BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELTIAN 2.1

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELTIAN
2.1
Landasan Teori dan Konsep
2.1.1 Perilaku Etis
2.1.1.1 Pengertian Etika dan Perilaku Etis
Manusia
dalam
pergaulan
hidup
bermasyarakat
dan
bernegara
memerlukan suatu sistem yang mengatur bagaimana seharusnya manusia
bergaul. Sistem pengaturan pergaulan tersebut agar saling menghormati dikenal
dengan sebutan sopan santun, tata krama, protokoler dan lain-lain. Maksud
pedoman pergaulan tidak lain untuk menjaga kepentingan masing-masing yang
terlibat agar mereka senang, tenang, tentram, terlindungi tanpa merugikan
kepentingannya serta terjamin agar perbuatannya yang tengah dijalankan sesuai
dengan adat serta kebiasaan yang berlaku dan tidak bertentangan dengan hakhak asasi umumnya. Hal itulah yang mendasari tumbuh kembangnya etika di
masyarakat kita. Menurut para ahli, etika tidak lain adalah aturan perilaku, adat
kebiasaan manusia dalam pergaulan antara sesamanya dan menegaskan mana
yang benar dan mana yang buruk. Menurut Velasque (2005:7) secara umum
etika mempunyai dua makna, yaitu:
1) Etika berasal dari bahasa Yunani, yaitu “ethos” (tunggal) atau “ta
estha” (jamak) yang berarti kebiasaan dan adat istiadat. Pengertian
ini berkaitan dengan kebiasaan hidup yang baik, baik pada diri
seorang maupun suatu masyarakat yang diwariskan dari satu
generasi ke generasi yang lain.
2) Etika dalam pengertian kedua ini dipahami sebagai filsafat moral
atau ilmu yang menekankan pada pendekatan kritis dalam melihat
dan memahami nilai dan norma moral serta permasalahanpermasalahan moral yang timbul dalam kehidupan bermasyarakat.
2.1.1.2 Teori Etika
Menurut Sarimah (2008) dalam Dewi (2012:25) menerangkan terdapat
dua teori etika, yaitu:
1) Teori Deontologi (Etika Kewajiban)
Etika deontologi adalah sebuah istilah yang berasal dari kata Yunani
‘deon’ yang berarti kewajiban dan ‘logos’ berarti ilmu atau teori.
Teori deontologi menilai suatu tindakan dinilai baik atau buruk
berdasarkan apakah tindakan itu sesuai atau tidak dengan
kewajiban. Dengan kata lain, suatu tindakan dianggap baik karena
tindakan itu memang baik pada dirinya sendiri, sehingga merupakan
kewajiban yang harus kita lakukan. Sebaliknya, suatu tindakan
dinilai buruk secara moral sehingga tidak menjadi kewajiban untuk
kita lakukan. Bersikap adil adalah tindakan yang baik, dan sudah
kewajiban kita untuk bertindak demikian. Sebaliknya, pelanggaran
terhadap hak orang lain atau mencurangi orang lain adalah tindakan
yang buruk pada dirinya sendiri sehingga wajib dihindari. Ada tiga
prinsip yang harus dipenuhi dalam menerapkan teori deontologi
yaitu :
(1) Supaya tindakan punya nilai moral, tindakan ini harus
dijalankan berdasarkan kewajiban. (2) Nilai moral dari tindakan ini tidak tergantung pada
tercapainya tujuan dari tindakan itu melainkan tergantung
pada kemauan baik yang mendorong seseorang untuk
melakukan tindakan itu, berarti kalaupun tujuan tidak
tercapai, tindakan itu sudah dinilai baik. (3) Sebagai konsekuensi dari kedua prinsip ini, kewajiban
adalah hal yang niscaya dari tindakan yang dilakukan
berdasarkan sikap hormat pada hukum moral universal. 2) Teori Teleologi
Teleologi berasal dari akar kata Yunani yaitu telos, yang berarti
akhir, tujuan, maksud, dan logos, perkataan.Teleologi adalah ajaran
yang menerangkan segala sesuatu dan segala kejadian menuju pada
tujuan tertentu. Tujuan, hasil, sasaran atau akibat bisa dilihat dari
dua segi, yaitu :
(1) Dilihat dari sudut apa hasil, sasaran atau akibat tersebut
Dilihat dari sudut apa, dikenal ada dua versi teleologi, yaitu
hedonisme yang berarti kenikmatan dan eudaimonisme
yang berarti kebahagiaan.
