BAB I PENDAHULUAN

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Laporan keuangan adalah catatan informasi keuangan suatu perusahaan
pada suatu periode akuntansi yang digunakan untuk mengetahui kondisi dan
kinerja perusahaan. Menurut Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang dibuat
oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), laporan keuangan memiliki fungsi sebagai
penyedia informasi yang berkaitan dengan posisi keuangan, kinerja, serta
perubahan posisi keuangan sebuah perusahaan yang berguna untuk sejumlah besar
penggunanya dalam proses pengambilan atau pembuatan keputusan terkait
perusahaan. Salah satu elemen penting dalam laporan keuangan yang digunakan
untuk mengukur kinerja manajemen adalah laba. Informasi laba merupakan
perhatian utama untuk menaksir kinerja atau prestasi manajemen (Agustia, 2013).
IAI dalam PSAK No.25 (2009) menyatakan manfaat dari informasi laba
yaitu untuk menilai perubahan potensi sumber daya ekonomis yang mungkin
dapat dikendalikan di masa depan, menghasilkan arus kas dari sumber daya yang
ada, dan untuk perumusan pertimbangan tentang efektivitas perusahaan dalam
memanfaatkan tambahan sumber daya. Oleh karena itu, laporan keuangan perlu
disusun sebaik mungkin supaya tidak terjadi kesalahan dalam pengambilan
keputusan. Seiring dengan laju perputaran waktu serta berkembangnya
perekonomian di Indonesia semakin banyak cara yang dilakukan pihak internal
1
2
dalam mengembangkan perusahaannya dengan manajemen laba (earning
management).
Manajemen laba adalah suatu kondisi dimana manajemen melakukan
intervensi dalam proses penyusunan laporan keuangan bagi pihak eksternal
sehingga dapat meratakan, menaikkan, dan menurunkan laba (Schipper, 1989).
Sedangkan menurut Susilawati dan Purwanto (2015), manajemen laba (earning
management) adalah potensi manajemen akrual untuk memperoleh keuntungan.
Upaya perusahaan atau pihak-pihak tertentu untuk merekayasa, memanipulasi
informasi, bahkan melakukan tindakan manajemen laba yang dapat menyebabkan
laporan keuangan tidak lagi mencerminkan nilai fundamentalnya, karena laporan
keuangan seharusnya berfungsi sebagai media komunikasi manajemen dengan
pihak eksternal maupun dengan pemangku kepentingan.
Kasus manajemen laba yang belum lama terjadi yakni pada perusahaan
besar Thosiba. Thosiba merupakan perusahaan besar yang memproduksi alat-alat
elektronik selama 140 tahun. Berdasarkan berita yang dirilis oleh laman
www.beritasatu.com (2015), Thosiba telah melakukan manipulasi sejak 20082014 dengan menggelembungkan keuntungan pada laporan keuangan sebesar
151,8 miliar yen atau sekitar Rp 16 triliun. Terungkapnya kasus ini membuat
kepercayaan masyarakat menurun, khususnya masyarakat keuangan. Menurut
berita yang dirilis laman bisniskeuangan.kompas.com (2015), kasus tersebut
menyebabkan saham Thosiba mengalami penurunan hingga 16,55%.
Praktik manajemen laba diindikasi timbul sebagai dampak persoalan
keagenan atau agency theory. Agency theory terjadi karena adanya ketidak
3
selarasan kepentingan antara pemilik perusahaan dan manajemen (Cornet et. al
(2006) dalam Sari, 2013). Konflik kepentingan ini disebabkan manajer bertindak
berdasarkan sifat opportunistic, yaitu mengutamakan kepentingan pribadinya.
Laba merupakan salah satu informasi dalam laporan keuangan yang sering
digunakan sebagai dasar dalam penentuan kompensasi manajemen dan merupakan
sumber informasi yang penting untuk melakukan praktik perataan laba. Usaha
untuk mengurangi fluktuasi laba adalah suatu bentuk manipulasi laba agar jumlah
laba suatu periode tidak terlalu berbeda dengan jumlah laba periode sebelumnya.
Penelitian Susilawati dan Nanang (2015) menjelaskan bahwa masalah
manajemen laba akibat dari agency theory dapat diminimalisir dengan
pengawasan melalui good corporate governance. Konsep good corporate
governance diajukan demi tercapainya pengelolaan perusahaan yang lebih
transparan bagi semua pengguna laporan keuangan. Menurut Sari dan Putri
(2014), good corporate governance berperan penting sebagai monitoring terhadap
seluruh aktivitas operasional perusahaan, sehingga penerapan good corporate
governance yang baik diharapkan akan mampu mengurangi perilaku manajemen
laba yang bersifat oportunis.
