Volume 2 Tahun 2009 ABSTRAK [01] ANALISIS TES BAHASA INDONESIA DITINJAU DARI SEGI PENDEKATAN KOMUNIKATIF DAN INTEGRATIF PADA SISWA KELAS I SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI UBUD Oleh : Ni Putu Parmini, 2006 (Pembimbing : Prof. Dr. I Made Gosong, M.Pd, Prof.r. Ida Bagus Putrayasa, M.Pd.) Fungsi bahasa yang utama adalah sebagai alat untuk berkomunikasi. Karena itu pengajaran bahasa diarahkan agar siswa terampil berkomunikasi baik secara lisan maupun tulisan. Siswa lebih banyak dilatih menggunakan bahasa untuk berkomunikasi. Tes bahasa digunakan sebagai mengukur kemampuan/keberhasilan siswa berkomunikasi. Sesuai dengan kurikulum Sekolah Menengah Atas tahun 2004, mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia haruslah memperhatikan hakikat bahasa dan sastra sebagai sebuah sarana komunikasi dan pendekatan pembelajaran yang digunakan. Standar kompetensi yang ingin dicapai dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia secara jelas telah ditunjukan pada rumusan standar kompetensi yang kemudian akan dijabarkan menjadi kompetensi dasar dan materi pembelajaran. Berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar disusunlah silabus mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Standar kompetensi bahasa dan sastra Indonesia di Sekolah Menengah Atas tidak ditekankan pada penguasaan sistemnya, melainkan pada kemampuan menggunakan bahasa Indonesia secara benar sesuai dengan tuntutan kompetensi dasar dan situasi tutur. Dengan demikian, tes bahasa dan sastra Indonesia perlu diarahkan pada kompetensi dasar dan situasi tutur, sehingga pendekatan yang relevan digunakan adalah pendekatan komunikatif Abstrak Pendidikan Bahasa____________________________________ 1 Volume 2 Tahun 2009 dan integrative, karena pendekatan tersebut mengarahkan kemampuan siswa berkomunikasi yang sebenarnya. Asalah penelitian adalah kualitas tes formatif dan sumatif ditinjau dari segi pendekatan komunikatif dan integrative serta hambatan-hambatan yang dihadapi guru dalam menyusun tes sesuai dengan pendekatan komunikatif dan integrative. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui kualitas tes formatif dan sumatif ditinjau dari segi pendekatan komunikatif dan integrative dan untuk mengetahui hambatan-hambatan yang dihadapi guru dalam menyusun tes berdasarkan pendekatan komunikatif dan integrative. Teori-teori yang melandasi penelitian ini adalah mengacu pada teori tentang tes bahasa Indonesia berdasarkan pendekatan komunikatif dan integrative. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan empiris pengumpulan data tentang kualitas tes ditinjau dari segi pendekatan komunikatif dan integrative dilakukan dengan metode wawancara dan studi dokumen. Analisis data dilakukan dengan analisis non statistic dengan langkah-langkah (1) deskripsi data, (2) kalsifikasi data, (3) interpretasi data (4) penarikan kesimpulan. Hasil analisis data menunjukkan bahwa secara umum, tes formatif dan tes sumatif bahasa Indonesia yang digunakan siswa kelas I, semester I dan II tahun 2004/2005 di SMA Negeri Ubud kurang sesuai dengan pendekatan komunikatif dan integrative. Secara khusus ada beberapa item yang memenuhi criteria pendekatan komunikatif dan integrative. Hambatan-hambatan yang dialami oleh guru dalam menyusun tes bahasa dan sastra Indonesia adalah perasaan masih kurang memiliki wawasan dan kemampuan dalam menyusun tes sesuai dengan situasi senyatanya dan juga alokasi waktu yang tersedia terbatas. Peneliti menyarankan agar tes dilakukan secara lisan dan tertulis agar dapat mengukur kemampuan berkomunikasi yang senyatanya. Abstrak Pendidikan Bahasa____________________________________ 2 Volume 2 Tahun 2009 ABSTRAK [02] PROSES BELAJAR-MENGAJAR MEMBACA PERMULAAN YANG MENGGUNAKAN BUKU BACALAH, CARA CEPAT BELAJAR MEMBACA DI KELAS I SEKOLAH DASAR NEGERI 2 JAGARAGA INDAH KECAMATAN KEDIRI LOMBOK BARAT TAHUN PELAJARAN 2005/2006 Oleh : Abdul Hapiz, 2007 (Pembimbing : Prof. Dr. I Made Gosong, M.Pd., Prof. Dr. Ida Bagus Putraysa, M.Pd.) Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan proses belajar- mengajar membaca permulaan yang menggunakan buku BCCBM di kelas I SDN 2 Jagaraga Indah Kediri Lombok Barat, meliputi : aktivitas guru dan siswa dalam proses belajar mengajar membaca, hasil pengajaran membaca, dan factor-faktor pendukung dan penghambat dalam proses belajar mengajar membaca. Untuk mencapai tujuan penelitian digunakan rancangan deskriptif kualitatif. Subjek penelitian adalah guru dan siswa kelas I SDN 2 Jagaraga Indah Kediri Lombok Barat. Data yang diperlukan dikumpulkan dengan teknik observasi, wawancara, dan tes membaca. Data yang terkumpul dianalisis dengan metode deskriptif. Berdasarkan analisis data, diketahui ; (1) aktivitas guru dan siswa dalam proses belajar mengajar membaca menggunakan buku BCCBM adalah dalam memberikan materi pelajaran membaca, guru hanya mengajarkan pokok pelajaran, sedangkan bacaan selanjutnya dibaca sendiri oleh siswa sambil dievaluasi oleh guru. Pada saat latihan membaca, siswa tidak dituntun, akan tetapi cukup ditunjukkan bacaan yang sejenis pada pokok pelajaran. Apabila siswa mengalami kesulitan diberikan titian ingatan oleh guru atau dibacakan seperlunya, (2) hasil pengajaran membaca yang Abstrak Pendidikan Bahasa____________________________________ 3 Volume 2 Tahun 2009 menggunakan buku BCCBM cukup baik, karena seluruh siswa bisa membaca meskipun ada siswa yang nilainya tergolong cukup, (3) factor-faktor pendukung dalam proses belajar mengajar dapat dikategorikan menjadi factor internal siswa dan factor eksternal siswa. Faktor internal menyangkut kematangan siswa untuk belajar membaca dan buku BCCBM, sarana dan prasarana yang cukup memadai, jumlah siswa tidak terlalu banyak, dan adanya pengalaman siswa belajar membaca Al-qur’an dengan buku metode iqra’ yang mirip dengan buku BCCBM. Adapun factor penghambat adalah ada kecenderungan siswa saling mengganggu pada saat belajar dan siswa yang sering tidak masuk, dapat mengganggu target pencapaian materi pelajaran. Bertitik tolak dari temuan, disampaikan saran (1) guru SDN 2 Jagaraga Indah diharapkan mempertahankan cara penyajian pelajaran membaca permulaan yang menggunakan buku BCCBM, (2) untuk meningkatkan prestasi dan kualitas membaca siswa, guru diharapkan secara rutin mengevaluasi hasil belajar siswa, (3) untuk mewujudkan pembelajaran yang efektif, guru hendaknya menanamkan sikap disiplin kepada siswa di sekolah dan melakukan kerjasama dengan orang tua/wali murid. Abstrak Pendidikan Bahasa____________________________________ 4 Volume 2 Tahun 2009 ABSTRAK [03] PERGESERAN BAHASA DIALEK MINORITAS NGGETO NGGETE URBAN-MIGRAN DI MATARAM LOMBOK, NUSA TENGGARA BARAT (NTB) Oleh : Amrullah, 2007 (Pembimbing : Prof. Dr. Sumarsono, M.Ed, Prof. Dr. Razak Rudiyanto, M.Ed) Penelitian ini mengenai pergeseran bahasa Sasak dialek Nggeto-Nggete penutur minoritas urban-migran di kota Mataram yang penutur aslinya berasal dari Suralaga, Sembalun, wanasaba dan Dasan Lekong kabupaten Lombok Timur. Peneliti ingin mengetahui (1) bahasa apa yang digunakan oleh penutur minoritas dialek Nggeto-Nggete pada ranah yang berbeda di kota mataram, (2) factor-faktor apa yang menyebabkan pergeseran bahasa penutur minoritas urban-migran penutur dialek Nggeto-Nggete di kota Mataram, dan (3) sikap bahsa dan atau dialek penutur NggetoNggete terhadap dialek mereka. Desain penelitian ini adalah suatu studi yang melihat kasus pergeseran bahasa dengan subjek penelitian adalah penutur dialek minoritas urban-migran nggeto-Nggete yang tempat tinggal mereka tidak terkonsentrasi pada suatu tempat melainkan tersebar di tiga kecamatan di kota Mataram dan sudah tinggal sejak 1980-an. Teori pergeseran bahasa menyebutkan bahwa factor demografi (demography factors) merupakan salah satu penyebab kuat dan cepat terjadinya pergeseran bahasa. Dengan kata lain, resistensi pergeseran bahasa lebih cepat terjadi pada area perkotaan dibandingkan dengan area pedesaan (Holmes,1992). Data dalam penelitian diperoleh dengan menggunakan (1) metode observasi, (2) mendistribusikan kuesioner, (3) melakukan wawancara dan (4) menggunakan teknik catat serta perekaman. Selanjutnya, data dianalisis dengan menggunakan metode analisis kualitatif dan Abstrak Pendidikan Bahasa____________________________________ 5 Volume 2 Tahun 2009 kuantitatif. Dasar teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori ranah dan teori pilihan bahasa (Fishman dalam Fasold, 1984). Temuan dari penelitian ini menunjukkan bahwa : (a) pada keenam ranah yang berbeda yaitu ranah keluarga, ranah agama, ranah persahabatan, ranah ketetanggaan, ranah pemerintahan, dan ranah pendidikan, ditemukan (1) penggunaan bahasa didominasi oleh bahasa Indonesia dan Bahasa sasak(BS) dialek Meno-Mene, (2) orang tua penutur dialek Nggeto-Nggete masih menggunakan dialek Nggeto-Nggete dalam keluarga, khususnya antara ayah dan ibu, akan tetapi (3) pada keenam ranah yang berbeda tersebut, tidak ditemukan adanya penggunaan dialek Nggeto-Nggete, khususnya pada anak-anak dari penutur dialek ini, (b) pergeseran bahasa yang terjadi pada penutur dialek disebabkan