FARINGITIS PRESENTASI KASUS Disusun Untuk Memenuhi

advertisement
FARINGITIS
PRESENTASI KASUS
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti
Ujian Kepaniteraan Ilmu Penyakit THT
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Pembimbing
dr. Asti Widuri, Sp. THT, M.Kes
Disusun oleh
WINDA INTAN PERMATAHATI
NIM : 2007 031 00149
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2012
I.
II.
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Ny. TS
Jenis Kelamin
: Perempuan
Tempat, tanggal lahir
: Magelang, 14 April 1965
Usia
: 46 tahun
Alamat
: Kajoran RT 01/ RW 01, Magelang.
Tanggal ke poliklinik THT
: Jumat, 17 Februari 2012
KASUS
Seorang pasien, wanita, 46 tahun datang ke poliklinik penyakit THT RSUD
Tidar Magelang dengan keluhan nyeri tenggorokan dan nyeri telan sejak ±3
minggu yang lalu. Menurut keterangan pasien, sebelumnya pasien mengeluh
batuk berdahak dan mengalami serak. Pasien mengeluh adanya demam,
pusing (cekot-cekot), mual muntah, tidak nafsu makan dan badan terasa
lemas. Pasien juga mengeluh nyeri menjalar hingga telinga jika untuk
menelan.
III.
ANAMNESIS
Keluhan utama :
Nyeri tenggorokan
Riwayat penyakit sekarang:
Pasien datang ke poliklinik penyakit THT RSUD Tidar Magelang
dengan keluhan nyeri tenggorokan dan nyeri telan sejak ±3 minggu yang lalu.
Pasien mengatakan keluhannya bermula dari nyeri tenggorokan dan nyeri
telan. Kemudian batuk berdahak setiap pagi hingga siang dan berkurang pada
malam hari, dahak berwarna putih namun susah dikeluarkan, dan beberapa
hari kemudiannya menjadi serak. Pasien mengeluh adanya demam selama ±5
hari, berkurang jika diberi obat penurun demam (paracetamol). Pasien juga
mengeluh pusing (cekot-cekot), mual muntah, tidak nafsu makan, badan
terasa lemas, dan nyeri menjalar hingga telinga jika untuk menelan. Pasien
sudah berobat ke Puskesmas sebanyak 4x namun tidak berkurang keluhannya.
Pasien mendapatkan obat batuk hitam dan paracetamol dari puskesmas.
Riwayat penyakit dahulu:
•
Riwayat penyakit serupa
Pasien pernah mengalami penyakit serupa, ±1 tahun yang lalu.
•
Riwayat Hipertensi
Disangkal
•
Riwayat Diabetes Mellitus
Pasien memiliki riwayat diabetes mellitus sejak ±5 tahun yang lalu
Anamnesis Sistem
•
Neurologi
: Nyeri pinggang (-), Panas (+), pusing (+),
kesadaran menurun (-), kelemahan anggota gerak (-), kejang (-)
•
Respirasi
: Batuk (+), pilek (-), sesak napas (-)
•
Kardiovaskular
: Pucat (-), debar-debar (-),
•
Gastrointestinal
: Muntah (+), mual (+), nyeri perut (-), BAB
(N), perut kembung(-), sakit pada anus (-)
IV.
