BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS
2.1
Landasan Teori
2.1.1
Nilai perusahaan
Nilai perusahaan merupakan harga yang bersedia dibayar oleh calon
pembeli apabila perusahaan dijual. Nilai perusahaan yang tinggi sering dipandang
sebagai sebuah hal yang penting bagi investor karena nilai perusahaan merupakan
indikator bagi pasar dalam menilai sebuah perusahaan. Semakin tinggi nilai
perusahaan, semakin besar kemakmuran yang akan diterima oleh pemilik
perusahaan (Wiagustini, 2010:8).
Nilai perusahaan adalah nilai yang mencerminkan berapa harga yang
bersedia dibayar oleh investor untuk suatu perusahaan. Harga saham yang tinggi
membuat nilai perusahaan juga tinggi. Memaksimalkan nilai perusahaan sangat
penting artinya bagi suatu perusahaan, karena dengan memaksimalkan nilai
perusahaan berarti juga memaksimalkan kemakmuran pemegang saham yang
merupakan tujuan utama perusahaan (Ika, 2013).
Menurut Susanti (2010) nilai perusahaan sangat penting karena dengan
nilai perusahaan yang tinggi akan diikuti oleh tingginya kemakmuran pemegang
saham. Semakin tinggi harga saham semakin tinggi pula nilai perusahaan. Nilai
perusahaan yang tinggi menjadi keinginan para pemilik perusahaan, sebab dengan
nilai yang tinggi menunjukkan kemakmuran pemegang saham juga tinggi.
Kekayaan pemegang saham dan perusahaan dipresentasikan oleh harga pasar dari
saham yang merupakan cerminan dari keputusan investasi pendanaan (financing)
dan manajemen aset. Adanya peluang investasi dapat memberikan sinyal positif
tentang pertumbuhan perusahaan dimasa yang akan datang, sehingga dapat
meningkatkan nilai perusahaan.
Menurut Tryfino (2009:9) price to book value (PBV) adalah perhitungan
atau perbandingan antara market value dengan book value suatu saham. Rasio ini
berfungsi untuk melengkapi analisis book value. Jika pada analisis book value,
investor hanya mengetahui kapasitas per lembar dari nilai saham, pada rasio PBV
investor dapat mengetahui langsung sudah berapa kali market value suatu saham
dihargai dari book valuenya.
Harga saham yang undervalued dapat berarti ada sesuatu yang mendasar
yang keliru dalam suatu perusahaan. Sebaliknya, makin tinggi PBV berarti pasar
percaya akan prospek perusahaan. PBV yang tinggi dapat mencerminkan tingkat
kemakmuran para pemegang saham. Dengan kata lain, untuk mencapai tujuan
tersebut setiap perusahaan hendaknya dapat meningkatkan harga saham, karena
harga saham yang tinggi atau naik dapat meningkatkan PBV (Brigham dan
Gapenski, 2006).
Berdasarkan konsep pendekatan nilai pasar atau price to book value, harga
saham dapat diketahui berada di atas atau di bawah nilai bukunya. Pada dasarnya,
membeli saham berarti membeli prospek perusahaan. PBV yang tinggi akan
membuat investor yakin atas prospek perusahaan di masa yang akan datang.
Saham yang undervalued mendorong investor untuk membeli atau jangan jual
(buy or not sell) sedangkan saham yang overvalued membawa kepada keputusan
jual atau jangan beli (sell or not buy). Akhirnya saham yang fair valued
mendorong unttuk keputusan lihat dan tunggu (wait and see). Oleh karena itu
keberadaan PBV sangat penting bagi investor maupun calon investor untuk
menentukan pilihan investasi (Herawati dkk. 2013)
Nilai perusahaan pada umumnya ditunjukkan dari nilai price to book value
(PBV). PBV yang tinggi akan menunjukkan prospek perusahaan di masa yang
akan datang. PBV yang tinggi akan membuat pasar percaya atas prospek
perusaahn ke depan, hal ini yang diinginkan oleh para pemegang saham sebab
nilai perusahaan yang tinggi mengindikasikan kemakmuran para pemegang
sahamnya (Soliha dan Taswan, 2002).