Menurut Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) tahun 2006,
mengenai prinsip-prinsip good corporate governance yaitu meliputi transparansi
(transparency),
akuntanbilitas
(accountability),
pertanggungjawaban
(responsibility), kemandirian (independency), kewajaran (fairness) dan kesetaraan
untuk mencapai kesinambungan usaha (sustainability) perusahaan dengan
memperhatikan pemangku kepentingan (stakeholders). Prinsip-prinsip good
4
corporate governance ini dapat memberikan keyakinan pada para pengguna
informasi keuangan bahwa laporan keuangan yang diinformasikan oleh
perusahaan bebas dari pelanggaran seperti praktik manajemen laba.
Mekanisme good corporate governance yang digunakan dalam penelitian
ini yaitu kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, proporsi dewan
komisaris independen, dan komite audit. Menurut Jensen dan Meckling (1976)
konflik kepentingan antara agen dan principal dapat diminimalisir dengan
mekanisme
monitoring
yang
bertujuan
untuk
menyelaraskan
berbagai
kepentingan. Fungsi monitoring tersebut dapat dilakukan oleh keempat proksi
good corporate governance yang digunakan dalam penelitian ini.
Kepemilikan institusional merupakan saham perusahaan oleh investor
besar seperti perusahaan asuransi, bank, dana pensiun, dan investment banking
yang membeli saham perusahaan dalam jumlah besar (Griffin dan Ebert,
2007:115).
Penelitian
Agustia
(2013)
menyatakan
bahwa
kepemilikan
institusional tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Penelitian tersebut
berbeda dengan penelitian Sari (2013), bahwa kepemilikan institusional
berpengaruh terhadap manajemen laba. Kepemilikan institusional memiliki
kemampuan untuk memonitor secara efektif, sehingga akan meminimalisir
tindakan manajemen laba oleh pihak manajemen.
Kepemilikan manajerial adalah saham yang dimiliki oleh manajemen
secara pribadi maupun saham yang dimiliki oleh anak cabang perusahaan
bersangkutan beserta afiliasinya. Penelitian Sari dan Putri (2014) menyatakan
bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap manajemen laba. Besarnya
5
kepemilikan manajerial dalam perusahaan akan menurunkan tindakan manajemen
laba, karena apabila manajer memiliki saham di perusahaan, maka manajer
tersebut akan melindungi sahamnya agar tidak jatuh dengan cara tidak melakukan
manajemen laba. Hal ini berbeda dengan penelitian Agustia (2013) serta Yogi dan
Damayanti (2016), bahwa kepemilikan manajerial tidak berpengaruh tehadap
manajemen laba.
Penelitian Sari (2013), Sari dan Putri (2014) serta Nabila dan Daljono
(2012), menyatakan bahwa proporsi dewan komisaris independen berpengaruh
terhadap manajemen laba. Nabila dan Daljono (2012), menyebutkan bahwa dewan
komisaris yang independen secara umum mempunyai pengawasan yang lebih baik
terhadap manajemen, sehingga mempengaruhi kemungkinan kecurangan dalam
menyajikan laporan keuangan yang dilakukan oleh manajer. Berbeda dengan
penelitian Agustia (2013), bahwa proporsi dewan komisaris independen tidak
berpengaruh terhadap manajemen laba.
Komite audit bertugas melakukan pengawasan untuk meningkatkan
efektivitas dalam menciptakan keterbukaan dan pelaporan keuangan. Keberadaan
komite audit bermanfaat dalam menjamin transparansi, keterbukaan laporan
keuangan, keadilan bagi stakeholder, dan pengungkapan informasi yang
dilakukan oleh manajemen (Nabila dan Daljono, 2013). Penelitian Sari (2013)
serta Sari dan Putri (2014), menunjukkan bahwa ukuran komite audit berpengaruh
terhadap manajemen laba. Semakin banyaknya komite audit maka komite audit
mampu melaksanakan tanggungjawabnya dengan baik, dengan demikian bila
kinerja perusahaan baik maka harapannya laba yang dihasilkan perusahaan akan
6
semakin meningkat. Hal ini tidak sejalan dengan Agustia (2013), Yogi dan
Damayanti (2016) serta Susilawati dan Purwanto (2015), bahwa komite audit
tidak berpengaruh terhadap manajemen laba.
Faktor lain yang mempengaruhi manajemen laba adalah leverage.
Leverage merupakan salah satu usaha dalam peningkatan laba perusahaan.
Leverage financial menunjukkan kemampuan perusahaan dalam membayar
hutang dengan equity yang dimilikinya (Susilawati dan Purwanto, 2015).
