BAB II Tinjauan Pustaka

advertisement
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bahan Bakar Minyak
Bahan bakar minyak (BBM) adalah jenis bahan bakar (fuel) yang
dihasilkan dari pengilangan (refining) minyak mentah (crude oil).
Minyak
mentah dari perut bumi diolah dalam pengilangan (refinery) terlebih dulu untuk
menghasilkan produk-produk minyak (oil products) yang termasuk di dalamnya
adalah BBM. Selain menghasilkan BBM, pengilangan minyak mentah
menghasilkan berbagai produk lain terdiri dari gas, hingga ke produk-produk
seperti naphta, light sulfur wax residue (LSWR) dan aspal (Nugroho 2005).
BBM seperti didefinisikan oleh pemerintah Indonesia untuk keperluan
pengaturan harga dan subsidi sekarang meliputi: (1) bensin (premium gasoline),
(2) solar (IDO & ADO: industrial diesel oil & automotive diesel oil), (3) minyak
bakar (FO: fuel oil) serta (4) minyak tanah (kerosene). Definisi ini merupakan
perkembangan dari periode sebelumnya yang masih mencantumkan avgas
(aviation gasoline) dan avtur (aviation turbo gasoline) yaitu jenis-jenis bahan
bakar yang digunakan untuk mesin pesawat terbang dalam kategori sebagai BBM
(Nugroho 2005).
Subsidi BBM, sebagaimana dapat dipahami dari naskah RAPBN dan Nota
Keuangan tahunan, adalah “pembayaran yang dilakukan oleh Pemerintah
Indonesia kepada PERTAMINA (pemegang monopoli pendistribusian BBM di
Indonesia) dalam situasi dimana pendapatan yang diperoleh PERTAMINA dari
tugas menyediakan BBM di Tanah Air lebih rendah dibandingkan biaya yang
dikeluarkannya untuk menyediakan BBM tersebut”. Dalam hal ini pendapatan
Pertamina bernilai positif, seperti dulu sering dialami, angka itu disebut Laba
Bersih Minyak (Nugroho 2005).
Definisi mengenai “subsidi BBM” yang dikembangkan oleh pemerintah
tersebut telah diturunkan ke dalam perhitungan akuntansi yang angka-angkanya
kemudian menjadi dasar bagi program pemerintah untuk “menghapuskan subsidi
BBM”, termasuk perancangan program-program pengurangan dampak kenaikan
harga BBM (Nugroho 2005).
6
Harga BBM di Indonesia adalah harga yang diatur oleh Pemerintah dan
berlaku sama di seluruh wilayah Indonesia. Pada dasarnya, Pemerintah bersama
DPR menetapkan harga BBM setelah memperhatikan biaya-biaya pokok
penyediaan BBM yang diajukan PERTAMINA serta tingkat kemampuan
(willingness to pay) masyarakat (Nugroho 2005).
2.2 Data BBM Pada Tahun 2008
Kenaikan harga BBM pada tahun 2008 tak dapat dielakkan lagi oleh
Pemerintah karena melambungnya harga minyak mentah dunia yang terus naik
menjelang Juni 2008 hingga menembus angka US$118 per barel. Para pakar
memperkirakan harga minyak dunia akan terus naik hingga US$150 per barel.
Jika hal ini terjadi maka Pemerintah harus menanggung biaya subsidi BBM yang
amat besar sehingga Pemerintah harus segera mengambil tindakan, yaitu
menaikkan harga BBM. Kenaikan harga BBM pada Mei tahun 2008 terjadi pada
bensin (dari Rp 4.500,- menjadi Rp 6.000,- per liter, solar dari Rp 4.300,- menjadi
Rp 5.500,- per liter) dan minyak tanah (dari Rp 2.000,- menjadi Rp 2.500,- per
liter).
Kenaikan harga BBM sebesar 20-30% dari harga awal menimbulkan
berbagai reaksi dari berbagai lapisan masyarakat (Kementerian Energi dan
Sumberdaya Mineral 2008).
