PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang dibentuk oleh adanya keragaman suku, budaya, ras, dan agama yang menjadikan Indonesia menjadi negara yang kaya akan budaya. Menurut Badan Pusat Statistik (2010), Indonesia memiliki 1.128 suku yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Beragam suku dan ras yang tersebar di seluruh pelosok Indonesia membuat Indonesia memiliki keragaman budaya dengan kekhasan masing-masing.Keragaman budaya adalah keniscayaan yang ada di bumi Indonesia yang tidak dapat dipungkiri keberadaannya (Prasetijo 2009). Indonesia yang terdiri dari lima pulau besar dan ribuan pulau kecil lainnya, mulai dari ujung Sumatera hingga kepulauan terujung dari Indonesia yaitu Papua, memiliki kekhasan masing-masing. Kekhasan ini membangun peradaban yang berbeda-beda di daerah tersebut.Begitu pun dengan Kampung Adat Urug yang terletak di Desa Kiarapandak, Kabupaten Bogor.Kampung Adat Urug merupakan salah satu kampung adat yang bercirikan kebudayaan Sunda. Menurut Hastuti (2008), pengasuhan dapat diartikan sebagai proses menumbuhkan dan mendidik anak dari kelahiran hingga anak memasuki usia dewasa. Proses-proses dalam pengasuhan anak akan membentuk gaya pengasuhan yang diterapkan orang tua kepada anaknya. Gaya pengasuhan yang diterapkan dapat berupa gaya pengasuhan dimensi kehangatan. Rohner (1986) menyatakan gaya pengasuhan dimensi kehangatan, yang dibagi menjadi dua kategori yaitu gaya pengasuhan penerimaan (acceptance) dan gaya pengasuhan penolakan (rejection). Gaya pengasuhan penerimaan dicirikan dengan curahan kasih sayang orang tua kepada anak baik secara fisik maupun secara verbal. Pengasuhan penolakan dikategorikan menjadi tiga, yaitu gaya pengasuhan pengabaian, gaya pengasuhan penolakan, dan gaya pengasuhan permusuhan. Gaya pengasuhan ini dipengaruhi oleh bagaimana budaya mengajarkan kepada orang-orang terdahulu, sehingga anak sebagai obyek mendapatkan perilaku pengasuhan yang telah turun temurun dilakukan oleh para pendahulunya. Unsur-unsur yang terdapat dalam keragaman budaya, seperti sistem kemasyarakatan, sistem pengetahuan, kepercayaan, kesenian, pekerjaan, serta perlengkapan dan bahasa akan membentuk anak sehingga memiliki orientasi yang sesuai dengan budayanya (Hastuti 2008). Pada umumnya orang tua belajar dari budaya setempat tentang peran yang harus dilakukannya dalam mengasuh anak.Budaya yang ada, jika mengandung seperangkat keyakinan yang dapat melindungi perkembangan anak, maka nilainilai pengasuhan yang diperoleh orang tua memiliki kecenderungan yang berdampak positif terhadap perkembangan anak. Sebaliknya, jika keyakinan yang ada dalam budaya masyarakat setempat justru memperbesar munculnya faktor resiko, maka nilai-nilai pengasuhan yang diperoleh orang tua pun akan menyebabkan perkembangan yang negatif pada anak (Brooks, 2001). Perkembangan pada dasarnya adalah serangkaian perubahan progresif yang terjadi sebagai akibat dari proses kematangan dan pengalaman (Hurlock 1980). Pemberian stimulus yang kurang akan berpengaruh terhadap pencapaian tahap perkembangan anak. Perkembangan seorang anak tidak hanya berfokus pada perkembangan kognitif, tetapi juga pada perkembangan sosial anak atau kematangan sosial. Perkembangan sosial anak merupakan kemampuan untuk memahami orang lain serta bertindak secara bijaksana dalam hubungan antar manusia (Goleman 1996). Menurut Hastuti (2008), perkembangan sosial adalah kemampuan anak untuk berhubungan sosial dengan orang lain. Perkembangan sosial dibutuhkan oleh individu untuk menjalin hubungan dengan orang-orang disekitarnya. Perkembangan sosial sangat penting untuk ditanamkan sejak usia dini. Usia emas anak yang berada pada usia 0-5 tahun adalah masa-masa dimana pertumbuhan otak anak sangat pesat. Perkembangan sosial pada masa kanakkanak tumbuh dari hubungan mereka yang erat dengan orang tua atau pengasuh-pengasuh lain, termasuk anggota keluarga (Djiwandono 2006). Keluarga mempunyai peranan yang sangat penting dalam hal ini. Pemberian stimulus yang tepat sangat penting dilakukan pada masa ini, karena pemberian stimulus sejak dini yang dilakukan orang tua pada periode kritis anak akan mempengaruhi perkembangan anak pada tahap selanjutnya. Kehidupan