BAB III METODE PENELITIAN Bab ini berisi tentang: ruang lingkup penelitian, populasi, teknik sampling, jenis dan sumber data, definisi operasional dan measurement, serta alat analisis yang digunakan. Berikut penjelasannya: A. Metode Penelitian Berdasarkan tingkat penjelasannya, penelitian ini berjenis kausal, yaitu tipe penelitian yang menjelaskan hubungan sebab akibat dari suatu fenomena. Penelitian jenis ini berusaha untuk memahami hubungan antar variabel yang dapat dibedakan menjadi: variabel independen yang merupakan penyebab, dan variabel dependen yang merupakan akibat dari suatu fenomena (Sekaran dan Bougie, 2015), dengan demikian penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan yang memberikan pemahaman dan penjelasan. Berdasarkan horizon waktunya, penelitian ini bersifat longitudinal yang pengujiannya bertumpu pada data yang terjadi pada lebih dari satu titik waktu (time series), sehingga model yang dikonstruksi didesain untuk menangkap perubahan yang terjadi sebagai akibat dari pergeseran waktu (Render, Stair, dan Hanna, 2009). Fenomena ini kemungkinan akan berdampak pada ketidakmampuan model untuk digunakan sebagai alat prediksi pada model yang bertumpu pada satu titik waktu (cross sectional study), oleh karena itu untuk menggeneralisasi penelitian ini pada horizon waktu yang berbeda, diperlukan kehati-hatian dalam mencermati faktor 1 eksternal yang berubah, yang dapat mempengaruhi model. Salah satu cara yang dilakukan adalah selektif dalam memilih variabel pembentuk model, dimana dipilih model yang tidak sensitif terhadap faktor eksternal dengan berdasarkan penelitian terdahulu yang telah dilakukan. B. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan publik yang termasuk dalam sektor manufaktur dan terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode tahun 2013-2014. Tahun 2013–2014 dipilih karena merupakan data terbaru yang tersedia sehingga diharapkan dapat memberikan hasil analisa yang paling update dan sesuai dengan kondisi nyata di lapangan. Adapun jumlah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2013 sebanyak 137 perusahaan dan tahun 2014 sebanyak 141 perusahaan. C. Teknik Sampling Sampel merupakan bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Salah satu metode yang digunakan untuk menentukan jumlah sampel adalah menggunakan rumus Slovin (Sevilla et al., 1960:182), sebagai berikut: 2 Dimana : n: jumlah sampel N: jumlah populasi e: batas toleransi kesalahan (error tolerance) Sehingga perhitungan jumlah sample yang dibutuhkan menggunakan rumus tersebut adalah sebagai berikut : n = N / ( 1 + N e² ) = 278 / (1 + 278 x 0,05²) = 164. Dengan demikian, jumlah sampel yang dibutuhkan minimal adalah 164 perusahaan. Sampel dalam penelitian ini diambil sebanyak 231 perusahaan dengan menggunakan teknik purposive sampling, yaitu sampel non probabilitas dengan kriteria yang ditentukan (Sekaran dan Bougie, 2015). Purposive sampling dapat diartikan juga sebagai teknik pengambilan sampel dengan pertimbangan- pertimbangan tertentu dari peneliti. Sampel yang diambil adalah laporan keuangan perusahaan manufaktur dengan kriteria sebagai berikut : 1. Perusahaan manufaktur tersebut memiliki laporan keuangan audited dengan periode akhir bulan Desember 2013-2014 secara lengkap; 2. Perusahaan manufaktur tersebut memiliki rasio DER yang dapat dihitung; 3. Perusahaan manufaktur tersebut dapat dihitung perubahan modal kerja yang dimiliki untuk periode tahun 2013 dan 2014. 3 D. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder yang diambil dari laporan keuangan tahunan perusahaan manufaktur publik yang telah diaudit Kantor Akuntan Publik untuk tahun laporan 2013-2014 dan Index Capital Directory Market (ICMD) tahun 2015. E. Definisi Operasional dan Measurement 1. Variabel Dependen (Struktur Modal) Variabel dependen dalam penelitian ini adalah struktur modal, dimanaVan Horne dan Wachowicz (2001) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa struktur modal adalah bauran (proporsi) pendanaan permanen jangka panjang perusahaan yang ditunjukkan oleh hutang, ekuitas saham preferen dan saham biasa. Struktur modal juga dapat diartikan sebagai perimbangan atau perbandingan antara hutang jangka panjang dan modal sendiri. Struktur modal perusahaan merupakan bagian dari struktur keuangannya, dimana struktur keuangan itu sendiri adalah tentang cara bagaimana perusahaan membiayai aktivanya dan dapat dilihat pada seluruh sisi kanan dari neraca yang terdiri dari hutang jangka pendek, hutang jangka panjang dan modal pemegang saham (Weston dan Copeland, 1997). Selanjutnya variabel struktur modal diukur dengan menggunakan rasio leverage. Rasio leverage, yaitu rasio yang mengukur seberapa besar aset perusahaan dibiayai oleh pihak luar atau kreditor. Rasio leverage merupakan ukuran yang memperlihatkan sejauh mana perusahaan 4 dalam membiayai aktiva yang menggunakan pembiayaan hutang (total hutang) dalam struktur modal perusahaan untuk membiayai kegiatan perusahaan (Brigham danWaston, 2001). Penelitian terdahulu banyak memperdebatkan penggunaan antara book value dan market value dalam pengukuran rasio leverage. Wiwattanakantang (1999); Suto (2003); Deesomsak et al (2004) dalam Gurcharan (2010) menyebutkan bahwa pemilihan penggunaan antara book value dan market value memiliki dampak yang signifikan, walaupun demikian penggunaan market value dinilai lebih memberikan hasil yang lebih konsisten dibanding book value. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Barclay (1995) yang lebih memilih mengukur tingkat leverage perusahan berdasarkan book value karena book value dinilai lebih dapat merefleksikan nilai historis aset dan modal perusahaan daripada market value, selain itu terdapat dua alasan lainnya yaitu : (1) book value terutama dapat merefleksikan tangible assets; (2) penggunaan book value dengan mengecualikan intangible assets dapat memperkuat hipotesa umum bahwa cost of underinvestment yang timbul akibat pembiayaan growth opportunities dengan hutang relatif tinggi. Penelitian ini menggunakan pengukuran rasio leverage berdasarkan book value karena selain alasan tersebut diatas, penggunaan book value paling banyak digunakan oleh perusahaan karena dinilai terbebas dari distorsi yang disebabkan oleh volatilitas harga pasar (Barclay, 1995). Buferna et al (2005); Rajan dan Zingales (1995); Booth (2001) mengukur leverage dengan menggunakan rasio hutang jangka panjang dan hutang jangka pendek terhadap total aset. Jumlah leverage tersebut 5 diproksikan dalam bentuk prosentase (%). Pengukuran rasio leverage tersebut lebih dikenal dengan istilah Debt to Equity Ratio (DER) : ℎ = 2. 尳 尷 ℎ Variabel Independen Penelitian ini menggunakan profitabilitas, deficit internal cash flow, cost of financial distress, investment opportunities dan net of dividend sebagai variabel independen. a. Profitabilitas Rasio profitabilitas merupakan rasio yang bertujuan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba (profitabilitas) pada tingkat penjualan, aktiva dan modal (Brigham dan Houston, 2011: 99). Brigham dan Houston (2011: 99) menjelaskan bahwa terdapat tiga rasio yang biasa digunakan dalam mengukur profitabilitas yaitu rasio profit margin, return on assets (ROA) dan return on equity (ROE). Profit margin mengukur seberapa banyak laba yang dihasilkan dari penjualan yang diperoleh, ROA mengukur seberapa banyak laba yang dihasilkan dari aktiva yang dimiliki sedangkan ROE seberapa banyak laba yang dihasilkan dari equity yang dimiliki. Penelitian ini menggunakan ROA (return on assets) sebagai proksi untuk mengukur rasio profitabilitas perusahaan sebagaimana