oleh beberapa factor antara lain : (1) tidak dipakainya dialek ini pada lingkungan dalam keluarga, (20 orang tua penutur dialek ini tidak mentransfer dialek NggetoNggete pada anak-anak mereka, (3) pola pemukiman penutur dialek Nggeto-Nggete yang terpencar di Mataram, (4) setidak-tidaknya dari kenyataan yang terlihat, lingkungan bahasa dialek mayoritas Meno-Mene kurang mendukung penggunaan dialekini, (5) tingginya keinginan beradaptasi penutur dialek ini dengan lingkungan sekitar, (6) rendahnya sikap positif penutur dialek ini terhadap mereka, dan (7) rendahnya kesetiaan penutur dialek ini terhadap dialek mereka. Berdasarkan hasil temuan yang diperoleh, peneliti menyimpulkan bahwa (1) dialek Nggeto-Nggete pada kedua telah mengalami kepunahan, (2) kepunahan bahasa dialek Nggeto-Nggete ini disebabkan oleh beberapa factor antara lain : (1) factor internal, seperti (a) rendahnya sikap positif penutur dialek ini terhadap dialek mereka, dan (b) rendahnya kesetiaan penutur dialek ini terhadap dialek mereka, sehingga menyebabkan : tidak dipakainya dialek ini pada lingkungan dalam keluarga dan orang tua penutur dialek ini tidak mentransfer dialek Nggeto-nggete pada anak-anak merekadan (2) factor eksternal, seperti (a) pola pemukiman penutur dialek Nggeto-Nggete yang terpencar di Mataram, (b) tingginya keingginan beradaptasi penutur dialek ini dengan lingkungan sekitar, dan (c) setidak-tidaknya dari kenyataan yang terlihat, lingkungan bahasa Abstrak Pendidikan Bahasa____________________________________ 6 Volume 2 Tahun 2009 dialek mayoritas Meno-Mene kurang mendukung penggunaan dialek ini. ABSTRAK [04] EVALUASI TERHADAP PEMBELAJARAN MENULIS BAHASA INDONESIA DENGAN PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) BERDASARKAN KURIKULUM 2004 PADA SISWA KELAS X MADRASAH ALIYAH NEGERI SELONG LOMBOK TIMUR Oleh : Moh Irfan, 2006 (Pembimbing : Prof.Dr. Dewa Komang Tantra, M.Sc, Dr. I Made Sutama, M.Pd) Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Selong telah menerapkan Kurikulum 2004 dan menerapkan pula pendekatan “ Contextual Teaching and Learning” (CTL). Masalah utama penelitian ini adalah bagaimanakah penerapannya dalam pembelajaran menulis Bahasa Indonesia pada siswa kelas X Madrasah Aliyah Negeri Selong?. Penelitian ini ditujukan untuk mengevaluasi perencanaan, pelaksanaan dan assesmen yang dilakukan oleh guru Bahasa Indonesia dalam pembelajaran menulis dengan CTL di Madrasah Aliyah Negeri Selong Kabupaten Lombok Timur. Teori yang digunakan adalah CTL dalam pembelajaran menulis. Data dikumpulkan dengan teknik observasi langsung menggunakan pedoman observasi yang telah divalidasi oleh pakar. Pedoman observasi menggunakan skala penilaian, dalam hal ini skala likert dengan mengeliminasi pilihan ketiga. Data dianalisis secara deskriptif kuantitatif. Hasilnya adalah perencanaan pembelajaran menulis dengan prinsip-prinsip pendekatan CTL berada dalam kategori sesuai dengan tingkat kesesuaian rata-rata 4,30, pelaksanaannya tergolong ke dalam kategori sesuai, yaitu berada pada rata-rata 4,14 dan Abstrak Pendidikan Bahasa____________________________________ 7 Volume 2 Tahun 2009 assesmen juga tergolong ke dalam kategori cukup sesuai dengan rata-rat 3,03. Dengan demikian, secara keseluruhan pembelajaran menulis di MAN Selong termasuk ke dalam kategori sesuai dengan CTL. Kesesuaian dengan rata-rata tertinggi ada pada persiapan, kemudian disusul pelaksanaan dan rata-rata terendah ada pada assesmen. Implikasinya adalah guru Bahasa Indonesia hendaklah memberikan peluang dan ruang gerak yang bebas bagi para siswanya dalam menuangkan ide-ide/gagasan ke dalam bentuk tulisan berdasarkan pengalaman menjalin kerjasama yang penuh dan kesadaran guna pengembangan potensi anak didik kea rah pemahaman dan kemampuan menulis yang baik. Disarankan kepada guru Bahasa Indonesia untuk meningkatkan pembelajaran menulis dengan menambah tugas-tugas serta penentuan bahan yang lebih bervariasi dengan alokasi waktu yang memadai. ABSTRAK [05] LANGUAGE ACQUISITION OF A HEARING CHILD BORN FROM DEAF PARENTS IN A DEAF COMMUNITY OF BENGKALA VILLAGE, KUBUTAMBAHAN, BULELENG BALI Oleh : Made Hery Santosa, 2006 (Pembimbing : Prof. Dr. Razak Rudiyanto, M.Ed, Dr. I Ketut Seken, M.A.) Penelitian ini mengenai pemerolehan bahasa oleh seorang anak normal yang lahir pada orang tua tulibisu yang tinggal dikomunitas tulibisu. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh pentingnya studi mengenai pemerolehan bahasa. Dengan bahasa, manusia bisa berkomunikasi, mengekspresikan ide, maksud dan tujuan kepada orang lain. Penelitian mengenai pemerolehan bahasa sebenarnya telah dilakukan. Khususnya di Indonesia, beberapa studi telah Abstrak Pendidikan Bahasa____________________________________ 8 Volume 2 Tahun 2009 dilakukan, misalnya, oleh Dardjowidjojo (2000) dan raja (2003). Namun, semuanya pada situasi yang normal. Terdapat juga suatu situasi pemerolehan bahasa yang “tidak normal” yaitu pada anak normal yang lahir pada orang tua tulibisu dan hidup dilingkungan tulibisu. Berdasarkan hal tersebut, peneliti sangat tertarik untuk meneliti bagaimana seorang anak yang normal, lahir pada orang tua tulibisu dan hidup di lingkungan tulibisu, memeroleh bahasa pertamanya. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pemerolehan bahasa dari seorang anak normal yang lahir pada orang tua tulibisu yang hidup di lingkungan tulibisu di desa Bangkal Kubutambahan, Buleleng, Bali, khususnya pada (1) pemerolehan fonologi, (2) pemerolehan morfologi, (3) pemerolehan sintaksis, dan (4) pemerolehan semantik. Desain penelitian ini adalah studi kasus tunggal observasional, dengan pendekatan etnografi. Subjek utama penelitian ini adalah Ni Luh Ayu Ratna Dewi, yang biasa dipanggil Ayu. Subjek sekundernya adalah mereka, baik tulibisu maupun normal, yang terlibat dalam suatu percakapan dimana suatu suatu observasi dilakukan. Penelitian ini dilakukan selama 1 tahun, dari Januari 2005 sampai Januari 2006, sejak Ayu berumur 1,7 sampai 2,7 tahun. Data penelitian ini bersifat kualitatif, seperti catatan lapangan, transkrip wawancara, foto, film, cameo, dokumendokumen resmi, di dukung oleh data kuantitatif. Data ini diperoleh utamanya dari percakapan subjek penelitian dengan orang tua, keluarga yang tulibisu dan kerabat atau orang lain yang normal. Metode pengumpulan datanya adalah teknik simak-libat dan didukung oleh wawancara mendalam. Instrumen kunci penelitian ini adalah peneliti sendiri, dibantu oleh dua penerjemah (I1 dan I2), dan satu orang petugas lapangan (F1). Penelitian ini juga didukung oleh beberapa sumber data, seperti diari penelitian, jurnal, lembar data dan alat-alat perekam seperti alat perekam video, dan kaset. Pendukung lainnya adalah alat pemutar video, kamera digital dan televise. Data dianalisis dengan menggunakan pendekatan “ rich interpretation”, analisis mendalam, dan triangulasi. Abstrak Pendidikan Bahasa____________________________________ 9 Volume 2 Tahun 2009 Temuan dari penelitian menunjukkan bahwa secara umum, subjek penelitian ini mengikuti prinsip universal pemerolehan bahasa ketika memeroleh bahasa Bali berikut aspek-aspeknya. Hal tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut. Dalam pemerolehan fonologi, Ayu memeroleh tujuh vocal yaitu ,*i+, *ε], [ә], [u], [o], dan [ ]}, tiga kluster vocal, yaitu [ai], [ae], dan [au] dan empat kluster vocal yang disisipi semivowel[y] dan [w] (epenthesis), yaitu [ia], [ua], [eo], dan [iu], satu vocal bertututan, yakni [aa], dan delapan belas konsonan, yaitu {[p], [b], [t], [d], [k], [g+, *?+, *s+, *h+, *c+, *j+, *m+, *n+, *Ŋ+, *ŋ+, *l+, *w+, dan *y+-. Peneliti percaya bahwa pemerolehan fonologi bahasa bali Ayu akan bertambah seiring umurnya. Meskipun beberapa fitur yang diperoleh Ayu tidak sama dengan subjek lainnya, seperti Echa dan Mika, secara biologis, pemerolehan fonologi mereka dapat dikatakan mirip, dimana mereka mampu memeroleh dan memproduksi suatu aspek tertentu ketika organ fisiologis mereka “matang” atau “siap”. Dalam pemerolehan morfologi, Ayu mampu memeroleh empat afiks, dua sufiks{-an}, {-in} dan dua prefix {a-}, {ma-}. Ia mampu memeroleh sufiks tersebut lebih awal dari prefix. Ini sejalan dengan prinsip universal pemerolehan afiks dimana focus utama anak-anak pada konsep semantic atau makna suatu kata biasanya ditujukan pada posisi akhirsuatu kata atau ujaran sehingga makna lebih mudah ditangkap (Slobin, 1973 in Dardjowidjojo, 2000 : 171). Dalam pemerolehan sintaksis, terekam bahwa sintaksis Ayu mengikuti urutan universal, dari ujaran satu kata, ke ujaran dua kata, dan ujaran tiga kata. Dalam hal jenis kalimat yang diperoleh, Ayu memeroleh interogatif, imperative, eksklamatif, dan deklaratif. Ia juga mampu memproduksi angka, kata keterangan, dan kata depan. Tetapi terdapat beberapa hal yang berbeda juga dari prinsip-prinsip pemerolehan bahasa universal. Ayu menjalani periode transisi. Ia juga tidak terekam memeroleh ujaran multi kata. Meskipundemikian, ia mampu memformulasikan klausa sederhana dengan menggunakan urutan kata dan morfem infleksional untuk menyampaikan informasi. Abstrak Pendidikan