Perusahaan yang mempunyai leverage financial tinggi akibat besarnya hutang
dibandingkan aset yang dimiliki perusahaan, diduga melakukan manajemen laba
karena perusahaan terancam default, yaitu tidak memenuhi kewajiban membayar
hutang pada waktunya. Hal ini didukung oleh penelitian Agustia (2013) dan Sari
(2013), bahwa leverage berpengaruh terhadap manajemen laba. Berbeda dengan
penelitian Susilawati dan Purwanto (2015), bahwa leverage tidak berpengaruh
terhadap manajemen laba.
Faktor lain yang mempengaruhi manajemen laba adalah arus kas bebas
(free cash flow). Perusahaan dengan arus kas bebas (free cash flow) yang besar ,
maka semakin sehat perusahaan tersebut karena memiliki kas yang tersedia untuk
pertumbuhan, pembayaran hutang dan deviden. Penelitian Agustia (2013)
menyatakan bahwa arus kas bebas (free cash flow) berpengaruh negatif terhadap
manajemen laba. Hal ini dikarenakan perusahaan dengan arus kas bebas (free cash
flow) yang tinggi cenderung tidak akan melakukan manajemen laba, karena
meskipun tanpa adanya manajemen laba, perusahaan sudah bisa meningkatkan
sahamnya. Penelitian tersebut juga didukung oleh penelitian Yogi dan Damayanti
7
(2016), bahwa arus kas bebas berpengaruh negatif terhadap manajemen laba.
Perusahaan yang memiliki arus kas bebas (free cash flow) positif mengindikasikan
bahwa perusahaan lebih mampu bertahan dalam situasi yang buruk karena
memiliki kesempatan untuk melakukan investasi dan belanja modal dalam rangka
mempertahankan operasi yang sedang berjalan.
Mengacu pada uraian diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat research
gap terkait hasil penelitian-penelitian terdahulu. Research gap tersebut dapat
disusun dalam bentuk tabel seperti berikut :
Tabel 1.1
Data Research Gap
Sumber : dibentuk berdasarkan penelitian terdahulu
Keterangan : v = Berpengaruh
x = Tidak berpengaruh
8
Berdasarkan pada tabel research gap tersebut dapat dilihat bahwa
penelitian-penelitian tersebut menunjukkan hasil yang berbeda-beda, maka perlu
dilakukan penelitian kembali. Penelitian ini merupakan pengembangan dari
penelitian Agustia (2013),
penelitian tersebut menunjukkan bahwa good
corporate governance tidak berpengaruh terhadap manajemen laba, dimana
seharusnya mekanisme good corporate governance mampu meminimalisir praktik
manajemen laba pada sebuah perusahaan dengan memonitoring pihak manajemen.
Penelitian ini juga ingin menguji lebih lanjut dengan menggunakan sampel yang
lebih luas pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI dan menggunakan
proksi lain yang lebih spesifik pada komite audit yaitu jumlah pertemuan dewan
komisaris. Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini ingin mengetahui
lebih lanjut mengenai faktor yang mempengaruhi manajemen laba dengan judul :
“Pengaruh Good Corporate Governance (GCG), Leverage dan Arus Kas
Bebas (free cash flow) Terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan
Manufaktur di BEI Periode 2012-2015”
1.2 Perumusan Masalah
Manajemen laba merupakan tindakan yang dapat menyebabkan laporan
keuangan tidak lagi mencerminkan nilai fundamentalnya, karena laporan
keuangan seharusnya berfungsi sebagai media komunikasi manajemen dengan
principal. Good corporate governance merupakan sistem yang mengatur dan
mengendalikan perusahaan yang dapat meminimalisasi tindakan manajemen laba.
Kasus pada perusahaan elektronik Thosiba yang belum lama ini terjadi yaitu
9
melakukan overstated profit, hal ini menjadi tanda tanya apakah mekanisme good
corporate governance belum diterapkan dengan baik pada perusahaan tersebut.
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka rumusan masalah dalam
penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut :
1. Apakah terdapat pengaruh dari good corporate governance yang
diproksikan dengan kepemilikan institusional terhadap praktik manajemen
laba?
2. Apakah terdapat pengaruh dari good corporate governance yang
diproksikan dengan kepemilikan manajerial terhadap praktik manajemen
laba?
3. Apakah terdapat pengaruh dari good corporate governance yang
diproksikan dengan proporsi dewan komisaris independen terhadap
praktik manajemen laba?
4. Apakah terdapat pengaruh dari good corporate governance yang
diproksikan dengan komite audit terhadap praktik manajemen laba?