•
Urogenital
: BAK lancar, nyeri BAK (-)
•
Muskuloskeletal
: lemah anggota gerak (-)
PEMERIKSAAN FISIK
Vital Sign
•
Tensi
: 120/80 mmHg
•
Nadi
: 84 x/menit
•
Respirasi
: 24 x/menit
•
Suhu
: 36,5°C
Pemeriksaan fisik
•
Kepala: conjungtiva anemis (-/-), pupil isokor, sklera ikterik (-/-)
•
Leher : Tekanan vena jugularis tidak meningkat, lnn tak teraba
•
Jantung : suara S1 dan S2 reguler, bising (-), wheezing (-/-)
•
Abdomen : bunyi usus (+) normal, supel, timpany (+)
•
Ekstrimitas : hemiparesis (-), oedem (-), reflek fisiologis normal
STATUS LOKALIS
TELINGA
Inspeksi :
Deskuamasi
Otore
Serumen
Tumor
Edema
Hiperemis
Kelainan Kongenital
Benjolan pada telinga luar
Palpasi
Tragus Pain
Nyeri Tarik Auricula
Pembesaran kelenjar limfe
Auricula Dextra
Auricula Sinistra
-
-
-
-
retroaurikuler dan preaurikuler
Otoskopi
Laserasi Meatus Eksternus
Serumen
Discharge pada CAE
CAE Hiperemis
Membrana timpani
Discharge
Reflek Cahaya (cone of light)
Auricula Dextra
Auricula Sinistra
Utuh
+
Utuh
+
Nasi Dextra
Nasi Sinistra
-
-
Nasi Dextra
Nasi Sinistra
-
-
HIDUNG
Inspeksi :
Deformitas
Deviasi Septum
Edema
Kelainan Kongenital
Jaringan Parut
Hiperemis
Tumor
Discharge
Palpasi
Nyeri tekan dorsum nasi (-)
Nyeri tekan frontalis (-)
Krepitasi (-)
Edema (-)
Rhinoskopi Anterior :
Mukosa hiperemis
Mukosa Edema
Konka hiperemis
Konka edema
Deviasi Septum
Discharge
Massa
Benda Asing
Rhinoskopi posterior tidak dilakukan
-
TENGGOROK
Inspeksi :
•
Pada labia tidak terdapat kelainan
•
Lidah kotor dan hiperemis (-)
•
Mukosa lidah dalam batas normal
•
Tonsil membesar, derajat II (tonsil berada diantara pilar dan
uvula), faring dan tonsil hiperemis (+) dan terdapat eksudat
•
Uvula simetris, hiperemis (+)
Palpasi :
•
V.
Kelenjar submandibula oedem (-), nyeri tekan (-)
DIAGNOSIS
Berdasarkan kriteria McIsaac skor:
•
Suhu >38°C
→1
•
Tidak ada batuk
→1
•
Nyeri tekan pada adenopati servikal anterior → 1
•
Tonsil bengkak atau terdapat eksudat
→1
•
Usia 3-14
→1
•
Usia 15-44
→0
•
Usia >45
→ -1
Dalam kasus ini:
•
Tonsil bengkak atau terdapat eksudat
→1
•
Usia >45
→ -1
Total Skor
:
0
Berdasarkan kriteria McIsaac skor, didapatkan skor 0, sehingga dapat
disimpulkan bahwa tidak diperlukan kultur dan antibiotik karena hanya
ditemukan sekitar 2-3% kemungkinan terinfeksi bakteri streptokokus di
komunitas.
Diagnosis: Faringitis akut et causa viral
VI.
TERAPI
R/ Dexametason tab mg 0,5 No. X
∫ 2 dd I
R/ Paracetamol tab mg 500 No. XV
∫ 3 dd I k.p (demam)
R/ Vitamin C tab mg 500 No. V
∫ 1 dd I
Edukasi pasien:
•
Istirahat yang cukup.
•
Makan makanan yang lunak, dan perbanyak minum minuman yang
hangat.
•
Berkumur dengan air garam.
•
Hindari asap rokok, debu, dan polutan.
PEMBAHASAN
Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang disebabkan oleh virus
(40-60%), bakteri (5-40%), alergi, trauma, toksin dan lain-lain.
Fungsi faring yang terutama ialah untuk respirasi, pada waktu menelan,
resonansi suara dan untuk artikulasi. Pada fungsi menelan, terdapat 3 fase dalam
proses menelan yaitu fase oral, fase faringeal, dan fase esofagal. Fase oral, bolus
makanan dari mulut menuju faring. Gerakan disini disengaja (voluntary). Fase
faringeal yaitu pada waktu transpor bolus makanan melalui faring. Gerakan disini
tidak disengaja (involuntary). Fase esofagal. Disini bolus makanan bergerak secara
peristaltik di esofagus menuju lambung.