Bahasa____________________________________ 10 Volume 2 Tahun 2009 Pada pemerolehan semantic, Ayu mampu memproduksi makna-makna leksikal dan juga makna-makna abstrak-relasional dalam bentuk case grammar, semantic relations, and semanticsyntactic relations. Akan tetapi, tidak semua hubungan makna tersebut dapat diperoleh Ayu. Hubungan makna seperti “coordination/additive”, “temporal”, “denial”, “existence” belum dikuasainya karena memerlukan pemahaman yang lebih lanjut mengenai hubungan relasional yang lebih kompleks. Kesimpulan umum dari penelitian ini adalah bahwa Ayu telah menjalani proses pemerolehan bahasa pertama yang universal, meliputi pemerolehan fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantic. Prinsip universalitas ini meliputi beberapa hal, yaitu urutan pemerolehan, jadwal biologis pemerolehan, piranti pemerolehan bahasa (LAD), bahasa dengan karakteristik yang spesifik, dan lingkungan. Ayu juga terekam memeroleh beberapa ujaran dalam kata kolok, dimana peneliti yakin pemerolehan tersebut akan membantunya untuk berkomunikasi secara efektif dengan lingkungan tulibisunya. Generalisasi dari penelitian ini adalah bahwa secara kronologis jadwal biologis setiap anak akan berbeda-beda dalam memeroleh bahasa. Sepanjang organ fisiologis mereka sudah matang dan siap, mereka akan mampu memperoleh aspek-aspek suatu bahasa. Khususnya pada anak-anak normal yang lahir pada orang tua tulibisu di Bengkala, sepanjang kondisinya mirip, peneliti ybahwa anak-anak tersebut akan menjalani tahapan dan proses yang sama seperti Ayu jalani ketika memeroleh bahasa Bali sebagai bahasa pertama, dan kata kolok. Saran yang bisa disampaikan meliputi dua hal, yaitu pada penggunaan pendekatan-pendekatan yang lebih mutakhir dan relevan, dan perluasan topic, seperti pemerolehan leksikon, pemerolehan pragmatic, pemerolehan wacana, kedwibahasaan, dan input. Peneliti yakin hal ini akan bermanfaat bagi perkembangan ilmu linguistic, khususnya psikolinguistik di Indonesia dan dunia. Abstrak Pendidikan Bahasa____________________________________ 11 Volume 2 Tahun 2009 ABSTRAK [06] TINDAK TUTUR YANG DIPRODUKSI DALAM PENGAJARAN DAN PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS DI SEKOLAH MENENGAH ATAS Oleh : Majid Wajdi, 2007 (Pembimbing : Prof. Dr. Sumarsono, M.Ed, Prof. Drs. Dewa Komang Tantra, M.Sc, Ph.D) Berbicara dengan menggunakan bahasa adalah melakukan tindak tutur, tindak seperti membuat pernyataan, memberikan perintah, mengajukan pertanyaan, membuat janji dan lain sbagainya. Sewaktu seseorang mengkomunikasikan gagasangagasannya dengan orang lain berarti ia mengekspos tindak tutur. Kita tidak bisa menghindari penggunaan tindak tutur sewaktu berbicara, menjelaskan, menyampaikan informasi, memperlihatkan perasaan-perasaan kita dan lain sebagainya. Dalam skala yang lebih luas, bahasa atau tindak tutur yang digunakan guru dan siswa menentukan apa yang dipelajari dan bagaimana pembelajaran berlangsung. Beberapa pakar pengajaran bahasa menegaskan bahwa siswa harus mendapatkan kesempatan yang signifikan untuk mengintegrasikan bahasa lisan dan tulis dalam ruang kelas, karena pengalaman ini mendukung dan mendorong perkembangan melek bahasa. Penelitian ini dilakukan untuk mendeskripsikan, menjelaskan, dan menganalisis (1) tipe-tipe tindak tutur yang diproduksi baik oleh guru maupun siswa, (2) fungsi-fungsi umum tindak tutur, (3) fungsi-fungsi instruksional tindak tutur dan analisis tindak tutur yang diproduksi dalam pengajaran dan pembelajaran bahasa inggris sebagai bahasa asing. Latar tempat dilaksanakan penelitian ini adalah SMA TR Denpasar, dilaksanakan terhadap seorang guru yang mengajar satu kelas siswa kelas dua. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif melalui prosedur observasi. Peneliti sendiri sebagai Abstrak Pendidikan Bahasa____________________________________ 12 Volume 2 Tahun 2009 insrtumen utama dalam pengumpulan data, dengan menggunakan alat rekam (tape recorder dan handicam) untuk merekam aktivitas kelas selama pengajaran dan pembelajaran bahasa Inggris. Jumlah constatives adalah 357 ujaran, 257 ujaran yang diproduksi guru dan 100 ujaran diproduksi siswa. Directives muncul sebanyak 250 ujaran, 243 ujaran diproduksi guru dan sisanya 7 ujaran oleh siswa. Ditemukan produksi commissives sebanyak 34 ujaran : 2 ujaran guru dan 32 ujaran siswa, disusul acknowledgments sebanyak 4 ujaran, semua diproduksi siswa. Didactives sebanyak 64 ujaran (correct, repeat, dan evaluate) diproduksi guru dan siswa. Fungsi umum tindak tutur constatives adalah fungsi assertive, informatives, descriptive