(ITS) DALAM STUDI FILOGENETIK Zingiber

advertisement
ANALISIS BIOMOLEKULER GEN INTERNAL
TRANSCRIBED SPACER (ITS) DALAM STUDI FILOGENETIK
Zingiber loerzingii Valeton (ZINGIBERACEAE)
CINTHYA LESTARI HERTIANTI DEWI
DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
ABSTRAK
CINTHYA LESTARI HERTIANTI DEWI. Analisis Biomolekuler Gen Internal
Transcribed Spacer (ITS) dalam Studi Filogenetik Zingiber loerzingii Valeton
(Zingiberaceae). Dibimbing oleh I MADE ARTIKA dan MARLINA ARDIYANI.
Zingiberaceae terdiri atas 50 genus dan 1400 spesies yang tersebar di
seluruh dunia khususnya pada daerah tropik dan subtropik. Pusat
keanekaragamannya berada di Asia Selatan dan Asia Tenggara. Zingiber
loerzingii hanya ditemukan di Sumatera. Tidak seperti spesies lainnya, pengkajian
Zingiber loerzingii belum banyak dilakukan sehingga informasi yang ada masih
terbatas sedangkan kejelasan identitas dari suatu tumbuhan bersifat sangat penting
untuk digunakan dalam pemanfaatannya. Penelitian ini bertujuan mengkaji
hubungan kekerabatan Zingiber loerzingii dengan spesies dari famili
Zingiberaceae lain khususnya Zingiber berdasarkan gen Internal Transcribed
Spacer (ITS). DNA sampel diisolasi menggunakan metode modifikasi Doyle &
Doyle (1987) yang berbasis setiltrimetilamonium bromida. Amplifikasi daerah
ITS menghasilkan amplikon ± 700 bp. Sequencing menghasilkan sekuen ITS
Zingiber loerzingii berukuran 813 bp yang memperlihatkan daerah dengan laju
evolusi tinggi. Rekonstruksi pohon filogenetik dilakukan menggunakan program
Phylogenetic Analysis Using Parsimony dengan hasil yang menunjukkan bahwa
genus Zingiber membentuk suatu kelompok dengan nilai bootstrap sebesar 61.9%
yang terdiri atas dua buah kelompok yaitu kelompok I dengan nilai bootstrap 62%
dan kelompok II dengan bootstrap 70.8%. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa genus Zingiber kemungkinan besar merupakan genus yang monofiletik.
Zingiber loerzingii bersarang dalam kelompok I dengan sister taxa yaitu Zingiber
rubens, Zingiber orbiculatum dan Zingiber fragile.
Kata kunci: Filogenetik molekuler, Zingiber loerzingii, ITS, bootstrap.
ABSTRACT
CINTHYA LESTARI HERTIANTI DEWI. Biomolecular Analysis of Internal
Transcribed Spacer (ITS) Gene in Phylogenetic Study of Zingiber loerzingii
Valeton (Zingiberaceae). Under the direction of I MADE ARTIKA and
MARLINA ARDIYANI.
Zingiberaceae consists of 50 genera and 1400 species distributed in tropical
and subtropical areas. The center of the diversity of Zingiberaceae is South Asia
and Southeast Asia. Zingiber loerzingii is only found in Sumatera. Unlike other
species, this species has not been well studied so the information is still limited,
whereas the clarity of plant identity is very crucial. The present study was aimed
to determine phylogenetic relationship of Zingiber loerzingii and its relative based
on the Internal Transcribed Spacer (ITS) gene. DNA sample was isolated using
cetyltrimethylammonium bromide based method of Doyle & Doyle modification.
Amplification of ITS region resulted in ± 700 bp amplicon. Sequencing of ITS
region of Zingiber loerzingii produced 813 bp DNA sequences that has high rate
of evolution. Recontruction of phylogenetic tree was analysed using the
Phylogenetic Analysis Using Parsimony program. The results of phylogenetic
analysis showed that the genus of Zingiber formed a clade with bootstrap value of
61.9%. The clade consisted of two clades, clade I with bootstrap 62% and clade II
with bootstrap 70.8%. Therefore, we conclude that the genus Zingiber is possibly
monophyletic. Zingiber loerzingii is nested in clade I with the nearest or sister
taxa: Zingiber rubens, Zingiber orbiculatum dan Zingiber fragile.
Key words: Molecular phylogenetic, Zingiber loerzingii, ITS, bootstrap.
ANALISIS BIOMOLEKULER GEN INTERNAL
TRANSCRIBED SPACER (ITS) DALAM STUDI FILOGENETIK
Zingiber loerzingii Valeton (ZINGIBERACEAE)
CINTHYA LESTARI HERTIANTI DEWI
Skripsi
sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Biokimia
DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
Judul Skripsi : Analisis Biomolekuler Gen Internal Transcribed Spacer (ITS)
dalam Studi Filogenetik Zingiber loerzingii Valeton
(Zingiberaceae)
Nama
: Cinthya Lestari Hertianti Dewi
NRP
: G84080049
Disetujui
Komisi pembimbing
Dr. Ir. I. Made Artika, M.App.Sc.
Ketua
Dr. Marlina Ardiyani, M.Sc
Anggota
Diketahui
Dr. Ir. I. Made Artika, M. App. Sc.
Ketua Departemen Biokimia
Tanggal Lulus :
PRAKATA
Syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT atas segala limpahan kekuatan
dan hidayah-Nya sehingga penelitian dan karya ilmiah yang berjudul “Analisis
Biomolekuler Gen Internal Transcribed Spacer (ITS) dalam Studi Filogenetik
Zingiber loerzingii Valeton (Zingiberaceae)” telah penulis selesaikan. Shalawat
dan salam semoga tercurahkan kepada Rasulullah SAW yang menjadi
kebanggaan dan teladan umat Islam sampai akhir zaman. Penelitian yang
dilakukan semenjak bulan Januari 2012 di Laboratorium Sistematika Molekuler
Tumbuhan, Pusat Penelitian Biologi, LIPI, Bogor ini diharapkan dapat
memberikan informasi ilmiah mengenai identitas Zingiber loerzingii yang selama
ini masih belum jelas.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian penelitian ini baik secara langsung maupun tidak
langsung. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada bapak Dr. Ir. I. Made
Artika, M.App.Sc. dan ibu Dr. Marlina Ardiyani, M.Sc selaku pembimbing yang
telah memberikan bimbingan, dukungan, kritik dan saran yang begitu berharga
bagi penulis. Penghargaan terbesar penulis haturkan kepada kedua orang tua
tercinta, teteh dan aa terkasih, Aldrich, Agus Setio, dan seluruh keluarga atas
curahan kasih sayang, doa, perhatian, dan dukungan yang tak henti-hentinya
diberikan kepada penulis. Semoga Allah SWT senantiasa membalas kebaikan
mereka. Ungkapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada ibu Kepala
Bidang Botani, Puslit Biologi, LIPI, Dr. Joeni S Rahajoe, yang telah memberikan
izin untuk bekerja bersama Dr. Marlina Ardiyani, kepada ibu Yunita Nuresthi, ibu
Susila, dan teh Yesi di Laboratorium Sistematika Molekuler Tumbuhan, Pusat
Penelitian Biologi, LIPI atas peran dan kerjasamanya.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada rekan-rekan selama
penelitian Yudith dan Aina atas bantuan dan motivasi yang diberikan. Tak lupa
pula penulis ucapkan terima kasih kepada sahabat seperjuangan Biokimia 45,
Arena, Putri, Sari, Azizah, Riris, Tati, Bambang, Gilang, David, Reza, dan
sahabat-sahabat yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas segala bantuan,
motivasi, dan saran yang diberikan. Penulis berharap penelitian ini bermanfaat
baik bagi penulis maupun bagi masyarakat pada umumnya serta semua pihak
yang membutuhkan.
.
Bogor, Juli 2012
Cinthya Lestari Hertianti Dewi
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 7 Agustus 1990 dari ayah
bernama Tatang Hendarsah dan ibu bernama Mei Kuspitaningsih. Penulis adalah
anak kedua dari dua bersaudara. Pendidikan penulis dimulai dari TK Putra
Bahagia Bandung, SD Muara Beres Cibinong-Bogor, kemudian melanjutkan ke
SLTP Negeri 2 Cibinong. Tahun 2008 penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah
Menengah Pertama di SMA Negeri 3 Bogor dan pada tahun yang sama lolos
seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis
memilih program studi mayor Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam.
Selama mengikuti perkuliahan penulis pernah menjadi asisten praktikum
mata kuliah Biokimia Umum untuk mahasiswa Biologi tahun ajaran 2011/2012.
Penulis aktif dalam beberapa kegiatan organisasi kemahasiswaan di IPB,
diantaranya menjadi anggota UKM Gentra Kaheman pada tahun 2008/2009,
menjadi sekretaris divisi
CIC (Communication and Information Center)
Himpunan Mahasiswa Biokimia Community Research and Education of
Biochemistry (CREBs) pada tahun 2010/2011, dan aktif dalam berbagai
kepanitiaan seperti panitia TPB Cup 2009, Pesta Sains Nasional 2009, Masa
perkenalan Kampus Mahasiswa Biokimia tahun 2010, Biokimia Expo 2010, IPB
Art Contest 2010, Seminar Nasional Sains IV tahun 2011, dan kepanitiaan
lainnya. Tahun 2011 penulis melakukan kegiatan Praktik Lapangan di Lembaga
Ilmu Penelitian Indonesia (LIPI), Jalan Raya Jakarta Bogor km 46 Kecamatan
Cibinong Kabupaten Bogor dengan judul Isolasi DNA Tacca leontopetaloides
(L.) Kuntze dengan Metode Doyle & Doyle dan Kajian Keragamannya dengan
Teknik PCR ISSR. Penulis juga pernah mendapatkan hibah dana pengembangan
wirausaha dari DPKHA-IPB dalam Program Mahasiswa Wirausaha pada tahun
2011. Dalam bidang karya ilmiah, penulis pernah mendapatkan hibah dana
bersaing Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) dalam Pekan Kreativitas
Mahasiswa (PKM) untuk kategori Bidang Penelitian pada tahun 2011.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ ix
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... x
PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................
Penerapan Bioinformatika dalam Studi Filogenetik ...................................
Zingiber loerzingii .....................................................................................
Internal Transcribed Spacer (ITS) rDNA ..................................................
Teknik Isolasi DNA Tumbuhan .................................................................
Polymerase Chain Reaction (PCR)............................................................
Sequencimg DNA ......................................................................................
Elektroforesis Fragmen DNA ....................................................................
1
1
2
3
4
5
6
6
BAHAN DAN METODE ................................................................................. 6
Bahan dan Alat .......................................................................................... 6
Metode ...................................................................................................... 7
HASIL DAN PEMBAHASAN .........................................................................
Hasil Determinasi Zingiber loerzingii ........................................................
DNA Zingiber loerzingii Hasil Isolasi .......................................................
Hasil Amplifikasi DNA Zingiber loerzingii ...............................................
Sekuen DNA Zingiber loerzingii ...............................................................
Analisis Filogenetik Berdasarkan Gen ITS ................................................
8
8
10
11
12
13
SIMPULAN DAN SARAN .............................................................................. 17
Simpulan ................................................................................................... 17
Saran ......................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 17
LAMPIRAN ..................................................................................................... 20
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Tumbuhan Zingiber loerzingii (Dokumentasi Marlina Ardiyani 2010) ........
2
2 Unit transkripsi ITS (Osterbauer & Rehms 2002) .....................................
3
3 Tahapan-tahapan dalam PCR (Jorde 2000) ................................................
5
4 Struktur tumbuhan Zingiber loerzingii: perawakan zingiber loerzingii (A);
Spesimen tipe Herbarium Kebun Raya Bogor (B); Bentuk perbungaan
Zingiber loerzingii (C); Spesimen perbungaan Zingiber loerzingii (D) ........