Fungsi faring dalam proses bicara, pada saat berbicara dan menelan terjadi
gerakan terpadu dari otot-otot palatun dan faring. Gerakan ini antara lain berupa
pendekatan palatum mole kearah dinding belakang faring. Gerakan penutupan ini
terjadi sangat cepat dan melibatkan mula-mula m.salpingofaring dan m.palatofaring,
kemudian m.levator veli palatini bersama-sama m.konstriktor faring superior. Pada
gerakan penutupan nasofaring m.levator veli palatini menarik palatum mole ke atas
belakang hampir mengenai dinding posterior faring. Jarak yang tersisa ini diisi oleh
tonjolan (fold of) Passavant pada dinding belakang faring yang sering terjadi akibat 2
macam mekanisme, yaitu pengangkatan faring sebagai hasil gerakan m.palatofaring
(bersama m.salpingofaring) dan oleh kontraksi aktif m.konstriktor faring superior.
Mungkin kedua gerakan ini bekerja tidak pada waktu yang bersamaan. Ada yang
berpendapat bahwa tonjolan Passavant ini menetap pada periode fonasi, tetapi ada
pula pendapat yang mengatakan tonjolan ini timbul dan hilang secara cepat
bersamaan dengan gerakan palatum.
Etiologi dan Patofisiologi
Penyebab faringitis akut dapat bervariasi dari organisme yang menghasilkan
eksudat saja atau perubahan kataral sampai yang menyebabkan edema dan bahkan
ulserasi. Organisme yang ditemukan termasuk streptokokus, pneumokokus, dan
basilus influenza, diantara organisme lainnya. Penyebab faringitis virus adalah
adenovirus, virus epstein barr, herpes simpleks, virus parainfluenza (tipe1-4), virus
sinsitium pernafasan, virus influenza (A danB), dan enterovirus.
Penularan terjadi melalui droplet. Kuman menginfiltrasi lapisan epitel
kemudian epitel terkikis maka jaringan limfoid superficial bereaksi terjadi
pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklearPada stadium awal
terdapat hiperemia, kemudian edema, dan sekresi yang meningkat. Eksudat mulamula serosa tapi menjadi menebal atau berbentuk mukus, dan kemudian cenderung
menjadi kering dan dapat melekat pada dinding faring. Dengan hiperemia, pembuluh
darah dinding faring menjadi melebar. Bentuk sumbatan yang berwarna putih, kuning
atau abu-abu terdapat dalam folikel atau jaringan limfoid. Tidak adanya tonsila,
perhatian biasanya difokuskan pada faring, dan tampak bahwa folikel limfoid atau
bercak-bercak pada dinding faring posterior, atau terletak lebih ke lateral, menjadi
meradang dan membengkak. sehingga timbul radang pada tenggorok atau faringitis
Klasifikasi
•
Faringitis akut, adalah radang tenggorok yang disebabkan oleh virus (rinovirus)
yang menimbulkan gejala rinitis dan beberapa hari kemudian akan
menimbulkan faringitis dan bakteri yaitu grup A streptokokus β hemolitikus
yang menyebabkan faringitis akut pada orang dewasa (15%) dan pada anak
(30%) Selain faringitis virus dan bakteri, ada faringitis fungal yang disebabkan
oleh candida yang tumbuh pada mukosa rongga mulut dan faring. Pada
faringitis gonorea hanya terjadi pada pasien yang melakuka kontak orogenital.
Faringitis ini terjadinya masih baru,belum berlangsung lama.