dan responsive. Directives digunakan sebagai fungsi requestives, advisories, prohibitive, dan requirements. Commissives digunakan untuk mengekspresikan fungsi promises (janji) dan offer (penawaran). Acknowledgments digunakan untuk melakukan fungsi greet (salam) dan thank (terima kasih). Didactives digunakan untuk mengekspresikan fungsi disputives, descriptive, informatives dan confirmatives. Fungsi instruksional tindak tutur constatives, directives, commissives, dan didactives adalah fungsi kontrol dan organisasi. Acknowledgments digunakan untuk mengekspresikan fungsi motivasi atau evaluasi. Temuan penelitian memperlihatkan bahwa aktivitas pengajaran dan pembelajaran bahasa Inggris yang melibatkan dua pelaku, guru dan siswa, berbeda berkaitan dengan distribusi waktu bicara. Guru mengambil 79% waktu bicara; sedangkan sisanya distribusi waktu bicara siswa sebesar 21%. Ada dua puluh orang siswa dalam ruang kelas yang sedang belajar bahasa Inggris dengantopik speaking. Ini berarti bahwa setiap siswa hanya mengambil dan memanfaatkan kesempatan untuk memproduksi satu ujaran selama waktu belajar 70 menit. Tampaknya kebanyakan siswa senang memposisikan dirinya dalam peran tidak aktif, dan kebanyakan siswa merasa senang dengan segala inisiatif yang diperankan guru. Dilihat dari persentase waktu bicara, terlihat Abstrak Pendidikan Bahasa____________________________________ 13 Volume 2 Tahun 2009 dengan jelas bahwa siswa yang melakukan listening, sedangkan sebaliknya guru yang melakukan kemampuan lisan speaking. ABSTRAK [07] STUDI TENTANG FAKTOR-FAKTOR PENGHAMBAT PROSES BELAJAR-MENGAJAR BAHASA INGGRIS DI KELAS II SMPN I KUTA UTARA DAN SMP BUDI UTAMA KEROBOKAN BERDASARKAN KURIKULUM 2004 Oleh : Ni Nyoman Yuliantini, 2007 (Pembimbing : Prof. Dr. I made Gosong, M.Pd, Drs. I Wayan Suarnajaya, MA, Ph.D) Penelitian ini adalah deskriptif yang bertujuan untuk menjawab sejumlah pertanyaan mengenai hambatan-hambatan yang dihadapi oleh siswa dalam belajar bahasa Inggris, menyangkut motivasi atau dukungan yang diberikan para orang tua terhadap anak mereka dalam belajar bahasa Inggris, kendala-kendala yang dihadapi guru-guru pengajar bahasa Inggris di sekolah, dan menyangkut keadaan sarana penunjang pengajaran bahasa Inggris serta daya dukung lainnya. Sejumlah 530 responden dipilih sebagai sampel penelitian, 261 orang diantaranya adalah para siswa SMP kelas II yang mendapatkan bahasa Inggris sebagai mata pelajaran wajib di sekolahnya, sedangkan 261 orang lainnya adalah orang tua/wali para siswa tersebut. Enam orang adalah merupakan guru-guru pengajar bahasa Inggris para siswa yang menjadi responden, dan 2 orang lagiadalah kepala sekolah dari masing-masing sekolah. Pengambilan sampel untuk siswa dan orang tua siswa dilakukan dengan teknik “ random sampling”. Populasi guru yang berjumlah 6 orang dan kepala sekolah yang berjumlah 2 orang langsung menjadi sampel. Data dikumpulkan dengan tiga buah kuesioner berbeda Abstrak Pendidikan Bahasa____________________________________ 14 Volume 2 Tahun 2009 yang masing-masing diperuntukan bagi siswa, orang tua siswa, dan guru pengajar bahasa Inggris. Untuk kepala sekolah dilakukan wawancara/interview dengan menggunakan pedoman wawancara. Data yang terkumpul diolah secara deskriptif, kemudian dibahas dan disajikan dalam bentuk persentase. Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data dapat disimpulkan sebagai berikut : (a) para siswa mengalami kendala dalam belajar bahasa Inggris, sebagian besar mengakui bahasa Inggris merupakan pelajaran yang sulit, namun mereka mengakui kemampuannya cukup baik. (b) motivasi orang tua kepada putra-putri mereka cenderung kurang, menyangkut sarana penunjang yang disediakan dalam kegiatan belajar-mengajar belum begitu lengkap. (c) belum semua responden (guru) memiliki silabus, 4 dari 6 responden menyatakan kesulitan memahami dan menjabarkan tujuan pengajaran yang termuat dalam silabus, semua guru memiliki latar belakang pendidikan bahasa Inggris, pengalaman dalam mengikuti penataran/pelatihan tentang PBM dan silabus masih sangat kurang (d) semua sekolah memiliki perpustakaan, namun koleksi buku-buku dan majalah berbahasa Inggris yang ada masih sangat kurang, sedangkan sarana untuk lab bahasa pengadaannya masih diusahakan. ABSTRAK [08] CAMPUR KODE DALAM BAHASA INDONESIA TULIS SISWA KELAS VII SMP DAN MTs. MU’ALLIMAT NW ANJANI KECAMATAN SURALAGA LOMBOK TIMUR Oleh : Baiq Wahidah, 2007 (Pembimbing : Prof. Dr. Sumarsono, M.Ed, Prof. Dr. I Nengah Martha, M.Pd) Pemakaian bahasa campuran di Indonesia kerap