9
5 Bunga: Sketsa bunga Zingiber loerzingii (A); Bunga Zingiber loerzingii
(B) (a. Daun pelindung; b. Anak daun pelindung; c. Bibir bunga; d. Daun
bunga dorsal; e. Daun bunga lateral; f. Kepala sari) .................................. 10
6 DNA Zingiber loerzingii (ZL2) hasil isolasi metode modifikasi Doyle &
Doyle ......................................................................................................... 11
7 Profil pita DNA Zingiber loerzingii (ZL2) hasil amplifikasi PCR ITS ......... 12
8 Elektroferogram hasil sequencing DNA Zingiber loerzingii; (a) Sekuen
forward; (b) Sekuen reverse. (Merah) basa T, (hitam) basa G, (hijau) basa
A, (biru) basa C .......................................................................................... 13
9 Penyatuan sekuen forward dan sekuen reverse Zingiber loerzingii
menggunakan program ChromasPro. (Merah) basa T, (hitam) basa G,
(hijau) basa A, (biru) basa C ....................................................................... 14
10 Hasil penyejajaran sekuen ITS sampel Zingiber loerzingii dan sampel lain
dari data GenBank. (Merah) basa T, (ungu) basa G, (hijau) basa A, (biru)
basa C ........................................................................................................ 15
11 Pohon filogenetik Zingiber loerzingii dengan kerabatnya berdasarkan
sekuen daerah ITS ....................................................................................... 16
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Diagram alir kegiatan secara umum ............................................................ 21
2 Tahap isolasi DNA (modifikasi Doyle & Doyle 1987) ................................ 22
3 Tahap purifikasi, sequencing DNA, dan dan analisis filogenetik ................. 23
4 Sekuen DNA ITS Zingiberaceae dari GenBank .......................................... 24
5 Hasil penyatuan sekuen ITS sampel Zingiber loerzingii. (Merah) basa T,
(hitam) basa G, (hijau) basa A, (biru) basa C ............................................. 25
6 Hasil penyejajaran sekuen ITS sampel Zingiber loerzingii dan spesies
Zingiberaceae lain. (Merah) basa T, (ungu) basa G, (hijau) basa A, (biru)
basa C ........................................................................................................ 27
PENDAHULUAN
Zingiberaceae merupakan salah satu famili
dalam tumbuhan berbunga yang beberapa
diantaranya termasuk ke dalam tanaman obat
aromatik. Famili Zingiberaceae adalah bagian
dari ordo Zingiberales, kelas Liliopsida, divisi
Magnoliophyta. Tanaman ini memiliki
pertumbuhan secara horizontal. Famili
Zingiberaceae terdiri atas 50 genus dan 1400
spesies yang tersebar hampir di seluruh dunia
khususnya di sepanjang daerah tropik dan
subtropik, meliputi tropikal Afrika, Asia, dan
Amerika. Pusat keanekaragamannya berada di
Asia bagian selatan dan Asia Tenggara
(Takano & Okada 2003).
Beberapa
tumbuhan
dari
famili
Zingiberaceae sudah banyak dimanfaatkan
sebagai tanaman budidaya yang digunakan
untuk obat alami, bumbu masak, maupun
sebagai pestisida alami. Seiring dengan
berkembangnya ilmu pengetahuan dan
teknologi,
kajian
mengenai
famili
Zingiberaceae ini pun semakin meningkat,
namun masih terbatas pada bidang kajian dan
spesies tertentu, seperti pada Zingiber
officinale (jahe), Curcuma zanthorrhiza (temu
lawak), Zingiber littorale (Lempuyang pahit),
dan Kaempferia galanga (kencur) yang
didasarkan pada karakter morfologi, polen,
kandungan kimia, dan yang saat ini sedang
dikembangkan adalah berdasarkan pada
karakter molekuler.
Zingiber merupakan salah satu genus dari
Zingiberaceae. Salah satu spesies Zingiber
yang terdapat di Indonesia yaitu Zingiber
loerzingii. Zingiber loerzingii merupakan
tumbuhan herba yang memiliki bentuk daun
yang panjang dan meruncing. Memiliki satu
atau lebih perbungaan (inflorescence) pada
setiap tanamannya. Zingiber spesies ini di
Indonesia ditemukan di daerah Sumatera.
Tidak seperti spesies lainnya, pengkajian
Zingiber loerzingii belum banyak dilakukan
sehingga informasi yang ada masih terbatas
sedangkan kejelasan identitas dari suatu
tumbuhan bersifat sangat penting untuk
digunakan dalam pemanfaatannya, misalnya
untuk penelitian. Suatu penelitian tidak dapat
diulang atau diuji kebenarannya jika identitas
dari objek yang diteliti meragukan.
Filogenetik
digambarkan
sebagai
klasifikasi secara taksonomi dari organisme
berdasarkan pada sejarah evolusinya (Mount
2001). Studi filogenetik merupakan metode
yang sering digunakan dalam sistematika
untuk memahami keanekaragaman makhluk
hidup melalui rekonstruksi hubungan
kekerabatan. Studi filogenetik dengan data
morfologi memiliki kekurangan yaitu sangat
mudah dipengaruhi oleh faktor lingkungan
dan rentan terhadap subjektifitas peneliti.
Seiring
dengan
berkembangnya
bioinformatika, studi filogenetik dapat
dilakukan
menggunakan
analisis
biomolekuler. Data molekuler memiliki
beberapa keunggulan, yaitu menyediakan
karakter dalam jumlah besar sehingga
cenderung banyak digunakan karena lebih
akurat.
Analisis biomolekuler yang dilakukan
dalam studi filogenetik Zingiber loerzingii
menggunakan marka molekuler Internal
Transcribed Spacer (ITS). Menurut Odorico
dan Miller (1997) bagian ini telah
dimanfaatkan untuk menentukan sistematika
molekuler pada tingkat spesies. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengkaji
hubungan kekerabatan tumbuhan Zingiber
loerzingii dengan spesies dari famili
Zingiberaceae khususnya spesies Zingiber lain
menggunakan
pendekatan
molekuler.
Hipotesis pada penelitian ini yaitu analisis
biomolekuler gen ITS dapat dilakukan dalam
mengkaji filogenetik Zingiber loerzingii.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan
informasi ilmiah mengenai identitas Zingiber
loerzingii yang selama ini masih belum jelas
dan dapat memberikan informasi mengenai
kekerabatan Zingiber loerzingii dengan
spesies lainnya berdasarkan data molekuler
sehingga dapat dimanfaatkan untuk studi
selanjutnya.
TINJAUAN PUSTAKA
Penerapan Bioinformatika dalam Studi
Filogenetik
Bioinformatika adalah suatu cabang ilmu
pengetahuan baru yang memanfaatkan
kemajuan teknologi informasi dan metode
statistik untuk mengolah dan menganalisis
sejumlah besar data biologi molekuler seperti
sekuen DNA, RNA, dan protein; struktur
protein; profil ekspresi gen; dan interaksi
protein (Yi-Phing 2005). Desakan kebutuhan
untuk mengumpulkan, menyimpan, dan
menganalisis data-data biologi dari data DNA,
RNA, maupun protein memacu kemajuan
bioinformatika. Kemajuan bioinformatika ini
telah
berperan
dalam
mempercepat
perkembangan cabang ilmu lain, salah satunya
adalah dalam perkembangan ilmu sistematika
makhluk
hidup.
Secara
fundamental,
sistematika bertujuan untuk memahami dan
2
mendeskripsikan
keanekaragaman
suatu
organisme serta merekonstruksi hubungan
kekerabatan dengan organisme lainnya
(Gravendeel
1998).
Sistematika
yang
cakupannya lebih luas meliputi taksonomi,
studi evolusi, dan filogenetik (Stuessy 1989).
Analisis sistematika dilakukan melalui
konstruksi sejarah evolusi dan hubungan
evolusi antara keturunan dengan nenek
moyangnya berdasarkan pada kemiripan
karakter sebagai dasar dari perbandingan.
Jenis analisis yang diketahui dengan baik
adalah analisis filogenetika atau disebut
kladistik yang berarti klade atau kelompok
keturunan dari satu nenek moyang yang sama
(Brinkman & Leipe 2001).
Filogenetik merupakan salah satu metode
yang paling sering digunakan dalam
sistematika untuk memahami keanekaragaman
makhluk hidup melalui rekonstruksi hubungan
kekerabatan
(phylogenetic
relationship).
Pohon filogenetik merupakan grafik yang
digunakan untuk menggambarkan hubungan
kekerabatan antartaksa yang terdiri atas
sejumlah nodus dan cabang dengan hanya satu
cabang yang menghubungkan dua nodus
paling berdekatan. Setiap nodus mewakili
unit-unit taksonomi dan setiap cabang
mewakili hubungan antar unit yang
menggambarkan hubungan keturunan dengan
leluhur. Pola percabangan yang terbentuk dari
suatu pohon filogenetik disebut topologi (Li &
Graur 1991).
Analisis filogenetik tidak terlepas dari
evolusi biologis. Evolusi adalah proses
bertahap,
suatu
organisme
yang
memungkinkan spesies sederhana menjadi
lebih komplek melalui akumulasi perubahan
dari beberapa generasi. Keturunan akan
mempunyai beberapa perbedaan dari nenek
moyangnya sebab sedang berubah dalam
sebuah evolusi (Estabrook 1984). Karakter
morfologi telah lama digunakan dalam banyak
penelitian filogenetik. Dalam pendekatan
filogenetik, sebuah kelompok organisme yang
anggotanya memiliki banyak kesamaan
karakter atau ciri dianggap memiliki
hubungan yang sangat dekat dan diperkirakan
diturunkan dari satu nenek moyang. Nenek
moyang dan semua keturunannya akan
membentuk sebuah kelompok monofiletik
(Hidayat & Pancoro 2008).
Filogenetik molekuler mengkombinasikan
teknik biologi molekuler dengan statistik
untuk merekonstruksi hubungan kekerabatan.
Pemikiran dasar penggunaan sekuen DNA
dalam studi filogenetik adalah bahwa terjadi
perubahan basa nukleotida menurut waktu,
sehingga akan dapat diperkirakan kecepatan
evolusi yang terjadi dan akan dapat
direkonstruksi hubungan evolusi antara satu
kelompok organisme dengan yang lainnya.
Sekuen DNA telah menarik perhatian para
praktisi taksonomi dunia untuk dijadikan
karakter dalam penelitian filogenetik karena
beberapa fakta, salah satunya yaitu sekuen
DNA menawarkan data yang akurat melalui
pengujian homologi yang lebih baik terhadap
karakter-karakter yang ada (Baldwin et al.
1995). Dengan pesatnya perkembangan
biologi molekuler, seperti polymerase chain
reaction (PCR) dan pengurutan basa
(sequencing) DNA, penggunaan sekuen DNA
dalam penelitian filogenetik telah meningkat
pesat dan telah dilakukan pada semua
tingkatan taksonomi.
Zingiber loerzingii
Zingiberaceae merupakan famili tumbuhan
berbunga yang beberapa diantaranya termasuk
ke dalam tanaman obat aromatik. Tanaman ini
memiliki pertumbuhan secara horizontal
dengan perbungaan yang khas untuk setiap
spesiesnya. Famili Zingiberaceae adalah
bagian dari ordo Zingiberales, kelas
Liliopsida, divisi Magnoliophyta. Dari ke
delapan famili yang termasuk ke dalam ordo
Zingiberales, famili Zingiberaceae merupakan
salah satu famili terbesar yang terdiri atas 50
genus dan 1400 spesies yang tersebar hampir
di seluruh dunia khususnya di sepanjang
daerah tropik dan subtropik, meliputi tropikal
Afrika,
Asia,
dan
Amerika.
Pusat
keanekaragamannya berada di selatan Asia
dan Asia Tenggara (Takano & Okada 2003).
Klasifikasi famili Zingiberaceae ini
diusulkan pertama kali pada tahun 1889 oleh
Petersen dan disempurnakan menjadi empat
subfamili dan empat puak yang didasarkan
pada data molekuler (Kress et al. 2002).
Gambar 1 Tumbuhan Zingiber loerzingii
(Dokumentasi Marlina Ardiyani
2010).
3
Penelitian menggunakan data molekuler
saat ini dilakukan untuk mengeksplorasi
hubungan
filogenetik
dalam
famili
Zingiberaceae (Searle & Hedderson 2000;
Wood et al. 2000). Penelitian lainnya juga
telah dilakukan dalam beberapa genus, yaitu
genus Hedychium oleh Wood et al. (2000),
genus Alpinia oleh Rangsiruji et al. (2000),
genus Roscoea oleh Ngamriabsakul et al.
(2000), dan genus Aframomum oleh Harris et
al. (2000). Penelitian-penelitian tersebut telah
berhasil dalam menjelaskan pola hubungan
evolusi untuk beberapa tingkat, namun secara
umum jumlah sampel yang dianalisis masih
terbatas.
