa nyaman bagi anak dan keluarga + Usia, jenis kelamin, pengalaman nyeri sebelumnya, lingkungan dan dukungan orang terdekat Rasa nyaman fisik, psikospiritual sosokulturall, lingkungan Mencatat usia, jenis kelamin anak dan kehadiran keluarga Rasa nyeri diukur dengan checklist CHEOPS Jalur 3 Tidak nyeri, tidak menimbulkan trauma saat anak masuk RS Prosedur tetap dalam perawatan pengambilan darah dengan memberikan madu sebelum diberikan intervensi invasif Skema 2.2. Aplikasi Comfort Theory dalam Tindakan Pemberian Madu 2.5. Konsep Anak 2.5.1. Pengertian Anak Anak adalah seseorang yang belum berusia delapan belas (18) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan (Undang-undang Perlindungan Anak No. 23 pasal 1 tahun 2003). Dalam keperawatan anak yang dimaksud anak adalah seseorang yang berusia kurang dari delapan belas tahun, anak berada pada masa tumbuh kembang dengan kebutuhan khusus baik kebutuhan fisik, psikologis, sosial dan spiritual. Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 46 2.5.2. Kelompok anak Berdasarkan Fase Perkembangan Pada anak terdapat rentang perubahan pertumbuhan dan perkembangan yaitu rentang cepat dan lambat. Dalam proses perkembangan anak memiliki ciri fisik, kognitif, konsep diri, pola koping dan perilaku sosial (Supartini, 2004). Fase perkembangan anak terdiri dari fase prenatal, fase neonatal, fase infant, fase toddler, fase prasekolah, fase sekolah dan fase remaja. Fase prenatal mencakup masa kehamilan sampai anak dilahirkan. Fase neonatal merupakan masa saat bayi lahir sampai usia 28 hari. Fase infant adalah fase saat bayi berusia 1 bulan sampai 12 bulan. Fase toddler merupakan saat anak berusia 1-3 tahun. Setelah fase ini anak memasuki fase pra sekolah yaitu saat anak memasuki usia 3-6 tahun. Fase sekolah merupakan fase anak berusia 6 sampai 12 tahun, dan terakhir fase remaja yaitu saat anak memasuki usia 13-18 tahun (Hockenberry & Wilson, 2007). Perkembangan usia toddler merupakan kelompok usia antara 1 sampai 3 tahun. Perkembangan biologis anak usia toddler mengalami fase toilet training dan perkembangan motorik merupakan proses tumbuh kembang sistem gerak seorang anak setiap gerakan yang dilakukan anak merupakan sistem interaksi yang kompleks dari berbagai bagian dan sistem dalam tubuh yang dikontrol oleh otak. Ditinaju dari kemampuan berbahasa anak usia toddler secara umum mengalami kesulitan dalam pengucapan dalam menyampaikan suatu keinginan. Ditinjau dari perkembangan sosial belum memiliki toleransi yang lebih baik dalam hal perpisahan dengan orang tua. Repon anak toddler terhadap nyeri, respon tubuh terlokalisasi secara sengaja menarik diri dari area yang terstimulis, menangis keras, ekspresi wajah menunjukan nyeri, mendorong stimulus menjauh setelah terjadi nyeri (Hokenberry & Wilson, 2007). Perkembangan usia prasekolah merupakan kelompok usia antara 3 sampai 5 tahun. Perkembangan biologis anak usia prasekolah ditandai dengan kematangan sistem organ dan penyempurnaan perilaku motorik halus dan Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 47 kasar. Ditinjuau dari perkembangan sosial anak usia prasekolah, kelompok usia ini memiliki toleransi yang lebih baik dalam hal perpisahan dengan orang tua dibandingkan usia toddler. Anak usia ini dapat berhubungan secara mudah dengan orang asing dan toleran terhadap perpisahan dengan orang tua hanya sedikit atau tanpa protes. Namun demikian mereka masih membutuhkan pengamanan dari orang tua, jaminan, bimbingan dan persetujuan, terutama ketika memasuki usia sekolah. Perpisahan yang panjang dengan orang tua merupakan hal yang sulit bagi anak usia prasekolah, akan tetapi mereka dapat berespon dengan baik terhadap bila ada perpisahan dan penjelasan yang konkrit, misalnya perpisahan yang disebabkan oleh penyakit dan Hospitalisasi (Hokenberry & Wilson, 2007). Terkait dengan respon nyeri yang disebabkan oleh prosedur invasif yang menyakitkan bagi anak tergantung pada usia anak, tingkat perkembangan anak, dan faktor situasi lainnya. Usia toddler masih belum mampu menggambarkan dengan spesifik nyeri yang dirasakan karena keterbatasan kosakata dan pengalaman nyeri, sedangkan pada usia prasekolah dalam berespon terhadap nyeri diantaranya dengan menanis keras atau berteriak, memukul tangan atau kaki, mendorong hal yang menyebabkan nyeri, meminta untuk mengakhiri tindakan yang menyebabkan nyeri, menempel dan memegang orang tua, membutuhakan dukungan emosi seperti pelukan dan memberikan antisipasi secara aktual (Hockenbarry & Wilson, 2007). 2.6. Atraumatic care 2.6.1. Pengertian Atraumatic care Atraumatic care adalah suatu tindakan perawatan terapeutik yang dilakukan oleh seseorang dengan menggunakan intervensi melalui cara mengeliminasi atau meminimalisasi stress psikologi dan fisik yang dialami oleh anak dan keluarganya dalam sistem pelayanan kesehatan (Supartini, 2004). Wong dan Hockenberry (2003) menyebutkan bahwa atraumatic care berhubungan dengan siapa, apa, kapan, dimana, mengapa, bagaimana Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 48 dari setiap prosedur tindakan yang ditujukan pada anak bertujuan untuk mencegah atau mengurangi stres psikologi dan fisik. Azis (2005), mengatakan untuk mencapai perawatan tersebut beberapa prinsip yang dapat dilakukan perawat antara lain, menurunkan atau mencegah dampak perpisahan dari keluarga, meningkatkan kemampuan orangtua dalam mengontrol perawatan anak, mencegah atau mengurangi cedera (injury) dan nyeri (dampak psikologis), tidak melakukan kekerasan pada anak, dan modifikasi lingkungan fisik. Wong dan Hockenberry (2003) menyebutkan tujuan mencapai perawatan atraumatic care adalah jangan menyakiti. Terdapat tiga prinsip kerangka kerja untuk mencapai tujuan tersebut, yaitu, mencegah atau meminimalkan perpisahan anak dari orangtua, meningkatkan kontrol diri, mencegah atau meminimalkan cedera tubuh. Contoh dari peningkatan tindakan atraumatic care menyangkut mengorganisir hubungan orangtua dengan anak selama perawatan, persiapan anak sebelum tindakan atau prosedur yang tidak menyenangkan, mengontrol rasa nyeri, mengijinkan privasi anak, alihkan dengan bermain untuk menghindarkan rasa takut. Karena anak stress dan gelisah serta tidak tenang berada di rumah sakit tanpa orangtua di sampingnya, orangtua pun merasa semakin stress. Stress psikologi pada orangtua dapat berupa perhatian terhadap nasib anak mereka, lamanya tinggal di rumah sakit, ketidak mampuan berkomunikasi secara efektif dengan profesional kesehatan, dan tidak adekuatnya pengetahuan dan pemahaman tentang situasi kondisi penyakit (Zempsky, & Cravero, 2004; Sparks et al., 2007). American Pain Society (2000) menyebutkan kondisi nyeri terdapat lima tanda vital yang harus diperhatin. Kondisi tersebut menjadi perhatian dan tanggung jawab dari seorang perawat kesehatan profesional. Terkait dangan hal tersebut nyeri akan berhubungan dengan peningkatan tandatanda vital sehingga prinsip dari tindakan perawatan nyeri adalah memeriksa tanda-tanda vital pasien setiap saat, misalnya nadi, tekanan Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 49 darah, suhu, dan pernafasan (Soyer et al., 2009; Manchikanti et al., 2010). Karena nyeri berhubungan dengan sensori dan emosional, maka digunakanlah strategi penilaian kualitatif dan kuantitatif. Istilah yang digunakan untuk menanyakan nyeri pada anak dengan menggunakan pertanyaan, seperti menanyakan anak, gunakan skala nyeri, evaluasi perubahan psikologi dan tingkah laku, libatkan orangtua, cari penyebab nyeri, dan ambil tindakan dan evaluasi hasil nyeri (Wong & Hockenberry, 2003). 2.6.2. Prinsip Atraumatic care Prinsip utama dari pelayanan yang tidak menimbulkan trauma (atraumatic care) pada anak adalah bahwa tidak ada yang tersakiti. Prinsip yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan tersebut adalah mencegah dan meminimalkan perpisahan anak dengan keluarganya, meningkatkan kontrol diri anak, dan mencegah terjadinya nyeri serta cedera tubuh (Hockenberry & Wilson, 2007) : a. Menurunkan atau mencegah dampak perpisahan dari keluarga Dampak perpisahan dari keluarga akan menyebabkan kecemasan pada anak sehingga menghambat proses penyembuhan dan dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak. b. Meningkatkan kemampuan orang tua dalam mengontrol perawatan pada anak. Kemampuan orang tua dalam mengontrol perawatan pada anak dapat meningkatkan kemandirian anak dan anak akan bersikap waspada dalam segala hal. c. Mencegah atau mengurangi cedera (injuri) dan nyeri (dampak psikologis). Proses pengurangan rasa nyeri sering tidak bisa dihilangkan secara cepat akan tetapi dapat dikurangi melalui berbagai tenik misalnya distraksi, relaksasi dan imaginary. Apabila tindakan pencegahan tidak dilakukan maka cedera dan nyeri akan berlangsung lama pada anak sehingga dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak. d. Tidak melakukan kekerasan pada anak. Kekerasan pada anak akan menimbulkan gangguan psikologis yang sangat berarti dalam Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 50 kehidupan anak, yang dapat menghambat proses kematangan dan tumbuh kembang anak. e. Modifikasi lingkungan. Melalui modifikasi lingkungan yang bernuansa anak dapat meningkatkan keceriaan dan nyaman bagi lingkungan anak sehingga anak selalu berkembang dan merasa nyaman dilingkungan. 2.7. Kerangka Teori Dari uraian diatas maka peneliti mencoba menggambarkan kerangka konsep teori yang dapat mempengaruhi terjadinya nyeri. Adapaun kerangka teori dalam penelitian ini seperti pada skema 2.3. berikut : Skema 2.3. Kerangka Teori Faktor yang mempengaruhi nyeri: - Usia - Jenis kelamin - Pengalaman nyeri sebelumnya - Lingkungan dan dukungan orang terdekat Anak sakit Dibawa ke unit Gawat Darurat Tindakan invasif pengambilan darah Nyeri saat prosedur Comfort Theory: - Relief - Ease - Transcendence Pengukuran Nyeri CHEOPS Atraumatic Care Pemberian madu per-oral Tidak Nyeri Kebutuhan nyaman anak terpenuhi Dikutip dari: Kolcaba & DiMarco (2005), Tommey & Alligood (2006) Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 BAB 3 KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL PENELITIAN Pada bab ini akan dijelaskan kerangka konsep penelitian, hipotesis penelitian, dan definisi operasional. Kerangka konsep penelitian diperlukan sebagai landasan berpikir dalam melaksanakan suatu penelitian yang dikembangkan dari tinjauan teori yang telah dibahas sebelumnya, sehingga mudah dipahami dan dapat menjadi acuan peneliti. Gambaran mengenai variabel-variabel yang akan diteliti dapat diperoleh melalui kerangka konsep. Hipotesis penelitian merupakan pernyataan sementara yang akan diuji kebenarannya yang dinyatakan dalam hipotesis alternatif, sebagai suatu petunjuk dalam mengidentifikasi dan menginterpretasi suatu hasil. Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang diamati dari variabel yang diteliti untuk memperjelas maksud dari suatu penelitian yang dilakukan. 3.1. Kerangka Konsep Penelitian Kerangka konseptual merupakan kerangka hubungan antara konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur ketika penelitian dilakukan. Kerangka konsep menggambarkan ada tidaknya pengaruh pemberian madu terhadap penurunan skor nyeri pada anak saat dilakukan tindakan pengambilan darah di ruang unit gawat darurat. Kerangka konnsep penelitian ini menjelaskan tentang variabel-variabel yang dapat diukur dalam penelitian ini. Variabel-variabel tersebut adalah sebagai berikut : 3.1.1. Varibel Terikat (dependent variabel) Variabel terikat (dependent) adalah variabel yang berubah akibat perubahan variabel bebas (independent) (Sastroasmoro & Ismael, 2011). Variabel terikat (dependent) penelitian ini yaitu skor nyeri pada anak. 3.1.2. Varibel Bebas (independent) Variabel bebas (independent) adalah variabel yang bila ia berubah akan mengakibatkan perubahan variabel lain (Sastroasmoro & Ismael, 2011). Variabel bebas (independent) dalam penelitian ini tindakan pemberian 51 Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 52 madu pada anak yang dilakukan tindakan invasif pengambilan darah dan kelompok kontrol mendapatkan intervensi pemberian placebo (air matang). Variabel bebas (independent) akan mempengaruhi variabel terikat (dependent). 3.1.3. Variabel Perancu (confounding) Variabel perancu (confounding) adalah jenis variabel yang berhubungan dengan variabel bebas (independent) dan variabel terikat (dependent), tetapi bukan merupakan variabel antara (Sastroasmoro & Ismael, 2011). Identifikasi variabel confounding penting agar peneliti tidak salah dalam melakukan pengambilan keputusan. Beberapa faktor yang termasuk variabel confounding dalam penelitian ini adalah usia, jenis kelamin, pengalaman nyeri sebelumnya, pendampingan orang tua. Hubungan antar variabel dalam penelitian ini dapat dilihat pada skema 3.1 berikut ini Skema 3.1. Kerangka Konsep Penelitian Variabel bebas Variabel terikat Kelompok Intervensi: Mendapatkan intervensi madu Kelompok kontrol: Mendapatkan intervensi placebo (air matang) Skor nyeri Variabel perancu: a. Usia b. Jenis kelamin c. Pengalaman nyeri sebelumnya d. Pendampingan orang tua Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 53 3.2.Hipotesis Hipotesis adalah pernyataan sebagai jawaban sementara atas pertanyaan penelitian yang harus diuji validitasnya secara empiris (Sastroasmoro & Ismael, 2011). Hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 3.2.1. Hipotesis Mayor Pemberian madu berpengaruh terhadap penurunan skor nyeri pada anak yang dilakukan tindakan invasif pengambilan darah di ruang unit gawat darurat. 3.2.2. Hipotesis Minor a. Ada perbedaan rerata skor nyeri pada kelompok intervensi dengan kelompok kontrol. b. Ada perbedaan rerata skor nyeri antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol berdasarkan karakteristik anak (usia, jenis kelamin, pengalaman nyeri sebelumnya, pendampingan orang tua). 3.3.Definisi Operasional Tabel. 