5. Apakah terdapat pengaruh leverage terhadap praktik manajemen laba?
6. Apakah terdapat pengaruh arus kas bebas (free cash flow) terhadap
manajemen laba?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empiris dan menganalisis
pengaruh dari good corporate governance yang diproksikan dengan kepemilikan
institusional, kepemilikan manajerial, komite audit, proporsi dewan komisaris
10
independen, leverage, dan arus kas bebas (free cash flow) terhadap manajemen
laba.
1.3.2 Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian
ini
diharapkan
mampu
memberikan
kontribusi
dalam
pengembangan ilmu akuntansi terutama mengenai mekanisme good corporate
governance, leverage, dan arus kas bebas (free cash flow) dapat mempengaruhi
tindakan manajemen laba terhadap laporan keuangan perusahaan.
2. Manfaat Praktisi
a. Bagi peneliti
Penelitian ini dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman serta
menambah referensi bagi penelitian sejenis dalam memperluas wawasan dan
pengembangan selanjutnya
b. Bagi investor
Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi tambahan dalam pengambilan
keputusan investasi pada perusahaan.
c. Bagi perusahaan
Hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat terkait langkah tepat yang akan
diambil untuk mengelola perusahaan sesuai dengan prinsip-prinsip corporate
governance.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel
3.1.1 Variabel Dependen
Variabel dependen adalah faktor-faktor yang diobservasi dan diukur untuk
menentukan adanya pengaruh dari variabel independen. Dalam penelitian ini,
variabeldependennya adalah manajemen laba. Manajemen laba adalah upaya
manajer perusahaan untuk mengintervensi atau memperbaruhi informasiinformasi dalam laporan keuangan dengan tujuan untuk mengelabuhi stakeholder
yang ingin mempengaruhi kinerja dan kondisi perusahaan (Sulistyanto dan
Wibisono dalam Sari, 2013).
Pada penelitian ini manajemen laba diproksi dengan discretionary accrual,
dimanadiscretionary accrual didefinisikan sebagai penyesuaian akuntansi
terhadap aruskas perusahaan menurut pilihan manajer. Pengukuran manajemen
laba menggunakan discretionary accrual (DA) dihitung dengan menggunakan
Modified Jones Model (Dechow et. al, 1995).Alasan penggunaan model
ModifiedJones karena model ini merupakan model yang paling baik dalam
mendeteksimanajemen laba dibandingkan dengan model yang lain serta
memberikan hasilyang paling akurat.
Model Modified Jones ini terdapat unsur pendapatan dan piutang, dimana
ada indikasi bahwa perubahan pendapatan akan dipengaruhi oleh perubahan
piutang. Sehingga setelah dikurangi nilai piutang maka dapat menunjukkan bahwa
44
45
pendapatan yang diterima adalah pendapatan bersih. Berikut rumus perhitungan
yang digunakan sebagai berikut:
TA (total accrual) = Net income – Cash flow from operation
...............….… (1)
NDA = α1 (1/At-1) + α2 (ΔREVt-/ Tat-1) + α3 (PPEt/TAt1) .......................…. (2)
TACt/TAt-1= α1 (1/TAt-1) + α2 (ΔREVt/TAt-1)+ α3 (PPEt/TAt-1) + ε…… (3)
Selanjutnya dapat dihitung nilai discretionary accruals sebagai berikut:
DACit
:TCAt /TAt-1-NDA .......……………………………….....…… (4)
Keterangan:
DACit = Discretionary accruals pada periode t
NDA = Non discretionary accruals
TAt-1
: Total aset pada periode t-1
ΔREVt
: Perubahan pendapatan dalam periode t
PPEt
: Gross property, plant, and equipment periode t
α1, α2, α3
: koefisien regresi
3.1.2
Variabel Independen
Variabel
independen
adalah
variabel
yang
menjelaskan
atau
mempengaruhi variabel lain. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
good corporate governance (kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial,
proporsi dewan komisaris independen, komite audit), leverage, dan arus kas
bebas (free cash flow).
46
3.1.2.1 Kepemilikan Institusional
Menurut Agustia (2013), kepemilikan institusional adalah kepemilikan
saham perusahaan oleh investor besar seperti perusahaan asuransi, bank, dana
pensiun, dan investment banking yang membeli saham perusahaan dalam jumlah
besar. Menurut (Boediono, 2005 dalam Susilawati dan Nanang, 2015),
kepemilikan institusional diukur dengan rumus sebagai berikut :
Jumlah saham yang dimiliki oleh institusi
KI =
X 100 .......................... (5)
Total saham yang beredar
3.1.2.2 Kepemilikan Manajerial
Kepemilikan manajerial merupakan saham yang dimiliki oleh manajemen
secara pribadi maupun saham yang dimiliki oleh anak cabang (Sari, 2013).