Perubahan harga yang begitu signifikan ini diimbangi juga dengan bantuan
Pemerintah kepada masyarakat berupa Program Bantuan Langsung Tunai (BLT).
Program ini dalam jangka pendek dinilai amat efektif meredam gejolak sosial
karena Pemerintah tidak dapat memberikan bantuan secara spesifik terhadap
setiap mata pencaharian yang mengalami dampak kenaikan harga BBM. Salah
satu di antaranya adalah mata pencaharian nelayan. Bagi nelayan, melambungnya
harga BBM akan menambah beban hidup lebih berat karena bukan hanya
komponen BBM yang meningkat tetapi juga komponen lain yang dalam proses
pengadaannya dipengaruhi oleh biaya BBM. biaya operasional tetapi ternyata
tidak hanya berpengaruh dalam hal itu saja. Contoh komponen biaya yang ikut
mengalami peningkatan adalah biaya perbekalan untuk kebutuhan pokok selama
melaut, biaya penyediaan es balok serta biaya-biaya lain yang dipengaruhi oleh
meningkatnya harga BBM.
Pada kenyataanya, harga kebutuhan pokok dan
7
barang lain tersebut sudah meningkat sebelum kenaikan harga BBM secara resmi
diumumkan oleh Pemerintah. Hal ini terjadi karena dugaan masyarakat mengenai
akan terjadinya kenaikan harga BBM, sehingga harga-harga barang meningkat
sebelum harga BBM resmi dinaikkan (terjadi expected inflation) (Forum Kastrat
UGM 2008).
Ketika sebagian nelayan memutuskan untuk tetap melaut, tenyata
kenaikan BBM tersebut diiringi oleh kelangkaan pasokan BBM yang khusus bagi
nelayan di stasiun pengisian bahan bakar nelayan (solar packed dealer nelayan,
SPDN). Padahal nelayan tidak boleh membeli BBM di stasiun pengisian bahan
bakar umum (SPBU). Berkurangnya pasokan BBM ke SPDN ini mempengaruhi
aktivitas dan produktivitas nelayan. Secara terpaksa sebagian nelayan yang tidak
mampu menutupi biaya bahan bakar akan memilih berhenti melaut untuk
menghindarkan kerugian yang lebih besar.
2.3 Sikap Nelayan Terhadap Kenaikan BBM
Kenaikan harga BBM pada bulan Mei 2008 mendapatkan reaksi dari
berbagai lapisan masyarakat, termasuk di antaranya adalah kalangan nelayan.
Naiknya harga solar dari Rp 4.300,- menjadi Rp 5.500,- memberatkan nelayan
yang amat bergantung dengan ketersediaan BBM. Hingga nelayan melakukan
upaya-upaya dalam meredam masalah pada bidang tersebut.
Salah satu upaya yang dilakukan nelayan untuk menghemat BBM adalah
dengan mencampurnya dengan bahan lain. Sebangai contoh, untuk menghemat
solar, nelayan mencampurnya (meng-oplos) dengan minyak tanah, oli atau bahan
lain yang porsinya tetap lebih sedikit dibandingkan dengan solar yang digunakan.
Namun, pencampuran bakar tersebut akan memperpendek usia mesin perahu
nelayan (Baren 2008).
Bahan bakar oplosan ini dikenal dengan nama irek,
singkatan dari irit ekonomis. Kerusakan mesin akibat penggunaan BBM yang
tidak cocok ini menyebabkan kerusakan mesin-mesin kapal sehingga menambah
komponen biaya perawatan mesin. Jika kapal tidak beroperasi maka produktivitas
nelayan menjadi menurun.
8
Harga solar eceran yang harus dibayar nelayan ternyata tidak selalu sama
dengan harga resmi, di beberapa tempat harga solar dapat mencapai Rp 9000,- per
liter. Harga yang lebih tinggi ini disebabkan oleh kelangkaan BBM (Baren 2008).