3.1. Definisi Operasional Variabel Penelitian Bebas Tindakan pemberian madu oral Definisi Operasional Cara ukur Hasil Ukur Skala Tindakan pemberian madu peroral Observasi (chek list) 0 = diberi placebo (air putih) sebelum pengambil -an darah 1 = diberi madu sebelum pengambil -an darah Nominal Madu diberikan 2 menit sebelum intervensi pengambilan darah Jika pengambilan darah tidak berhasil prosedur pemberian madu di ulang seperti semula dengan menunggu 5 menit untuk istirahat terlebih dahulu Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 54 Variabel Penelitian Terikat Skor nyeri Definisi Operasional Madu yang digunakan dalam penelitian ini adalah madu murni kosentrasi 50%, dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) dan diuji oleh Pusat Perlebahan Nasional Perhutani. Cara ukur Hasil Ukur Skala Obersevasi dengan Children’s Hospital of Eastern Ontario Pain Scale (CHEOPS) Nilai skala nyeri Berkisar dari 4-13 Interval Jenis madu multiflora yang diproduksi oleh Perum Perhutani Skor nyeri yang dirasakan anak akibat tindakan invasif pengambilan darah Penilaian dilakukan setelah intervensi pengambilan darah dengan melihat hasil rekaman video 4 = skor tidak nyeri Skala nyeri 13= skor CHEOPS terdiri nyeri dari 6 tertinggi parameter; tangisan, ekspresi wajah, ekspresi verbal, posis badan, sentuhan dan posisi kaki. Skor nyeri berdasarkan penjumlahan skor pada setiap parameter Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 55 Variabel Penelitian Perancu Usia Definisi Operasional Usia responden dihitung dari tanggal lahir sampai dengan bulan dilakukan penelitian. Umur dihitung dalam tahun Jenis kelamin Jenis sex : lakilaki dan perempuan Pengalaman Pengalaman anak sebelumnya yang pernah mengalami nyeri dengan jenis yang sama Pendampingan Kehadiran orang orang tua tua saat tindakan invasif dilaksanakan Cara ukur Hasil Ukur Skala Kuesioner 0 : 1-3 tahun (toddlers) 1 : >3-6 tahun (preschool) (Hockenberry & Wilson, 2009) Nominal Kuesioner 0 : laki-laki 1 : perempuan Nominal Kuesioner 0 : ada riwayat pengambilan darah sebelumnya 1 : pertama kali 0 : hadir 1 : tidak hadir Nominal Observasi Nominal Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 56 BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan berupa quasi eksperiment dengan jenis nonequivalent control group, after only design (Dharma, 2011). Penelitian quasi eksperiment adalah penelitian yang mengujicoba suatu intervensi pada kelompok subjek dengan kelompok pembanding namun tidak melakukan rendomisasi untuk memasukkan subjek ke dalam kelompok perlakuan atau kontrol (Polit & Beck, 2008). Desain penelitian yang dipilih jenis nonequivalent control group, after only design, pemilihan kelompok intervensi dan kelompok kontrol tidak diacak. After only design karena penelitian ini tidak melakukan pengukuran sebelum intervensi, pengukuran hanya dilakukan setelah selesai intervensi. Penelitian ini melibatkan dua kelompok yaitu; kelompok anak yang diberikan madu sebelum tindakan pengambilan darah sebagai kelompok intervensi dan kelompok anak yang diberi intervensi placebo (air putih) sebelum tindakan pengambilan darah sebagai kelompok kontrol. Pemberian madu dan placebo (air putih) pada kelompok intrevensi ataupun kelompok kontrol dilakukan oleh peneliti dan asisten peneliti (perawat ruangan), peneliti dan asisten ahli sebelumnya melakukan inter-observer reliability dengan tujuan menghasilkan suatu skor kesepakatan antar observer/penilai dalam pengukuran suatu instrumen. Pada pelaksanaan penelitian, perlakuan kelompok intervensi dan kelompok kontrol disamakan yaitu dilakukan menghitungan denyut nadi lima menit sebelum tindakan dan dua menit kemudian diberikan madu untuk kelompok intervensi dan placebo untuk kelompok kontrol, penilaian nyeri dilakukan saat pengambilan darah. 4.2.Populasi, Sampel dan Besar Sampel 4.2.1. Populasi Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian yang akan diteliti (Sastroasmoro & Ismael, 2011). Populasi dalam penelitian ini adalah responden anak usia 1-6 tahun yang masuk ke ruang unit gawat darurat RSUD Gunung Jati dan RSUD Arjawinangun Kota Cirebon. Hasil studi pendahuluan didapatkan rata-rata jumlah kasus anak yang masuk ke ruang Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 57 unit gawat darurat RSUD Gunung Jati dan RSUD Arjawianagun Kota Cirebon dalam setahun terakhir ini rata-rata per-bulan sebanyak 300 orang anak dengan rata-rata usia 1-17 tahun. Jenis penyakit yang sering terjadi sangat beragam, rata-rata anak masuk ke unit gawat darurat dengan penyakit diare dan panas. 4.2.2. Sampel Dalam penelitian ini teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah dengan menggunakan nonprobability sampling jenis consecutive sampling. Pada consecutive sampling semua subyek yang dating secara berurutan dan memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah subyek yang diperlukan terpenuhi (Sastroasmoro & Ismael, 2011). Pertimbangan yang dilakukan oleh peneliti adalah dengan menentukan kriteria inklusi dan kriteria eksklusi. Kriteria inklusi merupakan persyaratan umum yang harus dipenuhi oleh subyek agar dapat diikutsertakan ke dalam penelitian; sedangkan kriteria ekslusi adalah keadaan yang menyebabkan subyek yang telah memenuhi kriteria inklusi tidak dapat diikutsertakan dalam penelitian (Sastroasmoro & Ismael 2011). Kriteria inklusi pada sampel penelitian ini adalah: a. Anak usia 1-6 tahun. b. Akan dilakukan pengambilan darah intra vena. c. Anak mampu berkomunikasi secara verbal dan non verbal. d. Ibu/keluarga bersedia apabila anak menjadi responden penelitian. Kriteria ekslusi pada sampel penelitian ini adalah: a. Kondisi anak sangat lemah dan mengalami gangguan kesadaran. b. Ibu/keluarga tidak kooperatif. Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 58 4.2.3. Besar Sampel Perhitungan sampel penelitian ini mengunakan uji hipotesis beda rata-rata dua kelompok independent, dengan menggunakan rumus sebagai berikut: = =2 ( ) Keterangan : n = jumlah sampel s = standar deviasi kedua kelompok x1 – x2 = perbedaan klinis yang diinginkan (clinical judgment) = serajat kemaknaan (ditetapkan oleh peneliti = 0,05 atau 1,96) = nilai Z pada kekuatan uji (power) (ditetapkan oleh peneliti sebesar 80% atau 0,84) Perhitungan besar sampel minimal diperoleh berdasarkan hasil penilitian yang dilakukan sebelumnya, pada penelitian terdahulu peneliti menggunakan penelitian yang dilakukan oleh Lewkowski et al., (2003) tentang pemberian permen manis untuk mengurangi nyeri saat prosedur penusukan jarum pada anak usia sekolah. Pada penelitian tersebut diperoleh rata-rata nyeri kelompok kontrol 8,7 dengan standar deviasi 3,4 dan jumlah sampel adalah 23 orang. Pada kelompok intervensi rata-rata skala nyeri adalah 4,1 dengan standar deviasi 0,9 dan jumlah sampel 19 orang. Rerata standar deviasi kedua kelompok dapat diperoleh dengan mencari varian kedua populasi dengan rumus sebagai ( ) = ( ) = [ ×( − 1) + × ( + − 2 berikut : − 1)] [3,4 × ( 23 − 1) + 0,9 × (19 − 1)] 23 + 19 − 2 = 2,3, = 1,5 Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 59 Berdasarkan penelitian tersebut, peneliti memperoleh nilai standar deviasi rata-rata sebesar 1,5. Perhitungan sampel penelitian ini menggunakan derajat kepercayaan 95% dan kekuatan uji 80%, maka besar sampel yang diperoleh adalah : (1,96 + 0,84) 1,5 (8,7 – 4,1) = =2 = = 29,4 = 30 Hasil perhitungan diperoleh sampel yang diperlukan sebanyak 30 responden, untuk menguragi terjadinya bias pada hasil penelitian, peneliti membagi jumlah sampel menjadi 15 responden usia 1-3 tahun dan 15 responden usia >3-6 tahun. Besar sampel kemudian ditambah untuk menganisipasi kemungkinan drop out, atau kesalahan teknik dalam pemberian madu, maka besar sampel ditambah 10%, dengan rumus sebagai berikut : ′= n 1−f Keterangan : n’ = jumlah sampel f = estimasi drop out = 10 % Maka hasil perhitungan n’ = n1 = n2 = 34 responden Dengan demikian, berdasarkan hasil perhitungan didapatkan jumlah sampel keseluruhan setelah ditambah drop out adalah 68 responden yang terdiri dari 34 responden untuk kelompok intervensi dan 34 responden kelompok kontrol. 4.3. Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di ruang unit gawat darurat RSUD Gunung Jati dan RSUD Arjawinangun Kota Cirebon. RSUD Gunung Jati Kota Cirebon dan RSUD Arjawinangun Kabupaten Cirebon merupakan rumah sakit tipe B Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 60 yang menjadi pusat rujukan untuk wilayah kota dan kabupaten Cirebon. Ruangan yang digunakan adalah ruang unit gawat darurat, ruangan ini dipilih karena intervensi pengambilan darah sering dilakukan di unit gawat darurat baik pasien baru atau pasien lama, dan dibutuhkan segera untuk menentukan intervensi selanjutnya. 4.4. Waktu Penelitian Pengumpulan data dilaksanakan selama 20 hari dari tanggal 27 November sampai dengan 24 Desember 2012. Proses penelitian dimulai dari pembuatan proposal sampai menyusun laporan penelitian berlangsung selama 4 bulan. Secara lengkap waktu dan tahapan penelitian dapat dilihat pada lampiran 6. 4.5. Etika Penelitian Penelitian dilakukan setelah dinyatakan lolos oleh Komite Etik FIK UI serta mendapatkan persetujuan dari Direktur RSUD Gunung Jati dan RSUD Arjawinangun Kota Cirebon. Sebelum pengambilan data, responden diberikan informasi tentang tujuan dan manfaat penelitian. Setiap responden diberikan kebebasan untuk memberikan persetujuan atau menolak untuk menjadi subjek penelitian dengan cara menandatangani lembar persetujuan atau surat pernyataan kesediaan yang telah disiapkan oleh peneliti. Pengambilan gambar rekaman vidio dilakukan oleh peneliti; sedangkan tindakan pengambilan darah dilakukan oleh perawat ruangan unit gawat darurat. Beberapa prinsip etika penelitian yang menjadi dasar yaitu : a. Right self determination Sebelum penelitian dilakukan responden dan keluarga yang menjadi responden penelitian diberikan informasi. Informasi yang diberikan meliputi manfaat, intervensi, rencana, dan tujuan penelitian. Penjelasan dilakukan secara resmi tertulis dengan responden dan keluarga. Sebagai responden atau subjek penelitian diberi kebebasan dalam menentukan hak kesediaanya untuk terlibat dalam penelitian ini secara sukarela dengan menandatangani lembar persetujuan yang disediakan dapat dilihat pada Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 61 lampiran 1. Apabila terjadi hal-hal yang memberatkan maka diperbolehkan untuk mengundurkan diri. b. Right to privacy and dignity Peneliti tidak mencatumkan nama responden dalam format kuesioner dan diganti dengan nomor kode dengan tujuan melindungi privasi dan martabat responden, selama penelitian kerahasiaan responden dijaga dengan cara saat dilakukan penjelasan dan persetujuan pengambilan data responden hanya didampingi oleh keluarga responden saja. c. Right to anonymity and confidentially Data penelitian yang berasal dari responden tidak disertai dengan identitas responden, tetapi cukup dengan menggunakan kode responden. Data yang diperoleh hanya diketahui oleh peneliti dan orang tua responden yang bersangkutan. Selama pengolahan data, analisis, dan publikasi dari hasil penelitian tidak mencantumkan identitas responden. d. Right to fair treatmen Responden kelompok intervensi mendapatkan madu sebelum tindakan pengambilan darah dan kelompok kontrol penelitian mendapatkan placebo (air putih). Kelompok kontrol mendapatkan madu yang sama setelah tindakan pengambilan darah selesai. e. Right to protection from discomfort and harm Peneliti sebelumnya menjelaskan kepada orang tua dan responden serta menekankan bahwa penelitian ini tidak menimbulkan kerugian, baik secara psikologis maupun sosial. Peneliti berusaha memenuhi kebutuhan responden, menerima masukan dan mempertahankan sikap empati, membuat kontrak kerja dan waktu yang jelas, tepat waktu, menciptakan suasana santai sehingga tidak ada respon negatif yang terjadi dari responden. 4.6. Alat Pengumpulan Data 4.6.1. Data Karakteristik Responden Data karakteristik responden diperoleh dari wawancara pada responden atau orang tua responden. Wawancara berfokus pada karakteristik jenis Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 62 kelamin, usia anak, dan riwayat pernah dilakukan pengambilan darah atau tidak dan didampingi oleh keluarga atau tidak. 4.6.2. Data Nyeri Nyeri diukur dengan mengunakan kuesioner Children’s Hospital of Eastern Ontario Pain Scale (CHEOPS), yang dirancang oleh McGrath et al., (1985). Alat instrumen CHEOPS merupakan alat ukur yang dirancang untuk digunakan oleh petugas kesehatan (dokter, ahli anastesi dan perawat) dan direkomendasikan oleh berbagai ahli (Suraseranivongse et al., 2001). Children’s Hospital of Eastern Ontario Pain Scale (CHEOPS) merupakan skala nyeri yang terdiri dari enam parameter pengkajian, yaitu tangisan, ekspresi wajah, ekspresi verbal, posisi badan, sentuhan, dan posisi kaki. Masing-masing parameter memiliki skor nilai yang berbeda, tangisan memiliki skor 1-3, ekspresi wajah dengan skor 0-2, ekspresi verbal 0-2, posisi badan 1-2, sentuhan 1-2 dan posisi kaki 1-2. Skor nyeri didapatkan berdasarkan penjumlahan skor pada setiap parameter dengan nilai skala nyeri 4 sampai dengan 13, skor 4 untuk tidak nyeri, skor 5 awaitan nyeri dan skor 13 untuk skala nyeri yang tertinggi. Penilaian skor nyeri dilihat dari hasil rekaman video saat dilakukan tindakan pengambilan darah. 4.7. Validitas dan Reliabilitas Instrumen Kualitas data ditentukan oleh skor validitas dan realibilias alat ukur. Validitas merupakan suatu kesahihan, yaitu seberapa tepat alat ukur mengatakan apa yang seharusnya diukur (Sastroasmoro & Ismael, 2011). Uji validitas instumen bertujuan untuk mengukur ketepatan suatu instrumen data (Polit & Beck 2012). Uji validitas instrumen dalam penelitian ini adalah konten dan isi. Validitas isi adalah kemampuan instrumen menggambarkan secara tepat teori dan konsep dari veriabel yang akan diteliti (Burns & Grove, 2009). Validitas konten mengandung arti bahwa instrumen penelitian menunjukkan kemampuan item pertanyaan dalam istrumen mewakili semua unsur dimensi konsep yang sedang diteliti (Dharma, 2011). Uji konten penelitian ini Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 63 dilakukan pada 15 responden yang sesuai dengan kriteria inklusi yang memiliki karakteristik hampir sama dengan responden penelitian dan dilakukan di tempat yang berbeda yaitu di RS Swasta Kota Cirebon. Hasil uji validitas konten instrumen CHEOPS diperoleh nilai, taraf signifikan r product moment dengan jumlah responden 15 adalah 0,514 dengan tingkat kepercayaan 95% hasil tersebut menunjukkan bahwa instrumen CHEOPS valid. Reliabilitas adalah skor konsistensi dari suatu pengukuran. Reliabilitas menunjukkan apakah pengukuran menghasilkan data yang konsisten jika instrumen digunakan kembali secara berulang. Reliabilitas juga dapat didefinisikan sebagai derajat suatu pengukuran bebas dari random error sehingga menghasilkan suatu pemikiran yang konsisten (Dharma, 2011). Relibilitas dipengaruhi oleh random error yang bersumber dari variasi observer, variasi subyek dan variasi instrumen. Reliability diantara pengambil data juga harus menggunakan pengukuran inter-observer reliability. dilakukan dengan Pada penelitan ini peneliti melakukan uji inter-observer reliability menggunakan jenis uji skala numerik. Pengujian inter-observer reliability untuk data numerik dapat menggunakan uji inter-reliability Pearson’s coefficient correlation for two judge. Jika p value kurang dari alpa () maka koefisien reliabilitas (r) lebih dari 0,80 maka dianggap terdapat kesepakatan yang kuat/sempurna diantara peneliti dan numerator secara signifikan (Polit & Beck. 2008). Uji interobserver reliability direncakan dilakukan antara peneliti dan 2 orang asisten peneliti (numerator). Hasil cronbach’s alfa 0,894, penghitungan reliability yang berarti terdapat diperoleh nilai kesepakatan yang kuat/sempurna diantara numerator secara signifikan. Peneliti telah melakukan proses back translation pada Instrumen CHEOPS dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia setelah diterjemahkan hasil terjemahan berbahasa Indonesia diterjemahkan kembali ke bahasa Inggris, Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 64 oleh peneliti di review dengan kualifikasi tiga orang sarjana terdiri dari perawat dan guru bahasa Inggris yang salah satunya mengajar di pendidikan bahasa Inggris di English Study Centre. Hal tersebut bertujuan agar instrumen yang digunakan dalam penelitian sesuai dengan instrumen asli yang sebenarnya. Kemudian instrumen tersebut ditelaah oleh pembimbing untuk menjamin bahwa alih bahasa yang dibuat oleh peneliti sudah sesuai dengan instrument dan digunakan pada saat penelitian. Hasil telaahan pembimbing instrumen CHEOPS dapat digunakan saat penelitian. 