Sahamyang dimiliki oleh manajer perusahaan relatif kecil dari total seluruh saham
yang ada dalamperusahaan tersebut. Berikut
rumus yang digunakan untuk
mengukur kepemilikan manajerial adalah :
Jumlah saham yang dimiliki pihak manajemen
KM =
X 100 ................... (6)
Total saham yang beredar
3.1.2.3 Proporsi Dewan Komisaris Independen
Dewan komisaris berperan dalam memonitor kebijakan direksi yang
diharapkan dapat meminimalisir permasalahan agensi yang muncul antara dewan
direksi dan pemegang saham. Menurut Peraturan BAPEPAM-LK No. IX.I.5
bahwa jumlah komisaris independen wajib mewakili sedikitnya 30% dari jumlah
komisaris dalam dewan komisaris. Proporsi dewan komisaris independen dalam
47
penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Jumlah dewan komisaris independen
DKI =
X 100 ................................... (7)
Jumlah dewan komisaris
3.1.2.4 Komite Audit
Komite audit bertugas melakukan pengawasan untuk meningkatkan
efektivitas dalam menciptakan keterbukaan dan pelaporan keuangan yang
berkualitas, ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan
pengawasan internal yang memadai (Nabila dan Daljono, 2013). Keberadaan
komite audit bermanfaat dalam menjamin transparansi, keterbukaan laporan
keuangan, keadilan bagi stakeholder, dan pengungkapan informasi yang dilakukan
oleh manajemen. Rapat komite audit yang rutin akan meningkatkan fungsi
monitoring terhadap manajemen. Dalam penelitian ini komite audit diukur dengan
jumlah rapat komite audit yang dilaksanakan dalam satu tahun.
3.1.2.5 Leverage
Leverage
keuangan
menunjukkan
kemampuan
perusahaan
dalam
membayar hutang dengan equity yang dimilikinya. Semakin besar tingkat
leverage, maka perusahaan mungkin tidak dapat memenuhi kewajiban hutang
pada waktunya yang dapat menyebabkan perusahaan terancam default(Agustia,
2013). Dalam penelitian ini leverage menggunakan rasio Debt to Asset, berikut
rumus perhitungan leverage ratio sebagai berikut :
Total hutang
Leverage rasio =
X 100 .......................................................... (8)
Total aset
48
3.1.2.6 Arus Kas Bebas (Free Cash Flow)
Arus kas bebas (free cash flow) merupakan arus kas aktual yang
didistribusikan kepada investor sesudah perusahaan melakukan semua investasi
dan modal kerja yang diperlukan untuk menjaga kelangsungan operasionalnya.
Pada penelitian ini free cash flow dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :
Free Cash Flow = CFO-CFIx 100 ............................................................... (9)
Total aset
Keterangan :
CFO = arus kas operasi
CFI = arus kas investasi
Tabel 3.1
Variabel dan Definisi Operasional
No
Variabel
1
Manajemen
Laba
2
Definisi
Upaya manajer
perusahaan untuk
mengintervensi atau
memperbaruhi
informasi-informasi
dalam laporan
keuangan dengan
tujuan untuk
mengelabuhi
stakeholder yang
ingin
mempengaruhi
kinerja dan kondisi
perusahaan.
Kepemilikan Kepemilikan saham
Institusional perusahaan oleh
investor besar
seperti perusahaan
asuransi, bank,
dana pensiun, dan
investment banking
Pengukuran
TA (total accrual) =
Net income – Cash
flow from operation
Sumber
Septiana
Ratna Sari
(2013)
NDA = α1 (1/At-1) +
α2 (ΔREVt-/ Tat-1) +
α3 (PPEt/TAt-1)
TACt/TAt-1= α1
(1/TAt-1) + α2
(ΔREVt/TAt-1) + α3
(PPEt/TAt-1) + ε
DACit=TCAt /TAt-1NDA
Jumlah saham yang
dimiliki oleh
institusi
dibandingkan
dengan total saham
yang beredar.
Dian Agustia
(2013)
49
3
4
5
6
yang membeli
saham perusahaan
dalam jumlah besar.
Kepemilikan Saham yang
Manajerial
dimiliki oleh
manajemen secara
pribadi maupun
saham yang
dimiliki oleh anak
cabang.
Proporsi
Dewan komisaris
Dewan
berperan dalam
Komisaris
memonitor
kebijakan direksi
yang diharapkan
dapat
meminimalisir
permasalahan
agensi yang muncul
antara dewan
direksi dan
pemegang saham.