•
Faringitis kronis adalah radang tenggorok yang sudah berlangsung dalam waktu
yang lama. Terdapat 2 bentuk yaitu faringitis kronik hiperplastik dan faringitis
kronik atrofi. Faktor predisposisi proses radang kronik di faring ini ialah kronis,
sinusitis, iritasi kronik oleh rokok, minum alkohol, inhalasi uap yang
merangsang mukosa faring dan debu. Faktor lain penyebab lain adalah pasien
yang biasanya bernafas melalui mulut karena hidungnya tersumbat.
a. Faringitis kronik hiperplastik
Pada faringitis kronik hiperplastik terjadi perubahan mukosa dinding
posterior faring. Tampak kelenjar limfa dibawah mukosa faring dan
lateral band hiperplasi. Pada pemeriksaan tampak mukosa dinding
posterior tidak rata, bergranular.
b. Fraingitis kronik atrofi
Faringitis kronik atrofi sering timbul bersamaan dengan rhinitis atrofi.
Pada rinitis atrofi, udara pernafasan tidak diatur suhu serta
kelembabannya, sehingga menimbulkan rangsangan serta infeksi pada
faring.
•
Faringitis spesifik. Pada faringitis spesifik terdapat faringitis luetika.
Treoponema palidum dapat menimbulkan infeksi didaerah faring seperti juga
penyakit lues di organ lainnya. Faringitis tuberkulosis merupakan proses
sekunder dari tuberkulosis paru. Pada infeksi kuman tahan asam jenis bovinum
dapat timbul tuberkulosis faring primer.
Perbedaan faringitis virus dan faringitis bakteri
Faringitis Virus
Biasanya tidak ditemukan nanah
di tenggorokan
Demam ringan atau tanpa demam
Jumlah sel darah putih normal
atau agak meningkat
Kelenjar getah bening normal atau
sedikit membesar
Tes apus tenggorokan
memberikan hasil negatif
Pada biakan di laboratorium tidak
tumbuh bakteri
Faringitis Bakteri
Sering ditemukan nanah di
tenggorokan
Demam ringan sampai sedang
Jumlah sel darah putih meningkat
ringan sampai sedang
Pembengkakan ringan sampai sedang
pada kelenjar getah bening
Tes apus tenggorokan memberikan
hasil positif untuk strep throat
Bakteri tumbuh pada biakan di
laboratorium
Gejala dan Tanda
Pada awitan penyakit, penderita mengeluh rasa kering atau gatal pada tenggorokan.
Malaise dan sakit kepala sering terjadi pada faringitis. Biasanya terdapat suhu yang
sedikit meningkat. Eksudat pada faring menebal. Eksudat ini sulit untuk dikeluarkan,
dengan suara parau, usaha mengeluarkan dahak dari kerongkong dan batuk.
Keparauan terjadi jika proses peradangan mengenai laring. Pada beberapa kasus,
mungkin terutama disfagia sebagai akibat dari nyeri, nyeri alih ke telinga, adenopati
servikal, dan nyeri tekan. Dinding faring kemerahan dan menjadi kering gambaran
seperti kaca dan dilapisi oleh sekresi mukus. Jaringan limfoid biasanya tampak merah
dan membengkak.
Diagnosis berdasarkan Skoring
Skor validasi Streptokokus merupakan suatu penilaian klinis yang
dimodifikasi oleh McIsaac pada tahun 1998 di Kanada guna membantu
mempermudah para klinisi dalam menentukan perlu atau tidak memberikan
antibiotika dan melakukan kultur pada pasien dengan ISPA atau datang dengan
keluhan nyeri tenggorokan. Dikarenakan indikasi pemberian antibiotika pada kasus
ISPA khususnya faringitis adalah apabila terdapat atau ditemukan infeksi
Streptokokus.