Penelitian ini menggunakan PBV sebagai proksi dari nilai perusahaan.
Penggunaaan PBV sebagai proksi dari nilai perusahaan dikarenakan PBV yang
tinggi akan membuat pasar percaya atas prospek perusahaan. Hal itu juga yang
menjadi keinginan para pemilik perusahaan, sebab nilai perusahaan yang tinggi
mengindikasikan kemakmuran pemegang saham juga tinggi (Soliha dan sTaswan,
2002). Beberapa penelitian yang menggunakan PBV sebagai proksi dari nilai
perusahaan adalah Moniaga (2013) dan Marlina (2013).
2.1.2
Profitabilitas
Kemampuan perusahan untuk menghasilkan laba biasa disebut dengan
profitabilitas. Profitabilitas sangatlah penting untuk perusahaan dalam rangka
mempertahankan kelangsungan usahanya dalam jangka panjang, hal ini
dikarenakan profitabilitas menunjukkan apakah perusahaan mempunyai prospek
yang bagus di masa yang akan datang atau tidak. Menurut Kasmir (2008:196)
profitabilitas merupakan faktor yang dapat mempengaruhi nilai perusahaan. Jika
manajer mampu mengelola perusahaan dengan baik maka biaya yang akan
dikeluarkan oleh perusahaan akan menjadi lebih kecil sehingga laba yang
dihasilkan menjadi lebih besar. Besar atau kecilnya laba ini yang akan
mempengaruhi nilai perusahaan.
Profitabilitas atau laba merupakan pendapatan dikurangi beban dan
kerugian selama periode pelaporan. Analisis mengenai profitabilitas sangat
penting bagi kreditor dan investor ekuitas. Bagi kreditor, laba merupakan sumber
pembayaran bunga dan pokok pinjaman, sedangkan bagi investor ekuitas, laba
merupakan salah satu faktor penentu perubahan nilai efek. Hal yang terpenting
bagi perusahaan adalah bagaimana laba tersebut bisa memaksimalkan pemegang
saham bukan seberapa besar laba yang dihasilkan oleh perusahaan (Dewi dan
Ayu, 2013).
Profitabilitas merupakan daya tarik utama bagi pemilik perusahaan
(pemegang saham) karena profitabilitas adalah hasil yang diperoleh melalui usaha
manajemen atas dana yang di investasikan oleh para pemegang saham dan
profitabilitas juga mencerminkan pembagian laba yang menjadi haknya yaitu
seberapa banyak dana yang diinvestasikan kembali dan seberapa banyak yang
dibayarkan sebagai dividen tunai ataupun dividen saham kepada para pemilik
saham (Jusriaini dan Rahardjo, 2013).
Profitabilitas dapat diukur menggunakan rasio profiabilitas. Rasio yang
umumnya digunakan untuk mengukur profitabilitas adalah sebagai berikut:
Pertama, return on investment (ROI) menurut Syamsuddin (2007:63) ROI adalah
pengukuran kemampuan perusahaan secara keseluruhan didalam menghasilkan
keuntungan dengan jumlah keseluruhan aktiva yang tersedia didalam perusahaan,
dimana semakin tinggi rasio ini semakin baik keadaan perusahaan. Dengan
menggunakan rasio ini, akan dapat diketahui apakah perusahaan efisien dalam
memanfaatkan aktivanya untuk membiayai kegiatan operasional perusahaan.
Rasio ini juga memberikan ukuran yang lebih baik atas profitabilitas perusahaan
karena menunjukkan efektifitas manajemen dalam menggunakan aktiva untuk
memperoleh pendapatan.
Kedua, rreturn on equity (ROE) menurut Syamsuddin (2007:64) ROE
adalah suatu pengukuran dari penghasilan (income) yang tersedia bagi para
pemegang saham atas modal yang mereka investasikan di dalam perusahaan.