Zingiber merupakan salah satu genus dari
famili
Zingiberaceae.
Nama
Zingiber
kemungkinan berasal dari bahasa Arab
“Zanjabil” yang dalam bahasa sansekerta
“Singabera” yang berarti berbentuk seperti
tanduk, mengacu pada morfologi rimpang dari
anggota genus Zingiber atau famili
Zingiberaceae sedangkan dalam bahasa
Yunani menjadi “Zingaber” dan dilatinkan
menjadi Zingiber. Kata Zingiber sebenarnya
mengacu pada jahe yang diperdagangkan,
dalam bahasa Melayu dikenal dengan nama
“Halia” dan nama ilmiahnya yaitu Zingiber
officinale (Larsen et al. 1999).
Genus Zingiber adalah genus yang cukup
besar dengan jumlah anggota mencapai 100
spesies
(Theilade
1996).
Pusat
keanekaragaman spesies dari genus tersebut
diperkirakan terdapat di Asia Tenggara.
Menurut Valeton (1918), keunikan yang
dimiliki genus Zingiber terdapat pada karakter
bunga. Letak perbungaan Zingiber muncul
langsung pada rimpang (rhizoma). Valeton
(1918) mengelompokkan genus Zingiber ke
dalam empat seksi, yaitu Lampuzia, Inflexa,
Cassumunar,
dan
Fusiforma.
Pengelompokkan tersebut dibuat berdasarkan
karakter khas pada perbungaan (tipe bulir) dan
bunga.
Zingiber loerzingii (Gambar 1) adalah
salah satu spesies yang berasal dari famili
Zingiberaceae. Zingiber loerzingii merupakan
tumbuhan herba yang memiliki bentuk daun
yang panjang dan meruncing. Memiliki
beberapa perbungaan pada setiap tanamannya.
Perbungaan Zingiber loerzingii sangat khas
dengan teksturnya yang berlendir. Zingiber
spesies ini, di Indonesia baru ditemukan di
daerah Sumatera. Tidak seperti spesies
lainnya yang relatif sudah banyak dikaji,
spesies ini belum banyak dikaji. Hal ini
dikarenakan oleh sangat minimnya informasi
dan kajian taksonomi pada spesies ini.
Internal Transcribed Spacer (ITS) rDNA
Deoxyribonucleic acid (DNA) adalah
penyimpan utama dari informasi genetik.
Informasi genetik ini disalin dan dipindahkan
ke molekul RNA, sekuen nukleotida yang
mengandung kode untuk sekuen asam amino
yang khas. Protein kemudian disintesis dalam
suatu proses translasi dari RNA. Pada
organisme tinggi seperti manusia, ternak dan
tumbuhan DNA biasanya terdapat di dalam
inti sel dan beberapa organ lain di dalam sel
seperti mitokondria dan kloroplas. Molekul
DNA adalah dua rangkaian nukleotida yang
tersusun secara linier dan saling berikatan
membentuk susunan berpilin (double helix).
Satu rangkaian nukleotida merupakan susunan
dari banyak nukleotida yang diikat satu sama
lain oleh ikatan fosfodiester sedangkan kedua
rangkaian nukleotida tersebut direkatkan oleh
ikatan hidrogen. Setiap nukleotida disusun
oleh tiga komponen, yaitu molekul gula
pentosa, gugus fosfat, dan basa nitrogen
(Nicholas 1993).
Salah satu studi filogenetik dengan
pendekatan molekuler adalah menggunakan
karakter DNA dari organisme target. Karakter
DNA diketahui lebih konsisten dalam
membangun
hubungan
filogenetik
dibandingkan dengan karakter morfologi.
Salah satu karakter molekuler yang dapat
digunakan adalah genom nuklear. Genom
nuklear atau inti yang sering digunakan untuk
menyimpulkan suatu filogenetik adalah DNA
ribosomal yang disebut rDNA. rDNA adalah
daerah genom inti pengkode RNA ribosomal.
Gambar 2 Unit transkripsi ITS (Osterbauer & Rehms 2002).
4
Daerah DNA pengkode yang sangat
terkonservasi (18S, 28S rDNA) merupakan
daerah evolusi utama yang sering digunakan
sebagai pembanding tingkat spesies dan genus
terkait. Setiap unit rDNA dalam satu
rangkaian kromosom memiliki daerah
pengkode yaitu 18S, 5.8S, dan 28S yang
mengapit ITS1 dan ITS2 (Soltis & Soltis
1998). Gen 18S rDNA, berikut dua daerah
ITS dan gen 5.8S rDNA memiliki panjang
total 2600 bp, terpisah dari gen 28S rDNA
yang memiliki panjang 3300 bp (McCullough
et al. 1998).
Marka molekuler yang dapat digunakan
untuk studi taksonomi dan filogenetik pada
tingkat spesies untuk Zingiber salah satunya
adalah marka molekul ITS (Kress et al. 2002).
Menurut Soltis & Soltis (1998) ITS pada
daerah 18S-28S rDNA nuklear menjadi fokus
utama untuk digunakan pada rekonstruksi
filogenetik. Hal ini dikarenakan daerah ITS
memiliki tingkat variasi yang tinggi
dibandingkan dengan daerah lainnya pada
rDNA subunit kecil dan subunit besar.
Baldwin et al. (1995) menambahkan, daerah
ITS berukuran kecil yaitu kurang lebih 700
pasang basa dan memiliki salinan yang
banyak di dalam genom inti. Karakter ini
menyebabkan daerah ITS mudah diisolasi,
diamplifikasi, dan dianalisis.
Unit rDNA dapat dilihat pada Gambar 2.
Pada bagian antara daerah 18S dan daerah
5.8S terdapat beberapa ratus pasang basa
DNA yang disebut ITS1 dan di antara daerah
5.8S dengan 28S terdapat daerah ITS2.
Daerah
ITS
mempunyai
kelebihan
dibandingkan dengan daerah molekuler target
lain, diantaranya yaitu memiliki tingkat
sensitivitas tinggi karena mempunyai sekitar
100 ulangan dalam genom. Daerah ITS juga
memiliki laju evolusi yang tinggi dan terdapat
pada semua gen rDNA eukaryot (Jorgensen et
al. 1987).
Teknik Isolasi DNA Tumbuhan
Setiap individu memiliki pola DNA yang
berbeda sehingga DNA dapat digunakan
dalam
identifikasi
suatu
organisme.
Pengisolasian DNA dari masing-masing
organisme memiliki perbedaan. Untuk
tumbuhan, DNA dapat diisolasi melalui daun,
batang, buah, dan bagian tanaman lainnya.
Secara umum isolasi DNA memiliki beberapa
tahapan, yaitu isolasi sel, lisis dinding dan
membran sel, ekstraksi dalam larutan,
purifikasi, dan presipitasi. Prinsip dasar isolasi
DNA dari jaringan adalah dengan memecah
dan mengekstraksi jaringan tersebut sehingga
akan terbentuk ekstrak sel yang terdiri atas sel
jaringan, DNA, dan RNA yang kemudian
dilakukan purifikasi agar didapatkan ekstrak
DNA murni (Faatih 2009).
Berbagai teknik atau metode dapat
dilakukan untuk mengisolasi DNA tergantung
dari jenis tumbuhan, organ tumbuhan, atau
jaringan tumbuhan yang digunakan. Untuk
setiap sumber DNA tentunya memiliki cara
tertentu dalam pengisolasian DNA. Tetapi
pada dasarnya ada tiga faktor penentu dalam
ekstraksi dan purifikasi DNA secara optimal
yaitu penghomogenan jaringan tumbuhan,
komposisi penambahan larutan bufer pada
saat penggerusan daun atau jaringan
tumbuhan sampel, dan penghilangan enzim
penghambat polisakarida khususnya untuk
tumbuhan tahunan. Pada umumnya, teknik
isolasi DNA pada tumbuhan tahunan
memerlukan berbagai modifikasi dari teknik
standar umumnya, seperti penambahan
antioksidan polivinilpolipirolidon (PVPP) dan
merkaptoetanol, ataupun penggunaan nitrogen
cair untuk membantu menghancurkan jaringan
serta penyimpanan lebih lama (over night)
sebelum dilakukan purifikasi (Syafaruddin &
Santoso 2011).
Terdapat beberapa metode yang dapat
digunakan untuk mengisolasi DNA tumbuhan,
diantaranya yaitu metode Zheng et al. (1995)
yang menggunakan bufer pengekstrak SDS;
metode Wang et al. (1993) yang hanya
menggunakan larutan NaOH 0.5M untuk
tahap lisis sehingga metode tersebut hanya
dapat digunakan untuk tanaman tertentu
seperti jagung (Zea mays), tembakau
(Nicotiana tabacum), gula bit (Beta vulgaris),
kanola (Brassica napus), dan
kentang
(Solanum tuberosum); metode Doyle & Doyle
(1987) yang berbasis setiltrimetilamonium
bromida (CTAB); metode Porebski et al.
(1997) yang tepat digunakan untuk tumbuhan
dengan polisakarida yang tinggi; serta masih
banyak lagi metode lainnya. Namun tidak
semua metode isolasi tersebut cocok untuk
semua jenis tumbuhan.
DNA yang diisolasi dari tumbuhan sering
terkontaminasi
oleh
polisakarida
dan
metabolit sekunder seperti tanin, pigmen
alkaloid,
dan
flavonoid.
Keberadaan
polisakarida dan senyawa metabolit sekunder
dalam sel tumbuhan sering menyulitkan dalam
isolasi asam nukleat. Senyawa kontaminan
tersebut dapat menghambat aktivitas enzim.
Adanya polisakarida dalam tanaman ditandai
dengan kekentalan pada hasil isolasi DNA
yang menyebabkan kesulitan dalam pekerjaan
pemipetan DNA sehingga mengakibatkan
5
pita-pita DNA yang terbentuk pada
elektrogram tidak dapat terlihat dengan jelas
(smear). Selain itu, keberadaan polisakarida
juga akan menghambat aktivitas Taq DNA
polimerase pada amplifikasi DNA (Fang &
Rosee 1997). Oleh karena itu, diperlukan
suatu teknik isolasi DNA tumbuhan yang
tepat sehingga diperoleh kualitas DNA yang
baik bagi amplifikasi DNA.
Polymerase Chain Reaction (PCR)
Polymerase Chain Reaction (PCR) atau
reaksi berantai polimerase adalah suatu
metode enzimatis untuk memperbanyak
secara komponensial suatu sekuen nukleotida
tertentu secara in vitro. Reaksi polimerasi
DNA pertama kali dikembangkan pada tahun
1985 oleh Kary Mullis seorang peneliti dari
CETUS Corporation (Saiki et al. 1985). PCR
dapat
melipatgandakan,
memperbanyak
molekul DNA, memisahkan molekul DNA,
dan memisahkan gen-gen (Yuwono 2006).
Teknik PCR merupakan kunci dalam
genetik molekuler yang hanya menggunakan
sedikit potongan kecil dari DNA (atau RNA)
untuk analisis, sehingga memiliki efisiensi
yang sangat tinggi dalam menggandakan
potongan atau sekuen DNA tertentu dalam
jumlah besar (amplifikasi). Keuntungan dari
teknik PCR adalah teknik ini lebih baik dari
teknik kloning biasa karena tidak perlu
pemurnian. Teknik PCR ideal untuk
menganalisis campuran DNA kompleks dari
jaringan atau cairan biologi (Bintang 2010).
Selain itu, teknik PCR bekerja dengan cepat
dan dapat dilakukan pada tahap dini dengan
teknik isolasi DNA sederhana.
Komponen-komponen yang dibutuhkan
dalam reaksi PCR adalah DNA target, primer
yang merupakan oligonukleotida pendek yang
menempel pada fragmen DNA target, Taq
DNA
polimerase,
bufer
PCR,
dan
deoksiribonukleotidatrifospat (dNTP) yang
terdiri atas dATP, dCTP, dGTP, dan dTTP
(Mullis 1990). Hal-hal yang mempengaruhi
keberhasilan dalam reaksi PCR adalah sekuen
primer, dNTP, enzim polimerase, dan suhu
annealing (penempelan primer) (Muladno
2002; Graham & Newton 1997). Reaksi PCR
membutuhkan suatu bufer yang mengandung
MgCl2 karena aktivitas enzim polimerase
dipengaruhi oleh konsentrasi ion Mg2+.