4.8. Intervensi yang Dilakukan Responden pada kelompok intervensi emdapatkan madu dengan konsentrasi 50% dan pada kelompok kontrol diberikan air putih (plasebo). Cara dan dosis: a. Madu yang diberikan madu PERHUTANI jenis multiflora. Peneliti mencampurkan madu dan air aqua dengan perbandingan 1:1, sehingga menghasilkan konsentrasi madu 50%. b. Pelaksanaan pemberian madu pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol pada kelompok kontrol diberikan peroral dilakukan oleh asisten teknis peneliti. c. Madu yang diberikan untuk usia anak 1-3 tahun sebanyak 3 ml dan usia >3-6 tahun sebanyak 5 ml. Pemberian madu berdasarkan dosis pemberian obat pada anak-anak (menggunakan rumus Young). Pemberian plasebo jumlah yang diberikan pada anak sama dengan jumlah ml pada madu. 4.9. Prosedur Pengumpulan Data Sebelum melakukan pengumpulan data, ada beberapa tahap yang peneliti lalui : 4.9.1. Persiapan a. Prosedur administrasi Tahap persiapan penelitian, peneliti melakukan pengurusan ijin penelitian dan kaji etika penelitian. Setelah penelitian dinyatakan lulus uji etik dari Komite Etik Fakultas Keperawatan Universitas Indonesia, Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 65 selanjutnya surat tersebut disampaikan pada Badan Penelitian Komisi Etik Penelitian dan Direktur RSUD Gunung Jati dan RSUD Arjawinangun Kota Cirebon. b. Prosedur Teknis Pada tahap persiapan penelitian, peneliti terlebih dahulu melakukan sosialisasi rencana penelitian ke dokter, kepala ruangan, dan perawat ruangan yang bertugas di ruangan tempat penelitian. Sosialisasi ini bertujuan untuk menjelaskan tujuan, prosedur pelaksanaan, dan manfaat penelitian. Sosialisasi dilakukan pada tanggal 14 November 2012 di RSUD Gunung Jati dan tanggal 8 Desember 2012 di RSUD Arjawinagun Kota Cirebon, peneliti menjelaskan proses pemberian madu, jumlah madu yang diberikan dan bagaimana cara pemberiannya kepada calon asisten teknis peneliti, kemudian peneliti memilih perawat yang dilibatkan sebagai asisten teknis penelitian ini dengan pertimbangan dari Kepala Ruangan Unit Gawat Darurat RSUD Gunung Jati dan RSUD Arjawinangun Kota Cirebon. Peneliti melibatkan delapan orang perawat untuk menjadi pelaksana teknis pengambilan darah saat penelitian dengan latar belakang D III perawatan, dan dua dengan latar belakang pendidikan magister keperawatan menjadi asisten penelitian untuk menilai skor nyeri pada hasil rekaman video. Setelah perawat pelaksana teknis penelitian dipilih sesuai dengan kriteria yang ditentukan, peneliti mengajarkan kepada perawat pelaksana teknis penelitian cara pengisian data responden, cara pemberian madu, banyaknya madu yang akan diberikan, perekaman video dilakukan oleh peneliti sendiri. Peneliti melakukan persamaan persepsi instrumen skor nyeri CHOEPS dengan asisten peneliti dengan melakukan pengukuran inter-observer reliability diantara pengambil data. Uji inter-observer reliability dilakukan oleh dua atau lebih observer dengan cara melakukan Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 66 pengukuran suatu kejadian secara simultan dan kemudian masingmasing observer mencatat parameter kejadian tersebut sesuai koding pada instrumen secara independen (Polit & Back, 2012). Pengujian ini bertujuan untuk menyamakan persepsi dan asumsi antar pengambil data, sehingga semua pengambilan data memilki interpretasi yang sama terhadap parameter yang akan diobservasi. Hasil uji Uji inter-observer reliability diperoleh nilai cronbach’s alfa 0,894, yang berarti terdapat kesepakatan yang kuat/sempurna diantara numerator secara signifikan. 4.9.2. Pelaksanaan Tahap pelaksanaan penelitian ini melalui tahap-tahap sebagai berikut : a. Peneliti dan asisten tehknik peneliti memilih responden yang memenuhi kriteria inklusi untuk dijadikan responden, selanjutnya meminta kesediaan calon responden untuk berpartisipasi setelah mendapatkan penjelasan tentang maksud, tujuan, manfaat, prosedur penelitian, serta hak dan kewajiban menjadi responden. Peneliti memberikan kesempatan calon responden dan keluarga untuk bertanya. Bagi calon responden yang bersedia diminta menandatangani lembar persetujuan. b. Pengambilan responden kelompok kontrol di RSUD Gunung Jati dan responden kelompok intervensi di RSUD Arjawinangun Kota Cirebon. c. Orang tua kelompok intervensi diberi penjelasan mengenai alasan pemberian, kegunaan, dan cara pemberian madu. Pada orang tua kelompok kontrol diberikan penjelasan alasan pemberian plasebo (air), serta pemberian madu setelah tindakan pengambilan darah. d. Peneliti dan asisten teknis peneliti melakukan pengambilan data dengan mengisi lembar kuesioner karateristik responden dengan merujuk pada catatan medis responden, sebelumnya peneliti dan asisten teknis peneliti mengukur dan mencatat tanda vital (denyut nadi) pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol 5 menit sebelum pengambilan darah. Penghitungan denyut nadi sebelum dan sesudah Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 67 pengambilan darah hanya untuk mengetahui respon fisiologis nyeri bukan untuk dianalis. e. Peneliti dan asisten teknis peneliti memberikan madu peroral 2 menit dengan menggunakan gelas kecil sebelum dilakukan tindakan invasif pengambilan darah, saat setelah penusukan peneliti melakukan perekaman video, respon yang muncul pada anak saat penusukan jarum dan kemudian mengukur kembali denyut nadi setelah intervensi pengambilan darah. f. Pada kelompok kontrol melakukan hal yang sama dengan memberikan plasebo (air) peroral dengan menggunakan gelas kecil 2 menit sebelum tindakan invasif pengambilan darah dilakukan dan saat setelah penusukan peneliti penelitian melakukan perekaman dengan menggunakan video dan mengukur kembali denyut nadi kelompok kontrol setelah intervensi pengambilan darah, kemudian kelompok kontrol diberi madu sesuai dengan takaran yang telah ditentukan. g. Jika pengambilan darah tidak berhasil pada responden pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol, sebelum dilakukan pengulangan penusukan responden diistirahatkan dulu selama 5 menit kemudian dilakukan pemberian ulang madu pada kelompok intervensi dan plasebo pada kelompok kontrol 2 menit sebelum pengambilan darah dengan terlebih dahulu diukur kembali denyut nadi responden, kemudian direkam ulang kembali, jika pengulangan pengambilan darah dilakukan kurang dari 5 menit responden dianggap drop out tidak dijadikan responden penelitian. Pada penelitian ini tidak ditemukan responden yang drop out. h. Peneliti dan asisten teknis peneliti mengucapkan terimakasih pada orang tua dan responden dari kelompok kontrol dan kelompok intervensi atas keterlibatan dalam penelitian ini. i. Hasil rekaman video di berikan kepada asisten peneliti, kemudian dilakukan penilaian terhadap skor nyeri. Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 68 4.10. Pengolahan Data Sebelum menganalisis data yang telah terkumpul, dilakukan hal-hal sebagai berikut : 4.10.1. Editing Editing data dilakukan untuk memastikan bahwa data yang diperoleh sudah lengkap. Peneliti mengoreksi data yang telah diperoleh, meliputi: kebenaran tentang pengisian dan kelengkapan jawaban lembar pengkajian. 4.10.2. Coding Memberi kode pada setiap variabel untuk mempermudah peneliti dalam melakukan analisis dan tabulasi data yaitu memberikan kode untuk nama responden, kelompok kontrol dengan kode 0, dan kelompok intervensi dengan kode 1. 4.10.3. Tabulating Data dikelompokkan menurut katagori yang telah ditentukan dan selanjutnya data ditabulasi dengan menggunakan program statistik dalam computer. 4.10.4. Processing Merupakan suatu proses memasukkan data ke dalam komputer untuk selanjutnya dilakukan analisis data dengan menggunakan program statistik dalam komputer. Data dimasukkan sesuai nomor responden pada kuesioner dan nomor pada lembar observasi dan jawaban responden diajukan ke dalam komputer dalam bentuk angka sesuai dengan skor jawaban yang telah ditentukan ketika melakukan koding. 4.10.5. Cleaning Merupakan proses akhir dalam pengolahan data, dengan melakukan pemeriksaan kembali data yang sudah di entry data untuk melihat ada tidaknya kesalahan dalam entry data. Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 69 4.11. Prosedur Analisis Data Data dianalisis dalam bentuk analisis univariat dan bivariat, yaitu sebagai berikut : 4.11.1. Analisis Univariat Analisis univariat dilakukan terhadap karakteristik responden, variabel bebas, dan variabel terikat. Hasil analisis data berupa distribusi frekuensi dan persentase dari masing-masing variabel termasuk mean, median, dan standar deviasi. Analisis univariat digunakan untuk menggambarkan karakteristik usia, jenis kelamin, kehadiran keluarga selama prosedur pengambilan darah, pengalaman responden dalam prosedur pengambilan darah sebelumnya, tindakan pemberian madu yang diberikan, serta skor nyeri responden. Pada analisis univariat, disajikan dalam distribusi frekuensi dan prosentase atau proporsi. 4.11.2. Analisis Bivariat Analisis bivariat dilakukan untuk membuktikan hipotesa yang telah dirumuskan yaitu apakah ada perbedaan rata-rata skor nyeri antara pasien anak dengan pemberian madu (kelompok intervensi) dengan yang diberi placebo (air putih) (kelompok kontrol) dan apakah ada selisih perbedaan skor nyeri yang bermakna terhadap kedua kelompok tersebut. Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui perbedaan antara kedua variabel. Pada penelitian ini uji bivariat dilakukan untuk mengetahui perbedaan skor nyeri pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Uji yang dipergunakan adalah uji beda 2 mean independen (independent sample t test), yaitu uji statistik untuk mengetahui beda mean pada dua kelompok data independen (Hastono, 2007). Tabel 4.2. Uji Statistik Variabel independen Pemberian madu Skala Variabel dependen Skala Uji Statistik Kategorik Skor nyeri Numerik Uji T Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 70 Variabel Skala independen Variabel konfonding Usia Kategorik Jenis kelamin Kategorik Pengalaman Kategorik sebelumnya Pendampingan Kategorik orang tua Variabel dependen Skala Uji Statistik Skor nyeri Skor nyeri Skor nyeri Numerik Numerik Numerik Uji T Uji T Uji T Skor nyeri Numerik Uji T Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 BAB 5 HASIL PENELITIAN Bab ini secara khusus menyajikan dan menjelaskan hasil penelitian dan analisis data. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian madu terhadap menurunan skor nyeri pada anak. Data deskriptif, uji hipotesis dan penyajian hal-hal lain yang akan diuraikan dalam bab ini. Penelitian ini dilakukan di dua rumah sakit di ruang unit gawat darurat RSUD Gunung Jati dan RSUD Arjawinangun Cirebon. Pengambilan data dilakukan pada tanggal 27 November – 24 Desember 2012 dengan total sampel 34 responden sebagai kelompok kontrol dan 34 sebagai kelompok intervensi. Hasil penelitian disajikan dalam bentuk tabel dan narasi yang didasarkan pada hasil analisis univariat dan bivariat. 5.1. Analisis Univariat Hasil analisis univariat menggambarkan karakteristik responden berdasarkan usia, jenis kelamin, kehadiran keluarga, dan pengalaman pengambilan darah serta menggambarkan rata-rata, median, standar deviasi, nilai terendah dan tertinggi tingkat nyeri kelompok kontrol dan intervensi. 5.1.1. Karakteristik Responden Karakteritik pada reponden penelitian ini meliputi usia, jenis kelamin, kehadiran keluarga, dan pengalaman pengambilan darah, dapat dilihat pada tabel 5.1. berikut ini. 71 Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 72 Tabel 5.1 Distribusi responden berdasarkan usia, jenis kelamin, kehadiran keluarga, dan pengalaman pengambilan darah di ruang UGD RSUD Gunung Jati dan RSUD Arjawinangun Kota Cirebon November-Desember 2012 Variabel Usia 1 – 3 tahun >3 – 6 tahun Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Pengalaman sebelumnya Ada riwayat Pertaman kali Kehadiran orang tua Hadir Tidak hadir Kontrol (n=34) F % Intervensi (n=34) F % 17 17 50 50 17 17 18 16 52,9 47,1 17 17 17 17 50 50 19 15 55,9 44,1 36 32 52,9 47,1 31 3 91,2 8,8 33 1 97,1 2,9 64 4 94,1 5,9 Total f % 50 50 34 34 50 50 50 50 35 33 51,5 48,5 Hasil tabel 5.1 diatas, menunjukkan bahwa jumlah karakteristik usia toddlers dan prasekolah untuk masing-masing responden pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol memiliki jumlah yang sama (50%). Berdasarkan karakteristik jenis kelamin kelompok intervensi sebagian besar memikili jenis kelamin laki-laki (52,9%) dan karakteristik jenis kelamin kelompok kontrol memiliki jumlah yang sama (50%). Dilihat dari karakteristik pengalaman sebelumnya kelompok intervensi memiliki jumlah yang sama (50%) dan pada kelompok kontrol sebagian besar memiliki riwayat diambil darah sebelumnya (55,9%). Dilihat dari karakteristik kehadiran orang tua secara keseluruhan kelompok intervensi (97,1%) dan kelompok kontrol (91,2%) didampingi oleh orang tua selama proses pengambilan darah. Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 73 5.1.2. Skor Nyeri Kelompok Madu dan Kelompok Plasebo Skor nyeri responden yang dinilai dengan skala nyeri Children’s Hospital of Eastern Ontario Pain Scale (CHOEPS) ditunjukkan pada tabel 5.2 berikut ini: Tabel 5.2 Distribusi skor nyeri pada kelompok madu dan kelompok plasebo di ruang UGD RSUD Gunung Jati dan RSUD Arjawinangun Kota Cirebon November-Desember 2012 Variabel Kelompok Skor Nyeri Madu Plasebo Mean Median n 8,8 10,5 34 34 8 11 MininalMaksimal 5-13 6-13 95% CI 8,20-9,49 9,78-11,33 Hasil analisis tabel 5.2 diperoleh rata-rata skor nyeri pada kelompok intervensi adalah 8,8 dengan skor nyeri terendah adalah 5 dan skor tertinggi adalah 13. Sedangkan rata-rata skor nyeri pada kelompok kontrol adalah 11 dengan skor nyeri terendah 6 dan skor tertinggi 13. Dari estimasi diyakini bahwa rata-rata skor nyeri kelompok madu berada diantara 8,20 sampai dengan 9,49 dan diyakini rata-rata skor nyeri pada kelompok plasebo berada diantara 9,78 sampai dengan 11,33. 5.2. Uji Kesetaraan (Homogenity) Uji Homogenitas bertujuan untuk membuktikan bahwa perubahan skor nyeri yang terjadi bukan karena variasi responden tetapi karena pengaruh dari pemberian madu dalam tindakan pengambilan darah. Uji homogenitas dilakukan dengan uji beda proporsi menggunakan Uji F. Berikut ini disajikan hasil uji kesetaraan pada variabel jenis kelamin, usia, pengalaman nyeri sebelumnya dan kehadiran orang tua pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi dapat dilihat pada tabel 5.3 berikut ini: Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 74 Tabel 5.3 Uji homogenitas data responden berdasarkan jenis kelamin, usia, pengalaman sebelumnya dan kehadiran orang tua di ruang UGD RSUD Gunung Jati dan RSUD Arjawinangun Kota Cirebon November-Desember 2012 No Variabel 1 Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Usia 1–3 >3 – 6 Pengalaman sebelumnya Pernah Tidak pernah Kehadiran orang tua Hadir Tidak hadir 2 3 4 Kontrol (n=34) F % Intervensi (n=34) F % 18 16 52,9 47,1 17 17 17 17 50 50 17 17 50 50 1,00 17 17 50 50 19 15 55,9 44,1 0,88 31 3 91,2 8,8 33 1 97,1 2,9 0,61 50 50 p value 1,00 Hasil uji homogenitas diperoleh hasil bahwa berdasarkan karakteristik jenis kelamin, usia, pengalaman nyeri sebelumnya dan karakteristik kehadiran keluarga pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi memiliki varian sama dengan nilai p value > 0,05. 