ditemukan baik di luar lingkungan pendidikan maupun di dalamnya. Abstrak Pendidikan Bahasa____________________________________ 15 Volume 2 Tahun 2009 Penggunaan bahasa dalam berbagai kegiatan pendidikan, seperti dalam pembelajaran di sekolah oleh siswa, sering terjadi pencampuran bahasa antara bahasa daerah (BD) dengan bahasa Indonesia (BI), termasuk bahasa Sasak (BS) baik berkomunikasi dengan guru, kawan, pegawai sekolah, dan yang lainnya. Lebih tepatnya lagi ketika siswa di dalam kelas baik secara lisan maupun tulisan. Pada penelitian ini, peneliti akan mengkaji bagaimana penggunaan bahasa Indonesia siswa dalam karangan resmi yang menggunakan EYD dapat bercampur dengan unsure-unsur bahasa lain, apakah itu BS, bahasa asing (BA), ataukah ragam bahasa yang lain. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran objektif tentang bentuk-bentuk dan macam-macam campur kode bahasa Indonesia tulis siswa kelas VII SMP dan MTs Mu’allimat NW Anjani Kecamatan Suralaga dan untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya sampur kode dalam bahasaIndonesia tulis tersebut. Penelitian ini menggunakan teori dari Thelendar untuk menganalisis bentuk-bentuk campur kode dan macammacam campur kode, sedangkan untuk penyebab campur kode akan peneliti sesuaikan dengan teori Berk tentang factor-faktor yang mempengaruhi perkembangan bahasa anak. Hasil penelitian menunjukkan adanya unsure bahasa lain dalam pemakaian bahasa Indonesia tulis siswa seperti bahasa Sasak, Bahasa inggris, Bahasa Arab, dan bahasa ragam nonbaku atau bahasa ‘gaul’. Bentuk-bentuk campur kode ada yang berbentuk kata, yaitu kata dasar, kata majemuk, kata berimbuhan dan kelompok kata yaitu frase. Macam-macam campur kode yang ditemukan campur kode dalam, campur kode luar, dan campur kode campuran. Faktor-faktor penyebab terjadinya campur kode disebabkan oleh aspek eksternal dan internal. Aspek eksternal ditentukan oleh factor kebiasaan penutur/kedwibahasaan, kondisi lingkungan, kondisi lingkungan, kognisi (kecerdasan siswa), factor keinginan untuk menjelaskan, dan factor pengalaman. Sedangkan aspek internal ditentukan oleh factor ragam, kurangnya kosakata dalam bahasa Indonesia, kesederhanaan struktur. Abstrak Pendidikan Bahasa____________________________________ 16 Volume 2 Tahun 2009 ABSTRAK [09] KEAKURATAN HEMISFER MAHASISWA PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS UNIVERSITAS MATARAM DALAM MENGIDENTIFIKASI TOPIK KELOMPOK KATA-KATA BAHASA INGGRIS BERASOSIASI YANG DISIMAK Oleh : Arifuddin (Pembimbing : Prof. Dr. Sumarsono, M.Ed, Dr. I Ketut Seken, MA) Pengalaman menunjukkan bahwa keterampilan menyimak paling sulit. Sjana, dkk., (2003:23) menemukan bahwa keterampilan menyimak mahasiswa pendidikan bahasa Inggris (selanjutnya disingkat PBI) FKIP Universitas Mataram rendah. Keterampilan menyimak berkaitan dengan kapasitas berbahasa hemisfer. Hemisfer kiri memfokuskan pada opeasi analitis, sedangkan hemisfer kanan berfungsi dalam mengenali emosi, wajah dan struktur sesuatu secara global atau holistic (dePoter and Hernacki, 2003:39). Temuan ini tidak memperlihatkan adanya peran jenis kelamin dalam fungsi bahasa otak. Masalah penelitian ini mencakup : a) Adakah perbedaan yang signifikan antara keakuratan identifikasi topik kelompok katakata berasosiasi yang disimak (selanjutnya disingkat kkbs) masingmasing melalui telingan kanan, telinga kiri, dan telinga kanan-kiri?, b) Adakah perbedaan yang signifikan keakuratan identifikasi topik kkbs antara mahasiswa perempuan dan laki-laki?, c) Adakah interaksi antara pelibatan hemisfer dan jenis kelamin mahasiswa dalam mempengaruhi keakuratan identifikasi topik kkbs?, d) Mengapa mahasiswa menyukai penggunaan telinga tertentu?. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan : a) Perbedaan yang signifikan antara keakuratan identifikasi topik kelompok kata-kata berasosiasi yang disimak masing-masing melalui telinga kanan, telinga kiri, dan telinga kanan-kiri; b) Perbedaan yang Abstrak Pendidikan Bahasa____________________________________ 17 Volume 2 Tahun 2009 signifikan keakuratan identifikasi topik kkbs antara mahasiswa perempuan dan laki-laki; c) Interaksi antara pelibatan hemisfer dan jenis kelamin dalam identifikasi topic kkbs; d) Efektivitas pelibatan hemisfer dengan pilihan pelibatan hemisfer atau telinga, dan alas an penggunaan telinga. Data dikumpulkan melalui tes dan wawancara terhadap 60 mahasiswa PBI FKIP Universitas Mataram, 30 mahasiswa masingmasing jenis kelamin. Data dianalisis dengan “ANOVA Dua Jalur” yang diikuti “ Tukey HSD Procedure”, χ2, dan