Rasio ini dipengaruhi oleh besar kecilnya utang perusahaan, apabila proporsi
utang makin besar maka rasio ini juga akan makin besar. Rasio ini merupakan
ukuran profitabilitas dari sudut pandang pemegang saham, meskipun rasio ini
mengukur laba dari sudut pandang pemegang saham, rasio ini tidak
memperhitungkan dividen maupun capital gain untuk pemegang saham, karena
itu rasio ini bukan pengukur return saham yang sebenarnya.
Dalam penelitian ini return on investment digunakan sebagai proksi dari
profitabilitas, hal ini didasarkan bahwa return on investment mencerminkan
kemampuan perusahaan menghasilkan laba dengan menggunakan total aset
(kekayaan) yang dipunyai perusahaan serta disesuaikan dengan biaya-biaya untuk
mendanai aset tersebut Falope et al. (2009). ROI juga merupakan rasio yang
digunakan oleh Wartini (2012) dan Ayuningtias (2013)
2.1.3
Kebijakan dividen
Rudianto (2009:308) menyatakan dividen adalah bagian dari laba yang
diperoleh perusahaan dan diberikan oleh perusahaan kepada pemegang saham
sebagai imbalan atas kesediaannya menanamkan hartanya didalam perusahaan.
Sedangkan menurut Mehrani et al. (2011) selain dapat meningkatkan
kesejahteraan pemilik perusahaan, pembayaran dividend berpengaruh terhadap
nilai perusahaan, oleh karena itu memiliki posisi yang spesial bagi para pemegang
saham.
Kebijakan dividen merupakan keputusan yang sangat penting dalam
perusahaan.Kebijakan ini akan melibatkan dua pihak yang memiliki kepentingan
yang berbeda yaitu pihak pertama, para pemegang saham dan pihak kedua,
manajemen perusahaan itu sendiri. Manajemen perusahaan memiliki dua alternatif
perlakuan terhadap laba bersih setelah pajak atau EAT (earnings after tax). Dua
alternatif tersebut yaitu dibagi kepada para pemegang saham dalam bentuk
dividen dan diinvestasikan kembali ke perusahaan sebagai laba ditahan. Dalam
perusahaan pada umumnya, sebagian EAT dibagikan dalam bentuk dividen dan
sebagian lagi diinvestasikan kembali, artinya manajemen harus membuat suatu
kebijakan dividen menyangkut penggunaan laba yang menjadi hak para pemegang
saham dengan menentukan beasarnya EAT yang dibagi sebagai dividen dan
besarnya EAT yang ditahan (Ratih, 2010)
Kebijakan dividen adalah kebijakan untuk menentukan apakah perusahaan
akan memberikan dividen atau tidak. Argumentasi pengaruh kebijakan dividen
terhadap nilai perusahaan dijelaskan oleh beberapa teori dividen, diantaranya
adalah irrelevan theory, bird in the hand theory, dan tax preference theory
(Brighan and Houston, 2011). Teori tersebut mennyimpulkan pengaruh kebijakan
dividen bervariasi terhadap nilai perusahaan, misalnya irrelevan theory
menyimpulkan tidak ada pengaruh kebijakan dividen terhadap nilai perusahaan,
sedangkan bird in the hand theory menjelaskan ada pengaruh positif dan tax
preference theory menjelaskan bahwa kebijakan dividen berpengaruh negatif
terhadap nilai perusahaan.
Menurut Hatta (2002) terdapat sejumlah perdebatan diseputar bagaimana
kebijakan deviden mempengaruhi nilai perusahaan, yaitu:
1)
Dividen dapat meningkatkan kesejahteraan pemegang saham
Gordon (1959) dan Lintner (1956), berpandangan bahwa semakin tinggi
deviden payout ratio, maka semakin tinggi pula nilai dari perusahaan. Gordon dan
Lintner berpendapat bahwa investor menilai dividend payout lebih besar daripada
pertumbuhan, karena mereka merasa lebih yakin jika menerima dividen
dibandingkan jika menerima capital gain dari laba yang ditahan. Pendapat Gordon
dan Lintner ini disebut dengan the bird in the hand fallacy.