Magnesium (Mg) dapat meningkatkan
aktivitas enzim secara maksimal pada
konsentrasi 2 mM, namum pada konsentrasi
yang lebih tinggi dapat menghambat aktivitas
Taq DNA polimerase (Sambrook & Russell
2001).
Reaksi PCR secara umum dilakukan
dalam
empat
tahap.
Gambar
3
memperlihatkan tahapan dalam proses PCR.
Tahap denaturasi merupakan tahap awal
reaksi yang berlangsung pada suhu tinggi,
yaitu 94–96°C sehingga ikatan hidrogen DNA
terputus atau terdenaturasi dan DNA menjadi
berutas tunggal. Pemisahan ini menyebabkan
DNA tidak stabil dan siap menjadi DNA
template bagi primer. Tahap kedua adalah
penempelan primer atau annealing. Primer
menempel pada bagian DNA template yang
komplementer urutan basanya. Hal ini
dilakukan pada suhu antara 45–60°C.
Penempelan primer ini bersifat spesifik.
Tahap ketiga adalah pemanjangan atau
elongasi. Suhu untuk proses ini tergantung
dari jenis DNA-polimerase yang digunakan.
Proses ini biasanya menggunakan Taq DNA
polimerase dan dilakukan pada suhu 72°C.
Durasi tahap ini biasanya 1 menit. Setelah
tahap tiga, siklus diulang kembali mulai dari
tahap pertama. Tahap empat menunjukkan
perkembangan yang terjadi pada siklus-siklus
selanjutnya. Jumlah DNA yang dihasilkan
berlimpah karena penambahan terjadi secara
eksponensial (Mullis 1990). Banyaknya siklus
amplifikasi tergantung pada konsentrasi DNA
target di dalam campuran reaksi (Yuwono
2006).
Gambar 3 Tahapan-tahapan dalam
(Jorde 2000).
PCR
6
Sequencimg DNA
Sequencing merupakan metode untuk
menentukan urutan basa DNA suatu
organisme. Frederick Sanger, Allan Maxam,
dan Walter Gilbert merintis pengembangan
metode ini. Metode Maxam-Gilbert dilakukan
dengan cara mendegradasi fragmen DNA
secara kimiawi sedangkan metode Sanger
dilakukan dengan cara mensintesis molekul
DNA dan memberhentikan sintesis tersebut
pada basa tertentu. Pada dasarnya tiap metode
meliputi pembuatan serangkaian benang
tunggal berlabel yang panjangnya bervariasi
dan dimulai dari salah satu ujung fragmen
yang sedang disekuens. Ukuran fragmen yang
dapat dibaca pada metode Maxam-Gilbert
berkisar 250 basa dan 1000 basa pada metode
Sanger. Metode yang umum digunakan saat
ini adalah metode Sanger yang bertumpu pada
penggunaan
analog
dari
rantai
deoksinukleotida tripospat (dNTP) normal
yaitu dideoksinukleotida tripospat (ddNTP).
Analog ini sama dengan deoksinukleotida
tripospat normal tetapi tidak memiliki gugus
hidroksil pada ujung 3’-nya. Ujung 5’ molekul
ddNTP dapat bereaksi dengan ujung 3’ dNTP
normal pada rantai DNA yang disintesis
dengan bantuan enzim DNA polimerase.
Komponen reaksi sequencing terdiri atas
potongan DNA target, primer, campuran
dNTP (dATP, dGTP, dCTP, dan dTTP yang
salah satunya diberi label radioaktif 32P), dan
enzim polimerase (Sanger 1980).
Hasil akhir dari reaksi tersebut adalah
sejumlah potongan DNA yang panjangnya
bervariasi tetapi semuanya berakhir dengan
nukleotida A (jika dNTP dicampur dengan
ddATP), berakhir dengan nukleotida C (jika
dNTP dicampur dengan ddCTP), berakhir
dengan nukleotida G (jika dNTP dicampur
dengan ddGTP), dan berakhir dengan
nukleotida T (jika dNTP dicampur dengan
ddTTP). Untuk mendeskripsikan hasil
elektroforesis dari metode ini adalah dengan
menggunakan
label
yang
berbeda
(deoksinukleotida
yang
mengandung
radioaktif atau label fluoresen pada primer,
dNTP atau ddNTP) atau dengan pendekatan
staining (silver staining) (Nicholas 1993).
Saat ini sequencing dapat dilakukan
menggunakan
mesin
canggih
yang
dihubungkan dengan komputer sehingga
pembacaan basa DNA tidak menggunakan
metode elektroforesis melainkan langsung
dideteksi menggunakan bantuan laser dan
detektor yang terhubung dengan komputer
sehingga kemudian urutan basa DNA akan
muncul langsung pada program komputer .
Elektroforesis Fragmen DNA
Elektroforesis adalah suatu teknik
pemisahan
molekul
berdasarkan
atas
ukurannya menggunakan medan listrik yang
dialirkan pada suatu medium yang
mengandung sampel yang akan dipisahkan.
Teknik ini dapat digunakan dengan
memanfaatkan muatan listrik yang terdapat
pada makromolekul, misalnya DNA yang
bermuatan negatif (Yuwono 2010).
Elektroforesis gel merupakan salah satu
teknik utama dalam biologi molekuler. Prinsip
dasar teknik ini adalah molekul DNA, RNA,
atau protein dapat dipisahkan berdasarkan laju
perpindahannya oleh gaya gerak listrik di
dalam matriks gel. Laju perpindahan tersebut
bergantung pada ukuran molekulnya. Yuwono
(2010) menjelaskan bahwa elektroforesis
DNA dilakukan misalnya untuk menganalisis
fragmen-fragmen DNA hasil pemotongan
dengan enzim restriksi. Fragmen molekul
DNA yang telah dipotong-potong dapat
ditentukan ukurannya.
Pemisahan DNA dapat menggunakan
teknik elektroforesis gel agarosa (Wilson &
Walker 2000). Agarosa adalah polimer linear
dari D-galaktosa dan 3,6-anhidrigalaktosa
yang diisolasi dari rumput laut. Gel agarosa
mempunyai daya pemisahan lebih rendah
dibandingkan dengan gel poliakrilamid, tetapi
mempunyai rentan pemisahan lebih besar.
DNA dari 200 bp sampai dengan 50 Kb dapat
dipisahkan menggunakan gel agarosa dengan
berbagai konsentrasi agarosa (Sudjadi 2008).
Menurut Bintang (2010), molekul DNA
bermuatan negatif di dalam medan listrik dan
molekul DNA bergerak melalui gel pada
kecepatan yang berbeda karena tergantung
ukurannya. Molekul DNA yang kecil dapat
dengan mudah melewati gel sehingga
bergerak lebih cepat dibandingkan molekul
yang lebih besar. Keuntungan khusus yang
diperoleh menggunakan elektroforesis gel
adalah pita DNA yang dideteksi dengan
kepekaan tinggi. DNA dengan ukuran sampai
0.05 µg dalam suatu pita juga dapat terdeteksi
sebagai fluoresensi yang tampak apabila gel
disinari cahaya ultraviolet.
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah sampel
Zingiber loerzingii, polivinil pirolidon (PVP),
pasir kuarsa, larutan 2x CTAB, larutan
merkaptoetanol, larutan isopropanol dingin,
larutan kloroform-isoamilalkohol, larutan
7
bufer tris-EDTA (TE), larutan bufer tris-boratEDTA (TBE), agarosa, larutan etidium
bromida (EtBr), DNA ladder, larutan bufer
PCR, enhancer buffer, Taq polimerase,
larutan MgCl2, primer ITS5P, primer ITS8P,
dNTPs, DNA hasil isolasi, DNA hasil
amplifikasi, dan larutan dH2O.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian
ini yaitu neraca analitik, shaker, gelas kimia
berukuran 250-500 mL, gelas ukur (100-500
mL), labu Erlenmeyer (100 mL dan 250 mL),
microwave, vortex, tabung Eppendorf (0.2
mL dan 1.5 mL), pipet mikro, mortar, sudip,
penangas air, mesin sentrifus Kubota 6800,
lemari pendingin, elektroforesis, inkubator,
Takara PCR Thermal Cycle, sentrifus mikro,
dan
gel-documentation
(perangkat
dokumentasi gel), dan sequencer.
Metode
Determinasi Zingiber loerzingii
Determinasi sampel dilakukan dengan
membandingkan sifat morfologi tumbuhan
secara langsung dengan spesimen tipe
herbarium dari Zingiber loerzingii yang
merupakan koleksi Herbarium Kebun Raya
Bogor dengan nomor XI.B.V.86 dan koleksi
spesimen basah dengan nomor 5269. Kolektor
dari spesimen tersebut adalah Lörzing. Selain
itu, dilakukan juga perbandingan sifat
morfologi dengan protolog Valeton (1918)
mengenai Zingiber loerzingii.
Isolasi DNA Zingiber loerzingii
Sampel yang digunakan pada penelitian
yaitu sampel tumbuhan Zingiber loerzingii
(ZL2) yang dikoleksi oleh Marlina Ardiyani
dari Kebun Raya Bogor dan berasal dari Aceh
Tenggara, Sumatera. DNA sampel diisolasi
menggunakan metode isolasi DNA modifikasi
Doyle & Doyle (1987) yang berbasis CTAB.
Isolasi diawali dengan memanaskan 500 µL
larutan CTAB pada suhu 60oC selama 15
menit. Sebanyak 20 mg daun, pasir kuarsa,
dan PVP digerus hingga halus menggunakan
mortar. Bubuk yang terbentuk dimasukkan ke
dalam tabung Eppendorf yang berisi CTAB
hangat, kemudian ditambahkan dengan larutan
2% merkaptoetanol dan diinkubasi dalam
penangas air bersuhu 60oC selama 1 jam.
Selanjutnya, larutan sampel disimpan pada
suhu ruang selama 15 menit, kemudian
disentrifus dengan kecepatan 13000 rpm
selama 15 menit.
Supernatan diambil sebanyak 400 µL,
kemudian ditambahkan dengan 400 µL
larutan kloroform-isoamilalkohol. Sampel
yang telah dicampur disentrifus kembali
dengan kecepatan 13000 rpm selama 10
menit. Supernatan diambil sebanyak kurang
lebih 250 µL, kemudian ditambahkan dengan
250 µL larutan kloroform-isoamilalkohol dan
dihomogenisasi.
Selanjutnya,
larutan
campuran tersebut disentrifus dengan
kecepatan 13000 rpm selama 10 menit dan
supernatan yang terbentuk diambil sebanyak
200 µL. Supernatan tersebut ditambahkan
dengan larutan isopropanol dingin sebanyak
2/3
volume
supernatan
kemudian
dihomogenisasi. Larutan disimpan selama
kurang lebih 24 jam pada -20oC. Selanjutnya,
larutan sampel disentrifus dengan kecepatan
13000 rpm selama 10 menit. Supernatan
dibuang dan pelet diinkubasi selama 1 jam
dalam inkubator 37oC. Pelet yang sudah
kering ditambahkan dengan TE pH 8.0
sebanyak 30 µL dan dihomogenisasi.
Analisis Kualitatif DNA Zingiber loerzingii
Hasil Isolasi
Analisis kualitatif DNA dilakukan untuk
mengetahui kualitas DNA hasil isolasi.
Analisis dilakukan dengan menggunakan
elektroforesis gel agarosa. Elektroforesis
diawali dengan pembuatan gel agarosa.
Sebanyak 0.2 gram agarosa ditambah dengan
20 mL TBE 0.5x, lalu dipanaskan hingga
larut. Setelah larut dengan sempurna, larutan
dibiarkan sampai hangat, kemudian dituang ke
dalam cetakan yang dilengkapi dengan sisir
dan didiamkan selama 30 menit sampai gel
tersebut membeku. Gel kemudian dimasukkan
dalam alat elektroforesis dan direndam dengan
bufer TBE 0.5x.
Proses selanjutnya yaitu, sebanyak 5 μL
sampel DNA dicampur dengan 1 μL loading
dye di atas parafilm menggunakan mikropipet
kemudian campuran dimasukkan ke dalam
sumur elektroforesis. Ladder atau marker
digunakan sebagai acuan untuk ukuran pita
DNA. Setelah elektroforesis selesai, gel
dikeluarkan dari alat elektroforesis kemudian
direndam dalam larutan EtBr selama 20 menit.