(2) Dilihat dari sudut untuk siapa hasil, sasaran atau akibat
tersebut. Jika dlihat dari sudut untuk siapa hasil, sasaran
atau akibat tersebut, maka hedonism dan eudaimonisme
tergolong egois sehingga disebut juga egoism etis.
2.1.1.3 Faktor – Faktor Perilaku Etis
Perilaku etika seseorang dalam suatu organisasi akan sangat dipengaruhi
nilai-nilai, norma-norma moral dan prinsip yang dianutnya dalam menjalankan
kehidupannya, yang kemudian bisa dianggap sebagai penentu kualitas individu
tersebut. Semua kualitas individu ini nantinya akan dipengaruhi oleh faktor-faktor
yang diperoleh dari luar yang kemudian menjadi prinsip yang dijalani dalam
kehidupannya dalam bentuk perilaku. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku
etis (Arifiyani, 2012) adalah sebagai berikut :
1) Pengaruh Budaya Organisasi
Budaya organisasi merupakan sistem makna bersama yang dianut
oleh anggota-anggota yang membedakan organisasi itu dari
organisasi yang lain. Dengan demikian budaya organisasi adalah
nilai yang dirasakan bersama oleh anggota organisasi yang
diwujudkan dalam bentuk sikap perilaku pada organisasi.
2) Kondisi Politik
Kondisi politik merupakan rangkaian asas atau prinsip, keadaan,
jalan, cara atau alat yang akan digunakan untuk mencapai tujuan.
Pencapaian itu dipengaruhi oleh perilaku-perilaku insan/individu
atau kelompok guna memenuhi hak dan kewajibannya.
3) Perekonomian Global dimana dia hidup
Perekonomian global merupakan kajian tentang pengurusan
sumber daya material individu, masyarakat, dan negara untuk
meningkatkan kesejahteraan hidup manusia. Perekonomian global
merupakan suatu ilmu tentang perilaku dan tindakan manusia
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang bervariasi dan
berkembang dengan sumber daya yang ada melalui pilihan-pilihan
kegiatan produksi, konsumsi dan atau distribusi. Sebagian besar
perusahaan memiliki kode etik untuk mendorong para karyawan
berperilaku secara etis. Kode etik saja belum cukup sehingga pihak
pemilik dan manajer perusahaan harus menetapkan standar etika
yang tinggi agar tercipta lingkungan pengendalian yang efektif dan
efisien. Menurut Griffin (2006:65) dua pendekatan paling umum
untuk membentuk komitmen manajemen puncak terhadap praktek
bisnis yang etis adalah:
(1) Menerapkan Kode Etik Tertulis
Banyak perusahaan menuliskan kode etik tertulis yang secara formal
menyatakan keinginan mereka melakukan bisnis dengan perilaku
yang etis. Jumlah perusahaan seperti itu meningkat secara pesat dan
kini hampir semua korporasi besar telah memiliki kode etik tertulis.
(2) Memberlakukan Program Etika
Banyak contoh mengemukakan bahwa tanggapan etis dapat
dipelajari berdasarkan pengalaman. Sebagian besar analis setuju
bahwa walaupun sekolah-sekolah bisnis harus tetap mengajarkan
masalah-masalah etika di lingkungan kerja, perusahaanlah yang
bertanggungjawab penuh dalam mendidik karyawannya.
2.1.1.4 Prinsip-Prinsip Perilaku Etis
Menurut Arens (2006:108) terdapat beberapa prinsip etis, antara lain:
1) Tanggung Jawab
Dalam mengemban tanggungjawabnya sebagai profesional, para
anggota harus melaksanakan pertimbangan professional dan moral
yang sensitif dalam semua aktivitas mereka.
2) Kepentingan Publik
Para
anggota
harus
menerima
kewajiban
untuk
bertindak
sedemikian rupa agar dapat melayani kepentingan publik, serta
menunjukkan komitmen dan profesionalnya.
3) Integritas
Untuk mempertahankan dan memperluas kepercayaan publik, para
anggota harus melaksanakan seluruh tanggungjawabnya secara
profesional dengan tingkat integritas tinggi.
4) Objektivitas dan Independensi
Anggota harus mempertahankan objektivitas dan bebas dari konflik
kepentingan dalam melaksanakan tanggungjawab profesionalnya.
5) Keseksamaan
Anggota harus mempertahankan standar teknis dan etis profesi,
terus berusaha keras meningkatkan kompetensi dan mutu jasa yang
diberikannya, serta melaksanakan tanggungjawab profesional serta
sesuai dengan kemampuan terbaiknya.