2.4 Biaya Produksi
Biaya produksi adalah semua pengeluaran yang dilakukan oleh perusahaan
untuk memperoleh faktor-faktor produksi dan bahan-bahan mentah yang akan
digunakan untuk menciptakan barang-barang yang diproduksikan oleh perusahaan
tersebut. Bahan bakar minyak merupakan salah satu faktor-faktor produksi yang
termasuk dalam biaya variabel (variable cost) yang sangat mempengaruhi biaya
total (total cost) pada kapal perikanan.
Biaya tetap didefinisikan sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya dan
terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Cara
menghitung biaya tetap dijelaskan oleh Soekartawi (1995), yaitu:
FC
=
dimana FC = biaya tetap, Xi = jumlah fisik dari input yang membentuk biaya
tetap, Pxi = harga input, dan n = jenis input.
Jika rincian biaya tidak dapat
diperoleh, maka nilai biaya ini dapat diperoleh dari besarnya nilai pengeluaran
yang dilakukan nelayan.
Biaya variabel dapat dihitung juga dengan rumus di atas (Soekartawi,
1995) karena total biaya adalah jumlah dari biaya tetap (FC) dan biaya variabel
(VC). Rumus untuk menghitung biaya variabel adalah:
VC = TC - FC
dimana VC = biaya tidak tetap (variable cost), TC= biaya total (total cost) dan FC
= biaya tetap
Pada usaha perikanan di Palabuhanratu upah nelayan adalah variable cost
karena besarnya upah atau pendapatan ditentukan menurut sistem bagi hasil antara
pemilik usaha dan buruh. BBM pada kapal perikanan mengambil bagian sekitar
40-60% dari biaya operasional terbesar dalam operasi penangkapan ikan, karena
9
dapat menghabiskan sekitar 40-60% dari total biaya operasional penangkapan
ikan para nelayan kecil. (DKP 2006).
Konsumsi bahan bakar pada kapal ikan adalah banyaknya jumlah bahan
bakar yang dipakai tiap satuan waktu, ketika mesin beroperasi (Samsunar 2002).
Faktor yang mempengaruhi konsumsi bahan bakar pada kapal ikan adalah
kekuatan mesin (biasa diukur dengan satuan HP atau horse power atau daya kuda)
dan lama mesin beroperasi. Kedua hal tersebut berbanding lurus terhadap
konsumsi bahan bakar, artinya semakin besar kekuatan mesin dan semakin lama
waktu beroperasi maka konsumsi bahan bakar juga semakin besar. Satu horse
power adalah kekuatan mesin yang besarnya sama dengan 75 m/s atau 4500
kgm/minute (Mangunsukarto dkk. 1979). Hal lain yang mempengaruhi konsumsi
bahan bakar adalah jenis mesin. Diperkirakan jenis mesin darat lebih irit dari
mesin laut (Ashidiqqi 2003). Kenaikan harga BBM pada tahun 2008 sekitar 30%
ini akan sangat berpengaruh pada biaya produksi kapal ikan yang memaksa
nelayan harus beradaptasi dalam menghadapi peningkatan biaya produksi.
2.5 Kapal Ikan
Kapal ikan adalah wahana (vessels) yang digunakan untuk melakukan
kegiatan penangkapan atau pengumpulan ikan atau sumberdaya hayati perairan
lainnya, kegiatan-kegiatan penelitian, pelatihan dan pengawasan kegiatan
perikanan (Ayodhya 1981).
Beberapa sifat atau karakter untuk menjelaskan
kapal ikan, menurut (Nomura dan Yamazaki 1977) seperti dtulis oleh Surya
(2004) di antaranya adalah kecepatan kapal (boat speed), olah gerak dan mesin
(manouvering and engine), kekuatan atau daya tahan (strength), konstruksi
(construction),
motor
penggerak
(propulsion
engine),
fasilitas
penanganan/penyimpanan ikan (handling equipment and storage), dan mesinmesin penangkapan ikan (fishing machinery).