Komite
Komite audit
Audit
bertugas melakukan
pengawasan untuk
meningkatkan
efektivitas dalam
menciptakan
keterbukaan dan
pelaporan keuangan
yang berkualitas,
ketaatan terhadap
peraturan
perundangundangan yang
berlaku, dan
pengawasan
internal yang
memadai.
Leverage
Kemampuan
perusahaan dalam
membayar hutang
dengan equity yang
dimilikinya.
Presentase
perbandingan jumlah
saham yang dimiliki
pihak manajemen
dengan seluruh
modal saham yang
beredar
Presentase dari
jumlah dewan
komisaris
independen
dibandingkan
dengan total jumlah
dewan komisaris.
Septiana
Ratna Sari
(2013)
Jumlah rapat komite
audit dalam satu
tahun
Afifa Nabila
dan Daljono
(2013)
Total hutangx 100%
Total aset
R.Anastasia
Endang
Susilawati
dan Nanang
Purwanto
(2015)
Dian Agustia
(2013)
50
7
Arus Kas
Bebas (free
cash flow)
Arus kas aktual
yang
didistribusikan
kepada investor
sesudah perusahaan
melakukan semua
investasi dan modal
kerja yang
diperlukan untuk
menjaga
kelangsungan
operasionalnya.
Free cash flow =
CFO-CFI x 100%
Total aset
Dian Agustia
(2013)
Sumber : dibentuk dan diolah berdasarkan penelitian terdahulu
3.2
3.2.1
Objek Penelitian, Unit Sampel, Populasi dan Sampel
Objek Penelitian dan Unit Sampel
Objek dalam penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan di sektor
manufaktur yang telah go public dan sahamnya yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia (BEI). Alasan memilih perusahaan manufaktur karena perusahaan yang
listing di Bursa Efek Indonesia (BEI) kebanyakan dari perusahaan-perusahaan
besar serta perusahaan manufaktur merupakan salah satu perusahaan yang
menjalankan akuntansi akrual. Perusahaan dipilih untuk mencegah terjadinya bias
dalam perhitungan discretionary accruals dalam mendeteksi manajemen laba.
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode tahun 20122015.
Sampel adalah sebagian objek yang diselidiki dari keseluruhan objek yang
ada (Supranto, 2008). Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan
metode purposive sampling (pemilihan sampel bertujuan) yaitu penentuan sampel
51
atas dasar kesesuaian karakteristik dan kriteria tertentu. Kriteria yang digunakan
dalam penentuan sampel ini adalah sebagai berikut:
a. Perusahaan yang bergerak di sektor manufaktur dan telah terdaftar di
Bursa Efek Indonesia khususnya tahun 2012-2015.
b. Perusahaan mempunyai kelengkapan data tahun 2012-2015 yang
diperlukan dalam penelitian ini .
c. Perusahaan yang aktif selama empat tahun mengalami laba dari tahun
ke tahun selama periode 2012-2015.
d. Perusahaan menerbitkan laporan keuangan dalam mata uang rupiah
berturut- turut selama periode 2012-2015 .
3.3
Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan jenis data dokumenter. Data dokumenter
adalah jenis data penelitian yang antara lain berupa faktur, jurnal, surat, atau
dalam bentuk laporan program. Sumber yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sumber data sekunder dimana data penelitian diperoleh oleh peneliti secara
tidak langsung atau melalui media perantara (diperoleh atau dicatat oleh pihak
lain). Adapun sumber data yang digunakan adalah data sekunder yang merupakan
data yang diterbitkan dan dipublikasikan oleh Bursa Efek Indonesia.
kuantitatif
dalamlaporan
ini
berupalaporan
perusahaan
manufaktur
Data
dan
laporankeuangan perusahaan yang terdaftar di BEI 2012-2015. Sumber data
diambil dari situs BEI www.idx.co.id , ICMD dan website resmi perusahaan yang
dijadikan sampel.
52
3.4 Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini mengumpulkan data dengan metode dokumentasi dimana
metode pengumpulan data kualitatif dengan melihat atau menganalisis dokumendokumen yang dibuat oleh subjek sendiri atau oleh orang lain tentang subjek.
(Ghozali, 2009). Metode dokumentasi dalam penelitian ini dilakukan dengan cara
mencatat atau mendokumentasikan data yang berkaitan dengan penelitian yang
tercantum dalam ICMD dan IDX pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia periode 2012-2015.
3.5
Metode Analisis Data
3.5.1
Analisis Statistik Deskriptif
Analisis
statistik
deskriptif
yaitu
mengumpulkan,meringkas,
menyampling, mengolah, dan mengkaji data tersebut sehingga dapat diambil
keputusan dari suatu permasalahan (Supranto, 2008). Ukuran yang dipakai yaitu
nilai rata-rata (mean), nilai maksimum, nilai minimum, dan standar deviasi.