Skor validasi Streptokokus, terdiri dari beberapa gejala klinis yang merupakan
gejala yang paling sering menyertai infeksi Streptokokus, dan masing-masing gejala
tersebut memiliki nilai sensitifitas dan spesifisitas yang bervariasi dan telah diuji
signifikansinya secara statistik. Skor validasi Streptokokus yang dimodifikasi oleh
McIsaac meliputi dua tahap dan akan disajikan dalam bentuk Tabel 1 dan Tabel 2
sebagai berikut :
Tabel 1. Tahap Pertama (Perhitungan) dari Skor Validasi Streptokokus yang
Dimodifikasi oleh McIsaac (1998)
Tabel 2. Tahap Kedua (Penilaian) dari Skor Validasi Streptokokus yang Dimodifikasi
oleh McIsaac (1998)
Jika skor 0-1 maka pemberian antibiotika tidak diperlukan, dan bila skor 2-3 maka
antibiotika hanya diberikan apabila hasil kultur positif. Untuk skor 4-5 diberikan
manajemen antibiotika secara empiris tanpa harus menunggu hasil kultur. Pasien
dengan skor 0 memiliki kemungkinan infeksi oleh Streptokokus sebesar 2,5%, dan
pasien dengan skor 1 memiliki kemungkinan sebesar 5,1%. Sedangkan dengan skor 3
kemungkinannya adalah 27,8%, dan sebesar 52,8% dengan skor 4 yang dimana dari
503 pasien, terdapat 59,2% memiliki skor 0-1, dan hanya sekitar 10,5% dengan skor
4.
Penatalaksanaan
a.
Antibiotik
Diberikan terutama bila diduga penyebab faringitis akut ini grup A
Streptokokus β hemolitikus. Penisilin G Banzatin 50.000 U/kgBB, IM dosis
tunggal atau amoksisilin 50mg/kgBB dosis dibagi 3kali/hari selama 10 hari
dan pada dewasa 3x500mg selama 6-10hari atau eritromisin 4x500mg/hari.
b.
Kortikosteroid: deksametason 8-16mg, IM, 1 kali. Pada anak 0,080,3mg/kgBB, IM, 1 kali. Kortikosteroid sebagai tambahan antibiotik
menunjukkan penurunan nyeri pada radang tenggorokan secara simtomatik
terutama pada kasus yang berat atau radang tenggorokan dengan eksudat.
Kortikosteroid menghambat mediasi traskripsi proinflamasi pada sel
endotelial jalan nafas yang menyebabkan infeksi pada faring dan
menunjukkan gejala nyeri. Kortikosteroid dapat mengurangi gejala karena
efek antiinflamasinya.
c.
Berkumur dengan air garam (¼ sendok teh garam dicampur dalam 1 gelas
air), makan makanan yang lunak. Minum dengan air hangat.
d.
Pemberian asetaminofen atau ibuprofen sebagai analgetik. Aspirin tidak boleh
diberikan kepada anak-anak dan remaja yang berusia dibawah 18 tahun karena
bisa menyebabkan sindroma Reye.
Edukasi: untuk menghindari iritasi lebih lanjut pada saluran faring, pada
pasien dapat dianjurkan untuk mengurangi makanan yang berminyak dan panas, juga
dianjurkan untuk istirahat sebanyak mampu memperbaiki daya tahan tubuh. Jika
demam tidak turun dengan pemberian obat dapat dibantu dengan menggunakan
kompres air hangat dan masukan cairan yang cukup (air putih), hindari minuman
yang terlalu dingin dan bersoda. Hindari asap rokok, debu, polutan lainnya. Madu dan
vitamin C dapat membantu mempercepat penyembuhan.
Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul pada faringitis yaitu glomerulonefritis, demam rematik
akut, otitis media, sinusitis, abses peritonsiler dan abses retrofaring.
DAFTAR PUSTAKA
Adam G., Boies L., Higler P., BOIES Fundamental of Otolaryngology (Buku Ajar
Penyakit THT) Edisi 6. Jakarta : EGC, 1997.
Bisno A., Gerber M., Gwaltney J., et al. Practice for Diagnosis and management of
Group A Streptococcal Pharyngitis. Infectious Disease of America. 2002
Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi
keenam. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2007
Hayward G., Thompson M., Heneghan C., et al. Corticosteroid for pain releif in sore
throat: systematic review and meta-anaylsis. Primary Health Care,
University of Oxford. Bond University Australia. 2009.
Download