Analisis Kualitatif. Ditemukan : a) Ada perbedaan yang signifikan keakuratan dalam identifikasi topic kkbs melalui masing-masing telinga kanan, telinga kiri, dan telinga kanan-kiri; b) Ada perbedaan yang signifikan antara keakuratan hemisfer mahasiswa laki-laki dan mahasiswa perempuan dalam mengidentifikasi topic kkbs; c) Ada interaksi antara pelibatan hemisfer dan jenis kelamin mahasiswa dalam mempengaruhi keakuratan mengidentifikasi topic kkbs; d) Alasan penggunaan telinga hanya berdasarkan pada kejelasan, kenyaringan, konsentrasi, kebiasaan, dan kesukaan orang lain. Masih perlu kajian yang lebih komprehensif tentang keterampilan menyimak berbasis jenis kelamin. Abstrak Pendidikan Bahasa____________________________________ 18 Volume 2 Tahun 2009 ABSTRAK [10] PENGGUNAAN STRATEGI KOMUNIKASI OLEH PEBELAJAR INDONESIA BELAJAR BAHASA INGGRIS SEBAGAI BAHASA ASING DALAM INTERAKSI DI KELAS SELAMA PELAJARAN BAHASA INGGRIS (Studi Kasus pada Kelas XI Jurusan Bahasa di SMA Negeri 1 Singaraja) Oleh : Tobias Gunas, 2008 (Pembimbing : Prof. Dr. I Ketut Seken, M.A., Dr. I Made Sutama, M.Pd.) Penelitian ini mengungkap penggunaan strategi komunikasi oleh pebelajar kelas XI dalam interaksi di kelas selama pelajaran bahasa Inggris, yang dalam penelitian ini disebut Indonesian EFL learners. Penelitian ini bertujuan mengungkap penggunaan tipe-tipe strategi komunikasi, frekuensi penggunaannya, dan alasan penggunaan tipe strategi komunikasi tertentu. Penelitian ini menggunakan rancangan deskriptif-kualitatif, terutama studi kasus. Pengumpulan data dilakukan dengan metode pengamatan dan wawancara, sedangkan teknik pengumpulan data dilakukan dengan perekaman (tape-recording) dan pencatatan lapangan (note-taking). Analisis data dilakukan berdasarkan teori strategi komunikasi dan model taksonomi Tarone (1980). Penelitian ini mengungkap beberapa temuan yang berhubungan dengan (1) tipe-tipe strategi komunikasi, (2) frekuensi penggunaan, dan (3) alasan penggunaan tipe strategi komunikasi tertentu. Pertama, subjek (Indonesian EFL learners) menggunakan delapan tipe strategi komunikasi, yaitu: topic avoidance, message abandonment, approximation, literal translation, language switch, mime, simplification, dan time-gaining/stalling. Enam tipe tergolong dalam taksonomi Tarone, sedangkan dua tipe lainnya, yakni simplication dan time-gaining/stalling, merupakan temuan baru dalam penelitian ini. Kedua, berdasarkan frekuensi penggunaan, Abstrak Pendidikan Bahasa____________________________________ 19 Volume 2 Tahun 2009 literal translation adalah 19%. Time-gaining/stalling adalah 18 %. simplification adalah 17%. Topic avoidance adalah 15%. Message abandonment adalah 12%. Language switch adalah 8%. Approximation adalah 6%. Mime adalah 5%. Jadi, literal translation berada pada level frekuensi lebih tinggi dari tipe-tipe strategi komunikasi lainnya. Time-gaining dan simplification berada pada frekuensi sedang. Topic avoidance dan message abandonment berada pada frekuensi rata-rata. Mime, language switch, dan approximation lebih rendah. Ketiga, ada beberapa alasan yang menyebabkan penggunaan delapan tipe strategi komunikasi dalam interaksi di kelas, yaitu: kurangnya kosa kata dan terbatasnya pengetahuan bahasa sasaran (EFL), konteks interaksi, tipe tugas, dan efek sumber masalah, selain karena kurangnya perbendaharan kosakata dan keterbatasan pengetahuan tentang struktur bahasa sasaran. Berdasarkan temuan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa subjek menggunakan delapan tipe strategi komunikasi untuk mengatasi kesulitan atau masalah (kosa kata atau tata bahasa Inggris) yang muncul dalam interaksi di kelas. Tipe-tipe strategi komunikasi tersebut berorientasi pada masalah (problem-based) dan pada tugas (task-based). Penggunaan delapan strategi komunikasi tersebut disebabkan oleh beberapa alasan, seperti konteks interaksi, tipe tugas, efek masalah, dan kurangnya kosa kata serta keterbatasan pengetahuan tentang struktur bahasa sasaran. Implikasinya adalah bahwa pebelajar Indonesia harus didorong untuk terlibat aktif dalam interaksi di kelas, dimana mereka belajar mengungkapkan atau menegosiasi makna dalam bahasa sasaran. Mereka harus dimotivasi untuk menggunakan bahasa sasaran (EFL) dalam interaksi di kelas. Untuk penelitian masa mendatang, isu mengenai penggunaan strategi komunikasi tentu bukanlah satu kasus tunggal, melainkan masih banyak aspek yang dapat diteliti, seperti faktor konteks interaksi, tipe tugas dan lain sebagainya. Abstrak Pendidikan Bahasa____________________________________ 20