Selanjutnya, gel diamati menggunakan
bantuan sinar ultraviolet. Profil DNA yang
terlihat kemudian disimpan dalam perangkat
dokumentasi gel. Perangkat dokumentasi gel
adalah alat yang terdiri atas kotak berbahan
metal tempat penyinaran sinar ultraviolet yang
dihubungkan dengan kamera digital. Kamera
digital tersebut terpasang pada komputer
dengan kelengkapan program yang dapat
menyimpan fotografi dari hasil elektroforesis.
Dokumentasi gel berfungsi untuk mengambil
foto gel hasil elektroforesis kemudian
menyimpannya dalam bentuk data fotografi
8
yang dapat dicetak menggunakan printer
khusus yang langsung terhubung.
Amplifikasi DNA Zingiber loerzingii
dengan Teknik PCR
Amplifikasi
bertujuan
untuk
memperbanyak
DNA
daerah
ITS.
Amplifikasi pada sampel DNA hasil isolasi
menggunakan primer ITS5P (GGA AGG
AGA AGT CGT AAC AAG) sebagai primer
forward (White et al. 1990) dan ITS8P (CAC
GCT TCT CCA GAC TAC A) sebagai
primer reverse (Moller et al. 1997). Volume
untuk satu reaksi PCR adalah 25µL dengan
komposisi larutan yaitu, 2.5 µL 5x bufer, 1.5
µL larutan MgCl2, 1.5 µL primer ITS5P, 1.5
µL primer ITS8P, 0.5 µL dNTP mix, 0.5 µL
DNA hasil isolasi sebagai cetakan, 0.2 µL
Taq polimerase, dan 16.8 µL dH2O.
Selanjutnya, setiap larutan dihomogenisasi
hingga tercampur rata.
Amplifikasi
DNA
dilakukan
menggunakan alat PCR thermal cycle. Untuk
mengamplifikasi daerah ITS proses PCR
dilakukan sebanyak 30 siklus dengan kondisi
tiap siklus yaitu 3 menit tahap pradenaturasi
pada suhu 94oC, 1 menit tahap denaturasi
pada suhu 94oC, 1 menit tahap penempelan
primer pada suhu 55oC, 90 detik tahap
sintesis pada suhu 72oC, 5 menit tahap
pemanjangan berikutnya pada suhu 72oC, dan
tahap penyimpanan pada suhu 4oC.
Analisis Kualitatif Hasil Amplifikasi DNA
Zingiber loerzingii
Analisis kualitatif bertujuan untuk melihat
kualitas dari hasil amplifikasi yang akan
digunakan pada proses selanjutnya, yaitu
sequencing. Analisis kualitatif menggunakan
metode elektroforesis gel agarosa. Konsentrasi
gel agarosa yang digunakan yaitu 1% dengan
mencampurkan 0.2 g agarosa dan 20 mL
larutan TBE 0.5x. Sebelum elektroforesis, 2
μL sampel hasil amplifikasi dicampurkan
dengan 1 μL loading dye dan dimasukkan ke
dalam sumur elektroforesis. Gel dialiri arus
listrik sebesar 100 volt selama 25 menit,
kemudian gel hasil elektroforesis tersebut
direndam dalam larutan EtBr dan selanjutnya
diamati dengan bantuan sinar ultraviolet pada
perangkat dokumentasi gel.
Purifikasi dan Sequencing DNA Zingiber
loerzingii
Purifikasi dan sequencing DNA Zingiber
loerzingii berguna untuk memperoleh data
urutan nukleotida daerah ITS dari sampel
Zingiber loerzingii. Purifikasi dan sequencing
pada penelitian ini dilakukan menggunakan
jasa perusahaan Biologi Molekuler 1st BASE
Singapura. Produk hasil amplifikasi DNA
Zingiber loerzingii dijadikan sampel dalam
reaksi sequencing.
Analisis Sekuen DNA dan Analisis
Filogenetik Zingiber loerzingii
Data sekuen DNA Zingiber loerzingii pada
daerah ITS diolah dengan menggunakan
program ChromasPro versi trial untuk
mendapatkan urutan nukleotida daerah rDNA.
Sekuen sampel kemudian disejajarkan
bersama sekuen spesies Zingiberaceae lain
yang terdapat pada GenBank berdasarkan
marka molekul ITS. Data sekuen yang diambil
dari GenBank mengacu kepada penelitian
Wood et al. (2000) dan Kress et al. (2002)
mengenai Zingiberaceae.
Alignment
(penyejajaran)
dilakukan
menggunakan
program
Muscle
yang
terintegrasi
pada
program
MEGA.
Selanjutnya, dilakukan proses rekonstruksi
pohon filogenetik berdasarkan metode
maximum parsimony (Felsentein 1985; Mort
et al. 2000) menggunakan program
Phylogenetic Analysis Using Parsimony
(PAUP) versi 4.0b10 (Swofford 2002).
Evaluasi pohon filogenetik dilakukan dengan
menggunakan analisis bootstrap sebanyak
1000 ulangan (Swofford 1996). Indeks
konsistensi (CI) dan indeks retensi (RI)
dihitung dari pohon filogenetik. Pohon
filogenetik dilihat menggunakan program
TreeView (win32).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Determinasi Zingiber loerzingii
Determinasi yang merupakan proses
membandingkan suatu tumbuhan dengan satu
tumbuhan lain yang sudah dikenal
sebelumnya merupakan langkah awal dalam
mengenal tumbuhan yang menjadi fokus
dalam penelitian untuk memastikan bahwa
tumbuhan tersebut merupakan Zingiber
loerzingii. Morfologi yang diamati meliputi
bentuk dan ukuran organ tumbuhan tersebut
seperti lamina (daun), leafy shoot (teruk
berdaun), dan inflorescences (perbungaan).
Hasil
determinasi
memperlihatkan
banyaknya kesamaaan sifat morfologi antara
tumbuhan yang dikoleksi dengan spesimen
dan protolog sehingga dapat dipastikan bahwa
tumbuhan tersebut adalah Zingiber loerzingii.
Determinasi
juga
digunakan
untuk
mempelajari status taksonomi berupa ciri-ciri
9
Zingiber loerzingii. Dari hasil determinasi
diketahui
bahwa
Zingiber
loerzingii
merupakan tumbuhan herba dengan tinggi
antara 1.5-2.5 m (Gambar 4A). Daun Zingiber
loerzingii berbentuk lanset-bulat panjang
(lanceolato-oblonga) dengan ujung daun
meruncing dan bagian pangkal agak lancip.
Ukuran daun dewasa mencapai 63x15 cm.
Daun memiliki petiole (tangkai daun) yang
tipis dan berbentuk kanal dengan panjang
mencapai 5 cm. Pada bagian teruk berdaun
terdapat ligula dengan tekstur membran tipis
dan kering dengan berkisar 1-3.5 cm.
Perbungaan Zingiber loerzingii berbentuk
bulat-panjang dengan ukuran mencapai 15x12
cm. Bagian perbungaan yang masih muda
berwarna putih pucat (Gambar 4C) dan bagian
perbungaan yang sudah lebih tua berwarna
merah terang agak kuning (coralred yellow).
Perbungaan yang sudah tua akan memiliki
ukuran yang lebih panjang dibandingkan
dengan perbungaan muda. Bractea (daun
pelindung) berbentuk seperti perahu runcing
dengan ujung lancip dan melengkung ke
bawah. Ukuran daun pelindung mencapai 5
cm. Bracteole (anak daun pelindung)
berbentuk lebih bulat, dengan ujung lancip,
dan membentuk tabung simetris dengan
ukuran berkisar 4x1.6 cm (Gambar 4C).
Bunga Zingiber loerzingii (Gambar 5B)
berwarna kuning pucat dengan panjang
mencapai 6-7 cm. Labellum (bibir bunga)
berwarna jingga kemerahan dan berbentuk
sedikit rompang (subtruncatus) dengan tiga
gigi pendek yang tidak simetris. Petalum
dorsale (daun bunga dorsal) berbentuk lanset
dengan ujung lancip dan bertaji (cucullatum),
sedangkan petalum laterales (daun bunga
lateral) berbentuk bulat, lebih panjang, dan
tidak terlalu runcing (obtusa). Calyx (kelopak
tambahan) bunga bertekstur tipis dengan
panjang berkisar 20 mm. Bunga dilengkapi
dengan sepasang anther (kepala sari) yang
panjangnya mencapai 15 mm. Appendix
(ujung tambahan) kepala sari yang berwarna
merah membengkok bersama dengan stylus
(tangkai putik) di antara dua kepala sari
tersebut. Tangkai putik berbentuk silinder,
linear, dan meruncing ke ujung dengan
panjang berkisar 5-7 mm. Corolla tube
(tabung mahkota) berukuran 40x15 mm. Di
dalam tabung mahkota terdapat ovarium yang
bertekstur tipis dan berbulu dengan ukuran
berkisar 5-10 mm.
A
B
C
D
Gambar 4 Struktur tumbuhan Zingiber loerzingii: perawakan zingiber loerzingii (A); spesimen
tipe Herbarium Kebun Raya Bogor (B); bentuk perbungaan Zingiber loerzingii (C);
spesimen perbungaan Zingiber loerzingii (D).
10
e
c
d
c
e
f
d
a
g
a
b
b
A
B
Gambar 5 Bunga: sketsa bunga Zingiber loerzingii (A); bunga Zingiber loerzingii (B) (a. daun
pelindung; b. anak daun pelindung; c. bibir bunga; d. daun bungadorsal; e. daun bunga
lateral; f. kepala sari).
DNA Zingiber loerzingii Hasil Isolasi
Deoxyribonucleic Acid (DNA) merupakan
bagian penting yang dibutuhkan dan
berpengaruh pada penelitian mengenai
analisis biomolekuler dalam studi filogenetik
Zingiber loerzingii. Isolasi DNA pada
penelitian ini dilakukan menggunakan
protokol berbasis CTAB yang merupakan
modifikasi metode isolasi DNA Doyle &
Doyle (1987). Metode ini dipilih karena
prosedurnya
sederhana
dan
waktu
pengerjaannya tidak terlalu lama. Selain itu,
metode isolasi DNA ini juga dipilih
berdasarkan pada pengalaman penelitian
sebelumnya mengenai tumbuhan famili
Zingiberaceae (Kress et al. 2002; Williams et
al. 2004; Kress et al. 2005). Bagian tumbuhan
yang digunakan pada isolasi DNA yaitu daun.
Organ ini dipilih karena memiliki banyak sel
sehingga mengandung banyak DNA. Selain
itu daun mudah dihancurkan ketika proses
lisis sel. Daun yang digunakan merupakan
daun sehat sehingga isolasi DNA dapat
dilakukan dengan baik.
Hasil isolasi DNA dianalisis secara
kualitatif untuk mengetahui kualitas DNA
yang didapat dari sampel Zingiber loerzingii.
Analisis kualitatif DNA menggunakan metode
elektroforesis gel agarosa 1%. Pada
konsentrasi 1% gel dalam bufer yang
mengandung air dalam kadar tinggi, struktur
seratnya baik, ukuran porinya besar, dan tahan
terhadap gesekan sehingga profil pita yang
terbentuk untuk setiap ukuran tidak terlalu
jauh dan tidak terlalu dekat. Marker yang
digunakan pada elektroforesis yaitu DNA
ladder dengan ukuran 1000 bp. Secara
kualitatif, hasil isolasi DNA sampel Zingiber
loerzinggi memiliki profil pita DNA yang
baik. Hal ini ditunjukkan oleh intensitas pita
DNA sampel yang nampak jelas dan terang
dengan sedikit smear seperti terlihat pada
Gambar 6. Adanya pita pada bagian awal
migrasi menunjukkan bahwa DNA yang
dihasilkan termasuk DNA total. Hal tersebut
juga terlihat dari ukuran DNA yang dihasilkan
besar yakni lebih dari 3000 bp. Secara umum,
DNA total terdiri atas bentuk superkoil, linier,
dan sirkular. Variasi bentuk DNA tersebut
tidak berpengaruh besar terhadap proses PCR
karena komponen tersebut bukan senyawa
fenolik atau polisakarida yang mempengaruhi
kerja enzim Taq polimerase (Bangun 2002).