Sebuah kapal perikanan harus memiliki kecepatan tinggi untuk mencari atau
mengejar gerombolan ikan dan membawa hasil tangkapan dalam keadaan segar
secepat mungkin ke pelabuhan perikanan atau fishing base. Kapal ikan harus
memiliki daya manuver yang baik pada saat operasi pencarian dan penangkapan
ikan. Agar operasi penangkapan ikan mudah dilaksanakan, kapal ikan harus
10
memiliki beberapa kelebihan, di antaranya adalah: kemudi harus bekerja efisien,
turning cycle kapal harus dapat dilakukan lebih mudah, pengoperasian alat untuk
menghidupkan dan mematikan mesin harus praktis, cepat dan tepat. Perputaran
mesin harus mulus, baik dalam kecepatan sedang maupun kecepatan rendah atau
lambat. Kapal ikan harus kekuatan atau kemampuan untuk dioperasikan pada air
berarus kencang, bergelombang besar dan sebagainya. Oleh karena itu juga, kapal
ikan harus memiliki konstruksi dengan stabilitas yang tinggi, mampu mengapung
(bouyancy) dengan gerak oleng dan anggukan (rolling and pitching) sekecil
mungkin. Konstruksi kapal perikanan harus kuat karena menghadapi benturan
keras akibat air laut yang bergelombang besar dan tahan terhadap getaran vibrasi
yang ditimbulkan oleh mesin penggerak. Mengingat diperlukannya ruangan kerja
yang besar, volume mesin harus dirancang sekecil mungkin namun memiliki
kekuatan yang besar. Itulah sebabnya mesin diesel sering dipakai untuk kapal ikan
karena ukurannya lebih kecil dibandingkan dengan ukuran
mesin uap untuk
tingkat kekuatan mesin yang sama. Ikan adalah produk yang mudah rusak atau
busuk (perishable) sehingga sebuah kapal ikan biasanya dilengkapi dengan
tempat penyimpanan es atau kamar pendingin (cooling room and freezing room)
untuk menjaga ikan tetap segar.
Ikan-ikan yang disimpan dalam tempat
penyimpanan tersebut terisolasi dari udara luar sehingga suhu ikan terjaga tetap
dingin.
Kapal ikan biasanya dilengkapi dengan peralatan bantu untuk
penangkapan ikan (fishing machinery).
Beberapa contoh peralatan bantu ini
adalah line hauler, net hauler, winch, power block dan lain-lain yang tergantung
pada jenis metode penangkapan yang diterapkan.
2.6 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsumsi Solar Kapal Ikan
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap konsumsi bahan bakar kapal ikan
meliputi kekuatan mesin dan lama mesin beroperasi. Keduanya berbanding lurus
dengan konsumsi bahan bakar, artinya semakin besar kekuatan mesin maka
konsumsi bahan bakar juga semakin besar dan semakin lama mesin beroperasi
maka konsumsi bahan bakar semakin besar pula (Mangunsukarto dkk. 1979).
Agustina (1996) menyebutkan beberapa faktor eksternal dan internal dari mesin
yang mempengaruhi pemakaian bahan bakar. Faktor eksternal tersebut adalah
11
kedalaman perairan, tinggi pasang surut, cuaca, dan lama perjalanan. Tenaga
yang lebih besar dibutuhkan kapal untuk menambah kecepatan jika kapal berada
pada posisi trim yang tidak seimbang.
Saat tenaga ditingkatkan dengan
menambah putaran mesin maka konsumsi bahan bakar juga meningkat. Semakin
banyak kapal melakukan perjalanan maka konsumsi bahan bakar semakin besar.
Pada saat kapal mengalami arus pasang surut yang besar, maka jika arah kapal
berlawanan dengan arah arus tersebut maka kapal membutuhkan tenaga ekstra.
Demikian juga jika kapal mengalami tiupan angin yang kuat atau gelombang yang
besar. Faktor internal tersebut adalah trim. Ketika kapal di laut, maka lambung
kapal akan mengalami tekanan hidrodinamika dari
air. Jika tekanan tidak
diimbangi dorongan baling-baling maka akan dihasilkan trim yang statis.
Penambahan kerja baling-baling dapat mengakibatkan perubahan konsumsi bahan
bakar.
Download