penelitian terdahulu yang dilakukan Booth (2001); Fama dan French (2002); Gurcharan (2010). Pemilihan 6 penggunaan ROA karena ROA menghitung perbandingan antara earning before interest and tax (EBIT) dengan total aset. Perhitungan return atas total aset perusahaan dinilai lebih mampu dalam menjelaskan struktur modal perusahaan, sebagaimana penelitian terdahulu. = b. ℎ Deficit Internal Cash Flow Pengaruh deficit internal cash flow terhadap leverage pertama kali diteliti dalam suatu model dengan berdasarkan pada bukti empiris telah dilakukan oleh Shyam-Sunderdan Myers (1999); Chirinko dan Singha (2000); Frank dan Goyal (2003). Shyam Shyam-Sunderdan Myers (1999) mengkonstruksi model deficit internal cashflow yang terdiri dari penjumlahan atas dividen, investasi (capital of expenditure), perubahan modal kerja dan hutang yang jatuh tempo kemudian dikurangi dengan internal cashflow perusahaan. Frank dan Goyal (2003) melakukan penelitian ulang atas penelitian yang sebelumnya dilakukan Shyam-Sunder dan Myers (1999) dimana hasil penelitian Frank dan Goyal (2003) menunjukkan bahwa hutang yang jatuh tempo terbutkti tidak termasuk dalam komponen deficit internal cashflow. Model deficit internal cashflow yang digunakan adalah model hasil penelitian Frank dan Goyal (2003) yang terdiri atas penjumlahan dividen yang dibayar, investasi netto, perubahan modal kerja dikurangi dengan arus kas operasi perusahaan dikurangi 7 dengan bunga pinjaman dan pajak. Berikut model deficit internal cashflow yang digunakan: = + + ∆ − dengan: : Deficit Internal Cashflow : Dividen yang dibayarkan pada waktu t : Capital Expenditure pada waktu t ∆ : Perubahan modal kerja pada waktu t : Kas operasional pada waktu t c. Cost of Financial Distress Cost of financial distress dapat diartikan sebagai suatu kemungkinan atas munculnya risiko yang dapat timbul ketika suatu perusahaan berada pada situasi krisis/distress dan biaya yang timbul untuk memperbaiki situasi krisis tersebut, cost of financial distress juga bisa dikatakan sebagai proksi atas business risk (Booth, 2001). Booth (2001) menggunakan tangible assets sebagai proksi atas cost of financial distress dengan alasan bahwa semakin banyak komposisi tanggible assets yang dimiliki perusahaan maka semakin besar kemampuan perusahaan untuk menerbitkan/meningkatkan hutang yang aman dan semakin berkurang informasi yang 8 harus diungkapkan ke publik jika dibandingkan perusahaan harus meningkatkan equity melalu penjualan saham ke publik. Booth (2001); Rajan dan Zingales (1995) menghitung tangible assets dengan rumus sebagai berikut : ℎ = d. ℎ 가 Investment Opportunities Istilah Investment opportunities atau Investment Opportunities Set pertama kali dikemukakan oleh Myers (1977) yang memandang nilai perusahaan sebagai sebuah kombinasi asset in place (aset yang dimiliki) dengan investment options (pilihan investasi) di masa yang akan datang. Secara umum dapat dikatakan bahwa Investment Opportunities menggambarkan tentang luasnya kesempatan atau peluang investasi bagi suatu perusahaan, namun sangat tergantung pada pilihan expenditure perusahaan untuk kepentingan di masa yang akan datang. Barclay (1995); Rajan dan Zingales (1995); Gurcharan (2010); Frank dan Goyal (2003) menggunakan market-to-book-ratio sebagai proksi atas investment opportunities karena harga saham dapat merefleksikan intagible assets seperti growth opportunities sedangkan neraca perusahaan tidak dapat merefleksikannya. ℎ = 9 ℎ e. Net of Dividend Net of dividend atau dividen merupakan bagian laba yang dibagikan kepada pemegang saham dari laba yang diperoleh perusahaan (Siregar, 2005). Joni dan Lina (2010) menggunakan dividend payout ratio sebagai proksi atas net of dividend. Dividen yang dimaksud dalam penelitian ini adalah bagian dari laba perusahaan yang dibagikan