Mean digunakan untuk mengetahui rata- rata data yang bersangkutan.
Maksimum digunakan untuk mengetahui jumlah terbesar data yang bersangkutan.
Minimum digunakan untuk mengetahui jumlah terkecil data yang bersangkutan.
Standar deviasi digunakan untuk mengetahui seberapa besar data yang
bersangkutan bervariasi dari rata- rata.
3.5.2
Uji Asumsi Klasik
Pengujian regresi linier berganda dapat dilakukan setelah model dari
penelitian ini memenuhi syarat-syarat yaitu lolos dari asumsi klasik. Syarat-syarat
yang harus di penuhi adalah data tersebut harus terdistribusikan secara normal,
53
tidak mengandung multikoloniaritas, dan heterokidastisitas. Untuk itu sebelum
melakukan pengujian regresi linier berganda perlu dilakukan lebih dahulu
pengujian asumsi klasik. Uji asumsi klasik tersebut terdiri dari uji normalitas, uji
multikolonieritas, uji autokorelasi dan uji heteroskedastisitas.
a. Uji Normalitas
Uji normalitas data bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi,
variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Model regresi yang
baik adalah data yang berdistribusi normal atau mendekati normal (Ghozali,
2009). Seperti diketahui bahwa uji t dan uji F mengasumsikan bahwa nilai
residual mengikuti distribusi normal. Kalau asumsi ini dilanggar maka uji statistik
menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil. Untuk mendeteksi apakah data
berdistribusi normal atau tidak, penelitian ini menggunakan analisis statistik.
Analisis statistic merupakan alat statistik yang sering digunakan untuk
menguji normalitas residual yaitu uji statistik non-parametik KolmogorovSmirnov. Dalam mengambil keputusan dilihat dari hasil uji K-S, jika nilai
probabilitas signifikansinya lebih besar dari 0,05maka data terdistribusi secara
normal. Sebaliknya, jika nilai probabilitas signifikansinya lebih kecil dari 0,05
maka data tersebut tidak terdistribusi secara normal.
b. Uji Heteroskedastisitas
Pengujian ini bertujuan apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan
variance dari residual satu pengamatan kepengamatan lain. Jika variance dari
residual
satu
pengamatan
ke
pengamatan
lain
tetap,
maka
disebut
homokedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas (Ghozali, 2009).
54
Uji heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan menggunakan metode
grafik, maka hanya perlu melihat adanya tidaknya pola tertentu yang terdapat
pada scatterplot, dasar pengambilan kesimpulan adalah sebagai berikut:

Jika pola tertentu seper tititik (point-point) yang ada membentuk suatu pola
tertentu yang teratur (bergelombang, melebar, kemudian menyempit), maka
telah terjadi heteroskedastisitas.

Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar diatas dan dibawah
angka 0 padasumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
Uji heteroskedastisitas juga dapat dilakukan dengan menggunakan uji
gletser untuk mendeteksi data atau tidaknya heteroskedatisitas. Uji gletser seperti
pengujian ini mengusulkan untuk meregres nilai absolute residual terhadap
variabel independen lainnya. Jika nilai signifikansi dari regresi atas absolute
residualdan tiap-tiap variabel independen tersebut lebih dari nilai signifikan 0,05
maka model regresi tidak mengalami heteroskedatisitas.
c. Uji Multikolinieritas
Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah di dalam model
regresi ditemukan adanya korelasi antar variable bebas. Model regresi yang baik
seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variable bebas. Untuk mendeteksi ada
atau tidaknya multikolinieritas di dalam model regresi dapat dilihat dari nilai
tolerance (tolerance value) dan nilai Variance Inflation Factor (VIF). Kedua
ukuran ini menunjukkan setiap variable bebas manakah yang dijelaskan oleh
variable bebas lainnya. Jika nilai tolerance > 0,01 dan VIF <10, maka dapat
diartikan bahwa tidak terdapat multikolinearitas pada penelitian tersebut. Dan
55
sebaliknya jika tolerance < 0,01 dan VIF >10, maka terjadi gangguan
multikolinieritas pada penelitian tersebut(Ghozali, 2009).