2)
Dividen tidak relevan
Teori yang menyatakan bahwa kebijakan deviden tidak relevan terhadap
tingkat kesejahteraan pemegang saham, dikemukan Martin et al. (1991) dan
Miller (1986). Dasar pemikiran yang dikemukakan adalah dalam kondisi bahwa
keputusan investasi yang given, pembayaran deviden tidak berpengaruh terhadap
kemakmuran pemegang saham. Nilai perusahaan lebih ditentukan oleh earning
power dari aset perusahaan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa nilai
perusahaan ditentukan oleh keputusan investasi.
3)
Dividen menurunkan tingkat kesejahteraan pemegang saham
Teori ini dikemukakan oleh Litzenberger dan Ramaswamy (1979).
Pandangan yang dikemukakannya bahwa semakin tinggi dividend payout ratio
suatu perusahaan, maka nilai perusahaan tersebut akan semakin rendah. Hal ini
didasarkan pada pemikiran jika capital gain dikenakan pajak dengan tarif yang
lebih rendah daripada pajak atas dividen, maka saham yang memiliki
pertumbuhan yang tinggi akan menjadi lebih menarik dan lebih banyak diminati.
Berkaitan dengan clientile effect, terdapat dua kelompok investor, yaitu investor
yang lebih menyukai untuk memperoleh pendapatan saat ini dalam bentuk
pembagian
dividen,
namun
ada
pula
investor
yang
menyukaiuntuk
menginvestasikan kembali pendapatan mereka, karena investor ini berada dalam
tarif pajak yang cukup tinggi. Dengan adanya dua kelompok tersebut, maka ada
kecenderungan perusahaan untuk tidak melakukan perubahan kebijakan dividen.
Hal ini disebabkan perubahan kebijakan dividen akan mengakibatkan beberapa
investor akan menjual sahamnya dan sebagai akibatnya harga saham
akanmengalami penurunan.
Dari ketiga pandangan di atas, maka kerangka berpikir penelitian ini lebih
cenderung pada teori bird in hand dari Gordon & Lintner
(1962) karena
penelitian ini beranggapan bahwa dividen berpengaruh terhadap nilai saham yang
tercermin dalam harga dan return saham. Hal ini juga di dasarkan atas beberapa
penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa dividen berpengaruh terhadap
nilai saham.
Dalam aktivitas pasar modal, para investor memiliki harapan dari investasi
yang dilakukannya, yaitu berupa capital gain dan dividen (Marlina dan Danica,
2009). Bagi para pemegang saham yang tidak menyukai risiko akan lebih memilih
menerima dividen daripada capital gain. Dividen yang ada saat ini mempunyai
nilai yang lebih tinggi daripada capital gain yang akan diterima dimasa yang akan
datang. Hal ini sesuai yang diungkapkan oleh Gordon dan Linter (1962) yaitu The
bird in the hand theory. Dengan demikian pemegang saham yang takut resiko
akan lebih baik menyukai menerima dividen daripada capital gain.
Besar rasio pembayaran dividen tunai kepada para pemegang saham
ditunjukkan melalui dividend payout ratio (DPR). Dalam penelitian ini DPR
dipakai sebagai proksi dari kebijakan dividen dikarenakan DPR banyak digunakan
dalam berbagai penelitian untuk mengukur persentase dividen tunai yang
diberikan badan usaha kepada para pemegang saham atas laba per lembar saham
yang dihasilkan dalam periode akuntansi. Beberapa penelitian yang menggunakan
DPR sebagai proksi dari kebijakan dividen adalah Ayuningtyas (2013) dan
Ajanthan (2013),
2.1.4
Kesempatan investasi
Myers dan Smith (1982) dalam Buniarto (2011), menjelaskan kesempatan
investasi merupakan hasil dari pilihan-pilihan untuk membuat investasi dimasa
mendatang. Kesempatan investasi menunjukkan kemampuan perusahaan untuk
memperoleh keuntungan dari prospek pertumbuhan. Prospek pertumbuhan
merupakan suatu harapan yang diinginkan oleh pihak manajemen (pihak internal)
dan investor serta kreditur (pihak eksternal).