5.3. Analisis Bivariat 5.3.1. Perbedaan rata-rata skor nyeri pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol Tabel 5.4 Distribusi perbedaan rata-rata skor nyeri pada anak kelompok intervensi dan kelompok kontrol di ruang UGD RSUD Gunung Jati dan RSUD Arjawinangun Kota Cirebon November-Desember 2012 Variabel Skor Nyeri Kelompok Mean Median Madu Plasebo 8,8 10,5 8 11 SD n 1,8 2,2 34 34 MininalMaksimal 5-13 6-13 p value 0,001 Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 75 Hasil analisis tabel 5.4 menunjukkan bahwa rata-rata skor nyeri kelompok intervensi memiliki rata-rata skor nyeri sebesar 8,8 dengan standar deviasi 1,8 dan rata-rata skor nyeri kelompok kontrol sebesar 10,5 dengan standar deviasi 2,2 ( p value 0,001). Hasil menunjukkan rata-rata skor nyeri kelompok intervensi lebih rendah dari pada rata-rata kelompok kontrol. Hasil uji statistik disimpulkan bahwa ada perbedaan yang signifikan rata-rata skor nyeri pada kelompok intervensi dan rata-rata skor nyeri pada kelompok kontrol saat prosedur pengambilan darah, p value 0,001 dengan < 0,05. 5.3.2. Perbedaan rerata skor nyeri antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol berdasarkan karakteristik anak. a. Perbedaan rerata skor nyeri antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol berdasarkan karakteristik usia responden. Tabel 5.5 Distribusi perbedaan rata-rata skor nyeri antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol berdasarkan usia anak di ruang UGD RSUD Gunung Jati dan RSUD Arjawinangun Kota Cirebon November-Desember 2012 Variabel Usia Toddlers Prasekolah n 17 17 Skor Nyeri Madu Plasebo 9,1 11,5 8,5 9,7 p value 0,002* 0,140 Hasil analisis tabel 5.5 menunjukkan bahwa rata-rata skor nyeri pada karakterisik anak usia toddlers untuk kelompok intervensi memiliki ratarata skor nyeri sebesar 9,1 dan kelompok kontrol memiliki rata-rata skor nyeri 11,5, kelompok (p value 0,002) sedangkan pada usia prasekolah untuk intervensi memiliki rata-rata skor nyeri sebesar 8,5, dan kelompok kontrol memiliki rata-rata skor nyeri 9,7, (p value 0,140). Hasil uji statistik disimpulkan bahwa ada perbedaan yang signifikan rata-rata skor nyeri usia toddlers antara kelompok kontrol dan kelompok intervensi sedangkan rata-rata skor nyeri pada usia prasekolah tidak ada perbedaan yang signifikan antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 76 b. Perbedaan rerata skor nyeri antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol berdasarkan karakteristik jenis kelamin responden. Tabel 5.6 Distribusi perbedaan rata-rata skor nyeri antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol berdasarkan jenis kelamin di ruang UGD RSUD Gunung Jati dan RSUD Arjawinangun Kota Cirebon November-Desember 2012 Variabel Jenis kelamin Laki-laki Perempuan n 35 33 Skor Nyeri Madu Plasebo 9,5 10,7 8,1 10,3 p value 0,045* 0,002* Hasil analisis tabel 5.6 menunjukkan bahwa rata-rata skor nyeri pada karakterisik jenis kelamin laki-laki untuk kelompok intervensi memiliki rata-rata skor nyeri sebesar 9,5 dan kelompok kontrol memiliki rata-rata skor nyeri 10,7, (p value 0,045) sedangkan pada jenis kelamin perempuan untuk kelompok intervensi memiliki rata-rata skor nyeri sebesar 8,1, dan kelompok kontrol memiliki rata-rata skor nyeri 10,3 (p value 0,002). Hasil uji statistik disimpulkan bahwa ada perbedaan yang signifikan rata-rata skor nyeri laki-laki dan perempuan antara kelompok kontrol dan kelompok intervensi. c. Perbedaan rerata skor nyeri antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol berdasarkan pengalaman nyeri sebelumnya. Tabel 5.7 Distribusi perbedaan rata-rata skor nyeri antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol berdasarkan pengalaman nyeri sebelumnya di ruang UGD RSUD Gunung Jati dan RSUD Arjawinangun Kota Cirebon November-Desember 2012 Variabel Pengalaman nyeri Pernah Tidak pernah n 36 32 Skor Nyeri Madu Plasebo 9,1 10,8 8,5 10,2 p value 0,016* 0,029* Hasil analisis tabel 5.7 menunjukkan bahwa rata-rata skor nyeri pada responden yang pernah mengalami nyeri sebelumnya untuk kelompok Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 77 intervensi memiliki rata-rata skor nyeri sebesar 9,1 dan kelompok kontrol memiliki rata-rata skor nyeri 10,8, (p value 0,016) sedangkan pada responden yang belum memiliki penalaman nyeri untuk kelompok intervensi memiliki rata-rata skor nyeri sebesar 8,5, dan kelompok kontrol memiliki rata-rata skor nyeri 10,2 (p value 0,029). Hasil uji statistik disimpulkan bahwa ada perbedaan yang signifikan rata-rata skor nyeri memiliki pengalaman nyeri sebelumnya dan yang tidak memiliki pengalaman antara kelompok kontrol dan kelompok intervensi. d. Perbedaan rerata skor nyeri antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol berdasarkan kehadiran orang tua. Tabel 5.8 Distribusi perbedaan rata-rata skor nyeri antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol berdasarkan kehadiran orang tua di ruang UGD RSUD Gunung Jati dan RSUD Arjawinangun Kota Cirebon November-Desember 2012 Variabel Kehadiran orang tua n Hadir Tidak hadir 64 4 Skor Nyeri Madu Plasebo 8,9 10,8 7 7,7 p value 0,000* 1,000 Hasil analisis tabel 5.8 menunjukkan bahwa rata-rata skor nyeri pada kehadiran orang tua untuk kelompok intervensi memiliki rata-rata skor nyeri sebesar 8,9 dan kelompok kontrol memiliki rata-rata skor nyeri 10,8, (p value 0,000) sedangkan orang tua yang tidak hadir untuk kelompok intervensi memiliki rata-rata skor nyeri sebesar 7 dan kelompok kontrol memiliki rata-rata skor nyeri 7,7, (p value 1,000). Hasil uji statistik disimpulkan bahwa ada perbedaan yang signifikan rata-rata skor nyeri pada kelompok yang dihadir orang tua antara kelompok kontrol dan kelompok intervensi sedangkan rata-rata skor nyeri pada kelompok yang tidak dihadiri orang tua tidak ada perbedaan yang signifikan antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 78 BAB 6 PEMBAHASAN Bab ini akan menjelaskan tentang pembahasan dan diskusi hasil penelitian ini, perbandingan hasil penelitian dengan hasil penelitian sebelumnya atau dengan teori-teori yang mendukung dan berlawanan dengan temuan penelitian ini. Pembahasan diawali dengan interpretasi dan diskusi hasil penelitian mengenai karakteristik responden yang meliputi jenis kelamin, usia, pengalaman nyeri sebelumnya dan kehadiran orang tua. Pada bagian berikutnya akan dibahas hasil uji beda rata-rata skor nyeri pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol sesudah intervensi pada tiap kelompok dan perbedaan rerata skor nyeri antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol dengan karakteristik anak. Bagian akhir dari bab ini akan membahas keterbatasan penelitian dan implikasi serta tindak lanjut hasil penelitian yang dapat diterapkan dan diaplikasikan pada praktik keperawatan dalam rangka meningkatkan kualitas asuhan keperawatan pada pasien anak yang mengalami nyeri karena tindakan invasif pengambilan darah. 6.1. Interpretasi dan Diskusi Hasil Penelitian ini bertujuan menidentifikasi gamabran karakteristik responden, perbedaan skor nyeri anak saat pengambilan darah intravena. Pembahasan dan diskusi hasil penelitian selengkapnya akan diperjelas sebagai berikut: 6.1.1. Karakteristik Responden dan Hubungan Karakteristik dengan Skor Nyeri a. Usia Dari hasil penelitian ini diperoleh bahwa usia responden pada penelitian ini 1-6 tahun berada pada rentang usia 1-3 (toddler) dan >36 (prasekolah). Pemilihan usia responden pemberian madu berdasarkan rekomendasi Badan Madu Nasional (The National Honey Board), menyebutkan pemberian madu di atas usia 1 tahun, karena mencegah terjadinya keracunan botulismus dari bakteri clostridium botulinum. Dari Hasil analisis perbedaan rata-rata skor nyeri pada usia anak, peneliti mendapatkan bahwa rata-rata skor nyeri ini menunjukkan ada Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 79 perbedaan skor nyeri pada tingkat usia, skor nyeri usia toddler lebih tinggi (kelopok intervensi 9,1 dan kelompok kontrol 11,5) dibandingkann skor nyeri usia prasekolah (kelopok intervensi 8,5 dan kelompok kontrol 9,7). Hasil uji statistik karakteristik usia menunjukkan ada perbedaan signifikan rata-rata skor nyeri pada responden usia toddler (p value 0,002), sementara pada usia prasekolah tidak ada perbedaan yang signifikan (p value 0,140). Kenneth et al., (2006) dalam penelitiannnya menjelaskan bahwa perkembangan usia anak mempengaruhi makna nyeri dan ekspresi yang dimunculkan, usia toddler belum mampu mengendalikan respon nyeri dibandingkan kelompok usia usia prasekolah. Perbedaan tingkat usia dan perkembangan yang ditemukan antara kelompok usia ini dapat mempengaruhi bagaimana anak bereaksi terhadap nyeri (Daniela et al., 2010). Hasil penelitian Mediani, Mardhiyah, dan Rakhmawati (2003) menyatakan bahwa terdapat perbedaan respon nyeri yang signifikan baik untuk kelompok toddler dan anak usia prasekolah dilakukan pemasangan infus. Usia toddler menunjukkan adanya respon nyeri dengan indikator verbal dan perubahan aktifitas perilaku yang berlebih dibandingkan anak usia pra sekolah. Penilaian skor nyeri menggunakan skala nyeri CHEOPS. Hal ini didukung oleh penelitian Brusch dan Zelter (2004) bahwasannya respon nyeri pada anak terhadap prosedur tindakan tertentu ditentukan oleh tingkatan usia. Hasil penelitian kelompok toddler dan anak usia prasekolah menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna. Penelitian Young (2005) menjelaskan bahwa anak yang usianya lebih muda merasakan nyeri yang lebih besar dan memilki toleransi nyeri rendah daripada usia yang lebih tua. Toleransi terhadap nyeri akan terus meningkat sesuai dengan pertambahan usia, semakin bertambah Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 80 usia anak maka makin bertambah pemahaman tentang nyeri dan usaha untuk pencegahan terhadap nyeri. Pernyataan tersebut didukung oleh konsep teori Hockenberry dan Wilson, (2007) menyebutan bahwa respon nyeri pada anak berubah sejalan dengan pertambahan usia. Pada usia toddler respon nyeri yang dimunculkan lebih ekspresif di bandingkan dengan usai prasekolah dimana usia toddler masih belum mampu menggambarkan dengan spesifik nyeri yang dirasakan karena keterbatasan kosakata dan reason motorik yang muncul anak toddler baru mampu mendorong stimulus menjauh setelah terjadi nyeri pengalaman nyeri dan sedangkan usia prsekolah telah meminta untuk mengakhiri tindakan yang menyebabkan nyeri dan anak mampu mendorong hal yang menyebabkan nyeri. b. Jenis Kelamin Hasil penelitian menunjukkan menunjukkan bahwa sebagain besar responden pada kelompok kontrol berjenis kelamin laki-laki (52,9%), sedangkan pada kelompok intervensi, jenis kelamin responden seimbang antara laki-laki dan perempuan (50%). Dari total sampel secara keseluruhan, diperoleh bahwa reponden jenis kelamin laki-laki, lebih banyak daripada perempuan. Dari hasil analisis antara jenis kelamin dengan skor nyeri pada saat pengambilan darah, peneliti mendapatkan bahwa skor nyeri pada kelompok intervensi laki-laki sedikit lebih tinggi dari pada perempuan sedangkan pada kelompok kontrol skor nyeri antara laki-laki dan perempuan hampir sama. Peneliti berasumsi bahwa hal ini mungkin dipengaruhi oleh perbedaan kelompok usia anak yang diteliti, tetapi berdasarkan hasil uji statistik karakteristik jenis kelamin menunjukkan ada perbedaan signifikan rata-rata skor nyeri pada kerakeristik jenis kelamin laki-laki dan perempuan (laki-laki p value 0,045 dan Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 81 perempuan p value 0,002) pada kelompok internesi dan kelompok kontrol. Terkait dengan hal tersebut, hasil penelitian Schmitz, Vierhaus, dan Lohaus (2012) menjelaskan toleransi nyeri perempuan dan laki-laki sama dan akan berkembang pada usia pubertas. Hal ini didukung oleh pendapat Potter dan Perry (2005) menjelaskan bahwa toleransi terhadap nyeri dipengaruhi faktor-faktor biokimia dan merupakan hal yang unik pada setiap individu tanpa memperhatikan jenis kelamin. Guinsburg et al., (2000) melakukan penelitian tentang perbedaan dalam ekspresi nyeri antara bayi baru lahir laki-laki dan perempuan saat dilakukan penusukan tumit, hasil penelitian menyebutkan tidak ada perbedaan yang signifikan ekspresi nyeri antara laki-laki dan perempuan. Penelitian McGrath & Howard (2003) antara anak laki-laki dan perempuan menjelaskan perbedaan tidak terlalu berpengaruh terhadap respon nyeri, dalam penelian tersebut lebih menjelaskan perbedaan jenis kelamin hanya karena sensitivitas, pengalaman ekspresi, dan kondisi situasional yang mempengaruhi dan bagaimana anak menanggapi nyeri. Penelitian Zuibieta et al., (2002) berpendapat berbeda sebaliknya. Perbedaan jenis kelamin sangat mempengaruhi nyeri. Penelitian ini menghubungkan neurotrasmiter opioid endogen, ditemukan bahwa opiod endogen laki-laki lebih tinggi dari pada opiod endogen pada perempuan, hal ini disebabkan adanya perbedaan hormon antara lakilaki dan perempuan. Wanita mengalami perubahan hormon progesteron dan estrogen saat menstruasi yang dapat mempengaruhi opiod endogen pada wanita. Peneliti berasumsi bahwa hal ini tidak terjadi pada penelitian ini karena perbedaan usia responden. Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 82 c. Pengalaman Nyeri Sebelumnya Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden pada kelompok intervensi memiliki pengalaman nyeri sebelumnya (55,9%), sedangkan pada kelompok kontrol pengalaman nyeri sebelumnya seimbang antara yang pernah dan yang pertama kali (50%). Dari total sampel keseluruhan, diperoleh bahwa reponden dengan pengalaman sebelumnya lebih banyak dari pada yang baru pertama kali. Hal ini menujukkan bahwa hampir sebagian responden memiliki pengalaman nyeri sebelumnya, peneliti mengasumsikan pengalaman sebelumnya berhubungan dengan usia responden dimana usia responden berada pada rentang usia toddler dan prasekolah. Usia tersebut merupakan usia sangat rentan terhadap krisis penyakit dan hospitalisasi (Hockenberry & Wilson, 2007). Riwayat sakit atau hospitalisasi sebelumnya dimungkinan dapat menyebabkan adanya pengalaman nyeri sebelumnya pada anak. Dilihat dari uji statisik rata-rata skor nyeri terhadap pengalaman nyeri antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol, didapatkan bahwa ada perbedaan yang bermakna pada yang tidak pernah mengalami nyeri sebelumnya dan yang pernah mengalami nyeri sebelemnya (pernah p value 0,016 dan tidak pernah p value 0,029). Terkait hasil penelitian Smeltzer dan Bare (2001) mengatakan bahwa pengalaman sebelumnya berpengaruh terhadap persepsi seseorang tentang nyeri, dimana pengalarnan individu dengan nyeri yang dialami sebelumnya akan menyebabkan perasaan takut pada individu ketika menghadapi peristiwa menyakitkan berikutnya. Penelitian Noel et al., (2012), melakukan penelitian pengaruh pengalaman anak-anak untuk stimulus nyeri baru pada pengalaman nyeri berikutnya. Responden dengan anak yang mempunyai pengalaman operasi dan pernah dilakukan venipuncture, pengalaman Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 83 nyeri minimal 1 tahun yang lalu, kemudian dilakukan wawancara pengalaman nyeri yang pernah dialami, dan diobservasi ekspresi wajah yang muncul pada anak saat dilakukan wawancara. Hasil menunjukkan pengalaman nyeri sebelumnya pada anak-anak berhubungan dengan rasa takut dari waktu ke waktu akan mempengaruhi pengalaman nyeri yang baru. d. Kehadiran Orang Tua Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok intervensi (97,1%), dan kelompok kontrol (91,2%) hampir seluruh responden didampingi oleh orang tua. Hal ini menunjukkan bahwa kehadiran orang tua pada saat anak mengalami hospitalisasi memegang peranan penting. Hockenberry dan Wilson (2007) menjelaskan bahwa kehadiran orang tua sangat penting bagi anak-anak yang sedang mengalami nyeri. Kehadiran anggota keluarga mampu memberikan dukungan dan kenyamanan pada anak, sehingga anak merasa lebih tenang dan nyeri berkurang. Hasil uji statistik menunjukkan ada perbedaan signifikan rata-rata skor nyeri dengan kehadiran orang tua (p value 0,000) sementara tidak ada perbedaan yang signifikan pada ketidakhadiran orang tua (p value 1,000). Hal ini didukung konsep teori Potter dan Perry (2005) menyebutkan kehadiran orang tua sangat penting bagi anak-anak yang sedang mengalami nyeri. Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota keluarga untuk memperoleh dukungan, bantuan atau perlindungan. Penelitian Ozcetin, et al. (2011) menjelaskan kehadiran keluarga sangat mempengaruhi respon nyeri pada anak. Hasil penelitian nyebutkan rata-rata skor nyeri pada anak yang didampingi oleh orang tua lebih rendah dari pada yang didampingi oleh petugas kesehatan. Dengan kesimpulan penelitian menunjukkan bahwa kehadiran Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 84 orangtua memiliki pengaruh efek yang positif pada toleransi nyeri anak. Penilaian skor nyeri menggunakan Wong-Baker FACES. Hal ini sesuai dengan penerapan prinsip asuhan berpusat pada keluarga dan aplikasi comfort theory pada keperawatan anak, pelibatan orangtua dapat memenuhi kebutuhan rasa nyaman psikososial dan sekaligus kenyamanan lingkungan bagi anak, karena orangtua merupakan individu yang dikenal, bukan merupakan orang asing bagi anak, sehingga dapat menurunkan kecemasan dan memberi dampak positf terhadap pemenuhan kenyamanan fisik bagi anak (Kolcaba & Dimarco, 2005). Dari jumlah seluruh responden ada 4 responden tidak didampingi oleh orang tua dengan rata-rata skor nyeri lebih tingggi (skor nyeri kelompok intervensi 7 dan skor nyeri kelompok kontrol 7,7) dibandingkan responden yang didampingi orang tua (skor nyeri kelompok intervensi 10,8 dan kelompok kontrol 8,9). Hal ini disebabkan karena responden yang tidak dihadiri orang tua pada rentang usia prasekolah (2 orang berusia 5 tahun dan 2 orang berusia 6 tahun). Saat dilakukan tindakan pengambilan darah responden mampu menerima penjelasan yang diberikan dan bersedia didampingi oleh perawat. Dalam hal ini sesuai dengan konsep Hockenberry dan Wilson (2007) pada usia prasekolah kemapuan kognitif dan komunikasi anak sudah mulai berkembang dengan baik dan mulai mampu menerima penjelasan dari orang tua atau petugas kesehatan. Aplikasi comfort theory Kolcaba (2003) menyebutkan bahwa tahap perkembangan dan kehadiran orang tua merupakan interventing variabel yang perlu diperhatikan dalam upaya untuk mencapai rasa nyaman pada semua aspek (kenyamanan fisik, psikospiritual, sosiokultural, dan lingkungan). Pemenuhan rasa nyaman yang adekuat pada semua aspek dengan tingkat relief hingga transcendence akan Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 85 mendorong pada penentuan intervensi berikutnya, penurunan kebutuhan akan tindakan medis yang lain dan peningkatan kepuasan anak dan keluarga. 6.1.2. Rata-rata skor nyeri pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Penelitian ini menggambarkan terdapat perbedaan rata-rata skor nyeri antara kelompok intervensi pada saat prosedur pengambilan darah dengan kelompok kontrol, nilai p value 0,001 (<0,05). Hal ini kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor yaitu; rasa manis pada madu, kandungan glukosa dan sukrosa dalam madu kemungkinan dapat memberikan efek menyenangkan yang dapat menurunkan nyeri atau disebabkan oleh kandungan enzim flavonoid pada madu. Penelitian Curtis el al., (2007) membandingkan pemberian sukrosa 44% 2 ml per oral dibandingkan dengan pemberian empeng (dot) pada bayi usia 0-6 bulan di ruang unit gawat darurat anak pada prosedur venipuncture. Hasil penelitian menyebutkan sukrosa signifikan mengurangi skor nyeri, waktu menangis dan denyut jantung. Penilaian skor nyeri menggunakan Face, Legs, Activity, Cry, and Consolability Pain Scale (FLACC). Penelitian lain tentang sukrosa yang dilakukan oleh Taddio et al., (2010) menyebutkan bahwa sukrosa dapat meningkatkan kadar -endorfin sehingga dapat menurunkan respon nyeri. Hal ini dikarenakan pemberian rasa manis akan meningkatnya -endorfin pada kelenjar hypophyse yang dapat menginhibisi trasmisi nyeri. Penelitian tentang glukosa dijelaskan oleh Bauer et al., (2004) bahwa pemberian larutan glukosa 30% sebanyak 2 ml dapat mengurangi respon nyeri pada bayi sebelum dilakukan pengambian sampel darah vena. Penelitian Gradin, Finnstrom, dan Schollin (2004) membandingkan efek mengurangi rasa sakit dari glukosa 30% per oral dengan pemberian ASI sesaat sebelum venipuncture pada bayi baru lahir. Hasil penelitian skor nyeri pada kelompok glukosa secara signifikan lebih rendah dan durasi Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 86 menangis pendek dibandingkan dengan kelompok penerima ASI sesaat. Penilaian skor nyeri menggunakan Premature Bayi Pain Profile (PIPP). Penelitian lain tentang pemberian glukosa 30 % pada bayi dengan tindakan venipuncture di lakukan oleh Gradin, Eriksson, Holmqvist, Holstein dan Schollin (2006) menunjukkan bahwa skor nyeri pada kelompok glukosa lebih rendah (rata-rata 4,6) dibandingkan dengan kelompok EMLA (ratarata 5,7). Penilainan lamanya menangis dalam 3 menit pertama secara signifikan lebih rendah kelompok glukosa (median: 1 detik) daripada kelompok EMLA (median: 18 detik). Hasil penelitian menyebutkan bahwa glukosa efektif dalam mengurangi gejala yang berhubungan dengan rasa sakit dari venipuncture pada bayi baru lahir dan lebih baik daripada local anestesi krim EMLA. Penilaian skor nyeri menggunakan Premature Bayi Pain Profile (PIPP). Sedangkan penelitian Carbajal et al., (2009), menyebutkan bahwa pemberian glukosa 30% sebanyak 3 ml, 2 menit sebelum suntikan subkutan dapat penurunan skor nyeri pada bayi. Hal ini disebabkan oleh efek analgesik glukosa diduga mampu menginhibisi trasmini nyeri setinggkat spinal dan pemberian glukosa per oral dapat merangsang -endorphin di hipotalamus. Penelitian tentang madu per oral sebagai analgesik dilakukan Goenarto, et al (2011) pada tikus putih, hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan flavonoid pada madu dapat menghilangkan rasa nyeri. Hal ini dukung dengan penjelasan Almada (2000) bahwa flavonoid dapat mencegah produksi enzim cyklooxygenase (COX), flavonoid memiliki dua efek sebagai analgesia dan antiinflamasi. Enzim cyklooxygenase (COX) adalah suatu enzim yang mengkatalisis sintesis prostaglandin dari asam arakhidonat. Flavonoid memblok aksi dari enzim COX yang menurunkan produksi mediator prostaglandin, prostaglandin inilah yang akan menyebabkan sensitisasi dari reseptor-reseptor nosiseptif dan dikeluarkannya zat-zat mediator nyeri seperti histamin, serotonin yang Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 87 akan menimbulkan sensasi nyeri. Keadaan ini dikenal sebagai sensitisasi perifer (Breivik, 2008; Daniela et al., 2010). Analisis peneliti, madu dapat menurunkan respon nyeri pada anak, kemungkinan disebabkan komposisi kimia madu mengandung glukosa (31%) dan sukrosa (1,31%) dan flavonoid. Efek analgesik glukosa atau sukrosa ini diduga akibat pelepasan beta endorphin (merupakan hormon opiat endogen yang diproduksi sendiri oleh tubuh dan mirip sifatnya dengan morfin) dan mekanisme preabsorpsi dari rasa manis. Rasa manis yang dapat merangsang neurotransmiter yang berperan dalam supresi nyeri dan mengeluarkan opiat endogen di kelenjar hipopyse seperti -endorpin, begitu juga dengan serotonin dan GABA (gama amino butiryc acid) yang berfungsi menurunkan sensasi nyeri, sedangkan kandungan flavonoid pada madu memblok aksi dari enzim cyklooxygenase yang menghambat pelepasan subtansi prostaglandin. Intervensi keperawatan sangat penting dalam mengurangi nyeri pada anak yang dilakukan tindakan invasif pengabilan darah salah satunya adalah pemberian madu. Aplikasi comfort theory dalam penanganan nyeri akibat tindakan invasif pengambilan darah pada anak dapat diuraikan bahwa aspek health care need yaitu anak memiliki kebutuhan rasa nyaman selama prosedur invasif dilakukan. Aspek nursing intervention yaitu pemberian intervensi non farmakologis berupa pemberian madu yang merupakan bagian intervensi keperawatan untuk memenuhi kebutuhan rasa nyaman. 6.2.Keterbatasan Penelitian Tempat sampel pada awalnya peneliti akan melakukan penelitian di satu rumah sakit (RSUD Gunung Jati), tetapi pada minggu ke dua penelitian jumlah responden yang didapatkan belum memenuhi target yang ditentukan, sehingga peneliti menambah tempat penelitian (RSUD Arjawinanun). Ketersediaan madu di masing-masing rumah sakit belum ada. Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 88 6.3.Implikasi Hasil Penelitian Pengambilan darah intra vena merupakan salah tindakan invasif yang meyebabkan nyeri pada anak. Respon nyeri yang tidak ditangani dengan baik dapat menyebabkan trauma pada anak yang berkepanjangan. Penanganan nyeri pada anak dapat dilakukan dengan berbagai intervensi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa salah satu intervensi mengurangi nyeri yang mudah dan murah, tetapi terbukti efektif adalah tindakan pemberian madu per oral. Selama ini implementasi mengurangi nyeri pada anak cenderung kurang diperhatikan. Padahal berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa nyeri pada anak akan menyebabkan kualitas hidup anak terganggu. Perhatian terhadap intervensi mudah yang dapat digunakan dalam mengurangi nyeri masih kurang tersosialisasi dengan baik bagi perawat dan orangtua. Selama ini digunakan berbagai macam obat analgesik untuk mengurangi nyeri pada anak seperti paracetamol, ibuprofen dan lain-lain, berbagai penelitian tidak menyarankan penggunaan obat-obatan tersebut dalam jangka waktu yang lama karena berisiko iritasi lambung, dan kerusakan hepar serta alergi. Madu juga merupakan zat yang sangat dikenal oleh keluarga dan mudah didapat. Pencegahan atraumatik care merupakan tanggung jawab perawat spesialis anak bertanggung jawab untuk memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas dengan mencegah terjadinya nyeri pada anak, sehingga diharapkan keadaan trauma pada anak dapat diminimalkan dan anak dapat hidup sejahtera dan berkualitas. Perawat khususnya perawat spesialis anak bertanggung jawab untuk melakukan inovasi selama pemberian asuhan pada anak. Pemberian asuhan keperawatan yang dilakukan oleh perawat spesialis anak harus ilmiah dan inovatif. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu inovasi dalam asuhan keperawatan untuk mengurangi nyeri pada tindakan invasif lainnya. Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 89 Penelitian ini perlu ditindaklanjuti dengan penelitian lain untuk mendapatkan evidence based yang akan diterapkan dalam layanan keperawatan pada anak. Perawat khususnya perawat spesialis anak, mahasiswa keperawatan dan peneliti keperawatan harus bersama-sama mencari bukti-bukti ilmiah berdasarkan penelitian terkini terkait upaya meminimalisasi efek nyeri dan mengkaji serta menerapkannya dalam layanan keperawatan pada anak untuk meningkatkan kualitas hidup anak. Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 BAB 7 SIMPULAN DAN SARAN 7.1. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang pengaruh madu untuk mengurangi nyeri pada anak saat diberikan tindakan invasif pengambilan darah di RSUD Gunung Jati dan RSUD Arjawinangun Cirebon dapat disimpulkan sebagai berikut : a. Usia responden ada pada rentang 1-3 tahun (toddler) dan >3-6 tahun (preschool) dengan proporsi sama, sebagian besar berjenis kelamin lakilaki, didampingi oleh orang tua, dan memiliki pengalaman nyeri sebelumnya. b. Rata-rata skor nyeri pada kelompok anak yang diberikan madu saat dilakukan pengambilan darah adalah 8,8 dan rata-rata skor nyeri pada kelompok anak yang diberi plasebo saat dilakukan pengambilan darah adalah 10,5. c. Ada perbedaan yang berbeda pada rata-rata skor nyeri antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol dengan nilai p value 0,001. d. Ada perbedaan rata-rata skor nyeri pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol dengan karakteristik anak khususnya karakteristik usia dan kehadiran orang tua. 7.2. Saran 7.2.1 Pelayanan keperawatan dan institusi rumah sakit a. Mempertimbangkan hasil penelitian sebagai acuan dalam terapi nonfarmakologi pada anak yang mendapatkan tindakan invasif untuk meminimalkan nyeri. b. Mengembangkan program seminar dan pelatihan terkait tentang terapi nonfarmakologi yang dapat diterapkan pada anak sesuai dengan tahapan tumbuh kembangnya, yang digunakan sebagai manajemen nyeri. 90 Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 91 c. Menerapkan tehnik-tehnik nonfarmakologis dalam manajemen nyeri akibat indakan invasif pada anak disesuaikan dengan tahap tumbuh kembang anak 7.2.2. Bagi ilmu Keperawatan a. Mensosialisasikan informasi dan pengetahuan tentang tehnik nonfarmakologis yang efektif dalam menejemen nyeri akibat tindakan invasif pada anak, melalui seminar, symposium dan konferensi keperawatan. b. Memasukkan materi tentang tehnik-tehnik nonfarmakologis dari hasi penelitian yang telah banyak diujicobakan dan dapat diterapkan dalam menejemen nyeri akibat tindakan infavif pada anak, dalam kurikulum pendidikan sarjana keperawatan dan magister keperawatan. c. Membangun hubungan dan kerjasama yang baik dengan institusi pelayanan kesehatan untuk mengembangkan peenerapan hasil penelitian terkai tindakan mandiri perawat dalam manajemen nyeri akibat tindakan invasif. 7.2.3. Penelitian Selanjutnya a. Perlu dilakukan suatu penelitian untuk mengatahui efektivitas madu peroral terhadap prosedur invasif minor lain seperti injeksi intramuscular, injeksi sub cutan, pemasangan infus, dan lain-lain. b. Perlu penelitian lebih lanjut tentang pengaruh madu terhadap respon nyeri pada anak dengan usia yang sama atau berbeda dengan jumlah sampel yang lebih banyak, tempat penelitian yang berbeda dan istrumen skor nyeri yang berbeda. c. Perlu penelitian lebih lanjut tentang pengaruh madu pada kelompok usia tertentu, terhadap nyeri kronik. Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 DAFTAR PUSTAKA Acharya, A.B., Bustani, P.C., Taub, N.A., & Beattie, R.M. (2008). Randomised controlled trial eutectic mixture of local anasthetics cream for venepunture in healthy pretrm infant. Arch Dis Child Fetal Neonatal, 78(6), 138-142. Akanmu, M.A., Olowookere, T.A., Atunwa, S.A., Ibrahim, B.O., Lamidi, O.F., Adams, P.A., et al. (2011). Neuropharmacoloical effects of Nigerian honey in mice. Department of Pharmacology, Faculty of Pharmacy. NCBI 8(3), 230245. Diunduh tanggal 20 Oktober 2012. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/ pmc/articles Almada, (2000). Natural COX-2 inhibitor the future of pain relief. International Chiropractic Pediatric Association. Pain News, 10(2), 112-118. Diunduh tanggal 26 Juli 2012. http://www.naturalnews.com/pain.html Alzubier, A.A., & Okechukwu, P.N. (2011). Investigation of anti-anflammatory, antipyretic and analgesic effect of Yemeni Sidr honey. World Academy of Science, Engineering and Technology, 47(5), 52-58. Amy, L., Drendel, D.O., David, C., Brousseau, M.D., Marc, H., & Gorelick, M.D. (2006). Pain assessment for pediatric patients in the emergency departmet. Pediatrics, 117(5), 1511-1517. Diunduh tanggal 30 Desember 2012. http://pediatrics.aappublications.org/content/117/5/1511.full.pdf. American Academy Of Pediatrics, American Pain Society. (2002). The assessment and management of acute pain in infants, children, and adolescents. Pediatrics, 17(7), 108-793. American Academy of Pediatrics, Canadian Pediatric Society. (2000). Prevention and management of pain and stress in the neonate. Pediatrics, 61(3), 105-454. Diunduh tanggal 12 Agsutus 2012. http://pediatrics.aappublications.org/ content/105/2/454.full. American Pain Society. (2000). Pain assessment and treatment in the managed care environment. Diunduh tanggal 27 Juli 2012. http://:www. ampainsooc.org/cgi-bin/print/pl. _________________. (2003). Pediatric chronic pain: A position statement from the American pain society. Diunduh tanggal 28 Juli 2012. http://:www.ampainsooc.org/cgi-bin/ print/pl. Arrowsmith, J., & Campbell, C.A. (2000). A comparation of local anaesthectics for venepucture. Arch dis Child, 82(6), 309-310. Diunduh tanggal 7 Aguatus 2012. http://adc.bmj.com/content/82/4/309.full 92 Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 93 Aziz A.H.A. (2005). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 2. Jakarta : Salemba. Badan Standarisasi Nasional Indonesia. (2004). Madu. Badan Standarisasi Nasional Indonesia, Jakarta. Bauer K., Ketteler, J., Hellwing, M., Laurenz, M., & Versmold, H. (2005). Oral glucose before venepuncture relieves neonates of pain, but stress is still evidenced by increased ini oxygen consumption, emergency expenditure and heart rate. Pediart Res, 55(4), 695-700. Beisang, A. (2007). Assessing pain in children with severe neurocognitive impairments. A Peditric Perspective, 16(6), 120-128. Diunduh tanggal 14 Agustus 2012. http://www. gillettechildrens.org/…/vol16No5.pdf. Bognadov, S. (2010). Honey as nutrient and function food. Bee product science Januari 28(2) 145-147. Diunduh tanggal 25 Agustus 2012. http://www.beehexagon.netfles/fil/file./HealthHoney/HoneyNutrition.JACN. Bogdanov, S., Jurendic, T., Sieber, R., & Gallmann, P. (2008). Honey for nutrition and health: a Review. American Journal of the College of Nutrition 27(7), 677-689. Diunduh tanggal 28 Juli 2012. http://:ww.beehexagon.net/files /file/fileE/HealthHoney/Nutriti JAC.pdf. Breau, L.M., McGrath, P.J., Camfield, C.S., & Finley, G.A. (2000). Psychometric properties of the non-communicating Children’s Pain Checklist-revised, Pain, 99(7), 349-357. Breivik, H., Borchgrevink, P.C., Allen, S.M., Rosseland, L., Romundstad, L., Hals, E.K.B., et al. (2008). Assessment of pain. British Journal of Anaesthesia 101(1), 17–24. Diunduh tanggal 8 Agustus 2012. http://bja.oxfordjournals.org/ content/101/1/17.full.pdf Brusch, B., & Zeltzer, L.K. (2004). Pediatric pain management, dalam R.E., Behman, , R.M., Kliegman, H.B., Jenson, (Eds). Neston Nursing Pediatrics, edisi ke-17, hlm 66-358. Philadelphia: Saunders. Buckle, K.A., Edwards, R.A., Fleet, G.H., & Wooton, M. (2000). Ilmu Pangan. Terjemahan: Purnomo, H & Adiono. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta. Bulloch, B., & Tenenbein, M. (2002). Assessment of clinically significant changes in acute pain in children. Acad Emerg Med, 29(9), 199-202. _________________________ . (2002). Validation of 2 pain scales for use in the pediatric emergency department. Pediatrics, 110(3), 1-6. Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 94 Burns, N., & Grove, S.K. (2009). The practice of nursing resesrch: appraisal, synthesis, and generation of evidence, 6th ed. Missouri: Saunders Elsevier. Carbajal, R., Chauvet, X., Couders, S., Oliver-Martin, M. (2009). Randomised analgesic effects of sucrose, glucose, and pacifiers in term neonates. BMJ, 47(7), 319-1393. Diunduh tanggal 14 Agustus 2012. http://www.bmj.com/content/319/7222/1393. Cohen, L.L. (2008). Behavioral approaches to anxiety and pain management for pediatric venous access. Pediatric, 45(7), 122-134, Diunduh tanggal 20 September 2012. http://pediatrics.aappublications.org/content/122/ Supplement3/S134.full.pdf Cornelia P., & Chis, A. (2011). Chemical and biochemical caraterization of three disserent types honey from Bihor country. Faculty for Environmental Protection, 25(1), 313-318. Diunduh tanggal 25 Juli 2012. http://notulaebotanicae.ro/nbha/article/viewFile/4780/4516 Craig, K.D , Lilley, C.M., & Gilbert, C.A. (2006). Social barriers to optimal pain management in infants and children. Clin J Pain,12(4), 232–242. Czarnecki, M.L., Turner, H.N., Collins, P.M., Doellman, D., Darcy., Wrona, S., & Reynolds, J. (2011). Procedural pain management: A position statement with clinical practice recommendations. Pain Management Nursing, 21(11), 1-17. Crowley, M.A., Storer, A., Heaton, K., Naccrato, M.K., Proehl, J.A., & Moretz, J.D. (2010). Emergency nursing resource: Needle-related procedural pain in pediatric patient in the emergency departement. Pediatric Emergency Care. 27(2), 126-129. Diunduh tanggal 8 Juli 2012. http://www.ena.org/IENR/ENR/ Documents/PedPainManagementENR.pdf Curtis, S.J., Jou, H., Ali, S., Vandermeer, B., & Klassen T. (2007). A randomized controlled trial of sucrose and/or pacifier as analgesia for infants receiving venipuncture in a pediatric emergency department. BMC Pediatrics, 77(7), 1471-1476. Diunduh tanggal 27 Juli 2012. http://www.biomedcentral.com/1471-2431/7/27/pdf. Daniela, M., Clarisa, N., Virgil, V., Elisabeta, V., & Schneider, F. (2010). Physiology of pain – general mechanisms and individual differences. Jurnal Medical Aradean, 8(4), 19-23. Diunduh tanggal 2 Oktober 2012. www.jmedar.ro Davaera, Y. (2006). Larutan glukosa oral sebagai analgesik pada prosedur pengambilan darah tumit bayi baru lahir: Suatu uji klinik acak tersamar ganda. Fakultas Ilmu Kedokteran Universitas Indonesia Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 95 Dharma, K. (2011). Metodologi penelitian keperawatan: pedoman melaksanakan san menerapkan hasil penelitian. Jakarta: Trans Info Media. Dilen, B., & Elseviers, M. (2010). Oral glucose solution as pain relief in newborn: Result a clinical trial. Birth issue in perinatal Care, 37(2), 99-105. Dowling, M. (2004). Pain assessment in children with neurological impairment, Pediatric Nursing, 5(4), 37-38. Diunduh tanggal 27 Juli 2012. www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15116686. Drendel, A., Brousseau, D., & Gorelick, M.H. (2006). Pain assessment for pediatric patients in the Emergency Department. Pediatrics, 117(5), 15111518. Diunduh tanggal 12 Juli 2012. http://pediatrics.aappublications.org. Eichenfield, L.F., Funk, A., Fallon-Friedlander, S., Cunningham, B.B. (2002). A clinical study to evaluate the efficacy of ELA-Max (4% liposomal lidocaine) as compaired with eutectic mixture of local anasthetics cresm for reduction of venipuctue in children. Pediatrics, 19(9), 109-1093. Eldridge, C., & Kennedy, R. (2009). Non pharmacological techniques for stress reduction during emergency medical care: A review. Pediatrics, 11(4), 244250. Diunduh tanggal 12 Juli 2012. http://cdn.intechopen.com/pdfs/.pdf Ellis,J.A., Sharp, D., Newhook, K., & Cohen, J. (2004). Selling comfort: A survey of interventions for needle procedures in a Pediatric Hospital. Pain Management Nursing, 5(4), 144-152. Fein, J.A., Zempsky, W., Cravero, J.P. (2012). Relief of pain and anxiety in pediatric patients in emergency medical systems. Pediatrics, 130(5), 13911405. Fenicia, L., & Anniballi, F. (2004). Infant botulism. Ann Ist Super Sanita. 45(2), 134-146. Gimbler-Berglund, I., Ljusegren, J., & Enskar, K. (2008). Factors influencing pain management in children. Pediatrics Nursing, 20(10), 21-24. Diunduh tanggal 20 Juli 2012. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19119745 Goenarwo, E., Chodidjah, & Susanto, H. (2011). Uji efektifitas analgetik madu pada tikus dengan metoda geliat asetat. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung. Gottschalk, A., & Smith, D.S. (2001). New concepts in acue pain therapy: Prepentive analgesia. Am Fam Phys, 63(84), 190-197. Diunduh tanggal 25 Juli 2012. http://www.aafp.org/afp/2001/0515/p1979.html. Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 96 Gardner, F., & Shaw, D.S. (2008). Behavioral Problems of Infancy and Preschool Children. ISBN, 978(1), 4051-4549. Gradin, M., Eriksson, M., Holmqvst, G., & Schollin, J. (2002). Pain reduction at venipucture in newborn: Oral glucose compared with local anesthetic cream. Pediatrics, 57(9), 110-153. Diunduh tanggal 20 Agustus 2012. http://peditrics.aappublication.org/conten/110/6/1053.full.html. Gradin, M., Eriksson, M., Holmqvst, G., Holstien, R.N., & Schollin, J. (2006). Pain reduction at venipucture in newborn: Oral glucose compared with local anesthetic cream review. Pediatrics, 6(10), 1053-1057. tanggal 28 Juli 2012. http://www.pediatricsdigest.mobi/content/110/6/1053.full. Green R.S., & MacIntyre, J.K. (2009). Critical care in the Emergency Department: An assessment of the length of stay and invasive procedures performed on critically ill ED. Scandinavian Journal of Trauma, Resuscitation and Emergency Medicine, 17(8), 43-47. Diunduh tanggal 8 Agustus 2012. http://www.sjtrem.com/content/17/1/47. Hagglof, B.L., & Bergstrom, L.L. (2009). Impaired health-related quality of life in children with recurrent pain. Pediatrics, 124(4), 759-760. Diunduh tanggal 7 Agustus 2012. http://pediatrics.aappublications.org/content/full.htm Harrison, D., Yamada, J., Webber, A.T., Ohlsson, A., Beyene, J., & Steven, B. (2011). Sweet tasting solution for reduction of needle-related procedural in children aged one to 16 years review. The Cochrane Library, 19(8), 156-159. Hamad, S. (2004). Terapi Madu. Jakarta. Pustaka Imam, h. 30. Herd, D.w., Franz, E., Gilhotra, Y., & Huckson, S. (2009). Pain management practices in paediatric emergency departments in Australia and New Zealand: A clinical and organizational audit by National Health and Medical Research Council’s National Institute of Clinical Studies and Paediatric Research in Emergency Departments International Collaborative. Emergency Medicine Australasia, 21(2), 210-221. Hockenberry, M. J., & Wilson, D. (2007). Wong’s nursing care of infants and children. (8th ed.). St. Louis: Mosby Elsevier. Huether, S.E., & Leo, J. (2002). Pain, tempetarure regulation, sleep, and sensory fuction. In K.I., McCance & S.E., Heuether (Eds), Pathophysiology: The biologic basis for disease in adults and children (4th ed), pp. 401-410. St.Louis. MO: Mosby-Year Book. Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 97 Jatana, L. J., Dalal, J.L., & Wilson, G.C. (2003). Analgesic effect of oral glucose in neonates. MJAFI, 59(2), 100-104. Diunduh tanggal 24 September 2012. medind.nic.in/maa/ t03/i2/maat03i2p100.pdf Kelly, A.M. (2000). A process approach to improving pain management in the emergency department development and evaluation. J Accid Emerg Med. 17, (7), 185-187. Kenneth, D.C., Lilley, Christine M., Gilbert, & Cheryl A. (2006). Barriers to optimal pain management in infants, children, and adolescents social barriers to optimal pain management in infants and children. Clinical Journal of Pain, 12(3), 232-242. Kleiber, C., Sorenson, M., Whiteside, K., Gronstal, B.A., & Tannous, R. (2002) Topikal anasthetics for intravenous insertion in children: A randomized equivalency study. Pediatrics, 61(7), 110-758. Diunduh tanggal 20 September 2012. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/12359791 Kolcaba, K. (2003). Comfort theory and practice: A vision for holistic health care and research. New York, NY: Springer Publishing Company. Kolcaba & Di Marco. (2005). Comfort theory and its application to pediatric nursing. Diunduh 20 Juni 2012. http://www.thecomfortline.com/comfort theory. Larsson, B.A., Tannfeldt, G., Lacercrantz, H., Olsson, G.L. (2000). Venipuncture is more affective and less painfull than heel lancinf for blood tests in neonates. Pediatrics, 16(5), 101-882. Diunduh tanggal 12 Agustus 2012. http://pediatrics.aappublications.org/content/101/5/882.full. Latief, S.A., (2001). Petunjuk praktis anatesiologi, edisi III, Bag Anastesiologi dan Terapi Intensif FK UI, Jakarta. Laxmikant, S., Deshmukh & Udani, R.H. (2002). Analgesic effect of oral glucose in preterm infants during venipuncture: A double-blind, randomized, controlled trial. Jurnal of Tropical Pediatric, 48(3), 138-141. Le Mone, P., & Burke, K. (2008). Medical surgical nursing: Critical thinking in client care. (3rd ed.). A. Pearson Education Company. Loeser, J. D., & Treede, R. D. (2008). The Kyoto protocol of IASP basic pain terminology. Pain , 137(3), 473–477. Logan, D. E., & Rose, J. B. (2004). Gender differences in postoperative pain and patient controlled analgesia use among adolescent surgical patients. Pain , 109 Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 98 (3), 481–487. Diunduh tanggal 12 http://www.sciencedirect.com/science/ article/pii. September 2012. Loissi, C., White, P., & Hatira, P. (2006). Randomized clinical trial of local anesthetic versus a combination of local anesthetic with self-hypnosis in the management of pediatric procedure-related pain. NCBI, 25(3), 307-312. Lewkowski, M.D., Barr, R.G., Sherrard, A., Lessard, J., Harris, A.R., & Young S.N. (2003). Effects of chewing gum on responses to routine painful procedures in children. Physiology & Behavior, 79(2), 257–265 Lyon,F., Boyd, R., & Mackway-Jones, K. (2005). The convergent validity of the Manchester pain scale. Emergency Nurse, 13(1), 3-38. Diunduh tanggal 13 Agustus 2012. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15861613. MacLean, S., Obispo, J., & Young, K.D. (2007). The gap between pediatric emergency department procedural pain management treatment available and actual practice. Pediatric Emergency Care. 23(2), 87-93. Manchikanti, L., Datta, S., Gupta, S., Munqlani, R., Bryce, D.A., Ward, S.P., et al. (2010). Critical review of the American Pain Society Clinical Practice Guidelines for interventional techniques: Part 1. Diagnostic interventions. Pain Physician, 13(3), 141-174. Mathew, P.J. (2003). Assessment and management of pain in children review. BJM, 45(5), 256-260. Diunduh tanggal 9 July 2012. http://pmj.bmj.com Mathew, P.J., & Mathew, J.L. (2003). Assessment and management of pain in infant. PostgradMed, 2(48), 430-438. Diunduh tanggal 7 Agustus 2012. http://pmj.bmj.com/content/79/934/438 Matthews, E.A., & Dickenson, A.H. (2004). Pain patohysiology. Dalam: S.J., Dolin, N.L., Patfield. (Eds). Pain medicine manual. Edisi ke-2, h. 11-19. London: Butterworth Heineman. McCaffrey, D., & Pasero, R. (2010). Pain assessment and management in children and adolescent. Pediatrics, 108(3), 793-797. Diunduh tanggal 25 Juli 2012. http://pediatrics.aappublications.org/content/108/3/793.full Mediani, H.S., Mardhiyah, A., dan Rakhmawati, W. (2003). Respon nyeri infant dan anak yang mengalami hospitalisasi saat pemasangan infuse di RSUD Sumedang. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran Meliala, L. (2001). Patofisiologi nyeri. Dalam: K.L., Meliala, A., Suryamiharja, J.S., Purna, H.A., Sadeli. (Ed). Nyeri neuropatik. patofisiologi dan penatalaksanaan, h 1-2, Kelompok Studi Nyeri, PERDOSSI. Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 99 Morton, N.S. (2008). Prevention and control of pain in children. Br J Anaesth, 29, (8124), 118-. Diunduh tanggal 20 September 2012. http://bja.oxfordjournals.org/content/ 83/1/118.full.pdf Movahaedi, A. F. (2006). Effect of local refrigeration prior to venipuncture on pain related responses in school age children. Pediatrics, Diunduh tanggal 20 Juli 2012. http://www.ajan.com.au/Vol24/Vol24.2- 8.pdf National Honey Board. (2010). A Refernce Guide from National Board. I’am to tell you the facts about honey. Diunduh tanggal 5 Januari 2013. http://www.pointernet.pds.hu/honey/techbroch.pdf Newman, C.l., Lolekha, R., Limtifikul, K., Luangxay, K., Chopitayasunondh, T., Chanthavanich, P. (2005). A Comparasion of pain scales in Thai children. Arch Dis Child, 990(70) 269-275. Nurhidayah, I. (2011). Pengaruh pemberian madu dalam tindakan keperawatan oral care terhadap mukositis akibat kemoterapi pada anak di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Noel, M., Chambers, C.T., McGrath, P.J., Klein, R.M., & Stewart, S.H. (2012). The influence of children’s pain memories on subsequent pain experience. PAIN, 115(16), 1563–1572. O'Malley, P.J., Brown, K., & Krug, S.E. (2008). Patient and Family-Centered care of children in the emergency department. Pediatrics, 112(19), e511-e521. O'Rourke, D. (2004). The measurement of pain in infants, children, and adolescents: From policy to practice. Diunduh tanggal 20 Juni 2012. http://ptjournal.apta.org Ozcetin, M., Suren, M., Karaaslan, E., Colak, E., Kaya, Z., & Guner, O. (2011). effects of parent's presence on pain tolerance in children during venipuncture: A randomised controlled trial. HK J Paediatr, 67(16), 247-252. Petersen, S., Hagglof, B.L., & Bergstrom, E.I. (2009) Impaired health related quality of life in children with recurrent pain. Pediatrics, 124(4), 759-767. Polit, D.F., & Beck, C.T. (2012). Nursing research: generating and assessing evidence for nursing practice, 9th ed. Philadelpia: Lippincott. Polit, D.F., & Hungler, B.P. (1999). Nursing research: Principles and methods, 6th ed. Philadelpia: Lippincott Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 100 Potter, A.G., & Perry, P.A. (2005). Buku ajar fundamental keperawatan: Konsep, proses, dan praktik, Edisi 4. Jakarta: EGC. Purabaya, J.R. (2002). Mengenal dan memanfaatkan khasiat madu alami. hal 182, Bandung, CV.Pionir Jaya. Puspitasari, I. (2007). Rahasia sehat mmadu, hal 57. Yogyakarta, PT.Bentang Pustaka. Ratnapalan, S., Mason, K.P,. & Mace, S.E. (2010). Pediatric pain management and sedation. International Journal of Pediatrics. 2(5), 512-515. Sastroasmoro, S., & Ismael, S. (2011). Dasar-dasar metodelogi penelitian klinis, edisi 4. Jakarta: Sagung Seto. Schechter, N.L., Zempsky, W.T., Cohen, L.L., McGrath, P.J., McMurtry, C.M., & Bright, N.S. (2007). Pain reduction during pediatric immunizations: evidencebased review and recommendations. Pediatrics. 28(9), 156-159. Scheiner, R., Pluckhahn, S., O’ney, B., Blenau , B., & Erber, J. (2002). Behavioural pharmacology of octopamine, tyramine and dopamine in honey bees. Behavioral Brain Resesrch, 136(12), 545-553. Schmitz, A.K., Vierhaus, M., & Lohaus, A. (2012). Pain tolerance in children and adolescents: Sex differences and psychosocial influences on pain threshold and endurance. European Journal of Pain. 10(2), 153-157. Sikorova, L., & Hrazdilova, P. (2011). The effect of psyhchological intervention on perceived pain in children undergoing venipuncture. Biomed Pap Med, 155(20), 218-203. Smeltzer, S.C., & Bare, B.G. (2001). Buku ajar keperawatan medikal bedah. Brunner & Suddarth, Edisi 8. Jakarta: EGC. Soyer, T., Deniz, T., Akman, H., Hancerliogullari, O., Turkmen, F., & Cesur, O. (2009). The impact of pediatric trauma score on burden of trauma in emergency room care. The Turkish Journal of Pediatric, 51(7), 367-370. Sparks, L.A., Setlik, J., & Luhman, J. (2007). Parental holding and positioning to decrease IV stress in young children: A randomized controlled trial. Journal of Pediatric Nursing, 22(6), 257-263. Srouji, R,. Ratnapalan, S., & Schneeweiss, S. (2010). Pain in children: assessment and nonpharmacological management. International Journal of Pediatrics, 474(11), 838-842. Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 101 Steven, B., Yamada, J., & Ohlsson, A. (2005). A Sucrose for analgesia in newborn infant undergoing painful procedures. NICHD, 56(2), 105-112. Diunduh tanggal 23 September 2012. http://www.nichd.nih.gov /cochraneneonatal/stevens/ stevens.html. Suarez, J.A., Tulipani, S., Romandini, S., Bertoli, E., & Battino, M. (2010). Contribution of honey in nutrition and human health: a review. J. Mediterr Nutr Me-tab, 5(2), 15-23. Diunduh tanggal 28 Juni 2012. http://www.springerlink.com/content/g1771u466wvr2h26/fulltext.pdf. Supartini, Y. (2004) Konsep dasar keperawatan anak. Jakarta: EGC Suraseranivonges, S., Santawat, U.K., Kraiprasit, K.S., Pectharatana, S.S. Prakkammodom, S., & Muntraporn, N. (2001). Cross-validation of composite pain scale for preschool children within 24 houe of surgery. British Journal, 87(3), 400-408. Taddio, A., Appleton, M., Bortolussi, R., Chambers, C., Dubey, V., Halperin, S., et al. (2010). Reducing the pain of childhood vaccination: an evidence-based clinical practice guideline. CMAJ, 182(8), 843-855. Diunduh tanggal 12 September 2012. http://www.cmaj.ca/content/182/18/1989.full. Taylor, C.R., Lillis, G., LeMone, P., & Lynn, P. (2008). Fundamental of nursing : The art and science of nursing care. (6th ed.). Philadelphia: Nazareth Hospital. Tomey, A.M., & Alligood, R.M. (2006). Nursing science and their works. (6th ed.). St. Louis; Mosby Elsevier. Truchado, P., Izquierdo, G.A., Barberan, T.F., & Allende, A. (2009). Inhibition by chesnut honey of N-Acyl-L homoserine lactones and biofilm formation in erwinia carotovora, yersinia enterocolitica, and aeromonas hydrophila. Agricultural and Food Chemistry, 57(23), 11186-11193. Diunduh tanggal 12 Agustus 2012. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19950997 Twycross, A. (2000). Education about pain: A neglected area?. Nurse Educ Today.20(5), 244–253. Diunduh tanggal 20 September 2012. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/ pubmed/10820579. Uman, L.S., Chambers, C.T., McGrath, P.J., & Kisely, S. (2007). Psychological interventions for needle-related procedural pain and distress in children and adolescents. Cochrane Database of Systematic Reviews, 4, 2. Agustus 20, 2012. http://udini. proquest.com/view/psychological-interventions-for-pqid: 1968185 001/ Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 102 Wanga, Z., Sunb, L., & Chena, A. (2008). The efficacy of non-pharmacological methods of pain management in school age children receiving venepuncture in a paediatric department: a randomized controlled trial of audiovisual distraction and routine psychological intervention. Swiss Med Wkly,138 (39). 79-584. Weisman, S.J., Bernstein, B., & Schechter, N.L. (2008). Consequences of inadequate analgesia during painful procedures in children. Arch Pediatr Adolesc Med, 9, 147-152. Agustus 28, 2012. http://archpedi.jamanetwork.com /article.aspx?articleid=189261. William, T., Zempsky, M.D., Neil, L., & Schechter, M.D. (2003). What’s new in the management of pain in children. Pediatrics in Review, 24, 10, 377-348. September 25(5), 2012. http://pedsinreview.aappublications.org/content /24/10/337.extract William, T., & Zempsky, M.D. (2008). Optimizing the management of peripheral venous access Pain in children: Evidence, impact, and implementation. Pediatrics, 122, (3), 121-124. Won, D. (2006). Effect of programmed information on coping behavior and emotions of mother of young children undergoing IV procedures. Jurnal of Korean Academy of Nursing, 36(8), 1301-1307. Wong. D.L., & Hockenberry, M. J. (2003). Nursing care of infants and children, (7th ed.), St. Louis: Mosby. Young, K.D. (2005) Pediatric procedural pain. Ann Emerg Med, 57, 1071, 74. Januari 1, 2012. http://web.unife.it/utenti/giampaolo.garani/SedazioneFarmaci/AnnEmergMed2005.Pediatric%20procedural%20pain.pdf. Zeltzer, L., & Brown, M.A. (2007). Pre treating pain associated with venous access procedures. US Paediatrics, 1(2), 78-80. Zempsky, W.T. (2000). Developing the painless emergency department: A systematic approach to change. Clin Pediatr Emerg Med, 56(1), 253–259. Zempsky, W.T., & Cravero, J.P. (2004). Relief of pain and anxiety in pediatric patients in emergency medical systems. Journal of Pediatric, 5, (5), 114-117. Zempsky, W.T., & Schecter, N.L. (2005). What’s new in the management of pain in children. Pediatric in Review, 24(8), 337-340. Zubieta, J.K., Yolanda, R., Smith,.Bueller, J.A., Xu, Y., Kilbourn, M.R., et al. (2002) Opioid receptor-mediated antinociceptive responses differ in men and women. The Journal of Neuroscience, 22(12), 5100–5107. Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 Lampiran 1 PENJELASAN TENTANG PENELITIAN Pengaruh Pemberian Madu Terhadap Penurunan Skor Nyeri Akibat Tindakan Invasif Pengambilan Darah Intra Vena Pada Anak di UGD RSUD. Kota Cirebon Anda sebagai orang tua/wali diminta untuk berpartisiasi dalam penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui lebih jauh tentang pengaruh pemberian madu terhadap penurunan skor nyeri akibat tindakan invasif pengambilan darah intra vena pada anak di ruang UGD RSUD Gunung Jati dan RSUD Arjawinangun Cirebon. Peneliti (Saya) akan memberikan lembar persetujuan ini, dan menjelaskan bahwa keterlibatan anada di dalam penelitian ini atas dasar sukarela. Nama saya/peneliti adalah Ayu Yuliani Sekriptini. Saya pengajar di POLTEKKES Tasikmalaya, Progam Studi Keperawatan Cirebon, dan sekarang sedang melanjutkan studi S2 di Faklutas Keperawatan Universitas Indonesia, yang beralamat di Faklutas Keperawatan Universitas Indonesia kampus Depok, 16424. Saya dapat dihubungi di nomor telepon 0816646216. Penelitian ini mendapat dukungan dana dari PUSDIKNAKES. Penelitian ini merupakan bagian dari persyaratan untuk Program Pendidikan Magister saya di Universitas Indonesia. Pembimbing saya adalah Yeni Rustina, SKp., M.App.Sc, PhD., dari Faklutas Keperawatan Universitas Indonesia. Penelitian ini melibatkan anak yang berusia 1sampai 6 tahun, yang masuk ke ruang unit gawat darurat dan akan dilakukan tindakan invasif pengambilan darah. Keputusan diwakilkan kepada orang tua/wali anak untuk ikut ataupun tidak dalam penelitian ini. Dan apabila orang tua/wali memutuskan berpartisipasi, orang tua/wali bebas untuk mengundurkan diri dari penelitian kapanpun. Sekitar 68 anak akan terlibat dalam penelitian ini dari satu rumah sakit yang berada di Cirebon, Indonesia. Penelitian ini akan dilakukan di RSUD Gunung Jati RSUD. Arjawinangun Cirebon. Kuesioner yang akan saya berikan terdiri dari dua bagian. Bagian pertama berisi tentang demografi seperti usia, jenis kelamin, tanda vital, pengalaman diambil darah sebelumnya, pengalaman nyeri sebeumnya, dan saat penambilan darah pasien didampingi atau tidak. Bagian kedua berisi penilaian skor nyeri dengan menggunakan skala nyeri Children’s Hospital of Eastern Ontario Pain Scale (CHEOPS). Pengisian kuesioner data demografi dan penilaian skor nyeri dilakukan oleh peneliti dan asisten peneliti. Saya akan menjaga kerahasiaan anak anda dan keterlibatan anak anda dalam penelitian ini. Nama anak anda tidak akan dicatat dimanapun. Semua kuesioner yang telah terisi hanya diberi nomor kode yang tidak bisa digunakan untuk mengidentifikasi identitas anak anda. Apabila hasil penelitian ini diplubikasikan, tidak ada satu identifikasi yang berkaitan dengan anda akan di tampilkan dalam publikasi tersebut. Siapa pun yang bertanya tentang keterlibatan anda dan apa Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 Lampiran 2 yang anda jawab dalam penelitian ini, anda berhak untuk tidak menjawabnya. Namun, jika diperlukan catatan penelitian ini dapat dijadikan barang bukti apabila pengadilan memintanya. Keterlibatan anda dalam penelitian ini, sejauh saya ketahui, tidak menyebabkan risiko yang lebih besar dari pada risiko yang biasa anda hadapi sehari-hari. Walaupun keterlibatan dalam penelitian ini tidak memberikan keuntungan langsung pada anda, manun hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat untuk mengetahui lebih jauh tentang pengaruh pemberian madu terhadap penurunan skor nyeri pada anak dengan tindakan invasif pengambilan darah intra vena di ruang unit gawat darurat. Apabila setelah terlibat penelitian ini anda masih memiliki petanyaan, anda dapat menghubuni saya di nomer telepon 0816646216. Setelah membaca informasi di atas dan memahami tentang tujuan penelitian dan peranyang diharapkan dari saya di dalam penelitian ini, saya setuju untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. ……………………2012 _________________ Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 Lampiran 3 LEMBAR PERSETUJUAN BERSEDIA MENJADI RESPONDEN PENELITIAN Saya, yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : ___________________________________________ Umur : ___________________________________________ Bapak/Ibu/Wali Anak : ___________________________________________ Menyatakan bahwa : 1. Telah mendapatkan penjelasan tentang penelitian “Pengaruh Pemberian Madu Terhadap Penurunan Skor Nyeri Akibat Tindakan Invasif Pengambilan Darah Intra Vena Pada Anak di Ruang UGD RSUD Kota Cirebon”. 2. Telah diberikan kesempatan untuk bertanya dan mendapatkan jawaban yang tepat dan sesuai dari peneliti. 3. Memahami prosedur penelitian yang akan dilakukan, tujuan, manfaat, dan kemungkinan efek samping yang terjadi dari penelitian yang dilakukan. Dengan pertimbangan di atas, dengan ini saya sebagai Bapak/Ibu/Wali dari anak saya mengijinkan/tidak mengijinkan anak saya berpartisipasi menjadi responden dalam penelitian ini. Demikian surat pernyataan ini saya buat agar dapat dipergunakan sebaik-baiknya. Cirebon,…………………2012 Yang Membuat Pernyataan, (___________________) Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 Lampiran 4 KUESIONER DATA DEMOGRAFI Judul penelitian : Pengaruh Pemberian Madu Terhadap Penurunan Tingkat Nyeri Akibat Tindakan Invasif Pengambilan Darah Intra Vena Pada Anak di Ruang UGD RSUD Kota Cirebon Kelompok : 0 Inisial : _______________________ No. kuesioner : _______________________ Hari/tanggal : _______________________ Jenis Kelamin : Laki-laki / Perempuan Tanggal lahir : _____/_______/______ Umur : _____________Bulan 1 Tanda-tanda vital : Nadi = _____________x/menit Petujuk : Berilah tanda cek list (√) sesuai jawaban yang diberikan. 