pada masa kanak-kanak dengan berbagai pengaruhnya adalah masa kehidupan yang sangat penting khususnya berkaitan dengan diterimanya rangsangan (stimulasi) dan perlakuan dari lingkungan hidupnya. Oleh karena itu, kehidupan pada masa kanak-kanak dianggap sebagai periode kritis, periode sensitif dimana kualitas stimulasi harus diatur sebaik-baiknya, tentunya oleh orang tuanya sendiri yang pada hakikatnya adalah orang yang paling bertanggungjawab untuk membesarkan dan membantu perkembangan anak menjadi pribadi yang dewasa, matang dan aspek-aspek kepribadiannya terintegrasi dengan baik (Gunarsa 2001). Budaya yang beranekaragam akan menghasilkan sebuah tatanan masyarakat yang heterogen, yang dapat berpengaruh pada kehidupan keluarga dalam aktivitas perilaku pengasuhan anak dan akhirnya berpengaruh terhadap perkembangan sosial anak. Nilai-nilai budaya yang ada pada masyarakat, baik di lingkungan keluarga maupun di luar keluarga, akan dapat mempengaruhi seseorang untuk bersikap, yang selanjutnya mempengaruhi perilaku. Nilai-nilai budaya akan menegaskan perilaku mana yang penting dan perilaku mana yang harus dihindari (Porter & Samovar 1990). Singkatnya nilai-nilai budaya akan mempengaruhi perilaku seseorang (Kusrestuwardhani 2003). Berdasarkan hal yang telah dipaparkan, peneliti tertarik untuk mengetahui Nilai Budaya, Pengasuhan Penerimaan-Penolakan, dan Perkembangan Sosial Anak Usia 3-5 Tahun pada Keluarga Kampung Adat Urug, Bogor. Perumusan Masalah Anak usia dini memiliki kemampuan berbahasa, kreativitas, kesadaran sosial, emosional, dan intelegensia yang berjalan cepat dan merupakan landasan perkembangan selanjutnya. Oleh karena itu, setiap kelainan atau penyimpangan sekecil apapun jika tidak tertangani dengan baik akan mengurangi kualitas sumberdaya manusia di kemudian hari (Latifah 2007). Perkembangan sosial adalah salah satu aspek perkembangan yang penting bagi anak.Goleman (1996) menyatakan bahwa, hanya sekitar 20 persen kemampuan hardskill yang digunakan dalam kehidupan bermasyarakat, sementara 80 persen sisanya adalah softskill yang termasuk di dalamnya kemampuan membina hubungan dengan orang lain (keterampilan sosial). Hal ini menunjukkan betapa pentingnya stimulus yang diberikan oleh orang tua kepada anak untuk merangsang perkembangan sosial pada anak.Perkembangan anak sangat dipengaruhi oleh lingkungan dan interaksi antara anak dengan orang tuanya atau orang dewasa lainnya (Soetjiningsih 1995 diacu dalam Latifah 2007). Sejauh ini, orang tua lebih memiliki kecenderungan untuk berorientasi pada perkembangan kognitif anak daripada perkembangan sosial. Sehingga pengasuhan yang dilakukan pun lebih merujuk kepada output berupa kecerdasan kognitif dibandingkan kecerdasan sosial. Pengasuhan yang lebih menekankan pada kecerdasan kognitif atau dalam istilah pendidikan disebut era headstart, yaitu kecenderungan anak untuk dipaksa belajar terlalu dini mengakibatkan kasus-kasus antisocial, personality disorder, learning disability dan masalah-masalah lainnya yang merujuk pada tingginya angka tawuran dan stress pada remaja (Megawangi 2004). Lebih lanjut Megawangi (2004) menyatakan bahwa, anggapan bahwa keberhasilan di sekolah ditentukan oleh kemampuan anak membaca dan berhitung pada usia dini, seperti yang banyak dipercaya oleh para orang tua dan guru, adalah tidak benar. Penelitian terakhir justru menunjukkan bahwa perkembangan sosial-emosi anak yang terbentuk sejak usia prasekolah yang akan menentukan kesuksesan anak pada usia selanjutnya. Pengasuhan yang diterapkan orang tua perkembangan sosial anak. Gaya pengasuhan pun berdampak pada yang baik adalah gaya pengasuhan yang menerima anak atau pengasuhan penerimaan, tetapi kadangkala orang tua secara tidak sadar menerapkan gaya pengasuhan penolakan, seperti pengabaian, penolakan, dan perasaan tidak sayang baik secara verbal maupun fisik. Secara verbal anak sering dicemooh dan dicaci, sedangkan secara fisik anak sering mengalami kekerasan seperti dipukul.Data menunjukkan bahwa sebagian besar kasus kekerasan terhadap anak dilakukan oleh ibunya sendiri dengan alibi untuk menegakkan disiplin kepada anak.Sepanjang Tahun 2010, Komnas Perlindungan Anak menerima laporan sebanyak 2.355 kasus