6) Ruang Lingkup dan Sifat Jasa
Anggota yang berpraktik bagi publik harus memperhatikan prinsipprinsip kode perilaku profesional dalam menentukan ruang lingkup
dan sifat jasa yang akan disediakan.
2.1.1.5 Penyebab Perilaku Tidak Etis
Perilaku etis sangatlah penting dalam kehidupan bermasyarakat. Hal ini
disebabkan karena interaksi antar individu dalam masyarakat sangat dipengaruhi
oleh nilai-nilai etika. Pada dasarnya dapat dikatakan kesadaran semua anggota
masyarakat untuk berperilaku secara etis dapat membangun suatu ikatan dan
keharmonisan bermasyarakat. Namun demikian, kita tidak dapat mengharapkan
semua orang dapat berperilaku etis. Arens dan Loebbecke (2000:73) menyatakan
bahwa terdapat dua faktor utama yang mungkin menyebabkan orang berperilaku
tidak etis, yaitu:
1) Standar etika orang tersebut berbeda dengan masyarakat pada
umumnya.
2) Orang tersebut secara sengaja bertindak tidak etis untuk keuntungan
sendiri.
Dorongan orang untuk berbuat tidak etis mungkin diperkuat oleh
rasionalisasi yang dikumandangkan sendiri oleh yang bersangkutan berdasarkan
pengamatan dan pengetahuan. Menurut Arens dan Loebbecke (2000:75)
rasionalisasi tersebut mencakup tiga hal sebagai berikut:
1) Semua orang juga melakukan hal (tidak etis) yang sama.
2) Jika sesuatu perbuatan tidak melanggar hukum berarti perbuatan
tersebut tidak melanggar etika.
3) Kemungkinan bahwa tindakan tidak etisnya tidak diketahui orang lain
serta yang harus ditanggung jika perbuatan tidak etis tersebut diketahui
orang lain.
2.1.2 Pengendalian Intern
2.1.2.1 Pengertian Pengendalian Intern
Pengendalian intern berkaitan dengan proses-proses dan praktik-praktik
dengan mana manajemen suatu organisasi berusaha untuk memastikan bahwa
keputusan-keputusan dan aktivitas-aktivitas yang disetujui benar-benar diambil
dan dilaksanakan (Agoes, 2009:232). Pengendalian intern adalah proses yang
dirancang untuk memberikan kepastian yang layak mengenai pencapaian tujuan
manajemen tentang reliabilitas pelaporan keuangan, efektivitas dan efisiensi
operasi dan kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku (Arens,
2006:212). Pengendalian intern juga bertujuan untuk mencegah para pejabat dan
karyawan melakukan aktivitas-aktivitas yang terlarang dan tidak layak (perilaku
tidak etis). Berkembangnya ukuran-ukuran dan kerumitan perusahaan-perusahaan
modern dan sensitivitas masyarakat yang terus meningkat terhadap perilaku
perusahaan telah menimbulkan perhatian yang semakin besar terhadap
pengendalian intern. Dari dua pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
pengendalian intern adalah suatu
proses yang dirancang untuk memberikan
kepastian bahwa keputusan dan aktivitas telah dilaksanakan. Pengendalian intern
terdiri atas kebijakan dan prosedur yang dirancang untuk memberikan manajemen
kepastian yang layak bahwa perusahaan telah mencapai tujuan dan sasarannya.
2.1.2.2 Tujuan Pengendalian Intern
Tujuan pengendalian intern adalah untuk memberikan keyakinan
memadai dalam pencapaian tiga golongan tujuan: keandalan informasi keuangan,
kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku, efektifitas dan efisiensi
operasi (Mulyadi, 2010:150). Menurut Mulyadi (2010:163) tujuan pengendalian
intern akuntansi adalah sebagai berikut:
1) Menjaga kekayaan perusahaan
(1) Penggunaan kekayaan perusahaan hanya melalui sistem otorisasi
yang telah diterapkan.
(2) Pertanggungjawaban
kekayaan
perusahaan
yang
dibandingkan dengan kekayaan yang sesungguhnya ada.
dicatat
2) Mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi
(1) Pelaksanaan transaksi melalui sistem otorisasi yang telah
ditetapkan.
(2) Pencatatan transaksi yang telah terjadi dalam catatan akuntansi.