1. Apakah pasien pernah mengalami pengambilan darah sebelumnya ? Pernah Tidak Pernah 2. Saat pengambilan darah pasien di damping oleh keluarga ? Ya Tidak Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 Lampiran 5 INSTRUMEN SKALA NYERI Children’s Hospital of Eastern Ontario Pain Scale (CHEOPS) Kelompok : Treatment Inisial : ________ Kontrol No. kuesioner : ___ Item Tangisan Perilaku Tidak menangis Merintih Menangis Menjerit/teriak Ekspresi wajah Biasa Merengut 1 2 Tersenyum 0 Tidak ada Anak mengeluh 1 1 Keluhan nyeri Kedua keluhan 2 2 Ungkapan positif 0 Netral Gelisah Tegang Gemetar 1 2 2 2 Tegak lurus Menahan Tidak menyentuh Berusaha menggapai 2 2 1 2 Menyentuh Merebut Direstrain Netral Menendang2 Ditarik 2 2 2 1 2 2 Berdiri Direstrain 2 2 Ekspresi verbal Posisi badan Sentuhan Posisi kaki Point 1 2 2 3 Hari/tanggal : ___________ Definisi/pengertian/interpretasi Anak tidak menangis Anak merintih/menangis lirih Anak menangis tapi tidak keras Anak menangis dengan kuat, dapat disertai keluhan/tidak Ekpresi wajah netral Terdapat ekspresi wajah menunjukkan negatif/tidak nyaman Terdapat ekspresi wajah menunjukkan positif/ nyaman Anak tidak berbicara Anak mengeluh tapi tidak berkaitan dengan nyeri, contoh “mana ibu saya” atau “saya haus” Anak mengeluhkan nyeri Anak mengeuh nyeri yang lain, contoh “saya sakit saya ingin melihat ibu saya” Anak memberikan statment positif atau membicarakan hal2 lain yang bukan berupa keluhan Badan dalam posisi rileks/isitrahat Posis tubuh bergerakgerak (gelisah) Badan tertekuk/melingkar atau kaku Badan tampak tidak nyaman atau memberontak Badan dalam posisi tegak Badan direstrain Anak tidak menyentuh/memegang luka Anak memberi reaksi tetapi tidak menyentuh luka Anak mencoba memegangi luka Anak menyentuh area yang nyeri Tangan anak direstrain Kaki dalam posisi rileks, atau bergerak Gerak tapi masih rileks Gerakan2 yang menunjukkan kegelisahan, menendang Berdiri, kaki tertekuk dan tegang Kaki anak direstrain JUMLAH SKOR Sumber : McGrath, P.J., Jhonson, G., Goodman, J.T., et al. CHEOPS: A behavioral scale for rating postoperative pain in children. In Fields, H.L., et al. (editor) Advances in Pain Research and Therapy, (vol 9). New York, Reven Press. Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 Skor Lampiran 6 PROTOKOL PEMBERIAN MADU BAGI PERAWAT 1. Persiapan Alat a. Sendok makan b. Spuit 5 ml c. Cairan madu d. Alas perlak atau handuk pengalas e. Kertas tissue f. Air minum (jika tersedia) 2. Prosedur Pelaksanaan a. Siapkan alat-alat yang dibutuhkan pada tempat yang telah ditentukan. b. Lakukan mengukuran tanda vital pada anak. c. Jelaskan pada anak, orang tua/wali akan di beri madu sebelum pengambilan darah. d. Letakkan alas di dada atau dipangkuan anak. e. Berikan madu per-oral pada anak dengan menggunakan sendok atau spuit (usia anak 1-3 tahun sebanyak 3 ml dan usia >3-6 tahun sebanyak 5 ml) f. Anjurkan anak untuk menghabiskan madu yang diberikan. g. Beri minum jika anak menginginkan. h. Lap bersih mulut anak i. Rapikan peralatan j. Dokumentasikan tindakan (waktu pelaksanaan, paraf perawat, respon pasien). Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 Lampiran 7 JADUAL PELAKSANAAN PENELITIAN No Kegiatan 1 Penyusunan proposal Ujian proposal Pengumpulan data Analisis dan penafsiran data Ujian hasil penelitian Penulisan dan draf publikasi Siding tesis Penulisan tesis Perbaikan tesis Jilid hard cover Pengumpulan tesis 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 September 1 2 3 4 Oktober 1 2 3 4 Bulan November Minggu 1 2 3 4 Desember 1 2 3 Januari 4 1 2 Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 3 4 Lampiran 8 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama : Ayu Yuliani Sekriptini Tempat Tanggal Lahir : Ciamis, 25 Juli 1971 Agama : Islam Almat Rumah : Jalan Sultan Ageng Tirtayasa, Perumahan Kedung Jaya Indah Blok C No. 6 Kabupaten Cirebon Institusi : Poltekkes Tasikmalaya, Program Studi Keperawatan Cirebon Alamat Instansi : Jalan Pemuda no 32 Kota Cirebon 1. Riwayat Pendidikan No 1 2 3 4 5 Pendidikan SD Negri Banjar I Kota Banjar SMP Negri I Kota Banjar SMA PGRI Kota Banjar Akademi Keperawatan Depkes Bandung S1 Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia Jurusan Keperawatan Tahun Lulus 1983 1986 1989 1992 Keperawatan 2003 Jabatan Perawat Pelaksana Tahun 1992-1998 Guru Dosen 1998-2001 2001-Sekarang 2. Riwayat Pekerjaan No Tempat Kerja 1 Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung 2 SPK Depkes Cirebon 3 Politehnik Kesehatan Tasikmalaya Program Studi Keperawatan Cirebon Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 Lampiran 1 PENJELASAN TENTANG PENELITIAN Pengaruh Pemberian Madu Terhadap Penurunan Skor Nyeri Akibat Tindakan Invasif Pengambilan Darah Intra Vena Pada Anak di UGD RSUD. Kota Cirebon Anda sebagai orang tua/wali diminta untuk berpartisiasi dalam penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui lebih jauh tentang pengaruh pemberian madu terhadap penurunan skor nyeri akibat tindakan invasif pengambilan darah intra vena pada anak di ruang UGD RSUD Gunung Jati dan RSUD Arjawinangun Cirebon. Peneliti (Saya) akan memberikan lembar persetujuan ini, dan menjelaskan bahwa keterlibatan anada di dalam penelitian ini atas dasar sukarela. Nama saya/peneliti adalah Ayu Yuliani Sekriptini. Saya pengajar di POLTEKKES Tasikmalaya, Progam Studi Keperawatan Cirebon, dan sekarang sedang melanjutkan studi S2 di Faklutas Keperawatan Universitas Indonesia, yang beralamat di Faklutas Keperawatan Universitas Indonesia kampus Depok, 16424. Saya dapat dihubungi di nomor telepon 0816646216. Penelitian ini mendapat dukungan dana dari PUSDIKNAKES. Penelitian ini merupakan bagian dari persyaratan untuk Program Pendidikan Magister saya di Universitas Indonesia. Pembimbing saya adalah Yeni Rustina, SKp., M.App.Sc, PhD., dari Faklutas Keperawatan Universitas Indonesia. Penelitian ini melibatkan anak yang berusia 1sampai 6 tahun, yang masuk ke ruang unit gawat darurat dan akan dilakukan tindakan invasif pengambilan darah. Keputusan diwakilkan kepada orang tua/wali anak untuk ikut ataupun tidak dalam penelitian ini. Dan apabila orang tua/wali memutuskan berpartisipasi, orang tua/wali bebas untuk mengundurkan diri dari penelitian kapanpun. Sekitar 68 anak akan terlibat dalam penelitian ini dari satu rumah sakit yang berada di Cirebon, Indonesia. Penelitian ini akan dilakukan di RSUD Gunung Jati RSUD. Arjawinangun Cirebon. Kuesioner yang akan saya berikan terdiri dari dua bagian. Bagian pertama berisi tentang demografi seperti usia, jenis kelamin, tanda vital, pengalaman diambil darah sebelumnya, pengalaman nyeri sebeumnya, dan saat penambilan darah pasien didampingi atau tidak. Bagian kedua berisi penilaian skor nyeri dengan menggunakan skala nyeri Children’s Hospital of Eastern Ontario Pain Scale (CHEOPS). Pengisian kuesioner data demografi dan penilaian skor nyeri dilakukan oleh peneliti dan asisten peneliti. Saya akan menjaga kerahasiaan anak anda dan keterlibatan anak anda dalam penelitian ini. Nama anak anda tidak akan dicatat dimanapun. Semua kuesioner yang telah terisi hanya diberi nomor kode yang tidak bisa digunakan untuk mengidentifikasi identitas anak anda. Apabila hasil penelitian ini diplubikasikan, tidak ada satu identifikasi yang berkaitan dengan anda akan di tampilkan dalam publikasi tersebut. Siapa pun yang bertanya tentang keterlibatan anda dan apa Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 Lampiran 2 yang anda jawab dalam penelitian ini, anda berhak untuk tidak menjawabnya. Namun, jika diperlukan catatan penelitian ini dapat dijadikan barang bukti apabila pengadilan memintanya. Keterlibatan anda dalam penelitian ini, sejauh saya ketahui, tidak menyebabkan risiko yang lebih besar dari pada risiko yang biasa anda hadapi sehari-hari. Walaupun keterlibatan dalam penelitian ini tidak memberikan keuntungan langsung pada anda, manun hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat untuk mengetahui lebih jauh tentang pengaruh pemberian madu terhadap penurunan skor nyeri pada anak dengan tindakan invasif pengambilan darah intra vena di ruang unit gawat darurat. Apabila setelah terlibat penelitian ini anda masih memiliki petanyaan, anda dapat menghubuni saya di nomer telepon 0816646216. Setelah membaca informasi di atas dan memahami tentang tujuan penelitian dan peranyang diharapkan dari saya di dalam penelitian ini, saya setuju untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. ……………………2012 _________________ Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 Lampiran 3 LEMBAR PERSETUJUAN BERSEDIA MENJADI RESPONDEN PENELITIAN Saya, yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : ___________________________________________ Umur : ___________________________________________ Bapak/Ibu/Wali Anak : ___________________________________________ Menyatakan bahwa : 1. Telah mendapatkan penjelasan tentang penelitian “Pengaruh Pemberian Madu Terhadap Penurunan Skor Nyeri Akibat Tindakan Invasif Pengambilan Darah Intra Vena Pada Anak di Ruang UGD RSUD Kota Cirebon”. 2. Telah diberikan kesempatan untuk bertanya dan mendapatkan jawaban yang tepat dan sesuai dari peneliti. 3. Memahami prosedur penelitian yang akan dilakukan, tujuan, manfaat, dan kemungkinan efek samping yang terjadi dari penelitian yang dilakukan. Dengan pertimbangan di atas, dengan ini saya sebagai Bapak/Ibu/Wali dari anak saya mengijinkan/tidak mengijinkan anak saya berpartisipasi menjadi responden dalam penelitian ini. Demikian surat pernyataan ini saya buat agar dapat dipergunakan sebaik-baiknya. Cirebon,…………………2012 Yang Membuat Pernyataan, (___________________) Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 Lampiran 4 KUESIONER DATA DEMOGRAFI Judul penelitian : Pengaruh Pemberian Madu Terhadap Penurunan Tingkat Nyeri Akibat Tindakan Invasif Pengambilan Darah Intra Vena Pada Anak di Ruang UGD RSUD Kota Cirebon Kelompok : 0 Inisial : _______________________ No. kuesioner : _______________________ Hari/tanggal : _______________________ Jenis Kelamin : Laki-laki / Perempuan Tanggal lahir : _____/_______/______ Umur : _____________Bulan 1 Tanda-tanda vital : Nadi = _____________x/menit Petujuk : Berilah tanda cek list (√) sesuai jawaban yang diberikan. 1. Apakah pasien pernah mengalami pengambilan darah sebelumnya ? Pernah Tidak Pernah 2. Saat pengambilan darah pasien di damping oleh keluarga ? Ya Tidak Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 Lampiran 5 INSTRUMEN SKALA NYERI Children’s Hospital of Eastern Ontario Pain Scale (CHEOPS) Kelompok : Treatment Inisial : ________ Kontrol No. kuesioner : ___ Item Tangisan Perilaku Tidak menangis Merintih Menangis Menjerit/teriak Ekspresi wajah Biasa Merengut 1 2 Tersenyum 0 Tidak ada Anak mengeluh 1 1 Keluhan nyeri Kedua keluhan 2 2 Ungkapan positif 0 Netral Gelisah Tegang Gemetar 1 2 2 2 Tegak lurus Menahan Tidak menyentuh Berusaha menggapai 2 2 1 2 Menyentuh Merebut Direstrain Netral Menendang2 Ditarik 2 2 2 1 2 2 Berdiri Direstrain 2 2 Ekspresi verbal Posisi badan Sentuhan Posisi kaki Point 1 2 2 3 Hari/tanggal : ___________ Definisi/pengertian/interpretasi Anak tidak menangis Anak merintih/menangis lirih Anak menangis tapi tidak keras Anak menangis dengan kuat, dapat disertai keluhan/tidak Ekpresi wajah netral Terdapat ekspresi wajah menunjukkan negatif/tidak nyaman Terdapat ekspresi wajah menunjukkan positif/ nyaman Anak tidak berbicara Anak mengeluh tapi tidak berkaitan dengan nyeri, contoh “mana ibu saya” atau “saya haus” Anak mengeluhkan nyeri Anak mengeuh nyeri yang lain, contoh “saya sakit saya ingin melihat ibu saya” Anak memberikan statment positif atau membicarakan hal2 lain yang bukan berupa keluhan Badan dalam posisi rileks/isitrahat Posis tubuh bergerakgerak (gelisah) Badan tertekuk/melingkar atau kaku Badan tampak tidak nyaman atau memberontak Badan dalam posisi tegak Badan direstrain Anak tidak menyentuh/memegang luka Anak memberi reaksi tetapi tidak menyentuh luka Anak mencoba memegangi luka Anak menyentuh area yang nyeri Tangan anak direstrain Kaki dalam posisi rileks, atau bergerak Gerak tapi masih rileks Gerakan2 yang menunjukkan kegelisahan, menendang Berdiri, kaki tertekuk dan tegang Kaki anak direstrain JUMLAH SKOR Sumber : McGrath, P.J., Jhonson, G., Goodman, J.T., et al. CHEOPS: A behavioral scale for rating postoperative pain in children. In Fields, H.L., et al. (editor) Advances in Pain Research and Therapy, (vol 9). New York, Reven Press. Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 Skor Lampiran 6 PROTOKOL PEMBERIAN MADU BAGI PERAWAT 1. Persiapan Alat a. Sendok makan b. Spuit 5 ml c. Cairan madu d. Alas perlak atau handuk pengalas e. Kertas tissue f. Air minum (jika tersedia) 2. Prosedur Pelaksanaan a. Siapkan alat-alat yang dibutuhkan pada tempat yang telah ditentukan. b. Lakukan mengukuran tanda vital pada anak. c. Jelaskan pada anak, orang tua/wali akan di beri madu sebelum pengambilan darah. d. Letakkan alas di dada atau dipangkuan anak. e. Berikan madu per-oral pada anak dengan menggunakan sendok atau spuit (usia anak 1-3 tahun sebanyak 3 ml dan usia >3-6 tahun sebanyak 5 ml) f. Anjurkan anak untuk menghabiskan madu yang diberikan. g. Beri minum jika anak menginginkan. h. Lap bersih mulut anak i. Rapikan peralatan j. Dokumentasikan tindakan (waktu pelaksanaan, paraf perawat, respon pasien). Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 Lampiran 7 JADUAL PELAKSANAAN PENELITIAN No Kegiatan 1 Penyusunan proposal Ujian proposal Pengumpulan data Analisis dan penafsiran data Ujian hasil penelitian Penulisan dan draf publikasi Siding tesis Penulisan tesis Perbaikan tesis Jilid hard cover Pengumpulan tesis 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 September 1 2 3 4 Oktober 1 2 3 4 Bulan November Minggu 1 2 3 4 Desember 1 2 3 Januari 4 1 2 Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013 3 4 Lampiran 8 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama : Ayu Yuliani Sekriptini Tempat Tanggal Lahir : Ciamis, 25 Juli 1971 Agama : Islam Almat Rumah : Jalan Sultan Ageng Tirtayasa, Perumahan Kedung Jaya Indah Blok C No. 6 Kabupaten Cirebon Institusi : Poltekkes Tasikmalaya, Program Studi Keperawatan Cirebon Alamat Instansi : Jalan Pemuda no 32 Kota Cirebon 1. Riwayat Pendidikan No 1 2 3 4 5 Pendidikan SD Negri Banjar I Kota Banjar SMP Negri I Kota Banjar SMA PGRI Kota Banjar Akademi Keperawatan Depkes Bandung S1 Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia Jurusan Keperawatan Tahun Lulus 1983 1986 1989 1992 Keperawatan 2003 Jabatan Perawat Pelaksana Tahun 1992-1998 Guru Dosen 1998-2001 2001-Sekarang 2. Riwayat Pekerjaan No Tempat Kerja 1 Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung 2 SPK Depkes Cirebon 3 Politehnik Kesehatan Tasikmalaya Program Studi Keperawatan Cirebon Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Ayu Yuliani Sekriptini, FIK UI, 2013