Myers (1977) mengemukakan suatu konsep mengenai investment
opportunity set (set kesempatan investasi). Dalam konsep ini dikatakan bahwa
pada dasarnya IOS merupakan kombinasi assets in place (aktiva riil yang
dimiliki) yang sifatnya tangible dengan investment opportunity atau growth option
yang sifatnya intangible. Keduanya akan sangat menentukan keputusan
pendanaan di masa depan.
Secara umum dapat dikatakan bahwa IOS menggambarkan tentang
luasnya atau peluang investasi bagi suatu perusahaan namun sangat bergantung
pada pilihan expenditure perusahaan untuk kepentingan di masa yang akan
datang. Dengan demikian IOS bersifat tidak dapat diobservasi sehingga perlu
dipilih suatu proksi yang dapat dihubungkan dengan variabel lain dalam
perusahaan misalnya, variabel pertumbuhan, variabel kebijakan dan lain-lain.
Berdasarkan berbagai penelitian tentang IOS, dapat dibuktikan bahwa IOS
dijadikan sebagai dasar untuk mengklasifikasikan perusahaan sebagai kategori
perusahaan bertumbuh atau tidak bertumbuh. IOS juga memiliki hubungan
dengan berbagi variabel kebijakan perusahaan (Norpratiwi, 2004).
Terdapat beberapa proksi yang digunakan untuk mengukur set kesempatan
investasi. Menurut Kallapur dan Trombley (1999) secara umum proksi-proksi set
kesempatan investasi dapat digolongkan menjadi empat tipe, yaitu:
1.
Proksi berbasis pada harga.
Set kesempatan investasi berbasis harga merupakan proksi yang
menyatakan bahwa prospek pertumbuhan perusahaan, sebagian dinyatakan dalam
harga pasar. Proksi ini didasari atas suatu ide yang menyatakan bahwa prospek
pertumbuhan perusahaan secara parsial dinyatakan dalam harga-harga saham dan
perusahaan yang tumbuh akan memiliki nilai pasar yang lebih tinggi secara
relative untuk aktiva-aktiva yang dimiliki (asset in place). Set kesempatan
investasi yang didasari atas harga akan terbentuksuatu rasio sebagai suatu ukuran
aktif yang dimiliki dan nilai pasar perusahaan. Macam proksi set kesempatan
investasi berbasis harga misalnya. Market to Book of Equity, Market to bookValue
of Assets, ProxyTobin’Q, Earning to Price Ratio.
2.
Proksi Berbasis Investasi
Ide set kesempatan investasi berdasarkan investasi mengungkapkan bahwa
suatu kegiatan investasi yang besar berkaitan scara positif dengan nilai set
kesempatan investasi suatu perusahaan. Perusahaan yang memiliki set kesempatan
investasi yang tinggi seharusnya juga memiliki suatu tingkatan investasiyang
tinggi pula dalam bentuk aktiva yang ditempatkan atau yang diinvestasikan untuk
waktu yang lama dalam suatu perusahaan. Proksi ini berbentuk suatu rasio yang
membandingkan suatu pengukuran investasi yang telah diinvestasikan dalam
bentuk aktiva tetap atau suatu hasil operasi yang diproduksi dari aktiva yang telah
diinvestasikan, misalnya: the ratio of r&d assets, the ratio of r&d to sales,
investment intensity, ratio of capital expenditure to book value of assets.
3.
Proksi Berbasis Varian
Proksi set kesempatan investasi berbasis varian mengungkapkan bahwa
suatu opsi akan lebih bernilai jika menggunakan variability return yang mendasari
peningkatan aktiva. Contoh proksi set kesempatan investasi berbasis varian, yaitu:
variance of return, assets betas, variance of assets deflated sales.
4.
Proksi Gabungan dari Proksi Individual
Alternatif proksi gabungan set kesempatan investasi dilakukan sebagai
upaya untuk mengurangi measurement error yang ada pada proksi individual,
sehingga akan menghasilkan pengukuran yang lebih baik untuk set kesempatan
investasi. Metode dapat dilakukan untuk menggabungkan beberapa proksi
individual menjadi satu proksi yang akan diuji lebih lanjut adalah dengan
menggunakan analisis faktor.
