1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sterilisasi

advertisement
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Sterilisasi adalah menghilangkan semua bentuk kehidupan, baik bentuk
patogen maupun non patogen, vegetatif, maupun nonvegetatif, dari suatu objek
atau material. Sediaan yang termasuk sediaan steril yaitu sediaan obat suntik
bervolume kecil atau besar, cairan irigasi yang dimaksudkan untuk meredam luka
atau lubang operasi, larutan dialisa dan sediaan biologis seperti vaksin, toksoid,
antitoksin, produk penambah darah dan sebagainya. Sterilitas sangat penting
karena cairan tersebut langsung berhubungan dengan cairan dan jaringan tubuh
yang merupakan tempat infeksi dapat terjadi dengan mudah (Ansel, 1989).
Efektifitas dipengaruhi oleh jumlah mikroorganisme dan pengambilan Obat
tidak aseptis. Berdasarkan hasil penelitian evaluasi penggunaan sediaan farmasi
intravena untuk penyakit infeksi penderita rawat inap periode Oktober-Desember
2005 pada salah satu rumah sakit swasta di Kota Bandung diperoleh salah satu
data bahwa pelaksanaan penyiapan sediaan farmasi intravena sudah dilakukan
dengan baik, yaitu adanya kesesuaian antara takaran obat yang direkonstitusi
dengan jumlah pelarut yang digunakan, serta persyaratan kompatibilitasnya.
Namun, penyiapan sediaan tersebut belum dilakukan dengan teknik aseptis yang
baik (Surahman et al, 2008).
Sediaan injeksi difenhidramin hidroklorida memiliki aktifitas sebagai
antihistamin, antiemetik, antispasmodik, dan reaksi ekstrapiramidal karena obat
(Depkes RI, 2000). Pemberian injeksi difenhidramin hidroklorida diabsorbsi
secara baik dalam tubuh, dan memiliki efek samping sedasi, yang justru
menguntungkan pasien yang dirawat di rumah sakit atau pasien yang perlu banyak
tidur (Departemen Farter, 2007).
Wadah untuk obat suntik tersedia dalam bentuk wadah dosis tunggal
contohnya ampul dan wadah dosis ganda, contohnya vial. Wadah dosis tunggal
adalah suatu wadah yang kedap udara yang mempertahankan jumlah obat steril
yang dimaksudkan untuk pemberian parenteral sebagai dosis tunggal yang bila
dibuka tidak dapat ditutup rapat kembali dengan jaminan tetap steril. Wadah dosis
1
2
tunggal dirancang untuk menampung sejumlah obat yang dimaksudkan untuk
pemberian sebagai suatu dosis tunggal dengan cepat setelah wadah tersebut
dibuka (Ansel, 1989).
Wadah dosis ganda dilengkapi dengan penutup karet dan plastik untuk
memungkinkan penusukan jarum suntik tanpa membuka atau merusak tutup. Bila
jarum ditarik kembali kewadah, lubang bekas tusukan akan tertutup rapat kembali
dan melindungi isi dari pengotoran udara bebas. Apabila dinyatakan lain dalam
monografi, obat suntik dosis berganda diharuskan mengandung zat pengawet
antimikroba, dengan jumlah total yang terdapat dalam sediaan tidak boleh lebih
besar dari 30 ml, sehingga dapat membatasi jumlah tusukan yang dibuat pada
penutupnya dan dapat terjaga sterilitasnya serta untuk membatasi jumlah
pengawet antimikroba yang ada dalam sediaan (Ansel, 1989).
United State Pharmacopea (USP) mempersyaratkan vial dosis ganda untuk
injeksi diberikan batas penggunaan 28 hari setelah pengambilan pertama kecuali
label produk (dalam bungkusnya) menyatakan sebaliknya. Penggunaan vial dosis
ganda harus memperhatikan hal berikut yaitu mematuhi teknik aseptik yang ketat
saat penggunaan vial, menggunakan jarum steril baru dan alat suntik baru untuk
setiap penggunaannya, menyimpan vial di tempat yang bersih dan terlindung
menurut petunjuk pabrik, dan memastikan vial yang kesterilannya terganggu
untuk segera di buang (Dolan et al, 2010).
Zat pengawet yang cocok dapat ditambahkan ke dalam injeksi yang diisikan
dalam wadah dosis ganda atau injeksi yang dibuat secara aseptik (Depkes RI,
1979). Pengawet yang biasa lazim digunakan dalam sediaan injeksi ada beberapa
macam yaitu, Benzil alkohol ( 1%-2%), Klorobutol (0,2%-0,5%), Klorkresol
(0,1%-0,2%), Fenil etilalkohol (0,25%-0,5), Fenol (0,5%), Fenil merkurinitrat
(0,001%-0,002), Fenil merkuri asetat (0,001%-0,002%), Benzalkonium khlorida
(0,01%), Benzethonium khloride (0,01%), Kresol (0,3%-0,5%), metal-phidroksibenzoat (0,18%), Thimerosal (0,01%) (Agoes, 2009).
Klorobutanol adalah pengawet yang aktif terhadap bakteri gram positif dan
gram negatif pada konsentrasi 0,2% - 0,5 % b/v serta aktif sebagai antifungi
seperti Candida albicans, Pseudomonas aeruginosa, dan Staphylococcus albus.
(Raymond, 2009).
3
Dari uraian diatas telah dilakukan penelitian tentang uji efektifitas pengawet
klorobutanol 0,5% b/v pada sediaan injeksi difenhidramin hidroklorida dosis
ganda dengan menggunakan metode pengujian inokulum yaitu dengan
menggunakan cara mikrobiologi dengan medium pertumbuhan tertentu.
1.2
Rumusan Masalah
Masalah yang terkait dari uraian latar belakang diatas adalah berapa lama
efektifitas klorobutanol 0,5% b/v pada sediaan injeksi difenhidramin hidroklorida
dosis ganda masih mempunyai efektifitas sebagai pengawet setelah ada perlakuan
segel kemasan dibuka dan dilakukan penusukan sediaan sampai hari ke-28.
1.3
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan sterilitas sediaan injeksi
difenhidramin hidroklorida dosis ganda dengan pengawet klorobutanol 0,5% b/v
setelah segel kemasan terbuka dan dilakukan penusukan sediaan sampai hari ke28 untuk mengetahui efektifitas pengawet dengan uji sterilitas.
1.4
Manfaat Penelitian
Dari penelitian ini diharapkan setelah diuji sterilitasnya dapat dilakukan
pengembangan formula pada sediaan injeksi sediaan difenhidramin hidroklorida
dengan pengawet klorobutanol 0,5% b/v sediaan dosis ganda. Selain itu dapat
digunakan sebagai bahan referensi ilmiah bagi mahasiswa dalam melakukan
penelitian selanjutnya.
Download