Kualitas
DNA
yang
dihasilkan
dipengaruhi oleh pengerjaan tiap tahapan
isolasi. Tahap lisis yang dilakukan untuk
mendapatkan DNA Zingiber loerzingii
menggunakan bufer CTAB hangat. Bufer
pelisis mengandung EDTA yang akan
membentuk kompleks dengan ion logam.
Selain itu, bufer pelisis juga mengandung
detergen yang melisis membran sel sehingga
membentuk kompleks dengan asam nukleat.
EDTA merupakan pengkelat yang dapat
mengikat Mg2+ karena ion magnesium ini
merupakan kofaktor pada sebagian besar
enzim nuklease dan bufer diemulsikan dengan
fenol-kloroform untuk mendenaturasi protein
dan memisahkannya dari DNA. Bufer CTAB
dengan kandungan garam yang tinggi dapat
memisahkan polisakarida dari dinding sel
(Surzycki 2000; Santoso 2005). Setelah
penambahan bufer CTAB, terbentuk larutan
sangat kental yang menunjukkan tingginya
kadar polisakarida. Setelah larutan disentrifus,
terbentuk dua bagian yaitu supernatan yang
mengandung DNA dan pelet
yang
mengandung komponen sel selain DNA.
Penggunaan bufer CTAB sebagai pengganti
nitrogen cair untuk mengisolasi DNA
11
tumbuhan dapat menghasilkan produk DNA
dengan kualitas baik yang ditunjukkan oleh
terangnya profil pita DNA genom. Pada
isolasi DNA juga terdapat penambahan
antioksidan PVP dan senyawa pereduksi
merkaptoetanol yang mencegah oksidasi
senyawa fenolik sehingga menghambat
aktifitas radikal bebas yang dihasilkan oleh
oksidasi fenol terhadap asam nukleat (Wilkins
& Smart 1996).
Smear yang terlihat pada elektroferogram
memperlihatkan masih adanya senyawa
kontaminan dengan jumlah yang tidak terlalu
banyak. Keberadan polisakarida dan senyawa
metabolit sekunder dalam sel tanaman sering
menyulitkan isolasi asam nukleat. Untuk
menghilangkan
adanya
kontaminan
polisakarida tersebut maka pada isolasi DNA
ditambahkan
larutan
kloroformisoamilalkohol dengan perbandingan 24:1
yang menyebabkan terbentuknya tiga fase
setelah disentrifus yaitu fase air pada bagian
atas tempat DNA berada, fase tengah tempat
protein koagulasi berada, dan fase fenolkloroform pada bagian bawah (Ausubel et al.
1998). Fase bagian atas yang diambil sebagai
larutan DNA sehingga pada hasil akhir, profil
pita DNA tampak jelas.
Pada penelitian kali ini tidak dilakukan
analisis kuantitatif DNA karena informasi
mengenai kualitas DNA yang terlihat baik
cukup untuk mengetahui bahwa DNA
Zingiber loerzingii yang terisolasi dapat
digunakan dalam amplifikasi. Menurut
Ausubel et al. (1998), isolasi DNA dengan
metode CTAB dapat menghasilkan 100-500
µg DNA per gram panjang jaringan tanaman
yang segar dan muda. Panjang DNA minimal
50 kb bila DNA tidak terpotong.
Marker
ZL2
DNA hasil
isolasi
3000 bp
2500 bp
2000 bp
1500 bp
1000 bp
900 bp
800 bp
700 bp
600 bp
500 bp
400 bp
300 bp
200 bp
100 bp
Gambar 6 DNA Zingiber loerzingii (ZL2)
hasil isolasi metode modifikasi
Doyle & Doyle.
Hasil Amplifikasi DNA Zingiber loerzingii
Amplifikasi DNA Zingiber loerzingii
dalam penelitian ini dilakukan dengan metode
PCR menggunakan satu pasang primer yaitu
ITS5P dan ITS8P. Kedua primer berfungsi
untuk membatasi daerah DNA yang akan
diamplifikasi. Primer ini merupakan urutan
basa penanda untuk daerah genom inti
pengkode rDNA. Menurut Mulando (2002)
dan Graham (1997), Urutan basa penanda dan
kuantitasnya (kandungan penanda dalam
setiap reaksi) ini sangat berpengaruh terhadap
keberhasilan amplifikasi DNA menggunakan
teknik PCR.
Amplifikasi DNA dengan menggunakan
primer ITS menghasilkan amplikon berupa
pita DNA pada elektroforegram setelah diuji
menggunakan metode elektroforesis gel
agarosa 1%. Hasil amplifikasi menunjukan
profil pita jelas dan tebal untuk sampel
Zingiber loerzingii. Dari profil pita sampel
dapat diketahui fragmen DNA hasil
amplifikasi berukuran sekitar 700 bp, terlihat
pada Gambar 7. Hal ini menunjukkan bahwa
hasil amplifikasi berasal dari daerah ITS yang
menjadi target amplifikasi karena sesuai
dengan panjang fragmen yang diharapkan.
DNA hasil amplifikasi (amplikon) sampel
Zingiber
loerzingii
dari
amplifikasi
menggunakan primer ITS yang memiliki
kualitas baik untuk digunakan sebagai DNA
target dalam sequencing.
Tahapan dalam proses PCR sangat
mempengaruhi kualitas amplikon yang
dihasilkan. Pada penelitian ini, PCR diawali
dengan tahap pradenaturasi dengan suhu 94oC
untuk memastikan rantai DNA telah terpisah
sempurna menjadi rantai tunggal. Tahap
predenaturasi kemudian dilanjutkan dengan
30 siklus yang terdiri atas tahap denaturasi,
penempelan primer, dan pemanjangan. Hal
tersebut bertujuan untuk memperoleh kualitas
produk PCR yang baik. Jumlah siklus yang
digunakan masih berada pada kisaran jumlah
siklus optimal untuk proses PCR. Menurut
Fairbanks dan Andersen (1999), siklus
optimal PCR yaitu 25-45 siklus. Tahap
denaturasi dilakukan pada suhu 94oC selama 1
menit. Proses ini menyebabkan utas ganda
DNA menjadi tidak stabil sehingga terpisah
menjadi utas tunggal yang siap menjadi DNA
cetakan.
Keberhasilan amplifikasi DNA juga
ditentukan oleh kesesuaian kondisi PCR
seperti kondisi saat penempelan primer. Tahap
penempelan dua primer pada kedua rantai
dilakukan pada suhu 55oC. Suhu penempelan
primer ditentukan sesuai dengan primer yang
12
digunakan.
Primer
berfungsi
sebagai
pancingan awal dalam pelipatgandaan segmen
DNA. Spesifisitas primer menentukan
keberhasilan proses PCR. Spesifisitas
merupakan kemampuan primer untuk
menempel pada sekuen target. Penempelan
primer membutuhkan suhu optimum sesuai
dengan primer tersebut. Suhu penempelan
primer sangat menentukan amplifikasi karena
suhu yang tidak tepat akan menyebabkan
primer tidak menempel pada DNA cetakan
(Muladno 2002; Graham 1997).
Tahap
selanjutnya
adalah
tahap
pemanjangan pada suhu 72oC selama 90 detik.
Pada proses ini primer akan memperpanjang
urutan basanya dengan memperoleh tambahan
basa nukleotida yang terdapat pada dNTP dan
kemudian menjadi sepanjang segmen DNA
yang dilipatgandakan. Proses ini dibantu oleh
adanya enzim DNA polimerase yang bekerja
optimum pada suhu tertentu. Tahap
pemanjangan
juga
mempengaruhi
keberhasilan amplifikasi. Setelah siklus PCR
berakhir,
dilakukan
penyempurnaan
pemanjangan pada suhu 72oC selama 5 menit
untuk menjamin semua rantai DNA telah
terbentuk. Tahapan PCR dilakukan berulangulang sampai jumlah kelipatan segmen
terpenuhi. Salah satu keuntungan penggunaan
analisis keragaman genetik tanaman dengan
menggunakan
teknik molekuler
yang
memanfaatkan teknologi amplifikasi PCR
adalah kuantitas DNA yang diperlukan hanya
sedikit.
ZL2
Marker
3000 bp
2500 bp
2000 bp
1500 bp
1000 bp
900 bp
800 bp
Amplikon
700 bp
600 bp
500 bp
400 bp
300 bp
200 bp
100 bp
Gambar 7 Profil pita DNA Zingiber
loerzingii (ZL2) hasil amplifikasi
PCR ITS.
Sekuen DNA Zingiber loerzingii
Purifikasi dan Sequencing DNA sampel
dilakukan dengan bantuan salah satu
perusahaan penyedia jasa sequencing yaitu 1st
BASE di Singapura. Amplikon dipurifikasi
dan kemudian digunakan sebagai DNA target
pada sequencing. Dalam penelitian ini, untuk
mendapatkan sekuen daerah ITS digunakan
satu pasang primer yaitu ITS5P (GGA AGG
AGA AGT CGT AAC AAG) (White et al.
1990) dan ITS8P (CAC GCT TCT CCA GAC
TAC A) (Moller et al. 1997).
Purifikasi dan sequencing menghasilkan
elektroferogram berupa grafik yang mewakili
basa nukleotida hasil pembacaan mesin
sequencing. Peak (puncak) dari grafik tersebut
diterjemahkan menjadi basa-basa nitrogen
untuk memudahkan analisis sekuen DNA
target. Elektroferogram hasil sequencing
sampel Zingiber loerzingii memperlihatkan
dua sekuen yaitu sekuen forward yang
menggunakan primer ITS5P dan sekuen
reverse yang menggunakan primer ITS8P.
Puncak dari grafik yang dihasilkan pada
kedua sekuen memiliki kualitas yang cukup
baik, hanya pada beberapa bagian saja puncak
grafik bertumpukan dan memiliki pemisahan
yang kurang jelas namun untuk keseluruhan
sekuen masih dapat terbaca dengan baik.
Gambar 8 menunjukkan elektroferogram hasil
sequencing. Untuk lebih mengakuratkan hasil
pembacaan basa, setiap puncak diperiksa
kembali secara manual.
Sekuen forward dan sekuen reverse dari
sampel
Zingiber
loerzingii
kemudian
disatukan untuk mendapatkan sekuen lengkap
daerah rDNA. Contig (penyatuan) sekuen
dilakukan
dengan
bantuan
software
ChromasPro versi trial untuk mencari daerah
overlapping dari kedua sekuen sehingga dapat
menghasilkan sekuen satu unit rDNA dengan
ukuran sekuen yaitu 813 bp (Gambar 9).
Langkah penyatuan sekuen diawali dengan
memotong bagian ujung setiap sekuen yang
memiliki kualitas puncak yang kurang bagus,
baik pada sekuen forward maupun sekuen
reverse dari sampel. Untuk menyatukan kedua
sekuen agar didapat satu unit sekuen utuh
dilakukan beberapa modifikasi terhadap
sekuen tersebut, seperti dilakukannya reverse,
complement, atau reverse-complement pada
salah satu sekuen. Terkadang, terjadi
ketidakcocokan beberapa basa antara sekuen
forward dan sekuen reverse. Basa yang tidak
cocok tersebut diganti secara manual dengan
melihat kualitas puncak terbaik pada salah
satu sekuen.
13
dianalisis menggunakan metode maximum
parsimony (Felsensein 1985; Mort et al.
2000). Pohon filogenetik yang telah
direkonstruksi diuji secara statistik untuk
meningkatkan nilai kepercayaan. Pada
penelitian kali ini, pohon filogenetik diuji
secara
statistik menggunakan metode
bootstrap sebanyak 1000 ulangan (Swofford
1996). Panjang karakter yang dianalisis yaitu
837 dengan 471 karakter konstan, 156
karakter bersifat tidak informatif, dan 210
karakter bersifat informatif.
Rekonstruksi pohon filogenetik dilakukan
dengan menempatkan salah satu spesies
Alpinia yaitu Alpinia nigra sebagai outgroup.