2.1.2.3 Unsur-Unsur Pengendalian Intern
Menurut SA Seksi 319 Pertimbangan atau Pengendalian Intern dalam
Audit Laporan Keuangan paragraf 07 dalam Mulyadi (2010:180) menyebutkan
lima unsur pokok pengendalian intern,yaitu:
1) Lingkungan Pengendalian (Control Environment)
Lingkungan pengendalian menciptakan suasana pengendalian dalam
suatu organisasi dan mempengaruhi kesadaran anggota organisasi
tentang pengendalian. Lingkungan pengendalian merupakan landasan
untuk semua unsur pengendalian intern yang membentuk disiplin dan
struktur.
2) Penaksiran Risiko
Penaksiran risiko untuk tujuan pelaporan keuangan adalah identifikasi,
analisis dan pengelolaan risiko entitas yang berkaitan dengan
penyusunan laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi
berterima umum di Indonesia.
3) Informasi dan Komunikasi
Komunikasi mencakup penyampaian informasi kepada semua personel
yang terlibat dalam pelaporan keuangan tentang bagaimana aktivitas
mereka berkaitan dengan pekerjaan orang lain, baik yang berada di
dalam maupun di luar organisasi.
4) Aktivitas Pengendalian
Aktivitas pengendalian adalah kebijakan dan prosedur yang dibuat
untuk memberikan keyakinan bahwa petunjuk yang dibuat oleh
manajemen dilaksanakan.
5) Pemantauan atau Pemonitoran
Pemantauan atau pemonitoring adalah proses penilaiankualitas kinerja
pengendalian intern sepanjang waktu.
2.1.3 Loyalitas
2.1.3.1 Pengertian dan Pentingnya Loyalitas
Pengertian loyalitas berasal dari Bahasa inggris ‘loyal’ yang artinya setia.
Kesetiaan adalah kualitas yang menyebabkan seseorang tidak mengesampingkan
dukungan dan pembelaan terhadap sesuatu. Loyalitas lebih banyak bersifat
emosional. Loyalitas karyawan terhadap organisasi memiliki makna kesediaan
karyawan untuk mempertahankan hubungannya dengan organisasi, jika perlu
dengan mengorbankan kepentingan pribadinya tanpa mengharapkan apapun.
Loyalitas ini salah satu faktor apakah kedepannya seorang karyawan akan
berperilaku etis atau tidak. Kesediaan karyawan untuk mempertahankan diri
bekerja dalam organisasi adalah hal yang penting dalam menunjang komitmen.
Pegawai terhadap organisasi dimana mereka bekerja. Hal ini dapat diupayakan
bila karyawan merasakan adanya keamanan dan kepuasan di dalam organisasi
tempat karyawan tersebut bekerja.
Salah satu faktor yang mempengaruhi loyalitas karyawan adalah kepuasan
kerja. Loyalitas atau kesetiaan sebenarnya tidak hanya berarti cukup lama bekerja
di suatu perusahaan. Loyalitas harus diartikan pula mampu menjaga nama baik
atau citra perusahaan dimana seseorang bekerja. Loyalitas merupakan keinginan
seseorang untuk tetap menjadi anggota organisasi yang bersangkutan atau disebut
dengan komitmen organisasi.
Karyawan yang memiliki loyalitas tinggi bersedia bekerja melebihi
kondisi biasa, bangga menceritakan perusahaan mereka kepada orang lain,
bersedia menerima berbagai tugas dan memperhatikan nasib perusahaan secara
keseluruhan. Sebaliknya, karyawan yang tidak setia terhadap perusahaan ditandai
dengan perasaan negatif, seperti ingin meninggalkan perusahaan, merasa bekerja
di perusahaan lain lebih menguntungkan, tidak merasakan manfaat dari
perusahaan dan menyesali keputusan mereka bergabung dengan perusahaan
tersebut (Istijanto, 2006).
2.1.3.2 Teori Loyalitas
Teori dasar yang ditulis oleh Hasibuan (2005) bahwa loyalitas atau
kesetiaan merupakan salah satu unsur yang digunakan dalam penilaian karyawan
yang mencakup kesetiaan terhadap pekerjaannya, jabatannya dan organisasi. Atas
dasar asumsi tersebut, berikut aspek-aspek yang terdapat dalam loyalitas :
1) Ketaatan atau kepatuhan
Ketaatan yaitu kesanggupan seorang pegawai untuk mentaati segala
peraturan kedinasan yang belaku dan mentaati perintah dinas yang
diberikan atasan yang berwenang, serta sanggup tidak melanggar
larangan yang ditentukan.