kepada pemegang saham biasa (common stock dividend), sedangkan rasio dividend payout ratio merupakan alat ukur perusahaan untuk menentukan jumlah laba ditahan serta memaksimalkan nilai perusahaan. Rumus dividend payout ratio adalah sebagai berikut : = F. ∑ ℎ ℎ Alat Analisis Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis kuantitatif. Analisis kuantitatif dilakukan dengan cara mengkuantifikasi datadata penelitian sehingga menghasilkan informasi yang dibutuhkan dalam analisis. Terdapat tiga tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini, yaitu analisis deskriptif, uji asumsi klasik dan analisis regresi linier berganda. 1. Analisis Deskriptif Analisa deskriptif memberikan gambaran atau deskriptif suatu data yang dapat dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, varians, dan range statistik 10 (Ghozali, 2011: 19). Data deskriptif tersebut diperlukan untuk melihat gambaran keseluruhan dari sampel yang akan diteliti. 2. Uji Asumsi Klasik Uji asumsi klasik dilakukan sebelum melakukan pengujian hipotesis dengan menggunakan alat uji regresi berganda. Pengujian ini perlu dilakukan agar hasil penelitian yang diperoleh memenuhi criteria Best Linear Unbiased Estimator/BLUE (Ghozali, 2011). Agar dapat menghasilkan keputusan BLUE maka harus dipenuhi tiga asumsi dasar yang tidak boleh dilanggar oleh regresi yaitu : 1. Tidak boleh ada multikoloniaritas 2. Tidak boleh ada heteroskedastisitas 3. Tidak boleh ada autokorelasi Apabila salah satu dari tiga asumsi dasar tersebut dilanggar maka persamaan regresi yang diperoleh menjadi tidak bersifat BLUE sehingga pengambilan keputusan melalui uji t menjadi bias (Gujarati, 1995). Adapun asumsi klasik yang harus terpenuhi diantaranya adalah uji normalitas, uji multikolinearitas dan uji heterokedastisitas yang secara rinci dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Uji Multikolinieritas: dilakukan untuk menguji adanya korelasi antar variabel bebas, sedangkan model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen. Tepatnya multikolinearitas berkenaan dengan terdapatnya lebih dari satu hubungan linier pasti dan istilah kolinearitas berkenaan 11 dengan terdapatnya satu hubungan linier (Gujarati, 1995). Deteksi adanya multikolinearitas adalah dengan melihay besarnya VIF (Variance Inflation Factor) dimana jika VIF melebihi angka 10 maka variabel tersebut mengindikasikan adanya multikolinearitas. b. Uji Autokorelasi: bertujuan untuk menguji adanya korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode penelitian. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu dengan lainnya. Model regresi yang baik seharusnya bebas dari masalah autokorelasi. Autokorelasi adalah keadaan dimana disturbance term pada periode/observasi lain yang berurutan, dengan kata lain disturbance term tidak random, akibatnya adalah parameter yang diamati menjadi bias dan variannya tidak minimum sehingga tidak efisien. Salah satu cara untuk menguji autokorelasi adalah dengan melakukan uji Durbin-Watson (DW test) yang hanya digunakan untuk autokorelasi tingkat satu dan mensyaratkan adanya intercept dalam model regresi dan tidak ada variabel lag diantara variabel independen (Gujarati, 1995). c. Uji Heteroskedastisitas: bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Model regresi yang baik adalah yang memiliki variance yang sama (homoskedastisitas) atau tidak terjadi heteroskedastisitas. Apabila variance dari residual satu pengamatan lain tetap maka disebut homokedastisitas dan jika berbeda disebut dengan heterokedastisitas (Ghozali, 2011). Heteroskedastisitas merupakan varian dari residual atau error yang tidak konstan atau berubah-ubah. 12 Menurut Gujarati (1995), mendeteksi adanya heteroskedastisitas adalah sebagai berikut : - Nilai probabilitas > 0.05 berarti bebas dari heteroskedastisitas; - Nilai probabilitas < 0.05 berarti terkena heteroskedastisitas. d. Uji Normalitas: bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi memiliki variabel pengganggu yang berdistribusi normal agar dapat memenuhi asumsi kriteria uji t dan F pada analisis regresi. Terdapat dua cara untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal apa tidak yaitu dengan analisis grafik dan uji statistik (Ghozali, 2011). 