Penambahan outgroup dilakukan guna
mendapatkan informasi yang meyakinkan dari
sekuen yang berhubungan. Outgroup ini
sangat dibutuhkan untuk menghasilkan
polarisasi karakter atau ciri, yaitu karakter
apomorfik dan plesiomorfik. Karakter
apomorfik adalah karakter yang berubah
dan diturunkan pada ingroup sedangkan
karakter plesiomorfik merupakan karakter
primitif yang terdapat pada outgroup (Hidayat
& Pancoro 2008). Dari hasil analisis
berdasarkan kriteria parsimony diperoleh 92
pohon filogenetik dengan nilai indeks
konsistensi (CI) sebesar 0.601 dan indeks
retensi (RI) sebesar 0.652. Nilai CI dan RI
menunjukkan konsistensi dan resolusi yang
cukup tinggi dari pohon yang dihasilkan
(Swofford 1998). Gambar 11 merupakan
pohon konsesus dari 92 pohon filogenetik
yang terbentuk. Angka yang terdapat di bawah
setiap
cabang
pohon
filogenetik
memperlihatkan
nilai bootstrap. Nilai
tersebut merupakan nilai kepercayaan suatu
cabang.
Analisis Filogenetik Berdasarkan Gen ITS
Langkah awal yang dilakukan dalam
melakukan analisis filogenetik adalah
menyejajarkan sekuen DNA ITS sampel
Zingiber loerzingii bersama dengan sekuen
dari spesies Zingiberaceae lain yang diambil
dari database GenBank. Data sekuen dari
GenBank tersebut mengacu kepada penelitian
Wood et al. (2000) dan Kress et al. (2002)
mengenai Zingiberaceae.
Alignment
(penyejajaran)
dilakukan
menggunakan
program
Muscle
yang
terintegrasi di program MEGA. Jumlah
sekuen yang dianalisis yaitu 43 sekuen yang
terdiri atas 1 sekuen sampel Zingiber
loerzingii 31 sekuen spesies Zingiber beserta
11 spesies dari genus lain (Lampiran 4).
Daerah DNA yang diperbandingkan yaitu
mulai dari daerah ITS1, daerah 5.8S, dan
daerah ITS2. Penyejajaran dilakukan dengan
tujuan untuk menentukan tingkat homologi
dari urutan basa DNA sampel yang dianalisis.
Hasil penyejajaran menunjukkan tingkat
homologi yang tinggi diantara sampel yang
diamati. Pada hasil penyejajaran muncul gap
(ditandai oleh garis putus-putus) yang
disebabkan oleh sifat dari daerah ITS1 dan
ITS2 yang variatif. Gap menunjukkan
terjadinya proses mutasi baik berupa delesi
maupun insersi (Gambar 10). Dari hasil
penyejajaran juga terlihat bahwa daerah ITS
merupakan daerah dengan evolusi cepat,
diperlihatkan oleh banyaknya perbedaan basa
di daerah tertentu pada sekuen antara masingmasing spesies.
Selanjutnya hasil penyejajaran sekuen
DNA ITS dianalisis menggunakan program
PAUP 4.b10 (Swofford 2002) untuk
merekonstruksi pohon filogenetik. Data
(a)
(b)
Gambar 8 Elektroferogram hasil sequencing DNA Zingiber loerzingii; (a) Sekuen forward; (b)
Sekuen reverse. (Merah) basa T, (hitam) basa G, (hijau) basa A, (biru) basa C.
14
Gambar 9 Penyatuan sekuen forward dan sekuen reverse Zingiber loerzingii menggunakan
program ChromasPro. (Merah) basa T, (hitam) basa G, (hijau) basa A, (biru) basa C.
Rekonstruksi
pohon
filogenetik
berdasarkan
marka
molekuler
ITS
menunjukkan bahwa Zingiber membentuk
suatu kelompok yang terdiri atas semua jenis
Zingiber yang dianalisis dengan nilai
bootstrap sebesar 61.9%. Nilai bootstrap
tersebut memperlihatkan cukup tingginya
tingkat kepercayaan cabang atau simpul yang
terbentuk. Kelompok besar tersebut terdiri
atas dua buah kelompok yaitu kelompok I
dengan nilai bootstrap 62% dan kelompok II
dengan nilai bootstrap 70.8% yang dapat
dilihat pada Gambar 11, dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa genus Zingiber
kemungkinan besar merupakan genus atau
kelompok yang monofiletik. Kelompok
monofiletik merupakan kelompok yang
anggotanya berasal dari satu nenek moyang.
Anggota dalam kelompok monofiletik
diasumsikan membawa sifat atau pola genetik
dan biokimia yang sama (Hidayat et al. 2005).
Pohon filogenetik juga memperlihatkan
hubungan kekerabatan pada masing-masing
spesies. Zingiber loerzingii yang merupakan
fokus bahasan dalam penelitian ini disokong
cukup kuat dengan nilai bootstrap sebesar
62.0% sebagai bagian dari kelompok I
Zingiber dengan sister taxa yaitu Zingiber
orbiculatum, Zingiber rubens, dan Zingiber
fragile. Sister taxa merupakan spesies yang
sangat erat kekerabatannya. Selain itu, dari
rekonstruksi pohon filogenetik terlihat bahwa
Zingiber loerzingii memiliki hubungan
kekerabatan paling dekat dengan Zingiber
orbiculatum. Nilai bootstrap untuk kedua
taksa berada di bawah 50%. Nilai tersebut
bukan nilai yang tinggi untuk sebuah nilai
kepercayaan suatu cabang, namun hubungan
kekerabatan kedua taksa didukung dengan
sedikitnya perbedaan basa antara sekuen ITS
Zingiber
loerzingii
dengan
Zingiber
orbiculatum yaitu sebesar 38 bp. Angka
tersebut
merupakan
angka
terkecil
dibandingkan dengan perbedaan basa Zingiber
loerzingii dengan spesies lain yang dapat
dilihat pada Tabel 1.
Metode maximum parsimony yang
digunakan merupakan kategori metode yang
memeriksa semua atau sejumlah besar
kemungkinan pohon filogenetik dan memilih
satu yang terbaik dengan kriteria-kriteria
tertentu. Sebuah multiple sequence alignment
dibutuhkan untuk memprediksi posisi sekuen
yang sepertinya berhubungan. Posisi ini akan
menampilkan kolom vertikal dalam multiple
sequence alignment. Untuk masing-masing
posisi yang disejajarkan, pohon filogenetika
membutuhkan perubahan evolusi dalam
jumlah
terkecil
untuk
menghasilkan
pengamatan
perubahan
sekuen
yang
diidentifikasi. Analisis ini terus menerus
dilakukan terhadap masing-masing posisi
dalam penyejajaran sekuen. Akhirnya, pohon
yang menghasilkan jumlah perubahan terkecil
secara keseluruhan dihasilkan untuk semua
posisi sekuen yang diidentifikasi.
15
Gambar 10 Hasil penyejajaran sekuen ITS sampel Zingiber loerzingii dan sampel lain dari data
GenBank. (Merah) basa T, (ungu) basa G, (hijau) basa A, (biru) basa C.
Metode maximum parsimony berguna
untuk sekuen yang mirip dan dalam jumlah
yang sedikit. Alogaritma yang digunakan
tidak rumit tetapi dijamin untuk dapat
menemukan pohon filogenetik yang terbaik,
sebab semua kemungkinan pohon filogenetik
yang dibentuk berhubungan dengan kelompok
sekuen yang diperiksa (Dharmayanti 2011).
Pengujian statistik pohon filogenetik pada
penelitian kali ini menggunakan metode
bootstrap yaitu metode pengacakan ulang
karakter-karakter menjadi set data baru
dengan jumlah karakter yang sama seperti set
data awal dan selanjutnya dilakukan
rekonstruksi
pohon
filogenetik
baru.
Penggunaan
metode
bootstrap
dalam
menentukan tingkat kepercayaan pohon
berdasarkan kenyataan bahwa distribusi
karakter dalam data sangat dipengaruhi oleh
efek acak sehingga semakin besar nilai
bootstrap yang digunakan maka semakin
tinggi tingkat kepercayaan topologi pohon
hasil rekonstruksi tersebut (Ubaidillah &
Sutrisno 2009).
Tabel 1 Perbedaan basa pada daerah ITS1, 5.8S, dan daerah ITS2 beberapa spesies Zingiber.
Zingiber loerzingii
Zingiber fragile
Zingiber rubens
Zingiber officinale
Zingiber orbiculatum
Zingiber
Zingiber
Zingiber
Zingiber
Zingiber
loerzingii
52 bp
49 bp
141 bp
38 bp
fragile
23 bp
138 bp
51 bp
rubens
116 bp
47 bp
officinale
149 bp
orbiculatum,
-
16
100.0
98.1
83.4
95.7
60.0
62.0
99.4
Kelompok
I
61.9
100.0
70.8
66.6
56.9
81.1
Kelompok
II
72.4
67.3
79.5
67.2
99.9
72.4
Gambar 11 Pohon filogenetik Zingiber loerzingii dengan kerabatnya berdasarkan sekuen daerah ITS.
16
17
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Zingiber loerzingii termasuk ke dalam
genus Zingiber. Analisis biomolekuler gen
ITS mampu mengungkapkan hubungan
kekerabatan (filogenetik) Zingiber loerzingii.
Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa
genus
Zingiber
kemungkinan
besar
merupakan genus yang monofiletik. Pohon
filogenetik menunjukkan Zingiber loerzingii
bersarang dalam kelompok Zingiber dengan
bootstrap 62.0%. Rekonstruksi pohon
filogenetik juga memperlihatkan Zingiber
loerzingii memiliki hubungan kekerabatan
yang dekat dengan Zingiber orbiculatum.
Saran
Saran yang dapat diberikan yaitu
menambah penggunaan marka molekul untuk
analisis filogenetik Zingiber loerzingii
berbasis
molekuler
dalam
penelitian
selanjutnya agar hubungan kekerabatan
Zingiber loerzingii dengan spesies lainnya
dapat dikaji lebih mendalam. Selain itu, perlu
dilakukan penelitian untuk mendapatkan
sekuen DNA gen tertentu dari Zingiber
loerzingii guna menambah data sekuen pada
bank data.
DAFTAR PUSTAKA
Ausubel FM et al. 1998. Current Protocols
Molecular Biology. USA: John Willey and
Son.
Baldwin BG et al. 1995. The ITS region of
nuclear ribosomal DNA: A valuable
sources of evidence on Angiospermae
phylogeny. Ann.Missouri Bot. Gard 247277.
Bangun SII. 2002. Analisis Genotipe Normal
dan Abnormal pada Klon Kelapa Sawit
(Elaeis gueineensis Jacq.) dengan RAPD.
[tesis]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana,
Institut Pertanian Bogor.
Bintang M. 2010. Teknik Penelitian Biokimia.
Jakarta: Penerbit Erlangga.
Brinkman F, Leipe D. 2001. Phylogenetic
Analysis. Di dalam:
Baxevanis AD,
Ouellette BFF, Editor. Bioinformatics: A
Practical Guide to the Analisys of Gene
and Protein. John Willey & Sons. pp.
Dharmayanti NLPI. 2011. Filogenetika
molekuler: Metode taksonomi organisme
berdasarkan sejarah evolusi. [Makalah].
Bogor: Balai Besar Penelitian Veteriner.
Doyle JJ, Doyle JL. 1987. A rapid DNA
isolation procedure for small quantities of
fresh leaf tissue. Phytochemical Bulletin
19: 11-15.
Estrabrook G. 1984. Phylogenetic trees and
character state trees. Di dalam: Duncan T
and T Stuessy, editor. Perspectives on the
Reconstruction Evolutionary
History
Cladistics. Columbia University Press.
Faatih M. 2009. Isolasi dan digesti DNA
kromosom. Jurnal Penelitian Sains &
Teknologi 10: 61-67.
Fairbank DJ, Andersen WR. 1999. Genetics:
The
continuity of
life.
London
International
Thomsom
Publishing
Company: 277-282.
Fang DQ, Roose ML. 1997. Identification of
closely related Citrus cultivars with Inter
Simple Sequence Repeats Markers.
Theoredical Genetics 95:408-417.
Felsenstein J. 1985. Confidence intervals on
phylogenies: An approach using the
bootstrap. Evolution 39: 783-791.
Graham A, Newton CR. 1997. PCR
(Polimerase Chain Reaction). Ed Ke-2.
New York: Springer Verlag.
Gravendeel B. 1998. Phylogeny of Coelogyne
Lindl.
(Orchidaceae)
based
on
morphology and cpDNA RFLP data. Acta
Bot. Neerl. 47: 23-264.
Harris DJ, Poulsen AD, Frimodt-Moller C,
Preston J, Cronk QCB. 2000. Rapid
radiation in Aframomum (Zingiberaceae):
evidence from nuclear ribosomal DNA
internal
transcribed
spacer
(ITS)
sequences. Edinburgh Journal of Botany
57: 377–395.