2) Bertanggungjawab
Tanggungjawab adalah kesanggupan seorang karyawan dalam
menyelesaikan pekerjaan yang diserahkan kepadanya dengan baik,
tepat waktu, serta berani mengambil resiko untuk keputusan yang
dibuat atau tindakan yang dilakukan.
3) Pengabdian
Pengabdian yaitu sumbangan pemikiran dan tenaga secara ikhlas
kepada perusahaan.
4) Kejujuran
Kejujuran adalah keselarasan antara yang terucap atau perbuatan
dengan kenyataan.
2.1.4 Integritas Manajemen
2.1.4.1 Pengertian dan Pentingnya Integritas Manajemen
Berbicara tentang moralitas di dalam organisasi, integritas telah menjadi
salah satu istilah penting dalam etika bisnis yang terus dibahas dan digunakan
penerapannya dalam organisasi. Tidak sedikit organisasi yang memasukkan
pengertian tersebut di dalam kode etiknya yang menjadi acuan bagi anggotanya
dari tingkat manajemen puncak hingga pelaksana lapangan dalam berperilaku. Di
dalam konteks organisasi, istilah tersebut telah merasuk ke dalam organisasi,
membentuk nilai dan budaya organisasi, komunikasi di dalamnya, hingga
komitmen tiap orang di dalamnya untuk menerapkan etika di dalam bisnisnya
(Weiss, 2003). Integritas adalah inti penentu sikap percaya di dalam hubungan
kerja organisasi (Hosmer, 1995; Mayer, Davis, & Schoorman, 1995).
Struktur pengendalian intern perusahaan terdiri dari kebijakan dan
prosedur-prosedur untuk menyediakan jaminan yang memadai bahwa tujuan
perusahaan dapat tercapai. Kebijakan dan prosedur pengendalian intern akan
berbeda pada setiap perusahaan tergantung pada besar dan jenis perusahaan.
Perusahaan kecil memiliki manajemen pemilik yang dapat mengawasi
karyawannya dan memimpin perusahaan secara langsung, sehingga hanya
memerlukan beberapa kebijakan dan prosedur pengendalian. Namun, dengan
semakin bertambahnya jumlah karyawan dan meningkatnya aktifitas perusahaan,
maka manajemen akan mengalami kesulitan untuk mempertahankan pengendalian
operasi. Sehingga, manajemen perlu mendelegasikan wewenangnya dan lebih
menekankan agar tercapai kepatuhan terhadap sasaran dan tujuan perusahaan.
Selain itu moralitas manajemen juga berpengaruh pada perilaku etisnya.
Manajemen bertanggungjawab untuk menyusun, melaksanakan dan selalu
mengawasi kegiatan perusahaan. Manajemen juga bertanggungjawab untuk
mengembangkan dan menyelenggarakan secara efektif pengendalian intern
organisasinya. Pengendalian intern yang memadai desainnya, namun dijalankan
oleh orang-orang yang tidak menjunjung tinggi integritas dan tidak memiliki
etika, akan mengakibatkan tidak terwujudnya tujuan pengendalian intern. Oleh
karena itu, tanggung jawab manajemen adalah menjunjung tinggi nilai integritas
dan etika bisnis.
2.1.4.2 Teori Integritas Manajemen
Menurut Hartadi (2007:12) struktur pengendalian intern perusahaan terdiri
dari kebijakan dan prosedur-prosedur untuk menyediakan jaminan yang memadai
bahwa tujuan perusahaan dapat tercapai. Konsep struktur pengendalian intern
didasarkan pada dua hal utama, yaitu :
1)
Tanggungjawab manajemen
Manajemen
sendiri
menyelenggarakan
bertanggungjawab
struktur
untuk
pengendalian
menetapkan
intern,
dan
meskipun
tanggungjawab tertentu dapat didelegasikan kepada bawahan. Akan
tetapi, tanggungjawab akhir tetaplah pada manajemen.
2)
Jaminan yang memadai
Jaminan yang memadai harus dikaitkan dengan manfaat dan biaya
pengendalian. Manajemen yang hati-hati tidak akan menghabiskan
biaya untuk manfaat pengendalian yang lebih kecil dari biayanya.
Nilai integritas dan etika bisnis dikomunikasikan oleh manajer melalui
personal behavior dan operational behavior. Melalui personal behavior, manajer
mengkomunikasikan nilai integritas dan etika melalui tindakan individual mereka,
sehingga nilai-nilai tersebut dapat diamati oleh karyawan entitas. Sedangkan
operational behavior, manajer mendesain sistem yang digunakan untuk
membentuk perilaku yang diinginkan, yang berdasarkan nilai integritas dan etika.