Berdasarkan keempat jenis proksi di atas yang menggambarkan beragam
ukuran set kesempatan investasi yang memungkinkan beberapa peneliti
menggunakan beragam rasio sebagai proksi set kesempatan investasi. Proksi
kesempatan investasi dalam penelitian ini adalah price earning ratio (PER).
Menurut Kurniasih dan Andriana (2011) PER adalah rasio harga saham terhadap
earnings dimana rasio ini menunjukkan berapa besar investor menilai harga dari
saham terhadap kelipatan dari earnings dan juga digunakan sebagai pertimbangan
pengambilan keputusan. Bagi para pelaku pasar mengidentifikasikan besarnya
jumlah investasi dan arus kas pada perusahaan dalam suatu periode akuntansi. Hal
tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Afza dan Samya (2012)\dan
Gottwald (2012) dimana PER digunakan sebagai proksi dari kesempatan
investasi.
2.2
Hipotesis Penelitian
2.2.1
Pengaruh profitabilitas terhadap kebijakan dividen
Profitabilitas merupakan daya tarik utama bagi pemilik perusahaan
(pemegang saham) karena profitabilitas adalah hasil yang diperoleh melalui usaha
manajemen atas dana yang di investasikan oleh para pemegang saham dan
profitabilitas juga mencerminkan pembagian laba yang menjadi haknya yaitu
seberapa banyak dana yang di investasikan kembali dan seberapa banyak yang
dibayarkan sebagai dividen tunai ataupun dividen saham kepada para pemilik
saham (Jusriaini dan Rahardjo, 2013)
Tujuan para investor menanam modal pada saham perusahaan-perusahaan
terbuka adalah untuk mendapatkan dividen. Perusahaan penghasil profit mampu
membayar dividen sekaligus menyimpan dana internal berupa laba ditahan untuk
membiayai investasinya (Al-Makalwi, 2007) dengan syarat profit yang
dihasilkannya cenderung stabil (Atmaja, 2008:292). Hal ini berarti bahwa semakin
tinggi aliran kas maka kesempatan perusahaan untuk membayar dividen juga
semakin tinggi.
Hasil penelitian Anastassiou (2007), Setiabudi dan Dian (2012) serta
Liisan (2014) menemukan bukti bahwa profitabilitas mempunyai pengaruh positif
signifikan terhadap kebijakan dividen. Berdasarkan pernyataan dan hasil-hasil
penelitian tersebut, maka dapat ditarik hipotesis pertama (H 1):
H1: Profitabilitas berpengaruh positif dan signifikan terhadap kebijakan
dividen.
2.2.2
Pengaruh profitabilitas terhadap kesempatan investasi
Perusahaan dalam melakukan investasi memperoleh sumber pendanaan
dari laba dan utang. Kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba akan
memungkinkan perusahaan untuk melakukan investasi. Myers dan Majluf (1984)
dalam Atiyet (2012) mengemukakan bahwa perusahaan memanfaatkan laba
ditahan yang mereka peroleh terlebih dahulu untuk melakukan investasi
dibandingkan mencari pinjaman dana dari pihak ketiga.
Perusahaan menggunakan laba ditahan untuk melakukan kegiatan investasi
seusuai dengan skala prioritas dan apabila laba ditahan tidak mencukupi maka
perusahaan akan mencari dana dari pihak ketiga atau dengan kata lain kegiatan
investasi perusahaan sangat bergantung pada profitabilitas perusahaan dalam
bentuk laba ditahan. Semakin besar profitabilitas perusahaan maka akan
memungkinkan perusahaan menggunakannya untuk kegiatan investasi sehingga
kesempatan investasi dipengaruhi oleh besar kecilnya profitabilitas perusahaan.
Hasil penelitian Pujiati dan Widanar (2010), Efendi (2011) dan Kartikasari
(2011) serta Ayuningtyas (2013) menemukan bukti bahwa profitabilitas
mempunyai
pengaruh
positif
signifikan
terhadap
kesempatan
investasi.