Jika terdapat multikoloniearitas cara memperbaikinya adalah :
a. Menggabungkan data crossection dan time series.
b. Keluarkan satu atau lebih variabel independen yang mempunyai
korelasi tinggi dari model regresi dan identifikasikan variabel
independen lainnya untuk membantu prediksi.
c. Transformasi variabel
d. Gunakan model dengan variabel independen yang mempunyai korelasi
tinggi hanya untuk prediksi.
e. Gunakan metode analisis yang lebih canggih seperti Bayesian
regression.
d. Uji Autokorelasi
Pengujian ini dilakukan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi
linier ada korelasi antara kesalahan pengguna pada periode t dengan kesalahan
pada periode t-1 (Ghozali, 2009). Autokorelasi muncul karena observasi yang
berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lain. Masalah ini timbul karena
residual tidak bebas dari satu observasi ke observasi lainnya. Model regresi yang
baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi. Autokorelasi dapat diketahui
melalui uji Durbin–Watson (DW test). Jika dw lebih kecildibandingkan dengan du
atau lebih besar dari 4-du, maka H0 ditolak yang berartiterdapat autokolerasi. Jika
dw terletak diantara du dan 4-du, maka H0 diterimayang berarti tidak ada
autokolerasi.
56
Pengujian ada tidaknya autokorelasi juga dapat dilakukan dengan uji Run
Test. Run Test sebagai bagian dari statistik non-parametrik digunakan untuk
menguji apakah antar residual terdapat autokorelasi yang tinggi. Jika antar
residual tidak terdapat hubungan autokorelasi maka dikatakan bahwa residual
adalah acak atau random. Kriteria pengujian adalah jika nilai probabilitas lebih
besar dari 0,05 maka tidak ada autokorelasi.
H0 : residual (res_1) random (acak).
HA : residual (res_1) tidak random.
Jika suatu regresi memiliki autokorelasi, ada beberapa penyelesaian antara lain:
a. Tentukan apakah autokorelasi yang terjadi merupakan pure autocorrelation
dan bukan karena kesalahan spesifikasi model regresi.
b. Jika yang terjadi adalah pure correlation, maka solusinya dengan
mentransformasi model awal menjadi model difference.
3.5.3
Uji Regresi Linier Berganda
Menurut Ghozali, menyatakan bahwa analisis regresi linier berganda
adalah hubungan secara linear antara dua atau lebih variabel independen (X1,
X2,….Xn) dengan variabel dependen (Y). Analisis ini untuk mengetahui arah
hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen apakah masingmasing variabel independen berhubungan positif atau negatif dan untuk
memprediksi nilai dari variabel dependen apabila nilai variabel independen
mengalami kenaikan atau penurunan. Persamaan regresi linear berganda sebagai
berikut:
Y = a+b1X1+b2X2+b3X3+b4X4+b5X5+b6X6+ε ............................... (10)
57
Keterangan:
Y: Manajemen Laba
X1: Kepemilikan Institusional
X2: Kepemilikan Manajerial
X3 : Proporsi Dewan Komisaris Independen
X4: Pertemuan Komite Audit
X5: Leverage
X6 : Free Cash Flow
a: Konstanta
X1 – X6: Koefisien Regresi
ε : Error
3.5.4
Uji Hipotesis secara parsial (Uji-t)
Menurut
Ghozali
(2009),
uji
statistik
t
pada
dasarnya
menunjukkanseberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara individual
dalammenerangkan variabel dependen. Apabila nilai probabilitas signifikansi
<0.05, maka suatu variabel independen merupakan penjelas yang signifikan
terhadap variabel dependen.
3.5.5
Uji Kelayakan Model (Uji F)
Uji
statistik
F
pada
dasarnya
menunjukkan
apakah
semua
variabelindependen yang dimaksud dalam penelitian mempunyai pengaruh
secarasimultan terhadap variabel dependen (Ghozali, 2009). Apabila nilai
58
probabilitas signifikansi < 0.05, maka suatu variabel independen secara bersamasama mempengaruhi variabel dependen.
3.5.6
Uji Koefisien Determinasi R2
Koefisien determinasi mengukur seberapa jauh kemampuan model
variabel independen dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai
koefisien determinasi adalah antara 0 dan 1. Nilai R2 yang kecil berarti
kemampuan variabel independen dalam menjelaskan variabel dependen terbatas.
Nilai yang mendekati satu variabel independen memberikan hampir semua
informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variabel dependen. Secara umum
variabel determinasi untuk data silang relatif rendah karena adanya variasi yang
besar antara tiap pengamatan, sedangkan untuk data time series biasanya
mempunyai nilai koefisien determinasi yang tinggi (Ghozali, 2009).
Kelemahan menggunakan koefisien determinasi adalah bias terhadap
jumlah variabel independen yang dimasukkan ke dalam model. Setiap tambahan
satu variabel independen, maka R2 pasti meningkat meskipun variabel tersebut
signifikan terhadap variabel dependen. (Ghozali, 2009)
Download