kekerasan terhadap anak.Angka ini meningkat dari 2009 yang mencapai 1.998 kasus (Komnas perlindungan anak, 2010). Hal ini disebabkan oleh ketidaktahuan orang tua mengenai gaya pengasuhan yang tepat bagi anak. Anak yang diasuh dengan gaya pengasuhan penolakan (pengabaian, penolakan, perasaan tidak sayang) baik secara verbal maupun fisik berdampak serius terhadap perkembangan anak, yaitu pada perkembangan sosial anak. Anak yang ditolak akan bermasalah dalam berhubungan antarpersonal, yang menyebabkan anak sulit dalam beradaptasi, berkomunikasi, dan berempati (Sunarti 2004). Berdasarkan paparan di atas, menjadi penting untuk mengetahui Nilai Budaya, Pengasuhan Penerimaan-Penolakan, dan Perkembangan Sosial Anak Usia 3-5 Tahun pada Keluarga Kampung Adat Urug, Bogor. Dengan demikian yang perlu dikaji dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana nilai budaya yang terkait pengasuhan di Kampung Adat Urug? dengan kebiasaan dalam 2. Bagaimana Pengasuhan Penerimaan-Penolakan yang dilakukan ibu dari anak usia 3-5 tahun di Kampung Adat Urug? 3. Apakah terdapat hubungan antara karakteristik anak dan keluarga dengan pengasuhan penerimaan-penolakan? 4. Bagaimana perkembangan sosial anak usia 3-5 tahun di Kampung Adat Urug? 5. Apakah terdapat hubungan antara karakteristik anak dan keluarga dengan perkembangan sosial? 6. Apakah terdapat hubungan antara pengasuhan penerimaan-penolakan dengan perkembangan sosial di Kampung Adat Urug? Penelitian ini menarik untuk dilakukan karena melihat bagaimana hubungan pengasuhan penerimaan-penolakan dan nilai budaya yang ada dalam lingkungan masyarakat terhadap perkembangan sosial anak usia 3-5 tahun. Oleh karena itu, dalam penelitian akan diperoleh informasi mengenai karakteristik anak, karakteristik keluarga, serta nilai budaya terkait pengasuhan dan pengasuhan penerimaan-penolakan yang diterapkan orang tua agar diketahui sejauh mana pengasuhan penerimaan-penolakan serta nilai budaya terkait pengasuhan berhubungan dengan perkembangan sosial. Tujuan Penelitian Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menganalisis Nilai Budaya, Pengasuhan Penerimaan-Penolakan, dan Perkembangan Sosial Anak Usia 3-5 Tahun pada Keluarga Kampung Adat Urug, Bogor. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menganalisis nilai budaya yang terkait dengan kebiasaan dalam pengasuhan di Kampung Adat Urug. 2. Menganalisis Pengasuhan Penerimaan-Penolakan yang dilakukan ibu di Kampung Adat Urug. 3. Menganalisis hubungan antara karakteristik anak dan keluarga dengan pengasuhan penerimaan-penolakan 4. Menganalisis perkembangan sosial anak usia 3-5 tahun di Kampung Adat Urug. 5. Menganalisis hubungan antara karakteristik anak dan keluarga dengan perkembangan sosial anak di Kampung Adat Urug 6. Menganalisis hubungan antara pengasuhan penerimaan-penolakan dengan perkembangan sosial anak usia3-5 tahun di Kampung Adat Urug. Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada orang tua mengenai perkembangan sosial anal usia 3-5 tahun dan hubungannya dengan pengasuhan penerimaan-penolakan yang diterapkan orang tua. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi pertimbangan bagi orang tua untuk lebih memberikan kasih sayang, perhatian, serta tanggap akan kebutuhan anak. Bagi pemerintah, diharapkan dapat menjadi tambahan informasi untuk nantinya dijadikan referensi dalam pembuatan kebijakan yang ramah anak dan sosialisasi pentingnya memberikan pengasuhan yang tepat bagi anak, terutama untuk desa-desa yang berada jauh dari pusat kota. Bagi instansi pendidikan, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan dalam sosialisasi kepada masyarakat yang berada di daerah yang jauh dari pusat kota mengenai pentingnya stimulasi kepada anak untuk perkembangan sosial anak yang optimal. Bagi bidang ilmu, penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah penelitian, khususnya di bidang perkembangan anak. Bagi peneliti sendiri, penelitian ini dapat dijadikan sebagai latihan bagi peneliti dalam melakukan penelitian dan mengembangkan kompetensi di bidang perkembangan anak.Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat menambah sensitifitas penulis dalam melihat fenomena dalam kehidupan masyarakat.