Berdasarkan pernyataan dan hasil-hasil penelitian tersebut, maka dapat ditarik
hipotesis kedua (H2):
H2: Profitabilitas berpengaruh positif dan signifikan terhadap kesempatan
investasi
2.2.3
Pengaruh profitabilitas terhadap nilai perusahaan
Prospek yang dimiliki perusahaan dapat dilihat dari profitabilitas
perusahaan, profitabilitas yang tinggi menunjukkan prospek perusahaan yang baik
begitu juga sebaliknya. Jika manajer mampu mengelola perusahaan dengan baik
maka biaya yang akan dikeluarkan oleh perusahaan akan menjadi lebih kecil
sehingga laba yang dihasilkan menjadi lebih besar. Besar atau kecilnya laba ini
yang akan mempengaruhi nilai perusahaan.
Menurut Rizqia, dkk. (2013) perusahaan yang dapat menjaga kestabilan
dan meningkatkan laba dapat dilihat sebagai sinyal positif oleh investor berkaitan
dengan kinerja perusahaan. Hal tersebut terjadi disebabkan perusahaan yang
mengalami peningkatan laba mencerminkan bahwa perusahaan mempunyai
kinerja yang baik, sehingga menimbulkan sentimen positif dari investor dan dapat
membuat harga saham perusahaan mengalami peningkatan. Meningkatnya harga
saham di pasar berarti meningkat pula nilai perusahaan di mata investor.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mardiyati (2012), Setiabudi dan Dian
(2012), Rizqia dkk, (2013) menunjukkan bahwa profitabilitas berpengaruh positif
terhadap nilai perusahaan. Berdasarkan pernyataan dan hasil-hasil penelitian
tersebut, maka dapat ditarik hipotesis ketiga (H 3):
H3: Profitabilitas berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai
perusahaaan.
2.2.4
Pengaruh kebijakan dividen terhadap nilai perusahaan
Rudianto (2009:308) menyatakan dividen adalah bagian dari laba yang
diperoleh perusahaan dan diberikan oleh perusahaan kepada pemegang saham
sebagai imbalan atas kesediaannya menanamkan hartanya didalam perusahaan.
Sedangkan menurut Mehrani et al. (2011) selain dapat meningkatkan
kesejahteraan pemilik perusahaan,pembayaran dividen berpengaruh terhadap nilai
perusahaan, oleh karena itu memiliki posisi yang spesial bagi para pemegang
saham.
Kebijakan dividen berhubungan dengan kebijakan perusahaan mengenai
seberapa besar dividen yang harus dibagikan kepada para pemegang saham dan
laba yang dihasilkan. Besarnya dividen yang dibagikan akan mempengaruhi harga
saham dari sebuah perusahaan. Perusahaan yang memberikan dividen secara
konstan dan cenderung meningkat akan memberikan sentiment positif kepada
investor.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Dasilas et al. (2009), Putra dkk.
(2010), Afzal dan Abdul (2012), serta Mardiyati (2012) menunjukkan bahwa
kebijakan dividen berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Berdasarkan
pernyataan dan hasil-hasil penelitian tersebut, maka dapat ditarik hipotesis
keempat (H4 ):
H4: Kebijakan dividen berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai
perusahaaan.
2.2.5
Pengaruh kesempatan investasi terhadap nilai perusahaan
Kesempatan investasi di dalam perusahaan adalah menyangkut pemilihan
investasi yang diinginkan dari sekelompok atau set kesempatan investasi.
Investasi dapat mencerminkan pertumbuhan perusahaan dalam menjalankan
aktivitas ekonomi dan bisnis. Investasi perusahaan yang bagus akan meningkatkan
nilai perusahaan di mata investor.
Perusahaan dengan kesempatan investasi yang tinggi adalah perusahaan
dengan prospek yang cerah dan akan memberikan pengaruh positif terhadap harga
saham perusahaan (Rizqia dkk. 2013). Kesempatan investasi menunjukkan
kemampuan
perusahaan
untuk
memperoleh
keuntungan
dari
prospek
pertumbuhan. Prospek perusahaan merupakan suatu harapan yang diinginkan oleh
manajemen dan investor serta kreditor. Dengan demikian kesempatan investasi
mempunyai pengaruh positif terhadap nilai perusahaan.