Manajer pada setiap tingkatan sebaiknya diberi wewenang yang
secukupnya untuk melaksanakan tugas-tugas dan tanggungjawab yang diserahkan
kepadanya. Tanggungjawab harus disertai dengan wewenang, hak dalam
melaksanakan tugas yang diberikan. Sekali wewenang diberikan, bagaimanapun
hal itu membawa kewajiban untuk menunjukkan pertanggungjawaban untuk
membuktikan bahwa tugas-tugas telah dilaksanakan secara efisien, ekonomis dan
efektif. Pertanggungjawaban adalah kewajiban semua manajer dalam rangka
menunjukkan bahwa mereka telah memenuhi tanggungjawabnya dan telah
menggunakan sumber daya yang dipercayakan kepada mereka.
2.2 Hipotesis Penelitian
2.2.1 Pengaruh Pengendalian Intern pada Perilaku Etis Karyawan
AICPA (2002) menjelaskan bahwa pengendalian intern sangat penting,
karena dapat memberikan perlindungan bagi entitas terhadap kelemahan manusia
serta untuk mengurangi kemungkinan kesalahan dan tindakan yang tidak sesuai
dengan aturan. Pengendalian intern adalah representasi dari keseluruhan kegiatan
didalam organisasi yang harus dilaksanakan, dimana proses yang dijalankan oleh
dewan komisaris ditujukan untuk memberikan keyakinan yang memadai tentang
pencapaian tujuan pengendalian operasional yang efektif dan efisien, keandalan
laporan keuangan dan kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku
(Hermiyetti, 2010).
Hasil penelitian Arifiyani (2012) dan Indah (2013)
menyebutkan variabel pengendalian intern berpengaruh positif dan signifikan
terhadap perilaku etis karyawan PT. Adi Satria Abadi Yogyakarta. Berdasarkan
penjelasan diatas dapat dikembangkan hipotesis penelitian sebagai berikut :
H1 : Pengendalian Intern berpengaruh positif pada perilaku etis karyawan PT.
Orindo Alam Ayu Cabang Denpasar.
2.2.2 Pengaruh Loyalitas pada Perilaku Etis Karyawan
Poerwadarminta (2012) menyatakan loyalitas adalah kecenderungan
karyawan untuk tidak pindah ke perusahaan lain yang disebabkan adanya
kesesuaian situasi dan kondisi perusahaan dengan tujuan yang ingin dicapai.
Semakin tinggi loyalitas karyawan terhadap suatu perusahaan, maka semakin
rendah tindakan atau perilaku tidak etis. Mar’atusholihah (2010) menyimpulkan
hubungan antara loyalitas kerja karyawan memiliki pengaruh signifikan terhadap
iklim organisasi positif. Iklim organisasi postif ini yang mencerminkan adanya
perilaku etis di dalam organisasi tersebut sehingga menimbulkan dampak positif.
Hasibuan
(2005),
mengemukakan
bahwa
loyalitas
atau
kesetiaan
merupakan salah satu unsur yang digunakan dalam penelitian karyawan yang
mencakup kesetiaan terhadap pekerjaannya, jabatannya dan organisasi. Kesetiaan
ini dicerminkan oleh kesediaan karyawan menjaga dan membela organisasi
didalam maupun diluar pekerjaan dari gangguan pihak – pihak yang tidak
bertanggungjawab. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka hipotesis yang
diajukan pada penelitian ini adalah :
H2: Loyalitas berpengaruh positif pada perilaku etis karyawan PT. Orindo Alam
Ayu Cabang Denpasar.
2.2.3 Pengaruh Integritas Manajemen pada Perilaku Etis Karyawan
Teori kepemimpinan integritas juga dipakai untuk menggambarkan
kemampuan seseorang menerjemahkan perkataannya ke dalam tindakan nyata
(McShane & Von Glinow, 2003) dengan kata lain ada konsistensi antara
perkataan dan tindakannya. Hasil penelitian Arifiyani (2012) dan Aisah (2010)
menyebutkan variabel integritas manajemen berpengaruh positif dan signifikan
terhadap perilaku etis karyawan PT. Adi Satria Abadi Yogyakarta. Berdasarkan
penjelasan diatas dapat dikembangkan hipotesis penelitian sebagai berikut :
H3 : Integritas manajemen berpengaruh positif pada perilaku etis karyawan PT.
Orindo Alam Ayu Cabang Denpasar.
Download