Hidayat T, Yukawa T, Ito M. 2005. Molecular
phylogenetics of subtribe Aeridinae
(Orchidaceae): Insights from plastid matK
and nuclear ribosomal ITS sequences. J
Plant Res. 18:271-284.
Hidayat T, Pancoro A. 2008. Kajian
filogenetika molekuler dan peranannya
dalam menyediakan informasi dasar untuk
meningkatkan kualitas sumber genetik
anggrek. Jurnal AgroBiogen 4: 35-40.
Jorde LB. 2000. Biochemistry Notes. New
York: Kaplan.
18
Jorgensen RA, Cueller RE, Thomson WF,
Kavanagh TA. 1987. Structure and
variation in ribosomal RNA gene of Pea.
Plant Mol. Biol. 8:3-12.
Kress WJ, Prince LM, Williams KJ. 2002.
The phylogeny and a new classification of
ginger (Zingiberaceae): Evidence from
molecular data. American Journal of
Botany 89: 1682-1696.
Kress WJ, Liu AZ, Newman M, Li QJ. 2005.
The Molecular Phylogeny of Alpinia
(Zingiberaceae):
A
complex
and
polyphyletic genus of gingers. American
Journal of Botany 92: 167-178.
Larsen K, Ibrahim H, Khaw SH, Saw LG.
1999. Ginger of Peninsular, Malaysia, and
Singapore. Natural History Publication
(Borneo), Kota Kinabalu, Malaysia.
Li W, Graur D. 1991. Fundamental of
Molecular
Evaluation.
Sunderland:
Sinauer Associates.
McCulloug MJ, KV Clemons, JH McCusker,
DA Stevens. 1998. Intergenic Transcribed
Spacer PCR ribotyping for different/iation
of
Saccharomyces
species
and
interspecific hybrids. J. Clin Microbiol
36:1035–1038.
Moller M, Quentin CB, Cronk QCB. 1997.
Origin and relationships of Saintpaulia
(Gesneriaceae) based on ribosomal DNA
internal
transcribed
spacer
(ITS)
sequences. American Journal of Botany
84(8): 956-965.
Mort ME, Soltis PS, Soltis DE, Maery ML.
2000. Comparison of three methods for
estimating
internal
support
for
phylogenetic trees. Systematic Biology 49:
160-170.
Mount DW. 2001. Phylogenetic prediction. Di
dalam: Bioinformatic, Sequence and
Genome Analysis. New York: Cold Spring
Harbor Laboratory Press.
Muladno.
2002.
Teknologi
Genetika. Bogor: Pustaka
Muda.
Rekayasa
Wirausaha
Mullis KB. 1990. The unusual origin of the
Polimerase Chain Reaction. Scientific
American 3:56-65.
Ngamriansakul C, Newman MF, Cronk QCB.
2000. Phylogeny and disjunction in
Roscoea
(Zingiberaceae).
Edinburgh
Journal of Botany 57: 39-61.
Nicholas FW. 1993. Veterinary Genetics.
New York: Oxford University Press.
Odorico DM, Miller DJ. 1997. Variation in
the ribosomal Internal Transcribed Spacers
and 5.8S rDNA among five species of
Acropora (Cnidaria; Scleratinia): Pattens
of variation consistent with reticulate
evolution. Society for Molecular Biology
and Evolution. Mol. Bio 14: 465-473.
Osterbauer NK, Rehms L. 2002. Detecting
single seeds of small broomrape
(Orobanche minor) with a polymerase
chain reaction. Plant Health Progress.
[terhubung
berkala].
http://www.
plantmanagementnetwork.org/pub/php/res
earch/broomrape.html [24 Januari 2012].
Porebski S, Bailey LG, Baum BR. 1997.
Modification of CTAB DNA extraction
protocol for plants containing high
polysacharide
and
polyphenol
components. Plant Molec Biol Reporter
15: 8-15.
Rangsiruji A, Newman MF, Cronk QCB.
2000. Origin and relationships of Alpinia
galanga (Zingiberaceae) based on
molecular data. Edinburgh Journal of
Botany 57: 9–37.
Saiki RK et al. 1985. Enzymatic amplification
of beta-globin genomic sequences and
restriction site analysis for diagnosis of
sickle cell anemia. Science 230:13501354.
Sambrook J, Russell DW. 2001. Molecular
Cloning a Laboratory Manual. Ed ke-3.
New York: Cold Spring Harbor
Laboratory.
Sanger F. 1980. Determination of Nucleotide
Sequences in DNA, Nobel Lecture.
Cambridge: Medical Research Council
Laboratory of Molecular Biology.
Santoso PJ. 2005. Modified CTAB-based
DNA isolation procedure for fruit crops.
Jurnal Stigma 16: 1-4.
Searle RJ, Hedderson TAJ. 2000. A
preliminary phylogeny of the Hedychieae
tribe (Zingiberaceae) based on ITS
sequences of the nuclear rRNA sistron. Di
dalam: KL Wilson & DA Morrison, editor.
Monocots Systematics and Evolution. Hlm
710-718.
Soltis DE, Soltis PS. 1998. Choosing an
Approach and an Appropriate Gene for
Phylogenetic Analysis. Di dalam: Soltis
19
DE, Soltis Ps, Doyle JJ, editor. Molecular
Systematics of Plants II: DNA Sequencing.
Massachusetts:
Kluwer
Academic
Publishers.
Stuessy TF. 1990. Plant Taxonomy. The
Systematic Evaluation of Comparative
Data. New York: Columbia University
Press.
Sudjadi. 2008. Basic Techniques in Molecular
Biology. New York: Springer- Verlag.
Surzycki S. 2000. Basic Techniques in
Molecular Biology. New York: SpringerVerlag.
Swofford DL, Olsen GJ, Waddel PJ, Hills
DM. 1996. Phylogenetics inference. Di
dalam: Hillis DM et al., editor. Molecular
Systematics.
Sunderland:
Sinauer
Associates.
Swofford DL. 2002. PAUP*: phylogenetic
analysis using parsimony (*and other
methods),
vers.
4.0b10.
Sinauer,
Sunderland, Massachusetts, USA.
Syafaruddin, Santoso TJ. 2011. Optimasi
teknik isolasi dan purifiikasi DNA yang
efisien dan efektif pada kemiri sunan
(Reutalis trisperma (Blanco) Airy Shaw).
Jurnal Littri 17: 11-17.
Takano A, Okada H. 2003. Taxonomy of
Globba (Zingiberaceae) in Sumatra,
Indonesia. Systematic Botany 28: 524-546.
Theilade I. 1996. Revision of the genus
Zingiber in Peninsular Malaysia. The
Gardens’ Bulletin Singapore 48: 207-236.
Ubaidillah R, Sutrisno H. 2009. Pengantar
Biosistemik: Teori dan Praktik. Jakarta:
LIPI Press.
Valeton T. 1918. New note of the
Zingiberaceae of Java and Malaya. Bull.
Jard. Bot. Buitenz. 2: 1-163.
Wang H, M Qi, AJ Culter. 1993. A simple
method of preparing plant samples for
PCR. Nucleic Acid. Res 21: 4153-4154.
Williams KJ, Kress WJ, Manos PS. 2004. The
phylogenu, evolution, and classification of
the genus Globba and tribe Globbeae
(Zingiberaceae): Appendages do matter.
American Journal of Botany 91: 100-114.
Wilson K, Walker J. 2000. Principles and
Techniques of Practical Biochemistry
7ndEdition. United Kingdom: Cambridge
University.
White TJ, Bruns T, Lee S, Taylor J.1990.
Amplification and direct sequencing of
fungal ribosomal RNA genes for
phylogenies. Di dalam: MA Innis, DH
Gelfand, JJ Sninsky, TJ White, editor.
PCR protocols: A Guide to Methods and
Applications. San Diego: Academic Press.
Wilkins TA, Smart LW. 1996. Isolation of
RNA from Plant Tissue. Di dalam: Krieg
PA, editor. A Laboratory Guide to RNA.
Isolation, Analysis, and Synthesis. New
York: Willey-Liss.
Wood TH, Whitten WM, Williams NH. 2000.
Phylogeny of Hedychium and related
genera (Zingiberaceae) based on ITS
sequence data. Edinburgh Journal of
Botany 57: 261-270
Yi-Ping
PC.
2005.
Bioinformatics
technolologies:
Introduction
to
bioinformatics. Springer Science &
Business Media.Verlag-Berlin-Heidelberg,
pp: 1-5.
Yuwono T. 2006. Teori dan Amplifikasi PCR.
Yogyakarta: Andi.
Yowono T. 2010. Biologi Molekular. Jakarta:
Erlangga.
Zheng K, Huang N, Bennet P, Khush GS.
1995. PCR-Based marker assisted
selection in rice breeding. IRRI discussion
paper series No. 12.
20
LAMPIRAN
21
Lampiran 1 Diagram alir kegiatan secara umum
22
Lampiran 2 Tahap Isolasi DNA (modifikasi Doyle & Doyle 1987)
Sampel daun
PVP dan Pasir kuarsa
2% merkaptoetanol
Serbuk daun
CTAB hangat
Diinkubasi dalam penangas air 60oC
selama 1 jam
Sampel disimpan di suhu ruang (15 menit)
Sentrifugasi 13000 rpm selama
15 menit
supernatan
+ kloroform-isoamilalkohol
dihomogenkan
Sentrifugasi 13000 rpm selama
10 menit
supernatan
+ isopropanol dingin 2/3 vol
Disimpan semalam -20oC
Sentrifugasi 13000 rpm (10 menit)
pelet
Diinkubasi 37oC
selama 1 jam
+ TE pH 8.0
Pelet kering
Dihomogenkan
23
Lampiran 3 Tahap purifikasi, sequencing DNA, dan dan analisis filogenetik
24
Lampiran 4 Sekuen DNA ITS Zingiberaceae dari GenBank
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
12
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
Jenis
Zingiber wrayii
Zingiber gramineum
Zingiber sulphureum
Zingiber kawagoi
Zingiber striolatum
Zingiber teres
Zingiber recurvatum
Zingiber smilesianum
Zingiber orbiculatum
Zingiber densissimum
Zingiber officinale
Zingiber zerumbet
Zingiber corallinum
Zingiber spectabile
Zingiber coloratum
Zingiber purpureum
Zingiber xishuangbannaense
Zingiber oligophyllum
Zingiber junceum
Zingiber citriodorum
Zingiber neotruncatum
Zingiber montanum
Zingiber fragile
Zingiber bradleyanum
Zingiber newmanii
Zingiber isanense
Zingiber ottensii
Zingiber rubens
Zingiber barbatum
Zingiber parishii
Zingiber pellitum
Zingiber longipedunculatum
Curcumorpha longiflora
Scaphochlamys biloba
Distichochlamys rubrostriata
Hedychium longicornutum
Boesenbergia pulcherrima
Alpinia nigra
Cornukaempferia aurantiflora
Curcuma petiolata
Hitchenia glauca
Stahlianthus involucratus
Kaempferia rotunda
Nomor akses
AF478802
AF478800
AF478801
AF478801
HM116885
HM116888
EF488009
HM236154
HM116887
DQ064573
DQ064590
DQ064584
AF254460
AF414499
AF414498
HM236153
HM236156
HM116877
DQ064588
DQ064591
DQ064589
DQ064585
DQ064581
DQ064579
DQ064575
DQ064586
DQ064582
DQ064580
DQ064578
DQ064576
DQ064574
AB097254
AF478742
AF478788
HM236130
AF202377
AF478725
AH008310
AF478736
AF202408
AF478765
AF478796
AF478767
25
Lampiran 5 Hasil penyatuan sekuen ITS sampel Zingiber loerzingii. (Merah)
basa T, (hitam) basa G, (hijau) basa A, (biru) basa C.
26
Lanjutan Lampiran 5
27
Lampiran 6 Hasil penyejajaran sekuen ITS sampel Zingiber loerzingii dan
spesies Zingiberaceae lain. (Merah) basa T, (ungu) basa G, (hijau)
basa A, (biru) basa C.
28
Lanjutan Lampiran 6
29
Lanjutan Lampiran 6
30
Lanjutan Lampiran 6
31
Lanjutan Lampiran 6
32
Lanjutan Lampiran 6
Download