3. Model Regresi Linier Berganda Alat analisis regresi berganda menjelaskan pengaruh variabel independen, yaitu: profitabilitas, deficit internal cashflow, cost of financial distress, investment opportunities, dan net of divdidend terhadap variabel dependen, yaitu struktur modal (Ghozali, 2011). Menurut Ghozali (2011), kriteria goodness of fit dari model adalah sebagai berikut: a. Koefisien Determinasi: koefisien determinasi ( 2 ) mengukur kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen, nilai koefisien determinasi berkisar antara 0 hingga 1. Apabila nilai koefisien determinasinya kecil maka kemampuan variabel independen-independen dalam menerangkan variabel dependen juga kecil. Sebaliknya, apabila nilai koefisien determinasinya bernilai besar maka kemampuan variabel independen-independen dalam menerangkan 13 variabel dependen juga besar. Para peneliti banyak yang menganjurkan untuk menggunakan Adjusted R2 dalam mengukur kemampuan model. b. Uji Signifikansi Simultan (uji statistik F): uji statistik F menunjukkan apakah semua variabel independen yang terdapat dalam model berpengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Uji F baik digunakan untuk menilai goodness of fit suatu model. Hipotesis alternatif diterima jika nilai signifikansi < 5% (dengan derajad kepercayaan 95%). c. Uji Signifikansi Parameter Individual (uji statistic t): uji statistik t menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara individual dapat menerangkan variasi variabel dependen. Hipotesis alternatif diterima, jika nilai signifikansi < 5% (dengan derajad kepercayaaan 95%). Apabila nilai signifikansinya lebih kecil dari 5% maka dinyatakan bahwa variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen, sehingga hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini dapat diterima dan sebaliknya jika signifikansinya lebih besar dari 5% maka dinyatakan bahwa variabel independen tidak berpengaruh terhadap variabel dependen, sehingga hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini ditolak. d. Analisis regresi berganda Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi berganda (multiple regression), yaitu dengan melihat pengaruh profitabilitas, deficit internal cash flow, cost of financial distress, investment opportunities, net of divdidend terhadap struktur modal perusahaan manufaktur di Indonesia. Uji regresi dilakukan guna mengukur kekuatan hubungan antara variabel dependen 14 dan independen, selain itu juga dapat digunakan untuk mengetahui arah hubungannya (Ghozali 2011: 96). Selanjutnya model empiris yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Y = f (X) Struktur modal = f (profitabilitas, deficit internal cashflow, cost of financial distress, investment opportunities, net of divdidend) dimana : Y : variabel dependen, yaitu struktur modal yang diukur dengan rasio leverage yaitu debt to equty ratio (DER). X : variabel independen, yaitu: § ROA: Profitabilitas yang diukur dengan return on assets (ROA). § DEF: deficit internal cashflow. § TA: cost of financial distress yang diukur dengan tangible assets. § MBR: investment opportunities yang diukur dengan market to book ratio. § DPR: net of divdidend yang diukur dengan dividend payout ratio. 15 Jadi, model persamaan regresi yang digunakan adalah: = + + + dimana : e 0 = konstanta 1, 2 , 3, 4 , 5 = koefisien regresi linier = error term 16 + + +