Penelitian yang dilakukan oleh Andriyani (2011), Rakhimsyah dan
Barbara (2011), serta Rizqia dkk. (2013) mendapatkan bukti bahwa kesempatan
investasi berpengaruh positif signifikan terhadap nilai perusahaan. Berdasarkan
pernyataan dan hasil-hasil penelitian tersebut, maka dapat ditarik hipotesis kelima
(H5):
H5: Kesempatan investasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap
nilai perusahaan.
2.2.6
Kebijakan dividen memperkuat pengaruh profitabilitas terhadap
nilai perusahaan
Perusahaan melakukan berbagai macam kebijakan untuk mengelola laba
yang dihasilkan baik kebijakan investasi, pendanaan maupun dividen untuk
meningkatkan nilai perusahaan. Wahyudi dan Pawestri (2006) menjelaskan bahwa
perusahaan yang berhasil memperoleh laba yang besar maka manajer keuangan
akan mengelola laba tersebut melalui keputusan keuangan yang tepat, baik
penerapan keputusan investasi, keputusan pendanaan, maupun kebijakan dividen,
sehingga akan direspon positif oleh investor dan nilai perusahaan menjadi
meningkat.
Pembayaran dividen yang optimal dapat dilihat sebagai tanda dari
profitabilitas di masa yang akan datang (Bhattacharya, 1979). Perusahaan yang
dapat menjaga atau bahkan meningkatkan laba dapat dilihat sebagai sinyal positif
oleh investor yang berhubungan dengan kinerja perusahaan, jadi respon positif
dari investor akan meningkatkan nilai perusahaan dikarenakan tujuan utama
investor menanamkan modalnya di perusahaan terbuka adalah untuk mendapatkan
dividen.
Penelitian yang dilakukan oleh Nofrita (2013) dan ayuningtyas (2013)
mendapatkan
bukti
bahwa
profitabilitas
berpengaruh
positif
dan
signifikanterhadap nilai perusahaan melalui kebijakan dividen. Berdasarkan
pernyataan dan hasil-hasil penelitian tersebut, maka dapat ditarik hipotesis
keenam (H6):
H6: Kebijakan dividen memperkuat pengaruh profitabilitas terhadap nilai
perusahaan
2.2.7
Kesempatan investasi memperkuat pengaruh profitabilitas terhadap
nilai perusahaan
Peruasahaan yang
besar akan memerlukan dana yang besar untuk
menjalankan kegiatan operasional atau untuk melakukan investasi. Salah satu
sumber dana adalah diperoleh dari laba perusahaan disamping utang. Profitabilitas
atau kemampuan perusahaan menghasilkan laba yang besar akan memungkingkan
perusahaan untuk melakukan investasi. Hal ini sesuai dengan pecking order
theory yang dikembangkan Myers dalam Ayuningtyas (2013) dimana manajer
keuangan akan memanfaatkan laba yang diperoleh terlebih dahulu digunakan
untuk investasi, sesuai dengan skala prioritas dan apabila laba tidak mencukupi
perusahaan dapat mencari utang daari pihak ketiga.
Kesempatan investasi di dalam perusahaan adalah menyangkut pemilihan
investasi yang diinginkan dari sekelompok atau set kesempatan investasi.
Investasi dapat mencerminkan pertumbuhan perusahaan dalam menjalankan
aktivitas ekonomi dan bisnis. Investasi perusahaan yang bagus akan meningkatkan
nilai perusahaan di mata investor. Perusahaan yang banyak melakukan investasi
akan menciptakan sentimen positif kepada investor, sehingga harga saham akan
meningkat dan berdampak pada nilai perusahaan (Sujoko dan Soebiantoro, 2007).
Penelitian yang dilakukan oleh Ayuningtyas (2013) mendapatkan bukti
bahwa profitabilitas berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan
melalui kesempatan investasi, Berdasarkan pernyataan dan hasil-hasil penelitian
tersebut, maka dapat ditarik hipotesis ketujuh (H7):
H7: Kesempatan investasi memperkuat pengaruh profitabilitas terhadap
nilai perusahaan
Download